EVALUASI PEAK GROUND ACCELERATION UNTUK

advertisement
1
EVALUASI PEAK GROUND ACCELERATION
UNTUK PETA GEMPA INDONESIA DI KOTA
PADANG
Nama mahasiswa
Nrp
Jurusan
Dosen pembimbing
: Achmad Dian Agus Budiono
: 3108 100 135
: Teknik Sipil
: Tavio, ST.,M.T.,Ph.D.
: Ir.Iman Wimbadi, M.S
: Ir.Kurdian Suprapto MS.
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara yang sering dilanda
gempa karena indonesia terletak di pertemuan tiga
lempeng benua. Akhir-akhir ini gempa menyebabkan
banyak kerugian, baik dari sisi materi ataupun nyawa yang
melayang. Oleh karena itu, semua bangunan harus
didesian dengan mempertimbangkan zonasi percepatan
gempa tiap daerah tersebut. Karena setiap tahun sering
terjadi gempa, maka peta gempa harus diperbaharui
berdasarkan kejadian gempa yang terakhir, terutama untuk
gempa dengan skala besar.
Peraturan yang mengatur tentang kegempaan di
indonesia ialah SNI 03-1726-2002 yang telah direvisi pada
tahun 2010. Peraturan ini mengadopsi beberapa peraturan
dari negara lain. Dan kemungkin peraturan tersebut
kurang cocok bila diadopsi secara penuh di indonesia.
Dalam tugas akhir ini akan menjelaskan bagaimana cara
memperoleh percepatan gempa maksimum pada suatu titik
tempat dengan menggunakan alat bantu berupa perangkat
lunak, dimana perangkat lunak ini mampu mengolah data
data gempa yang pernah tercatat di USGS, dan mampu
menghasilkan percepatan gempa.
Padang adalah salah satu kota terpadat di
indonesia dan sering dilanda gempa sehingga perlu
dilakukan studi tentang kegempaan. Dimana untuk
mendesain bangunan tahan gempa memerlukan sebuah
nilai percepatan. Percepatan tersebut dapat diperoleh
dengan metode DSHA dan PSHA. Metode tersebut mampu
mengolah data gempa yang ada menjadi sebuah nilai
percepatan.
Dengan pengerjaan tugas akhir ini diharapakan
dapat memudahkan untuk mencari percepatan gempa
maksimum dengan data gempa yang ada. Dan diharapkan
menjadi pembelajaran tentang peta gempa. Tugas akhir ini
memang masih jauh dari kata sempurna. Apabila ada
kesalahan saya mohon maaf sebesar besarnya.
Kata kunci : Percepatan gempa, Gempa, PSHA,
DSHA,USGS, SNI 03-1726-2002.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Akhir-akhir ini, Indonesia sering diguncang
gempa-gempa besar dimana skala gempa tersebut
mampu menghancurkan struktur yang ada. Sebagai
contoh tanggal 30 september 2009 , pada kedalaman
27 km jam 10.16 wib barat barat laut kota Padang
7.6 Skala ricter yang menewaskan 1115 orang. Dan
sebanyak 988 orang tewas di kota Padang.
Banyaknya gempa yang terjadi di Indonesia
disebabkan letak indonesia ada di pertemuan tiga
lempeng tektonik, dimana lempeng terebut bergerak
satu sama lainnya. Ketiga lempeng tersebut adalah
lempeng tektonik Eurasia, lempeng tektonik
Australia dan lempeng pacific.
Dimana letak perbatasan antar lempeng
merupakan daerah yang sangat rawan akan
terjadinya gempa. Letak pertemuan
lempeng
tektonik Eurasia dengan India-Australian membujur
dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara
sampai Maluku, sedangkan lempeng oseanik Pasifik
dengan Lempeng kontinen Australia terletak di
bagian utara Irian dan beberapa sesar lokal seperti
sesar Sumatera, sesar Palu-Koro di Sulawesi dan
beberapa sesar lokal lainya.
Padang merupakan salah satu penduduknya
terbesar dan kota terbesar di Indonesia. Selain itu
padang merupakan kota yang aktif di guncang
beberapa gempa besar dan termasuk kota yang
terletak pada zona gempa tinggi sehingga apabila ada
gempa nantinya diharapkan mampu meminimalisir
jatuhnya korban.
Lokasi Padang terletak dekat dengan
pertemuan lempeng tektonik Eurasia dengan India,
sehingga berpotensi terjadi gempa gempa besar.
Pada beberapa tahun lalu terjadi gempa di padang
yang menyebabkan kerusakan pada bangunan
dimana kekuatannya
lebih dari 6 SR dan
menyebabkan banyak jatuh korban jiwa. Gempa
bumi dapat terjadi kapanpun, dan dimanapun tanpa
ada yang bisa menundanya. Dampat dari gempa
bumi sangat terpengaruh pada atenuasi (peluruhan
energi gempa) dan geologi setempat. Peluruhan
energi gempa sangat dipengaruhi oleh kekuatan
gempa, jarak serta kedalaman pusat gempa, oleh
karena itu pencatatan data gempa juga dibatasi oleh
kekuatan gempa, jarak serta kedalaman pusat gempa
untuk daerah yang akan ditinjau kejadian gempanya.
Atenuasi dapat dihitung melalui persamaan
atenuasi yang telah dirumuskan oleh sejumlah ahli
peneliti kegempaan. Dari hasil pengolahan data
dengan persamaan atenuasi tersebut dapat diperoleh
data percepatan gempa yang dapat dipetakan ke
dalam peta percepatan gempa maksimum. Peta
percepatan gempa berisikan seluruh kejadian gempa
yang telah diolah dan diperoleh percepatan
maksimum gempanya.
Peta percepatan gempa maksimum di
Indonesia telah mengalami penyempurnaan sejak
2
3.
Dapat
memperoleh
percepatan
gempa
maksimum pada suatu daerah dengan bantuan
program Visual Basic 6.0.
4. RUANG
LINGKUP
DAN
BATASAN
MASALAH
Untuk menghindari munculnya penyimpangan
terhapap permasalahan yang semakin meluas dalam
Tugas Akhir ini, maka diberikan suatu batasan
masalah sebagai berikut:
1. Data gempa yang diambil adalah data di kota
padang dalam radius 500 km.
2. Perhitungan percepatan gempa dilakukan
dengan menggunakan perumusan Atenuasi
Matuscha.
3. Regresi dilakukan untuk data gempa M > 5
4. Perhitungan hanya untuk memperoleh nilai
percepatan gempa maksimun untuk titik yang
ditinjau dengan menggunakan metode DSHA,
PSHA.
5. Dalam studi ini menggunakan program bantu
yang
dibuat
menggunakan
bahasa
pemrograman Visual Basic 6.0.
6. Output hasil analisa dibandingkan hanya
dengan output antara DSHA dan PSHA .
muncul dalam PPTI-UG (Peraturan Perencanaan
Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung) – 1983
kemudian diperbaharui pada tahun 2002 dengan
keluarnya Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa
untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002 yang
mengacu pada UBC 1997, dan kemudian pada tahun
2010 yang di usulkan oleh tim Revisi Gempa
Indonesia.
