KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM Ayu Saputri*, dan Setiadi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia * e-mail: [email protected] Abstrak Asap cair merupakan produk pirolisis kayu yang didapat dari degradasi termal selulosa, hemiselulosa dan lignin. Ampas tebu dapat dijadikan salah satu bahan baku asap cair karena memiliki kandungan yang serupa dengan kayu. Kualitas produk asap cair dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu pirolisis. Variasi suhu yang digunakan untuk mencari kondisi optimal adalah 350, 400, 450, 500 ℃. Salah satu fungsi asap cair adalah sebagai pengawet makanan. Komponen yang berperan penting adalah fenol. Hasil penelitian menyarankan asap cair hasil pirolisis ampas tebu dapat digunakan menjadi pengawet bahan makanan terutama daging ayam dan hasil asap cair sebagai pengawet yang terbaik adalah asap cair pada suhu 450 ℃. Kata kunci : asap cair; hemiselulosa; lignin; selulosa; suhu pirolisis, Abstract Liquid smoke is a wood pyrolysis product obtained from cellulose, hemicellulose and lignin thermal degradation. Bagasse can be used as liquid smoke raw material because it has similar contents with wood. Liquid smoke quality is influenced by several factor like temperature. Temperature variation which is used to find optimal condition are 350, 400, 450, 500 ℃. One of liquid smoke function is as a food preservation. The most important component for food preservation is phenol. The result of this research is liquid smoke obtained from bagasse pyrolysis can be used as food preservation especially chicken meat and liquid smoke with the best performance as food preservation is liquid smoke with 450 ℃ as pyrolysis temperature. Key word : liquid smoke; hemicellulose; lignin; cellulose; pyrolysis temperature 1. Pendahuluan Asap cair dihasilkan dari pirolisis kayu yang dilanjutkan dengan kondensasi yang mengandung sejumlah besar senyawa yang terbentuk akibat pirolisis konstituen kayu seperti selulosa, hemi selulosa dan lignin. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam kayu merupakan senyawa-senyawa yang dapat terekstraksi menjadi senyawa fenol, karbonil dan asam karboksilat yang merupakan senyawa penting dalam penggunaannya sebagai bahan pengawet karena bersifat antimikrobia dan antioksidan. Kualitas asap cair ditinjau dari Karakterisasi Asap..., Ayu Saputri, FT UI, 2013 persentase kandungan senyawa yang berfungsi sebagai bahan pengawet. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas asap cair adalah suhu dan lama waktu pirolisis (Ramakhrisnan, 2002). Perbedaan suhu dan lama waktu pirolisis berpengaruh langsung terhadap persen rendemen, kadar keasamaan dan tar yang terendapkan serta kandungan senyawa penting dalam hubungannya sebagai bahan pengawet. Hasil samping industri gula terdiri dari terdiri dari ampas (bagasse), blotong (filter mud), dan abu ketel (boiler ash). Terdapat 68 industri gula dengan luas areal tanaman tebu sekutar 365 ribu hektar dan produksi tebu giling sebanyak 28 juta ton. Di Indonesia sekarang ini luas areal tanaman tebu adalah 429 ribu hektar dengan produksi tebu giling sebanyak 33 juta ton. Dengan produksi tebu giling sebanyak 39,9 juta ton akan menghasilkan hasil samping (limbah) ampas, blotong dan abu ketel masing-masing sebanyak 12,768 juta ton, 1,588 juta ton dan 0,12 juta ton. Jika diproyeksikan pada data tahun 2010, maka hasil samping (limbah) ampas, blotong dan abu ketel masing-masing sebanyak 