1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecantikan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecantikan sering dihubungkan dengan keindahan yang tampak secara
fisik. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki keindahan-keindahan dalam
penampilan fisiknya. Bentuk tubuh yang menarik pada laki-laki adalah tubuh
yang atletis, dengan perut six pack, dan dada yang bidang (Fazriyati, 2010),
sedangkan perempuan yang menarik adalah kulit yang putih, mulus, serta
kencang, bentuk tubuh yang lekukannya menunjukkan keindahan organ-organ
tertentu (misalnya dada dan pinggul), bibir yang sensual, dan bagian lain mulai
dari ujung rambut sampai ujung kaki (Kasiyan, 2008). Berbagai macam cara
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan penampilan fisik
yang menarik.
Bentuk bagian tubuh tertentu yang dirasakan tidak menarik, bagi para
subjek dalam penelitian ini, menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan.
Seperti yang dirasakan oleh JK (35), seorang ibu rumah tangga yang memiliki
profesi sampingan sebagai model:
“Ya gimana ya kalo lagi bercermin gitu kan ga enak ya ngeliatnya, jadi
aneh kan rasanya, apalagi saya juga model catwalk kan, sempet ada rasa
minder gitu ya apalagi kalo lagi fitting, lagi ganti baju bareng gitu kan ya.
Dari luar sih keliatan bagus tapi setelah dilihat dalemnya loh kok ada
gelambirnya kan ga enak juga ya. Ya udah saya bilangnya ‘ya udah deh
kan udah ibu-ibu juga” tapi ya sempet minder gitu.” (W1.JK.130-134)
Bagian perut menjadi fokusnya untuk membuat penampilannya semakin
menarik. Begitu juga dengan yang dirasakan oleh S (27) yang memiliki
permasalahan dengan bentuk hidung dan bibirnya:
1
2
“Kalau idung memang saya agak pesek, kalo bibir sebenernya sudah
tipis. Jadi bengkak gitu kan ya, terus jadi agak risih yang bibir, kalau idung
sih udah agak mending, cuma tinggal sedikit lagi aja. Setelah silikon,
terus operasi suka kadang bengkak” (W1.S.94, 96-98)
Informasi mengenai kemenarikan tersebut didapatkan baik melalui
komentar dari orang lain maupun dari pengalaman pribadi subjek berkaitan
dengan penampilan mereka. Seperti yang dialami oleh S yang mendapatkan
komentar dari teman-teman dan keluarganya:
“Ada aja, katanya kurang tajem, masih sedikit aneh, tapi dari pinggir udah
keliatan bagus, cuma depan masih agak besar. Anak yang pertama
kadang ya suka godain iseng ke bibir, kalo suami bilang idungnya kaya
betet” (W1.S.167-168, 171-172)
Selain itu media massa baik cetak maupun elektronik yang sering
menampillkan iklan suatu produk, baik jasa maupun konsumsi, jarang yang
menampilkan perempuan yang kelebihan berat badan (Fouts & Burggraf, 1999;
Lin, 1998 dalam Matlin, 1994). Di Amerika perempuan yang mengalami
kelebihan berat badan akan menerima gaji yang lebih sedikit daripada
perempuan yang bertubuh kurus, dan akan mengalami berbagai macam bentuk
diskriminasi dalam pekerjaan (Matlin, 2004). Persepsi mengenai tubuh yang ideal
dimulai sejak masa kanak-kanak, seorang anak yang cantik dan lucu akan
mendapatkan perlakuan yang menyenangkan dari orang-orang disekitarnya dan
saat remaja, khususnya perempuan, menerima pesan-pesan bahwa penampilan
yang menarik dan cantik secara fisik adalah dimensi yang penting bagi seorang
perempuan (Brumberg, 1997; Steinberg & Morris, 2001 dalam Matlin, 2004).
Individu yang memiliki penampilan yang cantik akan menerima penilaian yang
lebih positif daripada teman sebaya mereka yang kurang menarik dan akan
menerima perlakuan yang lebih diutamakan daripada lainnya (Sarwer, Grossbart,
& Didie, 2003).
