studi keamanan dan keandalan suplai sistem kelistrikan bali sesuai

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Mutakhir
Penelitian tentang peramalan beban puncak telah beberapa kali dilakukan
sebelumnya.
Gina (2012) dalam penelitiannya peramalan beban puncak untuk
pertumbuhan beban listrik Bali serta analisis skenario beroperasinya SUTET 500
kV. Hasil penelitian Juniastra Gina didapat peramalan beban puncak sistem Bali
tahun 2012 hingga tahun 2021 terjadi peningkatan pertumbuhan beban puncak
yang cukup signifikan, dengan rata-rata pertumbuhan beban puncak pertahun
sebesar 6,16% sehingga pada tahun 2021 sistem transmisi Bali harus mensuplai
tenaga listrik sebesar 1059,45 MW. Menurut RUPTL 2011-2020, pertumbuhan
beban puncak yang cukup signifikan ini disebabkan oleh faktor pertumbuhan
ekonomi dan faktor program elektrifikasi PT PLN (Persero).
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Adiputra (2013) menggunakan
peramalan beban puncak untuk mengetahui pertumbuhan beban puncak sistem
transmisi Bali dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2030 dengan kondisi suplai
tenaga listrik sistem transmisi Bali sesuai dengan RUPTL 2011-2020. Bawa
Adiputra menggunakan 2 skenario dalam menganalisis keamanan suplai tenaga
listrik dalam kondisi N-1. Skenario 1 menunjukkan pada tahun 2022 suplai tenaga
listrik sistem transmisi Bali mengalami krisis, dengan beban puncak yang di
peroleh sebesar 1304,10 MW sedangkan suplai tenaga listrik sistem transmisi Bali
dalam kondisi N-1 sebesar 1255,8 MW. Skenario 2 menunjukkan pada tahun 2028
suplai tenaga listrik sistem transmisi Bali mengalami krisis, dengan beban puncak
yang diperoleh sebesar 1862,60 MW sedangkan suplai tenaga listrik sistem
transmisi Bali dalam kondisi N-1 sebesar 1855,8 MW.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Wisesa (2015) menggunakan
peramalan beban puncak untuk mengetahui pertumbuhan beban puncak sistem
kelistrikan Bali dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2025 dengan kondisi suplai
kelistrikan Bali sesuai dengan RUPTL 2011-2020. Prabu Wisesa menganalisis
5
6
beban puncak dengan kriteria N-1 sehingga didapat, pada tahun 2015 pukul 19.00
wita terjadi beban puncak sebesar 877,30 MW dengan suplai tenaga listrik sebesar
867,90 MW sehingga Bali kekurangan suplai tenaga listrik sebesar 9,40 MW.
Tahun 2020, Bali mengalami krisis suplai tenaga listrik sebesar 115,27 MW dan
pada tahun 2025, Bali mengalami krisis suplai tenaga listrik sebesar 8073,58 MW.
2.2 Sistem Tenaga Listrik
Sistem tenaga listrik secara umum terbagi menjadi lima sistem utama yaitu
pembangkit listrik, sistem transmisi, Gardu Induk, sistem distribusi dan beban.
Diagram segaris dari sistem ketenagalistrikan secara umum dapat dilihat pada
gambar 2.1.
pusat
pembangkit
Gardu
Induk
distribusi
transmisi
Gardu
GarduInduk
Induk
beban
Gambar 2.1. Diagram Segaris Sistem Tenaga Listrik Sederhana
(sumber: Tobing, 2003)
Gambar 2.1 membahas tentang sistem tenaga listrik secara umum, sumber
listrik berasal dari pembangkit tenaga listrik. Lokasi pembangkit listrik umumnya
berada jauh dari sumber beban, sehingga untuk menyalurkan energi listrik yang
telah dibangkitkan harus disalurkan melalui sistem transmisi. Energi listrik yang
dibangkitkan tegangannya akan dinaikkan menggunakan transformator penaik
tegangan (step-up transformer) untuk kemudian disalurkan melalui sistem
transmisi menuju Gardu Induk untuk kemudian dapat disalurkan ke sumber beban.
Tegangan ini dinaikkan dengan maksud untuk mengurangi jumlah arus yang
mengalir pada saluran transmisi. Dengan demikian saluran transmisi bertegangan
tinggi akan membawa aliran arus yang rendah dan berarti akan mengurangi rugirugi daya transmisi.
Setelah daya listrik yang disalurkan mendekati sumber beban atau Gardu
Induk, maka selanjutnya tegangan trasmisi diturunkan melalui transformator
penurun tegangan (step-down transformer) di Gardu Induk tersebut. Tegangan
diturunkan menjadi tegangan menengah 20 kV untuk dapat disalurkan ke Gardu
7
Distribusi. Kemudian dari Gardu Distribusi tegangan kembali diturunkan menjadi
tegangan rendah 220V/380 V sehingga selanjutnya dapat disalurkan melalui
saluran distribusi menuju pusat-pusat beban.
Untuk mengetahui arah aliran energi listrik yang berawal dari pusat
pembangkit listrik hingga mencapai sumber beban dapat dilihat pada gambar 2.2
diagram alir sistem tenaga listrik berikut.
