2.1. Landasan Teori

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Customer Relationship Management
Kotler dan Keller yang di terjemahkan oleh benyamin molan (2009:189)
mendefinisikan Customer Relationship Management sebagai proses pengelolaan
informasi rinci mengenai titik sentuhan (touch point) individual pelanggan
untuk memaksimalkan loyalitas pelanggan. Untuk sebuah hotel, titil sentuh itu
dapat mencakup reservasi, check-in,check-out, frekuensi menginap, layanan
kamar, layanan bisnis,fasilitas olahraga, layanan cucian,restoran,maupun bar.
Menurut Lovelock dan Writz (2011:386), Customer Relationship
Management menandakan seluruh proses mengenai hubungan apa yang
terjalimn dan apa yang terpelihara dengan pelanggan yang harus di lihat sebagai
pembuka jalan untuk membangun loyalitas pelanggan.
Sedangkan Kumar dan Werner J.Reinartz (2011:17) mendefinisikan Customer
Relationship Management sebagai Praktek menganalisis dan memanfaatkan
database pemasaran
menentukan
praktek-
serta memanfaatkan
preaktek
teknologi
perusahaan
dan
komunikasi
metode
yang
untuk
akan
memaksimalkan nilai seumur hidup masing-masing pelanggan kepada
perusahaan.
Baran,Galka, dan Strunk (2009:4) menyebutkan untuk tetap menganggap
Customer Relationship Management sebagai sebuah teknik baru yang
mencakup semuanya, maka dari itu tidak mengherankan ada beberapa definisi
yang muncul mengenai Customer Relationship Management, karena Customer
Relationship Management merupakan praktek bisnis yang sulit untuk
didefinisikan. Hal itu disebabkan kerana Customer Relationship Management :
1.
Dapat di aplikasikan pada tingkat pelanggan-pelanggan yang berbeda,
contohnya distributor,dealer,mitra, dan konsumen.
1
2.
Beberapa komponen kunci daro customer Relationship Management akan
bergeser ketika mempertimbangkan beberapa hubungan Business to
business (B2B) versus Business to Customer (B2C), misalnya tenaga
penjualan dan otomatisasi lebih berlaku untuk pendahulu daripada
pemula.
3.
Komposisi sistem Customer Relationship Management akan berbeda
dalam perusahaan besar versus perusahaan kecil, bahkan meskipun tujuan
mereka akan sama.
Customer Relationship Management mempunyai kemungkinan untuk
berbalik menjadi bumerang bagi perusahaan apabila tidak di kelola dengan baik.
Tidak menutup kemungkinan adanya pelanggan yang merasa tidak diperlakukan
secara adil sehingga malah memicu konflik antar pelanggan dengan perusahaan.
Banyak perusahaan yang gagal dalam mengimplementasikan Customer
Relationship Management karena terlalu fokus pada penerapan teknologi dalam
Customer Relationship Management, sebagai contoh Gartner Group yang
memiliki tingkat kegagalan 55% konsultan MeKinsey merekomendasikan untuk
mengambil langkah mundur dan mempelajari tentang bagaimana membangun
loyalitas pelanggan. Begitu juga halnya dengan Adrian Payne dan pennie frow
dalam journal of marketing (2005:Vol69). Lebih memilih untuk memandang
Customer Relationship Management dari segi strategi yang berfokus pada
pengembangan menguntungkan dan pengelolaan hubungan dengan pelanggan
daripada memandang Customer Relationship Management dari segi teknologi.
dari kutipan – kutipan diatas, dapat disimpulkan bahwa Customer Relationship
Manaement merupakan salah satu kegiatan dalam bisnis untuk mendapatkan
loyalitas pelanggan yang menguntungkan hubungan yang kompleks. Maka dari
itu, bermunculan beberapa definisi tentangCustomer Relationship Management
meningkat hubungan dengan pelanggan cenderung kompleks untuk benar-benar
dipahami secara keseluruhan dengan mudah.
2
2.1.1.1.
Penyebab umum kegagalan Customer Relationship
Management
Penting bagi perusahaan yang sedang atau akan mengimplementasikan
Customer Relationship Management untuk mengevaluasi dan belajar dari
penyebab-penyebab gagalnya Customer Relationship Management yang umum
terjadi pada perusahaan lain. Kembali dalam ulasan christoper Lovelock dan
Jochen Wirtz (2011:363) disebutkan penyebab-penyebab umum kegagalan
Customer Relationship Management tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Melihat Customer Relationship Management sebagai inisiatif teknologi
sering terjadi pergeseran fokus ke arah teknologi dan fitur-fiturnya, karena
bagian teknologi informasi lebih mengambil alih dalam perancangan
strategi Customer Relationship Management yang sering menyebabkan
lemahnya arah strategi dan pemahaman pelanggan dan pasar pada saat
pengimplementasian.
2.
Kurangnya fokus pada pelanggan, banyak perusahaan menerapkan
Customer Relationship Management tanpa tujuan khusus menyampaikan
layanan yang konsisten bagi pelanggan- pelanggan yang bernilai bagi
perusahaan dari semua pelanggan yang ada.
3.
Kurangnya apresiasi bagi nilai hidup pelanggan (ustomer lifetime value)
banyak program pemasaran perusahaan tidak cukup terstruktur dalam
perbedaan propabilitas tiap pelanganya. Selanjutnya, biaya pelayanan
untuk segmen-segmen pelanggan yang berbeda sering kali tidak di pahami
dengan baik.
4.
Kurangnya dukungan dari manajemen puncak, tanpa kepemilikan dan
keterlibatan yang aktif dari manajement puncak, tujuan dari strategi
Customer Relationship Manajement tidak akan bertahan utuh dalam
pengimplementasinya.
5.
Meremehkan tantangan dalam pengintregasikan data, perusahaan sering
gagal dalam mengintergasikan data pelanggan, yang tersebar pada seluruh
organisasi tersebut. Kunci untuk membuka potensi penuh dari Costumer
Relationship Manajement
adalah menyediakan pengetahuan tentang
pelanggan secara real time (keadaan yang sedang berjalan pada saat itu )
kepada semua karyawan yang membutuhkanya.
3
2.1.1.2. Komponen Customer Relationship Management (CRM)
Kotler dan Keller yang di terjemahkan oleh benyamin molan (2009:189),
membagi CRM kedalam tiga komponen utama, yaitu:
1.