3
Informasi yang diterima oleh subjek dalam penelitian ini mendorong pada
persepsi mereka mengenai tubuh yang ideal. Pada kenyataannya bahwa tubuh
atau bagian tubuh yang mereka miliki, tidak sesuai dengan bayangan mereka
mengenai tubuh yang ideal. Berbagai pendapat mengenai penampilan fisik yang
ideal merupakan hasil dari gambaran mengenai tubuh yang dibentuk dalam
pikiran untuk menyatakan suatu penampilan tubuh bagi diri sendiri yang meliputi
perasaan tentang tubuh (Buss, 1973) yang kemudian disebut sebagai citra tubuh.
Citra tubuh berkembang semenjak masa kanak-kanak hingga masa tua yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keluarga, teman sebaya, media,
hubungan interpersonal, dan juga pelecehan seksual yang pernah dialami
(Pruzinsky & Cash, 2002)
Persepsi yang berbeda mengenai penampilan fisik yang ideal dalam
kaitannya dengan budaya setempat dan penampilan fisik yang sebenarnya,
dapat menyebabkan rendahnya harga diri, ketidakpuasan terhadap penampilan,
depresi, gangguan makan, penggunaan obat pemutih kulit yang berbahaya, dan
menjalani prosedur bedah kosmetik (Rongmuang, Corte, McCreary, Park, Miller,
& Gallo, 2011). Self-esteem, menjadi salah satu aspek yang sering dimunculkan
dalam kaitannya dengan penampilan, khususnya penampilan fisik yang tidak
sesuai dengan gambaran ideal dalam masyarakat.
Pendapat yang berbeda mengenai citra tubuh yang kemudian akan
menimbulkan adanya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap citra tubuh mereka.
Kepuasan terhadap citra tubuh akan menimbulkan pikiran yang positif mengenai
citra tubuh. Sebaliknya jika seseorang mengalami ketidakpuasan terhadap
bagian dari penampilan akan mengembangkan sikap negatif terhadap citra
tubuh. Ketidakpuasan terhadap tubuh merupakan komponen persepsi dari citra
4
tubuh dikarenakan perbedaan antara tubuh ideal dan ukuran tubuh yang
sebenarnya (Thompson, 1990 dalam Sarwer, Wadden, Pertschuk, & Whitaker
1998). Tingkatan selanjutnya dari ketidakpuasan terhadap citra tubuh adalah
kekacauan terhadap citra tubuh (Thompson, 1990 dalam Sarwer et.al, 1998).
Gangguan terhadap citra tubuh yang termasuk dalam gangguan klinis adalah
Body Dysmorphic Disorder (BDD) yang tercantum dalam DSM-IV (American
Psychiatric Association, 1994). Kepuasan maupun ketidakpuasan terhadap citra
tubuh akan menentukan kemungkinan seseorang untuk melakukan prosedur
bedah kosmetik atau tidak, dalam menanggapi kekurangan terhadap bagian dari
penampilan fisik mereka (Sarwer et.al, 1998).
Ketidakpuasan terhadap penampilah fisik seseorang, ditandai dengan
adanya kecemasan. Kecemasan terhadap penampilan fisik terjadi di hampir
setiap negara, dan kecemasan tersebut dapat berujung pada efek negatif seperti
depresi (Matlin, 2004) dan rendahnya harga diri, selain itu juga pada perilaku
tidak sehat yang membahayakan seperti diet yang tidak terkontrol, mengeluarkan
paksa makanan yang telah dikonsumsi dan penggunaan pemutih kulit tanpa
pengawasan medis (Rongmuang, et.al, 2011). Kecemasan mengenai bentuk fisik
juga
dapat mempengaruhi kehidupan
seksual seseorang. Kekhawatiran
mengenai bentuk tubuh dapat mengganggu dan mengurangi frekuensi serta
kualitas hubungan seks (Nilawaty, 2013). Kecemasan ini lebih banyak dialami
oleh perempuan, mereka memiliki anggapan bahwa perut mereka terlalu besar
atau payudara yang kecil. Kecemasan terhadap bentuk tubuh tersebut akan
berakibat
pada
penolakan-penolakan
untuk
berhubungan
seks
dengan
pasangannya dan mulai menghindar dengan mengajukan berbagai macam
alasan.
