1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
1.1.1. Gereja Oikumenikal dan Evangelikal.
Data statistik keagamaan Kristen Protestan tahun 1992, memperlihatkan bahwa ada sekitar 700
organisasi1 Kristen Protestan, yang berkegiatan dan melayani di lingkungan masyarakat Kristen
Protestan Indonesia.2 Disatu sisi dapat dikatakan bahwa jumlah yang sangat banyak itu
menunjukkan perkembangan keKristenan di Indonesia, namun di sisi lain, dapat diartikan sebagai
semakin melebarnya perpecahan dalam persekutuan umat Kristen Protestan di Indonesia.
Untuk mempermudah kita dalam memahami Gereja-gereja ini maka penyusun akan mengikuti
Richard Siwu yang mengelompokan Gereja– gereja Protestan ke dalam istilah Gereja Oikumenikal
dan Gereja Evangelikal.3 Sejak periode 1960-an dalam pergerakan Misi Kristen, jurang antara
Oikumenikalisme dan Evangelikalisme terlihat melebar dengan kompetisi yang semakin meningkat,
baik dalam konferensi-konferensi maupun cara-cara bermisi. Seperti yang terjadi pada tahun 1961
ketika Dewan Misi Internasional (DMI) diintegrasikan ke DGD (dewan Gereja se-Dunia), menjadi
Komisi Misi dan Evangelisasi se-Dunia Dewan Gereja-gereja se-Dunia (KMED-DGD)
menyebabkan orang-orang Evangelikal yang tadinya berada dalam DMI membuat kubu sendiri.4
Perpecahan antara Gereja Oikumenikal dan Evangelikal yang nampak dalam keterpisahan organisasi
yang berskala dunia berpengaruh juga pada skala yang lebih kecil, seperti di kawasan Asia dan juga
di Indonesia. Pada umumnya Gereja-gereja yang bercorak Oikumenikal tergabung dalam
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), sementara pada umumnya Gereja-gereja yang
bercorak Evangelikal tergabung dalam Persekutuan Injili Indonesia (PII).
1
Yang dimaksud dengan organisasi adalah nama lembaga Gereja seperti GMIT, GPIB, GPM, GKI, Bala Keselamatan,
dan sebagainya.
2
Dr. Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1994, hlm. 1.
3
Richard A.D. Siwu, “Oikumenikalisme dan Evangelikalisme: Fenomena Modern Gerakan Misi Kristen dan
Kehadiran PGI”, dalam PGI, Gerakan Oikumene Tegar Mekar di Bumi Pancasila, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993,
hlm 203
4
Sda, hlm. 209
1
Pemaparan di atas memberikan gambaran kepada kita mengenai hubungan Gereja-gereja
Oikumenikal dan Evangelikal, di mana terlihat jelas jurang yang memisahkan Gereja-gereja ini.
Keterpisahan Gereja-gereja Oikumenikal dan Evangelikal disebabkan juga oleh berbagai hal yang
lain, seperti metode dan teologi mereka. Gereja- gereja Oikumenikal cenderung lebih
menitikberatkan pada dimensi sosial atau antroposentrisme dari Injil, dalam artian keselamatan itu
berdampak sosial dan kemanusiaan secara keseluruhan. Sedangkan Gereja-gereja Evangelikal
cenderung lebih menitikberatkan dimensi spiritual individu-individu dari Injil, dalam artian bahwa
pertobatan dan kesalehan pribadi merupakan kunci keselamatan.5 Dari segi teologi juga terdapat
perbedaan baik menyangkut pemahaman akan misi, ataupun masalah-masalah khusus seperti soal
Roh Kudus dan pekerjaan-Nya, baptisan, pemahaman akan karunia-karunia dan lain sebagainya.
Penyusun menyadari begitu banyak perbedaan antara Gereja-gereja ini, karena itu untuk menjaga
agar tulisan ini tidak meluas maka penyusun hanya akan menitikberatkan pada perbedaan
pemahaman atas peranan Roh Kudus dan karunia-karunia rohani antara Gereja-gereja Oikumenikal
dan Evangelikal.
