IndonesiaRanking

advertisement
IndonesiaRanking
Indonesia adalah negara yang memiliki pengaruh besar di kawasan Asia
Tenggara dan potensi pengembangan ekonomi yang sangat besar. Namun,
negara ini juga mendapatkan sorotan negatif karena daya saingnya yang
rendah, kegiatan perdagangan yang berbiaya tinggi dan waktu tunggu yang lama
di pelabuhan. Pada tahun 2016, Indonesia berada di posisi 105 dalam peringkat global
dan ke-7 diantara mitra ASEAN. Indonesia tidak hanya berada pada peringkat bawah dalam
Indeks Perdagangan Lintas Negara yang diterbitkan oleh Bank Dunia, namun juga tidak menunjukkan adanya perbaikan
kinerja. Negara tetangga ASEAN-nya, antara lain Laos, Thailand, Kamboja, menunjukkan perbaikan secara signifikan,
masing-masing sebesar 45%, 26% dan 17%. Ada kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan peringkatnya dalam arus
perdagangan global dan memperbaiki iklim perdagangannya.
41
49
56
95
98
99
105
108
121
140
4
5
6
7
8
9
10
Kinerja terbaik1
DB TAB 2016 (peringkat)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Peringkat ASEAN
1
1
2
3
Diukur sebagai perbedaan antara indikator DTF tahun 2006 dan 2016. Angka negatif menunjukkan bahwa negara telah kalah dibandingkan dengan negara kinerja terbaik. Angka positif
menunjukkan bahwa mereka berhasil mengurangi jarak ke negara berkinerja terbaik.
Perjanjian Fasilitasi Perdagangan WTO (WTO Trade Facilitation Agreement/WTO TFA) dapat menjadi
instrumen yang berguna untuk melakukan reformasi terhadap iklim perdagangan dan mengurangi biaya
dan waktu. Perjanjian ini bertujuan untuk mengatasi penundaan waktu pada titik-titik kepabeanan, prosedur
yang panjang dan kompleks, dan perubahan peraturan yang sering terjadi dan tidak transparan. Perjanjian
ini mengedepankan aturan-aturan fasilitasi perdagangan yang harus dipatuhi oleh semua Anggota WTO.
Indonesia siap untuk meratifikasi Perjanjian ini. Untuk menggunakannya sebagai jalan menuju reformasi,
pemerintah perlu melakukan koordinasi lintas antar entitas publik bagi pelaksanaannya.
1
Berikut ini adalah penyajian singkat mengenai persyaratan WTO TFA dan dampak potensialnya bagi Indonesia
Berkaitan
dengan
aturan
pengawasan
non-Customs
(Pasal 5 dan 10) WTO TFA berisi
aturan
mengenai
perlakuan
prioritas untuk barang yang tak tahan lama, sistem
pemberitahuan darurat bagi produk makanan, dan
akses ke tes sampel yang kedua.
1.1. APA YANG TERCAKUP DALAM
PERJANJIAN?
Perjanjian Fasilitasi Perdagangan WTO (WTO TFA)
terdiri dari pembukaan, bagian I, bagian II, dan satu
Lampiran.
Perjanjian itu juga mendorong tindakan untuk
meningkatkan kerja sama antar lembaga dan
memerlukan Pemerintah menggalang kerja sama
lintas batas untuk merampingkan formalitas di lintas
perbatasan
Inti dari Perjanjian adalah aturan-aturan fasilitasi
perdagangan yang merupakan seperangkat
ketentuan hukum yang wajib dipatuhi oleh Negara
Anggota WTO. Aturan-aturan ini dikelompokkan
menjadi 12 Pasal dalam Bagian I dan mencakup
aspek-aspek sebagai berikut:
Perihal
penyederhanaan
administrasi dan penggunaan
teknologi informasi, Perjanjian
ini mendorong negara anggota
untuk
membentuk
Single
Window yang merupakan titik
masuk tunggal bagi data dan pengolahan data.
Selanjutnya, Perjanjian ini meminta Negara Anggota
untuk meninjau dan menyederhanakan persyaratan
dokumen, menyelaraskan prosedur dan formalitas
berdasarkan standar internasional, dan sedapat
mungkin menggunakan sistem TI untuk mendukung
pengolahan dan pengarsipan informasi dalam bentuk
elektronik, bagi prosedur perdagangan (Pasal 10).