5
Kecantikan fisik seakan menjadi tuntutan yang tak pernah berhenti bagi
perempuan, Wolf (2004) mencetuskan adanya suatu ritus kecantikan. Kecantikan
menjadi sebuah agama baru bagi para perempuan. Ritus kecantikan tersebut
melahirkan dokter bedah plastik sebagai seniman baru (Wolf, 2004). Hampir
setiap bagian tubuh perempuan memiliki daya tarik yang harus dipertahankan
atau bahkan jika tampak kurang menarik akan dikoreksi. Berbagai jenis model
pakaian, perhiasan, dan aksesoris lain, serta tata rambut dan pewarnaan, yang
memunculkan berbagai macam produk kecantikan, namun, nampaknya itu saja
belum cukup (Berer, 2010).
Bedah plastik untuk estetika, atau dikenal dengan bedah kosmetik
mampu melakukan suatu bentuk perubahan atau perbaikan pada tubuh
perempuan sehingga tampak lebih indah dari bentuk aslinya. Bedah plastik tidak
hanya
mengembalikan
fungsi
tubuh,
melainkan
juga
membantu
untuk
memperbaharui atau meningkatkan citra tubuh dan harga diri pasien (American
Society of Plastic Surgeons, 2007). Bedah plastik terbagi menjadi dua jenis yaitu
bedah rekonstruksi yang dilakukan untuk memperbaiki kecacatan atau
abnormalitas pada tubuh pasien, dan bedah kosmetik yang dilakukan untuk
meningkatkan penampilan yang sudah normal (Zuckerman & Abraham, 2008).
Hasil penelitian menyatakan bahwa pilihan bedah kosmetik dilakukan apabila
penampilan fisik mereka dinilai tidak menarik akan berpengaruh pada
kepercayaan diri dan menimbulkan perasaan ditolak. Adanya perasaan
penolakan yang dilakukan oleh lingkungan berhubungan dengan ketertarikan
untuk melakukan operasi kecantikan (Park, Calogero, Harwin & DiRaddo, 2009).
Negara yang terkenal dengan praktik bedah kosmetik adalah Korea
Selatan. Perkembangan industri musik
dan
hiburan
di Korea
Selatan
6
meningkatkan keinginan untuk membentuk tubuh mereka tampak seperti
selebritis Hollywood, bahkan banyak pasien yang mengunjungi klinik bedah
kosmetik dengan membawa foto-foto selebritis Hollywood dan meminta ahli
bedah untuk mengubah bentuk hidung dan mata mereka seperti yang
ditampilkan di foto (Astuti, 2013). Ditambah lagi dengan berkembangnya budaya
pop Korea turut serta memicu maraknya fenomena bedah kosmetik di kalangan
warga Korea (Setyanti, 2012). Penampilan fisik yang menarik bagi mereka
adalah wajah yang mulus dan kencang, bentuk mata yang besar, bentuk wajah
V-shape,serta hidung yang mancung. Pandangan tersebut berkebalikan dengan
bentuk penampilan fisik dari warga Korea yang memiliki bentuk wajah bulat, dan
mata sipit. Seperti yang terjadi pada artis-artis Korea yang telah membawa
Gelombang Korea (Korean Waves) yang tampil dengan penampilan fisik yang
berkulit putih bersih, mata lebar, pinggul yang kecil dan kaki yang jenjang.
Disinyalir penampilan tersebut mereka dapatkan dari hasil bedah kosmetik,
karena di Korea Selatan, pada salah satu jalannya terdapat klinik bedah kosmetik
yang jumlahnya mencapai 100 klinik (Pribadi, 2014).
Pasien bedah kosmetik di setiap negara mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. Amerika Serikat adalah salah satu negara yang memiliki data
statistik pasien, baik yang melakukan bedah maupun non-bedah kosmetik, per
tahun sejak tahun 1997 dan nampak adanya peningkatan pasien per tahunnya.