1.1.2. Peranan Roh Kudus dan Karunia-karunia Rohani
Pemahaman tentang peranan Roh Kudus dan karunia-karunia rohani menimbulkan masalah yang
cukup signifikan di kalangan Gereja, terutama antara Gereja-gereja Oikumenikal dan Evangelikal. di
bawah ini penyusun akan memaparkan pandangan kedua pihak mengenai peranan Roh Kudus dan
karunia-karunia rohani.
A. Pemahaman Gereja-gereja Evangelikal atas peranan Roh Kudus dan karuniakarunia rohani
Menurut Abineno, Gereja-gereja Evangelikal sangat kuat menekankan kehadiran Roh Kudus dan
pekerjaan-Nya dalam gereja dan dalam kehidupan orang percaya.6 Oleh karena penekanan atas
peranan Roh Kudus yang terlampau kuat maka dalam soal baptisan pun, kalangan ini sangat
menekankan supaya jemaatnya bisa mengalami baptisan Roh disamping baptisan air. Di bawah ini
5
6
Pdt.Dr.Richard A.D. Siwu, s.c.n. 5, hlm. 203-204
J. L. CH. Abineno, Roh Kudus dan Pekerjaan-Nya, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2002, hlm. 2
2
penyusun akan memberikan gambaran penekanan Gereja-gereja Evangelikal atas peranan Roh
Kudus, khususnya mengenai baptisan Roh.
Seperti yang kita ketahui Gereja-gereja Evangelikal terdiri dari Gereja-gereja Pantekosta dan
Gereja-gereja yang berciri Kharismatik Namun diantara Gereja-gereja ini juga terdapat perbedaan
pandangan, karena itu penyusun mencoba untuk menyuguhkan titik temu dintara Gereja-gereja ini
mengenai pemahaman mereka atas baptisan roh dan karunia-karunia rohani.
Pertama kalangan Pantekosta meyakini bahwa pengalaman orang-orang percaya saat ini adalah
sama seperti pengalaman murid-murid Tuhan pada hari Pentakosta (Kis. 2: 4),7 karena itu setiap
orang percaya harus bersungguh-sungguh mengharapkan dan memperoleh baptisan Roh itu. Dengan
bukti dasar dari penerimaan Baptisan Roh Kudus adalah berkata-berkata dalam bahasa lidah,8
artinya barangsiapa yang telah dibaptis oleh Roh maka ia memiliki tanda yaitu bisa berbahasa lidah,
jika tidak maka itu berarti dia belum mengalami baptisan Roh.
Kedua di kalangan gerakan Kharismatik yang dicirikan oleh pujian yang bersemangat, kuasa untuk
melayani, bersaksi, mendengar suara Tuhan pada masa kini juga menekankan adanya karunia pada
setiap orang Kristen, baptisan Roh dan penyembuhan ilahi.9 Dan seperti yang disampaikan oleh B.
A. Abednego, “Gerakan Kharismatik sangat menitikberatkan karunia yang “luar biasa”, di mana
ada pihak Gerakan Kharismatik tertentu yang menganggap karunia “luar biasa” sebagai ciri utama
dari keKristenan. Karena itu karunia-karunia luar biasa ini menjadi tolak ukur iman seseorang,”
dalam artian menjadi orang Kristen yang benar adalah harus memiliki karunia rohani.10 Dan
karunia-karunia roh yang menjadi ciri Kharismatik adalah karunia-karunia roh yang terdapat dalam I
Korintus- 12:8-10, namun karunia yang paling utama dan yang banyak dibicarakan adalah
glossolalia, nubuat dan penyembuhan.11
7
Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang
diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.
8
Dr. Jan S. Aritonang, s.c.n. 2, hlm. 166-190
9
Sda, hlm 194- 196
10
B.A. Abednego, “Paradigma Teologis Sekitar Gerakan Kharismatik di Indonesia” dalam Pdt. DR.J.M. Pattisiana &
Pdt. Weinata Sairin (penyunting), Gerakan Oikumene Tegar Mekar di Bumi Pancasila, BPK Gunung Mulia, Jakarta,
1993, hlm 203.
11
Dr. Jan S. Aritonang, s.c.n. 2, hlm. 219
3
Dengan persamaan ini kita sepakat bahwa baik gerakan Kharismatik maupun Gereja-Gereja
Pantekosta sangat menekankan baptisan Roh dan karunia-karunia rohani. Menurut kalangan ini
Kisah Para Rasul adalah kitab yang paling penting dan merupakan kunci untuk dapat mengerti
ajaran tentang baptisan roh.12 Adapun ayat-ayat Alkitab yang sering mereka pakai ialah Kis. 2, Kis.
