BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Material 2.1.1 Beton Beton merupakan suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan dengan bahan ikat. Beton berasal dari campuran agregat halus dan kasar dan ditambahkan dengan pasta semen. Dengan gradasi butiran yang baik akan terjadi saling mengunci diantara butiran. Proses awal terjadinya beton pasta semen yaitu proses hidrasi air dan semen, selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus menjadi mortar dan jika ditambahkan agregat kasar menjadi beton (SK.SNI-T-151990-03,2002). 3 Beton normal adalah beton yang mempunyai berat satuan 2200 kg/m sampai 3 2500 kg/m dan dibuat menggunakan agregat alam yang dipecah maupun tidak dipecah (SK SNI-03-2847-2002, 2002). Hubungan antara tegangan dan regangan beton didapat dari percobaan tekan beton. Kurva ini menyatakan nilai tegangan yang bersesuaian dengan nilai regangan betonnya. Gambar 2.1 Hubungan tegangan regangan beton selinder dengan pembebanan uniaksial (Mac Gregor, 1997). 6 Kurva pada gambar 2.1 mempunyai karakter yang hampir sama. Bagian awal dari kurva, dapat diidealisasikan sebagai garis lurus yang menunjukkan bagian yang elastik dimana hubungan antara regangan dan tegangan beton masih linier. Selanjutnya kurva akan mencapai titik maksimum pada nilai tegangan karakteristik (f’c) pada nilai regangan 0,015 hingga 0,003 untuk beton normal dan regangan 0,003 sampai 0,0035 untuk beton ringan. Setelah titik maksimum dilampaui, kurva ini akan menurun lagi hingga benda uji mengalami kehancuran. Dapat dilihat bahwa beton berkekuatan tekan rendah memiliki bentuk kurva yang lebih datar dan regangan pada saat tercapainya tegangan puncak lebih rendah dibandingkan beton dengan kekuatan tekan tinggi (Winter & Nilson, 1993). 2.1.2 Baja Tulangan Penempatan baja tulangan longitunal di dalam suatu penampang beton terutama untuk memikul gaya tarik yang bekerja pada penampang beton. Penggunaan baja sebagai tulangan dikarenakan baja memiliki beberapa kelebihan diantaranya baja merupakan bahan yang spesifik strenght (kekuatan persatuan berat) yang tinggi dan mempunyai tingkat daktilitas yang baik. Ada dua jenis baja tulangan yang sering dipergunakan, yaitu baja tulangan polos (plain bar) dan baja tulangan ulir (deformed bar). 2.1.2.1 Baja Polos Baja polos adalah batang baja yang permukaan sisi luarnya rata, tidak bersirip atau berukir. Baja tulangan ini tersedia dalam beberapa diameter, tetapi karena ketentuan SNI hanya memperkenankan pemakaiannya untuk sengkang dan tulangan spiral, sehingga pemakaiannya menjadi terbatas. Saat ini tulangan polos yang mudah dijumpai adalah hingga berdiameter 16 dengan panjang standar 12 meter. 2.1.2.2 Baja Ulir Baja tulangan ulir adalah baja yang permukaan sisi luarnya tidak rata, bersirip atau berukir. Berdasarkan SNI 03-2847-2002, baja tulangan ulir lebih diutamakan pemakaiannya untuk tulangan longitudinal beton struktur. Salah satu tujuannya dari 7 ketentuan ini adalah untuk mendapatkan lekatan yang lebih baik antara beton dengan tulangannya. Beberapa sifat penting baja yang banyak digunakan pada saat perhitungan struktur beton bertulang adalah : a. Tegangan tarik leleh (fy) Tegangan tarik leleh (fy) didapat dari diagram dari diagram tegangan dan regangan yang merupakan tegangan yang menjadi batas keadaan plastis. b. Modulus Elastisitas (E) Modulus elastisitas merupakan kemiringan (tangent) dari hubungan tegangan regangan pada bagian lurus yang melalui titik nol. Menurut SNI 03-28472002 nilai E dapat diambil sebesar 200.000 MPa. Berdasarkan SNI 03-2847-2002, digunakan symbol “D” untuk menyatakan diameter tulangan ulir. Sebagai contoh, D10 dan D 19 