Data pelaku bedah kosmetik di Amerika berdasarkan data statistik pada tahun
2013, sebanyak 1.883.048 (American Society for Aesthetic Plastic Surgery,
2013). Data statistik tersebut ditunjukkan dalam Gambar 1.1
7
Gambar 1.1 Perbandingan Data Statistik Bedah Kosmetik tahun 1997 dan 2013 di Amerika
Data tersebut memunculkan lima prosedur bedah kosmetik yang paling
diminati yaitu sedot lemak (liposuction), penambahan payudara (breast
augmentation), pengencangan perut (abdominoplasty), operasi kelopak mata
(eyelid surgery), bedah hidung (rhinoplasty) (American Society for Aesthetic
Plastic Surgery, 2013). Data statistik tersebut ditunjukkan dalam Gambar 1.2
Gambar 1.2 Lima Teratas Bedah Kosmetik Paling Diminati tahun 2013
8
Bedah kosmetik memproses tubuh perempuan yang diciptakan oleh
persepsi perempuan, memperbaiki atau memoles sebagian besar bagian-bagian
tubuh pasiennya (Wolf, 2004) sehingga mendapatkan bentuk yang indah. Bedah
kosmetik yang dimaksudkan dilakukan dengan menggunakan prosedur-prosedur
bedah berdasarkan Ilmu Kedokteran. Berikut ini adalah data lima teratas bedah
kosmetik yang paling diminati oleh perempuan, berdasarkan data yang dihimpun
oleh American Society for Aesthetic Plastic Surgery (2014). Data tersebut
menunjukkan bahwa bedah kosmetik yang dilakukan oleh perempuan untuk
memperbaiki bagian perut, yaitu dengan bedah kosmetik jenis abdominoplasty
atau tummy tuck, payudara dengan bedah kosmetik jenis breast augmentation
dan breast lift, bagian kelopak mata dengan bedah kosmetik jenis blepharoplasty,
dan liposuction (sedot lemak). Data statistik tersebut ditunjukan pada Gambar 1.3
Gambar 1.3 Lima Teratas Bedah Kosmetik Pada Perempuan tahun 2013
Minat terhadap jenis bedah kosmetik ternyata berbeda-beda tiap negara,
di wilayah Asia, bedah kosmetik jenis eyelid surgery (bedah kelopak mata)
adalah jenis yang paling diminati, di Argentina jenis breast enlargement
(pembesaran payudara) memiliki rasio yang tinggi di seluruh dunia, sedangkan di
Brazil, jenis breast reduction (pengecilan payudara) adalah jenis yang paling
populer (Donohoe, 2006). Perbedaan pilihan jenis bedah kosmetik tersebut
9
didasari oleh adanya perbedaan konsep kecantikan di masing-masing negara
(Emanuela, 2009).
Perkembangan bedah kosmetik di Indonesia semakin marak apalagi
dengan adanya pengaruh dari media yang sering menampilkan perempuanperempuan dengan penampilan fisik yang menarik. Ahli bedah plastik
rekonstruksi dan estetik dari Rumah Sakit Dr. Soetomo, Prof. Dr. David S
Perdanakusuma dr SPBP (K) menyatakan bahwa minat masyarakat untuk
melakukan
bedah
kosmetik
cenderung
turun-naik,
kebanyakan
karena
terpengaruh oleh artis yang tampil di layar kaca dan menyatakan bahwa mereka
telah melakukan bedah kosmetik (Pribadi, 2014).
Permintaan akan prosedur bedah kosmetik di Indonesia sayangnya
belum didukung oleh jumlah tenaga ahlinya. Jumlah ahli bedah plastik di
Indonesia masih minim, meskipun begitu perhimpunan bagi ahli bedah plastik di
Indonesia sudah terbentuk semenjak tahun 1980, sampai sekarang terdapat 126
anggota di seluruh Indonesia (Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Plastik
Rekonstruksi dan Estetik Indonesia, 2012). Sekalipun terdapat ahli yang khusus
menangani bedah kecantikan dari sisi kesehatan, masih banyak terdapat salonsalon kecantikan yang menawarkan jasa bedah kecantikan tanpa menggunakan
ahli bedah kecantikan. Menurut data PERAPI, pada tahun 2007 terdapat
sebanyak 249 kasus kesalahan bedah plastik di Indonesia yang meliputi
kesalahan yang terjadi pada bagian hidung (97 kasus), dagu (44 kasus), bibir
bawah (40 kasus), pipi (23 kasus), bibir atas (12 kasus), payudara (12 kasus),
kemaluan luar (10 kasus), kelopak mata atas/bawah (8 kasus), pantat (1 kasus),
dan tubuh lain (2 kasus), dan masih banyak lagi yang tidak terdata oleh PERAPI.