Manusia(People)
Manusia adalah faktor utama nomor satu, karena CRM sebenarnya
adalah bagaimana mengelola hubungan atau relasi antara manusia
sehingga bagaimana mengelola hubungan relasi antar manusia sehingga
diperlukan sentuhan pribadi dan manusiawi. Dalam hal ini adalah
karyawan
yang
memiliki
peranan
yang
sangat
penting
dalam
keberlangsungan perlaksanaan CRM, karena merekalah yang melakukan
CRM tsebagai suatu aktifitas atau keinginan perusahaan. Dengan adanya
penerapan CRM telah terjadi suatu perubahan paradigma pemasaran, bila
sebelumnya produksi menjadi fokus utama maka dalam penerapan
CRM,pelangganlah yang menjadi fokus utama.
2.
Proses (Process)
Impelementasi CRM akan merubah proses usaha yang telah ada
sebelumnya. Baik proses usaha yang melibatkan pelanggan secar
langsung maupun yang tidak. Pada CRM seluruh fungsi usaha yang ada
harus berfokus kepada pelanggan. Proses-proses CRM:
a. Identifikasi
Identifikasi pelanggan dan prospek berdasarkan data yang ada, siapa
pelanggan yang menguntungkan, dia tinggal dimana dan mengapa dia
menguntungkan. Kebanyakan perusahaan hanya peduli seberapa besar
keuntungan yang di peroleh dari pelangganya tanpa tahu siapa
pelangganya yang telah memberikan keuntungan. Ada beberapa hal
yang perlu diketahui tentang pelanggan seperti :
i.
Firmagrafik
: yaitu informasi tentang pelanggan
atau perusahaan yang melakukan bisnis dengan
4
kkita, seperti : alamat, bidang bisnis, kode pos dan
sebagainya
ii.
Demografi dan psikografi : yaitu info yang
menyangkut Contact person (pelanggan)
iii.
Infografi : bagaimana contact person menginginkan
cara
interaksi
dalam
mendapatkan
informasi
mengenai dirinya.
b. Diferensiasi
Segmentasikan
pelanggan
berdasarkan
tingkah
laku,
demografi,ekspetasi pelanggan.secara sederhana pelanggan dibagi
menjadi tiga kelompok :
i.
Most Valuable Customer (MVC): adalah pelanggan
yang saati ini memberikan profit besar bagi
perushaan.
ii.
Most
Growable
Customerv
(MGC):
adalah
pelanggan yang menjadi sangat bahagia bila kita
mampu menjalani lebih banyak lagi bisnis dengan
mereka
iii.
Below Zero Customer (BZW): adalah pelanggan
yang membuat rugi karena biaya untuk melayani
lebih besar dari pemasukan.
c. Interaksi
Membuat rencana terbaik untuk berinteraksi dengan pelanggan,
kemudian membuat program kesetiaan pelanggan,cross selling, dan
sebagainya. Semakin lama interaksi terjadi, semakin tahu satu sama
lain, semakin enggan pelanggan pindah kepesaing karena pelanggan
akan merasa berat untuk memulai hubungan baru dengan pesaing.
Interaksi dapat dilakukan dengan e-mail, telepon dan fax,surat,serta
tatap muka.
d. Personalisasi
5
Produk maupun program loyalitas uyang disesuaikan denga keinginan
pelanggan secara terus-menerus.menggunakan semua informasi yang
telah di dapat sebelumnya untuk membuat barang dan jasa sesuai
dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan.
3.
Teknologi (Technology)
Teknologi memiliki peranan dalam CRM. Pertama, adalah
membangun database pelanggan melalui dari sistem operasi hingga
interaksi. Kedua, menganalisa siapa pelanggan paling bagus, dia beli apa,
berapa sering. Ketiga, melaksanakan aktifitas penjualan,marketing dan
customer service dengan menyatukan saluran komunikasi berbeda
(oprational CRM). Salah satunya adalah dengan digital marketing. Digital
marketing adalah penggunaan internet dan penggunaan teknologi
interaktif lain untuk membuat dan menghubungkan dialog antara
perusahaan dan konsumen yang telah teredintifikasi. Pengguna teknologi
yang digunakan yaitu :
- Website perusahaan
Website merupakan komponen besar yang sebaiknya dimiliki oleh
setiap perusahaan, karena selain berfungsi sebagai tempat rujukan
informasi yang resmi mengenai sebuah perusahaan, juga bisa
digunakan untuk membangun brand
- Social Media
Social Media adalah media yang sangat efektif untuk membangun
interaksi yang baik dengan konsumen dan membantu mempertahankan
loyalitas pelanggan. Dengan interaksi yang baik ini perusahaan akan
memperoleh feedback dari konsumen untuk membangun produk dari
twitter,facebook,youtube, linkedIn, Google+ hingga yang baru – baru
ini menjadi popoular Pinterest.
- Advertising Online
Mengiklankan produk secara online juga sangat baik untuk
membangun awerness dari calon konsumen kita, yyang perlu
diperhatikan adalah media periklanan seperti apa yang akan dipilih dan
budget yang akan dikerluarkan harus dianggarkan terlebih dahulu
6
jangan sampai perusahaan tidak memperoleh ROI (Return On
Investment). Bentuk iklan di media digital sangat beragam, mulai dari
banner, hinggasearch engine marketing.
2.1.1.3.
Manfaat Customer Relationship Management (CRM)
Menurut tunggal (2008:10), menyatakan manfaat CRM (Customer Relationship
Management)adalah sebagai berikut:
1.
Mendorong loyalitas pelanggan
Aplikasi CRM memungkinkan perusahaan untuk mendayagunakan
informasi dari semua titik kontak dengan pelanggan, baik via web, call
center, ataupun lewat staff pemasaran dan pelayanan di lapangan.
Konsistensi dan aksessibilitas informasi ini memungkinkan penjualan dan
pelayanan yang lebih baik dengan berbagai informasi penting mengenai
pelanggan itu.
2.
Mengurangi biaya
Dengan kemampuan swalayan dalam penjualan dan pelayanan pelanggan,
ada biaya yang bisa dikurangi.Misalkan dengan memanfaatkan teknolohi
web. Aplikasi CRM juga memungkinkan penjualan atau pelayanan
dengan biaya lebih murah dalam sebuah skema program pemasaran yang
spesifik dan terfokus. Tertuju ke pelanggan yang tepat dan waktun yang
tepat pula.
3.
Meningkatkan efisisensi operasional
Otomasi penjualan dan proses layanan dapat mengurangi resiko turunnya
kualitas pelayanan dan mengurangi beban cash flow. Pengguna teknologi
web dan call center misalnya, akan mengurangi hambatan birokrasi dan
biaya serta proses adminitrasi yang mingkin timbul.
4.
Peningkatan time to market
Aplikasi CRM memungkinkan kita membawa produk ke pasar dengan
lebih cepat dengan informasi pelanggan yang lebih baik, adanya data
trend pembelu oleh pelanggan,sampai integrasi dengan aplikasi ERP
untuk keperluan perencanaan yang lebih baik. Dengan kemampuan
penjualan di web, maka hambatan waktu,geografis, sampai ketersediaan
7
sumber data dapat dikesampingkan untuk mempercepat penjualan produk
tersebut.
