BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.1. Gereja Oikumenikal dan Evangelikal. Data statistik keagamaan Kristen Protestan tahun 1992, memperlihatkan bahwa ada sekitar 700 organisasi1 Kristen Protestan, yang berkegiatan dan melayani di lingkungan masyarakat Kristen Protestan Indonesia.2 Disatu sisi dapat dikatakan bahwa jumlah yang sangat banyak itu menunjukkan perkembangan keKristenan di Indonesia, namun di sisi lain, dapat diartikan sebagai semakin melebarnya perpecahan dalam persekutuan umat Kristen Protestan di Indonesia. Untuk mempermudah kita dalam memahami Gereja-gereja ini maka penyusun akan mengikuti Richard Siwu yang mengelompokan Gereja– gereja Protestan ke dalam istilah Gereja Oikumenikal dan Gereja Evangelikal.3 Sejak periode 1960-an dalam pergerakan Misi Kristen, jurang antara Oikumenikalisme dan Evangelikalisme terlihat melebar dengan kompetisi yang semakin meningkat, baik dalam konferensi-konferensi maupun cara-cara bermisi. Seperti yang terjadi pada tahun 1961 ketika Dewan Misi Internasional (DMI) diintegrasikan ke DGD (dewan Gereja se-Dunia), menjadi Komisi Misi dan Evangelisasi se-Dunia Dewan Gereja-gereja se-Dunia (KMED-DGD) menyebabkan orang-orang Evangelikal yang tadinya berada dalam DMI membuat kubu sendiri.4 Perpecahan antara Gereja Oikumenikal dan Evangelikal yang nampak dalam keterpisahan organisasi yang berskala dunia berpengaruh juga pada skala yang lebih kecil, seperti di kawasan Asia dan juga di Indonesia. Pada umumnya Gereja-gereja yang bercorak Oikumenikal tergabung dalam Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), sementara pada umumnya Gereja-gereja yang bercorak Evangelikal tergabung dalam Persekutuan Injili Indonesia (PII). 1 Yang dimaksud dengan organisasi adalah nama lembaga Gereja seperti GMIT, GPIB, GPM, GKI, Bala Keselamatan, dan sebagainya. 2 Dr. Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1994, hlm. 1. 3 Richard A.D. Siwu, “Oikumenikalisme dan Evangelikalisme: Fenomena Modern Gerakan Misi Kristen dan Kehadiran PGI”, dalam PGI, Gerakan Oikumene Tegar Mekar di Bumi Pancasila, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993, hlm 203 4 Sda, hlm. 209 1 Pemaparan di atas memberikan gambaran kepada kita mengenai hubungan Gereja-gereja Oikumenikal dan Evangelikal, di mana terlihat jelas jurang yang memisahkan Gereja-gereja ini. Keterpisahan Gereja-gereja Oikumenikal dan Evangelikal disebabkan juga oleh berbagai hal yang lain, seperti metode dan teologi mereka. Gereja- gereja Oikumenikal cenderung lebih menitikberatkan pada dimensi sosial atau antroposentrisme dari Injil, dalam artian keselamatan itu berdampak sosial dan kemanusiaan secara keseluruhan. Sedangkan Gereja-gereja Evangelikal cenderung lebih menitikberatkan dimensi spiritual individu-individu dari Injil, dalam artian bahwa pertobatan dan kesalehan pribadi merupakan kunci keselamatan.5 Dari segi teologi juga terdapat perbedaan baik menyangkut pemahaman akan misi, ataupun masalah-masalah khusus seperti soal Roh Kudus dan pekerjaan-Nya, baptisan, pemahaman akan karunia-karunia dan lain sebagainya. Penyusun menyadari begitu banyak perbedaan antara Gereja-gereja ini, karena itu untuk menjaga agar tulisan ini tidak meluas maka penyusun hanya akan menitikberatkan pada perbedaan pemahaman atas peranan Roh Kudus dan karunia-karunia rohani antara Gereja-gereja Oikumenikal dan Evangelikal. 