Data tersebut sayangnya tidak didukung dengan data statistik nasional pasien
10
yang melakukan bedah kosmetik di Indonesia, padahal pasien bedah kosmetik di
Indonesia cukup banyak, misalnya di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun
2005 jumlah pasien bedah kosmetik mencapai 126 orang, dan di klinik Bedah
Plastik Bina Estetika, setiap tahunnya menerima sekitar 1.500 pasien (Gunawan
& Anwar, 2012). Banyaknya permintaan akan bedah kosmetik di Indonesia
menimbulkan pertanyaan mengenai motivasi dan harapan pasien yang
melakukan bedah kosmetik, khususnya perempuan. Gambaran akan tubuh ideal,
atau biasa disebut dengan citra tubuh, melatarbelakangi motivasi perempuan
untuk melakukan bedah kosmetik.
Pelaku bedah kosmetik di Indonesia memiliki variasi usia, mulai dari
remaja hingga dewasa. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari wawancara
dengan dokter ahli bedah kosmetik, operasi pada bagian kelopak mata
kebanyakan dilakukan oleh pasien usia 15-25 tahun, operasi untuk kantong mata
dilakukan oleh pasien usia lebih dari 50 tahun, dan untuk operasi bagian hidung
dilakukan oleh pasien dengan usia antara 20-25 tahun (WA.ISH.52-54).
Permintaan pasien untuk melakukan bedah kosmetik dimotivasi oleh
pengalaman dari body image dysphoria, yaitu perasaan-perasaan negatif
mengenai tubuhya, dengan tujuan untuk menghasilkan perubahan positif dari
tubuh yang berkaitan dengan kognisi, perilaku, dan emosi (Pruzinsky, 1996).
Gangguan pada citra tubuh mungkin disertai dengan adanya perasaan subjektif
mengenai rupa yang buruk atau kecacatan fisik, meskipun penampilannya dalam
batasan yang normal (Vargel & Uluşahin, 2001). Dari sudut pandang Psikologi
Perkembangan, kepuasan remaja terhadap tubuh mereka tergantung pada
reaksi orang lain terhadap penampilan mereka (Cobb, 2001)
11
Slevec dan Tiggemann (2010) menyatakan bahwa ketidakpuasan pada
tubuh, penampilan, kecemasan akan penuaan, dan pengaruh media (baik televisi
maupun majalah) memprediksi beberapa segi dari sikap terhadap bedah
kecantikan yang digambarkan dalam istilah sikap yang umum, motivasi sosial
dan pertimbangan aktual. Bedah kecantikan dilakukan untuk mengubah struktur
normal tubuh dengan tujuan untuk meningkatkan penampilan dan harga diri
seseorang (Mühlan, Eisenmann-Klein & Schmidt, 2007). Pada remaja,
khususnya perempuan, kepuasan terhadap tubuh memprediksi tingkat harga diri
mereka (Cobb, 2001).
Beberapa penelitian mengenai bedah kosmetik telah dilakukan di negaranegara barat menunjukkan bahwa citra tubuh menjadi salah satu faktor yang
krusial dalam memotivasi seseorang untuk melakukan operasi kecantikan (von
Soest, Kvalem, Roald, & Skolleborg, 2009). Citra tubuh adalah gagasan mental
mengenai tubuh secara fisik dan bagaimana seseorang melihatnya. Citra tubuh
secara konstan dapat berubah berdasarkan pada perasaan daripada fakta,
karenanya rentan sekali mengalami distorsi (Hatvani, 2013).
Selain itu, hubungan antara citra tubuh dengan operasi kecantikan yang
dilakukan dikaitkan dengan dua dimensi yaitu, seberapa penting citra tubuh untuk
harga diri seseorang dan ukuran kepuasan atau ketidakpuasan terhadap
penampilan fisiknya (Sarwer et al, 1998). Ditemukan adanya peningkatan yang
signifikan, meskipun dengan skor yang kecil, pada harga diri perempuan yang
telah melakukan operasi kecantikan (von Soest et al, 2009). Ditemukan adanya
peningkatan pandangan mengenai citra tubuh setelah melakukan bedah
kosmetik (von Soest et al, 2009).
