Masalah Perkotaan Perkembangan Perkotaan

advertisement
MANAJEMEN KOTA II
Oleh:
Yuwono Aries, ST, MT, IAP
Jurusan Teknik Planologi
Universitas Indo Global Mandiri
Palembang 2011
Masalah Manajemen
Kota dan Wilayah dalam praktek di
Indonesia
a. Landasan Hukum
b. Penguasaan Pertanahan – Konsolidasi Tanah
Perkotaan
c. Pelestarian Lingkungan
d. Penyediaan Sarana dan Prasarana Kota
e. Transportasi
f. Pendanaan
g. Penegakan Hukum dalam Pengelolaan Kota
h. Pengendalian Konversi Penggunaan Tanah Sawah
i. Kelembagaan Pengelolaan Kota dan Wilayah.
Hal Strategis Manajemen Kota:
• Peraturan yg terkait dlm pengelolaan kota dan wilayah:
- UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah
- UU No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN)
- UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang
- UU No. 1/2011 tentang Perumahan & Kawasan
Permukiman
- PP 38/2007 tt Pembagian Urusan antara
Pusat, Provinsi dan Kab/Kota.
- PP no 41/007 tt Struktur Organisasi Perangkat Daerah
A. LANDASAN HUKUM
• Sinkronisasi peraturan yg mengatur ruang permukaan bumi :
- Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 = kekayaan alam dikuasai negara utk
kemakmuran rakyat – bukan dimiliki negara.
- Muncul peraturan yg mengatur bumi, air, ruang dan udara yaitu UU
No. 5 Tahun 1960 – UUPA (UU Pokok Agraria).
- UUPA dimaksudkan sbg payung bagi peraturan tt sumberdaya yg
lebih detail spt penataan ruang, sd tambang, sd air, dll.
- Ternyata UUPA tidak berperan sbg payung karena muncul
peraturan tt sektoral yg tidak mengacuk UUPA spt; UU 11/1967
Ketentuan Pokok2 Pertambangan, UU 11/1974 tt Pengairan, UU
5/1990 KSDA Hayati & Ekosistemnya, UU 26/2007 tt Penataan
Ruang, UU 23/1997 tt Pengelolaan LH, UU 41/1999 tt Kehutanan,
UU 32/2004 tt Pemda.
•
•
•
•
•
•
•
Utk sinkronisasi peraturan tt UUPA pemerintah diberi mandat Tap MPR
IX/2001 tt Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA
Salah satunya revisi/amandemen UUPA agar berkedudukan sbg UU utk
seluruh peraturan yg terkait dg SD agraria
UU Penataan Ruang No 24/1992 diperbarui menjadi UU 26/2007 –
mempunyai kesamaan dg definisi tt agraria (ruang adalah tanah, air, dan
udara).
Keunikan NKRI gugusan pulau kecil dan pluralistik suku budaya –UUPA
harus menjamin unifikasi hukum nasional dalam rangke perekat NKRI.
Harus memperhatikan hukum laut internasional UNCLOS 82 (United
Nation Convention on The Law of Sea), juga UU pelayaran laut
internasional.
Tujuan pengaturan SD agraria adalah agar pengaturan alokasi SD agraria
lebih berkeadilan.
Intervensi pemerintah tt SD agraria agar terjadi keseimbangan dlm alokasi
SD, oleh karena itu UUPA harus bersifat populis dan upaya revitalisasi
kebijakan landreform.
Kelengkapan Peraturan
Penataan Ruang
• Sejak terbit UU 24/1992 dirubah menjadi UU 26/2007 tt
Penataan Ruang, baru ada PP turunannya seperti;
- PP 69/1992 tt Pelaksanaan Hak & Kewajiban
serta Bentuk & Tata Caranya Peran Serta
Masyarakat dlm PR.
- PP 16/2004 tt Penatagunaan Tanah.
• Utk sinkronisasi aturan penjabaran harus berkiblat dg
peraturan keagrariaan karena ruang bagian dari agraria.