5.
Peningkatan pendapatan
Aplikasi CRM menyediakan informasi untuk meningkatkan pendapatan
dan keuntungan perusahaan. Dengan aplikasi CRM, perusahaan dapat
melakukan penjualan dan pelayanan melalui website shingga peluang dari
penjualan secara global tanpa perlu menyediakan upaya khusus untuk
mendukung penjualan dan pelayanan tersebut.
2.1.2. Brand Equity
2.1.2.1
Definisi Brand ( merek)
Merek adalah nama yang membedakan antara satu produk atau jasa perusahaan
dengan produk atau jasa perusahaan lainnya. Keberadaan merek dewasa ini amat
vital. Orang membeli sebuah produk umumnya pada merek yang sudah ia kenal
sebelumnya. Merek yang masih baru tidak akan dilirik bangak pengguna, kecuali iya
menawarkan diferensiasi amat kuat (chandra.2008,p:128)
Pada prinsipnya,tujuan penggunaan merek untuk mengedintifikasi produk atau
jasa sebagai hak milik atau kepunyaan organisasi tertentu dan untuk memfasilitaskan
diferensiasi suatu produk dari produk-produknya.
Bagi Customer, mengutip dari Kapferer, Fandy Tjiptono menjabarkan mengenai
delapan fungsi dan manfaat pokok merek :
a. Fungsi identifikasi,yakni dapat dikenali,dilihat dan diidentifikasi
dengan jelas dan cepat
b. Fungsi praktikalitas, yaitu memungkinkan menghemat waktu dan
energi melalui pembelian ulang yang identik dan loyalitas
c. Fungsi jaminan atau garansi, yakni menjamin diperolehnya kualitas
yang sama dimanapun dan kapanpun cutomer membeli produk atau
jasa yang bersangkutan.
8
d. Fungsi optimalisasi, yaitu memastikan bahwa Customer membeli
produk terbaik dalam kategorinya atau produk yang memiliki kinerja
terbaik dalam tujuan pembelian tertentu
e. Fungsi karakterisasi, yaitu konfirmasi atas citra diri (self – image)
customer atau citra yang di tampilkan pembeli atau customer kepada
pihak lain.
f. Fungsi kontunuitas, yakni adanya kepuasan yang didapatkan dari
familiaritas dan intimasi dengan merek yang sudah sejak lama
dikonsumsi customer
g. Fungsi hedonistik, yakni kepuasan yang berkaitan dengan daya tarik
merek, logo maupun komunikasi.
h. Fungsi etis, yaitu kepuasan berkenaan dengan perilaku merek yang
bertanggung jawab dalam jalinan relasina dengan masyarakat
(misalnya ekologi,penyediaan lapangan kerja,dan iklan yang harmonis
dengan lingkungan sekitar dan norma sosial).
Berbeda dengan sebagian besar penawaran produk fisik yang menggunakan
merek dalam berbagai bentuk, penawaran jasa cenderung lebih terbatas dalam hal
penggunaan merek sebagai basis utama diferensiasi produk.yang paling banyak
dijumpai adalah proses pemberian merek (branding) yang lebih berfokus pada citra
korporasi penyediaan jasa (Tjiptono. 2007,p:97)
Menurut American Marketing Association (AMA) (2013,p.30) merek
merupakan nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi dari mereka,
dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang dan jasa dari satu penjual atau kelompok
penjual dan untuk membedakan mereka dari kompetisi tersebut. secara teknis, maka,
setiap kali seorang marketer menciptakan nama baru, logo, atau simbol untuk produk
baru, ia telah menciptakan sebuah merek
Menurut Durianto, Sugiarto dan sitinjak (2004, p.1) merek merupakan nama,
istilah, tanda, simbol desain, ataupun kombinasinya yang mengedintifikasi suatu
produk atau jasa yang di hasilkan oleh suatu perusahaan.
Menurut Philip Kotler,dkk (2005:97) definisi Merek adalah “ Nama, istilah,
tanda, symbol, desain atau kombinasinya. Yang tujuannya agar dapat mengenali
barang atau jasa dari satu atau sekelompok penjual dan membedakanya dari produk
9
dan jasa para pesaing”.
Merek adalah ide, kata, desain grafis dan suara/bunyi yang mensimbolisasikan
produk, jasa dan perusahaan yang memproduksi produk dan jasa tersebut (Janita,
2005:15).
Berdasarkan uraian di atas merek dapat disimpulkan bahwa merek merupakan
identitas dari suatu produk/jasa yang tidak dapat terpisahkan yang menjadi pembeda
dengan produk/jasa dari pesaing.
2.1.2.2
Peranan dan kegunaan Merek
Merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen yaitu :
BagiProdusen
Menurut Keller (dalam Tjiptono, 2005:20), merek berperan penting sebagai:
1
Sarana identifikasi untuk mempermudah proses penanganan atau
pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian
sediaan dan pencatatan akuntansi.
2
Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek
bisa diproteksi melalui merek dagang terdaftar (registered trade marks),
proses pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten, dan kemasan
bisa diproteksi melalui hak cipta (copyrights) dan desain. Hak – hak
properti intelektual ini memberikan jaminan bahwa perusahaan dapat
berinvestasi dengan aman dalam merek yang dikembangkannya dalam
meraup manfaat dari riset bernilai tersebut.
3
Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga
mereka
bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi dilain waktu. Loyalitas
merek seperti ini menghasilkan predictability dan security permintaan bagi
perusahaan dan menciptakan hambatan masuk yang menyulitkan
perusahaan lain untuk memasuki pasar.
4
Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk
dari para pesaing.
10
5
Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum,
loyalitas pelanggan, dan citra unik untuk yang terbentuk dalam benak
konsumen.
6
Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang.
Bagi KonsumenMerek memiliki delapan fungsi dan manfaat pokok terlihat pada
Tabel 2.1 berikut
Tabel 2.1
Fungsi Merek Bagi Konsumen
11
NO
Fungsi
Manfaat Bagi Konsumen
1
Identifikasi
Bisa di lihat dengan jelas, memberikan makna bagi
produk, gampang mengedintifikasi produk yang
dibutuhkan atau di cari
2
Praktikalitas
Memfasilitasi penghematan waktu dan energi melalui
pembelian ulang identik dan loyalitas
3
Jaminan
Memberikan jaminan bagi konsumen bahwa mereka bisa
mendapatkan kualitas yang sama sekalian pembelian di
lakukan pada waktu dan tempat berbeda
4
Optimisasi
Memberikan kepastian bahwa konsumen dapat membeli
alternatif terbaik dalam kategori produk tertentu dan
pilihan terbaik untuk tujuan spesifik
5
Karakterisasi
Mendapatkan konfirmasi mengenai citra diri konsumen
atau citra yang di tampilkan pada orang lain.