12
Mulkens, Bos, Uleman, Muris, Mayer dan Velthuis (2012) menemukan
bahwa pasien yang melakukan bedah kosmetik memiliki skor ketidakpuasan
terhadap tubuh dan gejala psikopatologi lebih tinggi dari pada kelompok kontrol.
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ferraro, Rossano dan D’Andrea
(2005), tanpa adanya psikopatologi pada subjek, tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara kelompok studi dan kelompok kontrol. Pengukuran harga diri
dari skala multidimensional konsep diri menunjukkan tidak adanya perbedaan
antara kedua kelompok tersebut. Pada perempuan Taiwan yang melakukan
bedah kosmetik tidak ditemukan adanya indikasi psikopatologi yang berkaitan
dengan citra tubuh atau harga diri (Chen, Karri, Yu, Chung, Lu & Yang, 2010).
Pertimbangan untuk melakukan bedah kosmetik ditemukan pada kelompok studi
yang didiagnosis memiliki gangguan citra tubuh (Callaghan, Lopez, Wong,
Nothcross, & Anderson, 2011).
Gambaran mengenai tubuh yang ideal tersebut juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Pengaruh media yang sering menampilkan selebritis baik dalam
maupun luar negeri yang memiliki penampilan fisik yang menarik menjadi daya
tarik bagi perempuan untuk memperbaiki penampilan fisik mereka dengan
melakukan bedah kosmetik. Keinginan yang besar untuk melakukan bedah
kosmetik terjadi pada perempuan yang menginternalisasi pesan dari media
mengenai penampilan fisik (Swami, 2009). Penelitian di Kanada dan Amerika
Serikat menunjukkan bahwa perempuan muda yang sering membaca majalah
fashion lebih mungkin untuk mengalami ketidakpuasan terhadap tubuh (Hofshire
& Greenberg, 2000; Marry & Staska, 2001 dalam Matlin 2004)
Pendapat perempuan mengenai citra tubuh dapat dimotivasi oleh produk
yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan tertentu dan memotivasi orang
13
tersebut untuk melakukan bedah kosmetik. Salah satu contohnya adalah Valerie
Lukyanova dan Olga ‘Dominica’ Oleynik, dua model asal Ukraina, merubah
penampilan fisik mereka dengan prosedur bedah kosmetik agar menjadi mirip
seperti Barbie, boneka berbentuk manusia yang diproduksi oleh Mattel
(Adystiani, 2012). Fenomena yang sama tidak hanya berlaku pada perempuan,
Justine Jedica melakukan hal sama seperti Valerie dan Oleynik, laki-laki ini
mengubah penampilannya agar serupa dengan boneka Ken (pasangan Barbie)
dengan melakukan 90 kali prosedur bedah kosmetik (Campbell, 2012). Bertahuntahun sebelum Valerie, Oleynik, dan Justine melakukan prosedur bedah
kosmetik yang ekstrim, Michael Jackson dikenal sebagai artis dunia yang
merubah hampir sebagian besar tubuhnya untuk mendapatkan penampilan fisik
sesuai dengan yang diidealkannya.
Perempuan-perempuan yang menjadi subjek dalam penelitian ini memiliki
pendapat yang sama mengenai kemenarikan fisik, yaitu berkisar pada proporsi
dan bentuk. Pengalaman mereka akan adanya bentuk yang tidak sesuai dengan
harapan mereka, menumbuhkan perasaan yang tidak nyaman, terutama dalam
menjalani aktivitas mereka sehari-hari. Lingkungan pertemanan yang mereka
jalani turut ambil peranan dalam anggapan mereka mengenai tubuh yang ideal.
Sorotan media yang tinggi di kota-kota yang menjadi pusat kegiatan
seperti
pemerintahan
maupun
industri
dan
perdagangan
memudahkan
perempuan untuk lebih menyoroti papan iklan, lukisan dinding di langit-langit
kereta dan potongan iklan yang menampilkan bahwa tubuh yang ideal adalah
tubuh yang kurus (Mill, 1997 dalam Rongmuang et al, 2011). Sebagai pusat
pemerintahan negara Indonesia, Jakarta juga menjadi pusat industri hiburan
tanah air yang menampilkan selebritis yang menjadi sorotan masyarakat.
