BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecantikan sering dihubungkan dengan keindahan yang tampak secara fisik. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki keindahan-keindahan dalam penampilan fisiknya. Bentuk tubuh yang menarik pada laki-laki adalah tubuh yang atletis, dengan perut six pack, dan dada yang bidang (Fazriyati, 2010), sedangkan perempuan yang menarik adalah kulit yang putih, mulus, serta kencang, bentuk tubuh yang lekukannya menunjukkan keindahan organ-organ tertentu (misalnya dada dan pinggul), bibir yang sensual, dan bagian lain mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki (Kasiyan, 2008). Berbagai macam cara dilakukan oleh laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan penampilan fisik yang menarik. Bentuk bagian tubuh tertentu yang dirasakan tidak menarik, bagi para subjek dalam penelitian ini, menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan. Seperti yang dirasakan oleh JK (35), seorang ibu rumah tangga yang memiliki profesi sampingan sebagai model: “Ya gimana ya kalo lagi bercermin gitu kan ga enak ya ngeliatnya, jadi aneh kan rasanya, apalagi saya juga model catwalk kan, sempet ada rasa minder gitu ya apalagi kalo lagi fitting, lagi ganti baju bareng gitu kan ya. Dari luar sih keliatan bagus tapi setelah dilihat dalemnya loh kok ada gelambirnya kan ga enak juga ya. Ya udah saya bilangnya ‘ya udah deh kan udah ibu-ibu juga” tapi ya sempet minder gitu.” (W1.JK.130-134) Bagian perut menjadi fokusnya untuk membuat penampilannya semakin menarik. Begitu juga dengan yang dirasakan oleh S (27) yang memiliki permasalahan dengan bentuk hidung dan bibirnya: 1 2 “Kalau idung memang saya agak pesek, kalo bibir sebenernya sudah tipis. Jadi bengkak gitu kan ya, terus jadi agak risih yang bibir, kalau idung sih udah agak mending, cuma tinggal sedikit lagi aja. Setelah silikon, terus operasi suka kadang bengkak” (W1.S.94, 96-98) Informasi mengenai kemenarikan tersebut didapatkan baik melalui komentar dari orang lain maupun dari pengalaman pribadi subjek berkaitan dengan penampilan mereka. Seperti yang dialami oleh S yang mendapatkan komentar dari teman-teman dan keluarganya: “Ada aja, katanya kurang tajem, masih sedikit aneh, tapi dari pinggir udah keliatan bagus, cuma depan masih agak besar. Anak yang pertama kadang ya suka godain iseng ke bibir, kalo suami bilang idungnya kaya betet” (W1.S.167-168, 171-172) Selain itu media massa baik cetak maupun elektronik yang sering menampillkan iklan suatu produk, baik jasa maupun konsumsi, jarang yang menampilkan perempuan yang kelebihan berat badan (Fouts & Burggraf, 1999; Lin, 1998 dalam Matlin, 1994). Di Amerika perempuan yang mengalami kelebihan berat badan akan menerima gaji yang lebih sedikit daripada perempuan yang bertubuh kurus, dan akan mengalami berbagai macam bentuk diskriminasi dalam pekerjaan (Matlin, 2004). Persepsi mengenai tubuh yang ideal dimulai sejak masa kanak-kanak, seorang anak yang cantik dan lucu akan mendapatkan perlakuan yang menyenangkan dari orang-orang disekitarnya dan saat remaja, khususnya perempuan, menerima pesan-pesan bahwa penampilan yang menarik dan cantik secara fisik adalah dimensi yang penting bagi seorang perempuan (Brumberg, 1997; Steinberg & Morris, 2001 dalam Matlin, 2004). Individu yang memiliki penampilan yang cantik akan menerima penilaian yang lebih positif daripada teman sebaya mereka yang kurang menarik dan akan menerima perlakuan yang lebih diutamakan daripada lainnya (Sarwer, Grossbart, & Didie, 2003). 