6
Kontinuitas
Kepuasan terwujud melalui familiaritas dan intimasi
dengan merek yang telah digunakan untuk di konsumsi
pelanggan selama bertahun-tahun.
7
Hedonistik
Kepuasan terkait dengan daya tarik merek, logo, dan
komunikasinya
8
etis
Kepuasan berkaitan dengan perilaku bertanggung jawab
merek bersangkutan dalam hubunganya dengan
masyarakat
Sumber : Tjiptono, 2005:21
2.1.2.3
Pengertian Ekuitas Merek
Menurut Leon Schiffaman dan Leslie Lazar Kanuk (2004:215). Brand
Equity adalah “Nilai tambah yang diberikan pada produk oleh merek”.
Menurut Freddy Rangkuti (2004:244) Brand Equity adalah “Sekumpulan
asset (dan liabilities) yang terkait dengan nama merek dan symbol, sehingga
12
dapat menambah nilai yang ada dalam produk atau jasa tersebut. Asset yang
terdapat dalam merek tersebut meliputi Brand Awareness, Perceived Quality,
Brand Assosiation dan Brand Loyalty”.
Menurut Philip Kotler,dkk (2005:102). Brand Equity adalah “Sebagai
dampak pembeda positif setelah mengetahui nama merek terhadap respons,
konsumen kepada produk atau jasa dengan merek tersebut”.
Kotler dan Keller (2007:334) mendefinisikasn merek sebagai nilai tambah
yang diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini dapat dicerminkan dalam cara
konsumen berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar,
dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Ekuitas merek merupakan aset tak
berwujud yang penting, yang memiliki nilai psikologis dan keuangan bagi
perusahaan.
Sedangkan Aaker dalam Kotler dan Keller (2007:339) memandang
ekuitas merek sabagai satu perangkat dari lima kategori aset dan liabilitas merek
yang berkaitan dengan merek yang menambah atau mengurangi nilai yang
diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan/atau pelanggan.
Menurut Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2004:4) ekuitas merek adalah
seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama,
simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan produk
atau jasa baik pada perusahaan maupun pelanggan.
Dari definisi diatas, penulis menyimpulkan bahwa ekuitas merek adalah
seperangkat aset dan liabilitas merek yang dapat memberikan nilai tambah
produk atau jasa.
Persepsi Kualitas
Kesadaran Merek
Asosiasi Merek
13
Aset Kepemilikan
Merek Lainnya
Loyalitas Merek
Ekuitas Merek
(Nama, Simbol)
Memberikan nilai
kepada perusahaan
dengan memperkuat :
Memberikan nilai
kepada pelanggan
dengan memperkuat :
- Efisiensi dan
efektivitas dari
program pemasaran
- Loyalitas merek
- Harga/laba
- Perluasan merek
- Peningkatan
perdagangan
- Keuntungan
kompetitif
- Interpretasi/proses
informasi
- Rasa percaya diri
dalam pembelian
- Pencapaian
kepuasan dari
pelanggan
Gambar 2.1 Konsep Ekuitas Merek
Sumber : Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2004:5)
2.1.2.4.
Unsur Pembentuk Ekuitas Merek
Menurut Aaker dalam Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2004:4) ekuitas
merek dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu :
- Brand awarness : menunjukkan kesanggupan calon pembeli untuk mengenali
atau mengingat kembali bahwa merek merupakan bagian dari kategori
produk tertentu.
- Brand Assosiation: mencerminkan pencitraan merek terhadap suatu kesan
tertentu.
- Perceived quality : mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan
kualitas / keunggulan suatu produk.
- Brand Loyalty : mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan merek
produk.
14
- Aset-Aset kepemilikan merek lainnya : Merek bervariasi dalam hal kekuatan
dan nilai yang dimilikinya dipasar. Pada satu sistem adalah merek yang
tidak diketahui oleh sebagian besar pembeli dipasar.
A.
Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Kesadaran merek (brand awareness) merupakan kesanggupan seorang pembeli
untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari
kategori atau produk tertentu. Bagian dari suatu kategori produk perlu ditekankan
karena terdapat suatu hubungan antara kategori produk dengan merek yang dilibatkan.
(rinaldi & erwin, 2013)
Kesadaran merek (brand awareness) memiliki empat tingkatan akan pencapaian
kesadaran di benak konsumen. Tingkat kesadaran merek yang paling rendah adalah
pengenalan merek (brand recognition) atau disebut juga sebagai tingkatan
pengingatan kembali dengan bantuan. Tingkatan berikut adalah tingkatan pengingat
kembali merek (brand recall) atau tingkatan pengingatan kembali merek tanpa
bantuan, karena konsumen tidak perlu dibantu untuk mengingat merek. Tingkatan
berikutnya adalah merek yang disebut pertama kali pada saat pengenalan merek tanpa
bantuan kesadaran puncak pikiran (top of mind). Top of mind adalah kesadaran merek
tertinggi yang merupakan pimpinan dari berbagai merek yang ada dalam pikiran
konsumen.Kesadaran merek (brand awareness) dapat dicapai dengan beberapa cara:
1.
Menjadi berbeda dan di kenang
Menciptakan suatu pesan atau menjadi istimewa dapat menjadi alasan
bagi konsumen potensial untuk memperhatikan dan mengenang sehingga
meningkatkan kesadaran konsumen akan suatu brand.
2.
Melibatkan slogan atau jingle
Sebuah selogan atau jingle yang mudah dan baik untuk didengar dan
diingat dapat menjadi alat yang jitu dalam menciptakan suatu kesadaran
brand
3.
Penampakan symbol
15
Sebuah symbol mengandung pencitraan visual yang jauh lebih mudah
untuk di ingat jika di banding sebuah kata.
4.
Publisitas
Menggunakan promosi iklan adalah cara yang sangat cocok untuk
meningkatkan
potensial
konsumen
akan
kesadaran
brand.
Iklan
memungkinkan pemasar menggunakan kombinasi symbol, slogan dan
membuat yang berbeda sehingga memudahkan dalam mengirim pesan
kepada konsumen
•
Empat tingkatan Brand Awareness
Menurut Kotler (2006, p268), kesadaran brand dapat di kelompokan
menjadi 4 tingkatan. Keempat tingkatan yaitu:
1. Puncak Pikiran (Top Of Mind)
Puncak pikiran merupakan tingkatan dimana suatu Brand menjadi
yang pertama disebut atau di ingat oleh responden ketika dirinya
ditanya tentang suatu kategori produk
2. Pengingat kembali Brand ( Brand Recall)
Pengingat kembali adalah tingkatan dimana brand disebutkan oleh
responden setelah menyebutkan brand yang pertama kali disebut
sebagai pertanyaan pertama tentang suatu kategori produk.