8, Kis. 10-11 dan Kis. 19,13 juga beberapa nats dalam surat-surat Paulus, seperti I Kor 12 dan 14.14
Dalam Kis. 2
Ada dua hal yang penting mengenai baptisan Roh, yaitu ay. 4 tentang murid-murid Yesus yang
dipenuhi dengan Roh Kudus sehingga mereka bisa berkata-kata dalam bahasa-bahasa asing. Dan ay.
38 tentang janji Petrus dalam khotbahnya bahwa sesudah mereka dibaptis untuk pengampunan dosa
mereka akan menerima karunia Roh Kudus. Bagi kalangan Evangelikal kedua belas murid Yesus
adalah orang-orang yang telah percaya, namun itu masih kurang dan kekurangan itu telah dipenuhi
pada hari Pentakosta. Karena itu bagi kalangan ini seseorang harus menjadi percaya artinya dibaptis
dengan air, dan baru sesudah itu sebagai orang percaya akan menerima baptisan Roh atau karunia
Roh Kudus. Selain itu kaum Evangelikal juga menganggap bahwa pengalaman murid-murid di hari
Pentakosta ini adalah sebuah pola yang normatif15 bagi orang-orang percaya di segala waktu.
Dalam Kis. 8, khususnya ay. 16
16
sebab Roh Kudus belum turun di atas seorangpun di antara mereka, karena mereka
hanya dibaptis dalam nama Tuhan Yesus.
Bagi kalangan Evangelikal ayat ini mendukung ajaran tentang baptisan Roh Kudus sebagai
pengalaman kedua yang berbeda dengan baptisan air
Dalam Kis. 10-11, menyangkut peristiwa roh yang terjadi atas Kornelius dan seisi rumahnya, di
mana mereka menerima Roh Kudus dan berbicara dengan bahasa Roh.
12
Departemen Keesaan dan Kesaksian DGI, Gerakan Pentakosta dan Baptisan dengan Roh, Bina Oikumene no.3, BPK
Gunung Mulia, Jakarta, 1979, hlm 15
13
Sda, hlm 22. berkaitan dengan nats-nats yang dipakai sebegai dasar baptisan Roh oleh kalangan Evangelikal maka
penyusun tidak akan membahas nats-nats ini satu persatu.
14
Departemen Keesaan dan Kesaksian DGI, s.c.n. 12, hlm. 14
15
yang dimaksud dengan normatif adalah menjadi pedoman/ukuran bagi orang percaya sampai saat ini, karena itu
seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa setiap orang percaya harus bersungguh-sungguh mengharapkan dan
memperoleh baptisan Roh itu.
4
Dalam Kis. 19
4
Kata Paulus: "Baptisan Yohanes adalah pembaptisan orang yang telah bertobat,
dan ia berkata kepada orang banyak, bahwa mereka harus percaya kepada Dia yang
datang kemudian dari padanya, yaitu Yesus."
5
Ketika mereka mendengar hal itu, mereka memberi diri mereka dibaptis dalam
nama Tuhan Yesus.
6
Dan ketika Paulus menumpangkan tangan di atas mereka, turunlah Roh Kudus ke
atas mereka, dan mulailah mereka berkata-kata dalam bahasa roh dan bernubuat.
