1 TESIS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HOTEL BERBASIS TRI HITA KARANA DI KAWASAN PARIWISATA SANUR NI PUTU MASSULI ADI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 2 TESIS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HOTEL BERBASIS TRI HITA KARANA DI KAWASAN PARIWISATA SANUR NI PUTU MASSULI ADI NIM 1391261019 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 i 3 PENGELOLAAN LINGKUNGAN HOTEL BERBASIS TRI HITA KARANA DI KAWASAN PARIWISATA SANUR Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Udayana NI PUTU MASSULI ADI NIM 1391261019 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 ii 4 Lembar Persetujuan Pembimbing TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 4 JUNI 2015 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS. NIP. 195905191986011001 Prof. Dr. Wayan Windia, SU. NIP. 194912151975031001 Mengetahui Ketua Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Udayana Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS. NIP. 196703031994031002 Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S (K). NIP. 195902151985102001 iii 5 Penetapan Panitia Penguji Tesis Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal : 29 Mei 2015 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No. : 1471/UN.14.4/HK/2015 Tanggal 20 Mei 2015 Ketua : Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS. Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. Wayan Windia, SU. 2. Dr. Ir. I Made Adhika, MSP. 3. Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS. iv 6 SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Ni Putu Massuli Adi NIM : 1391261019 Program Studi : Magister Ilmu Lingkungan Judul : Pengelolaan Lingkungan Hotel Berbasis Tri Hita Karana di Kawasan Pariwisata Sanur. Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya yang berlaku. Denpasar, 18 Mei 2015 Hormat Saya, Ni Putu Massuli Adi NIM. 1391261019 v 7 UCAPAN TERIMA KASIH Adalah sebuah kewajiban yang membanggakan bagi penulis untuk menyatakan rasa syukur dan sujud kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya berkat rahmatNYA, tesis ini dapat terwujud. Tidak ada yang terjadi atau tidak terjadi di alam ini, tanpa perkenan Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh karenanya, bagi orang percaya kepada Tuhan, maka selalu harus menyatakan syukur, atas apapun yang terjadi. Melalui media ini, ijinkan Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada yang terhormat. 1. Bapak Prof. Dr. I Wayan Suarna, MS selaku Pembimbing I, yang telah membimbing Penulis dengan sangat teliti, dan dengan penuh kesabaran. Saran-saran yang diberikan, sangat berarti untuk penulisan tesis ini. 2. Bapak Prof. Dr. Wayan Windia selaku Pembimbing II, yang telah banyak memberikan arahan dan perhatian kepada Penulis. 3. Rektor Universitas udayana yang telah memberikan kesempatan dan memberikan fasilitas untuk mengikuti pendidikan di Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana. 4. Direktur Pascasarjana Unversitas Udayana (Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan di Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana. vi 8 5. Bapak Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS selaku ketua Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, yang selalu memberi semangat dan dorongan pada Penulis, untuk menyelesaikan pendidikan di Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana. 6. Bapak-Bapak tim penguji yakni Prof.Dr.I Wayan Suarna, MS; Prof.Dr. Wayan Windia; Prof.Dr. I Wayan Budiasa Suyasa, MS; dan Dr. Ir. I Made Adhika, MSP, yang telah memberikan banyak masukan, sehingga tesis ini menjadi lebih sempurna. 7. Bapak dan Ibu dosen yang telah membimbing Penulis dalam mengikuti pendidikan pada Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana. 8. Teman-teman mahasiswa S-2 pada Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana yang telah banyak memberikan dukungan moril untuk penyelesaian penelitian ini. 9. Ayahnda tercinta (alm. Wayan Astika) dan Ibu tersayang (Gusti Ayu Metri), suami (I Made Mahariadi), anak-anak (Angga, Prisma, dan Tara) dan segenap keluarga, yang penuh semangat memberi dorongan dan pengorbanannya selama ini. Atas doa restunya sehingga tercapai cita-cita dalam meraih harapan dan masa depan yang lebih baik, melalui pendidikan. 10. Kepala Dinas Kebudayaan Prov. Bali dan Kepala UPT Monumen Perjuangan Rakyat Bali (MPRB) serta semua staf yang telah memberikan dukungannya. vii 9 11. Semua keluarga dan sahabat yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu, yang dengan tekun membantu proses studi yang telah dilakukan selama ini. Tanpa ijin dan dukungannya, studi ini tidak mungkin dapat Penulis selesaikan pada waktunya. Diharapkan agar tesis ini bermanfaat bagi dunia akademik dan masyarakat, dalam rangka mengetahui penerapan filsafat Tri Hita Karana pada bisnis perhotelan di Bali, khususnya di Kawasan Pariwisata Sanur. Dimohon kritik, saran, serta mohon maaf bila ada kekurangan dalam tesis ini. Denpasar, Mei 2015 Penulis viii 10 ABSTRACT ENVIRONMENTAL MANAGEMENT OF HOTEL BASED OF TRI HITA KARANA WITHIN THE SANUR TOURISM RESORT In the rapid development process, environmental problem has currently become a global issue. The protest, friction, and conflict that are now happening in the development process is being caused by the people feel pushed in terms of social, economic, as well as environmental aspects. The development in Bali must be stressed in harmony. This is reflected in a Vision of Bali Development, that is: towards Bali Dwipa Jaya based on Tri Hita Karana. The main objectives of this study are: developing criteria for the hotels based on THK, and to know the level of THK application in hotels within Sanur tourism region. Location of study was determined by purposive way. All hotels listed in Sanur Tourism Regions were selected as research subject. It means that it is done a census method. The respondents of the study are the management of each hotel. This research was found that, the indicator of hotels based on THK could be seen from the three elements, namely parhyangan, pawongan, and palemahan. The elements of parhyangan indicator are: the existence of the temple in the hotel; management of the temple; implementation of ritual ceremony in the temple; maintenance of the temple; implementation of religious speech; and provide assistances to the temples in the vicinity of the hotel. Elements of pawongan indicator are: the harmony between the management and employees; presence of Letter of Working Agreement; harmony between the hotel and surrounding communities; and the number of employees supporting the local culture (Bali). Elements of palemahan inicator are: Green Open Space (RTH); garden park in the hotel area; wastewater management; waste management; emissions management; environmental management; Toxic Hazardous Materials management (B3); construction with typical Balinese; and utilization of CSR for greening activities. The score of THK application on hotels within Sanur Tourism Region is 86,97% (very good). The application of each element of THK shown that parhyangan element score is 86.81% (very good), pawongan element score is 90,15% (very good), and the palemahan element score is 74.78% (good). The criteria of good implementation of THK at the hotels, indicate through good implementation of all elements of THK and also the score of THK must also at good category. The indicator of hotel based on THK could be likely developed in the future, and continued to be tested in wider tourism areas, in order to get a standard criterion. Keywords: Hotel, Sanur Tourism Region, Management, Application of Tri Hita Karana. ix 11 ABSTRAK PENGELOLAAN LINGKUNGAN HOTEL BERBASIS TRI HITA KARANA DI KAWASAN PARIWISATA SANUR Saat ini masalah lingkungan telah menjadi isu global, di tengah-tengah proses pembangunan yang berjalan pesat. Protes, friksi, dan konflik yang kini terjadi dalam proses pembangunan, karena manusia merasa telah terdesak secara sosial, ekonomi, dan juga lingkungan. Pembangunan di Bali harus bertumpu pada harmoni, sesuai dengan Visi Pembangunan Provinsi Bali : Menuju Bali Dwipa Jaya yang Berlandaskan Tri Hita Karana. Penelitian di laksanakan dengan tujuan untuk menyusun kriteria hotel yang berbasis THK, dan untuk mengetahui tingkat penerapan THK pada hotelhotel di Kawasan Pariwisata Sanur. Penentuan lokasi penelitian, dilaksanakan dengan cara purposive. Semua hotel yang tercatat di Kawasan Pariwisata Sanur dipilih sebagai sampel. Artinya sampling dilaksanakan dengan cara sensus. Selanjutnya, sebagai responden dalam penelitian ini adalah manajemen hotel yang bersangkutan. Manajemen/pengelolaan hotel adalah bagaimana hotel itu dioperasikan sehari-hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, indikator hotel yang berbasis THK dapat dilihat dari tiga elemen, yakni parhyangan, pawongan, dan palemahan. Indikator elemen parhyangan adalah : adanya pura di hotel; pengelolaan pura; pelaksanaan odalan di pura; pemeliharaan pura; pelaksanaan ceramah agama; dan bantuan kepada pura di sekitar hotel. Indikator elemen pawongan adalah : ada harmoni antara pihak managemen dan pihak karyawan; ada-tidaknya surat Perjanjian Kerja Bersama (PKB); harmoni antara pihak hotel dengan masyarakat sekitarnya; dan jumlah karyawan sebagai pendukung budaya lokal (Bali). Indikator elemen palemahan adalah : Ruang Terbuka Hijau (RTH); taman di kawasan hotel; pengelolaan air limbah; pengelolaan sampah; pengelolaan emisi; pengelolaan lingkungan; pengelolaan Bahan Berhaya Beracun (B3); bangunan dengan ciri khas Bali; dan pemanfaatan CSR untuk kegiatan penghijauan. Tingkat penerapan THK pada hotel di Kawasan Pariwisata Sanur adalah sebesar 86,97% (sangat baik). Penerapan per-elemen THK dapat dilihat bahwa tingkat penerapan elemen parhyangan adalah 86,81% (sangat baik), pawongan adalah 90,15% (sangat baik), dan palemahan adalah 74,78% (baik). Indikator hotel yang berbasis THK dapat terus dikembangkan lebih lanjut, dan terus diuji pada kawasan pariwisata yang lebih luas. Kata Kunci: Hotel, Kawasan, Pariwisata Sanur, Pengelolaan, Penerapan Tri Hita Karana. . x 12 RINGKASAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HOTEL BERBASIS TRI HITA KARANA DI KAWASAN PARIWISATA SANUR Saat ini masalah lingkungan telah menjadi isu global, di tengah-tengah proses pembangunan yang berjalan pesat. Lingkungan alam, sangat penting bagi manusia yang menjadi subyek pembangunan. Protes, friksi, dan konflik yang kini terjadi dalam proses pembangunan, karena manusia merasa telah terdesak secara sosial, ekonomi, dan juga lingkungan. Dampak lingkungan, bisa menyebabkan kehidupan manusia menjadi tidak sehat, terdesak, dan tidak mendapatkan manfaat yang wajar dari proses pembangunan di kawasannya. Hal itu disebabkan karena umat manusia saat ini bersifat sangat teknologis. Manusia yang teknologis adalah manusia yang eksploratif dan eksploitatif, yakni manusia yang selalu berusaha untuk menggali, menikmati, dan kemudian membuang sisanya. Pembangunan hotel di Bali sebagai infrastruktur pariwisata, telah berkembang dengan sangat pesat. Meski sudah ada wacana untuk mengadakan moratorium, namun wacana itu belum menjadi ketetapan pemerintah. Akhirnya, masih dapat disaksikan pembangunan berbagai hotel di kawasan Bali Selatan. Pembangunan, khususnya pembangunan hotel, selalu membawa dampak positif dan juga negatif. Pembangunan hotel dapat memberikan dampak penambahan lapangan kerja, dan penambahan pendapatan asli daerah. Tetapi sebaliknya, dapat juga memberikan dampak pencemaran lingkungan alam, friksi dan konflik sosial dengan masyarakat sekitarnya yang merasa tidak mendapatkan manfaat. Oleh karenanya, dampak negatif tersebut harus mampu dikendalikan. Pembangunan hotel dan infrastruktur lainnya di Bali telah menekankan pada harmoni. Hal ini tercermin pada Visi Pembangunan Provinsi Bali tahun 2006-2026 yakni : Menuju Bali Dwipa Jaya yang Berlandaskan Tri Hita Karana. Esensinya adalah bahwa pembangunan Bali memang diharapkan akan menuju pada kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Namun dalam proses untuk tujuan itu, haruslah dilandaskan pada prinsip harmoni dan kebersamaan, sesuai hakekat konsep Tri Hita Karana. Seiring dengan penerapan THK pada lembaga tradisional subak dan desa adat di Bali, maka hotel yang kini banyak dibangun di Bali, diharapkan juga menerapkan THK. Karena pembangunan hotel dalam proses pembangunan kepariwisataan di Bali memiliki dampak yang sangat besar. Hotel juga memanfaatkan sumberdaya (modal, manusia, dan alam) yang sangat besar. Kalau peningkatan hasil pendapatan yang tinggi tidak diimbangi dengan penerapan harmoni dan kebersamaan (internal dan eksternal), maka akan bisa menimbulkan friksi dan konflik. Bila hal itu terjadi, maka citra Bali sebagai daerah tujuan wisata dunia akan rusak. Hal itu tidak saja merugikan kalangan komponen pariwisata, namun juga bisa menggoncangkan komponen ekonomi masyarakat Bali. xi 13 Oleh karenanya, perlu ada penelitian tentang pengelolaan lingkungan yang berlandaskan THK pada hotel-hotel di Bali, termasuk hotel di kawasan Sanur. Sebagaimana diketahui bahwa Kawasan Pariwisata Sanur adalah kawasan wisata yang tertua di Bali, sebelum akhirnya berkembang kawasan wisata Kuta, Nusa Dua, dan lain-lain. Dengan demikian diharapkan akan dapat dinilai hotel-hotel dengan kriteria pengelolaan lingkungan yang representatif sesuai landasan THK, kriteria hotel yang mengelola lingkungan berbasis THK, dan akan diketahui daftar kondisi hotel dengan tingkat penerapan THK, di Kawasan Pariwisata Sanur. Adapun tujuan pokok dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (i) menyusun kriteria hotel yang berbasis THK; dan (ii) mengetahui tingkat penerapan THK pada hotel-hotel di Kawasan Pariwisata Sanur. Patut diketahui bahwa penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Pariwisata Sanur. Penentuan lokasi penelitian dilaksanakan dengan cara purposive. Penentuan lokasi penelitian dengan cara purposive adalah penentuan lokasi dengan alasan/tujuan tertentu. Alasan penentuan lokasi penelitian di Kawasan Pariwisata Sanur, karena kawasan wisata ini adalah merupakan kawasan wisata tertua di Bali. Kawasan wisata ini terus berkembang, seirama dengan perkembangan kepariwisataan di Bali. Disamping itu, di Kawasan Pariwisata Sanur, telah dibangun berbagai jenis standar hotel, mulai dari hotel melati hingga hotel berbintang lima. Berkait dengan populasi, sampel, dan responden, maka dapat dikatakan bahwa populasi adalah kumpulan individu dengan kualitas dan ciri-ciri yang telah ditetapkan. Sedangkan sampel/responden adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki populasi. Dalam penelitian ini, yang dimaksudkan dengan populasi adalah semua hotel berbintang yang ada di Kawasan Pariwisata Sanur. Semua populasi hotel tersebut dipilih untuk dijadikan sampel, karena jumlahnya adalah 23 buah, dan dapat dijangkau dalam penelitian ini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengambilan sampel dilaksanakan dengan cara sensus. Pengambilan sampel dengan cara sensus adalah yang terbaik, karena semua populasi digunakan sebagai sampel. Hotel yang diambil sebagai sampel adalah hotel yang sudah memiliki ijin. Selanjutnya, sebagai responden dalam penelitian ini adalah manajemen hotel yang bersangkutan. Mereka diminta untuk menjawab berbagai pertanyaan yang dituliskan dalam daftar pertanyaan. Dalam penelitian, data dikumpulkan dengan teknik sebagai berikut : (i) observasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari pengamatan secara langsung terhadap aktivitas hotel, khususnya yang berkait dengan masalah yang diteliti, (ii) studi dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan cara melihat dan mencatat informasi dari berbagai dokumen yang berkait dengan penelitian ini, dan (iii) memberikan daftar pertanyaan kepada managemen hotel yang dijadikan sampel. Selanjutnya, metode analisis yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini adalah metode analisis deskriptif-kualitatif. Data dan informasi yang diperoleh dari fakta yang ada di lapangan, di tata dalam bentuk daftar, tabel, dan data verbal, serta selanjutnya diuraikan dan dibahas secara kualitatif. Sebelum dilaksanakan penelitian lapangan dan hasilnya di analisis, maka alat yang digunakan dalam penelitian itu, yakni berupa daftar pertanyaan, harus diuji dulu kesahihannya (validitasnya), dan juga kehandalannya (reliabilitasnya). Dinyatakan bahwa suatu alat ukur dinyatakan valid bila alat ukur itu mengukur xii 14 suatu konsep yang sebetulnya ingin diukur. Dalam penelitian ini digunakan validitas berdasarkan pendapat para ahli yang memahami konsep yang akan diukur. Bila ahli yang bersangkutan sudah menyatakan bahwa alat ukur ini sudah dapat mengukur apa yang akan diukur, maka dapat dikatakan bahwa alat ukur itu sudah valid. Dalam hal ini alat ukur yang digunakan dalam penelitian, dikonsultasikan dulu kepada pembimbing. Adapun jenis pengukuran validitas yang lain adalah, validitas logik, dan validitas isi. Setelah alat ukur itu dinyatakan sahih (valid), maka alat ukur itu diuji kehandalannya (reliabilitasnya). Suatu alat ukur (daftar pertanyaan) dinyatakan handal, kalau pengertian responden terhadap alat ukur tersebut adalah sama. Alat yang digunakan untuk menguji, yakni dengan uji belah dua (split half test). Namun dapat juga dianalisis dengan software SPSS Vesi 17.0. Alat ukur/daftar pertanyaan dinyatakan reliable (handal), kalau hasil analisisnya signifikan. Dalam proses analisis reliabilitas, dengan menggunakan tujuh sampel, ternyata hasilnya adalah signifikan. Dengan demikian daftar pertanyaannya sudah handal (reliabel). Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahsan penelitian, dan juga dengan mengacu pada tujuan penelitian, maka dapat disimpulkan berbagai hal sebagai berikut. Bahwa, kriteria atau indikator hotel yang berbasis THK dapat dilihat dari tiga elemen, yakni parhyangan, pawongan, dan palemahan. Indikator elemen parhyangan adalah : adanya pura di hotel; pengelolaan pura; pelaksanaan odalan di pura; pemeliharaan pura; pelaksanaan ceramah agama; dan bantuan kepada pura di sekitar hotel. Indikator elemen pawongan adalah : ada harmoni antara pihak managemen dan pihak karyawan; ada-tidaknya surat Perjanjian Kerja Bersama (PKB); harmoni antara pihak hotel dengan masyarakat sekitarnya; dan jumlah karyawan sebagai pendukung budaya lokal (Bali). Indikator elemen palemahan adalah : Ruang Terbuka Hijau (RTH); taman di kawasan hotel; pengelolaan air limbah; pengelolaan sampah; pengelolaan emisi; pengelolaan lingkungan; pengelolaan Bahan Berhaya Beracun (B3); bangunan dengan ciri khas Bali; dan pemanfaatan CSR untuk kegiatan penghijauan. Tingkat penerapan THK pada hotel-hotel di Kawasan Pariwisata Sanur adalah sebesar 86,97% (sangat baik). Sementara itu penerapan per-elemen THK dapat dilihat bahwa tingkat penerapan elemen parhyangan adalah 86,81% (sangat baik), elemen pawongan adalah 90,15% (sangat baik), dan elemen palemahan adalah 83,96% (baik). Berdasarkan uraian pada simpulan, dapat disarankan sebagai berikut. Bahwa kriteria atau indikator hotel yang berbasis THK kiranya dapat terus dikembangkan lebih lanjut, dan terus diuji pada kawasan pariwisata yang lebih luas, sehingga dengan demikian akan didapatkan suatu kriteria yang baku di masa yang akan datang. Dengan demikian akan dapat dijadikan sebagai pegangan pokok dalam menilai penerapan THK pada hotel di Bali, dan mungkin juga di Indonesia. Penerapan THK dengan skor yang sangat baik pada seluruh komponen pengukuran, hanya ditemukan pada elemen pawongan. Untuk itu perlu terus dikembangkan agar pihak hotel di Kawasan Pariwisata Sanur dapat terus diperbaiki, sehingga semua elemen, termasuk pada elemen parhyangan dan palemahan, bisa mencapai skor yang juga sangat baik. xiii 15 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM ....................................................................................... i PRASYARAT GELAR ................................................................................ ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................. iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT.............................................. v UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... vi ABSTRACT ................................................................................................. ix ABSTRAK ................................................................................................... x RINGKASAN ............................................................................................... xi DAFTAR ISI ................................................................................................. xiv DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xviii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xix BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 5 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................. 5 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................. 5 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 6 2.1 Tri Hita Karana ................................................................. 6 2.1.1 Pengertian Tri Hita Karana ...................................... 6 2.1.2 Tujuan Tri Hita Karana ............................................. 7 Lingkungan ........................................................................ 8 2.2.1 Pengertian lingkungan ............................................... 8 2.2.2 Fungsi lingkungan hidup ........................................... 9 BAB II 2.2 xiv 16 2.2.3 Tri Hita Karana dan Pengelolaan Lingkungan 2.3 di Bali ....................................................................... 14 2.2.4 Pengelolaan Lingkungan Hotel ................................. 17 Hotel ................................................................................... 19 2.3.1 Pengertian Hotel ....................................................... 19 2.3.2 Klasifikasi Hotel ....................................................... 19 2.3.3 Penerapan Kearifan Lokal Pada Pengelolaan Hotel BAB III BAB IV BAB V di Bali ....................................................................... 21 KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN....... 23 3.1 Kerangka Berpikir .............................................................. 23 3.2 Konsep Penelitian............................................................... 26 METODE PENELITIAN ............................................................ 29 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................. 29 4.2 Populasi, Sampel, dan Responden ..................................... 29 4.3 Sumber dan Jenis Data ....................................................... 30 4.3.1. Sumber data.............................................................. 30 4.3.2. Jenis data .................................................................. 30 4.4 Pengumpulan Data ........................................................... 31 4.5 Varibel, Indikator, dan Skala Ukur .................................... 31 4.6 Skala Pengukuran .............................................................. 32 4.7 Analisis Data ...................................................................... 33 4.8 Validitas dan Reliabilitas ................................................... 33 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 35 5.1 Keadaan Umum Daerah Sampel ........................................ 35 5.2 Karakteristik Sampel .......................................................... 38 5.3 Pengelolaan Lingkungan Berbasis THK di Kawasan Pariwisata Sanur ................................................................ 40 5.3.1 Pengelolaan lingkungan elemen parhyangan ....... 43 5.3.2 Pengelolaan lingkungan elemen pawongan .......... 44 5.3.3 Pengelolaan lingkungan elemen palemahan ......... 46 xv 17 5.4. Kriteria dan Implementasi Tri Hita Karana pada MasingMasing Hotel ..................................................................... 53 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 58 6.1 Simpulan ........................................................................... 58 6.2 Saran ................................................................................... 59 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 60 LAMPIRAN .................................................................................................. 63 BAB VI xvi 18 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Halaman Jumlah Hotel dan Kamar Hotel Berbintang di Bali, Tahun 2007-2012 ........................................................................... 22 2.2 Distribusi Persentase PDRB Propinsi Bali, Tahun 2009-2012 ..... 22 4.1 Kategori Pencapaian Skor Penerapan THK, pada Hotel di Kawasan Wisata Sanur, Tahun 2014 ......................................... 33 5.1 Keadaan Umum Daerah Sampel .................................................... 35 5.2 Karakteristik Sampel ...................................................................... 39 5.3 Nilai Skor Rata-rata Implementasi Tri Hita Karana ...................... 42 5.4 Implementasi Tri Hita Karana pada Masing-Masing Hotel ........... 54 5.5 Deskripsi Penerapan Elemen Tri Hita Karana (THK) di Kawasan Pariwisata Sanur ............................................................................. 56 xvii 19 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Halaman Etika Lingkungan Sebagai Dasar Pengelolaan Lingkungan Berkearifan Lokal........................................................................... 17 3.1 Diagram Kerangka Penelitian ........................................................ 28 4.1 Lokasi Penelitian Daerah Sampel .................................................. 29 xviii 20 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Lokasi Penelitian .................................................................................. 63 2. Variabel, Indikator, dan Skala Ukur Penelitian tentang Lingkungan Hotel Yang Berbasis THK .................................................................... 64 3. Tes Reliabilitas ...................................................................................... 71 4. Skor Hasil Penelitian. ............................................................................ 74 xix 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini masalah lingkungan telah menjadi isu global, di tengah-tengah proses pembangunan yang berjalan pesat. Lingkungan alam, sangat penting bagi manusia yang menjadi subyek pembangunan. Protes, friksi, dan konflik yang kini terjadi dalam proses pembangunan, karena manusia merasa telah terdesak secara sosial, ekonomi, dan juga lingkungan. Dampak lingkungan, bisa menyebabkan kehidupan manusia menjadi tidak sehat, terdesak, dan tidak mendapatkan manfaat yang wajar dari proses pembangunan di kawasannya. Hal itu disebabkan karena umat manusia saat ini bersifat sangat teknologis. Manusia yang teknologis adalah manusia yang eksploratif dan eksploitatif, yakni manusia yang selalu berusaha untuk menggali, menikmati, dan kemudian membuang (Windia, 2002). Hal itulah menyebabkan, dalam Kode Etik Pariwisata Dunia, yang diterbitkan oleh UNWTO, masalah lingkungan sangat banyak disinggung dan ditekankan untuk diselamatkan. Kalau lingkungan harus dimanfaatkan, agar bermanfaat bagi masyarakat lokal. Di Bali, saat ini pembangunan hotel sebagai infrastruktur pariwisata, telah berkembang dengan sangat pesat. Meski sudah ada wacana untuk mengadakan moratorium, namun wacana itu belum menjadi ketetapan pemerintah. Akhirnya, masih dapat disaksikan pembangunan berbagai hotel di kawasan Bali Selatan. Bappeda Bali (2013) mencatat bahwa pembangunan kamar hotel berbintang telah berkembang dari 19.968 kamar pada tahun 2007 menjadi 39.016 kamar, pada 1 2 tahun 2012. Perkembangannya rata-rata mencapai 9,8 persen per tahun. Angka itu belum termasuk hotel melati, pondok wisata, dan vila. Pembangunan, khususnya pembangunan hotel, selalu membawa dampak positif dan juga negatif. Pembangunan hotel dapat memberikan dampak penambahan lapangan kerja, dan penambahan pendapatan asli daerah. Tetapi sebaliknya, dapat juga memberikan dampak pencemaran lingkungan alam, friksi dan konflik sosial dengan masyarakat sekitarnya yang merasa tidak mendapatkan manfaat. Oleh karenanya, dampak negatif tersebut harus mampu dikendalikan. Kebijakan pembangunan di Bali harus menekankan pada harmoni. Hal ini tercermin pada Visi Pembangunan Provinsi Bali tahun 2006-2026 yakni : Menuju Bali Dwipa Jaya yang Berlandaskan Tri Hita Karana. Esensinya adalah bahwa pembangunan Bali memang diharapkan akan menuju pada kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Namun dalam proses untuk tujuan itu, haruslah dilandaskan pada prinsip harmoni dan kebersamaan, sesuai hakekat konsep Tri Hita Karana. Selama ini, lembaga yang telah menerapkan konsep Tri Hita Karana (THK) di Bali adalah lembaga subak dan desa adat. Kedua lembaga sosial ini (1) menerapkan konsep Parhyangan (harmoni antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa), dengan membangun pura, di tempat mana masyarakat melakukan kegiatan hubungan harmoni antara manusia dengan penciptanya, yakni Tuhan YME. Hal itu dilaksanakan dengan berbagai kegiatan upacara keagamaan. (2) Menerapkan konsep Pawongan (harmoni antara manusia dengan manusia), dengan membuat awig-awig. Hal ini dilaksanakan agar masyarakat mengetahui, 3 apa-apa yang boleh dan tak boleh dilakukannya. Dengan demikian diharapkan akan terjadi harmoni antar manusia dalam masyarakat tersebut. (3) Menerapkan konsep Palemahan (harmoni antara manusia dengan alam), dengan tidak merusak alam dalam pembangunan sawah di kawasan subak. Sementara itu, di desa adat, dilaksanakan pembangunan berdasarkan konsep Tri Mandala. Dalam kaitan tersebut, maka kedua lembaga adat ini dikenal sebagai penopang dari proses pembangunan di Bali (Windia dan Dewi, 2011). Seiring dengan penerapan THK pada lembaga tradisional subak dan desa adat di Bali, maka hotel yang kini banyak dibangun di Bali, diharapkan juga menerapkan THK. Karena pembangunan hotel dalam proses pembangunan kepariwisataan di Bali memiliki dampak yang sangat besar. Hotel juga memanfaatkan sumberdaya (modal, manusia, dan alam) yang sangat besar. Bappeda Bali (2013) mencatat bahwa sumbangan bisnis hotel, pada PDRB Bali terus meningkat. Tahun 2009 tercatat 29,64 % dan tahun 2012 tercatat 30,66 %. Artinya, rata-rata meningkat 0,34 % per tahun. Peningkatan itu, tercatat paling tinggi dibandingkan sektor-sektor lainnya. Tercatat juga secara keseluruhan, pada tahun 2009 sumbangan sektor tersier pada PDRB Bali adalah 64,27%, dan pada tahun 2012 agak menurun menjadi 64,14%. Sementara itu sektor primer pada tahun 2009 sebesar 19,43%, turun menjadi 17,95%. Sektor sekunder yang meningkat dari 11,22% menjadi 17,84%. Kalau peningkatan yang tinggi itu tidak diimbangi dengan penerapan harmoni dan kebersamaan (internal dan eksternal), maka akan bisa menimbulkan 4 friksi dan konflik. Bila hal itu terjadi, maka citra Bali sebagai daerah tujuan wisata dunia akan rusak. Hal itu tidak saja merugikan kalangan komponen pariwisata, namun juga bisa menggoncangkan komponen ekonomi masyarakat Bali. Tantangan proses pembangunan di Bali ke depan tampaknya sangat beragam, baik dari internal masyarakat Bali, maupun tantangan eksternal yang berasal Bali dari luar alam pulau Bali. Tantangan internal adalah bahwa masyarakat Bali tampaknya semakin individualistis, dan materialistis, sebagai akibat dari proses globalisasi. Mereka cendrung tidak memperhatikan kelestarian alam, karena mereka sibuk mengejar keuntungan, efesiensi, dan produktivitas. Hal ini tercermin dari tidak diperhatikannya berbagai peraturan yang berkait dengan pelestarian lingkungan (misalnya, tentang sempadan pantai dan jurang, dan jalur hijau). Untuk tantangan eksternal, tercermin dari adanya migrant dan wisatawan yang membanjiri Pulau Bali. Kalau mereka sulit melakukan adaptasi dengan budaya Bali, maka akan bisa terjadi berbagai konflik sosial. Oleh karenanya, perlu ada penelitian tentang pengelolaan lingkungan yang berlandaskan THK pada hotel-hotel di Bali, termasuk hotel di Kawasan Pariwisata Sanur. Sebagaimana diketahui bahwa kawasan Sanur adalah kawasan wisata yang tertua di Bali, sebelum akhirnya berkembang kawasan wisata Kuta, Nusa Dua, dan lain-lain. Dengan demikian diharapkan akan dapat dinilai hotel-hotel dengan kriteria pengelolaan lingkungan yang representatif sesuai landasan THK, kriteria hotel yang mengelola lingkungan berbasis THK, dan akan diketahui daftar kondisi hotel dengan tingkat penerapan THK, di Kawasan Pariwisata Sanur. 