3. Pengertian Brand (Brand recognition)
Pengenalan brand adalah tingkatan dimana tingkat kesadaran
responden akan suatu brand diukur dengan memberikan bantuan.
Pertanyaan untuk pengenalaln brand memberikan bantuan dengan
menyebutkan ciri-ciri dari produk brand tersebut
4. Tidak Menyadari Brand (Brand Unaware)
Tidak mnyadari brand adalah tingkatan dimana responden tidak
16
mengenal sama sekalai atau tidak tahu mengenai suatu produk
B.
Asosiasi Merek (Brand Association)
Asosiasi merek (brand association) adalah segala sesuatu yang muncul
dan terkait dengan ingatan konsumen mengenai suatu merek. Asosiasi merek
(brand association) mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan
tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut,
produk, geografis, harga, pesaing, selebriti, dan lain – lain.
Aaker dalam Handayani, dkk (2010: 76), mendefinisikan brand
association sebagai segala sesuatu yang terhubung di memori konsumen
terhadap suatu merek. Schiffman dan Kanuk (2000: 111), menambahkan bahwa
asosiasi merek yang positif mampu menciptakan citra merek yang sesuai
dengan keinginan konsumen, sehingga dapat menciptakan rasa percaya diri
konsumen atas keputusan pembelian merek tersebut.
Menurut Simamora (2003: 63), asosiasi merek adalah segala hal yang
berkaitan tentang merek dalam ingatan. Sedangkan menurut Durianto, dkk
(2004: 61), asosiasi merek merupakan segala kesan yang muncul di benak
seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek.
Keller (2003: 731), secara konseptual membedakan tiga dimensi dari
asosiasi merek, yaitu:
1. Strength (kekuatan) Kekuatan dari asosiasi merek tergantung dari
banyaknya jumlah atau kuantitas dan kualitas informasi yang
diterima oleh konsumen. Semakin dalam konsumen menerima
informasi merek, semakin kuat asosiasi merek yang dimilikinya.
Dua faktor yang memengaruhi kekuatan asosiasi merek yaitu
hubungan personal dari informasi tersebut dan konsistensi informasi
tersebut sepanjang waktu.
2. Favorability (kesukaan) Asosiasi merek yang disukai terbentuk oleh
program pemasaran yang berjalan efektif mengantarkan produkproduknya menjadi produk yang disukai oleh konsumen.
17
3. Uniqueness (keunikan) Asosiasi keunikan merek tercipta dari asosiasi
kekuatan dan kesukaan yang membuat suatu merek menjadi lain
daripada yang lain. Dengan adanya asosiasi unik dari suatu merek,
akan tercipta keuntungan kompetitif dan alasan-alasan mengapa
konsumen sebaiknya membeli merek tersebut. Asosiasi unik
dirancang agar konsumen “tidak ada alasan untuk tidak” memilih
merek tersebut.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa asosiasi merek
merupakan segala hal atau kesan yang ada di benak seseorang yang berkaitan
dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang terkait merek
akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen
dalam mengonsumsi atau menggunakan suatu merek atau dengan seringnya
penampakkan merek tersebut dalam strategi komunikasinya, ditambah lagi jika
kaitan tersebut didukung oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain. Sebuah
merek adalah seperangkat asosiasi, biasanya terangkai dalam berbagai bentuk
yang bermakna.
C.
Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
Persepsi kualitas (perceived quality) suatu merek dapat dipahami melalui
pengukuran dimensi yang terkait dengan karakteristik. Dimensi tersebut adalah :
1. Kinerja,
melibatkan
karakteristik
operasional
utama
seperti
kenyamanan mengunakan produk.
2. Pelayanan, mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada
produk tersebut.
3. Kehandalan, yakni konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu
produk dari suatu pembelian ke pembelian berikutnya.
Aaker dalam Handayani, dkk (2010: 84), mendefinisikan perceived quality
sebagai persepsi konsumen terhadap kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa
sehubungan dengan tujuan yang diinginkannya, dibandingkan dengan alternatifalternatif lain. Aaker mengukur persepsi kualitas dengan teknik kuantitatif dengan
18
memberikan pertanyaan- pertanyaan seputar kualitas produk dan jasa
1
Kualitas produk
a. Performance (kinerja): seberapa baik suatu melakukan fungsinya.
b. Features (karakteristik produk).
c. Conformance with specifications (kesesuaian spesifikasi)
d. Reliability (keterandalan).
e. Serviceability (pelayanan).
f. Fit and finish (hasil akhir).
2
D.
Kualitas jasa
a.
Reliability (keterandalan).
b.
Responsiveness (ketanggapan).
c.
Assurance (jaminan).
d.
Emphaty (empati).
e.
Tangibles (bentuk fisik).
Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Loyalitas merek (brand loyalty) merupakan ukuran kedekatan pelanggan pada
sebuah merek. Konsumen yang loyal pada umunya akan melanjutkan penggunaan
merek tersebut walaupun dihadapkan dengan banyak alternatif merek produk pesaing
yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul.
Fungsi loyalitas merek (brand loyalty) bagi perusahaan :
1.
Meningkatkan perdagangan Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek
akan menghasilkan peningkatan perdagangan dan memperkuat
19
keyakinan para perantara pemasaran, seperti pengecer dan distributor.
2.
Menarik minat pelanggan baru Dengan banyaknya pelanggan suatu
merek yang puas dan suka pada merek itu akan menimbulkan perasaan
yakin bagi calon pelanggan untuk mengkonsumsi produk tersebut.
Disamping
itu,
pelanggan
yang
puas
umumnya
merekomendasikan merek tersebut kepada orang
akan
yang dekat
dengannya sehingga akan menarik pelanggan baru.
E.