Seiring dengan kemajuan teknologi,
sebagian besar pelaku teknik sipil memanfaatkan
Komputer. Dalam studi ini saya membuat sebuah
perangkat lunak yang mampu menghitung
percepatan gempa. Dalam studi ini, penulis berusaha
menampilkan proses perhitungan percepatan gempa
maksimum untuk kota padang. Software ini dibuat
dengan menggunakan program bantu Microsoft
Visual Basic. Visual Basic 6.0. dipilih karena tidak
memerlukan program khusus untuk menampilkan
jendela window serta cara penggunaannya berbasis
visual
seperti
aplikasi
Windows
lainnya
(Dewobroto,2005). Karena sifatnya yang open
source, penulis berharapkan software ini akan terus
dikembangkan sesuai perkembangan metode yang
terbaru serta adanya penambahan-penambahan,
sehingga menjadi software yang complex dan
memiliki nilai jual tersendiri.
2.
PERUMUSAN MASALAH
Dengan penjelasan diatas, maka dalam
penulisan Tugas Akhir ini terdapat permasalahan
sebagai berikut:
2.1. PERMASALAHAN UTAMA
Rumusan permasalahan yang akan
dibahas dalam tugas akhir ini antara lain :
1 Bagaimana mendapatkan nilai percepatan
gempa dari data gempa padang dengan
menggunakan metode DSHA dan PSHA dan
dengan bantuan bahasa pemrograman Visual
Basic?
2.2. PERMASALAHAN DETAIL
1 Bagaimana cara memperoleh data gempa?
2 Bagaimana cara mengolah serta melakukan
analisa terhadap data gempa yang diperoleh?
3 Bagaimana cara memperoleh percepatan
gempa maksimum disuatu daerah dengan
menggunakan metode deterministik (DSHA)?
4 Bagaimana cara memperoleh percepatan
gempa maksimum disuatu daerah dengan
menggunakan probabilitas(PSHA)?
3.
5.
TUJUAN
Dari rumusan masalah diatas diharapkan
mencapai tujuan sebagai berikut:
1. Dapat memperoleh data gempa.
2. Dapat mengolah data gempa dengan program
Visual Basic 6.0.
z
MANFAAT
Manfaat dari tugas akhir ini adalah kita
dapat memperoleh percepatan gempa yang
mewakili kota padang dan dapat memberikan
gambaran serta pembelajaran bagaimana cara
perolehan percepatan gempa maksimum si suatu
tempat secara cepat dan akurat dengan
menggunakan program Visual Basic 6.0. Dengan
adanya penyusunan program yang bersifat open
source ini, sharing knowledge dapat mudah
dilakukan sehingga penyempurnaan dari program
ini dapat terlaksana.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Gempa bumi adalah proses alam yang
terjadi berulang kali. Daerah yang pernah terkena
gempa di waktu lampau pasti akan mengalami
gempa lagi diwaktu yang akan datang. Kejadian
gempa bumi berlangsung sangat singkat, dengan
kekuatan gempa tertentu, waktu tertentu, dan tidak
dapat prediksi kedatangannya.
Beberapa penelitian gempa hanya mampu
memperkirakan besarnya gempa yang akan terjadi di
suatu wilayah serta kisaran besaran dan waktu
perulangan gempa. Dengan sifat gempa bumi yang
berbeda di setiap tempatnya, maka tiap daerah yang
ditinjau akan diperoleh data yang berbeda-beda, baik
ditinjau dari segi waktu dan tempatnya. Kekuatan
gempa yang dirasakan berupa percepatan gempa di
permukaan (Peak Ground Acceleration/PGA).
3
2.2 Gempa
Gempa bumi adalah berguncangnya bumi
yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi,
patahan aktif, aktifitas gunung berapi atau runtuhan
bangunan. Karena kekuatan gempa bumi akibat
gunung api dan runtuhan kecil, maka yang paling
berpotensi gempa yang mampu merusak adalah
akibat pergeseran lempeng dan patahan lempeng
Ada beberapa pengelompokan gempa bumi
berdasarkan asal sumber terjadi gempa, yakni:
Gempa vulkanik ( Gunung Api ) : Gempa
bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang
biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila
keaktifannya
semakin
tinggi
maka
akan
menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan
menimbulkan terjadinya gempabumi. Gempa bumi
tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.
Gempa bumi tektonik ; Kebanyakan gempa
bumi disebabkan dari pelepasan energi yang
dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh
lempengan yang bergerak.
Gempa bumi ini
disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu
pergeseran lempeng lempeng tektonik secara
mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang
sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempabumi
ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana
alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu
menjalar keseluruh bagian bumi. Gempa bumi
tektonik disebabkan oleh perlepasan (tenaga) yang
terjadi
karena
pergeseran
lempengan plat
tektonik dimana ada tekanan antar lempeng tersebut.
Semakin lama tekanan itu kian membesar dan
akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan
tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran
lempengan. Pada saat itulah gempa bumi akan
terjadi. Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan
lempengan lempengan tersebut. Gempa bumi yang
paling parah biasanya terjadi di perbatasan
lempengan kompresional dan translasional. Gempa
bumi kemungkinan besar terjadi karena materi
lapisan
litosfer yang
terjepit
didalam
mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari
600 km. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara
batuan dikenal sebagai kecacatan tektonik. Teori dari
tectonic plate (lempeng tektonik) menjelaskan
bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan,
sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan
hanyut dan mengapung di lapisan seperti salju.
Lapisan tersebut begerak perlahan sehingga
berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya.
Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gempa
tektonik. Di dunia ada 7 benua yang terdiri dari
beberapa lempeng bumi. Berikut ini adalah tatanan
tektonik yang ada di bumi dan yang terbesar ialah
lempeng Pasifik, lempeng Eurasia
Gambar 2.1 peta pertemuan lempeng dunia
2.2.1 Sejarah Kegempaan Sumatra
Indonesia menempati zona tektonik yang
sangat aktif karena tiga lempeng besar dunia dan
sembilan lempeng kecil lainnya saling bertemu di
wilayah Indonesia dan membentuk jalur-jalur
pertemuan lempeng. Keberadaan interaksi antar
lempeng-lempeng ini menempatkan wilayah
Indonesia sebagai wilayah yang sangat rawan
terhadap gempa bumi. Gambar di bawah ini
menjelaskan sejarah gempa yang ada di Indonesia
dimana sumatra bagian barat merupakan daaerah
yang rawan gempa.
Gambar 2.2 Data episenter di Indonesia untuk magnituda,
M > 5.0 1879-2010. (Irsyam et. al.)
Salah satu wilayah yang sering diguncang
gempa ialah wilayah sumatra bagian barat. Wilayah
ini mempunyai banyak sumber gempa karena
posisinya dekat dengan tabraan dua lempeng
tektonik dimana lempeng samudra hindia bergerak
menujam kebawah lempeng benua (sumatra).