Selain itu, Perjanjian ini menjelaskan besaran dan
sifat dari biaya dan pungutan sehubungan dengan
impor, ekspor dan transit barang, serta menetapkan
aturan
mengenai
besaran,
pengenaan dan aturan penalti bagi
pelanggaran (Pasal 6).
1. Hubungan antara otoritas pemerintah
dan pedagang dan pihak lain yang
berkepentingan;
2. Prosedur bea cukai;
3. Aturan pengawasan Non-Kepabeanan;
4. Penyederhanaan Administrasi;
5. Penggunaan teknologi informasi untuk
pengolahan dan pertukaran data;
6. Kerja sama antar Badan dan kerja sama lintas
batas;
7. Lalu lintas Transit; dan
8. Kerjasama Bea Cukai
Dalam hubungan antara otoritas
pemerintah dan pedagang dan
pihak lain yang berkepentingan,
TFA menetapkan kewajiban
untuk
menyediakan
akses
ke informasi publik yang spesifik, pengadaan
pertemuan konsultatif antara instansi pemerintah
dan pihak yang berkepentingan, pemberian
kesempatan bagi pihak ketiga untuk memberikan
pendapat terhadap rancangan hukum sebelum
diberlakukan, dan memastikan peluang bagi
dilakukannya tinjauan administratif atau yudisial
terhadap keputusan pemerintah (Pasal 1, 2 dan 4).
Pasal 11 berupaya menyederhanakan prosedur
kepabeanan transit dan menghilangkan hambatan
yang tidak perlu terhadap pergerakan barang dalam
transit. Perjanjian menetapkan persyaratan umum
untuk mengelola jaminan keuangan dan kembali
menegaskan prinsip perlakuan yang sama terhadap
barang transit dan barang yang tidak transit.
Negara
anggota
WTO
harus
mengadopsi
prosedur
bea
cukai
yang
spesifik,
yang
bertujuan mempercepat kegiatan
kepabeanan,
menyederhanakan
formalitas,
dan
meningkatkan
efisiensi tindakan pengawasan. (Pasal
3, 7, 9, 10). Prosedur ini termasuk aturan tentang
klasifikasi tarif dan asal, penilaian dan manajemen
risiko, audit pasca-kepabeanan, skema Operator
Ekonomi Bersertifikat, proses pra-kedatangan,
pengeluaran dari kawasan pabean, dan pembayaran
utang Bea dan/ atau biaya secara elektronik.
Akhirnya, Pasal 12 dari Perjanjian memperkenalkan
aturan untuk pertukaran informasi di antara Lembaga
Bea Cukai untuk kepatuhan dan penegakan hukum.
Pertukaran informasi terbatas pada kasus-kasus
tertentu dan dilakukan sesuai dengan
kondisi yang harus dipenuhi oleh pihak
yang meminta dan memberikan,
termasuk menghormati kewajiban
kerahasiaan.
2
1.2. BAGAIMANA MELAKSANAKAN
PERJANJIAN?
Perlakuan Khusus dan Berbeda ini terdapat dalam
bagian II Perjanjian. Pada inti Perlakukan Khusus
dan Berbeda ini terdapat tiga “kategori komitmen”,
sebagai berikut:
Semua ketentuan Perjanjian adalah mengikat bagi
semua negara Anggota WTO (Pasal 24.2) dan oleh
karenanya semua anggota harus memastikan
kepatuhan terhadap aturan, mungkin dengan
memberlakukannya dalam aturan pelaksanaan
legislatif dan non-legislatif. Para anggota yang
berstatus sebagai negara berkembang (developing
countries/DC) dan yang kurang berkembang (lessdeveloped countries/LDC) dapat memanfaatkan
fasilitas Perlakuan Khusus dan Berbeda (Special
and Differential Treatment), yang menyediakan
fleksibilitas dalam hal implementasi. Selain itu,
negara Anggota harus membentuk komite nasional
“untuk memfasilitasi baik koordinasi dalam negeri
maupun pelaksanaan ketentuan dari perjanjian ini
“(Pasal 23.2).