10,56 juta ton, 1,313 juta ton dan 0,1 juta ton. Hasil samping ini dapat digunakan sebagai bahan baku asap cair karena memiliki kandungan lignin, selulosa dan hemiselulosa yang penting dalam pembuatan asap cair. Untuk itu perlu adanya sebuah penelitian untuk mendapatkan kondisi optimal pirolisis ampas tebu untuk mendapatkan kualitas asap cair yang paling baik. Terdapat beberapa penelitian terhadap pengaruh suhu dan lama waktu pirolisis seperti yang dilakukan pada pirolisis cangkang sawit (Ratnawati, 2010) dan sampah organik (Haji, 2007), Bahan baku lain yang pernah digunakan untuk pembuatan asap cair yaitu tempurung serta sabut kelapa yang memiliki antioksidan berupa fenol (Mappiratu, 2009). Selain itu terdapat beberapa penelitian terhadap analisis pengawetan baso ikan dengan asap cair dari cangkang kelapa (Zuraida, 2011) dan pengawetan sosis asap ikan lele dumbo dengan asap cair (Wahyuni, 2007) Pirolisis adalah proses penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik atau senyawa kompleks menjadi zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan dan gas yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar pada suhu yang cukup tinggi. Asap terbentuk karena pembakaran yang tidak sempurna, yaitu pembakaran dengan jumlah oksigen terbatas yang melibatkan reaksi dekomposisi bahan polimer menjadi komponen organik dengan bobot yang lebih rendah, karena pengaruh panas. Selain itu kondisi operasi juga mempengaruhi kualitas asap cair yang dihasilkan. Beberapa variabel yang mempengaruhi kualitas asap cair adalah temperatur dan lama waktu pirolisis. Pada proses ini beberapa alat yang digunakan diantaranya adalah pirolisator, pemanas, pipa penyalur asap, kolom kondensasi dan penampung distilat. Dengan penelitian ini, akan Karakterisasi Asap..., Ayu Saputri, FT UI, 2013 dihasilkan asap cair dengan alternatif bahan baku utama yang berbeda sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengawet makanan pengganti formalin. Selain itu, akan diketahui pengaruh variabel-variabel bebas seperti temperatur operasi terhadap kualitas asap cair yang dihasilkan sehingga didapat kondisi operasi yang optimal. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimanakah menentukan kondisi optimum suhu pembuatan asap cair dari ampas tebu agar mendapatkan produk yang berkualitas baik dan bagaimanakah kemampuan asap cair untuk pengawetan makanan agar kesegaran makanan tetap terjaga. Sehingga tujuan penelitian ini adalah mendapatkan kondisi optimal suhu pirolisis terhadap pengolahan ampas tebu menjadi asap cair dan mengetahui kemampuan asap cair hasil pirolisis tersebut sebagai pengawet makanan. 2. Metode Penelitian Tahapan penelitian ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu tahap pembuatan produk asap cair menggunakan metode pirolisis dan analisisnya serta tahap analisis uji pengawetan daging ayam. 2.1 Analisis Asap Cair a. Rendemen b. Nilai pH c. Analisis Karakterisasi GC-MS 2.2 Analisis Uji Pengawetan Daging Ayam a. Kadar Air b. Nilai Ph c. TPC (Total Plate Count) 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Analisis Asap Cair a. Rendemen Tabel 1 Produk Asap Cair dengan Variasi Suhu Pirolisis Jumlah Jumlah Jumlah Bobot Kondensat (%b/b) Arang (%b/b) yang Hilang (%) 350 6,56 64,63 28,80 2 400 10,89 54,32 34,79 3 450 30,72 32,61 36,67 4 500 33,73 32,40 33,86 No Suhu (oC) 1 Karakterisasi Asap..., Ayu Saputri, FT UI, 2013 Hasil persen rendemen tertinggi yang didapat pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Haji (2007) yang memiliki kisaran persen rendemen antara 32,87 hingga 37,83 % namun masih kurang jika dibandingkan dengan penelitian Ramakrishnan (2002) yang mencapai 59,6%. Asap cair dengan suhu pembakaran 350oC memiliki jumlah persen rendemen yang paling rendah yaitu 6,56 %. Asap cair dengan suhu pembakaran 500oC memiliki jumlah persen rendemen yang paling tinggi yaitu 33,73%. Persen arang yang tersisa juga semakin sedikit yaitu 32,40%. Namun, jumlah bobot yang hilang juga cukup tinggi mencapai 33,86%. b. Nilai pH Tabel 2. Nilai pH Asap Cair Penelitian dengan Variasi Suhu Pirolisis dan Asap Cair Komersial Suhu (oC) Komersial Nilai pH 350 400 450 500 3,4 3,6 3,2 3,4 2,8 Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa asap cair hasil penelitian dan asap cair komersial bersifat asam. Asap cair komersial memiliki nilai pH yang paling rendah yaitu 2,8. Nilai pH asap cair hasil pirolisis yang paling rendah adalah 3,2 dan paling tinggi adalah 3,6. Karakterisasi Asap..., Ayu Saputri, FT UI, 2013 c. Analisis Karakterisasi GC-MS Puncak-puncak spektra atau peak menunjukkan jenis-jenis komponen yang dikandung oleh asap cair. Pada asap cair hasil pirolisis jumlah komponen yang teridentifikasi sebanyak 68 peak. Namun, hasil yang akan ditabulasikan hanyalah peak komponen yang memiliki persentasi kualitas lebih dari 85 % yang berarti peak tersebut memiliki kemiripan lebih dari 85 % dari database yang digunakan. Komponen utama asap cair adalah fenol, senyawa asam, senyawa oksigenat dan senyawa aromatik. Pada asap cair komersial, senyawa dengan komposisi terbesar adalah fenol sedangkan pada asap cair hasil pirolisis senyawa dengan komposisi terbesar adalah 2-Furancarboxaldehydeatau biasa disebut dengan furfural. Hal ini semakin memperkuat analisis sebelumnya yaitu analisis pH yang menyatakan bahwa kedua larutan asap cair ini bersifat asam. Hasil ini serupa dengan salah satu penelitian sebelumnya dengan furfural sebagai komponen dengan persen area terbanyak yaitu 20,44 % dari analisis asap cair yang terbuat dari cangkang sawit (Ratnawati, 2010). 3.2 Analisis Uji Pengawetan Daging Ayam a. Kadar Air Kadar air dalam daging ayam meningkat seiring lamanya penyimpanan. Semakin tinggi kemiringan kurva maka semakin tinggi pula kenaikan kadar air dalam daging ayam selama penyimpanan. Daging ayam dengan kenaikan kadar air tertinggi adalah daging ayam yang disimpan tanpa diberi perlakuan perendaman dalam larutan asap cair dengan kemiringan 1,138 sedangkan kenaikan kadar air terendah adalah pada daging ayam yang disimpan setelah sebelumnya diberi perlakuan perendaman asap cair hasil pirolisis pada suhu 400 oC dengan kemiringan 0,306. Hasil analisis kadar air ini sedikit lebih baik dari hasil analisis kadar air daging ayam yang diberi perlakuan perendaman dengan asap cair komersial yaitu 27,26% pada penyimpanan hari ke – 9. b. Nilai Ph Nilai pH dalam daging ayam meningkat seiring lamanya penyimpanan. Nilai pH tertinggi adalah pada daging ayam yang disimpan tanpa diberi perlakuan perendaman dalam larutan asap cair sedangkan nilai pH terendah adalah pada daging ayam yang disimpan setelah sebelumnya diberi perlakuan perendaman asap cair hasil pirolisis pada suhu 450 ℃ dengan nilai Ph 5,3 pada penyimpanan hari ke - 9. Hasil analisis nilai pH Karakterisasi Asap..., Ayu Saputri, FT UI, 2013 ini sedikit lebih baik dari hasil analisis nilai pH daging ayam yang diberi perlakuan