1.1.2. Peranan Roh Kudus dan Karunia-karunia Rohani Pemahaman tentang peranan Roh Kudus dan karunia-karunia rohani menimbulkan masalah yang cukup signifikan di kalangan Gereja, terutama antara Gereja-gereja Oikumenikal dan Evangelikal. di bawah ini penyusun akan memaparkan pandangan kedua pihak mengenai peranan Roh Kudus dan karunia-karunia rohani. A. Pemahaman Gereja-gereja Evangelikal atas peranan Roh Kudus dan karuniakarunia rohani Menurut Abineno, Gereja-gereja Evangelikal sangat kuat menekankan kehadiran Roh Kudus dan pekerjaan-Nya dalam gereja dan dalam kehidupan orang percaya.6 Oleh karena penekanan atas peranan Roh Kudus yang terlampau kuat maka dalam soal baptisan pun, kalangan ini sangat menekankan supaya jemaatnya bisa mengalami baptisan Roh disamping baptisan air. Di bawah ini 5 6 Pdt.Dr.Richard A.D. Siwu, s.c.n. 5, hlm. 203-204 J. L. CH. Abineno, Roh Kudus dan Pekerjaan-Nya, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2002, hlm. 2 2 penyusun akan memberikan gambaran penekanan Gereja-gereja Evangelikal atas peranan Roh Kudus, khususnya mengenai baptisan Roh. Seperti yang kita ketahui Gereja-gereja Evangelikal terdiri dari Gereja-gereja Pantekosta dan Gereja-gereja yang berciri Kharismatik Namun diantara Gereja-gereja ini juga terdapat perbedaan pandangan, karena itu penyusun mencoba untuk menyuguhkan titik temu dintara Gereja-gereja ini mengenai pemahaman mereka atas baptisan roh dan karunia-karunia rohani. Pertama kalangan Pantekosta meyakini bahwa pengalaman orang-orang percaya saat ini adalah sama seperti pengalaman murid-murid Tuhan pada hari Pentakosta (Kis. 2: 4),7 karena itu setiap orang percaya harus bersungguh-sungguh mengharapkan dan memperoleh baptisan Roh itu. Dengan bukti dasar dari penerimaan Baptisan Roh Kudus adalah berkata-berkata dalam bahasa lidah,8 artinya barangsiapa yang telah dibaptis oleh Roh maka ia memiliki tanda yaitu bisa berbahasa lidah, jika tidak maka itu berarti dia belum mengalami baptisan Roh. Kedua di kalangan gerakan Kharismatik yang dicirikan oleh pujian yang bersemangat, kuasa untuk melayani, bersaksi, mendengar suara Tuhan pada masa kini juga menekankan adanya karunia pada setiap orang Kristen, baptisan Roh dan penyembuhan ilahi.9 Dan seperti yang disampaikan oleh B. A. Abednego, “Gerakan Kharismatik sangat menitikberatkan karunia yang “luar biasa”, di mana ada pihak Gerakan Kharismatik tertentu yang menganggap karunia “luar biasa” sebagai ciri utama dari keKristenan. Karena itu karunia-karunia luar biasa ini menjadi tolak ukur iman seseorang,” dalam artian menjadi orang Kristen yang benar adalah harus memiliki karunia rohani.10 Dan karunia-karunia roh yang menjadi ciri Kharismatik adalah karunia-karunia roh yang terdapat dalam I Korintus- 12:8-10, namun karunia yang paling utama dan yang banyak dibicarakan adalah glossolalia, nubuat dan penyembuhan.11 7 Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya. 8 Dr. Jan S. Aritonang, s.c.n. 2, hlm. 166-190 9 Sda, hlm 194- 196 10 B.A. Abednego, “Paradigma Teologis Sekitar Gerakan Kharismatik di Indonesia” dalam Pdt. DR.J.M. Pattisiana & Pdt. Weinata Sairin (penyunting), Gerakan Oikumene Tegar Mekar di Bumi Pancasila, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993, hlm 203. 