digunakan untuk menunjukkan tulangan ulir berdiameter 10 dan 19 mm. Tulangan ini tersedia mulai diameter 10 sampai 32 mm, meskipun ada juga yang lebih besar tetapi umumnya diperoleh melalui pesanan khusus. Untuk melindungi tulangan terhadap bahaya kebakaran dan korosi, disebelah luar tulangan diberikan tebal minimum beton penutup atau selimut beton. Tebal selimut beton bervariasi tergantung pada tipe kontruksi, dan kondisi lingkungan. Berdasarkan tebal selimut beton bertulang yang tidak langsung berhubungan dengan cuaca atau tanah adalah tidak boleh lebih kecil dari 20 mm untuk pelat, dinding atau pun pelat berusuk yang menggunakan diameter yang lebih kecil dari D36, serta 40 mm untuk balok dan kolom. Jika kolom tersebut berhubungan langsung dengan tanah, tebal selimut minimum adalah 40 hingga 50 mm, tergantung dari diameter tulangannya. 2.2 Kolom Beton Bertulang Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi bawah lebih awal hingga akhirnya sampai ke tanah melalui pondasi. Karena 8 kolom merupakan komponen tekan, maka keruntuhan pada satu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh batas total (ultimate total collapse) beserta seluruh strukturnya. Kolom merupakan struktur tekan karena beban yang bekerja adalah aksial tekan sepanjang sumbu bahan. Kolom merupakan elemen struktur yang harus direncanakan dan dihitung secara cermat mengenai kekuatan terhadap beban yang bekerja, karena elemen struktur ini berhubungan erat dengan kestabilan bangunan. Beban kritis yang ditemukakan oleh Euler adalah bahwa kapasitas pikul-beban suatu kolom selalu berbanding terbalik dengan kuadrat panjang elemen, sebanding dengan modulus elastis material, dan sebanding dengan momen inersia penampang melintang. Pengaruh geser terhadap pengurangan kekuatan kolom sebanding dengan besarnya deformasi yang ditimbulkan oleh gaya geser. Penampang berbadan solid memiliki deformasi geser yang lebih kecil. Pengaruh gaya geser yang kecil pada kolom berbadan solid dapat diabaikan dengan aman. Sengkang pada kolom berpengaruh pada kekuatan penampangnya sehingga akan berkurang bersamaan dengan timbulnya masalah tekuk yang dihadapi. Semakin pendek jarak sengkang pada kolom semakin besar kekutan kolom tersebut (Dipohusodo,1994). Apabila tulangan baja leleh maka baja akan terjadi keruntuhan yang disebabkan karena adanya gaya tarik atau terjadinya kehancuran pada beton yang tertekan. Ada beberapa hal yang menyebabkan kehancuran pada kolom diantaranya adalah sifat kolom yang mengalami tekuk elastik atau tekuk inelastik. Sifat kolom yang mengalami suatu tekuk tertentu dipengaruhi oleh angka kelangsingan (slenderness ratio). Kolom dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan susunan tulangannya, posisi beban pada penampangnya dan panjang kolom dalam hubungannya dengan dimensi lateralnya. 9 2.2.1 Kolom Beton Bertulang Penampang Pipih Kolom beton bertulang penampang pipih merupakan perkembangan dari kolom berpenampang segi empat/ persegi panjang dimana dalam prakteknya kolom penampang pipih didesain setebal tembok dengan perbandingan lebar dengan tinggi bisa mencapai kurang dari 0,3 atau bisa dikatakan tinggi penampang lebih dari 3 kali lebar penampang kolom tersebut. Dalam Dipohusodo (1994) ada tiga jenis kolom beton bertulang berdasarkan bentuk dan susunan tulangan sebagai berikut: - Kolom segiempat atau bujur sangkar dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berupa sengkang (tie column). Kolom ini merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral. Tulangan ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh pada tempatnya. - Kolom bundar dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berupa