3 Informasi yang diterima oleh subjek dalam penelitian ini mendorong pada persepsi mereka mengenai tubuh yang ideal. Pada kenyataannya bahwa tubuh atau bagian tubuh yang mereka miliki, tidak sesuai dengan bayangan mereka mengenai tubuh yang ideal. Berbagai pendapat mengenai penampilan fisik yang ideal merupakan hasil dari gambaran mengenai tubuh yang dibentuk dalam pikiran untuk menyatakan suatu penampilan tubuh bagi diri sendiri yang meliputi perasaan tentang tubuh (Buss, 1973) yang kemudian disebut sebagai citra tubuh. Citra tubuh berkembang semenjak masa kanak-kanak hingga masa tua yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keluarga, teman sebaya, media, hubungan interpersonal, dan juga pelecehan seksual yang pernah dialami (Pruzinsky & Cash, 2002) Persepsi yang berbeda mengenai penampilan fisik yang ideal dalam kaitannya dengan budaya setempat dan penampilan fisik yang sebenarnya, dapat menyebabkan rendahnya harga diri, ketidakpuasan terhadap penampilan, depresi, gangguan makan, penggunaan obat pemutih kulit yang berbahaya, dan menjalani prosedur bedah kosmetik (Rongmuang, Corte, McCreary, Park, Miller, & Gallo, 2011). Self-esteem, menjadi salah satu aspek yang sering dimunculkan dalam kaitannya dengan penampilan, khususnya penampilan fisik yang tidak sesuai dengan gambaran ideal dalam masyarakat. Pendapat yang berbeda mengenai citra tubuh yang kemudian akan menimbulkan adanya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap citra tubuh mereka. Kepuasan terhadap citra tubuh akan menimbulkan pikiran yang positif mengenai citra tubuh. Sebaliknya jika seseorang mengalami ketidakpuasan terhadap bagian dari penampilan akan mengembangkan sikap negatif terhadap citra tubuh. Ketidakpuasan terhadap tubuh merupakan komponen persepsi dari citra 4 tubuh dikarenakan perbedaan antara tubuh ideal dan ukuran tubuh yang sebenarnya (Thompson, 1990 dalam Sarwer, Wadden, Pertschuk, & Whitaker 1998). Tingkatan selanjutnya dari ketidakpuasan terhadap citra tubuh adalah kekacauan terhadap citra tubuh (Thompson, 1990 dalam Sarwer et.al, 1998). Gangguan terhadap citra tubuh yang termasuk dalam gangguan klinis adalah Body Dysmorphic Disorder (BDD) yang tercantum dalam DSM-IV (American Psychiatric Association, 1994). Kepuasan maupun ketidakpuasan terhadap citra tubuh akan menentukan kemungkinan seseorang untuk melakukan prosedur bedah kosmetik atau tidak, dalam menanggapi kekurangan terhadap bagian dari penampilan fisik mereka (Sarwer et.al, 1998). Ketidakpuasan terhadap penampilah fisik seseorang, ditandai dengan adanya kecemasan. Kecemasan terhadap penampilan fisik terjadi di hampir setiap negara, dan kecemasan tersebut dapat berujung pada efek negatif seperti depresi (Matlin, 2004) dan rendahnya harga diri, selain itu juga pada perilaku tidak sehat yang membahayakan seperti diet yang tidak terkontrol, mengeluarkan paksa makanan yang telah dikonsumsi dan penggunaan pemutih kulit tanpa pengawasan medis (Rongmuang, et.al, 2011). Kecemasan mengenai bentuk fisik juga dapat mempengaruhi kehidupan seksual seseorang. Kekhawatiran mengenai bentuk tubuh dapat mengganggu dan mengurangi frekuensi serta kualitas hubungan seks (Nilawaty, 2013). Kecemasan ini lebih banyak dialami oleh perempuan, mereka memiliki anggapan bahwa perut mereka terlalu besar atau payudara yang kecil. Kecemasan terhadap bentuk tubuh tersebut akan berakibat pada penolakan-penolakan untuk berhubungan seks dengan pasangannya dan mulai menghindar dengan mengajukan berbagai macam alasan. 