14
Penampilan fisik mereka harus selalu terlihat sempurna meskipun harus
ditempuh dengan cara yang menyakitkan dan membutuhkan biaya yang tidak
sedikit. Perempuan-perempuan di Jakarta mendapatkan akses yang sangat
mudah dalam mengikuti perkembangan tren kecantikan dunia.
Fenomena bedah kosmetik yang diminati tidak hanya oleh orang-orang
yang berprofesi dalam dunia hiburan atau selebritis menjadi hal yang menarik
untuk diteliti. Dinamika citra tubuh yang dialami oleh subjek menjadi sorotan
dalam
penelitian
ini.
Metode
penelitian
kualitatif
dengan
pendekatan
fenomenologi digunakan untuk memperoleh informasi mengenai bagaimanakah
citra tubuh dari subjek sebagai pelaku bedah kosmetik berkaitan dengan
kegiatan sehari-hari dan perasaan mereka tentang tubuh?
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pandangan mengenai penelitian sebelumnya mengenai topik
yang berhubungan dengan penelitian ini dan berbagai fakta permasalahan yang
ada, maka peneliti memiliki pertanyaan antara lain:
1) Bagaimana subjek memaknai mengenai tubuh dan tubuh yang ideal?
2) Apakah yang mendorong subjek untuk melakukan bedah kosmetik?
3) Perubahan psikologis dan sosial apakah yang dirasakan setelah melakukan
bedah kosmetik?
C. Tujuan dan manfaat
Tujuan penelitian adalah membantu perempuan untuk memiliki citra tubuh
yang positif melalui penelitian ini dengan cara memahami citra tubuh pelaku
bedah kosmetik.
Manfaat yang diharapkan adalah:
1. Manfaat teoritis
15
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan
memperkaya khasanah ilmu bidang Psikologi Klinis juga bagi perkembangan
penelitian mengenai pasien bedah kosmetik khususnya mengenai citra tubuh.
2. Manfaat praktis
Manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi
pasien yang akan menjalani bedah kecantikan, klinik bedah kosmetik, dan
masyarakat luas.
a) Bagi pasien yang akan menjalani bedah kecantikan agar dapat mengambil
keputusan yang tepat sebelum melakukan operasi.
b) Bagi dokter bedah kosmetik agar dapat mengetahui kondisi psikologis pasien
yang melakukan bedah kosmetik.
c) Bagi masyarakat sebagai tambahan pengetahuan mengenai prosedur bedah
kosmetik dan manfaatnya bagi mereka jika memutuskan untuk melakukan
bedah kosmetik.
D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya
Chen et.al (2010) tentang Psychological Profile of Taiwanese Female
Cosmetic Surgery Candidates, subjek penelitian ini adalah 85 perempuan yang
melakukan bedah kosmetik dan 105 perempuan sebagai kelompok kontrol. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa citra tubuh kelompok perempuan yang
melakukan bedah kecantikan tidak berbeda dengan kelompok kontrol.
Solvi, Foss, von Soest, Roald, Skolleborg, dan Holte (2010) meneliti
mengenai motivasi dan proses psikologis pada pasien yang melakukan prosedur
penambahan payudara (breast augmentation). Penelitian tersebut menemukan
adanya empat proses psikologis yang dialami oleh pasien, dan 12 faktor yang
mempengaruhi. Empat proses psikologis tersebut antara lain keinginan untuk
16
membentuk, memperbaiki, meningkatkan, dan mengembalikan bentuk maupun
ukuran payudara. Sedangkan 12 faktor yang mempengaruhi dibagi menjadi 3
faktor besar, yaitu dorongan motivasi mendasar yang memunculkan feminitas
sebagai faktornya; faktor penyebab yang terdiri dari ketidakpuasan terhadap
penampilan, figur ideal, harga diri, komentar, pakaian, dan seksualitas/ aktivitas
seksual; dan faktor yang memunculkan antara lain dokter, pengetahuan dari
pasien yang terdahulu, keuangan, media, dan pasangan romantis.