5 1.2. Rumusan Masalah Sesuai bahasan dalam latar belakang tersebut, maka dapat disebutkan bahwa rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah kriteria hotel yang berbasis THK? 2. Bagaimanakah tingkat penerapan THK pada hotel-hotel di Kawasan Pariwisata Sanur? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan pokok dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menyusun kriteria hotel yang berbasis THK. 2. Mengetahui tingkat penerapan THK pada hotel-hotel di Kawasan Pariwisata Sanur. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat akademik : untuk mengetahui penerapan prinsip-prinisp konsep THK dalam bisnis hotel. 2. Manfaat bagi pemerintah : sebagai informasi, agar diketahui bagaimana penerapan THK di kalangan hotel, dan selanjutnya akan dapat diambil kebijakan tertentu dalam rangka menerapkan Visi Pembangunan Provinsi Bali. 3. Manfaat bagi hotel : agar mereka mengetahui tentang sejauh mana penerapan THK di hotelnya, dan kemudian dapat diadakan evaluasi seperlunya, demi kebaikan citra dari hotel tersebut. 4. Manfaat bagi peneliti lain : agar diketahui pengelolaan lingkungan THK di hotel, dan dapat diteruskan atau dilanjutkan dalam penelitian lainnya. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tri Hita Karana 2.1.1. Pengertian Tri Hita Karana Tri Hita Karana terdiri atas tiga kata yaitu tri, artinya, tiga, hita artinya, kebahagiaan atau kesejahteraan dan karana artinya, sebab. Jadi Tri Hita Karana (THK) berarti tiga komponen atau unsur yang menyebabkan kesejahtraan atau kebahagiaan. Ketiga komponen THK itu berkaitan erat antara yang satu dengan yang lainnya. Ketiga komponen THK itu meliputi hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa (Parhyangan), hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia (Pawongan), dan hubungan yang harmonis antara mnusia dengan alam lingkungan (Palemahan). (Sudarta, 2008 : 84). Istilah Tri Hita Karana muncul pada tahun 1969, dalam seminar tentang desa adat. Pada kesempatan itu (Kaler, 1969 dalam Wiana, 2004 : 265) mengimplentasikan Tri Hita Karana dalam wujud tata ruang, dan tata aktivitas dalam desa adat. Unsur-unsurnya disebutkan meliputi Parhyangan (hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa), Pawongan (hubungan yang harmonis antara manusia dngan manusia), dan Palemahan (Hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam lingkungan). Meskipun konsep THK pada dasarnya adalah sebuah landasan yang bersumber dari agama Hindu, sejatinya THK adalah konsep universal yang ada pada semua ajaran agama di dunia (Windia dan Dewi, 2011) 6 7 THK adalah bagian dari budaya Bali. Oleh karenanya, ada analogi yang relevan antara sistem kebudayaan dengan THK tersebut. Koentjaraningrat (1993) menyebutkan bahwa kebudayaan sebagai suatu sistem memiliki elemen/subsistem (i) pola pikir/konsep/nilai, (ii) sosial, dan (iii) artefak. Sementara itu, THK memiliki elemen/subsistem Parhyangan, Pawongan, dan Pelemahan. Pada dasarnya, elemen pola pikir/konsep/nilai, adalah sama dengan Parhyangan. Sementara itu, elemen sosial adalah sama dengan Pawongan. Elemen artefak adalah sama dengan Palemahan. Selama ini sudah cukup banyak ada bahasan yang mengkaitkan THK dengan bidang kajiannya. Di antaranya kaitan dengan pengelolaan lingkungan, pariwisata, kesehatan, dan lain-lain. (Sastrawan, 2005; Pujaastawa, 2005). 2.1.2 Tujuan Tri Hita Karana Tujuan dari THK adalah mencapai kebahagiaan hidup melalui proses harmoni dan kebersamaan. Selanjutnya tujuan THK tersebut, sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Hal ini berarti bahwa lingkungan alam, lingkungan manusia/masyarakat, dan lingkungan pola pikir/konsep/nilai yang berkembang dalam masyarakat akan dapat mempengaruhi tujuan akhir yang akan dicapai oleh filsafat THK tersebut. (Windia dan Dewi, 2011). Oleh karenanya, dalam penelitian ini dikaji tentang lingkungan yang berlandaskan THK. Diharapkan dengan diterapkannya THK dalam pengelolaan hotel, maka harmoni dan juga kebersamaan dalam lingkungan hotel akan dapat dicapai, disamping harmoni dan kebersamaan pihak hotel dengan lingkungan sekitarnya. Diyakini bahwa dengan harmonisnya di internal hotel dan antara hotel dengan pihak eksternalnya, maka 8 hotel itu akan menjadi tenang dan damai, serta penuh dengan keharmonisan dan juga kebersamaan. Kalau hal itu terjadi, maka kunjungan tamu, produktivitas dan keuntungan dari hotel tersebut, akan manjadi maksimal. 2.2. Lingkungan 2.2.1. Pengertian lingkungan Lingkungan, atau sering pula disebut sebagai lingkungan hidup adalah semua benda dan kondisi (termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya), yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada, dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya (Saputro, 2004). Sementara itu, Soemarwoto (2004) mengatakan bahwa lingkungan hidup adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang di tempati yang mempengaruhi kehidupan. Sementara itu, Hayati (2004 ) mengatakan pula bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan keadaan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Menurut Undang- Undang No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa definisi lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhuk hidup, termasuk manusia, dan perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lain. Dengan adanya bahasan tersebut, maka dapat disebutkan bahwa lingkungan hidup pada dasarnya adalah hubungan timbal balik antara manusia dengan benda dan makhluk di sekitarnya yang saling mempengaruhi demi 9 kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan makhluk hidup tersebut. Lingkungan bukan saja merupakan lingkungan fisik, namun dapat juga berupa lingkungan manusia (sosial), dan bahkan lingkungan spiritual. Khusus tentang lingkungan spiritual, tampaknya hal ini bisa terjadi, karena manusia akan memiliki juga karakter dan aktivitas spiritual. Oleh karenanya, lingkungan itu bisa termasuk lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan lingkungan spiritual. Hal ini sesuai dengan tiga komponen yang ada pada filsafat Tri Hita Karana (THK), yakni Parhyangan, yang berkait dengan lingkungan spiritual, Pawongan berkait dengan lingkungan sosial, dan Palemahan berkait dengan lingkungan fisik. 2.2.2. Fungsi lingkungan hidup Lingkungan hidup sangat penting bagi umat manusia. Umat manusia tidak akan dapat tetap eksis kalau mereka tidak didukung oleh lingkungan hidup yang optimal di sekitarnya. Bagaimanapun, kehidupannya manusia akan mengalami kendala, kalau mereka tidak didukung oleh lingkungan yang baik. Oleh karenanya, fungsi lingkungan hidup sangat penting dalam menunjang kehidupan manusia. Kalau berbicara tentang lingkungan hidup, maka sesungguhnya akan berbicara tentang pelestarian fungsi lingkungan hidup, daya dukung lingkungan hidup, dan daya tampung lingkungan hidup. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain, dan daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup 10 untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Dalam kaitan dengan lingkungan hidup, tampaknya ada keterkaitan dengan prinsip yang dianut dalam hukum administrasi. Dalam hal ini hukum administrasi merupakan dasar atau landasan dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan, termasuk dalam mengatur lingkungan hidup. Penyelenggaraan pemerintahan dan negara, selalu meletakkan pada prinsip berdasarkan peraturan perundang-undangan. Peraturan tersebut dijadikan landasan dalam hukum administrasi yang merupakan instrumen dalam pengendalian masyarakat (Lutfi, 2004:9). Dalam hal ini, Hukum Tata Lingkungan (HTL), mengatur penataan lingkungan guna mencapai keselarasan hubungan antara manusia dan lingkungan hidup, baik lingkungan hidup fisik maupun lingkungan hidup sosial budaya. Bidang garapannya meliputi : tata ruang, tata guna tanah, tata cara peran serta masyarakat, tata cara peningkatan pelestarian fungsi lingkungan, tata cara penumpahan dan pengembangan kesadaran masyarakat, tata cara perlindungan lingkungan dan pemulihan lingkungan serta penataan keterpaduan pengelolaan lingkungan hidup. (Taufik, 2004:11). Patut dicatat bahwa salah satu keterancaman bagi lingkungan hidup menurut ahli hukum lingkungan (Siahaan, 2004:56), adalah kehadiran pembangunan sebagai kebutuhan bagi masyarakat dan bangsa. Kehadiran pembangunan mungkin tidak akan menyumbang kerusakan tata ekologi separah yang terjadi sekarang, bila paradigma atas pembangunan itu dilihat sebagai hubungan yang tidak bertolak belakang dengan persoalan lingkungan. Tetapi, 11 justru pembangunan ditafsirkan sebagai tujuan dari segalanya. Hal itu terjadi, karena ada banyak pendapat bahwa ada kecenderungan bahwa pembangunan itu dapat menyelesaikan kemiskinan, keterbelakangan dan masalah-masalah sosial ekonomi lainnya. Dalam hal ini peranan penerapan THK adalah sangat penting dalam pembangunan, agar pembangunan tersebut dilaksanakan dengan tetap memperhatikan harmoni dengan lingkungan hidup. Perkembangan pembangunan nasional menunjukkan bahwa sejak era 1970-an sampai sekarang, bahwa perhatian terhadap sumberdaya alam dan lingkungan hidup dalam gerak maju pembangunan nasional makin menguat dan mengkristal dimata para pengambil keputusan Hal ini adalah hal yang sangat menggembirakan. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup diarahkan agar dalam segala usaha pendayagunaannya tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan serta kelestarian fungsi dan kemampuannya. Dengan demikian, di samping dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi pembangunan dan kesejahteraan rakyat tetap bermanfaat pula bagi generasi mendatang. Sesuai Peraturan Presiden nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, disebutkan bahwa, sumberdaya alam dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidupnya. Sumber daya alam memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resource based economy) dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan (life support system). Sementara itu, dalam penyelenggaran tugas-tugas administrasi negara, pemerintah banyak mengeluarkan kebijaksanaan yang dituangkan berbagai bentuk 12 kebijakan. (Ridwan, 2007:187), menyatakan bahwa salah satu kebijakan pembangunan lingkungan hidup menurut Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional khususnya Aspek Pembangunan Lingkungan Hidup, diarahkan untuk hal-hal sebagai berikut. 1. Mengarusutamakan (mainstreaming) prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Artinya, pembangungan lingkungan hidup harus diarahkan agar pembangunan tersebut dapat berkelanjutan, dan dapat tetap dinikmati oleh generasi yang akan datang. 2. Meningkatakan koordinasi pengelolaan lingkungan hidup ditingkat nasional dan daerah. Artinya, pembangunan lingkungan hidup harus mampu mengkoordinasikan berbagai stakeholders di tingkat nasional dan daerah. 3. Meningkatkan upaya harmonisasi pengembangan hukum lingkungan dan penegakannya secara konsisten terhadap pencemaran lingkungan. Artinya, pembangunan lingkungan hidup harus mampu mengembangkan hokum lingkungan dan menegakkannya untuk dapat menghindari pencemaran lingkungan. 4. Meningkatkan upaya pengendalian dampak lingkungan akibat kegiatan pembangunan. Artinya, pembangunan lingkungan hidup mampu mengendalikan dampak lingkungan hidup sebagai akibat dari proses pembangunan. 5. Meningkatkan kepastian pengelola lingkungan hidup baik ditingkat nasional maupun daerah terutama dalam menangani permasalahan yang bersifat akumulasi, fenomena alam yang bersifat musiman dan bencana. Artinya, 13 pembangunan lingkungan hidup harus dapat meningkatkan kepastian pihak pengelola lingkungan hidup, khususnya dalam rangka menangani pernasalahan lingkungan hidup. 6. Membangun kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup dan berperan aktif sebagai kontrol sosial dalam memantau kualitas lingkungan hidup. Artinya, pembangunan lingkungan hidup harus mampu membangun kesadaran masyarakat dalam melakukan kontrol sosial yang berkait dengan kondisi lingkungan hidup. 7. Meningkatkan penyebaran data dan informasi lingkungan, termasuk informasi wilayah-wilayah rentan dan rawan bencana lingkungan dan informasi kewaspadaan diri terhadap bencana. Artinya, pembangunan lingkungan hidup harus mampu menyebebarkan data dan informasi tentang lingkungan hidup, termasuk informasi tentang wilayah yang rentan bencana dan kewaspadaan tentang bencana. Memperhatikan komitmen bangsa Indonesia terhadap lingkungan hidup dalam agenda pembangunan nasional, pada dasarnya telah menunjukkan kepedulian tinggi melindungi lingkungan hidup. Khususnya perlindungan dari ancaman kerusakan atau pencemaran akibat menguatnya aktivitas pembangunan nasional dalam jangka panjang. Kepedulian bangsa Indonesia terhadap lingkungan hidup ini, secara teoritis-idealistis adalah sebauah tuntutan yang sulit terhindarkan oleh pemegang kekuasaan. Khususnya dalam mengartikulasikan gerak maju pembangunan itu sendiri, terutama implikasinya terhadap masalah lingkungan hidup di Indonesia. 14 2.2.3. Tri Hita Karana dan pengelolaan lingkungan di Bali Landasan yang digunakan dalam rumusan visi pembangunan di Bali adalah filsafat Tri Hita Karana (THK). Hal itu bermakna bahwa semua aktivitas kemasyarakatan di Bali harus dilaksanakan berlandaskan prinsip THK tersebut. Demikian pula dalam hal pengelolaan lingkungan. Salah satu prinsip dalam pengelolaan lingkungan di Bali adalah Tri Mandala. Tri mandala adalah salah satu elemen dari penerapan THK, di mana untuk dapat terjadi harmoni, maka lingkungan palemahan dalam suatu kawasan tertentu (pekarangan, pura, dan lainlain) harus ditata berlandaskan konsep hulu, tengah, dan teben (hilir). Kawasan hulu, dalam konsep Tri Mandala, disebut dengan Utama Mandala, di mana di kawasan itu dibangun kawasan suci, seperti halnya untuk bangunan suci untuk para Ide Betara (pura, dan merajan). Kawasan tengah, dalam konsep Tri Mandala, disebut dengan Madya Mandala, di mana di kawasan itu, dibangun untuk kepentingan manusia (rumah tempat tinggal). Selanjutnya, kawasan teben (hilir) dalam konsep Tri Mandala, disebut dengan Niste Mandala, di mana di kawasan itu, digunakan untuk kepentingan tebe yakni untuk binatang (sapi dan babi) dan juga tumbuhan. Karena areal kawasan saat ini semakin sempit, maka diterapkan pula konsep Tri Angga. Konsep ini diterapkan dalam bangunan yang vertikal (bertingkat). Maka pada bagian yang paling atas dimanfaatkan untuk kawasan suci, di bagian tengah untuk manusia, dan di bagian bawah dimanfaatkan untuk hal-hal yang sifatnya tidak suci (gudang, garase, kandang binatang, dan lain-lain). 15 Prinsip THK juga diterapkan di lingkungan persawahan dan subak. Pada kawasan persawahan milik petani anggota subak, maka kawasan tempat masuknya air pada persawahan dianggap sebagai kawasan hulu. Di sini dibangun sanggah-catu, di tempat mana petani melaksanakan berbagai ritual sebelum mereka melakukan kegiatan di areal sawahnya. Kawasan sawah adalah merupakan kawasan tengah, di tempat mana petani melakukan kegiatan pertaniannya. Sementara itu, kawasan hilir adalah tempat pembuangan air irigasi dari persawahan petani, setelah dimanfaatkan pada persawahan petani. Sementara itu pada kawasan subak, maka pada kawasan persawahan yang paling hulu dibangun pura subak, kawasan tengah sebagai tempat aktivitas pertanian anggota subak, dan kawasan hilir adalah tempat pembuangan air dari subak yang bersangkutan, setelah dimanfaatkan air tersebut oleh petani anggota subak. Prinsip-prinsip THK juga telah dimanfaatkan dalam berbagai penelitian yang berkait dengan lingkungan. Windia, dkk (2007) memanfatkan prinsip THK dalam mengkaji pengembangan kebun salak di Desa Sibetan, Kab. Karangasem, sebagai kawasan agrowisata. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa kajian dalam pengembangan agrowisata agar menggunakan konsep THK, yakni mengkaji dari aspek parhyangan, yang dalam sistem kebudayaan dianalogikan dengan aspek nilai-nilai. Aspek pawongan dianalogikan dengan aspek sosial, dan palemahan dianalosikan dengan aspek artefak (kebendaan). Djelantik (2011) mengukur penerapan THK di kawasan kebun salak di Desa Sebetan, Kab. Karangasem. Ditemukan bahwa penerapan THK di kawasan kebun salak di Desa Sebetan adalah cukup baik, yakni 41%. Sementara itu, 16 Sudarta (2012) mengukur penerapan THK pada subak di kawasan perkotaan, yakni di Subak Anggabaya, Kota Denpasar. Ditemukan bahwa penerapan pada subak tersebut adalah kategori baik, yakni 67 %. Penelitian yang dilakukan Djelantik (2011) dan Sudarta (2012) menunjukan bahwa penerapan THK yang dilakukan oleh petani di suatu kawasan subak, cendrung lebih baik dibandingkan dengan di lahan kering. Suarna (2007) mengkaitkan lingkungan yang ber-kearifan lokal dengan etika lingkungan. Dikatakan bahwa etika lingkungan adalah sebagai landasan dasar dari pengelolaan lingkungan yang ber-kearifan lokal. Patut dicatat bahwa kearifan lokal adalah sesuatu yang telah dilakukan secara turun-temurun dalam suatu kawasan tertentu, dan hal itu telah dianggap baik dan telah teruji oleh waktu, yang menyebabkan terjadinya keberlanjutan. Sementara itu, etika adalah ketentuan tentang apa yang boleh dan tak boleh dilakukan oleh seseorang dalam suatu kawasan tertentu, sehingga memungkinkan terjadinya keberlanjutan. Dengan demikian, memang ada hubungan yang terkait antara etika lingkungan dan kearifan lokal dalam suatu kawasan lingkungan yang bersangkutan. Adapun keterkaitan itu, dijelaskan dalam Gambar 2.1. Pada Gambar 2.1. dijelaskan tentang keterkaitan antara lingkungan unsur abiotik (A), biotik (B), dan budaya/cultur (C). Ketiga unsur ini saling berkaitan, yang berlandaskan pada etika lingkungan (E). Hal inilah yang disebutkan sebagai etika lingkungan sebagai landasan dasar dalam proses pengelolaan lingkungan ber-kearifan lokal. 17 A B C E Gambar 2.1. Etika Lingkungan Sebagai Dasar Pengelolaan Lingkungan Berkearifan Lokal (Suarna 2007). Keterangan : A = unsur Abiotik; B = unsur Biotik; C = unsur budaya/Cultur; E = unsur Etika. 2.2.4. Pengelolaan lingkungan hotel Setiap komunitas pasti memiliki lingkungan tersendiri. Demikian pula halnya dengan hotel. Sebagai komunitas bisnis, hotel memiliki lingkungan, yang sifatnya internal dan eksternal. Pengelola hotel harus mampu menjaga/mengelola lingkungannya di tingkat internal, dan juga lingkungan eksternal-nya, agar tetap terjaga harmonis. Dengan demikian kegiatan bisnisnya, dapat berjalan dengan maksimal. Para wisatawan yang menginap di hotel memerlukan keamanan dan kenyamanan dalam perjalanan proses wisatanya. Kalau keamanan dan kenyamannya terganggu, maka para wisatawan tidak akan betah tinggal di kawasan tersebut. Masyarakat Bali memiliki filsafat hidup yang disebut dengan Tri Hita Karana (THK), yang tercermin dalam Visi Provinsi Bali. Maka filsafat THK 18 inilah yang harus diterapkan dalam pengelolaan lingkungan hotel. Dalam hal ini pihak pengelola hotel harus dengan sadar membangun komitmen membangun harmoni antara manusia dengan Tuhan, melalui berbagai kegiatan yang bersifat spiritualitas. Dalam hal ini pihak hotel harus mendorong karyawannya melakukan kegiatan keagamaan, dan membantu berbagai kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat sekitarnya. Kegiatan semacam itu disebut dengan implementasi konsep Parhyangan. Sementara itu pihak hotel juga harus menjaga keharmonisan antar sesama karyawan, antara karyawan dengan pihak pengelola hotel, dan juga antara pihak hotel dengan masyarakat sekitarnya. Hal itu dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku, atau berdasarkan kesepakatan yang telah disepakati bersama. Kegiatan semacam itu adalah implemantasi dari konsep Pawongan. Selanjutnya, pihak hotel juga harus menjaga lingkungan alam di dalam hotel, dan juga membantu kelestarian lingkungan alam di luar hotel. Hal ini adalah implementasi dari konsep Palemahan. Dengan demikian, yang dimaksudkan dengan pengelolaan/manajemen hotel dalam penelitian ini adalah bagaimana hotel dikelola sehari-hari, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan, sesuai dengan tujuan perusahan. Disamping itu, pengelolaan hotel juga bertujuan agar terjadi harmoni di kalangan intern hotel dan juga harmoni dengan lingkungan sekitarnya. Hanya dengan adanya harmoni itulah hotel akan dapat dikelola dengan maksimal, agar tujuan perusahan dapat dicapai dengan optimal. 19 2.3. Hotel 2.3.1. Pengertian hotel Hotel adalah satu jenis akomodasai yang mempergunakan sebagaian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan, makanan dan minuman, serta jasa lainnya untuk umum, yang dikelola secara komersial serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam keputusan pemerintah (SK Menparpostel Nomor : Km34/HK103/ MPPT 1987). Sementara itu Groiler Electronis Publising. Inc (1995) mengatakan hotel adalah usaha komersial yang menyediakan tempat untuk menginap, makanan, minum, dan pelayanan lain untuk umum. Stedmon dan Kasavana (2004 ) mengatakan pula bahwa hotel dapat didefinisikan sebagai sebuah bangunan yang dkelola secara komersial dengan memberikan fasilias penginapan untuk umum dengan fasilitas pelayanan sebagai berikut : (1) pelayanan makan dan minum, (2) pelayanan kamar, (3) pelayanan barang bawaan, pencuci pakaian dan dapat mengunakan fasilitas perabotan dan dapat menikmati hiasan-hiasan yang ada di dalamnya. Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa pada prinsipnya hotel adalah sebuah tempat penginapan bagi umum yang bersifat komersial, dan disamping itu hotel juga menyediakan berbagai fasilitas lainnya untuk kepentingan tamu yang menginap di sana. 2.3.2. Klasifikasi hotel Kriteria dan klasifikasi hotel dikeluarkan oleh Deparpostel, di mana hal itu ditetapkan oleh Dirjen Pariwisata, yakni dengan SK : Kep-22/U/VI/78, tahun 20 1978. Disamping itu, kriteria klasifikasi hotel berdasarkan bintang, dicatat pula oleh Sugiarto dan Sulatiningrum (2001), sebagai berikut. 1. Klasifikasi hotel berbintang satu. Persyaratan : (1) jumlah kamar standar, minimum 15 kamar (2) kamar mandi di dalam (3) luas kamar minimum 20 m2. 2. Kasifikasi hotel berbintang dua. Persyaratan : (1) jumlal kamar standar minimum 20 kamar (2) kamar suite minimum 1 kamar. (3) kamar mandi di dalam (4) luas kamar standar minimum 22 m2 (5) luas kamar suite minimum 44 m2. 3. Klasifikasi hotel berbintang tiga. Persyaratan : (1) jumlah kamar standar, minimum 30 kamar (2) jumlah kamar suite, minimum 2 kamar (3) kamar mandi di dalam (4) luas kamar standar minimum 24 m2 (5) luas kamar suite minimum 48 m2. 4. Klasfikasi hotel berbintang empat. Persyaratan : (1) jumlah kamar standar , minimum 50 kamar (2) jumlah kamar suite minimum 2 kamar (3) kamar mandi di dalam (4) luas kamar standar minimum 24 m2 (5) luas kamar suite, minimum 24 m2. 5. Klasifikasi hotel berbintang lima. Persyaratan : (1) jumlah kamar standar, minium 100 kamar, (2) jumlah kamar suite, minmum 4 kamar, (3) kamar mandi di dalam, (4) luas kamar standar, minimum 26 m2 (5) luas kamar suite, minimum 52 m2. 21 2.3.3. Penerapan kearifan lokal pada pengelolaan hotel di Bali Perkembangan pariwisata dan pembangunan akomodasi hotel di Bali telah dimulai sejak awal Abad ke-20. Covarubias (2013) menceritakan pengalamannya berwisata di Bali dan menginap pada beberapa tempat penginapan di Bali. Para wisatawan banyak berkunjung ke Bali, karena mereka menyaksikan berbagai kearifan lokal di Bali. Kearifan lokal juga diterapkan dalam bangunan hotel di Bali, sejak dahulu, hingga saat sekarang. Pada setiap kawasan hotel di Bali selalu ada kawasan hulu tempat bangunan suci (pura untuk hotel yang bersangkutan), di mana dilakukan berbagai aktivitas ritual yang justru menjadi daya tarik bagi wisatawan. Yayasan Tri Hita Karana, juga secara rutin melakukan penilaian terhadap hotel-hotel di Bali yang didasarkan pada prinsip sukarela. Dalam hal ini, hanya hotel-hotel yang mendaftarkan diri saja (secara sukarela) yang dinilai penerapan THK-nya. Sedangkan dalam dalam penelitian ini, semua hotel di Kawasan Sanur (sensus) akan dinilai penerapan THK-nya. Mungkin karena Bali secara konsisten menerapkan kearifan lokal dalam pembangunan kepariwisataan, termasuk dalam pembangunan hotel, maka perkembangan pariwisata di Bali secara nyata terus meningkat. Adapun rincian perkembangan hotel berbintang dan kamar yang tersedia, terlihat pada Tabel 2.1. 22 Tabel 2.1. Jumlah Hotel dan Kamar Hotel Berbintang di Bali, Tahun 2007-2012 Jumlah kamar dan hotel berbintang (buah) Hotel Kamar 1. 2007 153 19.968 2. 2008 155 20.719 3. 2009 157 21.118 4. 2010 158 20.588 5. 2011 161 20.753 6. 2012 277 39.016 Sumber : Bappeda Provinsi Bali (2013). No Tahun Tabel 2.1. memperlihatkan bahwa perkembangan jumlah hotel dan kamar di Bali terus menerus terjadi peningkatan. Peningkatan yang paling nyata terlihat pada tahun 2012. Sementara itu, sumbangan sektor pariwisata di Bali, khususnya dari bisnis hotel, juga terus meningkat. Sumbangan antar sektor ekonomi di Bali dapat dlihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Distribusi persentase PDRB Propinsi Bali, Tahun 2009-2012 Tahun 2010 2011 2012 % 1. Pertanian, peternakan, kehutanan, dan 18,79 18,14 17,34 17,21 perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 0,64 0,70 0,73 0,74 3. Industri pengolahan 9,27 9,18 8,95 8,92 4. Listrik, gas, dan air bersih 1,93 1,89 8,95 8,92 5. Bangunan 4,58 4,55 4,68 4,65 6. Perdagangan, hotel, dan restoran 29,64 30,01 30,62 30,68 7. Pengangkutan dan komunikasi 13,59 14,44 14,46 12,44 8. Keuangan,persewaan, dan jasa perusahan 7,02 6,82 14,53 4,50 9. Jasa-jasa 19,54 14,27 14,53 11,87 Sumber : Bappeda Prop. Bali (2013). No. Lapangan Usaha 2009 23 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Perkembangan kepariwisataan di Bali saat ini, khususnya pembangunan hotel di kawasan perkotaan (city hotel) berkembang sangat pesat (Tabel 2.1). Pembangunan hotel dan infrastuktur pariwisata lainnya, dianggap oleh berbagai kalangan sebagai penyebab meningkatnya alih fungsi lahan di Bali, sehingga menjadi kanibal bagi sektor pertanian, yang dapat merusak lingkungan alam Bali (Windia,2014). Disamping merusak lingkungan alam Bali, bangunan hotel di kawasan perkotaan cendrung tidak memperhatikan prinsip kearifan lokal Bali, tidak memperhatikan arsitektur Bali, dan tidak banyak memberikan sumbangan pada masyarakat sekitarnya, khususnya pada perkembangan adat dan budaya masyarakat di sekitarnya (Windia dan Dewi, 2011). Hal tersebut mungkin saja terjadi, karena beberapa pengelola hotel tersebut belum memahami filsafat Tri Hita Karana (THK), Tri Mandala, Tri Angga, dan lain-lain. Dengan demikian dalam implementasinya belum dapat dilaksanakan secara optimal dalam pengelolaan hotelnya. Penerapan kearifan lokal tersebut, khususnya THK semestinya menjadi keharusan, sesuai dengan visi pembangunan Provinsi Bali. Implementasi THK menjadi sangat penting agar terjadi harmoni di kalangan internal hotel dan juga harmoni antara hotel dengan masyarakat sekitarnya. Masyarakat . Bali memiliki kearifan lokal, diantaranya berupa filsafat hidup, yakni THK. Hakekat dari filsafat THK adalah membangun harmoni 23 24 dalam kehidupannya, agar tidak terjadi konflik dan friksi dalam masyarakat. Harmoni adalah filsafat hidup yang universal, yang ada pada setiap suku dan ajaran agama. Namun hanya di Bali ada lembaga sosial-tradisional yang menerapkannya yakni subak dan desa adat/pakraman (Arif, 1999). Filsafat THK yang berkembang dalam masyarakat Bali, telah diangkat menjadi visi pembangunan Pemerintah Daerah Provinsi Bali (2006-2026), yakni Menuju Masyarakat Bali Dwipa Jaya, yang berlandaskan Tri Hita Karana. Hal ini bermakna bahwa seyogyanya seluruh sektor masyarakat di Bali harus menerapkan filsafat THK dalam kehidupannya, termasuk kalangan bisnis hotel. Saat ini perkembangan bangunan hotel di Bali banyak yang tidak mengikuti kearifan lokal, khususnya yang berkait dengan arsitektur bangunannya. Dengan demikian tidak ada kesan bahwa hotel itu berada di Pulau Bali. Padahal kesan seperti itu sangat penting, agar Bali tampak spesifik. Kedatangan wisatawan ke Bali, banyak disebabkan karena Bali memiliki suasana yang spesifik/khas. Tanpa adanya kekhasan, maka Bali mungkin akan ditinggalkan oleh para wisatawan. Bisnis hotel memegang peranan penting dalam kehidupan perekonomian Bali. Peranannya semakin tahun semakin meningkat. Dengan demikian, kalau kalangan hotel mengalami goncangan, maka akan sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat Bali. Oleh karenanya, pihak perhotelan di Bali harus menerapkan konsep THK, agar terjadi harmoni di internal hotel dan antar hotel dengan masyarakat sekitarnya. Kawasan wisata Sanur adalah kawasan pengembangan pariwisata yang tertua di Bali, dan bahkan berkembang sejak awal 25 Abad ke-20. Oleh karenanya, hotel di kawasan ini perlu menjadi teladan dalam menerapkan berbagai kearifan lokal Bali, diantaranya filsafat THK. Gejala umum yang muncul dalam bisnis, termasuk hotel, adalah bahwa mereka pasti mengutamakan keuntungan, efesiensi, dan produktivitas. Kalau hal itu saja yang diutamakan untuk dikejar oleh pihak hotel, maka hotel itu tidak akan memberi manfaat yang optimal bagi masyarakat. Baik masyarakat yang bekerja sebagai pekerja di internal hotel, dan masyarakat yang berada di eksternal hotel. Selanjutnya pasti akan terjadi friksi dan konflik, karena ada ketidak-puasan sosial. Dalam jangka pendek, mungkin saja hotel itu akan berlimpah keuntungan. Namun dalam jangka panjang, kalau ada konflik sosial, maka hotel itu akan kehilangan citra, dan tamu tidak akan datang lagi ke hotel itu. Tamu itu ingin ketenangan dan kenyamanan. Kalau ada konflik di sebuah hotel, maka mereka tidak akan datang lagi ke sana. Dalam kaitan tersebut, sangat penting adanya kriteria penerapan THK di Bali, khususnya di kalangan hotel. Dengan demikaian akan dapat diketahui seberapa jauh pihak masyarakat, khususya masyarakat di kalangan bisnis (hotel) mampu menerapkan THK, sesuai dengan tuntutan Visi Pembangunan Bali. Diutamakan untuk diketahui penerapan THK di hotel, karena pihak hotel-lah yang paling besar mengambil manfaat, kalau di Bali terjadi harmoni dan kebersamaan, sesuai prinsip THK. Untuk itulah diperlukan penerapan THK di kalangan bisnis hotel. Dengan demikian, hotel tidak hanya mementingkan keuntungan, tetapi juga harus mementingkan manfaat bagi masyarakat sekitarnya dan juga bagi karyawannya. 