Gambar 2.3 Tatanan Lempeng Sumatra di Laut
Dari catatan sejarah dalam periode 10 tahun
hampir selalu terjadi satu dua kali gempa besar di
patahan sumatra. Pada 10 tahun terakhir terjadi
gempa besar di liwa tahun 1994(M6.9)dan didaerah
kerinci tahun 1995(M7.1). Selain dari pertemuan
lempeng, sumatra juga mempunyai patahan yang ada
didarat dan bisa menjadi sumber gempa.
4
Gambar 2.5 Distribusi gempa di daerah sekitar
padang tahun 1973-2010 (sumber : ISC map maker)
Gambar 2.4 Patahan Lempeng Di Pulau Sumatra
2.3 Studi Gempa Untuk Kota Padang
2.3.1 Gempa rencana dan Percepatan Gempa
Pengaruh gempa rencana yang harus
ditinjau dalam perencanaan struktur gedung serta
berbagai bagian dan peralatannya secara umum.
Apabila terjadi gempa rencana, struktur harus masih
berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di
ambang keruntuhan. Gempa rencana ditetapkan
mempunyai periode ulang 500 tahun. Hal ini
bertujuan agar probilitas terjadi terbatas pada 10%
selama umur bangunan 50 tahun (SNI 03-17262002)
Dari
SNI
03-1726-2002
diketahui
percepatan gempa maksimum untuk kota Padang
dengan periode ulang 500 berada pada wilayah
gempa 6 dengan percepatan gempa maksimum pada
pemukaan batuan berada pada kisaran 0.30g.
2.3.2 Katalog Gempa
Dalam
membuat
model
statistik
probabilitas dari suatu sumber gempa diperlukan
katalog gempa dan data seismogenic. Data kejadian
gempa historik yang pernah terjadi di wilayah
Indonesia dan sekitarnya dikumpulkan dari
berbagai sumber, seperti dari a) Nasional
Earthquake Information Center U.S. Geological
Survey (NEIC-USGS). Dimana data gempa yang
diambil mulai tahun 1973-2010 di kota Padang
dengan tinjauan sejumlah koordinat dengan
menggunakan program bantu dalam menetapkan
lokasi dan titik tinjau.
2.3.3 Parameter Kejadian Gempa
Dengan memperoleh rekaman data gempa
di suatu lokasi, maka resiko tercapai atau
terlampauinya intensitas suatu pergerakan tanah
setempat dapat diperkirakan melalui penerapan
perumusan – perumusan matematika statistik.
Perhitungan resiko gempa dilakukan dengan dasar
informasi kegempaan dari suatu daerah. Informasi
tersebut dapat berupa:
• pencatatan gempa yang pernah ada pada lokasi
tersebut,
• sejarah kejadian gempa pada daerah sekitar
lokasi.
Dalam
melakukan
analisa
bencana
kegempaan diperlukan suatu model perulangan
(reccurence model) atau frekuensi suatu gempa
dengan magnitudo yang bervariasi. Kemudian
dengan menggunakan model kemunculan gempa
(Earthquake Occurence Model) yang dicetuskan
oleh sejumlah ahli dan peneliti digunakan untuk
memperkirakan besarnya resiko kemunculan suatu
kejadian gempa pada suatu periode perulangan
tertentu.
Model kejadian gempa yang digunakan
dalam studi ini model hubungan magnituda versus
frekuensi Gutenberg-Richter. Menurut GutenbergRichter,frekuensi
terjadinya
gempa
dengan
magnituda M ≥ m persatuan waktu, menurun secara
ekponensial dengan meningkatnya magnituda gempa
2.4 Tatanan Tektonik
Terlihat dalam dalam gambar 2.6
kepulauan Indonesia merupakan tipe struktur busur
kepulauan dengan busur tektonik serta terdapat
rangkaian pegunungan muda, termasuk diantaranya
garis lempeng tektonik yang menjadikan kepulauan
Sumatra sebagai ring of fire karena seringnya
daerah sumatera dilanda gempa. Sebagian besar
wilayah Indonesia terdapat pada tatanan tektonik
yang rawan akan terjadinya gempa bumi.
5
B
A
Kontrol Perhitungan
OK
Gambar 2.6 Tektonik utama Indonesia (Hasil Studi
Revisi Peta Gempa Indonesia 2010)
Dari
gambar
diatas
dapat
dilihat
bahwasanya
sepanjang
kepulauan
sumatera
merupakan daerah rawan gempa karena berada diapit
dengan jalur tektonik utama Indonesia serta jalur
patahan Sumatera.
Kesimpulan dan Saran
FINISH
Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian
3.2. Penjelasan Diagram Alir
BAB 3
METODOLOGI
3.1. Diagram Alir
Pada metodologi ini digambarkan alur
pembuatan program secara umum, seperti pada
Gambar 3.1.
START
Studi literatur dan Tinjauan Pustaka
Buku serta peraturan-peraturan yang berkaitan
Pengumpulan Data
1. Data gempa dari USGS
2. Data gempa dari ISC
Pengolahan Data Gempa
Pembuatan Alur Progaram
Pembuatan program berdasarkan :
 metode DSHA
 metode PSHA
Error
Running program
Studi Literatur
Mempelajari literature-literatur sebagai berikut
:
a. Penjelasan tentang percepatan gempa
dalam SNI 1726-2002.
b. Penjelasan tentang percepatan gempa
dalam ASCE 2010.
c. Tjokrodimuljo K., Buku Teknik Gempa
Jurusan Teknik Sipil UGM.,1995.
d. Buku Penjelasan Peta Gempa Indonesia
2010;
An Introduction to Probabilistic Seismic
Hazard Analysis
e. Buku serta paper penunjang lainnya.
Pengambilan Data Gempa
Pengambilan data dilakukan dengan
metode point source dengan radius pengambilan
data gempa adalah 500 km
Titik yang ditinjau adalah di pusat kota
Padang , dengan koordinat sebagai berikut :
 Koordinat 0044’00’’-01008’35’’ Lintang
Selatan dan 100o 05’05’’-100034’09’’
Bujur Timur.
 Radius gempa ditinjau
: 500 KM
(Metode pengambilan data circural area)
 Rentang waktu :
01/01/1909
s/d
21/09/2011
 Kekuatan gempa : 1 – 9,9 SR
 Kedalam gempa : 1 – 200 KM
Pengambilan data diatas diperoleh dari
(united State Geological Survey (USGS)
3.3. Pengolahan Data Gempa
Not
OK
OK
A
B
Konversi Magnitude Gempa
Kejadian gempa direkam dengan
sejumlah instrument yang mempunyai perbedaan
metode dalam penentuan ukuran gempa. Dalam
katalog gempa terdapat ukuran surface wave
6
magnitude (Ms), juga skala magnitude yang lain
yaitu Richter local magnitude(ML), body wave
magnitude (mb), dan juga moment magnitude
(Mw) dalam menentukan ukuran gempa. dengan
adanya berbagai ukuran sekala tersebut maka
diperlukan konversi kedalam skala magnitude
yang sama untuk digunakan dalam analisa resiko
gempa. untuk kejadian gempa yang terjadi di
Indonesia, Irsyam dkk. (2010) memberikan
korelasi skala magnitud untuk wilayah Indonesia.