Dalam I Korintus 12, 14
Secara jelas I Korintus 12 dan 14 menjelaskan tentang karunia-karunia rohani. Oleh kalangan
Evangelikal, uraian tentang karunia-karunia tersebut menjadi syarat bagi setiap orang yang telah
menerima baptisan Roh. Khususnya I Kor 12:13 “Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang
Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu
tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh.” Oleh beberapa kalangan Evangelikal ayat
tersebut diterjemahkan menjadi: ”Sebab oleh satu Roh kita semua telah dibaptiskan menjadi satu
tubuh”. Berdasarkan terjemahan tersebut maka mereka menafsirkan bahwa Paulus berkata-kata
tentang dua macam baptisan, yaitu: baptisan dengan air oleh Roh dalam satu tubuh dan baptisan
dengan Roh Kudus oleh Kristus.16
Dari pembahasan mengenai baptisan Roh diatas bisa disimpulkan bahwa bagi Gereja- gereja
Evangelikal, Roh Kudus memiliki peranan yang sangat besar dalam gereja. Karena itu jemaat harus
mengalami baptisan Roh agar mereka dapat menerima “kepenuhan“ Roh Kudus yang ditandai
dengan karunia ‘bahasa lidah’ dan juga karunia-karunia lain seperti nubuat, penyembuhan dan
sebagainya (lih. Kis 2:17-20 dan I Kor. 12,14) sebagai perlengkapan untuk bersaksi dan melayani.17
B. Pemahaman Gereja-gereja Oikumenikal atas peranan Roh Kudus dan karuniakarunia rohani
Dalam bukunya Roh Kudus dan pekerjaan-Nya, Abineno mengatakan bahwa dalam Gereja-gereja
Oikumenikal soal-soal Pneumatologis (ajaran tentang Roh Kudus) kurang mendapat perhatian
dibandingkan dengan soal Kristologi, hal itu tampak dengan jelas dalam pelajaran katekisasi
16
17
Departemen Keesaan dan Kesaksian DGI, s.c.n. 12, hlm 21
Sda, hlm 6
5
maupun khotbah-khotbah, yang mana Gereja-gereja ini jauh lebih banyak berbicara tentang Kristus
dan karya penyelamatan-Nya dibanding Roh Kudus. Dan kalaupun kalangan ini membicarakan soal
Roh Kudus maka hal itu biasanya terjadi secara tradisional dan institusional.18 Pekerjaaan Roh
Kudus dibatasi secara tradisional dan teratur,19 namun karena terlampau teratur, sehingga tidak
memberi tempat pada pekerjaan Roh yang bebas/ tidak terduga.
Seperti yang kita ketahui berkaitan dengan Babtisan Roh, Gereja-gereja Oikumenikal sendiri tidak
menekankan baptisan Roh, karena menurut mereka tiap-tiap orang percaya20 sudah mengalami
baptisan Roh. Kemungkinan hal ini dikarenakan adanya paham yang menafsirkan hubungan antara
Yesus dan Roh Kudus, di mana Roh takluk seluruhnya kepada Yesus dan hanya berfungsi sebagai
alat untuk menerapkan keselamatan yang dikerjakan Yesus atas manusia.21 Sehingga semua orang
yang percaya diandaikan telah mengalami baptisan Roh.
Hal ini juga mungkin dikarenakan oleh pemahaman Gereja-gereja Oikumenikal bahwa realitas
Baptisan Roh tidak selamanya berlangsung spektakuler, seperti kalangan Evangelikal yang melihat
bahwa baptisan Roh (pemenuhan) selalu berlangsung secara extravagant (spektakuler).22 Bagi
Gereja-gereja Oikumenikal karunia-karunia rohani itu bisa saja bersifat universal seperti karunia
untuk mengajar, memberitakan injil, sebagai rasul, ataupun menjadi nabi (Ef. 4: 11). Oleh karena itu
seperti yang dikatakan oleh Abednego bahwa Gereja-gereja Oikumenikal tidak memberi penekanan
yang lebih pada karunia-karunia luar biasa.23 tetapi merata, baik kepada karunia “biasa” ataupun
“luar biasa”,24 dalam artian Gereja-gereja Oikumenikal percaya bahwa ada karunia- karunia seperti
yang terdapat dalam I Korintus- 12: 8-10 namun tidak menitikberatkan karunia-karunia itu sebagai
ciri utama kekristenan.
18
J. L. CH. Abineno, s.c.n. 6, hlm 2
Berbeda dengan kalangan Evangelikal yang sangat menekankan kebebasan Roh sehingga tidak menyukai keteraturan
atau yang bersifat tradisional. Nampak dari nyanyiannya yang kontemporer dan liturgi ibadah yang bebas (walaupun
Gereja-gereja Evangelikal memiliki liturgi tetapi tidak sebaku liturgi Gereja-gereja Oikumenikal).