sengkang bundar atau spiral (spiral column). Bentuknya sama dengan yang pertama hanya saja sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan spiral yang dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom. Fungsi dari tulangan spiral adalah memberi kemampuan kolom untuk menyerap deformasi cukup besar sebelum runtuh, sehingga mampu mencegah terjadinya kehancuran seluruh struktur sebelum proses redistribusi momen dan tegangan terwujud. - Kolom komposit yang terdiri atas beton dan profil baja struktural di dalamnya (composite column). Merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa diberi batang tulangan pokok memanjang. Kolom bersengkang merupakan jenis yang paling banyak digunakan karena pengerjaannya yang mudah. Meskipun begitu, kolom segiempat maupun bundar dengan tulangan berbentuk spiral kadang-kadang digunakan juga, terutama bila diperlukan daktilitas kolom yang cukup tinggi seperti pada daerah-daerah gempa. 10 Gambar 2.2 Berbagai jenis kolom, (a) Kolom Persegi, (b) Kolom Bulat, (c) Kolom Komposit Kemampuan kolom spiral untuk menahan beban maksimum pada deformasi besar mencegah terjadinya keruntuhan mendadak (collapse) pada struktur secara keseluruhan sebelum terjadinya redistribusi total momen dan tegangan selesai. Akibat adanya gaya aksial tekan (yang biasanya cukup besar) maka perilaku keruntuhan kolom akan berbeda, dan dapat dikategorikan menjadi: - Kolom pendek yaitu jika keruntuhan diakibatkan kegagalan material penampang seperti leleh (yielding) pada tulangan atau pecah pada beton - Kolom langsing yaitu jika terjadi tekuk (buckling) pada panampang akibat gaya tekan yang bekerja, padahal tegangan pada penampang masih elastik. Dapat dilihat pada Gambar 2.3 bahwa perbedaan kekuatan kolom spiral dengan sengkang baru terlihat pada kondisi pasca puncak. Pada tahap awal sampai puncak, kedua kolom menunjukkan perilaku yang sama. Setelah beban maksimum tercapai dan penampang mulai mengalami kondisi plastis, terlihat bahwa kolom sengkang akan mengalami keruntuhan terlebih dahulu yang sifatnya mendadak (getas), sedangkan kolom spiral masih bertahan (lebih daktail). 11 Gambar 2.3 Perbedaan perilaku keruntuhan kolom sengkang spiral (Nilson,1991) 2.2.2 Sengkang a. Fungsi Sengkang 1. Sengkang sebagai penahan gaya geser Sebagaimana pada balok, kolom juga terdapat gaya geser. Kedua-duanya hampir sama. Kalau pada balok gaya geser terjadi akibat adanya beban gravitasi dan momen ujung. Sedangkan pada kolom gaya geser hanya terjadi akibat momen ujung saja. 2. Sengkang sebagai “Confinement” Confinement yang dimaksud adalah sebagai “pengekang” agar akibat gaya aksial suatu kolom tetap menyatu tidak pecah. Sebagaimana diketahui bahwa akibat gaya aksial, kolom disatu sisi akan mengalami pemendekan tetapi disisi lain kolom akan mengembang kearah samping. Maka dari itu tugas sengkang adalah mengikat kolom agar kolom betonnya tidak pecah. 3. Sengkang sebagai penahan Buckling Pada saat beton mengelupas/ spalling maka baja tulangan berkemungkinan lepas dengan betonnya. Pada kondisi tersebut baja tulangan akan berfungsi sebagai batang tekan yang rawan terhadap bahaya tekuk/buckling. Menurut teori kestabilan, bahaya tekuk akan dipengaruhi oleh 12 kelangsingan. Sedangkan pada sengkang kolom kelangsingan tulangan pokok akan bergantung pada diameter tulangan pokok dan jarak sengkang. Maka dengan demikian selain diameter sengkang dan tegangan lelehnya, jarak sengkang S memegang peranan penting. 