Korelasi Konversi
Mw = 0.143Ms2 – 1.051Ms + 7.285
Mw = 0.114mb2 – 0.556mb + 5.560
Mw = 0.787ME – 1.537
mb = 0.125ML2 – 0.389ML – 3.513
ML = 0.717MD + 1.003
(3.1)
(3.2)
(3.3)
(3.4)
(3.5)
Perhitungan Jarak Epicenter Gempa
Dalam studi ini untuk menghitung jarak
epicenter gempa digunakan perumusan Haversine
yang diusulkan oleh Sinnott dengan permodelan
bola sederhana. Dengan rumusan Haversine (R.W.
Sinnott, "Virtues of the Haversine", Sky and
Telescope, vol. 68, no. 2, 1984, hal. 159) adalah
bebagai berikut :
1
1
(1 − 𝑎)
𝑎
Gambar 3.2 Garis Hubungan Pusat Bumi Dengan TitikTitik yang Ditinjau
O merupakan center dari lingkaran Bumi
dan A serta B merupakan titik dalam lingkaran.
jika sudut AOB adalah ⌀ dan sudut
secara sederhana gambar diatas dapat
dituliskan sebagai berikut :
d = arcos (sin(lat1) . sin(lat2) + cos(lat1) .
cos(lat2) . cos(long2−long1)) . R
Dimana R adalah Radius jari-jari bumi = 6.371 km.
Perhitungan Hiposenter
Perhitungan jarak hiposenter dengan
lokasi struktur dapat dihitung dengan Teorema
Pythagoras:
𝑅 = 𝐷2 + 𝐻2
Dimana :
R
= Jarak hiposenter
D
= Jarak dari episenter ke titik lokasi yang
ditinjau
H
= Jarak Episenter
Dapat pula digambarkan hubungan antara
episenter, hiposenter dan jarak hiposenter :
Gambar 3.3 Garis Hubung Hiposenter, Episenter,
Titik yang Ditinjau
Dimana :
D = Jarak Episenter ke lokasi struktur (distance)
H = Kedalaman Gempa
R = Jarak Hiposenter
Fungsi Atenuasi
Fungsi atenuasi merupakan suatu fungsi
yang menggambarkan korelasi antara intensitas
gerakan tanah, dan magnitude, serta jarak dari
suatu titik dalam daerah radius sumber gempa.
fungsi atenuasi telah dipublikasikan oleh sejumlah
ahli dan peneliti dengan menggunakan data
rekaman gempa untuk suatu daerah. Fungsi ini
memberikan hubungan antara parameter gempa
dengan
factor-faktor
yang
mempengaruhi
parameter tersebut seperti sumber gempa, jalur
gempa, dan kondisi daerah setempat.
Sejumlah fungsi atenuasi pernah digunakan
untuk
melakukan
perdekatan
perhitungan
percepatan gempa di Indonesia. Dari tugas akhir
sebelumnya disimpul bahwa metode yang paling
mendekati ialah metode Matuscha. Secara umum
fungsi atenuasi tergantung pada faktor-faktor
berikut:
 tipe mekanisme sumber gempa daerah yang
ditinjau,
 jarak episenter,
 kondisi lapisan kulit bumi yang dilintasi oleh
gelombang gempa, dan
 kondisi tanah lokal di sekitar lokasi
Untuk Indonesia sendiri belum terdapat
rumusan pasti tentang persamaan atenuasi, oleh
karena itu persamaan atenuasi yang digunakan
nantinya mengadopsi persamaan atenuasi yang
telah digunakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.
Penelitian
–
penelitian
mengenai
perolehan persamaan atenuasi telah dilakukan oleh
banyak ahli sebelumnya dan menghasilkan
sejumlah persamaan atenuasi yang berbeda hasil
serta keakuratannya, diantaranya yang akan
digunakan dalam analisa studi ini yang nantinya
digunakan adalah:
Persamaan Matuscha (1980)
:
a = 119.e0.81.M .(H+25)-1.15
Keterangan
:
7
a = percepatan gempa (cm/dt2)
e = bilangan natural
M = besar gempa menurut skala Ritcher
H = jarak hyposenter (km)
Dari perumusan diatas dipilih untuk
dilakukan
perbandingan
keakuratan
serta
kesesuaiannya dengan daerah setempat mengingat
Indonesia belum ada persamaan atenuasi yang
mewakili untuk Indonesia sehingga digunakanlah
persamaan atenuasi tersebut diatas.
3.4. Analisa Hazard Gempa
Resiko dan Periode Ulang Kejadian Gempa
Besarnya resiko gempa untuk suatu
periode ulang tertentu selama usia bangunan dapat
dituliskan sebagai berikut :
N = selang waktu pengamatan
𝑗
))
𝑁+1
2
∑𝑦𝑗 .∑𝑥𝑗 −∑𝑥𝑗 ∑(𝑥𝑗 .𝑦𝑗 )
A=
𝑛.∑𝑥𝑗 2 −(∑𝑥𝑗 )2
𝑛.∑𝑥𝑗 .𝑦𝑗 −∑𝑥𝑗 .∑𝑦𝑗
B=
𝑛.∑𝑥𝑗 2 −(∑𝑥𝑗 )2
𝐴
yj = ln(-lnG(M)) = ln(-ln(
𝛼= 𝑒
𝛽 = −𝐵
(3.14)
(3.15)
Hubungan periode ulang (T) dan percepatan
a=
ln 𝑇.𝛼
𝛽
(3.16)
Metoda Probabilistik (PSHA)
PSHA yang merupakan bagian dari SHA
(3.9)
(Seismic
Hazard Analysis) lebih sering digunakan
RN = 1 – (1 – RA)t
karena mempertimbangkan sejumlah permodelah
Dimana :
untuk dijadikan sebagai pembanding dan barulah
 Resiko gempa (RN) merupakan kemungkinan
kemudian diolah dengan pendekatan probabilistik.
terjadinya gempa dalam periode dan dalam usia
Pendekatan probabilistic ditujukan agar diperoleh
layan bangunan tertentu
hasil yang dapat mendekati dengan gambaran dan
 Resiko tahunan (RA) adalah kemungkinan
kondisi daerah yang ditinjau dalam studi.
kejadian gempa dengan intensitas tertentu
Metode PSHA telah dikembangkan oleh
setiap tahunnya
Cornell (1968), yang kemudian dilanjutkan oleh Merz
 t adalah umur rencana bangunan
dan Cornell (1973). Model dan konsep dari analisa ini
terus digunakan hingga sekarang dan terus
Metoda Deterministik (Distribusi Gumble I)
dikembangkan oleh Committee on Seismic Risk
Pada studi ini untuk memperoleh
(1989) memiliki memiliki empat tahap (Gambar 4),
percepatan gempa maksimum digunakan metode
yaitu a) identifikasi sumber gempa, b) karakterisasi
distribusi Gumbel dengan persamaan atenuasi yang
sumber gempa, c) pemilihan fungsi atenuasi, dan d)
digunakan. Distribusi gumble dituliskan sebagai
perhitungan hazard gempa. Teori ini mengasumsikan
berikut
:
magnituda gempa (M) dan jarak (R) sebagai variabel
−𝛽𝑀 )
acak independen yang menerus.