Bestiana (2012) meneliti mengenai Citra Tubuh dan Konsep Tubuh Ideal
Mahasiswi FISIP Universitas Airlangga Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk
menggali mengenai citra tubuh dan konsep tubuh ideal dari mahasiswi Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Airlangga Surabaya. Sampel penelitian
ini terdiri dari 50 mahasiswi dari kelompok usia remaja akhir, yang dipilih dengan
menggunakan metode purposive sampling, berdasarkan faktor usia yang dapat
mempengaruhi pembuatan keputusan dan pilihan seseorang. Tinggi badan dan
berat badan subjek penelitian telah diukur untuk mengetahui Body Mass Index
(BMI) mereka. Subjek penelitian dibagi menjadi empat kelompok yaitu, kurus,
normal, overweight, dan obesitas. hasil dari wawancara yang dilakukan terhadap
subjek penelitian dari setiap kelompok menyatakan bahwa tidak seorang pun
yang merasa puas dengan tubuh mereka dan menyatakan ketidakpuasan
terhadap beberapa bagian dari tubuhnya. Sebagian dari partisipan penelitian
kurang memiliki kepercayaan diri. Konsep tubuh ideal yang diungkapkan oleh
partisipan antara lain, kurus, tinggi, dan tidak memiliki lemak yang menonjol.
Okopny (2005) dalam tesisnya menulis mengenai fenomena bedah
kosmetik di Amerika Serikat. Penelitian ini mengungkap mengenai fenomena
bedah kosmetik yang dilakukan oleh wanita di Amerika Serikat. Peneliti
17
mengungkapkan bahwa prosedur bedah kosmetik memodifikasi identitas
individual yang dibentuk oleh beberapa hal seperti etnis, usia, bentuk tubuh,
kerutan dll dan termasuk kecenderungan untuk menjadi bagian dari kelompok
homogen. Selanjutnya peneliti juga mengungkapkan bahwa bedah kosmetik
adalah bentuk dari kolonisasi tubuh karena sebagian besar orang yang telah
dianggap sesuai secara normal dan cantik merasakan tekanan untuk
berasimilasi.
Sukamto (2005) dalam tesisnya menguji efektifitas bibliotherapy, yaitu
interactive
bibliotherapy
dan
reading
bibliotherapy
dalam
mengurangi
ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada siswai SMU. Subjek terdiri dari 45 siswi
SMU dari tiga SMU yang terpisah dan memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) yang
tergolong normal (18.5 – 22.9) dan mengalami ketidakpuasan terhadap citra
tubuh yang tergolong cukup hingga sangat tinggi. Penelitian ini membagi subjek
menjadi tiga kelompok yaitu, Kelompok Eksperimen 1 yang memperoleh
interactive bibliotherapy, Kelompok Eksperimen 2 yang memperoleh reading
bibliotherapy, dan Kelompok Kontrol sebagai waiting-list control group.
Rancangan eksperimen yang digunakan adalah Pretest – Posttest Control Group
Design.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa interactive bibliotherapy dan
reading bibliotherapy memiliki efektivitas yang relative setara dalam mengurangi
ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada siswi SMU. Hasil lainnya menunjukkan
bahwa Buklet “Greatest love of All: Learning to Love Me” dapat membantu siswi
untuk menerima diri mereka.
Gunawan dan Anwar (2012) meneliti mengenai kecemasan body image
pada perempuan dewasa tengah yang melakukan bedah plastik pada tiga subjek
perempuan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang ditujukan
18
untuk mendeskripsikan gambaran kecemasan terhadap body image pada
perempuan dewasa tengah yang melakukan bedah plastik estetik. Teknik
pengambilan sample dengan purposive sampling, teknik pengumpulan data
dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian tersebut antara lain bahwa ketiga
subjek merupakan wanita karir yang cukup sukses di pekerjaannya namun
memiliki masa lalu yang tidak bahagia, ketiganya memiliki body image yang
negatif.
Penelitian yang akan dilakukan memiliki perbedaan dengan penelitianpenelitian sebelumnya, dalam hal metodologi penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Subjek dalam penelitian ini
dikhususkan pada perempuan yang telah melakukan bedah kosmetik. Penelitian
ini akan menggali mengenai makna citra tubuh bagi perempuan yang telah
melakukan bedah kosmetik dan kemudian melakukan analisis dan evaluasi
terhadap hasil analisis tersebut.
Download