20
Orang yang mengaku percaya dan dibaptis (baptis air) lih. Majalah Oikumene no 3, Hlm 8
21
J. L. CH. Abineno, s.c.n. 6, hlm 25-27. Pandangan ini berbeda dengan pandangan kalangan Evangelikal yang
memandang bahwa Roh seluruhnya atau hampir seluruhnya terlepas dari Yesus dan bertindak sebagai oknum atau
pribadi yang berdiri sendiri. Dengan kata lain Roh adalah kuasa yang bertindak sendiri terlepas dari Kristus.
22
ditandai dengan karunia bahasa lidah atau karunia-karunia lain seperti yang terdapat dalam Kis.2, Kis. 8, Kis. 10-11,
Kis. 19 diwarnai dengan bahasa lidah
23
Abednego mengkategorikan antara karunia “biasa” contohnya seperti jabatan-jabatan gerejawi dan “ luar biasa” (lih I
Korintus- 12:8-10).
24
B.A. Abednego, s.c.n 10. hlm 184
19
6
Tidak bisa kita pungkiri dengan perbedaan pemahaman atas peranan Roh Kudus dan karuniakarunia rohani ini, menimbulkan masalah yang cukup menegangkan antara kalangan Gereja
Oikumenikal dan Evangelikal. Perbedaan ini seringkali membuat Gereja saling menjatuhkan, timbul
persaingan antar Gereja yang kadangkala mengakibatkan perpecahan. Ada juga anggota jemaat yang
pindah gereja karena merasa di Gereja asalnya tidak memiliki karunia, bahkan setelah itu mereka
menjelekan Gereja asal mereka.
1.1.3. Keadaan Jemaat Korintus.
Kondisi yang hampir sama kita temui dalam jemaat Korintus, di mana dalam jemaat Korintus kita
dapati banyak ibadah-ibadah rumah25 dengan cara, liturgi, ataupun teologi yang berbeda antar
ibadah rumah yang satu dan yang lainnya, belum lagi adanya perbedaan etnis ataupun budaya
diantara mereka menjadikan Gereja Korintus tumbuh dalam kepelbagaian. Kepelbagaian ini
menyebabkan
ketidakteraturan
terutama
dalam
hal
penggunaan
karunia-karunia
rohani,
kemungkinan ada kelompok jemaat yang menonjolkan karunia bahasa lidah, yang lain menekankan
karunia nubuat, atau yang lain menekankan karunia kesembuhan ataupun karunia-karunia lainnya.
Keadaan ini membuat jemaat sombong dengan menganggap karunia masing-masing yang paling
hebat karena itu mereka merasa tidak membutuhkan orang lain.
Kepelbagaian tersebut menimbulkan permasalahan dalam jemaat Korintus bahkan mengarah pada
perpecahan. Untuk itu dalam menjawab kekacauan dalam ibadah jemaat Korintus khususnya dalam
hal penggunaan karunia-karunia rohani, Paulus menekankan kepada jemaat bahwa tiap-tiap orang
dikaruniakan penyataan Roh bukan untuk kepentingan diri tetapi untuk kepentingan bersama, karena
itu karunia-karunia yang didapatkan hanya untuk kepentingan bersama dalam membangun Jemaat.
1.2. Permasalahan
Dari latar belakang di atas kita dapati perbedaan pandangan antara Gereja-gereja Oikumenikal dan
Evangelikal, mengenai peranan Roh Kudus dan karunia-karunia rohani. Bagi Gereja-gereja
Evangelikal setiap orang percaya harus memperoleh baptisan Roh agar mereka bisa memiliki
25
lih I Kor. 16: 19
7
karunia-karunia rohani yang luar biasa, khususnya karunia nubuat dan glosolali yang paling banyak
dibicarakan oleh kalangan ini. Sedangkan Gereja-gereja Oikumenikal tidak memberi penekanan
yang besar pada peranan Roh Kudus ataupun karunia-karunia luar biasa yang merupakan tanda
baptisan Roh.
Dengan melihat perbedaan pemahaman antara Gereja-gereja Oikumenikal dan Evangelikal, maka
penyusun ingin meneliti surat I Korintus, khususnya penyusun ingin mengetahui pemahaman Paulus
mengenai peranan Roh Kudus dan karunia-karunia rohani khususnya mengenai karunia nubuat dan
glosolali pada waktu itu, karena itu permasalahan pokok yang hendak diangkat dalam skripsi ini
adalah bagaimanakah Paulus memahami peranan Roh Kudus dan Karunia-karunia rohani.