4. Sengkang sebagai pengikat tulangan pokok Pada fungsi ini merupakan fungsi teknis yang paling praktis yaitu untuk mengikat tulangan pokok agar tempat, jarak atau posisinya dalam kondisi yang benar. Selain itu dengan adanya pengikat dari sengkang, pemasangan tulangan menjadi rapi. b. Syarat-Syarat Sengkang Tulangan memanjang kolom senantiasa harus diikat oleh sengkang-sengkang dengan jarak maksimum sebesar ukuran terkecil penampang, 15 kali diameter (diameter pengenal) batang tulangan memanjang terkecil atau 30 cm. Apabila oleh alasan-alasan praktis sengkang-sengkang tidak dapat dipasang (misalnya pada persilangan-persilangan), maka pengikatan tulangan memanjang harus dilakukan dengan cara-cara yang lain. Diameter batang sengkang tidak boleh diambil kurang dari ¼ diameter (diameter pengenal) batang tulangan memanjang yang terbesar dengan minimum 6 mm pada jenis baja lunak dan baja sedang dan 5 mm pada baja jenis keras. c. Pengaruh Jarak Sengkang Sengkang pada kolom berpengaruh pada kekuatan penampangnya sehingga akan berkurang bersamaan dengan timbulnya masalah tekuk (buckling) yang dihadapi. Pada Eksentrisitas dapat terjadi akibat timbulnya momen yang antara lain disebabkan oleh kekangan pada ujung-ujung kolom yang dicetak secara monolit dengan komponen lain, pelaksanaan pemasangan yang kurang sempurna, ataupun penggunaan mutu bahan yang tidak merata. Maka untuk itu diperlukan kekuatan nominal kolom dengan pengikat sengkang direduksi 20% dengan jarak 13 sengkang yang ditentukan sebagai pengaruh kekuatan kolom. Semakin pendek jarak sengkang pada kolom semakin besar kekutan kolom tersebut. 2.3 Dasar Teori Pengekangan Kolom Beton Bertulang Kondisi pembebanan triaksial pada struktur beton bertulang sering dijumpai pada kolom beton yang dikekang lateral. Razvi dan Saatcioglu (1989) melakukan penelitian terhadap kolom persegi dengan pembebanan aksial sentris. Penelitiannya menunjukkan bahwa efektifitas pengekangan sengkang dapat dilihat dari nilai rasio (Pcmax/Pocore), dimana Pcmax adalah kekuatan tekan beton tanpa tulangan hasil eksperimen, P0core adalah kekuatan inti beton tanpa tulangan. P0 core . f ' c.( Acore As ) (2.1) Pc max Ptest As . f y (2.2) Kakuatan aksial beton bertulang (P0) dan kekutan tekan inti beton (P0core) yang diusulkan oleh Rasvi dan Saatcioglu (1989) adalah: P0 . f ' c.( Ag As ) As . f y P0 conc . f ' c.( Ag As ) (2.3) (2.4) Dimana: P0 : Kekuatan beton bertulang (kN) P0conc : kekuatan beton tanpa tulangan (kN) P0core : kekuatan inti beton tanpa tulangan (kN) Pcmax : kekuatan beton hasil eksperimen tanpa tulangan (kN) Ag : luas penampang beton (mm2) As : luas tulangan longitudinal (mm2) α : rasio dari kuat tekon beton tak terkekang pada komponen struktur terhadap kuat tekan beton hasil pengujian silinder f’c : kekuatan beton silinder standar yang berumur 28 hari (MPa) fy : tegangan leleh dari tulangan longitudinal (MPa) Nilai α merupakan rasio kuat tekan beton tak terkekang terhadap kuat tekan beton hasil pengujian silinder beton. Bila dimensi benda uji dengan silinder standar 14 sama, maka Razvi dan Saatciouglu mengambil nilai α=1, untuk benda uji dimensinya pada skala yang lebih besar nilai α berkisar ntara 0,85 sampai 0,90. Efek pengekangan pada kolom merupakan suatu efek yang ditimbulkan akibat adanya tulangan pengekang yang terpasang disepanjang bentang kolom, yang dapat menambah kinerja/ kapasitas kolom, yang mengakibatkan kolom berperilaku lebih daktail sehingga dapat menunda keruntuhan mendadak (collapse). Penampang yang didesain dengan memperhitungkan efek pengekangan akan memberikan output yang berbeda bila dibandingkan dengan kolom yang tidak memperhitungkan efek pengekangan. Perbedaan yang dimaksud disini adalah perbedaan besarnya kapasitas penampang, perbedaan bentuk kurva teganganregangan, dan perbedaan daktilitas. Untuk menggambarkan efektifitas pengekangan, dapat