26 Hotel tidak saja harus mementingkan efesiensi, namun juga harus memperhatikan efektivitas bagi masyarakat. Hotel tidak saja harus mementingkan produktivitas, tetapi juga harus memperhatikan kontinyuitas bagi pemanfaatan sumberdaya, dan produksi. (Windia, 2011). Sementara itu Suarna (2007) juga berpendapat bahwa kearifan lokal sangat perlu diperhatikan dalam pengelolaan lingkungan. Dalam hal ini termasuk lingkungan bisnis. Kearifan lokal yang perlu diterapkan adalah THK. Dikatakan bahwa kearifan lokal sangat perlu di revitalisasi. Hal itulah yang diharapkan untuk diterapkan dalam pengelolaan lingkungan di hotel yang berbasis THK, sehingga dapat terjadi kehidupan yang harmonis. Dalam hubungan itulah sangat diperlukan mengetahui tingkat implementasi THK di kalangan hotel. Berdasarkan pengetahuan itu, maka pemerintah bisa mengambil kebijakan yang diperluan dalam menerapkan Visi Pembangunan Provinsi Bali. 3.2. Konsep Penelitian Visi pembangunan Bali adalah Menuju Bali Dwipajaya yang berlandaskan Tri Hita Karana. Berdasarkan visi tersebut, secara eksplisit semua sektor pembangunan di Bali haruslah berlandaskan Tri Hita Karana (THK). Oleh karenanya dalam penelitian akan dicoba dijabarkan elemen THK tersebut (Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan). Sehingga akan ditemukan kriteria dan tingkat implementasinya di lapangan. Hotel-hotel yang banyak di bangun di Bali di antaranya di kawasan Sanur, pasti memiliki lingkungan sekitar. Pihak hotel hendaknya menerapkan prinsip pengelolaan lingkungan yang berlandaskan THK. Penciri utama dari lingkungan yang berlandaskan THK adalah pengelolaan lingkungan yang memungkinkan adanya harmoni dalam 27 managemen hotel yang bersangkuatan, dan antara hotel dengan masyarakat disekitarnya. Untuk bisa terjadi harmoni tersebut, maka pihak hotel harus menerapkan semua aturan yang terkait dengan pengelolaan hotel. Selama ini belum ada kriteria tentang penerapan THK di kalangan masyarakat, khususnya di hotel. Yang sudah ada adalah berbagai indikator dari penerapan THK, baik untuk penerapan elemen Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan. Oleh karenanya, perlu dikembangkan kriteria penerapan THK tersebut. Tentu saja kriteria penerapan THK tidak terlepas dari penerapan elemenelemennya. Sesuai kerangka konsep penlitian ini, bahwa kriteria hotel yang dianggap telah menerapkan THK, kalau hotel tersebut telah menerapkan elemen Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan dalam katagori “baik”. Di samping itu, penerapan THK secara keseluruhan, harus juga dalam katagori “baik” (Gambar 3.1). 28 Visi Bali 2006 - 2026 Parhyangan Lingkungan Internal HOTEL Tri Hita Karana Pawongan Ada/ tidaknya Pura Pengelolaan Pura. Pelaksanaan odalan di pura Bantuan pada pura sekitarnya Pemeliharaan pura. Pelaksanaan ceramah agama. dll Harmoni antara managemen dgn karyawan Ada tidaknya perjanjian kerjasama ( PKB ) Harmoni antara hotel dengan masyarakat sekitar Jumlah karyawan sebagai pendukung budaya lokal Kriteria Indikator Lingkungan Eksternal Palemahan Pengelolaan sampah Pengolahan limbah cair Pengelolaan gas emisi Penghijauan dgn tanaman langka Penghijaun di luar hotel Dan lain - lain Gambar 3.1. Diagram Kerangka Penelitian. Skala Ukur Tingkat Impelemtasi Rekomendasi 29 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Pariwisata Sanur (Lampiran 1). Penentuan lokasi penelitian dilaksanakan dengan cara purposive. Penentuan lokasi penelitian dengan cara purposive adalah penentuan lokasi dengan alasan/tujuan tertentu. Alasan penentuan lokasi penelitian di Kawasan Pariwisata Sanur, karena kawasan wisata ini adalah merupakan kawasan wisata tertua di Bali. Kawasan wisata ini terus berkembang, seirama dengan perkembangan kepariwisataan di Bali. Disamping itu, di Kawasan Pariwisata Sanur, telah dibangun berbagai jenis standar hotel, mulai dari hotel melati hingga hotel berbintang lima. Sementara waktu penelitian, dilaksanakan selama tiga bulan, dalam tahun 2014 4.2. Populasi, Sampel, dan Responden Antara (2010) menyatakan bahwa populasi adalah kumpulan individu dengan kualitas dan ciri-ciri yang telah ditetapkan. Sampel/responden adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki populasi. Dalam penelitian ini, yang dimaksudkan dengan populasi adalah semua hotel berbintang yang ada di Kawasan Pariwisata Sanur. Semua populasi hotel tersebut di tetapkan sebagai subjek studi atau responden, karena jumlahnya adalah 23 buah, dan dapat dijangkau dalam penelitian ini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengambilan data dilaksanakan dengan cara sensus. Pengambilan data dengan cara sensus adalah yang terbaik, karena semua anggota populasi di ambil datanya. 29 30 Hotel yang diambil sebagai responden adalah hotel yang sudah memiliki ijin. Selanjutnya, sebagai responden dalam penelitian ini adalah manajemen hotel yang bersangkutan. Mereka diminta untuk menjawab berbagai pertanyaan yang dituliskan dalam daftar pertanyaan. 4.3. Sumber dan Jenis Data 4.3.1. Sumber data Berdasarkan sumber data, maka data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. 1. Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data, dalam hal ini adalah dari manajemen hotel. Data itu mencakup fakta/keterangan tentang tiga komponen Tri Hita Karana, yakni Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan, seperti tercermin pada Lampiran 2. 2. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber data. Data itu, diantaranya bersumber dari Bappeda Provinsi Bali, Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, dan Desa Sanur. 4.3.2. Jenis data Berdasarkan jenis data, maka data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. 1. Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, kalimat, gambar, atau data berupa deskripsi yang tidak berbentuk angka-angka, dan tidak dapat diukur dengan satuan hitung. Namun semuanya adalah berupa keterangan yang 31 berkait dengan masalah penelitian. Dalam penelitian ini, data kualitatif bisa dalam bentuk keterangan-keterangan, berkait dengan data pada monografi Desa Sanur, dan berbagai keterangan dari pihak managemen hotel. 2. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka yang dapat dihitung dan dinyatakan dalam satuan hitung. Dalam penelitian ini, data kuantitatif adalah data yang diperoleh dari hasil kuesioner (dalam bentuk skor), dari berbagai SKPD terkait (Bappeda Provinsi Bali, dan Dinas Pariwisata Provinsi Bali), dan data lain yang diperoleh dari hotel yang bersangkutan. 4.4. Pengumpulan Data Dalam penelitian, data dikumpulkan dengan teknik sebagai berikut. 1. Observasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari pengamatan secara langsung terhadap aktivitas hotel, khususnya yang berkait dengan masalah yang diteliti. 2. Studi dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan cara melihat dan mencatat informasi dari berbagai dokumen yang berkait dengan penelitian ini. 3. Memberikan daftar pertanyaan kepada managemen hotel yang dijadikan sampel. 4.5. Variabel, Indikator, dan Skala Ukur Dalam penelitian ini, ruang lingkup yang diteliti adalah tentang sejauh mana hotel menerapkan konsep Tri Hita Karana (THK). Dengan demikian akan diketahui sejauh mana, suatu lingkungan hotel yang berbasis THK tersebut. Variabel dan cara pengukurannya dalam bentuk indikator, dan skala ukur, dapat dilihat pada Lampiran 2. 32 4.6. Skala Pengukuran Skala pengukuran dari data yang dikumpulkan digunakan nilai skor dengan skala berjenjang. Bentuk daftar pertanyaan yang digunakan adalah tertutup. Di mana diajukan pertanyaan tertutup yang jawabannya harus dipilih oleh responden, berdasarkan pilihan yang disediakan. Skala skor yang digunakan adalah mulai dari skala 1 hingga skala 5, dengan penentuan interval kelas sebagai berikut. a. Jawaban yang sangat tidak sesuai, diberkan skor 1. b. Jawaban yang tidak sesuai, diberikan skor 2. c. Jawaban yang sedang/cukup, diberikan skor 3. d. Jawaban yang sesuai, diberikan skor 4. e. Jawaban yang sangat sesuai, diberikan skor 5. Berdasarkan pada praktek skala berjenjang atau Likert (Purbaya dan Saputra, 2009), maka penentuan selang kelas (I), skor maksimal yang dapat dicapai adalah 100% dan skor minimal adalah 20%. X1 – X2 I= n I X1 X2 n = = = = Selang kelas Nilai pengamatan tertinggi/skor maksimum (%). Nilai pengamatan terendah/skor minimum (%). Jumlah kelas. 100% - 20% I= 5 I = 80%/5 = 16%. 33 Berdasarkan penentuan selang kelas tersebut, maka didapatlah kategori dari hotel tersebut, dalam konteks penerapan THK, seperti terlihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Kategori Pencapaian Skor Penerapan THK, pada Hotel di Kawasan Wisata Sanur, Tahun 2014. No. 1. 2. 3. 4. 5. 4.7. Pencapaian skor (%) 20 s.d. 36 >36 s.d. 52 >52 s.d. 68 >68 s.d. 84 >84 s.d. 100 Kategori Sangat tidak baik Tidak baik Cukup/Sedang Baik Sangat baik. Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini adalah metode analisis deskriptif-kualitatif. Data dan informasi yang diperoleh dari fakta yang ada di lapangan, di tata dalam bentuk daftar, tabel, dan data verbal, serta selanjutnya diuraikan dan dibahas secara kualitatif. 4.8. Validitas dan Reliabilitas Sebelum dilaksanakan penelitian lapangan dan hasilnya di analisis, maka alat yang digunakan dalam penelitian itu, yakni berupa daftar pertanyaan, harus diuji dulu kesahihannya (validitasnya), dan juga kehandalannya (reliabilitasnya). Suyatna (1982), dalam Windia (2002), serta Azwar (1997) menyatakan bahwa suatu alat ukur dinyatakan valid bila alat ukur itu mengukur suatu konsep yang sebetulnya ingin diukur. Seperti halnya Windia (2002), maka dalam penelitian ini digunakan validitas berdasarkan pendapat para ahli yang memahami konsep yang akan diukur. Bila ahli yang bersangkutan sudah menyatakan bahwa alat ukur ini 34 sudah dapat mengukur apa yang akan diukur, maka dapat dikatakan bahwa alat ukur itu sudah valid. Dalam hal ini alat ukur yang digunakan dalam penelitian, dikonsultasikan dulu kepada pembimbing. Adapun jenis pengukuran validitas yang lain adalah, validitas logik, dan validitas isi. Setelah alat ukur itu dinyatakan sahih (valid), maka alat ukur itu diuji kehandalannya (reliabilitasnya). Suatu alat ukur (daftar pertanyaan) dinyatakan handal, kalau pengertian responden terhadap alat ukur tersebut adalah sama. Alat yang digunakan untuk menguji, sesuai dengan apa yang dinyatakan Azwar (1997), yakni dengan uji belah dua (split half test). Namun dalam penelitian ini test reliabilitas dianalisis dengan software SPSS Vesi 17.0. Alat ukur/daftar pertanyaan dinyatakan reliable (handal), kalau hasil analisisnya signifikan. Dalam proses analisis reliabelitas, dengan menggunakan tujuh sampel, ternyata hasilnya adalah signifikan (Lampiran 3). Dengan demikian daftar pertanyaannya sudah handal (reliabel). 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pada awalnya Kawasan Paiwista Sanur tergabung dalam satu desa. Tetapi sejak tahun 1980 mengalami pemekaran menjadi tiga desa yaitu Desa Sanur Kauh, Desa Sanur Kaja dan Kelurahan Sanur. Hal ini sesuai SK Walikota Denpasar, No. 70/pem/IIa/2-57/1980, tgl. 1 Maret 1980. Semua hotel yang menjadi sampel penelitian terletak pada tiga desa tersebut. Keadaan umum lokasi penelitian terlihat secara rinci seperti pada Tabel 5.1. Tabe 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian No 1 Uraian Batas Wilayah Utara Selatan Desa Sanur Kauh Desa Sanur Kaja Kelurahan Sanur Desa Sanur Kaja Samudra Indonesia Kesiman Petilan Kelurahan Sanur Timur Barat Kelurahan Sanur Desa Sidakarta dan Kelurahan Renon Selat Badung Kelurahan Renon Sanur Kaja Selat Badung / Samudra Indonesia Laut Bali Sanur Kauh 2 Luas Wilayah (ha) 386 269 402 3 Jumlah Penduduk Laki-laki (orang) Perempuan (orang) Jumlah keseluruhan (orang) 3.101 3.623 6.724 4.168 3.842 8.010 9.714 8.972 18.686 Tingkat Pendidikan Tamat SD (orang) Tamat SMP (orang) Tamat SMA (orang) Tamat D1, D2, D3(orang) Sarjana (S1, S2, S3) (orang). 789 258 2.279 2.350 782 226 374 5.563 1.548 44 779 836 5.136 373 810 175 112 93 3 5 5.132 242 66 93 28 1 131 4.660 237 13 80 70 1 3 5.537 10 4 5 Pekerjaan Petani (orang) PNS (orang) Pensiunan Polri/PNS/ TNI (orang) TNI (orang) Polri (orang) Karyawan Swasta (orang) Karyawan Perusahaan Pemerintah (orang) 35 36 Tabel 5.1 memperlihatkan bahwa luas wilayah kawasan Kelurahan Sanur, adalah kawasan yang paling luas di antara ke tiga wilayah sampel, yakni 402 ha. Sementara itu jumlah penduduk yang tertinggi juga terdapat di Kelurahan Sanur. Pada seluruh daerah sampel pendidikan yang tertinggi adalah SMA. Jumlah penduduk yang berpendidikan SMA Di Desa Sanur Kauh adalah sebanyak 2.279 orang, di Desa Sanur Kaja 5.563 orang, dan di Kelurahan Sanur 5.163 orang. Mata pencaharian untuk semua wilayah sampel yang kebanyakan bekerja sebagai karyawan perusahaan swasta. Masing-masing tercatat di Desa Sanur Kauh sebanyak 5. 132 orang, di Desa Sanur Kaja 4.660 orang, dan di Kelurahan Sanur 5.537 orang. Dari angka-angka tersebut terlihat bahwa Kawasan Sanur adalah kawasan yang maju. Hal ini terlihat dari pendidikannya sebagian besar tamat SMA. Mungkin karena Kawasan Sanur banyak di bangun hotel-hotel dan infrastruktur pariwisata lainnya. Oleh karenanya, pekerjaan penduduk sebagian besar pada perusahaan swasta (perhotelan). Pertumbuhan penduduk di Kawasan Sanur tampaknya dipengaruhi oleh berkembangnya sektor kawasan pariwisata di kawasan itu, sejak beberapa tahun yang lalu. Termasuk banyak migran yang datang untuk mencari nafkah di kawasan itu. Lajunya pertumbuhan tercermin dari dimekarkannya Desa Sanur menjadi dua desa dan satu kelurahan, pada tahun 1980. Kondisi penerapan THK di kawasan lokasi penelitian pada umumnya berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dengan tidak pernah terjadi konflik dan friksi di kalangan masyarakat setempat dan juga tidak pernah ada konflik antara 37 masyarakat dengan pihak hotel. Hal ini terjadi, mungkin karena taraf pendidikan masyarakat setempat yang cukup tinggi, sehingga ada kesadaran masyarakat untuk memelihara harmoni di kawasannya. Karena berkembangnya pariwisata di kawasan itu, akan sangat didukung dengan adanya harmoni di kalangan masyarakat. Dalam penerapan elemen parhyangan, terlihat masyarakat dengan tekun melaksanakan berbagai ritual, khususnya yang berbasis Agama Hindu. Semua pelaksanaan upacara di pura selalu dilaksanakan oleh masyarakat. Pura tempat persembahyangan tampak terjaga dan terpelihara dengan baik. Dalam hal pelaksanaan elemen pawongan, terlihat pula terjadi harmoni. Hal ini terbukti dengan tidak adanya konflik antar masyarakat setempat. Semua itu mungkin terjadi karena pendidikan masyarakat yang cukup tinggi, yakni sebagian besar SMA, bahkan banyak yang sudah sarjana (Tabel 5.1.). Di samping itu, masyarakat di kawasan tsb, sebagian besar sudah bekerja, dan dapat mengambil manfaat dari perkembangan pariwisata, yakni sebagai pedagang, tukang pijat, tukang jukung, dll. Selanjutnya dalam hal. Penerapan elemen palemahan, masyarakat mengadakan berbagai kegiatan penghijauan, dan kebersihan. Dana untuk kegiatan itu dikelola oleh Yayasan Desa Sanur, di mana dananya bersumber dari sumbangan pihak hotel yang ada di Kawasan Pariwisata Sanur. Dana CSR dari pihak hotel diserahkan pengelolaannya kepada Yayasan Desa Sanur. Pengelolaan sampah dilakukan oleh masyarakat dengan mendirikan dua buah depo sampah. Lahan untuk depo tsb, meminjam dari pihak warga yang dengan sukarela memberikannya. Hal ini menunjukkan partisipasi masyarakat yang sangat besar dalam bidang kebersihan. Setiap 100 KK diberikan dua tong 38 sampah yang besar. Kemudian dari tong sampah di bawa ke depo. Sebelum dibawa ke depo, maka sampah itu dipilah terlebih dahulu, dengan membedakan sampah anorganik dan sampah organik. Kemudian di depo, sampah dikelola, di mana sampah yang tidak berguna akan dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Hal ini merupakan pengelolaan sampah alternatif, agar sampah dapat dikelola dengan baik, dan terkonsentrasi dengan melibatkan masyarakat. Untuk mencegah pencemaran lingkungan oleh limbah cair, pemerintah telah melaksanakan program yang disebut dengan Denpasar Sewrage Development Program (DSDP). Di mana semua hotel yang ada di Kawasan Pariwisata Sanur diminta untuk menyalurkan air limbah ke saluran yang dibuat oleh DSDP. Sementara itu DSDP juga menampung limbah cair dari penduduk setempat. Dengan demikian diharapkan lingkungan di Kawasan Pariwisata Sanur akan baik. 5.2. Karakteristik Lokasi Penelitian Unit analisis dalam penelitian ini adalah hotel yang bersangkutan. Namun dalam menjawab pertanyaan diwakili oleh pihak managemen. Oleh karenanya dalam penelitian ini yang dikategorikan sebagai karakteristik sampel di antaranya adalah : luas hotel, jumlah karyawan, dan tahun operasional hotel. Diharapkan dengan mengetahui data tersebut, akan dapat diketahui data internal dari hotel tsb. Pengetahuan tentang data internal adalah penting untuk mengetahui kondisi faktor internal hotel, dalam menunjang kinerja hotel, berkait dengan pengelolaan lingkungannya. Rincian karakteristik sampel, dapat dilihat pada Tabel 5.2. 39 Tabel 5.2. Karakteristik Sampel. No. Nama Hotel 1. 