Tapi UU PA Tahun 1960 belum di sesuaikan dg
perkembangan yg ada.
• Peraturan PR masih perlu aturan teknis
lainnya seperti; Pemecahan Bidang Tanah
(pengkavlingan) yg dilakukan oleh individu
(bukan developer).
• Selama ini belum ada sehingga terjadi
perkembangan permukiman kumuh yg
tidak terkendali.
• Awal reformasi terjadi kekacauan PR
• Muncul UU 22/1999 dirubah menjadi UU
32/2004 tt Pemerintahan Daerah.
• Dg UU 24/1992 tt PR tidak sejalan
sehingga PR dipandang tidak terlalu
penting, maka terjadilah malapetaka
(longsor, banjir, dipacu dg global
warming/anomali iklim).
• Tradisi perencanaan TR pada umumnya
secara berjenjang (hierarkis) mulai dari
bawah mempedomani yg diatas.
• Namun dlm UU PR disebutkan bahwa;
RTRW Nas menjadi pedoman RTRW
Prov, dan RTRW Prov menjadi pedoman
RTRW Kab/Kota.
• Berarti hierarki penyusunan rencana tata
ruang berbalik, hal ini perlu pemikiran
paradigmanya kembali.
Perbedaan Pengaturan Penataan Ruang
UU 24/1992
PP NO 25/2000
1
Penetapan Rencana Tata Ruang Nasional
RTRW Nasional menjadi pedoman untuk
berdasarkan Rencana Tata Ruang
Penataan Ruang Provinsi dan Kab/Kota
Provinsi dan Kab/Kota
2
Penetapan Rencana Tata Ruang Provinsi
RTRW Kab/Kota merupakan penjabaran
berdasarkan kesepakatan antara
RTRW Provinsi
Provinsi dan Kab/Kota
• Ketidak sinkronisasi akhirnya diatasi dg
UU 26/2007 tt PR dan PP 38/2007 tt
Pembagian Urusan antara Pusat, Provinsi
dan Kab/Kota.
• Ketidak sinkronisasi akhirnya diatasi dg UU 26/2007 tt
PR dan PP 38/2007 tt Pembagian Urusan antara Pusat,
Provinsi dan Kab/Kota.
• Misal kewenangan pengelolaan wilayah laut sampai 12
mil garis pantai wewenang Provinsi dan kewenangan
Kab/Kota sampai batas 0-4 mil garis pantai.
• Jenis kewenangannya meliputi:
- eksplorasi, eksploitasi, konservasi & pengolahan
kekayaan laut
- Pengaturan hukum dan administrasi
- Pengaturan tata ruang
- Ikut serta menjaga kedaulatan negara.
Masalah Perkotaan
• Perkembangan Perkotaan :
- Perkembangan perkotaan di negara
berkembang sangat pesat, data jumlah
penduduk perkotaan: 1970 = 49%,
1985=58%, 2009=50%, 2025=79%.
- Peran kota dalam pertumbuhan industri
sangat penting. Misal Kota Bangkok 10%
penduduk Thailand sbg tempat industri
seluruh Thailand (76%).
• Perkembangan perkotaan di negara berkembang
menimbulkan masalah fisik seperti permukiman kumuh
(slums and squatters), masalah sosial/ekonomi yaitu
kemiskinan dan pengangguran (poverly and jobless),
masalah pelayanan publik (infrastructure and
facilities), dll.
• Ada 2 pendekatan alternatif:
a. Mengurangi tekanan penduduk dari desa ke kota dg
program agropolitan, minapolitan, pemberdayaan
perdesaan. dll
b. Mengelola/manajemen kota yang baik, efisien dan
efektif.
Manajemen Perkotaan
• Issue sentral : penduduk miskin sebagian besar ada di
perkotaan.
• Manajemen kota adalah konsep holistik yang bertujuan
memperkuat kapasitas kelembagaan pemerintah,
swadaya masyarakat dengan membuat kebijakan dan
alternatif berbagai program serta melaksanakannya
dengan hasil yang optimal.