5 Kecantikan fisik seakan menjadi tuntutan yang tak pernah berhenti bagi perempuan, Wolf (2004) mencetuskan adanya suatu ritus kecantikan. Kecantikan menjadi sebuah agama baru bagi para perempuan. Ritus kecantikan tersebut melahirkan dokter bedah plastik sebagai seniman baru (Wolf, 2004). Hampir setiap bagian tubuh perempuan memiliki daya tarik yang harus dipertahankan atau bahkan jika tampak kurang menarik akan dikoreksi. Berbagai jenis model pakaian, perhiasan, dan aksesoris lain, serta tata rambut dan pewarnaan, yang memunculkan berbagai macam produk kecantikan, namun, nampaknya itu saja belum cukup (Berer, 2010). Bedah plastik untuk estetika, atau dikenal dengan bedah kosmetik mampu melakukan suatu bentuk perubahan atau perbaikan pada tubuh perempuan sehingga tampak lebih indah dari bentuk aslinya. Bedah plastik tidak hanya mengembalikan fungsi tubuh, melainkan juga membantu untuk memperbaharui atau meningkatkan citra tubuh dan harga diri pasien (American Society of Plastic Surgeons, 2007). Bedah plastik terbagi menjadi dua jenis yaitu bedah rekonstruksi yang dilakukan untuk memperbaiki kecacatan atau abnormalitas pada tubuh pasien, dan bedah kosmetik yang dilakukan untuk meningkatkan penampilan yang sudah normal (Zuckerman & Abraham, 2008). Hasil penelitian menyatakan bahwa pilihan bedah kosmetik dilakukan apabila penampilan fisik mereka dinilai tidak menarik akan berpengaruh pada kepercayaan diri dan menimbulkan perasaan ditolak. Adanya perasaan penolakan yang dilakukan oleh lingkungan berhubungan dengan ketertarikan untuk melakukan operasi kecantikan (Park, Calogero, Harwin & DiRaddo, 2009). Negara yang terkenal dengan praktik bedah kosmetik adalah Korea Selatan. Perkembangan industri musik dan hiburan di Korea Selatan 6 meningkatkan keinginan untuk membentuk tubuh mereka tampak seperti selebritis Hollywood, bahkan banyak pasien yang mengunjungi klinik bedah kosmetik dengan membawa foto-foto selebritis Hollywood dan meminta ahli bedah untuk mengubah bentuk hidung dan mata mereka seperti yang ditampilkan di foto (Astuti, 2013). Ditambah lagi dengan berkembangnya budaya pop Korea turut serta memicu maraknya fenomena bedah kosmetik di kalangan warga Korea (Setyanti, 2012). Penampilan fisik yang menarik bagi mereka adalah wajah yang mulus dan kencang, bentuk mata yang besar, bentuk wajah V-shape,serta hidung yang mancung. Pandangan tersebut berkebalikan dengan bentuk penampilan fisik dari warga Korea yang memiliki bentuk wajah bulat, dan mata sipit. Seperti yang terjadi pada artis-artis Korea yang telah membawa Gelombang Korea (Korean Waves) yang tampil dengan penampilan fisik yang berkulit putih bersih, mata lebar, pinggul yang kecil dan kaki yang jenjang. Disinyalir penampilan tersebut mereka dapatkan dari hasil bedah kosmetik, karena di Korea Selatan, pada salah satu jalannya terdapat klinik bedah kosmetik yang jumlahnya mencapai 100 klinik (Pribadi, 2014). Pasien bedah kosmetik di setiap negara mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Amerika Serikat adalah salah satu negara yang memiliki data statistik pasien, baik yang melakukan bedah maupun non-bedah kosmetik, per tahun sejak tahun 1997 dan nampak adanya peningkatan pasien per tahunnya. Data pelaku bedah kosmetik di Amerika berdasarkan data statistik pada tahun 2013, sebanyak 1.883.048 (American Society for Aesthetic Plastic Surgery, 2013). Data statistik tersebut ditunjukkan dalam Gambar 1.1 7 Gambar 1.1 Perbandingan Data Statistik Bedah Kosmetik tahun 1997 dan 2013 di Amerika Data tersebut memunculkan lima prosedur bedah kosmetik yang paling diminati yaitu sedot lemak (liposuction), penambahan payudara (breast augmentation), pengencangan perut (abdominoplasty), operasi kelopak