Aset – Aset Merek Lainnya (Other Proprietary Brand Asset)
Aset – aset lain yang dimaksud adalah royalty, lisensi/merek dagang dan
hak paten. Amir (2005:148) mengatakan bahwa tinggi rendahnya ekuitas
ditentukan oleh:
1. Sejauhmana konsumen akan mengenalnya sebagai sebuah merek
(brand awareness)
2. Sejauhmana konsumen akan loyal untuk selalu membeli merek tersebut
(brandloyalty)
3. Adanya kesesuaian mutu yang diharapkan (perceived quality)
4. Asosiasi tentang suatu hal dengan merek tertentu (strong association)
5. Konsekuensi merek, misalnya dengan mutu atau ketahanan.
6. Nilai lain seperti legalisasi yang dimiliki (hak paten/ trade mark)
2.1.2.5
Membangun Ekuitas Merek
Menurut Kotler dan Keller (2008,p.342), pemasar membangun ekuitas
merek dengan menciptakan struktur pengetahuan merek yang tepat dan
konsumen yan tepat. Proses ini tergantung pada semua kontrak yang berkaitan
dengan merek apakah yang diperkasai oleh pemasar atau tidak. Akan tetapi, dari
sudut pandang manajemen pemasaran, ada tiga perangkat utama pendorong
ekuitas merek:
1. Pilihan awal atas unsur-unsur merek atau identitas membentuk
merek(misalnya,nama
merek,
URL,logo,
bicara,slogan,lagu,kemasan dan tanda)
20
simbol,
karakter,juru
2. Produk dan layanan serta semua aktivitas pemasaran yang menyertai
program pemasaran yang mendukung.
3. Asosiasi lain yang secara tidak langsung dialihkan ke merek dengan
menautkanya dengan beberapa entitas lain (misalnya pribadi, tempat, atau
barang).
2.1.3. Customer Perceived Value
2.1.3.1
Pengertian pelanggan
Menurut Grifin (2005) pelanggan adalah seorang yang menjadi terbiasa
untuk membeli. Kebiasaan itu terbentuk melalui pembelian dan interaksi seiring
selama periode waktu tertentu, tanpa adanya hubungan yamg kuat dan
pembelian berulang, orang tersebut bukanlah pelanggan, ia adlah pembeli.
Pelanggan yang sejati tumbuh seiring dengan waktu.
Menurut Tjiptono dan Chandra (2005) sesuai dengan pandangan
tradisional, konsumen adalah setiap orang yang membeli dan menggunakan
produk atau jasa yang berbeda di perusahaan tersebut. Sesuai dengan pandangan
modern, konsumen mencakup konsumen eksternal dan konsumen internal.
Konsumen eksternal adalah setiap orang pembeli produk atau jasa dari
perusahaan, sedangkan konsumen internal adalah semua pihak yang berbeda
dalam suatu organisasi atau perusahaan yang sama, yang menggunakan jasa
suatu bagian atau departmen tertentu.
2.1.3.2.
Definisi Persepsi Nilai Pelanggan
Pemasar harus berupaya memahami kebutuhan, keinginan, dan permintaan
pasar sasaran. Kebutuhan dan keinginan akan menjadi permintaan bila didukung oleh
kemampuan melakukan pembelian. Agar pembelian terhadap suatu produk bisa
memuaskan, produk yang ditawarkan harus mampu memberikan manfaat yang
bernilai bagi pelanggan. Konsumen akan memilih tawaran yang dianggap
memberikan nilai yang paling banyak.
Nilai dilihat sebagai kombinasi mutu, jasa, dan harga atau didefinisikan sebagai
rasio antara banyaknya yang diperoleh pelanggan dan banyaknya yang diberikan
21
pelanggan. Nilai dapat dilihat terutama sebagai kombinasi mutu, jasa, dan harga,
sedangkan menurut definisinya nilai (value) adalah rasio antara banyaknya yang
diperoleh pelanggan dan banyaknya yang diberikan pelanggan. Manfaat mencakup
manfaat fungsional dan manfaat emosional. Biaya mencakup biaya moneter, biaya
waktu, biaya energi dan biaya fisik. Pemasar dapat meningkatkan nilai tawaran
pelanggan dengan beberapa cara: meningkatkan manfaat, menurunkan biaya atau
harga, meningkatkan manfaat dan menurunkan biaya, meningkatkan manfaat lebih
besar daripada kenaikan biaya, menurunkan manfaat lebih kecil daripada menurunkan
biaya (Kotler dan Keller, 2009: 433).
Persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu untuk memilih,
mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan-masukan informasi guna menciptakan
gambaran dunia yang memiliki arti (Kotler dan Keller, 2009: 203). Persepsi tidak
hanya dipengaruhi rangsangan fisik tapi juga berhubungan dengan lingkungan sekitar
dan keadaan individu yang bersangkutan. Orang bisa memiliki persepsi yang berbeda
atas obyek yang sama karena tiga proses persepsi: a. perhatian selektif, orang lebih
cenderung memperhatikan rangsangan yang berhubungan dengan kebutruhan saat ini,
rangsangan yang mereka antisipasi, rangsangan dengan deviasi yang lebih besar, b.
distorsi selektif, kecenderungan orang untuk mengubah informasi menjadi bermakna
pribadi dan menginterpretasikan informasi itu dengan cara yang akan mendukung prakonsepsi mereka, c. ingatan/retensi selektif, orang cenderung akan melupakan hal
yang dipelajari namun akan mengingat sesuatu yang disukai.
Persepsi konsumen terhadap suatu produk yang ditawarkan di pasar akan
mempengaruhi perilaku pembelian konsumen Perasaan puas atau tidak puas terhadap
suatu produk yang kita beli muncul pada saat kita membandingkan apa yang kita
harapkan dengan apa yang kita rasakan setelah menggunakan produk. Kepuasan
konsumen adalah sejauh mana manfaat sebuah produk dirasakan (perceived) sesuai
dengan apa yang diharapkan pelanggan. Kepuasan pelanggan inilah yang menjadi
tujuan setiap pemasaran. (Amir, 2005:13).
Perceived value merupakan dasar fundamental bagi seluruh aktivitas
pemasaran, dan nilai yang tinggi adalah salah satu motivasi utama pembelian oleh
22
konsumen. Menurut Lai (2004) perceived value adalah penilaian konsumen secara
keseluruhan terhadap manfaat produk dengan didasarkan pada apa yang mereka
terima dan apa yang mereka berikan.
Nilai menunjukkan trade off antara komponen yang diberikan dan diperoleh
konsumen, perceived value adalah perbedaan nilai total konsumen dan total biaya
konsumen (Lin, 2003). Menurut Payne dan Holt (2001) customer perceived value
adalah trade off antara manfaat yang dipersepsikan dan pengorbanan yang
dipersepsikan (atau konsekuensi positif dan negatif). Manfaat yang dipersepsikan
merupakan kombinasi sejumlah elemen yaitu atribut fisik, atribut pelayanan dan
dukungan
teknik
yang
diperoleh
dalam
menggunakan
produk,
sedangkan
pengorbanan yang dipersepsikan meliputi seluruh biaya pembelian yang terjadi pada
saat membeli; misalkan harga pembelian, biaya akuisisi, transportasi, instalasi, biaya
penanganan, perbaikan dan pemeliharaan, dan resiko kegagalan atau kinerja yang
buruk.