𝐺 𝑀 = 𝑒 (−𝛼.𝑒
(3.10)
Dimana :
P( PGA  acc | EQ)   P( PGA  acc | EQ : M , R). f ( M ).M . f ( R).R
α = jumlah gempa rata- rata pertahun
R M
β = parameter yang menyatakan hubungan antara
distribusi gempa dengan magnitude
M = magnitude gempa
BAB 4
Dari bentuk persamaan diatas dapat
PROSEDUR
PROGRAM
disederhanakan menjadi persamaan linear sebagai
berikut
:
4.1. UMUM
(3.11)
Dalam Tugas Akhir ini, Program bantu yang
−𝛽𝑀
ln 𝐺 𝑀 = −𝛼. 𝑒
digunakan
untuk menganalisa dan mengintegrasikan
perhitungan percepatan gempa maksimum dbeberapa
ln(− ln 𝐺 𝑀 ) = ln 𝛼. −𝛽𝑀 (3.12)
metode, seperti Deterministic Seismic Hazard Analysis
(DSHA); dan Probabilistic Seismic Hazard Analysis
(3.13)
Identik dengan
: Y = A + BX
(PSHA) adalah sistem perangkat lunak yang menggunakan
Dimana :
bahasa program Visual Basic 6.0 . Program analisa
Y = ln(− ln 𝐺 𝑀 )
percepatan gempa maksimum ini diberi nama VBE (Visual
A
Α=e
Basic For Earthquake).
β = -B
X = M atau percepatan
4.2. KOMPONEN PROGRAM
Persamaan garis diatas terdiri atas titik – titik xj, yj
Sebelum menggunakan VBE, sebaiknya terlebih
dimana :
dahulu mengenal bagian-bagian programnya. Setelah
xj = Percepatan Gempa ke j
program dibuka, akan muncul tampilan jendela utama VBE
j = nomor urut kejadian gempa yang disusun dari seperti Gambar 4.1.
nilai a terkecil. Harga untuk a terbesar = N
Menu Bar
8
Gambar 4.1. Tampilan jendela utama VBE.
1. Menu Bar
Terdiri dari tiga menu utama, Gambar 4.1, yang terdiri
dari File, Metode, dan Exit. masing-masing berisikan submenu yaitu:
Gambar 4.5. Komponen sub menu Sortir Data
Gambar 4.2. Komponen-komponen Menu bar.
 File
Terdiri dari pilhan: Lihat Data Gempa (bila ingin
melihat database gempa bumi yang telah
diprogram sebelumnya), dan Sortir Data (bila
ingin menyortir kejadian gempa bumi berdasarkan
skala magnitude tertentu).
Gambar 4.3. Komponen sub menu File
Menu File teridiri dari beberapa sub menu yang
telah dijelaskan diatas:
 Lihat Data Gempa (Gambar 4.4), berisi
tentang rangkuman kejadian gempa yang
telah disajikan sebagai database menurut
suatu tempat tertentu.
 Sortir Data (Gambar 4.5), berisi tentang
rangkuman kejadian gempa yang telah
dilakukan pengelompokan berdasarkan
kekuatan magnitude yang diinginkan.
Gambar 4.4. Komponen sub menu Lihat Data
Gempa
 Metode
Terdiri dari pilihan :DSHA ( bila ingin
menganalisa percepatan gempa maksimum
menggunakan metode Deterministic Seismic
Hazard Analysis/DSHA dan PSHA (bila ingin
menganalisa percepatan gempa maksimum
menggunakan metode Probabilistic Seismic
Hazard Analysis/PSHA).Berikut ini adalah
penjelasan beberapa sub menu dari Metode:
 Metode DSHA
Secara umum berisi tentang beberapa pilihan
perintah seperti yang tercantum pada Gambar
4.5:
Result tab
Tombol perintah
Gambar 4.6. Komponen tampilan sub menu
DSHA
 Tombol Perintah
o Hitung, ialah tombol untuk
melakukan perintah menghitung
hasil output data kejadian gempa
yang
telah
dikelompokkan
sebelumnya.
o Grafik, ialah tombol untuk
menampilkan grafik persamaan
regresi atenuasi matuscha
o Tabel Percepatan, ialah tombol
untuk
menampilkan
tabel
percepatan
gempa
dengan
periode ulang yang direncanakan.
o Back, ialah tombol untuk
kembali ke menu jendela utama.
9


Result tab; ialah tabel hasil kesimpulan
dari persamaan regresi atenuasi matuscha,
yang terdiri atas variabel: A, B, α, β.
Metode PSHA
Secara umum berisi tentang beberapa pilihan
perintah seperti yang tercantum pada Gambar
4.5:



Result tab
Back, ialah tombol untuk
kembali.
Result tab; ialah tabel kesimpulan dari
proses pengelompokan kejadian gempa
berdasarkan magnitude tertentu.
Hasil regresi; ialah hasil kesimpulan
yang terdiri dari beberapa variabel
perhitungan
persamaan
regresi
Guttenberg-Richter.
Output grafik; ialah hasil grafik
persamaan regresi Guttenberg-Richter.
o
Tombol Perintah
Gambar 4.8. Tampilan Grafik Fungsi Kerapatan Gempa.
Hasil Regresi
Output Grafik
Gambar 4.7. Komponen tampilan sub menu
PSHA
 Tombol perintah
o Grafik Histogram, ialah tombol
untuk menampilkan distribusi
kejadian gempa berdasarkan
magnitude gempa.
o Hitung, ialah tombol untuk
menampilkan beberapa variabel
yang tertera pada
Result
Tabsesuai
dengan
pengelompokan
magnitude
gempa.
o Grafik Guttenberg, ialah tombol
untuk menampilkan persamaan
garis regresi b-line GuttenbergRichter, serta menampilkan
beberapa variabel hasil regresi di
dalam kotak Hasil Regresi.
o Next, ialah tombol untuk
menampilkan
langkah
dari
perhitungan selanjutnya, yaitu
yang terdiri atas: perhitungan
fungsi
kerapatan
kejadian
gempa;
perhitungan
pertambahan
nilai
resiko
kemungkinan pencapaian suatu
percepatan
(PGA);
serta
menampilkannya dalam suatu
Hazard Curve dengan beberapa
kemungkinan dalam periode
ulang tertentu.