Ř.DWHJRUL $ PHQV\DUDWNDQ SHODNVDQDDQ VDDW
berlakunya Perjanjian ini;
Ř.DWHJRUL % PHPEHULNDQ OHELK EDQ\DN
waktu kepada anggota DC dan LDC untuk
melaksanakan Perjanjian;
Ř.DWHJRUL & PHPEHULNDQ OHELK EDQ\DN
waktu kepada anggota DC dan LDC untuk
melaksanakan, dan menetapkan kepatuhan
sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan
teknis.
Anggota DC dan LDC dapat menentukan sendiri
pengelompokkan aturan-aturan Perjanjian dalam
kategori tersebut di atas, dan kemudian memberitahu
ketiga daftar komitmennya kepada Sekretariat WTO.
Anggota Negara Berkembang harus memberitahukan
ketiga daftar tersebut saat memberlakukan Perjanjian
- Daftar A bersifat final, daftar kategori B dan C bersifat
sementara dan dapat diperbaharui kemudian. Bagi
komitmen B dan C, Anggota Negara Berkembang
juga harus memberitahukan waktu pelaksanaan
tambahan dan bantuan teknis yang dibutuhkan. Satu
tahun setelah pemberlakuan Perjanjian, daftar B
perlu diperbaharui dengan tanggal pelaksanaan yang
definit. Daftar C perlu diperbarui, 18 bulan setelah
berlakunya perjanjian, dengan informasi tentang
kesepakatan proyek bantuan teknis dan perkiraan
tanggal pelaksanaannya.
1.2.1. KAPAN PERJANJIAN
AKAN MENGIKAT SECARA
HUKUM?
WTO
TFA
belum
berlaku.
Perjanjian ini akan digabungkan
ke dalam Peraturan WTO dengan
melakukan perubahan terhadap
daftar Perjanjian perdagangan multilateralnya
dalam Lampiran 1 Perjanjian WTO. Ini berarti
bahwa prosedur yang ditetapkan dalam Pasal
X:3 Persetujuan WTO harus diikuti. Bahwa setiap
perubahan yang dilakukan terhadap Perjanjian WTO
harus mendapatkan persetujuan dari 2/3 negara
anggota WTO, dan perubahan tersebut hanya akan
berlaku untuk para Anggota yang menyatakan
persetujuan. Saat ini, 89 negara Anggota WTO
telah menyatakan menerima perubahan terhadap
Perjanjian WTO, termasuk Uni Eropa, AS, India,
dan enam negara anggota ASEAN2.
E.i.F.
(DAFTAR A, DAFTAR B, DAFTAR C
TENTATIVE)
1.2.2. APAKAH TERDAPAT ATURAN YANG
SPESIFIK BAGI NEGARA BERKEMBANG?
1 YEAR
WTO TFA mengakui kebutuhan DC dan LDC yang
khusus terkait hal pelaksanaan, dan memberikan
lebih banyak waktu untuk melaksanakan
aturan Perjanjian. Perjanjian ini mengaitkan
pelaksanaan dengan bantuan teknis. Tujuannya
adalah agar DC dan
LDC dapat membangun
kapasitas mereka untuk
melaksanakan
dan
mengejar
ketinggalan
mereka dari para negara
anggota yang berkinerja
lebih baik.
2
DAFTAR B
1.5 YEARS
DAFTAR C
Berdasarkan laman web WTO yang diakses pada tanggal 2 Agustus: negara-negara ini adalah Singapura, Laos, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam dan Kamboja.
3
1.3. APA ARTINYA BAGI INDONESIA?
banding dan peninjauan dan ketentuan aturan
UU Kepabeanan terkait lainnya yang mungkin
memerlukan peraturan horizontal seperti publikasi
dan akses ke informasi, dan peraturan khusus yang
diperlukan untuk memberikan rincian lebih lanjut
mengenai pelaksanaan di Bea Cukai, dan kerja
sama antar badan di wilayah perbatasan.
Langkah pertama adalah mempersiapkan daftar
kategori. Indonesia sebagai Anggota negara
Berkembang harus memberitahukan daftar ini saat
mulai berlakunya Perjanjian ini.3 Sebuah Komite
fasilitasi perdagangan nasional juga harus dibentuk.