11 Dr. Jan S. Aritonang, s.c.n. 2, hlm. 219 3 Dengan persamaan ini kita sepakat bahwa baik gerakan Kharismatik maupun Gereja-Gereja Pantekosta sangat menekankan baptisan Roh dan karunia-karunia rohani. Menurut kalangan ini Kisah Para Rasul adalah kitab yang paling penting dan merupakan kunci untuk dapat mengerti ajaran tentang baptisan roh.12 Adapun ayat-ayat Alkitab yang sering mereka pakai ialah Kis. 2, Kis. 8, Kis. 10-11 dan Kis. 19,13 juga beberapa nats dalam surat-surat Paulus, seperti I Kor 12 dan 14.14 Dalam Kis. 2 Ada dua hal yang penting mengenai baptisan Roh, yaitu ay. 4 tentang murid-murid Yesus yang dipenuhi dengan Roh Kudus sehingga mereka bisa berkata-kata dalam bahasa-bahasa asing. Dan ay. 38 tentang janji Petrus dalam khotbahnya bahwa sesudah mereka dibaptis untuk pengampunan dosa mereka akan menerima karunia Roh Kudus. Bagi kalangan Evangelikal kedua belas murid Yesus adalah orang-orang yang telah percaya, namun itu masih kurang dan kekurangan itu telah dipenuhi pada hari Pentakosta. Karena itu bagi kalangan ini seseorang harus menjadi percaya artinya dibaptis dengan air, dan baru sesudah itu sebagai orang percaya akan menerima baptisan Roh atau karunia Roh Kudus. Selain itu kaum Evangelikal juga menganggap bahwa pengalaman murid-murid di hari Pentakosta ini adalah sebuah pola yang normatif15 bagi orang-orang percaya di segala waktu. Dalam Kis. 8, khususnya ay. 16 16 sebab Roh Kudus belum turun di atas seorangpun di antara mereka, karena mereka hanya dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. Bagi kalangan Evangelikal ayat ini mendukung ajaran tentang baptisan Roh Kudus sebagai pengalaman kedua yang berbeda dengan baptisan air Dalam Kis. 10-11, menyangkut peristiwa roh yang terjadi atas Kornelius dan seisi rumahnya, di mana mereka menerima Roh Kudus dan berbicara dengan bahasa Roh. 12 Departemen Keesaan dan Kesaksian DGI, Gerakan Pentakosta dan Baptisan dengan Roh, Bina Oikumene no.3, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1979, hlm 15 13 Sda, hlm 22. berkaitan dengan nats-nats yang dipakai sebegai dasar baptisan Roh oleh kalangan Evangelikal maka penyusun tidak akan membahas nats-nats ini satu persatu. 14 Departemen Keesaan dan Kesaksian DGI, s.c.n. 12, hlm. 14 15 yang dimaksud dengan normatif adalah menjadi pedoman/ukuran bagi orang percaya sampai saat ini, karena itu seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa setiap orang percaya harus bersungguh-sungguh mengharapkan dan memperoleh baptisan Roh itu. 4 Dalam Kis. 19 4 Kata Paulus: "Baptisan Yohanes adalah pembaptisan orang yang telah bertobat, dan ia berkata kepada orang banyak, bahwa mereka harus percaya kepada Dia yang datang kemudian dari padanya, yaitu Yesus." 5 Ketika mereka mendengar hal itu, mereka memberi diri mereka dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. 6 Dan ketika Paulus menumpangkan tangan di atas mereka, turunlah Roh Kudus ke atas mereka, dan mulailah mereka berkata-kata dalam bahasa roh dan bernubuat. Dalam I Korintus 12, 14 Secara jelas I Korintus 12 dan 14 menjelaskan tentang karunia-karunia rohani. Oleh kalangan Evangelikal, uraian tentang karunia-karunia tersebut menjadi syarat bagi setiap orang yang telah menerima baptisan Roh. Khususnya I Kor 12:13 “Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh.” Oleh beberapa kalangan Evangelikal ayat tersebut diterjemahkan menjadi: ”Sebab oleh satu Roh kita semua telah dibaptiskan menjadi satu tubuh”. Berdasarkan terjemahan tersebut maka mereka menafsirkan bahwa Paulus berkata-kata tentang dua macam baptisan, yaitu: baptisan dengan air oleh Roh dalam satu tubuh dan baptisan dengan Roh