Gambar 4.9. Tampilan Hazard Curve.
 Exit
Digunakan apabila ingin keluar dari program VBE.
4.3. PENGOPERASIAN PROGRAM
Software VBE merupakan program bantu untuk teknik
sipil yang membahas tentang analisa pecepatan gempa
maksimum yang telah dipilih sebelumnya. Dalam
pengoperasian software ini ada beberapa tahapan utama
yang harus dilakukan yaitu:
4.3.1. Proses Input
Ketika masuk jendela utama dalam software VBE,
user harus memiliki database catatan riwayat gempa
dalam sebuah periode tertentu. Dalam hal ini, sumber
yang dirujuk adalah catatan gempa yang dimiliki oleh
United States Geological Survey (USGS) dan dapat
diunduh secara online oleh user atau pengguna internet
lainnya.
Langkah penting di dalam sub menu Lihat Data
Gempa, user harus memasukkan database kejadian
gempa daerah tertentu yang telah dimiliki sebelumnya,
untuk selanjutnya dianalisis menggunakan dua metode,
10
yaitu DSHA dan PSHA yang tersedia dalam sub menu
Metode program VBE ini.
4.3.2. Proses Running
Setelah memasukkan database riwayat gempa,
langkah selanjutnya adalah menganalisis percepatan
gempa maksimum menggunakan dua metode (DSHA dan
PSHA). Sehingga pada akhirnya, user akan mendapatkan
dan membandingkan hasil percepatan gempa maksimum
yang diperoleh dari kedua metode tersebut dan menarik
kesimpulan yang didapat.
Hasil output dari proses analisa program VBE adalah
berupa nilai percepatan gempa maksimum yang mewakili
suatu daerah yang telah dipilih sebelumnya. Hasil tersebut
yaitu dalam satuan g = m/s2.
BAB 5
STUDI KASUS
Di bawah ini merupakan detail pengerjaan tugas akhir,
mulai dari pengambilan data gempa sampai perhitungan
atenuasi di kota padang:
5.1. Pengambilan Data Gempa
Data yang diambil merupakan data yang di
sajikan dari Nasional Earthquake Information Center
U.S. Geological Survey (NEIC-USGS), yang diunduh
dari
alamat
web
http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/eqarchives/epi
c/epic_circ.php. Pada Gambar 5.1 merupakan
gambaran area pengambilan data yang dilakukan pada
sumber gempa dengan Mw ≥ 5.0 dan radius ≤ 500 km
pada titik tinjau berada di Padang yang meliputi
gempa subduksi dan gempa shallow crustal dimana
kedalaman sumber gempa yang ditinjau adalah ≤ 200
km.
Gambar 5.1. Radius pengambilan data gempa untuk
analisa percepatan gempa di Padang. (dimodifikasi dari
Google Earth)
Titik yang ditinjau adalah di pusat kota Padang ,
dengan koordinat sebagai berikut :
 Koordinat 0044’00’’-01008’35’’ Lintang
Selatan dan 100o 05’05’’-100034’09’’
Bujur Timur.




Radius gempa ditinjau
: 500 KM
(Metode pengambilan data circural area)
Rentang waktu :
01/01/1909
s/d
21/09/2011
Kekuatan gempa : 1 – 9,9 SR
Kedalam gempa : 1 – 200 KM
5.2. Percepatan Gempa Di Kota Padang
Setelah memasukkan input kejadian gempa dalam
periode tertentu seperti yang dilakukan sebelumnya,
rekaman kejadian gempa dapat disimpan dalam
bentuk notepad (terlampir) dan nantinya akan
dijadikan
sebuah
database
untuk
dianalisa
menggunakan perangkat lunak. Langkah selanjutnya,
adalah Pengolahan Data Gempa. Pengolahan data
gempa dilakukan agar dapat diperoleh data gempa
yang sesuai untuk digunakan dalam analisa nantinya.
Data gempa yang digunakan adalah data gempa
dengan momen magnitude (Mw) ≥ 5.0. Oleh karena
itu, perlu adanya konversi data gempa untuk
mengubah data gempa menjadi skala yang sama.
Untuk kemudian dilakukan pemisahan gempa utama
(main events) dengan gempa awalan (foreshocks) dan
gempa susulan (aftershocks).
Konversi Skala Magnitude
Ketika kejadian gempa terekam oleh alat
seismograf maka USGS akan mencatat dan
merekapitulasi kejadian gempa setiap
tahunnya. Dalam katalog gempa USGS,
kejadian gempa yang tercatat memiliki
referensi skala magnitude yang berbeda,
seperti: surface wave magnitude (Ms), richter
local magnitude(ML), body wave magnitude
(mb), dan juga moment magnitude (Mw).
Dengan adanya berbagai ukuran skala
tersebut, maka diperlukan konversi ke dalam
skala magnitude yang sama untuk
menyeragamkan output dalam analisa resiko
gempa. Untuk kejadian gempa yang terjadi di
Indonesia, Irsyam dkk. (2010) memberikan
korelasi konversi antara beberapa skala
magnitudo untuk wilayah Indonesia:
Korelasi Konversi
Mw = 0.143Ms2 – 1.051Ms + 7.285
Mw = 0.114mb2 – 0.556mb + 5.560
Mw = 0.787ME – 1.537
mb = 0.125ML2 – 0.389ML – 3.513
ML = 0.717MD + 1.003
Gambar 5.2. Tabel korelasi konversi skala magnitude
gempa
11
Mw
Gambar 5.3. Tabel riwayat kejadian gempa untuk
perhitungan konversi satuan magnitude gempa.j
Di dalam Gambar diatas ditampilkan
Gambar 5.5. Garis Hubung Hiposenter, Episenter,
Titik yang Ditinjau
Maka untuk nilai hiposenter(R)
𝑹 = 𝑫𝟐 + 𝑯 𝟐
𝑹 = 1052 + 222.4382 = 245.975 km
Dari program VBE dengan data input yang sama,
maka didapatkan hasil seperti gambar 5.8, dengan
nilai hyposentrum = 245.975km
Perhitungan jarak epicenter gempa
Dalam studi ini untuk menghitung jarak
epicenter gempa digunakan perumusan haversine
yang diusulkan oleh sinnott dengan permodelan
bola sederhana. Dengan rumusan haversine Dari
(R.W. Sinnott, "Virtues of the Haversine", Sky and
Telescope, vol. 68, no. 2, 1984, hal. 159) adalah
bebagai berikut:
d = arcos (sin(lat1) . sin(lat2) + cos(lat1) . cos(lat2) .
cos(long2−long1)) . R ...............