mata (eyelid surgery), bedah hidung (rhinoplasty) (American Society for Aesthetic Plastic Surgery, 2013). Data statistik tersebut ditunjukkan dalam Gambar 1.2 Gambar 1.2 Lima Teratas Bedah Kosmetik Paling Diminati tahun 2013 8 Bedah kosmetik memproses tubuh perempuan yang diciptakan oleh persepsi perempuan, memperbaiki atau memoles sebagian besar bagian-bagian tubuh pasiennya (Wolf, 2004) sehingga mendapatkan bentuk yang indah. Bedah kosmetik yang dimaksudkan dilakukan dengan menggunakan prosedur-prosedur bedah berdasarkan Ilmu Kedokteran. Berikut ini adalah data lima teratas bedah kosmetik yang paling diminati oleh perempuan, berdasarkan data yang dihimpun oleh American Society for Aesthetic Plastic Surgery (2014). Data tersebut menunjukkan bahwa bedah kosmetik yang dilakukan oleh perempuan untuk memperbaiki bagian perut, yaitu dengan bedah kosmetik jenis abdominoplasty atau tummy tuck, payudara dengan bedah kosmetik jenis breast augmentation dan breast lift, bagian kelopak mata dengan bedah kosmetik jenis blepharoplasty, dan liposuction (sedot lemak). Data statistik tersebut ditunjukan pada Gambar 1.3 Gambar 1.3 Lima Teratas Bedah Kosmetik Pada Perempuan tahun 2013 Minat terhadap jenis bedah kosmetik ternyata berbeda-beda tiap negara, di wilayah Asia, bedah kosmetik jenis eyelid surgery (bedah kelopak mata) adalah jenis yang paling diminati, di Argentina jenis breast enlargement (pembesaran payudara) memiliki rasio yang tinggi di seluruh dunia, sedangkan di Brazil, jenis breast reduction (pengecilan payudara) adalah jenis yang paling populer (Donohoe, 2006). Perbedaan pilihan jenis bedah kosmetik tersebut 9 didasari oleh adanya perbedaan konsep kecantikan di masing-masing negara (Emanuela, 2009). Perkembangan bedah kosmetik di Indonesia semakin marak apalagi dengan adanya pengaruh dari media yang sering menampilkan perempuanperempuan dengan penampilan fisik yang menarik. Ahli bedah plastik rekonstruksi dan estetik dari Rumah Sakit Dr. Soetomo, Prof. Dr. David S Perdanakusuma dr SPBP (K) menyatakan bahwa minat masyarakat untuk melakukan bedah kosmetik cenderung turun-naik, kebanyakan karena terpengaruh oleh artis yang tampil di layar kaca dan menyatakan bahwa mereka telah melakukan bedah kosmetik (Pribadi, 2014). Permintaan akan prosedur bedah kosmetik di Indonesia sayangnya belum didukung oleh jumlah tenaga ahlinya. Jumlah ahli bedah plastik di Indonesia masih minim, meskipun begitu perhimpunan bagi ahli bedah plastik di Indonesia sudah terbentuk semenjak tahun 1980, sampai sekarang terdapat 126 anggota di seluruh Indonesia (Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik Indonesia, 2012). Sekalipun terdapat ahli yang khusus menangani bedah kecantikan dari sisi kesehatan, masih banyak terdapat salonsalon kecantikan yang menawarkan jasa bedah kecantikan tanpa menggunakan ahli bedah kecantikan. Menurut data PERAPI, pada tahun 2007 terdapat sebanyak 249 kasus kesalahan bedah plastik di Indonesia yang meliputi kesalahan yang terjadi pada bagian hidung (97 kasus), dagu (44 kasus), bibir bawah (40 kasus), pipi (23 kasus), bibir atas (12 kasus), payudara (12 kasus), kemaluan luar (10 kasus), kelopak mata atas/bawah (8 kasus), pantat (1 kasus), dan tubuh lain (2 kasus), dan masih banyak lagi yang tidak terdata oleh PERAPI. Data tersebut sayangnya tidak didukung dengan data statistik nasional pasien 10 yang melakukan bedah kosmetik di Indonesia, padahal pasien bedah kosmetik di Indonesia cukup banyak, misalnya di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun 2005 jumlah pasien bedah kosmetik mencapai 126 orang, dan di klinik Bedah Plastik Bina Estetika, setiap tahunnya menerima sekitar 1.500 pasien (Gunawan & Anwar, 2012). Banyaknya permintaan akan bedah kosmetik di Indonesia menimbulkan pertanyaan mengenai motivasi dan harapan pasien yang melakukan bedah kosmetik, khususnya perempuan. Gambaran akan tubuh ideal, atau biasa disebut dengan citra tubuh, melatarbelakangi motivasi perempuan untuk melakukan bedah kosmetik. Pelaku bedah kosmetik di Indonesia memiliki variasi usia, mulai dari remaja hingga dewasa. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari wawancara dengan dokter ahli bedah kosmetik, operasi pada bagian kelopak mata kebanyakan dilakukan oleh pasien usia 15-25 tahun, operasi untuk kantong mata dilakukan oleh pasien usia lebih dari 50 tahun, dan untuk operasi bagian hidung dilakukan oleh pasien dengan usia antara 20-25 tahun (WA.ISH.52-54). Permintaan pasien untuk melakukan bedah kosmetik dimotivasi oleh pengalaman dari body image dysphoria, yaitu perasaan-perasaan negatif mengenai tubuhya, dengan tujuan untuk menghasilkan perubahan positif dari tubuh yang berkaitan dengan kognisi, perilaku, dan emosi (Pruzinsky, 1996). Gangguan pada citra tubuh mungkin disertai dengan adanya perasaan subjektif mengenai rupa yang buruk atau kecacatan fisik, meskipun penampilannya dalam batasan yang normal (Vargel & Uluşahin, 2001). Dari sudut pandang Psikologi Perkembangan, kepuasan remaja terhadap tubuh mereka tergantung pada reaksi orang lain terhadap penampilan mereka (Cobb, 2001) 11 Slevec dan Tiggemann (2010) menyatakan bahwa ketidakpuasan pada tubuh, penampilan, kecemasan akan penuaan, dan pengaruh media (baik televisi maupun majalah) memprediksi beberapa segi dari sikap terhadap bedah kecantikan yang digambarkan dalam istilah sikap yang umum, motivasi sosial dan pertimbangan aktual. Bedah kecantikan dilakukan untuk mengubah struktur normal tubuh dengan tujuan untuk meningkatkan penampilan dan harga diri seseorang (Mühlan, Eisenmann-Klein & Schmidt, 2007). Pada remaja, khususnya perempuan, kepuasan terhadap tubuh memprediksi tingkat harga diri mereka (Cobb, 2001). Beberapa penelitian mengenai bedah kosmetik telah dilakukan di negaranegara barat menunjukkan bahwa citra tubuh menjadi salah satu faktor yang krusial dalam memotivasi seseorang untuk melakukan operasi kecantikan (von Soest, Kvalem, Roald, & Skolleborg, 2009). Citra tubuh adalah gagasan mental mengenai tubuh secara fisik dan bagaimana seseorang melihatnya. Citra tubuh secara konstan dapat berubah berdasarkan pada perasaan daripada fakta, karenanya rentan sekali mengalami distorsi (Hatvani, 2013). Selain itu, hubungan antara citra tubuh dengan operasi kecantikan yang dilakukan dikaitkan dengan dua dimensi yaitu, seberapa penting citra tubuh untuk harga diri seseorang dan ukuran kepuasan atau ketidakpuasan terhadap penampilan fisiknya (Sarwer et al, 1998). Ditemukan adanya peningkatan yang signifikan, meskipun dengan skor yang kecil, pada harga diri perempuan yang telah melakukan operasi kecantikan (von Soest et al, 2009). Ditemukan adanya peningkatan pandangan mengenai citra tubuh setelah melakukan bedah kosmetik (von Soest et al, 2009). 12 Mulkens, Bos, Uleman, Muris, Mayer dan Velthuis (2012) menemukan bahwa pasien yang melakukan bedah kosmetik memiliki skor ketidakpuasan terhadap tubuh dan gejala psikopatologi lebih tinggi dari pada kelompok kontrol. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ferraro, Rossano dan D’Andrea (2005), tanpa adanya psikopatologi pada subjek, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok studi dan kelompok kontrol. Pengukuran harga diri dari skala multidimensional konsep diri menunjukkan tidak adanya perbedaan antara kedua kelompok tersebut. Pada perempuan Taiwan yang melakukan bedah kosmetik tidak ditemukan adanya indikasi psikopatologi yang berkaitan dengan citra tubuh atau harga diri (Chen, Karri, Yu, Chung, Lu & Yang, 2010). Pertimbangan untuk melakukan bedah kosmetik ditemukan pada kelompok studi yang didiagnosis memiliki gangguan citra tubuh (Callaghan, Lopez, Wong, Nothcross, & Anderson, 2011). Gambaran mengenai tubuh yang ideal tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pengaruh media yang sering menampilkan selebritis baik dalam maupun luar negeri yang memiliki penampilan fisik yang menarik menjadi daya tarik bagi perempuan untuk memperbaiki penampilan fisik mereka dengan melakukan bedah kosmetik. Keinginan yang besar untuk melakukan bedah kosmetik terjadi pada perempuan yang menginternalisasi pesan dari media mengenai penampilan fisik (Swami, 2009). Penelitian di Kanada dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa perempuan muda yang sering membaca majalah fashion lebih mungkin untuk mengalami ketidakpuasan terhadap tubuh (Hofshire & Greenberg, 2000; Marry & Staska, 2001 dalam Matlin 2004) Pendapat perempuan mengenai citra tubuh dapat dimotivasi oleh produk yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan tertentu dan memotivasi orang 13 tersebut untuk melakukan bedah kosmetik. Salah satu contohnya adalah Valerie Lukyanova dan Olga ‘Dominica’ Oleynik, dua model asal Ukraina, merubah penampilan fisik mereka dengan prosedur bedah kosmetik agar menjadi mirip seperti Barbie, boneka berbentuk manusia yang diproduksi oleh Mattel (Adystiani, 2012). Fenomena yang sama tidak hanya berlaku pada perempuan, Justine Jedica melakukan hal sama seperti Valerie dan Oleynik, laki-laki ini mengubah penampilannya agar serupa dengan boneka Ken (pasangan Barbie) dengan melakukan 90 kali prosedur bedah kosmetik (Campbell, 2012). Bertahuntahun sebelum Valerie, Oleynik, dan Justine melakukan prosedur bedah kosmetik yang ekstrim, Michael Jackson dikenal sebagai artis dunia yang merubah hampir sebagian besar tubuhnya untuk mendapatkan penampilan fisik sesuai dengan yang diidealkannya. Perempuan-perempuan yang menjadi subjek dalam penelitian ini memiliki pendapat yang sama mengenai kemenarikan fisik, yaitu berkisar pada proporsi dan bentuk. Pengalaman mereka akan adanya bentuk yang tidak sesuai dengan harapan mereka, menumbuhkan perasaan yang tidak nyaman, terutama dalam menjalani aktivitas mereka sehari-hari. Lingkungan pertemanan yang mereka jalani turut ambil peranan dalam anggapan mereka mengenai tubuh yang ideal. Sorotan media yang tinggi di kota-kota yang menjadi pusat kegiatan seperti pemerintahan maupun industri dan perdagangan memudahkan perempuan untuk lebih menyoroti papan iklan, lukisan dinding di langit-langit kereta dan potongan iklan yang menampilkan bahwa tubuh yang ideal adalah tubuh yang kurus (Mill, 1997 dalam Rongmuang et al, 2011). Sebagai pusat pemerintahan negara Indonesia, Jakarta juga menjadi pusat industri hiburan tanah air yang menampilkan selebritis yang menjadi sorotan masyarakat. 14 Penampilan fisik mereka harus selalu terlihat sempurna meskipun harus ditempuh dengan cara yang menyakitkan dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Perempuan-perempuan di Jakarta mendapatkan akses yang sangat mudah dalam mengikuti perkembangan tren kecantikan dunia. Fenomena bedah kosmetik yang diminati tidak hanya oleh orang-orang yang berprofesi dalam dunia hiburan atau selebritis menjadi hal yang menarik untuk diteliti. Dinamika citra tubuh yang dialami oleh subjek menjadi sorotan dalam penelitian ini. Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi digunakan untuk memperoleh informasi mengenai bagaimanakah citra tubuh dari subjek sebagai pelaku bedah kosmetik berkaitan dengan kegiatan sehari-hari dan perasaan mereka tentang tubuh? B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan pandangan mengenai penelitian sebelumnya mengenai topik yang berhubungan dengan penelitian ini dan berbagai fakta permasalahan yang ada, maka peneliti memiliki pertanyaan antara lain: 1) Bagaimana subjek memaknai mengenai tubuh dan tubuh yang ideal? 2) Apakah yang mendorong subjek untuk melakukan bedah kosmetik? 3) Perubahan psikologis dan sosial apakah yang dirasakan setelah melakukan bedah kosmetik? C. Tujuan dan manfaat Tujuan penelitian adalah membantu perempuan untuk memiliki citra tubuh yang positif melalui penelitian ini dengan cara memahami citra tubuh pelaku bedah kosmetik. Manfaat yang diharapkan adalah: 1. Manfaat teoritis 15 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan memperkaya khasanah ilmu bidang Psikologi Klinis juga bagi perkembangan penelitian mengenai pasien bedah kosmetik khususnya mengenai citra tubuh. 2. Manfaat praktis Manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pasien yang akan menjalani bedah kecantikan, klinik bedah kosmetik, dan masyarakat luas. a) Bagi pasien yang akan menjalani bedah kecantikan agar dapat mengambil keputusan yang tepat sebelum melakukan operasi. b) Bagi dokter bedah kosmetik agar dapat mengetahui kondisi psikologis pasien yang melakukan bedah kosmetik. c) Bagi masyarakat sebagai tambahan pengetahuan mengenai prosedur bedah kosmetik dan manfaatnya bagi mereka jika memutuskan untuk melakukan bedah kosmetik. D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Chen et.al (2010) tentang Psychological Profile of Taiwanese Female Cosmetic Surgery Candidates, subjek penelitian ini adalah 85 perempuan yang melakukan bedah kosmetik dan 105 perempuan sebagai kelompok kontrol. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa citra tubuh kelompok perempuan yang melakukan bedah kecantikan tidak berbeda dengan kelompok kontrol. Solvi, Foss, von Soest, Roald, Skolleborg, dan Holte (2010) meneliti mengenai motivasi dan proses psikologis pada pasien yang melakukan prosedur penambahan payudara (breast augmentation). Penelitian tersebut menemukan adanya empat proses psikologis yang dialami oleh pasien, dan 12 faktor yang mempengaruhi. Empat proses psikologis tersebut antara lain keinginan untuk 16 membentuk, memperbaiki, meningkatkan, dan mengembalikan bentuk maupun ukuran payudara. Sedangkan 12 faktor yang mempengaruhi dibagi menjadi 3 faktor besar, yaitu dorongan motivasi mendasar yang memunculkan feminitas sebagai faktornya; faktor penyebab yang terdiri dari ketidakpuasan terhadap penampilan, figur ideal, harga diri, komentar, pakaian, dan seksualitas/ aktivitas seksual; dan faktor yang memunculkan antara lain dokter, pengetahuan dari pasien yang terdahulu, keuangan, media, dan pasangan romantis. Bestiana (2012) meneliti mengenai Citra Tubuh dan Konsep Tubuh Ideal Mahasiswi FISIP Universitas Airlangga Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk menggali mengenai citra tubuh dan konsep tubuh ideal dari mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Airlangga Surabaya. Sampel penelitian ini terdiri dari 50 mahasiswi dari kelompok usia remaja akhir, yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling, berdasarkan faktor