2 3 4 5 6 Inna Sindhu Beach Tanjung Sari Tamu Kami Gazebo Besakih Beach Sanur Paradise Plaza Hotel & Suites Diwangkara Holiday Villa Griya Santrian Peneda View Hotel Puri Dalem Sativa Sanur Cottages The Pavilions, Bali Alits Beach Bungalow Mercure Resort Sanur Fairmont (Regent Bali Hotel) The Graha Cakra Bali Segara Village Abian Srama Hotel & Spa Semawang Beach Inna Grand Bali Beach Puri Santrian Sanur Beach La Taverna Jumlah Rata-rata 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Luas Hotel (ha) 1,30 1,50 0,30 1,03 1,25 2,06 Jumlah Karyawan (orang) LakiPerempuan Jumlah Laki 61 21 82 73 38 111 26 20 46 34 12 56 70 23 93 306 77 383 0,51 1,40 1,00 0,67 0,05 0,70 2,00 4,03 2,00 1,00 5,00 0,40 0,06 41,7 3,02 7,03 1,01 84,42 3,67 23 199 30 36 45 30 38 147 175 35 45 26 3 408 395 308 29 2542 111 20 53 12 9 13 16 72 70 67 12 15 14 3 74 92 99 21 853 37 43 252 42 45 58 46 110 217 242 47 60 40 6 482 487 407 50 3.395 148 Tahun Operasional 1956 1962 2000 1972 1977 1996 2003 1971 1987 1998 1990 2000 1972 1989 2013 2004 1957 1978 1988 1966 1985 1974 1976 - Tabel 5.2 terlihat bahwa rata-rata luas hotel di Kawasan Pariwisata Sanur (KPS) adalah 3,67 ha. Kawasan hotel yang terluas adalah 41,7 ha, dan tersempit adalah 0,05 ha. Hal itu berarti bahwa kesenjangan luas areal dari hotel-hotel di KPS ternyata sangat tinggi. Tampaknya, hotel yang dibangun pada saat sektor pariwisata mulai dikembangkan di Bali secara besar-besaran, yakni pada tahun 1970-an, umumnya mendapat areal yang sangat luas. Misalnya hotel Grand Bali Beach, dan Hotel Segara Village. Selanjutnya, karena sektor pariwisata terus berkembang di Bali, termasuk di KPS, maka harga lahan terus semakin mahal. Dengan demikian pihak investor tidak lagi mampu membeli lahan yang luas. Ket 40 Bahkan ada hotel di KPS yang luasnya hanya 0,05-0,06 ha. Misalnya, Hotel Sativa Sanur Cottages dan Hotel Semawang Beach. Jumlah karyawan laki-laki lebih tinggi dari jumlah karyawan perempuan. Jumlah karyawan laki-laki rata-rata 111 orang (75%) dan jumlah karyawan perempuan 37 orang (25%). Hal itu disebabkan karena pekerjaan di hotel umumnya adalah pekerjaan yang berat dan banyak membutuhkan tenaga. Dengan demikian kaum lelaki harus mengambil porsi yang lebih besar dalam pelaksanaan pekerjaan di hotel. Hotel yang terlama beroperasi adalah Hotel Sindhu Beach dan Hotel Segara Village, masing-masing tahun 1956 dan tahun 1957. Sementara itu hotel yang terbaru beroperasi adalah Hotel The Graha Cakra Bali, yakni tahun 2004. 5.3. Pengelolaan Lingkungan Berbasis THK di Kawasan Pariwisata Sanur Pengelolaan lingkungan, tidak hanya merupakan lingkungan fisik, tetapi juga termasuk lingkungan sosial-budaya (Suarna, 2007). Dalam kaitan itulah maka penelitian tentang lingkungan di kawasan hotel harus dilaksanakan, dengan tidak hanya untuk memahami lingkungan fisik (palemahan) saja. Perlu juga memahami berbagai hal yang berkait dengan lingkungan manusia (pawongan), dan yang berkait dengan lingkungan spiritual (parhyangan). Hal itu disebabkan karena hotel menampung para tamu (manusia) yang memiliki karakter yang berbeda-beda, namun mereka memerlukan ketenangan dan harmoni dalam kehidupannya. Kalau hotel telah menerapkan THK dengan baik, maka outputnya akan terjadi harmoni di hotel yang bersangkutan. Baik harmoni di kalangan internal, dan juga harmoni dengan kalangan eksternalnya. Dengan adanya harmoni, maka keberlanjutan eksistensi hotel di kawasan itu akan lebih terjamin. 41 Sebab tidak mungkin wisatawan akan mau menginap di sebuah kawasan yang penuh dengan konflik, dan tidak harmoni di internal dan dengan kalangan eksternalnya. Harmoni adalah suatu keadaan yang bisa menyebabkan suatu komunitas merasa nyaman di kawasan tertentu. Tidak ada konflik di kalangan internal hotel (antar karyawan, atau antar karyawan dengan pihak managemen), dan juga tidak ada konflik antara pihak hotel dengan masyarakat sekitarnya. Adapun kasusnya adalah pada hotel yang dibangun di kawasan Tanah Lot, Tabanan. Karena karena proses pengembangan kawaan itu mengandung konflik, maka sejak dibangunnya hotel di kawasan tersebut, selalu terjadi konflik antara pihak hotel dengan masyarakat sekitar, yang merasa tidak puas dengan ganti rugi lahannya. Akibatnya, wisatawan yang menginap dikawasan itupun tidak bisa maksimal. Seperti diketahui bahwa Kawasan Pariwisata Sanur (KPS) adalah merupakan kawasan pariwisata tertua dibandingkan dengan perkembangan kawasan pariwisata lainnya di Bali, misalnya Kuta, dan Nusa Dua. Oleh karenanya, diharapkan pihak hotel di KPS telah mampu mengembangkan penerapan konsep THK dalam pengelolaan lingkungannya. Penerapan THK dalam pengelolaan lingkungan hotel di KPS, terlihat lebih rinci pada Tabel 5.3. Semua data yang ditampilkan dalam Tabel 5.3 tersebut bersumber dari data yang dikumpulkan di lapangan, dan selanjutnya ditampilkan dalam Lampiran 4. 42 Tabel 5.3. Nilai Skor Rata-rata Implementasi Tri Hita Karana No 1 Variabel 1. Parhyangan 2 Jumlah Rata-rata 2.Pawongan 3 Jumlah Rata-rata 3.Palemahan Jumlah Rata-rata Skor rata-rata penerapan THK Indikator 1.1.Keberadaan pura di hotel 1.2.Pengelolaan pura 1.3. Pelaksanaan odalan di pura 1.4.Pemeliharaan pura 1.5.Pelaksanaan ceramah agama 1.6.Bantuan kepada pura sekitar hotel 2.1.Ada harmoni antara pihak managemen dan pihak karyawan 2.2.Ada tidaknya perjanjian kerja(PKB) 2.3.Harmoni antara pihak hotel dengan masyarakat sekitarnya 2.4.Jumlah karyawan sebagai pendukung budaya lokal (Bali) 3.1.Ruang Terbuka Hijau (RTH) 3.2.Taman di kawasan hotel 3.3.Pengelolaan air limbah 3.4.Pengelolaan sampah 3.5.Pengelolaan emisi 3.6.Pengelolaan lingkungan 3.7.Pengelolaan Bahan Berbahaya Beracun(B3) 3.8.Bangunan ciri khas Bali 3.9.Pemanfaatan CSR untuk kegiatan penghijauan Nilai skor (%) 95,65 95,65 96,52 94,78 60 78,26 520,87 86,81 100 94,78 100 74.78 380,59 90,15 91,30 93,91 87,83 87,83 80,87 87,83 63,48 87,83 74,78 755,65 83,96 86,97 Tabel 5.3. menunjukan pada penerapan THK dalam pengelolaan lingkungan di Kawasan Pariwisata Sanur (KPS) termasuk dalam kategori : Sangat Baik, dengan skor 86,97%. Hal ini mungkin disebabkan karena kawasan Sanur sudah sejak lama dikembangkan sebagai kawasan pariwisata. Bahkan Hotel Segara Village termasuk pembangunan hotel yang pertama di Bali. Dengan demikian kesadaran tentang peranan lingkungan yang sangat penting artinya dalam perkembangan pariwisata, telah tertanam dengan baik. Pihak wisatawan semakin kritis memilih tempat penginapan. Mereka sering memilih hotel yang telah memiliki sertifikat yang berkait dengan ligkungan. Misalnya sertifikat Green Globe, THK Awards, dan lain-lain. Oleh karenanya, pihak hotel tentu saja harus Ket 43 mengantisipasi permasalahan itu, dengan secara sungguh-sungguh memperhatikan masalah lingkungannya. Hal ini dibuktikan dengan adanya pemanfaatan dana CSR untuk pelestsrian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Di kawasan Sanur, dana CSR pihak hotel dikelola pemanfaatannya oleh Yayasan Desa Sanur. Berkait dengan eksistensi elemen THK tersebut, maka berikut ini akan diuraikan penerapan ketiga elemen dalam THK itu, sebagai berikut. 5.3.1. Pengelolaan lingkungan elemen parhyangan. Berbagai indikator yang diukur dalam elemen parhyangan adalah : (i) adanya pura di hotel; (ii) pengelolaan pura; (iii) pelaksanaan odalan di pura; (iv) pemeliharaan pura; (v) pelaksanaan ceramah agama; dan (vi) bantuan kepada pura di sekitar hotel. Pencapaian skor rata-rata untuk elemen parhyangan adalah 86,81% dan termasuk kategori : Sangat Baik. nilai skor tertinggi untuk elemen parhyangan adalah untuk indikator : pelaksanaan odalan di pura di hotel, dengan skor 96,52% (sangat baik). Skor terendah adalah untuk indikator : pelaksanaan ceramah agama, dengan skor 60% (cukup). Berdasarkan skor-skor di atas, tampaknya pihak hotel sangat disiplin dalam melaksanakan odalan pada pura di hotel. Pihak hotel tidak mau ambil resiko untuk tidak melaksanakan odalan di hotel, karena melaksanakan odalan di pura bagi masyarakat Bali adalah sebuah keharusan. Kalau tidak, akan merasa berdosa dan bisa juga jatuh sakit. Hal ini adalah tindakan yang rasional. Karena pura adalah salah satu lambang kebudayaan Bali. Eksistensi pura juga didukung dengan sangat fanatik oleh masyarakat. Artinya, kalau sampai ada pihak 44 hotel yang tidak mau mengadakan odalan di pura, maka karyawan yang beragama Hindu akan protes dan bisa terjadi konflik. Kalau hal itu sampai terjadi, maka mungkin saja keamanan dan kenyamanan hotel itu akan terganggu. Nilai skor ntuk pelaksanaan ceramah agama di hotel skor-nya dalam kategori Cukup (60%). Hal ini bermakna bahwa tampaknya hotel tidak begitu hirau dengan kegiatan ceramah agama di hotel. Dalam hal ini tampaknya pihak managemen tidak mau repot dengan aktivitas ceramah agama tersebut. Hal ini sekaligus menunjukkan perhatian pihak managemen terhadap eksistensi pura, yang seharusnya diisi dengan ceramah-ceramah agama. Bagi daerah Bali, eksistensi pura adalah hal yang sangat penting. Karena menjadi lambang dari kebudayaan Bali. Tanpa ada pura, maka tidak akan ada kegiatan upacara. Selanjutnya tidak ada kebersamaan dalam aktivitas sosial untuk mendukung eksistensi pura tersebut. Itulah sebabnya, masalah parhyangan menjadi hal yang sangat penting untuk di perhatikan oleh pihak hotel yang ada di Bali. Dalam hal ini ceramah agama sangat perlu untuk mengisi pemahaman agama bagi karyawan. Diharapkan dengan demikian, produktivitas karyawan justru akan semakin meningkat. 5.3.2. Pengelolaan lingkungan elemen pawongan. Berbagai indikator yang diukur dalam elemen pawongan adalah : (i) ada harmoni antara pihak managemen dan pihak karyawan; (ii) ada-tidaknya perjanjian kerja (PKB); (iii) harmoni antara pihak hotel dengan masyarakat sekitarnya; dan (iv) jumlah karyawan sebagai pendukung budaya lokal (Bali). 45 Skor rata-rata untuk elemen pawongan adalah sebesar 86,81% (kategori Sangat Baik). Skor tertinggi dicapai oleh indikator : harmoni di kalangan internal hotel dan harmoni antara pihak hotel dengan masyarakat di sekitarnya, yakni dengan skor : 100% (Sangat Baik). Sedangkan skor terendah dicapai oleh indikator : jumlah karyawan pendukung budaya lokal (Bali), yakni dengan skor : 74,78% (Cukup). Berdasarkan perolehan skor di atas, dapat dikatakan bahwa pihak hotel tampaknya memang selalu ingin menjaga harmoni di kalangan internal, dan harmoni antara hotel dengan masyarakat sekitarnya. Pihak hotel tidak mau mengambil resiko untuk konflik dengan masyarakat sekitarnya. Bila hal itu terjadi, maka resiko yang akan diperoleh oleh pihak hotel akan sangat besar. Pihak hotel beresiko akan selalu diganggu oleh pihak masyarakat sekitarnya. Kalau hal itu terjadi, maka para wisatawan yang menginap di hotel tersebut akan terganggu. Selanjutnya pendapatan pihak hotel juga akan sangat terganggu. Untuk tujuan itu, pihak hotel setiap tahun selalu menyediakan dana untuk disumbangkan kepada masyarakat sekitarnya, sesuai proposal kegiatan yang diajukan. Beberapa hotel yang besar, pihak manajemen bahkan ada yang menunjuk tenaga khusus, yang bertugas untuk melakukan komunikasi dengan pemuka masyarakat di sekitarnya. Kadang-kadang mereka mengundang para pemuka masyarakat untuk hadir dalam kegiatan di hotel. Tujuannya adalah agar selalu terjadi komunikasi sosial yang kondusif antara pihak hotel dengan pihak masyarakat sekitarnya. Karyawan pendukung budaya lokal (Bali) skor yang dicapai termasuk kategori : cukup. Hal ini menunjukkan bahwa pihak hotel tidak bisa dihindari 46 untuk harus merekrut tenaga dari pihak luar Bali, karena hotel memerlukan tenaga profesional. Khususnya untuk bidang-bidang tertentu, misalnya pada bidang yang berkait dengan kelistrikan, teknologi informasi, makanan/minuman, dan lan-lain. Namun diharapkan pihak hotel lebih memprioritaskan penerimaan karyawan dari tenaga lokal, untuk menghindari friksi di masa depan. Tampaknya sudah cukup banyak ada kasus di mana terjadi konflik antara pihak hotel dengan masyarakat sekitar, karena berbagai sebab. Misalnya pernah terjadi di kawasan Tanah lot, di kawasan Kedewatan, Gianyar, di kawasan Jimbaran, dan lain-lain. Hal ini tentu saja merugikan semua pihak. Oleh karenanya pihak hotel harus terus manjaga harmoni dengan pihak masyarakat sekitarnya, melalui semaksimal mungkin menerima karyawan dari masyarakat setempat. 5.3.3. Pengelolaan lingkungan elemen palemahan. Berbagai indikator yang diukur dalam elemen palemahan adalah : (i) keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH); (ii) taman di kawasan hotel; (iii) pengelolaan air limbah; (iv) pengelolaan sampah; (v) pengelolaan emisi; (vi) pengelolaan lingkungan; (vii) pengelolaan Bahan Berbahaya Beracun (B3); (viii) bangunan dengan ciri khas Bali; dan (ix) pemanfaatan CSR untuk kegiatan penghijauan. Bahwa skor rata-rata untuk elemen palemahan adalah sebesar 83,96% (Baik). Skor tertinggi dicapai oleh indikator : keadaan taman di kawasan hotel, dengan skor : 93,91% (Sangat Baik). Skor terjelek dicapai oleh indikator : pengelolaan bahan berbahaya beracun/B3, yakni dengan skor : 63,48% (Cukup). Dengan melihat data tersebut dapat dikatakan bahwa, adalah logis kalau pihak 47 hotel mengutamakan penataan taman di hotel sebagai hal yang penting dan diutamakan, karena menyangkut citra hotel kepada tamu-tamunya secara langsung di kawasan hotelnya. Namun sangat disayangkan ternyata kegiatan yang berkait dengan pengelolaan B3 kategorinya adalah : Cukup. Untuk itu diperlukan pendampingan yang intensif pada pihak hotel yang ada di Kawasan Pariwisata Sanur, agar lebih memperhatikan masalah lingkungan di sekitarnya, khususnya berkait dengan pembuangan limbah (B3). Hal ini penting, agar tidak membahayakan masyarakat sekitarnya, yang mungkin justru sama sekali tidak menikmati hasil dari sektor pariwisata. Selanjutnya, dengan melihat indikator yang digunakan dalam menilai elemen palemahan dapat dijelaskan sebagai berikut. Indikator ruang terbuka hijau (RTH) adalah hal yang sangat penting bagi pihak hotel. Kenyamanan wisatawan tergantung dari luasnya ruang terbuka hijau di kawasan hotel yang bersangkutan. Peraturan Menteri PU No. 05/PRT/M/2008, tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan ruang terbuka hijau (RTH) di Kawasan Perkotaan menyebutkan bahwa RTH di perkotaan minimal adalah 30%. Ruang Terbuka Hijau tersebut harus ditanami dengan pohon kecil (dengan tinggi sampai dengan 7 m), pohon sedang (dengan tinggi 7-12 m), dan pohon besar (dengan tinggi lebih dari 12 m). Skor yang diperoleh dalam indikator ini adalah sebesar 91,30 % (sangat baik). Hal ini menandakan bahwa kesadaran pihak hotel tentang keberadaan RTH sudah sangat baik. Tentu saja hal ini harus dilakukan oleh pihak hotel, karena mungkin berkait dengan kepuasan wisatawan yang tinggal di hotel yang bersangkutan. 48 Indikator keberadaan taman di kawasan hotel, tampaknya berkait erat dengan RTH. Bahwa taman sangat penting keberadaannya di kawasan hotel. Karena ada kaitan dengan kepuasaan wisatawan. Wisatawan yang mencintai lingkungan akan sangat mengapresiasi keberadaan taman yang baik. Pada umumnya, taman yang baik adalah taman, yang memiliki komponen berupa : telaga/kolam, air gemericik/mancur, udara bisa beredar bebas/ lepas, ada pepohonan bunga-bungaan, dan juga ada pohon jenis langka. Jadi, pada dasarnya dalam sebuah taman, harus ada elemen air, udara, dan pohon. Dalam penelitian ini, skor untuk indikator ini adalah 93,91% (sangat baik). Hal ini menandakan bahwa pihak hotel sudah sangat paham dengan perannya untuk memuaskan wisatawan, diantaranya dengan menyediakan taman yang baik di kawasannya. Indikator pengelolaan lingkungan diukur dengan berbagai parameter. Dalam penelitian ini parameter yang digunakan untuk mengukur adalah : ada dokumen Amdal/ UKL/UPL; ada pelaporan pelaksanaan sesuai aturan yang berlaku; ada pelatihan pada staf; ada program lingkungan; ada pengelolaan lingkungan bersama masyarakat. Adapun skor yang didapatkan adalah 87,83% (sangat baik). Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran pihak hotel terhadap sistem dokumen pengelolaan lingkungan sudah baik. Hal ini penting untuk terus ditingkatkan, agar sistem pengelolaan lingkungan terus semakin membaik. Indikator bangunan dengan ciri khas Bali, diukur dengan melihat eksistensi bangunan hotel yang bersangkutan. Dilihat secara fisik, apakah 100% bangunan hotel bercirikan khas Bali (ada atap, badan bangunan dan dasar bangunan), dan bangunannya berukir khas Bali. Dalam indikator ini, skor yang 49 diperoleh adalah 87,83% (sangat baik). Hal ini bermakna bahwa kesadaran pihak hotel untuk mengembangkan arsitektur bangunan hotel agar tetap bercirikan Bali, ternyata sudah baik. Karena para wisatawan tentu saja sangat ingin menikmati suasana khas Bali, agar merasa berbeda dengan keadaan di kampung halamannya. Indikator selanjutnya adalah tentang pemanfaatan CSR untuk kegiatan penghijauan. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah kegiatan yang mengandung tanggung jawab perusahan terhadap permasalahan sosial di sekitarnya. Dalam penelitian ini parameter yang digunakan untuk mengukur adalah tentang adanya dana CSR untuk penghijauan; ada kegiatan program penghijauan; ada bukti pelaksanaan; dan dilaksanakan secara rutin. Dalam penelitian yang diperoleh adalah sebesar 74,78% (cukup/sedang). Hal ini menandakan bahwa ternyata program penghijauan melalui penggunaan dana CSR belum baik. Mungkin pihak hotel menggunakan dana CSR-nya untuk kepentingan lainnya, misalnya untuk bedah rumah, sesuai dengan program dari Pemda Bali. Sementara itu untuk pengelolaan CSR di setiap hotel diwajibkan menyetor CSR tersebut ke yayasan Sanur. Kemudian uang itu di gunakan untuk kepentingan kebersihan, penghijauan dan lain-lain. Indikator pengelolaan limbah (cair, sampah, emisi, dan B3) tercatat skornya masing-masing adalah : 87,83% (sangat baik), 87,83% (sangat baik), 80,87% (baik), dan 63,48% (cukup). Hal ini menandakan bahwa perhatian pihak hotel dalam pengelolaan limbahnya masih perlu terus ditingkatkan. Karena pengelolaan limbah emisi dan B3, ternyata kategorinya masing-masing adalah : cukup/sedang dan tidak baik. Tampaknya, berkait dengan pengelolaan limbah, 50 tidak ada skornya dalam kategori : sangat baik. Padahal masalah limbah adalah masalah yang sangat penting, agar lingkungan alam tetap lestari dan eksistensi hotel akan tetap berlanjut. Kalau pada suatu saat para wisatawan mengetahui bahwa limbah hotel di Kawasan Pariwisata Sanur (KPS) adalah tidak baik dan merusak lingkungan, bisa saja para wisatawan akan melakukan aksi boikot. Hal ini akan sangat berbahaya bagi keberlanjutan perkembangan pariwisata di Bali pada umumnya, dan di KPS pada khususnya. Bahwa limbah cair atau air limbah adalah air yang tidak terpakai lagi, yang merupakan hasil dari berbagai kegiatan manusia sehari-hari. Sesuai dengan sumber asalnya, air limbah mempunyai komposisi yang bervariasi dari setiap tempat dan setiap saat. Limbah padat adalah benda-benda yang keberadaannya melebihi jumlah normal dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya (merugikan). Adapun yang termasuk kategori limbah padat adalah sampah. Berdasarkan karakteristiknya, sampah hotel adalah sampah sejenis sampah rumah tangga, yaitu terdiri dari sampah organik (sisa makanan), plastik, kertas, logam, kaca, kayu, karet, kain dan sebagainya. Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, pengelolaan sampah diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, dan kualitas lingkungan, serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Paradigma baru dalam UU No 18 Thun 2008 memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi, dan dapat di manfaatkan, misalnya untuk energi, kompos, pupuk ataupun bahan baku industri (Wibowo,2013). 51 Limbah gas dan partikel, adalah gas atau uap yang dihasilkan dari zat padat atau zat cair karena dipanaskan atau menguap sendiri. Contohnya: CO2, CO, SOx, NOx. Partikel adalah suatu bentuk pencemaran udara yang berasal dari zatzat kecil yang tersebar ke udara berupa padatan, cairan, maupun padatan dan cairan secara bersama-sama. seperti: debu, asap, kabut dan lain-lain (Fardiaz, 1992). Limbah B3 (Bahan berbahaya dan Beracun) menurut UU No. 32 Tahun 2009, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Di mana karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan mahkluk hidup lainnya. Adapun yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karateristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain. Sitompul (2013) menyebutkan bahwa apabila permasalahan limbah cair ini tidak ditanggulangi dengan cara yang tepat, dapat menimbulkan pencemaran pada badan air penerima, yang akan berdampak pula pada manusia dan mahkluk hidup lainnya. Begitu pula dengan limbah lainnya. Sementara itu, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Bali (2014) mencatat bahwa khusus di Kabupaten Badung yang merupakan pusat terbesar populasi hotel internasional di Bali limbah yang 52 dihasilkan ternyata cukup besar. Hotel bintang 5 rata-rata menghasilkan air limbah sebesar 364,4 m3/hari dan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) sebesar 2,3 kg/hari. Keberadaan hotel-hotel di Bali perlu diawasi secara rutin oleh pemerintah, khususnya dalam kegiatan pengelolaan limbah. Tidak semua hotel memiliki kesadaran untuk mengelola limbah yang dihasilkannya. Masih banyak hotel-hotel yang tidak melakukan pengelolaan limbah dengan baik dan benar. Menurut Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup, pada pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa, setiap penangggungjawab kegiatan usaha wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/kegiatannya, sebelum dibuang ke media lingkungan. Oleh karenanya, hotel-hotel tersebut wajib memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) untuk mengolah air limbah dan memliki Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC). Sedangkan untuk limbah B3, dengan cara menyimpan sementara, dan untuk pengelolaan lebih lanjut dapat bekerja sama dengan pihak ketiga yang telah memiliki izin. Pengajuan IPLC dan surat izin pengelolaan limbah B3 ini sematamata karena memang harus mentaati peraturan yang ada. Selanjutnya, demi memberikan citra positif mengenai green lifestely (Amalia,2013). Bagi para industriawan, pemahaman mengenai masalah lingkungan hidup sangat penting artinya didalam menangani masalah atau buangan yang berasal dari industri, sehingga lingkungan bersih dan nyaman akan dapat terwujud. Sedangkan bagi pejabat pemerintah dan pemerintah daerah, diperlukan adanya perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan secara 53 terpadu, sehingga kualitas dan kenyamanan hidup benar-benar dapat dicapai (Subhi, 2011). Karakteristik limbah dari perhotelan relatif sama seperti limbah domestik dari permukiman, karena aktivitas-aktivitas yang ada di hotel relatif sama seperti aktivitas yang ada di lingkungan permukiman, namun ada beberapa tambahan kegiatan hotel lainnya yang tidak ada di permukiman. Sementara itu, jumlah limbah yang dihasilkan dari perhotelan tergantung dari jumlah kamar yang ada dan tingkat huniannya. Di samping itu juga dipengaruhi oleh fasilitas tambahan yang ada di hotel. 5.4. Kriteria dan Implementasi Tri Hita Karana pada Masing-Masing Hotel Di samping ditemukan rata-rata skor implementasi Tri Hita Karana (THK) di Kawasan Pariwisata Sanur, tampaknya diperlukan juga mengetahui implementasi THK pada masing-masing hotel di kawasan tersebut. Hal itu penting, agar diperoleh gambaran tentang bagaimana pihak hotel mampu mengimplementasikan THK, yang telah menjadi Visi Pembangunan Bali. Selama ini yang telah terbukti mengimplementasikan THK dalam kehidupan sosialnya adalah sistem subak dan juga desa pakraman (Windia dan Dewi, 2011). Pihak hotel yang bergerak di sektor jasa, khususnya di Kawasan Pariwisata Sanur, juga sangat perlu diketahui implementasi THK tsb. (Tabel 5.4.). Tentang kriteria penerapan THK, dilihat dari nilai skor penerapan THK secara keseluruhan dan juga nilai skor masing-masing elemen THK (Parhyangan, Pawongan dan Palemahan). Kriteria penerapan THK yang Baik adalah kalau penerapan THK secara keseluruhan minimal Baik, dan juga penerapan masing-masing elemen 54 THK (Parhyangan, Pawongan, Palemahan), harus juga minimal dalam kategori Baik. Tabel 5.4. Implenentasai Tri Hita Karana pada Masing-Masing Hotel. No Nama Hotel 1 2 3 4 5 6 Inna Sindhu Beach Tanjung Sari Tamu Kami Gazebo Besakih Beach Sanur Paradise Plaza Hotel & Suites Diwangkara Holiday Villa Griya Santrian Peneda View Hotel Puri Dalem Sativa Sanur Cottages The Pavilions, Bali Alits Beach Bungalow Mercure Resort Sanur Fairmont (Regent Bali Hotel) The Graha Cakra Bali Segara Village Abian Srama Hotel & Spa Semawang Beach Inna Grand Bali Beach Puri Santrian Sanur Beach La Taverna 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Rata-rata skor implementasi Elemen THK (%) Parhyan Pawong Palema gan an han 96,67 100 86,67 96,67 95,00 88,89 96,67 100 91,11 63,33 80,00 53,33 76,67 95,00 80,00 96,67 100 100 Rata-rata Implementasi THK(%) 94,40 93,50 95,90 65,60 83,90 98,9 Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Cukup Baik Sangat Baik Ket 83,33 100 88,89 87,4 Sangat Baik 96,67 70,00 96,67 96,67 66,67 83,33 95,00 80,00 95 90,00 90,00 85,00 91,11 71,11 82,22 100 80,00 77,78 94,30 73,70 91,3 95,6 78,90 82,00 Sangat Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Baik 83,33 80,00 90,00 95,00 95,56 77,78 89,6 84,3 Sangat Baik Sangat Baik 83,33 100 83,33 90,00 95,00 90,00 66,67 97,78 82,22 80,00 97,60 85,20 Baik Sangat Baik Sangat Baik 66,67 100 100 95,00 65,22 100 76,30 98,30 Baik Sangat Baik 100 80,00 100 90,00 95,00 90,00 100 86,67 71,11 96,70 87,20 87,00 Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Tabel 5.4. menunjukkan bahwa dari 23 hotel yang diteliti, satu hotel (4,35%) penerapan THK-nya dalam kategori Cukup, enam hotel (26,09%) 55 kategori Baik, dan 16 hotel (69,56%) kategori Sangat Baik. Secara umum, penerapan THK pada hotel-hotel di Kawasan Pariwisata Sanur, adalah baik. Melalui penelitian ini, kiranya dapat dibuatkan kriteria bahwa hotel dapat dianggap penerapan THK-nya Baik, kalau penerapan masing-masing elemen THK dan juga penerapan THK secara keseluruhan, juga Baik. Mungkin saja terjadi, bahwa penerapan pada salah elemen THK adalah Tidak Baik atau Sangat Tidak Baik, namun penerapan THK secara keseluruhan adalah Baik. Dalam kasus ini, penerapan THK pada hotel yang bersangkutan, tidak bisa disebut Baik. Pada dasarnya THK adalah sebuah sistem yang holistik. Oleh karenanya, tidak bisa salah satu elemen THK penerapannya tidak baik. Harus semua elemen THK penerapannya baik, dan sekaligus penerapan THK secara keseluruhan. Hotel di Kawasan Pariwisata Sanur, yang skor penerapan THK-nya paling tinggi adalah Sanur Paradise Plaza Hotel and Suites (98,9%), dengan kategori Sangat Baik. Sedangkan hotel yang skor penerapan THK-nya paling rendah adalah Hotel Gazebo (65,6%), dengan kategori Cukup. Umumnya skor yang penerapannya paling rendah adalah pada penerapan elemen palemahan. Data skor hasil penelitian, dapat dilihat secara rinci pada Lampiran 4. Sementara itu, hotel yang penerapan elemen parhyangan sangat baik, pada umumnya menonjol pelaksanaan upacara di pura hotel tersebut. Karena pelaksanaan upacara di pura adalah wajib dilaksanakan di Bali. Untuk elemen pawongan, yang menonjol pelaksanaannya adalah berkait dengan harmoni antara pihak manajemen dengan karyawan dan masyarakat sekitar. Sedangkan untuk 56 elemen palemahan yang menonjol adalah pembuatan taman di hotel. Rincian tentang hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5. Deskripsi Penerapan Elemen Tri Hita Karana (THK) di Kawasan Pariwisata Sanur Elemen THK Parhyangan Kriteria Sangat baik Baik Cukup Pawongan Sangat Baik Nama Hotel Inna Sindhu Beach Tanjung Sari Tamu Kami Sanur Paradise Plaza Grya Santrian Puri Dalem Sativa Sanur Cottages Segara Village Inna Grand Bali Beach Puri Santrian La Taverna Besakih Beach Diwangkara Holiday Peneda View Hotel Alit Beach Bungalow Mercure Resort Sanur Fairmont (Regent Bali) The Graha Cakra Bali Abian Srama Hotel& Spa Sanur Beach Gazebo The Pavilion Bali Semawang Beach Inna Sindhu Beach Tanjung Sari Tamu Kami Sanur Paradise Plaza Grya Santrian Puri Dalem Sativa Sanur Cottages Segara Village Inna Grand Bali Beach Puri Santrian La Taverna Besakih Beach Diwangkara Holiday Alit Beach Bungalow Mercure Resort Sanur Fairmont (Regent Bali) The Graha Cakra Bali Deskirpsi Implementasi yang paling menonjol adalah dalam pelaksanaan upacara di pura di hotel ybs. Implementasi yang paling menonjol adalah dalam pelaksanaan upacara di pura di hotel ybs. Namun hal yang kurang diimplementasikan adalah pelaksanaan ceramah agama di hotel tsb. Tidak diimplementasikan ceramah-ceramah agama di hotel tsb. Ada harmoni antara manajemen dengan karyawan, ada harmoni antara manajemen dengan masyarakat di sekitarnya, dan adanya peraturan perjanjian kerja di hotel tsb. 57 Baik Palemahan Cukup Sangat baik Baik Cukup Abian Srama Hotel & Spa Sanur Beach The Pavilion Bali Semawang Beach Gazebo Ada harmoni antara Peneda View Hotel manajemen dengan karyawan, ada harmoni antara manajemen dengan masyarakat di sekitarnya, dan adanya peraturan perjanjian kerja di hotel tsb. Namun karyawan sebagai pendukung budaya Bali, sedikit. Tidak ada Tidak ada Inna Sindhu Beach Taman di kawasan hotel Tanjung Sari pada umumnya sudah baik. Tamu Kami Sanur Paradise Plaza Diwangkara Holiday Grya Santrian Sativa Sanur Cottages Mercure Resort Sanur Segara Village Sanur Beach Inna Grand Bali Beach Puri Santrian Besakih Beach Taman di kawasan hotel Puri Dalem pada umumnya sudah baik. Peneda View Hotel Namun kurang Alit Beach Bungalow melaksanakan program The Pavilion Bali penghijauan. Fairmont (Regent Bali) Abian Srama Hotel& Spa La Taverna Gazebo Pengelolaan emisi dan The Graha Cakra Bali pengelolaan B3 (Bahan Semawang Beach Berbahaya Beracun) kurang baik. Tabel 5.5. menunjukkan bahwa hotel-hotel di Kawasan Pariwisata Sanur masih perlu menerapkan THK dengan lebih optimal, agar wisatawan lebih senang ke kawasan ini. Hal ini perlu karena sekarang tercatat ada penurunan tingkat hunian hotel di Bali sebesar 14,7% menjadi hanya 55,8% (Kompas, 30 Mei 2015). 58 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan penelitian, dan juga dengan mengacu pada tujuan penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Kriteria penerapan THK, terdiri atas elemen Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan. Penerapan THK disebutkan dalam kriteria : Baik, kalau skor penerapan THK secara keseluruhan, minimal dalam kategori Baik, dan penerapan semua elemen THK, juga harus minimal dalam kategori Baik. Hotel di Kawasan Pariwisata Sanur dengan skor penerapan THK yang tertinggi adalah Sanur Paradise Plaza Hotel and Suites, dengan skor penerapan THK 98,9%, ber-kriteria Sangat Baik. Sedangkan hotel dengan penerapan THK terendah adalah Hotel Gazebo, dengan skor penerapan THK sebesar 65,6%, ber-kriteria Cukup. 2. Tingkat penerapan THK pada hotel-hotel di Kawasan Pariwisata Sanur adalah sebesar 86,97% (sangat baik). Sementara itu penerapan per-elemen THK dapat dilihat bahwa tingkat penerapan elemen parhyangan adalah 86,81% (sangat baik), elemen pawongan adalah 90,15 % (sangat baik), dan elemen palemahan adalah 83,96% (baik). 58 59 6.2. Saran Berdasarkan uraian pada simpulan, dapat disarankan sebagai berikut. 1. Hotel yang penerapan THK, dengan kriteria belum baik, perlu melakukan berbagai kegiatan yang berkait dengan implementasi THK, agar kategorinya dapat meningkat. Kegiatan yang dapat dilakukan, sesuai dengan berbagai indikator pada elemen-elemen Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan tsb. 2. Penerapan THK dalam kategori skor belum Baik, masih ditemukan pada elemen THK pada beberapa hotel sampel. Untuk itu perlu terus dikembangkan agar semua elemen THK pada hotel di Kawasan Pariwisata Sanur, dapat masuk dalam kategori minimal Baik. 3. Indikator hotel yang berbasis THK kiranya dapat terus dikembangkan lebih lanjut, dan terus diuji pada kawasan pariwisata yang lebih luas, sehingga dengan demikian akan didapatkan suatu indikator yang baku di masa yang akan datang. Dengan demikian akan dapat dijadikan sebagai pegangan pokok dalam menilai penerapan THK pada hotel di Bali, dan mungkin juga di Indonesia. 