dibayangkan pada tumpukan pasir di tempat terbuka yang diberi beban tekan dari atas, maka tumpukan pasir tersebut akan tersebar (runtuh). Namun jika pasir tersebut dimasukkan dalam sebuah tong (silinder tanpa penutup), maka apabila diberi beban, pasir tetap berada pada kedudukan semula (tidak runtuh). Hal tersebut terjadi karena dinding tong berfungsi sebagai pengekang lateral. Oleh karena beton lebih padat (kuat) daripada pasir, maka dinding pengekang yang diperlukan tidak perlu rapat seperti tong. Kolom beton bertulang akan meningkat kemampuannya apabila dilakukan pengekangan. Pada umumnya pengekangan dilakukan menggunakan sengkang (tulangan transversal), baik itu yang berbentuk segi empat maupun yang berbentuk spiral. Pengekangan kolom dengan tulangan berbentuk spiral sangat rapat (kolom spiral) memiliki perilaku yang lebih daktail daripada pengekangan kolom dengan sengkang biasa ataupun pengekangan kolom dengan spiral kurang rapat (Nilson, 1991). Kolom spiral akan dapat bertahan lebih lama (daktail) sebelum mengalami keruntuhan dibandingkan dengan kolom yang diberi pengekangan dengan sengkang biasa ataupun dengan spiral kurang rapat (kurang daktail). Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan daktilitas bisa sangat mempengaruhi kekuatan kolom dan kekuatan kolom itu sendiri dapat mempengaruhi kecepatan keruntuhan getas pada material beton. 15 Ada banyak variabel yang mempengaruhi kapasitas aksial dan bentuk kurva tegangan-regangan suatu kolom beton bertulang. Beberapa variabel yang dominan tersebut antara lain: a. Rasio volumetrik sengkang dan beton merupakan perbandingan antara volume sengkang dengan volume inti beton yang terkekang dihitung dari as ke as sengkang. Semakin kecil rasio volumetrik maka efek pengekangan akan semakin besar. Untuk memperoleh rasio volumetrik yang semakin kecil dapat dilakukan dengan tiga cara. Pertama dengan memperbanyak volume sengkang maka dapat menambah nilai tegangan pengekang dalam arah transversal. Gambar 2.4 Variasi tegangan pengekang akibat jumlah dan susunan tulangan (longitudinal dan transversal) (Tavio, 2008) Kedua dengan memperbesar diameter tulangan, perbandingan antara diameter sengkang terhadap panjang sengkang, karena diameter yang lebih besar menghasilkan pengekangan yang lebih efektif. Dari Gambar 2.5 di bawah dapat dilihat bahwa daerah yang diarsir merupakan daerah yang tidak efektif terkekang. Bila diameter sengkang kecil, maka sengkang hanya akan berperilaku sebagai pengikat antar sudut dikarenakan kekakuan lenturnya kecil. Karena kekakuannya kecil, maka bagian tengahnya (daerah antara dua sudut) akan melendut sehingga keefektifan pengekang bagian tengah sengkang menjadi lebih kecil. Dengan diameter sengkang yang lebih besar, luas area yang terkekang efektif bisa bertambah karena kekakuan lenturnya besar. Dari Gambar 2.5 tersebut dapat dilihat keefektifan sengkang spiral dalam menahan inti beton lebih daik daripada sengkang persegi, karena pada pengekangan spiral hampir seluruh daerah inti beton (yang berada di dalam sengkang) terkekang dengan baik. 16 Gambar 2.5 Efektifitas pengekangan. (a) sengkang persegi; (b) spiral Ketiga dengan memperkecil jarak sengkang, perbandingan jarak/spasi antar sengkang terhadap dimensi penampang inti, karena semakin rapat sengkang akan menambah keefektifan pengekangan, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.6 dibawah. Semakin renggang jarak sengkang maka akan semakin banyak volume beton yang tidak terkekang dan mungkin akan rontok (spalling). Gambar 2.6 Jarak antar sengkang mempengaruhi efektifitas pengekangan (Cusson dan Paultre, 1994) b. Kuat leleh baja tulangan sengkang (fyh), karena variabel ini menentukan kuat batas ultimate dari tegangan pengekang lateral. c. Jumlah dan ukuran tulangan longitudinal, karena tulangan ini juga mengekang betonnya. Tulangan longitudinal harus ditempatkan agak rapat disepanjang sengkang karena sengkanglah yang memberikan reaksi pengekangan pada tulangan longitudinal (tulangan lentur) dengan tulangan transversal (sengkang) akan meningkatkan efisiensi pengekangan. d. Kuat tekan beton (mutu beton), karena beton dengan kuat tekan rendah (lowstrenght concrete) agak lebih daktail daripada beton mutu tinggi (high strength concrete). 17 Gambar 2.7 Efek konfigurasi dan jarak sengkang: (a) Konfigurasi sengkang yang kurang baik dengan jarak yang lebar; (b) konfigurasi yang baik dengan jarak yang rapat (Cusson, 1994) 2.4 Daktilitas Beton Terkekang Daktilitas merupakan ukuran suatu komponen struktur untuk mampu berdeformasi tanpa kehilangan kekuatan yang cukup besar. Pengaruh sengkang yang berfungsi sebagai pengekang beton dapat memberikan peningkatan daktilitas. Perilaku daktail dari kolom dengan beban aksial sentris dapat dilihat dari diagram hubungan antara tegangan dengan regangan yang terjadi seperti pada Gambar 2.8. Daktilitas menjadi permasalahan penting jika pada struktur beton bertulang bekerja suatu aksi yang melampaui batas kapasitasnya. Perilaku getas dan daktail sangat berbeda. Saat terjadi beban-beban kritis perilaku getas tidak boleh terjadi karena pada saat struktur diberi beban sampai beban runtuhnya harus mampu melakukan deformasi inelastik yang cukup besar sampai akhirnya mencapai suatu keruntuhan total dan kemampuan ini tergantung pada tingkat daktilitas struktur dan komponen struktur beton bertulang bersangkutan. Mengacu pada definisinya pengertian daktilitas dapat dibedakan menjadi beberapa jenis daktilitas. a. Daktilitas regangan, Strain ductility (µe) Menurut teori Rasvi dan Saatcioglu (1989), daktilitas regangan aksial kolom dapat dihitung berdasarkan rasio regangan aksial pada tegangan 85% 18 tegangan maksimum setelah melewati beban puncak dengan regangan aksial pada saat tegangan puncak maksimum dicapai (ε85/ εI). b. Daktilitas kurvatur Kurvatur dari kolom beton bertulang disini diberikan dengan persamaan yang mengambil segmen elemen struktur yang dibebani lentur atau kombinasi lentur dan aksial tekan. Daktilitas kurvatur didefinisikan sebagai perbandingan antara nilai kurvatur (putaran sudut per satuan panjang dari segmen) saat beton mengalami regangan ultimitnya dengan nilai kurvatur saat baja tulangannya pertama kali leleh. Sedangkan untuk menyatakan tingkat daktilitasnya diberikan oleh persamaan berikut: u y Dimana 2.5 : u y : kurvatur pada kondisi batas : kurvatur pada kondisi leleh pertama tulangan tarik c. Daktilitas perpindahan (deformasi) Daktilitas perpindahan didefinisikan sebagai perbandingan antara perpindahan saat ultimate dengan perpindahan pada saat leleh. Daktilitas perpindahan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: u y Dimana 2.6 : u y : perpindahan pada kondisi ultimate : perpindahan saat kondisi leleh Tingkat daktilitas suatu struktur ataupun komponen struktur beton bertulang umumnya dapat dinyatakan sebagai perbandingan batas total faktor daktilitas yang mampu diberikan struktur atau komponen struktur dengan batas faktor daktilitas dimana baja tulangan struktur atau komponen struktur mengalami leleh untuk pertama kali. Daktilitas regangan dan daktilitas kurvatur merupakan daktilitas yang mampu diberikan oleh penampang dari komponen struktur tersebut, sedangkan 19 daktilitas simpangan merupakan daktilitas yang diberikan struktur secara keseluruhan. Batas total dari faktor daktilitas (seperti : regangan, kurvatur, perpindahan) adalah batas dimana struktur atau komponen struktur beton bertulang mencapai titik maksimal kemampuannya dalam menahan pembebanan sebelum terjadi kehancuran total sebagai akibat sudah tidak adanya kekuatan dan kekakuan struktur tersebut. Gambar 2.8 Model tegangan-regangan untuk beton yang terkekang oleh sengkang bulat ataupun persegi dan tidak terkekang dengan pembebanan monotic (sumber: J. B. Mander et al., 1988) 2.5 Penelitian Pengekangan Kolom Beton Bertulang Hasil pengujian dari berbagai peneliti sebelumnya telah menunjukkan bahwa pengekangan oleh tulangan transversal sangat mempengaruhi karakteristik atau perilaku tegangan-regangan. Banyak peneliti seperti Seikh dan Uzumeri (1982), Razvi dan Saatcioglu (1992), Mander (1988), Chan (1955), Roy dan Sozen (1964), Soliman dan Yu (1967), Sargin (1971) dan masih banyak lainnya telah mengusulkan berbagai bentuk kurva tegangan-regangan beton yang dikekang, seperti pada Gambar 2.9. Dengan adanya pengekangan kolom maka akan menghasilkan suatu elemen kolom yang lebih daktail. Struktur yang daktail ini dibuat demi tujuan akhir yaitu meningkatkan ketahanan struktur terhadap gaya gempa yang cenderung bolak-balik. 20 Apabila gaya gempa mampu ditahan oleh kolom, maka keruntuhan mendadak suatu struktur dapat dicegah. (a) Chan(1955) (b) Seikh dan Uzumeri (1982) (d) Soliman dan Yu (1967) (c) Roy dan Sozen (1964) (e) Sargin (1971) Gambar 2.9 Beberapa usulan kurva tegangan-regangan beton yang dikekang oleh sengkang persegi. (Bousalem and Chick, 2007) Adapun beberapa faktor penting dalam pengekangan kolom yaitu kekuatan/ mutu kolom, konfigurasi tulangan transversal, dan jumlah tulangan longitudinal (Bousalem-Chick, 2007). Bousalem-Chick (2007) telah melakukan studi terhadap pengekangan kolom beton untuk beban gempa. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa pengekangan beton sangatlah berpengaruh terhadap ketahanan akan beban gempa. Pengujian ini menggunakan 60 kolom beton yang dikekang dengan tulangan transversal dites tekan. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui kekuatan dari 21 kolom yang terkekang dan mendapatkan kurva stress-strain. Parameter yang digunakan dalam studi ini adalah kekuatan mutu beton (fco), rasio dan jumlah tulangan transversal (ρsh), spasi tulangan sengkang (s), konfigurasi tulangan sengkang dan kekuatan tulangan sengkang (fyh). Tabel 2.1 Keterangan benda uji Penampang 2 (mm ) Seikh and Uzumeri 24 305x305 Mander and Cavanagh 8 305x305 Mander et al 12 150x700 Hoshikusuma et al 6 200x200 5 500x500 1 350x700 1 350x900 2 250x1000 Sumber: Bousalem-Chick (2007) Referensi Nb Parameter yang Dipertimbangkan ρ1 f co (Mpa) ρ sh f yh (Mpa) 2.2-4.8 27-35 0.76-2.4 265-798 2.44 32 1.21-2.07 440 1.1-1.31 28-41 1.62-7.87 310-460 0 23 0.39-4.66 235 0.95 24 1.73-4.10 295 0.97 24 1.72 295 1.03 24 1.74 295 0.95 24 1.77-2.45 295 Beberapa model tegangan dan regangan untuk memperkirakan kekuatan kolom beton terkekang telah dikemukakan oleh para ahli. Hampir semua model analisis dikembangkan dengan penelitian eksperimen dasar. Perumusan model diagram tegangan-regangan dapat dilihat pada Tabel 2.2. Model analisis yang diajukan oleh Seikh dan Uzumeri berasumsi bahwa luas dari beton terkekang kurang dari luas inti beton dan spasi dari tulangan sengkang. Pendekatan diagram tegangan dan regangan metode unified diusulkan oleh Mander yang berdasarkan dari karakteristik beban aksial. Model yang diusulkan telah dikembangkan berdasarkan pengamatan yang berasal dari beberapa studi eksperimental yang dilakukan di masa lalu. Hasil pengamatan eksperimen menunjukkan bahwa kurva tegangan-regangan beton