1.3. Batasan Masalah
Paulus dalam pelayanannya sangat menekankan peranan Roh Kudus, dan khususnya dalam I
Korintus 2, kita dapati bahwa Paulus sangat menekankan peranan Roh Kudus dalam pemberitaan
injil. Oleh karena itu dalam rangka tafsiran Historis maka penyusun akan menafsirkan I Korintus
2:1-16, dan beberapa ayat di luar itu untuk mengetahui pemahaman Paulus atas peranan Roh Kudus.
Selanjutnya penyusun akan membahas pemahaman Paulus tentang karunia-karunia rohani
khususnya menyangkut karunia nubuat dan bahasa lidah berdasar tafsiran atas beberapa ayat yang
berhubungan dengan karunia-karunia rohani tersebut dalam I Korintus 12 dan 14. Dengan demikian
maka Penyusun membatasi pembahasan skripsi ini pada bagaimana pemahaman Paulus atas peranan
Roh Kudus dan karunia-karunia rohani.
1.4. Tujuan
Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pemahaman Paulus atas peranan Roh Kudus dan karunia-karunia rohani.
2. Memberi sumbangan pikiran berhubungan dengan pergumulan Gereja-gereja Oikumenikal
dan Evangelikal mengenai peranan Roh Kudus dan karunia-karunia rohani.
8
1.5. Judul dan Alasan
Berdasarkan latar belakang serta permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka skripsi ini diberi
judul:
Pemahaman Paulus atas Peranan Roh Kudus
dan Karunia- karunia Rohani
Ada beberapa alasan yang menyebabkan penyusun memilih judul ini, yaitu:
1. Penyusun memilih untuk membahas soal peranan Roh Kudus dan karunia-karunia rohani, karena
bagi kalangan Evangelikal peranan/ pekerjaan Roh Kudus selalu terkait dengan karunia-karunia
rohani, oleh karena itu penyusun tidak dapat membahas soal karunia-karunia rohani tanpa
membahas pekerjaan Roh Kudus.
2. Judul yang diangkat ini, juga untuk menggambarkan keprihatinan penyusun bahwa perbedaan
pemahaman atas peranan Roh dan karunia-karunia rohani telah menyebabkan perselisihan diantara
Gereja Oikumenikal dan Evangelikal dan karena itu penyusun ingin melihat bagaimana Paulus
memahami peranan Roh Kudus dan karunia-karunia rohani. Skripsi ini juga dimaksudkan untuk
bisa memberikan manfaat bagi kehidupan Gereja saat ini, khususnya pergumulan Gereja-gereja
Oikumenikal dan Evangelikal.
1.6. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode pengkajian induktif melalui
tafsir Historis- Kritis, yaitu untuk mengamati historisitas dalam kehidupan Paulus dan jemaatnya
dengan latar belakang kondisi sosial dan keagamaan.
1.7. Sistematika
Penulisan skripsi ini akan menggunakan sistematika sebagai berikut:
BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang penulisan, rumusan permasalahan, batasan masalah, tujuan
penulisan, rumusan dan alasan pemilihan judul, metode penulisan dan sistematika penulisan.
9
BAB II. KONTEKS MASYARAKAT DAN JEMAAT KORINTUS
Bab ini membahas konteks masyarakat dan konteks jemaat Korintus, permasalahan yang dihadapi
oleh jemaat korintus serta tujuan penulisan surat I Korintus.
BAB III. PEMAHAMAN PAULUS ATAS BAPTISAN ROH DAN KARUNIAKARUNIA ROHANI
Bab ini membahas tafsir Historis-Kritis atas surat I Korintus 2: 1-16 yang berhubungan dengan
peranan Roh Kudus dan I Korintus 12: 7-11 dan 14: 1-33 yang berhubungan dengan Karuniakarunia rohani, khususnya karunia basaha lidah dan nubuat.
BAB IV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Dalam bab ini penyusun akan menyimpulkan tafsiran penyusun mengenai pemahaman Paulus atas
peranan Roh Kudus dan karunia-karunia rohani, dan berkaitan dengan konflik antara Gereja-gereja
Oikumenikal dan Evangelikal maka dalam bab ini penyusun akan menyuguhkan implikasi bagi
Gereja Oikumenikal dan Evangelikal
10
Download