usia yang dapat mempengaruhi pembuatan keputusan dan pilihan seseorang. Tinggi badan dan berat badan subjek penelitian telah diukur untuk mengetahui Body Mass Index (BMI) mereka. Subjek penelitian dibagi menjadi empat kelompok yaitu, kurus, normal, overweight, dan obesitas. hasil dari wawancara yang dilakukan terhadap subjek penelitian dari setiap kelompok menyatakan bahwa tidak seorang pun yang merasa puas dengan tubuh mereka dan menyatakan ketidakpuasan terhadap beberapa bagian dari tubuhnya. Sebagian dari partisipan penelitian kurang memiliki kepercayaan diri. Konsep tubuh ideal yang diungkapkan oleh partisipan antara lain, kurus, tinggi, dan tidak memiliki lemak yang menonjol. Okopny (2005) dalam tesisnya menulis mengenai fenomena bedah kosmetik di Amerika Serikat. Penelitian ini mengungkap mengenai fenomena bedah kosmetik yang dilakukan oleh wanita di Amerika Serikat. Peneliti 17 mengungkapkan bahwa prosedur bedah kosmetik memodifikasi identitas individual yang dibentuk oleh beberapa hal seperti etnis, usia, bentuk tubuh, kerutan dll dan termasuk kecenderungan untuk menjadi bagian dari kelompok homogen. Selanjutnya peneliti juga mengungkapkan bahwa bedah kosmetik adalah bentuk dari kolonisasi tubuh karena sebagian besar orang yang telah dianggap sesuai secara normal dan cantik merasakan tekanan untuk berasimilasi. Sukamto (2005) dalam tesisnya menguji efektifitas bibliotherapy, yaitu interactive bibliotherapy dan reading bibliotherapy dalam mengurangi ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada siswai SMU. Subjek terdiri dari 45 siswi SMU dari tiga SMU yang terpisah dan memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) yang tergolong normal (18.5 – 22.9) dan mengalami ketidakpuasan terhadap citra tubuh yang tergolong cukup hingga sangat tinggi. Penelitian ini membagi subjek menjadi tiga kelompok yaitu, Kelompok Eksperimen 1 yang memperoleh interactive bibliotherapy, Kelompok Eksperimen 2 yang memperoleh reading bibliotherapy, dan Kelompok Kontrol sebagai waiting-list control group. Rancangan eksperimen yang digunakan adalah Pretest – Posttest Control Group Design.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa interactive bibliotherapy dan reading bibliotherapy memiliki efektivitas yang relative setara dalam mengurangi ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada siswi SMU. Hasil lainnya menunjukkan bahwa Buklet “Greatest love of All: Learning to Love Me” dapat membantu siswi untuk menerima diri mereka. Gunawan dan Anwar (2012) meneliti mengenai kecemasan body image pada perempuan dewasa tengah yang melakukan bedah plastik pada tiga subjek perempuan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang ditujukan 18 untuk mendeskripsikan gambaran kecemasan terhadap body image pada perempuan dewasa tengah yang melakukan bedah plastik estetik. Teknik pengambilan sample dengan purposive sampling, teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian tersebut antara lain bahwa ketiga subjek merupakan wanita karir yang cukup sukses di pekerjaannya namun memiliki masa lalu yang tidak bahagia, ketiganya memiliki body image yang negatif. Penelitian yang akan dilakukan memiliki perbedaan dengan penelitianpenelitian sebelumnya, dalam hal metodologi penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Subjek dalam penelitian ini dikhususkan pada perempuan yang telah melakukan bedah kosmetik. Penelitian ini akan menggali mengenai makna citra tubuh bagi perempuan yang telah melakukan bedah kosmetik dan kemudian melakukan analisis dan evaluasi terhadap hasil analisis tersebut.