Kudus oleh Kristus.16 Dari pembahasan mengenai baptisan Roh diatas bisa disimpulkan bahwa bagi Gereja- gereja Evangelikal, Roh Kudus memiliki peranan yang sangat besar dalam gereja. Karena itu jemaat harus mengalami baptisan Roh agar mereka dapat menerima “kepenuhan“ Roh Kudus yang ditandai dengan karunia ‘bahasa lidah’ dan juga karunia-karunia lain seperti nubuat, penyembuhan dan sebagainya (lih. Kis 2:17-20 dan I Kor. 12,14) sebagai perlengkapan untuk bersaksi dan melayani.17 B. Pemahaman Gereja-gereja Oikumenikal atas peranan Roh Kudus dan karuniakarunia rohani Dalam bukunya Roh Kudus dan pekerjaan-Nya, Abineno mengatakan bahwa dalam Gereja-gereja Oikumenikal soal-soal Pneumatologis (ajaran tentang Roh Kudus) kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan soal Kristologi, hal itu tampak dengan jelas dalam pelajaran katekisasi 16 17 Departemen Keesaan dan Kesaksian DGI, s.c.n. 12, hlm 21 Sda, hlm 6 5 maupun khotbah-khotbah, yang mana Gereja-gereja ini jauh lebih banyak berbicara tentang Kristus dan karya penyelamatan-Nya dibanding Roh Kudus. Dan kalaupun kalangan ini membicarakan soal Roh Kudus maka hal itu biasanya terjadi secara tradisional dan institusional.18 Pekerjaaan Roh Kudus dibatasi secara tradisional dan teratur,19 namun karena terlampau teratur, sehingga tidak memberi tempat pada pekerjaan Roh yang bebas/ tidak terduga. Seperti yang kita ketahui berkaitan dengan Babtisan Roh, Gereja-gereja Oikumenikal sendiri tidak menekankan baptisan Roh, karena menurut mereka tiap-tiap orang percaya20 sudah mengalami baptisan Roh. Kemungkinan hal ini dikarenakan adanya paham yang menafsirkan hubungan antara Yesus dan Roh Kudus, di mana Roh takluk seluruhnya kepada Yesus dan hanya berfungsi sebagai alat untuk menerapkan keselamatan yang dikerjakan Yesus atas manusia.21 Sehingga semua orang yang percaya diandaikan telah mengalami baptisan Roh. Hal ini juga mungkin dikarenakan oleh pemahaman Gereja-gereja Oikumenikal bahwa realitas Baptisan Roh tidak selamanya berlangsung spektakuler, seperti kalangan Evangelikal yang melihat bahwa baptisan Roh (pemenuhan) selalu berlangsung secara extravagant (spektakuler).22 Bagi Gereja-gereja Oikumenikal karunia-karunia rohani itu bisa saja bersifat universal seperti karunia untuk mengajar, memberitakan injil, sebagai rasul, ataupun menjadi nabi (Ef. 4: 11). Oleh karena itu seperti yang dikatakan oleh Abednego bahwa Gereja-gereja Oikumenikal tidak memberi penekanan yang lebih pada karunia-karunia luar biasa.23 tetapi merata, baik kepada karunia “biasa” ataupun “luar biasa”,24 dalam artian Gereja-gereja Oikumenikal percaya bahwa ada karunia- karunia seperti yang terdapat dalam I Korintus- 12: 8-10 namun tidak menitikberatkan karunia-karunia itu sebagai ciri utama kekristenan. 18 J. L. CH. Abineno, s.c.n. 6, hlm 2 Berbeda dengan kalangan Evangelikal yang sangat menekankan kebebasan Roh sehingga tidak menyukai keteraturan atau yang bersifat tradisional. Nampak dari nyanyiannya yang kontemporer dan liturgi ibadah yang bebas (walaupun Gereja-gereja Evangelikal memiliki liturgi tetapi tidak sebaku liturgi Gereja-gereja Oikumenikal). 20 Orang yang mengaku percaya dan dibaptis (baptis air) lih. Majalah Oikumene no 3, Hlm 8 21 J. L. CH. Abineno, s.c.n. 6, hlm 25-27. Pandangan ini berbeda dengan pandangan kalangan Evangelikal yang memandang bahwa Roh seluruhnya atau hampir seluruhnya terlepas dari Yesus dan bertindak sebagai oknum atau pribadi yang berdiri sendiri. Dengan kata lain Roh adalah kuasa yang bertindak sendiri terlepas dari Kristus. 