(5.1)
Gambar 5.6. Output perhitungan hyposentrum gempa
Dimana :
 Lat dan long dalam rad
Pengelompokan Data Gempa
 Titik 1 ialah kota yang ditinjau
Setelah semua nilai percepatan dihitung dalam
 Titik 2 ialah letak sumber gempa
rentang
periode waktu tertentu, maka diambil nilai
 R = Diameter Bumi = 6371 km.
percepatan yang terbesar pada setiap tahunnya,
untuk selanjutnya dilakukan perhitungkan nilai
Berikut ini, adalah contoh perhitungan jarak
percepatan rencana. Berikut adalah tabel
epicenter gempa daerah Kota Padang:
rekapitulasi kejadian gempa maksimum dengan M
> 5 yang didapatkan dari USGS. Dimana pada
program Visual Basic Earthquake dapat di pilih
pada:
Gambar 5.4. Tabel riwayat kejadian gempa
Menghitung hiposenter
Perhitungan jarak hiposenter dengan lokasi struktur
dapat dihitung dengan Teorema Pythagoras:
ditinjau
𝑹 = 𝑫𝟐 + 𝑯𝟐 .............(5.2)
Dimana :
R
= Jarak hiposenter
D
= Jarak dari episenter ke titik lokasi yang
H
= Jarak Episenter
Dapat pula digambarkan hubungan antara
episenter, hiposenter dan jarak hiposenter :
Dipilih magtitude diatas
5 Mw
(3.1)
Gambar 5.7. Pengelompokan Data Gempa > 5 Mw
Persamaan atenuasi
Dari tugas akhir sebelumnya, disimpulkan bahwa
metode yang paling mendekati dan paling rasional
diterapkan di Indonesia ialah Metode Matuscha.
Berikut ini adalah persamaan atenuasi matuscha:
a = 119.e0.81.M .(H+25)-1.15............ (5.3)
12
dimana :
a=
a = percepatan gempa (cm/dt2)
e = bilangan natural
M = besar gempa menurut skala Richter
H = jarak hyposenter (km)
Persamaan Matuscha di usulkan oleh Matuscha di
tahun 1980. Berikut adalah hasil perhitungan
dengan menggunakan perumusan Matuscha
dengan menggunakan Visual Basic For
Earthquake
:
Dari perumusan diatas dipilih untuk dilakukan
perbandingan keakuratan serta kesesuainnya
dengan daerah setempat mengingat Indonesia
belum ada persamaan atenuasi yang mewakili
untuk Indonesia sehingga digunakanlah persamaan
atenuasi diatas. Diharapkan nantinya dari
persamaan atenuasi tersebut. diatas bisa diketauhi
persamaan atenuasi yang bisa digunakan untuk
Indonesia.
Perhitungan Percepatan Gempa Maksimum DSHA
Setelah di peroleh tabel percepatn yang ada
di atas maka langkah selanjutnya ialah memasukan
ke persamaan gumble, untuk memperoleh
percepatan gempa maksimum dengan persamaan
atenuasi Matuscha. Distribusi gumble dituliskan
sebagai berikut
𝐺 𝑀 = 𝑒 (−𝛼.𝑒
−𝛽𝑀
Nilai percepatan a
Gambar 5.8. Perhitungan Persamaan Matuscha
)
(5.4)
Dari gambar diatas dengan perumusan
sebelumnya, diperoleh nilai :
A = 0.551
α = 1.735
B = -0,025
β = 0,025
Setelah diperoleh data diatas maka datri sekian
banyak data dapat digambarkan dengan grafik
berikut, dimana program
Visual Basic For
Earthquke dapat menggambarkannya:
Dimana :
α
= jumlah gempa rata- rata pertahun
β
= parameter yang menyatakan hubungan
antara distribusi gempa dengan magnitude
M = magnitude gempa
Dari
bentuk
persamaan
diatas
dapat
disederhanakan menjadi persamaan linear sebagai
berikut :
ln 𝐺 𝑀 = −𝛼. 𝑒 −𝛽𝑀
(5.5)
ln(− ln 𝐺 𝑀 ) = ln 𝛼. −𝛽𝑀
(5.6)
Identik dengan
: Y = A + BX
ln ⁡
(𝑇.𝛼)
𝛽
(5.7)
Dimana :
Y = ln(− ln 𝐺 𝑀 )
Α = eA
β = -B
X = M atau percepatan
Persamaan garis diatas terdiri atas titik – titik xj, yj
dimana :
xj= Percepatan Gempa ke j
j = nomor urut kejadian gempa yang disusun dari
nilai a terkecil. Harga untuk a terbesar = N
N = selang waktu pengamatan
𝑗
))
𝑁+1
∑𝑦𝑗 .∑𝑥𝑗 2 −∑𝑥𝑗 ∑(𝑥𝑗 .𝑦𝑗 )
A=
𝑛.∑𝑥𝑗 2 −(∑𝑥𝑗 )2
𝑛.∑𝑥𝑗 .𝑦𝑗 −∑𝑥𝑗 .∑𝑦𝑗
B=
𝑛.∑𝑥𝑗 2 −(∑𝑥𝑗 )2
𝐴
yj = ln(-lnG(M)) = ln(-ln(
𝛼= 𝑒
𝛽 = −𝐵
Hubungan periode ulang (T) dan percepatan (a)
Gambar 5.9 Regresi Persamaan Matuscha Hubungan antara
nilai Nilai Atenuasi dan N(Data)
Melalui
persamaan
regresi
linear
matuscha, akan didapatkan beberapa variabel
seperti A, B, α, dan β. Keempat variabel tersebut
nantinya
akan digunakan untuk perhitungan
percepatan gempa dengan metode DSHA seperti
dalam gambar berikut:
13
Dari semua data gempa dapat digambarkan
distribusi
persebarn
gempa
berdasarkan
kekuatannya. program Visual Basic For
Earthquake dapat mengaambarkan sesuai apa yang
ada pada data. Berikut ini adalah gambaran
persebararan data distribusi gempa ditinjau dari
kekuatan gempa.
Gambar 5.10 Output grafik percepatan gempa metode
DSHA serta perbandingan antara umur bangunan T=50 dan
T=100.
Selain dapat menghitung program visual
basic ini dapat menggambarkan grafik hubungan
antara percepatan dan Rn. Dari data dari
perhitungan percepatan gempa baik menggunakan
cara studi sebelumnya dan dengan cara program
VBE dapat disimpulkan sebagai berikut:
Usia bangunan Periode ulang
Perhitungan
gempa
DSHA dari
program vbe
50
2500
0.341
100
5000
0.37
Gambar 5.11. Output grafik percepatan gempa metode
DSHA serta perbandingan antara umur bangunan T=50 dan
T=100.
Persamaan Perhitungan Percepatan Gempa Maksimum
PSHA
Metode PSHA terus berkembang dan yang
terakhir dikembangkan oleh EERI Committee on
Seismic Risk (EERI,1989) dimana teori ini
mengasumsikan magnitude gempa M dan jarak R
sebagai variable acak independent yang menerus.