Dalam penelitian yang dilakukan Yang dan Peterson (2004) menyatakan
perceived value berpengaruh pada loyalitas konsumen. Perceived valuemengarahkan
pelanggan pada loyalitas dan berpengaruh secara signifikan pada kepuasan.
Kotler dan Keller (2009) menyatakan dalam keterbatasan biaya pencarian, dan
keterbatasan
pengetahuan,
mobilitas
dan
pendapatan
pelanggan
cenderung
pemaksimal nilai, sehingga sangat penting bagi pemasar mengetahui apa itu customer
perceived value (CPV), yaitu selisih antara evaluasi calon pelanggan atas semua
manfaat serta semua biaya tawaran dan alternatif-alternatif lain yang dipikirkan.
Sedangkan total customer value adalah nilai moneter yang dipikirkan atas
sekumpulan manfaat ekonomis, fungsional, dan psikologis, yang diharapkan oleh
pelanggan atas tawaran pasar tertentu dan total customer cost adalah sekumpulan
biaya yang harus dikeluarkan pelanggan untuk mengevaluasi, mendapatkan,
menggunakan dan mengabaikan tawaran pasar tertentu termasuk biaya moneter,
waktu, energi dan psikis.
Konsumen dapat merasakan bahwa nilai yang ditawarkan berbeda berdasarkan
pada nilai personal, kebutuhan, preferensi dan sumber daya keuangannya. Disamping
23
itu, persepsi terhadap nilai juga dapat berbeda sesuai dengan situasi penggunaannya
(Pura, 2005).
Riset yang dilakukan dua pakar pemasaran dari University of Western
Australia, Sweeney dan Soutar (2001) berusaha mengembangkan 19 item ukuran
customer perceived value. Skala yang dinamakan PERVAL (Perceived Value)
tersebut dimaksudkan untuk menilai persepsi pelanggan terhadap nilai suatu produk
konsumen tahan lama pada level merek. Skala ini dikembangkan berdasarkan konteks
situasi pembelian ritel untuk menentukan nilai-nilai konsumsi yang mengarah pada
sikap dan perilau pembelian. Menurut mereka dimensi nilai terdiri empat aspek
utama:
1. Emotional Value, yaitu utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif / emosi
positif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk.
2. Social Value, yaitu utilitas yang didapatkan dari kemampuan produk untuk
meningkatkan konsep diri-sosial konsumen.
3. Quality/Performance Value, yaitu utilitas yang didapatkan dari produk
dikarenakan reduksi biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang.
4. Price/Value of Money, yakni utilitas yang diperoleh dari persepsi terhadap
kualitas dan kinerja yang diharapkan atas produk.
Dalam penelitian ini kami akan menggunakan skala pengukuran yang telah
dikembangkan oleh Sweeney dan Soutar dengan sedikit perubahan disesuaikan
dengan objek yang akan diteliti, yaitu kendaraan roda dua jenis metik yang diproduksi
oleh Perusahaan Jepang
Empat Cara Menetapkan Harga Berdasakan Nilai Yang Diperoleh Oleh
Konsumen
Menurut Ratih Hurriyati (2008:106) terdapat empat cara yang tepat bagi
perusahaan untuk menetapkan harga jasa atau produk berdasarkan nilai yang
diperoleh konsumen yaitu:
a. Nilai adalah harga yang rendah atau murah. Konsumen mempersepsikan
24
bahwa suatu produk atau jasa akan bernilai jika menetapkan harga yang
rendah atau murah.
b. Nilai adalah segala sesuatu yang diinginkan konsumen dalam produk atau jasa
harga yang diterapkan bukan hal yang utama selama konsumen mendapatkan
apa yang diinginkan dari produk atau jasa yang diterima, sehingga nilai
dipersepsikan sebagai kualitas tertinggi dari produk atau jasa.
c. Nilai adalah kualitas yang diterima konsumen dari harga yang dibayarkan
sehingga konsumen melihat nilai sebagai pertukaran yang seimbang antara
uang yang dibayarkan dengan kualitas dari produk atau jasa yang diperoleh.
d. Nilai adalah apa yang diperoleh dari apa yang diberikan. Akhirnya konsumen
menganggap bahwa segala keuntungan yang diperoleh seperti, uang, waktu,
dan usaha dapat menjelaskan arti dari nilai.
Keempat pengertian tersebut dapat diartikan sebagai konsep pengertian ekonomi yang
konsisten: nilai yang diperoleh adalah segala hsail yang didapat oleh konsumen dari
bidang produk atau jasa berdasarkan persepsi dari apa yang diperoleh dan apa yang
diberikan.
Nilai dimata pelanggan yaitu:
1. Harga yang rendah
2. Segala yang diinginkan dari suatu produk
3. Kualitas untuk harga yang dibayarkan
4. Segala sesuatu yang diperoleh untuk segala sesuatu yang diberikan
Biaya mencakup biaya moneter, biaya waktu, biaya energi, dan biaya fisik yang dapat
diformulasikan sebagai berikut:
Manfaat
Nilai=
Manfaat Fungsional+Manfaat Emosional
=
25
Biaya
Biaya Moneter+Biaya Waktu+Biaya Energi+Biaya Fisik
(Ratih Hurriyati 2008:109)
Pemasar dapat meningkatkan nilai tawaran pelanggan dengan beberapa cara,
diantaranya meningkatkan manfaat, mengurangi biaya, meningkatkan manfaat lebih
besar daripada kenaikan biaya, mengurangi manfaat lebih kecil daripada pengurangan
biaya.
Konsumen membeli sesuatu dilakukan berdasarkan kebutuhan tertentu dan
mengharapkan produk tersebut sesuai dengan harapannya, konsumen akan
mengkonsumsi produk dari perusahaan yang dalam persepsi mereka menawarkan
nilai pada pelanggan.