22 ditandai dengan karunia bahasa lidah atau karunia-karunia lain seperti yang terdapat dalam Kis.2, Kis. 8, Kis. 10-11, Kis. 19 diwarnai dengan bahasa lidah 23 Abednego mengkategorikan antara karunia “biasa” contohnya seperti jabatan-jabatan gerejawi dan “ luar biasa” (lih I Korintus- 12:8-10). 24 B.A. Abednego, s.c.n 10. hlm 184 19 6 Tidak bisa kita pungkiri dengan perbedaan pemahaman atas peranan Roh Kudus dan karuniakarunia rohani ini, menimbulkan masalah yang cukup menegangkan antara kalangan Gereja Oikumenikal dan Evangelikal. Perbedaan ini seringkali membuat Gereja saling menjatuhkan, timbul persaingan antar Gereja yang kadangkala mengakibatkan perpecahan. Ada juga anggota jemaat yang pindah gereja karena merasa di Gereja asalnya tidak memiliki karunia, bahkan setelah itu mereka menjelekan Gereja asal mereka. 1.1.3. Keadaan Jemaat Korintus. Kondisi yang hampir sama kita temui dalam jemaat Korintus, di mana dalam jemaat Korintus kita dapati banyak ibadah-ibadah rumah25 dengan cara, liturgi, ataupun teologi yang berbeda antar ibadah rumah yang satu dan yang lainnya, belum lagi adanya perbedaan etnis ataupun budaya diantara mereka menjadikan Gereja Korintus tumbuh dalam kepelbagaian. Kepelbagaian ini menyebabkan ketidakteraturan terutama dalam hal penggunaan karunia-karunia rohani, kemungkinan ada kelompok jemaat yang menonjolkan karunia bahasa lidah, yang lain menekankan karunia nubuat, atau yang lain menekankan karunia kesembuhan ataupun karunia-karunia lainnya. Keadaan ini membuat jemaat sombong dengan menganggap karunia masing-masing yang paling hebat karena itu mereka merasa tidak membutuhkan orang lain. Kepelbagaian tersebut menimbulkan permasalahan dalam jemaat Korintus bahkan mengarah pada perpecahan. Untuk itu dalam menjawab kekacauan dalam ibadah jemaat Korintus khususnya dalam hal penggunaan karunia-karunia rohani, Paulus menekankan kepada jemaat bahwa tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh bukan untuk kepentingan diri tetapi untuk kepentingan bersama, karena itu karunia-karunia yang didapatkan hanya untuk kepentingan bersama dalam membangun Jemaat. 1.2. Permasalahan Dari latar belakang di atas kita dapati perbedaan pandangan antara Gereja-gereja Oikumenikal dan Evangelikal, mengenai peranan Roh Kudus dan karunia-karunia rohani. Bagi Gereja-gereja Evangelikal setiap orang percaya harus memperoleh baptisan Roh agar mereka bisa memiliki 25 lih I Kor. 16: 19 7 karunia-karunia rohani yang luar biasa, khususnya karunia nubuat dan glosolali yang paling banyak dibicarakan oleh kalangan ini. Sedangkan Gereja-gereja Oikumenikal tidak memberi penekanan yang besar pada peranan Roh Kudus ataupun karunia-karunia luar biasa yang merupakan tanda baptisan Roh. Dengan melihat perbedaan pemahaman antara Gereja-gereja Oikumenikal dan Evangelikal, maka penyusun ingin meneliti surat I Korintus, khususnya penyusun ingin mengetahui pemahaman Paulus mengenai peranan Roh Kudus dan karunia-karunia rohani khususnya mengenai karunia nubuat dan glosolali pada waktu itu, karena itu permasalahan pokok yang hendak diangkat dalam skripsi ini adalah bagaimanakah Paulus memahami peranan Roh Kudus dan Karunia-karunia rohani. 