60 DAFTAR PUSTAKA Amalia, G.R. 2013. Peran stakeholder dalam implementasi kebijakan pengendalian pencemaran air sungai di Kota Sorabaya, Media Jurnal Politik Muda, Vol. 2 (2) p: 54. Antara, I.M. 2010. Bahan Ajar Metodelogi Penelitian Sosek, Program Studi Agribisnis, Universitas Udayana, Denpasar. Arif, S.S. 1999. Applying philosophy of tri hita karana in design and management of subak irrigation system, dalam a study of subak as indigenous cultural, social, and technological system to establish a culturally based integrated water resources management vol.III (ed : S.Susanto), Fac.of agricultural technology, Gadjah Mada University, Yogya. Azwar, S. 1997. Realibilitas dan Validitas, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Bali Travel Newspaper. 2014. Buku panduan Tri Hita Karana Awards and Accreditations 2014, Denpasar. Bappeda Prov. Bali. 2013. Bali dalam angka tahun 2012, Denpasar. Covarubis.M. 2013. The Island of Bali (terjemahan), Udayana University Press, Denpassar. Dirjen Pariwisata. 1978. Surat Keputusan Nomor : Kep-22/U/VI/ tahun 1978. Djelantik, A.A.W. 2011. Penerapan Tri Hita Karana di Kawasan Agrowisata Salak, di Desa Sebetan, Karangasem, Jurnal SOCA, Vol. 11 No.1, Juli 2011, Fakultas Pertanian, Unud, Denpasar. Fardiaz, S. 1992. Polusi air dan udara, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Global Code of Ethics for Tourism.-.United Organisazation (UN-WTO). Nations-World Tourism Groiler Electronis Publising. Inc. 1995. Pengertian Hotel dan Definisi Hotel. http://jenishotel.info/pengertian-hotel. diunduh tanggal 24 Agustus 2014. Hayati, S. Pengertian lingkungan hidup menurut para ahli. http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-lingkungan-hiduppara-ahli.html, diunduh tanggal 24 Agustus 2014. Koentjaraningrat, 1993. Hambatan-hambatan dalam pembangunan, Gramedia, Jakarta. 61 Kompas, online diunduh tanggal 30 Mei 2015. Lutfi. Pengertian lingkungan hidup menurut para ahli. http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-lingkungan-hiduppara-ahli.html, diunduh tanggal 24 Agustus 2014. Menparpostel. 1987. Surat Keputusan Nomor : Km/HK103/MPPT/1987. Perda Provinsi Bali, No. 4/2005, tentang : Pengendalian, Pencemaran, dan Perusakan Lingkungan Hidup. Pujaastawa, I.B. 2005. Pariwisata berwawasan THK, dalam Tri Hita Karana Tourism Awards and Accreditation, Green Paradise, Denpasar. Ridwan. 2013. Pengertian lingkungan hidup menurut para ahli. http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-lingkungan-hiduppara-ahli.html, diunduh tanggal 24 Agustus 2014. Saputro, M.D. 2013. Pengertian lingkungan hidup menurut para ahli. http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-lingkungan-hiduppara-ahli.html, diunduh tanggal 24 Agustus 2014. Sastrawan, A.A.G.A. 2005. Esensi Hindu dalam pengelolaan lingkungan, dalam Tri Hita Karana Tourism Awards and Accreditation, Green Paradise, Denpasar. Siahaan, N.H.T. 2004. Hukum Lingkungan Hidup dan Sosiologi. Erlangga, Jakarta. Sitompul, D.F.; M. Sutisna; K.Pharmawati. 2013. Pengelolaan limbah cair hotel Aston Braga City Walk dengan proses fitoremidiasi menggunakan tumbuhan enceng gondok, Jurnal Institut Teknologi Nasional, Vol.1, No.2. Subhi, M. 2011. Perijinan pembuangan limbah cair kegiatan industry dalam hubungannya dengan pengendalian pencemaran air (Studi di Kab. Ketapang), Kalimantan Barat, Universitas Tanjungpura, Kalimantan Barat. (Tesis). Soemarwoto, O. Pengertian lingkungan hidup menurut para ahli. http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-lingkungan-hiduppara-ahli.html, diunduh tanggal 24 Agustus 2014. Stedman, C. E. dan M. L. Kasavana. Pengertian lingkungan hidup menurut para ahli. http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-lingkunganhidup-para-ahli.html, diunduh tanggal 24 Agustus 2014. 62 Suarna, W. 2007. Etika Lingkungan, dalam Kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan hidup (ed: AAGR Dalem, IN Wardi, IW Suarna, dan IWS Adnyana), Penerbit Univ. Udayana, Denpasar. Sudarta, W. 2005. Beragam nilai tradisional subak, dalam Revitalisasi subak dalam memasuki era globalisasi (ed : Pitana, I G. dan I G Setiawan), Andi offset, Yogyakarta. Sudarta, W. 2012. Penerapan Tri Hita Karana di Subak Kawasan Perkotaan (Kasus Subak Anggabaya, Kota Denpasar), Jurnal SOCA, Vol. 9, No.2, Juli 2012, Fakultas Pertanian, Unud, Denpasar. Sugiarto, E. dan S. Sulatiningrum. 2001. Pengertian Hotel dan Definisi Hotel. http://jenishotel.info/pengertian-hotel. diunduh tanggal 24 Agustus 2014. Taufik. Pengertian lingkungan hidup menurut para ahli. http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-lingkungan-hiduppara-ahli.html, diunduh tanggal 24 Agustus 2014. Undang-Undang No. 32 th 2009, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Wiana, K. 2005. Manusia unsure sentral dalam THK, dalam Tri Hita Karana tourism awards and accreditation, Green Paradise, Denpasar. Wibowo, M dan F.Andreani. 2013. Analisi peranan sistem manajemen limbah berdasarkan sertifikat eco-hotel di Sheraton Surabaya Hotel and Towers, Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa, Vol.2 No. 1. Windia, W. 2002. Transformasi sistem irigasi subak yang berlandaskan Tri Hita Karana, disertasi (tidak dipublikasikan), UGM, Yogyakarta. Windia, W; K. Suamba; W. S. Astiti; M. Sarjana. 2007. Pengembangan Agrowisata Salak di Desa Sibetan, Kab. Karangasem, Jurnal SOCA, Vol.7, No.1, Februari 2007. Windia, W. dan R.K. Dewi. 2011. Analisis bisnis yang berlandaskan Tri Hita Karana, Udayana University Press, Denpasar. 63 Lampiran 1. Lokasi penelitian 64 Lampiran 2. Variabel, Indikator, dan Skala Ukur Penelitian tentang Lingkungan Hotel Yang Berbasis THK Variabel Indikator Skala Ukur dan Skor Keterangan I.Parhyangan 1.1. Adanya pura Skor 5. Kalau ada pura, Pelinggih di hotel. pelinggih yang ada di pura itu pura lengkap, kondisi bangunannya dianggap bersih, pelinggih berisi wastre lengkap, yang selalu bersih, dan di minimal halaman pura ada tanaman kalau ada bunga-bungaan. bangunan padmasana, dan penyengker. Skor 4. Kalau dipenuhi hanya empat parameter/skala ukur. Skor 3. Kalau dipenuhi hanya tiga parameter/skala ukur. Skor 2. Kalai dipenuhi hanya dua parameter/skala ukur. Skor 1. Kalau dipenuhi hanya satu parameter/skala ukur. 1.2. Pengelolaan Skor 5. Kalau pura dikelola oleh pura. managemen. Skor 4. Kalau pura dikelola oleh karyawan. Skor 3. Kalau pura dikelola oleh karyawan yang berlokasi di sekitar hotel. Skor 2. Kalau pura dikelola oleh masyarakat sekitarnya. Skor 1. Kalau pura tidak ada pengelolanya. 1.3. Pelaksanaan Skor 5. Pelaksanaan odalan Odalan di dilakukan secara rutin dan pura. berkesinambungan, pada suatu hari baik (dewasa ayu) tertentu. Skor 4. Pelaksanaan odalan dilakukan secara rutin, pada suatu hari baik (dewasa ayu) tertentu, tetapi tidak berkesinambungan. Skor 3. Pelaksanaan odalan di pura dilaksanakan sewaktuwaktu, kalau ada dana yang disediakan oleh managemen. 65 Skor 2. Pelaksanaan odalan di pura dilaksanakan sewaktuwaktu, kalau ada dana yang disediakan oleh karyawan. Skor 1. Pelaksanaan odalan di pura tidak pernah dilaksanakan. 1.4. Pemeliharaan Skor 5. Pemeliharaan kondisi pura pura menjadi tanggung jawab manajemen. Skor 4. Pemeliharaan kondisi pura menjadi tanggung jawab karyawan yang beragama Hindu. Skor 3. Pemeliharaan kondisi pura menjadi tanggung jawab sebagian karyawan yang beragama Hindu, yang berdomisili di sekitar hotel. Skor 2. Pemeliharaan kondisi pura menjadi tanggung jawab masyarakat di sekitar hotel. Skor 1. Tidak pernah ada pemeliharaan terhadap pura tersebut. 1.5. Pelaksanaan Skor 5. Ceramah agama, ceramah dilaksanakan secara rutin pada agama setiap odalan nadi (sekali setahun), dan dibiayai oleh managemen. Skor 4. Ceramah agama, dilaksanakan secara rutin pada setiap odalan nadi (sekali setahun), dan dibiayai sebagian oleh managemen. Skor 3. Ceramah agama, dilaksanakan secara rutin pada setiap odalan nadi(sekali setahun), dan dibiayai oleh karyawaan. Skor 2. Ceramah agama, dilaksanakan secara rutin pada setiap odalan nadi (sekali setahun), dan dibiayai oleh masyarakat sekitar hotel. Skor 1. Tidak pernah ada ceramah agama. 66 II.Pawongan 1.6. Bantuan Skor 5. Ada bantuan secara rutin kepada pura di kepada semua pura yang ada di sekitar hotel. sekitar hotel. Skor 4. Ada bantuan secara rutin kepada sebagian pura yang ada di sekitar hotel. Skor 3. Ada bantuan tidak secara rutin kepada semua pura yang ada di sekitar hotel. Skor 2. Ada bantuan tidak secara rutin kepada sebagian pura yang ada di sekitar hotel. Skor 1. Tidak pernah ada bantuan kepada pura yang ada di sekitar hotel. 2.1. Ada harmoni Skor 5. Tidak pernah ada antara pihak konflik antara pihak managemen managemen dan karyawan, dalam satu tahun dan pihak terakhir. karyawan Skor 4. Pernah konflik hanya sekali. Skor 3. Pernah konflik dua kali. Skor 2. Pernah konflik tiga kali. Skor 1. Pernah konflik empat kali. 2.2. Ada-tidaknya Skor 5. Ada PKB dan terlaksana perjanjian dengan baik. kerja (PKB) Skor 4, Ada PKB, tapi ada satu pasal yang tidak dilaksanakan. Skor 3. Ada PKB, tapi ada dua pasal yang tidak dilaksanakan. Sklor 2. Ada PKB, tapi ada tiga pasal yang tidak dilaksanakan. Skor 1. Tidak ada PKB. 2.3. Harmoni Skor 5. Tidak pernah ada antara pihak konflik antara pihak managemen hotel dengan dan masyarakat sekitarnya, masyarakat dalam satu tahun terakhir. sekitarnya. Skor 4. Pernah konflik hanya sekali. Skor 3. Pernah konflik dua kali. Skor 2. Pernah konflik tiga kali. Skor 1. Pernah konflik empat kali. 67 2.4. Jumlah karyawan sebagai pendukung budaya lokal (Bali). III.Palemahan 3.1. Ruang Terbuka Hijau (RTH) 3.2.Taman di kawasan hotel. 3.3. Pengelolaan air limbah. Skor 5. Kalau 100% karyawan Karyawan adalah pendukung budaya lokal pendukung (Bali). budaya lokal adalah karyawan yang beragama Hindu. Skor 4. Kalau 90% karyawan adalah pendukung budaya local (Bali). Skor 3. Kalau 80% karyawan adalah pendukung budaya local (Bali). Skor 2. Kalau 70% karyawan adalah pendukung budaya local (Bali). Skor 1. Kalau 60% karyawan adalah pendukung budaya local (Bali). Skor 5. RTH seluas 40% dari luas kawasan hotel. Skor 4. RTH seluas 30%. Skor 3. RTH seluas 20%. Skor 2. RTH seluas 10%. Skor 1. Tidak ada RTH Skor 5. Bila di hotel ada taman, yang memiliki komponen berupa : telaga/kolam, aair gemericik/ mancur, udara bisa beredar bebas/ lepas, ada pepohonan bungabungaan, dan ada pohon jenis langka . Skor 4. Kalau hanya ada 4 komponen. Skor 2. Kalau hanya ada 2 komponen. Skor 2. Kalau hanya ada 2 komponen. Skor 1. Kalau hanya ada 1 komponen. Skor 5. Kalau air limbah dikelola melalui DSDP atau IPAL yang beroperasi dengan baik dan lancar, output IPAL di test secara rutin. 68 3.4. Pengelolaan sampah Skor 4. Kalau air limbah dikelola melalui DSDP atau IPAL yang beroperasi dengan baik dan lancar, output IPAL tidak di test secara rutin. Skor 3. Kalau air limbah dikelola melalui DSDP atau IPAL yang beroperasi dengan baik dan lancar, output IPAL tidak pernah di test. Skor 2. Kalau air limbah dikelola melalui DSDP atau IPAL yang tidak beroperasi dengan baik dan lancar, output IPAL tidak pernah di test. Skor 1. Tidak ada pengelolaan limbah secara benar. Skor 5. Kalau sampah dipisahkan antara organik, botol/gelas. Pemisahan tetap dilakukan sampai di TPA. Ada sampah yang di reuse (botol/kertas kantong), dan di recycle (dalam bentuk kompos) Skor 4. Kalau sampah dipisahkan antara organik, botol/gelas. Pemisahan tetap dilakukan sampai di TPA. Ada sampah yang di reuse (botol/kertas kantong), dan tidak ada di recycle (dalam bentuk kompos). Skor 3. Kalau sampah dipisahkan antara organik, botol/gelas. Pemisahan tetap dilakukan sampai di TPA. Ada sampah yang tidak ada di reuse (botol/kertas kantong), dan tidak ada di recycle (dalam bentuk kompos). Skor 2. Kalau sampah dipisahkan antara organik, botol/gelas. Pemisahan tidak ada dilakukan sampai di TPA. Ada sampah yang tidak ada di reuse (botol/kertas kantong), dan tidak ada di recycle (dalam bentuk kompos). Skor 1. Tidak ada pengelolaan sampah. 69 3.5. Pengelolaan emisi 3.6. Pengelolaan lingkungan 3.7. Pengelolaan Bahan Berhaya Beracun (B3) Skor 5. Kalau setiap sumber emisi udara, memiliki komponen sbb : alat pengendali emisi udara, memiliki cerobong (stack), setiap cerobong ada lubang sampling, dan setiap cerobong dilengkapi dengan tangga,lantai kerja, dan pagar bangunan. Skor 4. Kalau memiliki 4 komponen. Skor 3. Kalau memiliki 3 komponen. Skor 2. Kalau memiliki 2 komponen. Skor 1. Kalau memiliki 1 komponen. Skor 5. Ada dokumen Amdal/ UKL/UPL; ada pelaporan pelaksanaan sesuai aturan yang berlaku; ada pelatihan pada staf; ada program lingkungan; ada pengelolaan lingkungan bersama masyarakat. Skor 4. Kalau ada 4 komponen. Skor 3. Kalau ada 3 komponen. Skor 2. Kalau ada 2 komponen. Skor 1. Kalau ada 1 komponen. Skor 5. Kalau : sudah ada tempat penyimpanan yang baik, tertata, memiliki Material Safety Data Sheet (MSDS), termasuk sistem pengelolaannya. Skor 4. Kalau memiliki tempat penyimpanan yang baik, tertata, dan memiliki MSDS. Skor 3. Kalau memiliki tempat penyimpanan yang baik, tertata, tapi tidak memiliki MSDS. Skor 2. Kalau memiliki tempat penyimpanan yang baik, dan tidak tertata. Skor 1. Kalau tidak memiliki alat apapun untuk mengelola B3. 70 3.8. Bangunan dengan ciri khas Bali. 3.9. Pemanfaatan CSR untuk kegiatan penghijauan. Skor 5. Kalau 100% bangunan hotel bercirikan khas Bali (ada atap, badan bangunan dan dasar bangunan), dan bangunannya berukir khas Bali. Skor 4. Kalau hanya 80%. Skor 3. Kalau hanya 60%. Skor 2. Kalau hanya 40%. Skor 1. Kalau hanya 20%. Skor 5. Kalau ada dana CSR untuk penghijauan, ada program penghijauan, ada bukti pelaksanaan, dan dilaksanakan secara rutin. Skor 4. Kalau hanya tiga kriteria dari empat kriteria di atas yang dipenuhi. Skor 3. Kalau hanya dua kriteria dari empat kriteria di atas yang dipenuhi. Skor 2. Kalau hanya satu kriteria dari empat kriteria di atas yang dpenuhi. Skor 1. Kalau tidak ada kriteria dari empat kriteria di atas yang dipenuhi. Sumber : Adaptasi dari Buku Panduan Tri Hita Karana Awards dan Accreditation tahun 2014; serta Windia dan Dewi (2011). 71 Lampiran 3 Case Processing Summary N Cases % Valid 19 100.0 0 .0 19 100.0 a Excluded Total a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's Standardized Alpha Items .770 N of Items .799 7 Item Statistics Mean Std. Deviation N x1 4.68 .820 19 x2 4.63 .597 19 x3 4.74 .452 19 x4 3.11 1.595 19 x5 4.11 1.197 19 x6 4.95 .229 19 x7 4.37 1.116 19 Inter-Item Correlation Matrix x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x1 1.000 .657 .662 .154 .262 -.093 .438 x2 .657 1.000 .444 .510 .446 .256 .382 x3 .662 .444 1.000 .348 .362 -.141 .533 x4 .154 .510 .348 1.000 .576 .168 .414 x5 .262 .446 .362 .576 1.000 .426 .718 x6 -.093 .256 -.141 .168 .426 1.000 .080 72 Inter-Item Correlation Matrix x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x1 1.000 .657 .662 .154 .262 -.093 .438 x2 .657 1.000 .444 .510 .446 .256 .382 x3 .662 .444 1.000 .348 .362 -.141 .533 x4 .154 .510 .348 1.000 .576 .168 .414 x5 .262 .446 .362 .576 1.000 .426 .718 x6 -.093 .256 -.141 .168 .426 1.000 .080 x7 .438 .382 .533 .414 .718 .080 1.000 Summary Item Statistics Maximum / Mean Minimum Maximum Range Inter-Item Correlations .362 -.141 .718 .859 Minimum Variance -5.097 N of Items .052 7 Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Item Deleted Total Correlation Correlation Alpha if Item Deleted x1 25.89 15.655 .434 .708 .753 x2 25.95 15.719 .648 .674 .730 x3 25.84 16.807 .575 .562 .750 x4 27.47 10.930 .538 .535 .765 x5 26.47 11.819 .716 .717 .685 x6 25.63 18.690 .203 .402 .785 x7 26.21 12.620 .666 .639 .700 Scale Statistics Mean 30.58 Variance 19.146 Std. Deviation 4.376 N of Items 7 73 ANOVA with Cochran's Test Sum of Squares Between People Within People df Mean Square 49.233 18 2.735 Between Items 43.789 6 7.298 Residual 67.925 108 .629 111.714 114 .980 160.947 132 1.219 Total Total Grand Mean = 4.37 Kesimpulan : Karena dari Cochran’s Test menunjukkan signifikan, maka data bersifat reliable. Keterangan : X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 : Inna Sindhu Beach : Tanjung Sari : Tamu Kami : Gazebo : Besakih : Sanur paradise : Diwangkara Cochran's Q 44.685 Sig .000 74