perendaman dengan asap cair komersial yaitu 6 pada penyimpanan hari ke – 9. c. TPC (Total Plate Count) Total bakteri dalam daging ayam meningkat seiring lamanya penyimpanan. Total bakteri tertinggi adalah pada daging ayam yang disimpan tanpa diberi perlakuan perendaman dalam larutan asap cair yang mencapai 1,8×10! pada penyimpanan hari ke – 9 sedangkan total bakteri terendah adalah pada daging ayam yang disimpan setelah sebelumnya diberi perlakuan perendaman asap cair hasil pirolisis pada suhu 450 ℃ dengan total bakteri 3,6×10! pada penyimpanan hari ke - 9. Hasil analisis total bakteri ini sedikit lebih baik dari hasil analisis total bakteri daging ayam yang diberi perlakuan perendaman dengan asap cair komersial yaitu 3,7×10! pada penyimpanan hari ke – 9. Semua sampel daging ayam memiliki total bakteri lebih rendah dari standar TPC dari SNI yaitu 107 CFU/ml pada penyimpanan hari ke – 9 sedangkan daging ayam tanpa diberi perlakuan perendaman dalam asap cair telah melewati batas standar tersebut pada penyimpanan hari ke – 7. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.9 yang menunjukkan perbedaan daging ayam setelah diberi perlakuan dan tanpa diberi perlakuan pada penyimpanan hari ke – 9. 5. Kesimpulan • Nilai pH terendah pada asap cair hasil pirolisis ampas tebu didapat pada suhu 450 oC yaitu 3,2 sedangkan pH asap komersial adalah 2,8. Hal ini membuktikan bahwa asap cair bersifat asam. Berdasarkan analisis GC-MS, komponen yang memiliki persen area terbesar adalah furfural yang berperan sebagai antimikrobial pada asap cair. • Semakin lama rentang penyimpanan daging ayam, maka akan semakin tinggi pula nilai kadar air, pH dan total bakteri yang terdapat pada daging ayam tersebut. Daging ayam dengan perendaman asap cair memiliki nilai parameter lebih rendah dari daging ayam tanpa perendaman asap cair. Asap cair hasil pirolisis ampas tebu dapat digunakan sebagai pengawet bahan makanan terutama daging ayam dan memiliki kemampuan yang hampir serupa dengan asap cair komersial. Berdasarkan analisis karakterisasi asap cair dan analisis uji pengawetan makanan, asap cair hasil pirolisis pada suhu 450 oC adalah asap cair yang memiliki kemampuan pengawetan yang paling baik di antara asap cair hasil pirolisis lainnya. Karakterisasi Asap..., Ayu Saputri, FT UI, 2013 6. Saran • Mengoptimalkan proses kondensasi asap menjadi asap cair • Melakukan pengujian bahan makanan dengan parameter yang berbeda seperti kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan total kapang dan khamir. 7. Daftar Rujukan: Haji, A.G. 2007. Karakterisasi asap cair hasil pirolisis sampah organik padat. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 16 (3) : 111-118. Mappiratu. 2009. Kajian teknologi produksi asap cair dari sabut kelapa. Media Litbang Sulteng 2 (2) : 104-109. Ramakrishnan, S. 2002. Liquid smoke : product of hardwood pyrolisis. Fuel Chemistry Division Preprints 47 (1) : 366. Ratnawati. 2010. Pengaruh suhu pirolisis cangkang sawit terhadap kuantitas dan kualitas asap cair. Jurnal Sains Materi Indonesia 12 (1) : 7-11. Wahyuni, R. 2007. Pengaruh persentase dan lama perendaman asap cair terhadap kualitas sosis asap ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Primordia 3 (2) : 95-104. Zuraida, I. 2011. Antibacterial activity of coconut shell liquid smoke (CS-LS) and its application on fish ball preservation. International Food Research Journal 18 : 405410. Karakterisasi Asap..., Ayu Saputri, FT UI, 2013