PERATURAN PELAKSANAAN NON-LEGISLATIF
Perubahan hukum dan legislatif merupakan hal
yang penting bagi pelaksanaan Perjanjian, tetapi
struktur dan pengaturan dan prosedur administrasi
sama pentingnya. Pengaturan dan prosedur
administrasi memastikan dukungan organisasi bagi
pelaksanaan dan menentukan peran dan tanggung
jawab.
Tindakan non-legislatif tersebut relevan
untuk Enquiry Points (Pasal 1.3.), situs web informasi
(Pasal 1.2.), Single Window (Pasal 10.4), konsultasi
antara Pemerintah dan sektor swasta (Pasal 2) dan
kerja sama antara antar badan di perbatasan (Pasal
8.1.), dan tinjauan administratif (Pasal 10.1. dan Pasal
6.1.4.).
1.3.1. BAGAIMANA MEMPERSIAPKAN DAFTAR
TERSEBUT?
Aturan praktisnya adalah bahwa Anggota akan
mengklasifikasikan semua aspek yang telah
sesuai dengan aturan Perjanjian sebagai kategori
A, karena tidak diperlukan upaya lebih lanjut.
Untuk pelaksanaan. Semua aspek yang belum
memenuhi Perjanjian akan dikelompokkan sebagai
kategori B dan C, dan perlu dilakukan penilaian
sementara mengenai waktu yang diperlukan untuk
melaksanakannya. Dalam membedakan komitmen
antara kategori B dan C, Indonesia selanjutnya
perlu mengidentifikasi apakah bantuan teknis
dan keuangan dibutuhkan untuk melaksanakan
aturan Perjanjian. Indonesia pernah membuat
penilaian mengenai hal ini sebelumnya dan dapat
menyelesaikan daftar berdasarkan hasil penilaian
tersebut. Karena Perjanjian ini mencakup lintas
kewenangan sejumlah Instansi pemerintah, hal ini
perlu dilakukan secara terkoordinasi
1.3.3. KOMITE FASILITASI PERDAGANGAN
NASIONAL
Perjanjian juga mengatur pembentukan komite
fasilitasi perdagangan nasional dengan partisipasi
swasta dan masyarakat. Peran komite tersebut
adalah untuk mengawasi pelaksanaan Perjanjian ini.
Disamping melakukan pemantauan ini, sebaiknya
Komite tersebut fokus pada strategi yang tidak saja
untuk pelaksanaan Perjanjian namun juga fasilitasi
perdagangan di Indonesia pada umumnya.
1.3.2. APA YANG PENTING BAGI
PELAKSANAAN?
Anggota harus mengadopsi
seluruh rangkaian inisiatif untuk
melaksanakan
Perjanjian.
Beberapa aturan memerlukan
perubahan perundang-undangan,
dan yang lainnya membutuhkan pembentukan
atau perubahan struktur dan proses. Pada akhirnya
yang penting bukan saja hukum dan peraturan
yang sesuai, namun pelaksanaan de facto di
lapangan yang mendukung peraturan tersebut dan
memberikan dampak fasilitasi perdagangan.
PERATURAN PELAKSANAAN
Sepanjang bersangkutan dengan peraturan
pelaksanaan, Indonesia perlu meninjau sejumlah
peraturan agar sesuai dengan aturan fasilitasi
perdagangan yang baru. Jika tidak sesuai,
amandemen hukum mungkin diperlukan, atau
peraturan baru, sejajar atau spesifik harus
diberlakukan. Contoh ketentuan yang dapat
mengharuskan perubahan hukum adalah prosedur
2
Pembentukan Komite tidak berarti menciptakan
suatu struktur baru. Indonesia sudah memiliki
banyak badan koordinasi dan Presiden bertujuan
untuk mengurangi jumlah tersebut. Cara yang paling
efektif untuk membentuk Komite mungkin dengan
menghubungkan peran Komite dengan badan yang
telah ada. Pilihan ini perlu dieksplorasi dan dibahas
untuk mendapatkan solusi terbaik yang tersedia bagi
Pemerintah dan semua entitas di sektor swasta.
Beberapa Negara Anggota WTO telah menyerahkan daftar ini ke WTO namun tidak ada kewajiban hukum untuk melakukan hal tersebut sebelum perjanjian ini berlaku.
4
Download