• Menurut Sivaramakrishnan : manajemen perkotaan
meliputi penyediaan secara rutin dan pemeliharaan
prasarana pekerjaan umum dan jasa, serta perencanaan
dan pelaksanaan berbagai proyek pembangunan.
• Menurut Cheema : ada 5 masalah yang
penting dalam manajemen perkotaan:
1. Pembiayaan pembangunan kota
2. Perumahan, jasa, sarana dan
prasarana
3. Sistem informasi perkotaan
4. Sektor informal perkotaan
5. Kapasitas kelembagaan kota.
1. Pembiayaan Kota
(meningkatkan struktur keuangan dan
pengelolaannya)
• Harus dibuat regulasi untuk memperbaiki sumber
keuangan untuk pembangunan dan pemeliharaan
fasilitas dan infrastruktur kota.
• Sumber keuangan misalnya pajak kekayaan, pajak,
kendaraan, pajak tanah, dsb.
• Dalam pajak terdapat pengaturan antara pembagian
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
• Terdapat alokasi keuangan antara pemerinta pusat dan
pemda dalam bentuk bantuan, subsidi, pinjaman,
investasi, dll.
• Sektor swasta juga sumber keuangan dlm bentuk
Corporate Social Responsibility (CSR).
2. Penyediaan Perumahan, Sarana dan
Prasarana dan Jasa
• Yang menjadi perhatian negara berkembang adalah skema
perumahan umum dan perbaikan perumahan kumuh.
• Rakyat miskin di kota sulit mendapatkan fasilitas karena kendala:
- harga rumah dan tanah mahal
- sulit menjangkau lembaga keuangan
- kurang berpartisipasi dalam berbagai proyek perumahan
- biaya yang tidak cukup dari pemerintah dalam program investasi
- standar pembangunan kurang fleksibel
- harga bangunan terlalu mahal.
• Masalah ini harus dipecahkan dengan melibatkan partisipasi sektor
swasta, teknologi yang inovatif dengan biaya rendah. Misalnya
penyediaan Air Bersih dan Saitasi berbasis masyarakat
(PAMSIMAS, SANIMAS, dll)
3. Perbaikan Sistem Informasi Kota
• Dalam sistem informasi kota berbasis computerized ada
kendala yaitu:
1. Kendala Teknik, masalah data yang tidak sesuai
sehingga sulit untuk dintegrasikan
2. Kendala Organisasi, baik terbatasnya SDM dan
sistem kelembagaannya.
• Sistem informasi kota sebagai alat manajemen harus
dapat memberikan informasi yang informatif,
lengkap,akurat serta cepat bagi pengguna.
4. Penguatan peran sektor informal perkotaan
• Sektor informal erat kaitannya dengan sektor swasta serta
perdagangan.
• Diperkirakan 50% angkatan kerja di negara berkembang di sekor
informal.
• Kebijaksanaan di negara berkembang:
1. Berorientasi pada penawaran, yang ditujukan pada kenaikan
produktifitas serta penawaran barang dan jasa dari sektor
informal. Misalnya bantuan kredit, bimbingan dan penyuluhan, dll.
2. Berorientasi pada permintaan, yang ditujukan pada
peningkatan permintaan hasil sektor informal oleh para
konsumen swasta, atau men-subkontrakkan dengan sektor
informal.
5. Penguatan kapasitas kelembagaan kota
• Berhasilnya kebijakan pembangunan kota beserta
program2nya sangat tergantung pada kualitas
kelembagaan yang ,menangani mulai perencanaan,
pelaksanaaan dan pengendaliannya.
• Komponen kelembagaan yang baik adalah koordinasi
horizontal dan vertikal antara berbagai instansi sesuai
fungsi dan kewenangannya.
• Contoh ; Program Pembangunan Prasarana Kota
Terpadu/P3KT atau Intergrated Urban Infrastructure
Development Program/IUIDP melalui Program Local
Institutional Development Action Plan/LIDAP.
Sementara sampai disini.
Terima Kasih.
Download