terkekang terus menerus ditandai oleh tiga bagian yaitu: 1. Bagian kurva naik 2. Bagian runtuh 3. Bagian mendatar 22 Gambar 2.10 Diagram tegangan regangan (Bousalem-Chikh, 2007) Para ahli mengajukan perumusan tentang kenaikan dan penurunan dari kurva tegangan regangan. Tabel 2.2 Perumusan model diagram tegangan dan regangan beton terkekang Sumber: Bousalem-Chikh (2007) 2.6 Analisis Data 2.6.1 Rata-rata Hitung (Mean) Rata-rata (average) ialah suatu nilai yang mewakili suatu kelompok data. Nilai ini disebut juga ukuran gejala pusat karena pada umumnya mempunyai kecenderungan terletak di tengah-tengah dan memusat ke dalam suatu kelompok data yang disusun menurut besar kecilnya nilai data. Diperoleh dengan membagi jumlah seluruh data dengan banyak data. x Xi n (2.7) 23 Dimana: 2.6.2 x : rata-rata hitung sampel Xi : data yang ke-i n : ukuran sampel (banyak anggota sampel) Standar Deviasi Dari hasil penelitian terhadap beberapa sampel akan medapatkan suatu hasil yang nilainya menyebar sekitar suatu nilai rata-rata tertentu. Makin besar nilai penyebaran tersebut terhadap nilai rata-rata, makin kecil tingkat ketepatan data yang diperoleh. Sebaliknya semakin kecil tingkat penyebarannya makin sempurna tingkat ketepatan datanya. Ukuran besar kecilnya penyebaran dari hasil-hasil penelitian itu disebut nilai Standar Deviasi (S) X X i S n 1 2 1 2 (2.8) Dimana: 2.6.3 x : rata-rata hitung sampel Xi : data yang ke-i n : ukuran sampel (banyak anggota sampel) Koefisien Variasi Koefisien variasi adalah perbandingan antara standar deviasi dengan nilai rata-rata yang dinyatakan dengan persentase. Koefisien variasi berguna untuk melihat sebaran data dari rata-rata hitungnya. Koefisien variasi paling banyak digunakan dalam statistik untuk membandingkan kehomogenan sekelopompok data dengan kelompok data lainnya, baik dengan satuan yang sama ataupun satuan kedua kelompok tersebut berbeda. Semakin kecil koefisien variasinya maka semakin homogen/seragam kelompok data tersebut. Maksudnya data-data terkonsentrasi dekat ke pusat (rata-rata) kumpulan data tersebut. 24 Koefisien variasi untuk sampel dirumuskan sebagai berikut: CoV = S X (2.9) x100% Dimana: 2.6.4 Cov : koefisien variasi S : standar deviasi X : rata-rata hitung sampel Pendugaan Interval Harga Mean Populasi (µ) Sampel Kecil (n < 30 ) Interval estimation (pendugaan interval) adalah suatu interval yang menyatakan selang dimana suatu parameter populasi mungkin berada. Dari penelitian dan perhitungan harga statistic suatu sampel, bisa dihitung suatu interval (dua batas nilai) dimana dengan probabilitas tertentu, harga parameter yang hendak diduga terletak dalam dua batas nilai itu. Harga mean statistik yang digunakan sebagai dasar untuk meduga harga mean populasi hanyalah merupakan mean dari salah satu anggota (sampel) dari distribusi sampling harga mean tersebut. Untuk sampel random kecil, pendugaan interval populasi dilakukan dengan distribusi t. Secara umum dinyatakan dengan rumus: X t 2 , n 1 X t ,n1 . . S n X t 2 , n 1 . S n S n untuk pendugaan interval dua sisi (2.10) untuk pendugaan interval satu sisi (2.11) Dimana: X : nilai rata-rata dari sampel S : standar deviasi n : jumlah sampel µ : nilai rata-rata pada interval tertentu 25 t : distribusi t 1 –α : koefisien keyakinan/ tingkat keyakinan α : taraf signifikan atau besarnya kesalahan yang ditolerir dalam membuat keputusan Dalam penelitian ini digunakan pendugaan interval satu sisi. Besarnya tingkat keyakinan yang digunakan dalam pendugaan umumnya adalah sebesar 90%, 95%, 98% dan 99%, dengan dasar pertimbangan resiko kesalahan yang cukup kecil masih bisa didapatkan interval yang relatif cukup kecil terhadap µ. 26