2.1.3.3
Bentuk-Bentuk Nilai
Menurut James G. Bannes yang dikutip dari bauran pemasaran dan
kepuasan konsumen (Ratih Hurriyati 2008:122) nilai dapat diciptakan melalui
berbagai bentuk yaitu:
a. Nilai berbasis karyawan, jenis nilai ini berkaitan dengan level dan tipe
pelayanan yang diterima pelanggan dari karyawan sebuah perusahaan.
b. Nilai yang memampukan banyak perusahaan dihargai oleh pelanggan, bukan
karena produk atau jasa inti mereka, tetapi karena produk atau jasa membuat
pelanggan mampu melakukan sesuatu.
c. Nilai hubungan yang mengacu pada nilai yang tercipta ketika sebuah
perusahaan membuat pelanggannya merasa lebih nyaman berhubungan
dengan perusahaan.
d. Nilai kejutan diciptakan dengan memberikan berita baik atau perlakuan
istimewa, suatu pengalaman yang tidak terlupakan bagi pelanggan.
e. Nilai komunitas mengacu pada kontribusi yang diberikan perusahaan pada
26
komunitas tempat perusahaan tersebut berorientasi.
f. Nilai ingatan adalah nilai yang tercipta ketika pelanggan terlibat dalam sesuatu
peristiwa atau pengalamn yang melekat dalam ingatan mereka dalam jangka
waktu yang panjang.
g. Nilai pengalaman sangat terkait dengan penciptaan nilai pengalamn bagi
pelanggan. Perusahaan menciptakan nilai pengalaman bagi pelanggan dengan
menambahkan hiburan pada penawaran pelayanan atau perusahaan dan
melakukan dengan mengubah pengalaman pelayanan menjadi pengalaman tak
terlupakan dengan menciptakan pelayanan
yang menyenangkan dan
memberikan pelayanan istimewa yang tidak akan dilupakan oleh pelanggan.
Sementara itu Ratih Hurriyati (2008:123) membagi nilai pelanggan menjadi
dua jenis, yaitu rational value dan emotional value, kedua bentuk tersebut dikenal
dengan bintang nilai (value star) masing-masing terdiri dari:
1. Rational value product dan price
2. Emtional value: equity value, exeperience value dan energi value Rational
value didefinisikan pelanggan bahwa nilai adalah harga rendah.
Hal itu diterjemahkan oleh perusahaan dengan melakukan berbagai potongan
harga pada stiap penawaran. Walaupun harga rendah mempengaruhi keputusan
pembelian, tetapi hal ini tidak menciptakan kepuasan pelanggan dalam jangak
panjang, para pelanggan yang mencari harga rendah hanya puas terhadap harga bukan
pada perusahaan. Untuk itu dalam menciptakan hubngan jangka panjang dengan
pelanggan perusahaan harus memahami hati pelanggan. Memahami hati pelanggan
berarti memahami perasaan dan emosi mereka dan akhirnya perusahaan dapat
memberikan nilai yang sifatnya lebih emosional dibanding dengan rasionalnya saja
2.2
Penelitian sebelumnya
27
Tabel 2.2 Penelitian Sebelumnya
1
The Conceptualizing
Analysis of
Materialize to
Dimension of
Customer
Relationship
Management and
Brand Equity
Kumar R , Dr Barani
G and Jagadeesan S
Dalam penelitian ini
dijelaskan
minat
(International
Journal of
Advancements in
Research &
Technology, 2012)
alasan
membangun
sistem formal untuk
mengukur
kinerja
CRM.
Dalam
penelitian
ini
memiliki pandangan
yang
beragam
mengenai set atribut
yang relevan untuk
pengukuran
brand
equity.
2
Customer
Relationship
Management:
Finding value
drivers
Keith A. Richards,
Eli Jones
Dalam penelitian ini
mengidentifikasi dari
manfaat CRM dan
menguji kemampuan
tersebut
(SCIENCE
DIRECT, 2008)
untuk
meningkatkan value
equity
suatu
perusahaan,
brand
equity
dan
relationship
equityyang
merupakan
komponen customer
equity
3
Pengaruh Brand
Equity Flash Disk
Merek Kingston
Oon Boy M S Pane
dan Endang Sulistya
Rini
Terhadap Keputusan
Pembelian Pada
Mahasiswa AMIK
(Jurnal Ekonom,
28
Penelitian ini untuk
mengetahui
pengaruh brand
equity terdiri dari
brand awareness,
brand association,
MBP Medan
Vol 14, No 3, Juli perceived quality
dan brand loyalty
2011)
Terhadap keputusan
pembelian
dari
Kingston flash drive
oleh
mahasiswa
Mbp Medan.
4
Customer
Relationships and
Brand Equity In
China’s Banking
Services
Svetla T. Marinova,
Jinghuan Cui, Marin
A. Marinov
Penelitian ini untuk
mengetahui
pengaruh
(Revista de
Administração
FACES Journal,
2008)
brand
equity
terdiri dari
brand
awareness,
brand
association
dan
hubungan
antara
pelanggan
bagian
layanan
perbankan ritel.
2.3.
Kerangka Pemikiran
CUSTOMER RELATIONSHIP
MANAGEMEN
•
•
•
Technology
People
process
BRAND EQUITY
•
•
•
•
Branf Loyalty
Brand awarness
Perceived quality
Brand association
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
29
COSTUMER PERCEIVED
VALUE
•
•
•
•
Emotional Value
Social Value
Quality Value
Price Value
Pada bagian ini akan diusulkan kerangka pemikiran konseptual yang telah
menjadi model penelitian empiris dan berfungsi sebagai pedoman dalam
melaksanakan penelitian ini selanjutnya yang disajikan dalam bentuk diagram alur
(flowchart). Dalam diagram alur ini, memperlihatkan adanya hubungan kausalitas
antara Customer Relationship Management, Brand equity, Customer Perceived Value.
Dari hubungan antar variabel – variabel yang digambarkan pada kerangka
pemikiran diatas, maka tujuan dari penelitian ini pun dapat secara jelas digambarkan,
yaitu untuk:
1. Untuk mengetahui Seberapa besar pengaruh Customer Relationship
Management terhadap Brand Equity pada PT Barberbox Putranza
Indonesia
2. Untuk mengetahui Seberapa besar pengaruh Customer Relationship
Management terhadap Customer Perceived Value pada PT Barberbox
Putranza Indonesia
3. Untuk mengetahui Seberapa Besar pengaruh Brand Equity terhadap
Customer Perceived Value pada PT Barberbox Putranza Indonesia
4. Untuk mengetahui Seberapa besar pengaruh Customer Relationship
Management dan Brand Equity secara simultan terhadap Customer
Perceived Value pada PT Barberbox Putranza Indonesia
2.4. Hipotesis
Untuk mencapai tujuan dari penelitian, dibutuhkan dugaan-dugaan sementara
dari masing-masing tujuan. Dugaan sementara aau hipotesis tersebut adalah:
H1. Customer Relationship Management berpengaruh secara signifikan terhadap
Customer Perceived Value Pada PT Barberbox Putranza Indonesia
H2. Customer Relationship Management berpengaruh secara signifikan terhadap
Customer Perceived Value pada PT Barberbox Putranza Indonesia
H3. Brand Equity berpengaruh secara signifikan terhadap Customer Perceived
Value pada PT Barberbox Putranza Indonesia
H4. Customer Relationship Management dan dan Brand Equity berpengaruh secara
simultan dan signifikan terhadap Customer Perceived Value pada PT
Barberbox Putranza Indonesia
30
31
Download