Dalam bentuk umum teori probabilitas total ini
dapat dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut
:
Gambar5.12. Data gempa utama dari VBE
Gambar 5.13. Data gempa utama m>5 dari VBE
Dari data gempa yang telah dilakukan proses
declustering diatas dan diambil data gempa dengan
magnituda m> 5, kemudian dilakukan perhitungan
P( PGA  acc | EQ)   P( PGA  acc | EQ : M , R). f ( M ).M . f ( R).R statistika untuk data-data gempa. berikut merupakan
penyajian hasil pengolahan data untuk memperoleh bR M
line dengan program VBE:
Dimana v adalah annual exeedence rate
(dengan nilai lebih tinggi dari nilai batas Mo) pada
sumber gempa I, f (M) dan f(R) berturut-turut
adalah fungsi kepadatan probabilitas magnitude
dan jarak. P[ PGA> acc│EQ] adalah probabilitas
sebuah gempa dengan magnitude M pada jarak R
yang memberikan percepatan maksimum PGA di
lokasi tinjauan dengan nilai yang lebih besar dari
acc.
Pada pengolahan data gempa dalam PSHA
adalah data gempa yang independent/ tidak saling
bergantung satu dengan yang lain (main event).
Untuk melakukan pemisahan antara gempa utama
dengan gempa pendahulu dan gempa susulan maka
digunaka bantuan software zmap. Proses
pemisahan ini disebut sebagai declustering.
𝑳𝒏 𝑵 = 𝜶 − 𝜷𝒙
Gambar 5.14. Tabel B-line Guttenberg Richter
Setelah proses declustering selesai, maka
selanjutnya adalah melakukan perhitungan
persamaan regresi Guttenber Richter untuk
mencari nilai β. Dimmana nilai β didapat kan dari
14
nilai konstanta yang melekat di variabel yang ada
di persamaan regresi. Berikut ini adalah grafik
Guttenber Richter yang di hasilkan pada program
Visual Basic For Earthquake:
Nilai tersebut sama bila dimasukan ke VBE.
Dimana hasil nya adalah sebagai berikut:
F(m)
Gambar 5.16. Output persamaan b-line guttenberg richter
menggunakan program VBE.
Dari data yang diperoleh dengan
menggunakan visual basic for earthquake dan
diperoleh nilai  = 2.30. Dari nilai  tersebut
kemudian dilakukan perhitungan menggunakan
rumus fungsi dari magnitude selain itu diperoleh
nilai M max= 8.6 Mw
f m (M )  ce   ( M  m 0 )
1
c
  ( M max m0 )
1 e
1
c
 1.00025
  ( M max m0 )
1 e
f m (M )  ce  ( M m0 )  1.00025e2.3034( M 5)
Dari perhitungan study sebelumnya dapat
dilihat dalam tabel 5.6 dengan selang kemunculan
ΔM = 0.5 diperoleh nilai fungsi Probabilitas
Kerapatan magnitude gempa. Dan berikut ini
adalah tabel nya yang di peroleh dari Visual Basic
For Earthquake.
Gambar 5.21. Output persamaan Density Function Curve
menggunakan program VBE
Grafik density function curve mengaambarkan
hubungan antara nilai probabilitas fm(M) dengan kekuatan
magtitude
gempa(magtitude) . Dari tugas akhir sebelumnya,
diperoleh data jarak gempa dengan membaginya pada
empat perolehan jarak dengan yang merupakan rata-rata
dari setiap kemungkinan jarak untuk setiap kejadian
gempa. data jarak yang diambil adalah : 73,53 ; 189,78 ;
320,84 ; 446,27. Kemudian dari kemungkinan jarak yang
terjadi dilakukan analisa percepatan gempa dengan
menggunakan atenuasi matuscha.
Gambar 5.22. Nilai percepatan gempa untuk kejadian
dengan probabilitas kekuatan dan jarak tertentu dengan
menggunakan program VBE
Dari data dalam gambar diatas
kemudian
dilakukan perhutingan probabilitas kejadian gempa
terlampaui lebih besar dari x, dimana x adalah > 0,05 g.
 log( acc)  log( PGA) 

P( PGA  acc | EQ : R, M )  1   



log(PGA )


Tabel 5.17. Nilai fungsi Probabilitas Kerapatan
magnitude gempa.
rate)
Dengan perhitungan tingkat kejadian (exceedence
:
N (5)  e 2..3034*514.341  16.84
N (8.6)  e 2.3034*814.341  0.00422
  N (5)  N (8.6)  16.83
Dimana nilai dari standart deviasi untuk kejadian beruntun
menurut (Nishenko dan Buland 1987) adalan = 0.205
berikut adalah penyajian data peningkatan probabilitas tiaptiap percepatan (acceleration) dalam tabel yang ada pada
Visual Basic For Earthquake di bawah ini:
15
BAB 6
PENUTUP
Gambar 5.23. Output tabel peningkatan peluang
kemunculan 0.05 PGA menggunakan program VBE.
an nilai resiko diatas dapat digabungkan
menjadi satu untuk kemudian dapat dilihat peningkatan
nilai resikonya.Berikut ini adalah hasil output yang
dikeluarkan dari program VBE:
6.1 Kesimpulan
Setelah membandingkan hasil perhitungan dari
DSHA dan PSHA dengan Visual Basic For Earthquake dan
hitungan manual dalam beberapa kasus, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Karena sumber data gempa kurang lengkap, maka kami
hanya bisa menghitung dengan data gempa yang ada di
USGS. Apabila menggunakan data yang lebih lengkap
maka hasil hitungan PGA akan semakin akurat.
2. Dalam konversi satuan harus diketahui apa satuan yang
ada dibelakangnya karena apabila salah membacanya
maka akan eror.
3. Hasil perhitungan percepatan gempa untuk setiap
atenuasi memiliki perbedaaan, tergantung letaknya.
4. Memasukan data input koordinat harus sesui tatacara.
5. Semua penggunaan rumus pada Program ini sudah
teruji ke validannya baik secara manual atau pun secara
komputasi.
6. Menurut kami kekurangannya Visual Basic For
Earthquake ialah dari segi fungsinya yakni masih
terbatas. Dan masih acak- acakan
6.2 Saran
Setelah melakukan perhitungan percepatan gempa
dengan Visual Basic For Earthquake di atas maka penulis
memberikan beberapa saran antara lain:
1. Penggunaan angka dibelakang koma yang harus
disepakati.
2. Perlu dikembangkan lagi sehinggamenjadisuatu
program yang dapat digunakan pada kondisi tanah
apapun sebab pada pengerjaan tugas akhir masih jauh
dari kata sempurna.
Gambar 5.51. Output tabel kumpulan peningkatan peluang
PGA menggunakan program VBE
Data diatas dapat diplotkan dalam satu
tabel untuk memperoleh kurva resiko, berikut
adalah kurva resiko hasil dari plotting antara
PGA>0.05 g dan peluang kemunculannya.
Gambar 5.52. kurva resiko percepatan peta gempa
terlampaui menggunakan program VBE
Dan dari analisa PSHA untuk usia
bangunan 50 tahun dengan periode ulang 2475
tahun diperoleh hasil 0.35.
16
Download