1.3. Batasan Masalah Paulus dalam pelayanannya sangat menekankan peranan Roh Kudus, dan khususnya dalam I Korintus 2, kita dapati bahwa Paulus sangat menekankan peranan Roh Kudus dalam pemberitaan injil. Oleh karena itu dalam rangka tafsiran Historis maka penyusun akan menafsirkan I Korintus 2:1-16, dan beberapa ayat di luar itu untuk mengetahui pemahaman Paulus atas peranan Roh Kudus. Selanjutnya penyusun akan membahas pemahaman Paulus tentang karunia-karunia rohani khususnya menyangkut karunia nubuat dan bahasa lidah berdasar tafsiran atas beberapa ayat yang berhubungan dengan karunia-karunia rohani tersebut dalam I Korintus 12 dan 14. Dengan demikian maka Penyusun membatasi pembahasan skripsi ini pada bagaimana pemahaman Paulus atas peranan Roh Kudus dan karunia-karunia rohani. 1.4. Tujuan Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pemahaman Paulus atas peranan Roh Kudus dan karunia-karunia rohani. 2. Memberi sumbangan pikiran berhubungan dengan pergumulan Gereja-gereja Oikumenikal dan Evangelikal mengenai peranan Roh Kudus dan karunia-karunia rohani. 8 1.5. Judul dan Alasan Berdasarkan latar belakang serta permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka skripsi ini diberi judul: Pemahaman Paulus atas Peranan Roh Kudus dan Karunia- karunia Rohani Ada beberapa alasan yang menyebabkan penyusun memilih judul ini, yaitu: 1. Penyusun memilih untuk membahas soal peranan Roh Kudus dan karunia-karunia rohani, karena bagi kalangan Evangelikal peranan/ pekerjaan Roh Kudus selalu terkait dengan karunia-karunia rohani, oleh karena itu penyusun tidak dapat membahas soal karunia-karunia rohani tanpa membahas pekerjaan Roh Kudus. 2. Judul yang diangkat ini, juga untuk menggambarkan keprihatinan penyusun bahwa perbedaan pemahaman atas peranan Roh dan karunia-karunia rohani telah menyebabkan perselisihan diantara Gereja Oikumenikal dan Evangelikal dan karena itu penyusun ingin melihat bagaimana Paulus memahami peranan Roh Kudus dan karunia-karunia rohani. Skripsi ini juga dimaksudkan untuk bisa memberikan manfaat bagi kehidupan Gereja saat ini, khususnya pergumulan Gereja-gereja Oikumenikal dan Evangelikal. 1.6. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode pengkajian induktif melalui tafsir Historis- Kritis, yaitu untuk mengamati historisitas dalam kehidupan Paulus dan jemaatnya dengan latar belakang kondisi sosial dan keagamaan. 1.7. Sistematika Penulisan skripsi ini akan menggunakan sistematika sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang penulisan, rumusan permasalahan, batasan masalah, tujuan penulisan, rumusan dan alasan pemilihan judul, metode penulisan dan sistematika penulisan. 9 BAB II. KONTEKS MASYARAKAT DAN JEMAAT KORINTUS Bab ini membahas konteks masyarakat dan konteks jemaat Korintus, permasalahan yang dihadapi oleh jemaat korintus serta tujuan penulisan surat I Korintus. BAB III. PEMAHAMAN PAULUS ATAS BAPTISAN ROH DAN KARUNIAKARUNIA ROHANI Bab ini membahas tafsir Historis-Kritis atas surat I Korintus 2: 1-16 yang berhubungan dengan peranan Roh Kudus dan I Korintus 12: 7-11 dan 14: 1-33 yang berhubungan dengan Karuniakarunia rohani, khususnya karunia basaha lidah dan nubuat. BAB IV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Dalam bab ini penyusun akan menyimpulkan tafsiran penyusun mengenai pemahaman Paulus atas peranan Roh Kudus dan karunia-karunia rohani, dan berkaitan dengan konflik antara Gereja-gereja Oikumenikal dan Evangelikal maka dalam bab ini penyusun akan menyuguhkan implikasi bagi Gereja Oikumenikal dan Evangelikal 10