Gambar 2.2 Arah Aliran Energi Sistem Tenaga Listrik
(Sumber: Muh. Nasir Malik, Media Elektrik, Vol 4 No 1, Juni 2009)
Keterangan Gambar 2.2 :
TR
= Tegangan Rendah
TM
= Tegangan Menengah
TT
= Tegangan Tinggi
TET
= Tegangan Ekstra Tinggi
GI
= Gardu Induk
GD
= Gardu Distribusi
8
2.3 Keandalan Sistem Transmisi
Keandalan sistem transmisi didefenisikan dengan kemampuan komponenkom-ponen sistem transmisi untuk melakukan fungsinya (menyalurkan energi
listrik ke bagian distribusi) dengan baik dalam kondisi maupun periode waktu
yang telah ditentukan. (Mithulananthan, 2004)
Keandalan juga dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan sistem untuk
memberikan suatu pasokan tenaga listrik yang cukup dengan kualitas yang
memuaskan. Keandalan sistem tenaga listrik ditentukan oleh penilaian kecukupan
(adequacy assesment) dan penilaian keamanan (security assesment). Hal itu
berarti keandalan suatu sistem tenaga listrik ditentukan oleh kemampuan sistem
untuk memasok energi listrik yang cukup ke pelanggan yang memenuhi
persyaratan dengan cara yang memuaskan dan kemampuan sistem untuk tetap
mampu bertahan akibat adanya gangguan yang mendadak seperti hubung singkat
atau hilangnya elemen sistem yang tak dapat diantisipasi (Kim, 2003; Pottonen,
2005 dan Yeu, 2005).
Sistem tenaga listrik yang terdiri dari pembangkitan, penyaluran (transmisi)
dan distribusi memiliki tingkat keandalan yang berbeda. Khusus untuk saluran
transmisi, target yang harus dicapai dari parameter keandalan yang digunakan
dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Target Parameter Keandalan Sistem Transmisi
Indeks
Target
SAIFI
1,5
SAIDI
1,0 – 1,5 jam
CAIDI
1,0 – 1,5 jam
ASAI
0,99983
(Sumber: Dugan, 2004)
Beberapa indeks keandalan yang umum digunakan dalam menentukan nilai
keandalan suatu sistem distribusi antara lain:
9
2.3.1 SAIFI (System Average Interruption Frequency Index)
SAIFI didefinisikan sebagai jumlah rata-rata kegagalan yang terjadi per
pelanggan yang dilayani oleh sistem pertahun. Perumusan SAIFI diekspresikan
sebagai berikut (Billinton, 1989):
Atau:
.....................................................................................(2.1)
dengan:
= tingkat kegagalan (failure rate)
Ni
= jumlah pelanggan pada titik beban i (load point i)
NT
= total pelanggan pada sistem jaringan
2.3.2 SAIDI (System Average Interruption Duration Index)
SAIDI didefinisikan sebagai nilai rata-rata dari lamanya kegagalan untuk
setiap konsumen dalam selang waktu satu tahun. Bentuk perumusan matematis
SAIDI diekspresikan sebagai berikut (Billinton, 1989):
Atau:
....................................................................................(2.2)
dengan:
= durasi terputusnya pasokan listrik rata-rata sejumlah pelanggan
= jumlah pelanggan pada titik beban i (load point i)
NT
= total pelanggan pada sistem jaringan
Salah satu topik di Power Engineering yang sangat menantang adalah
studi keandalan (reliability). Lingkup studi ini cukup luas, seperti mempelajari
kalkulasi keandalan pembangkitan, transmisi, sistem interkoneksi dan distribusi.
Tidak ketinggalan, biasanya kita juga dikenalkan dengan konsep Simulasi Monte
10
Carlo untuk sistem tenaga listrik (Stevenson, 1990). Sistem tenaga listrik sangat
lah kompleks karena:
1) Besarnya secara fisik
2) Tersebar luas secara geografis
3) Adanya interkoneksi, baik nasional maupun internasional
4) Keterbatasan yang dimiliki operator itu sendiri
5) Energi listrik tidak dapat disimpan dengan efektif dan efisien dalam
jumlah yang besar
6) Perilaku sistem yang tidak terduga
Istilah
“reliability”
berhubungan
dengan
kemampuan
sistem
untuk
menyalurkan listrik ke semua titik penggunanya dalam standar dan jumlah yang
sesuai atau bisa diterima. Ada dua hal utama yang biasa dikaji dalam reliability:
1) Kecukupan (adequacy)
Adequacy assesment mempelajari kecukupan fasilitas yang dibutuhkan
sistem untuk memenuhi kebutuhan sistem. Biasanya assesment ini
dilakukan pada fase desain.
2) Keamanan sistem (security)
Security assesment mempelajari kemampuan sistem untuk tanggap
terhadap gangguan. Hal ini sering dihubungkan dengan respon dinamis
sebuah sistem. Assesment ini sering dilakukan pada fase operasional.
2.3.3 Teknik pengkajian reliability
Menentukan keandalan (Reliability) sangat perlu di perhatikan teknik
pengkajiannya, terdapat dua teknik dalam pengkajian keandalan (Reliability)
yaitu:
2.3.3.1 Indeks keandalan deterministik
Teknik Deterministik adalah teknik yang merupakan teknik tradisional,
teknik ini tidak melihat kemungkinan atau stokastik alami sebuah sistem tenaga
listrik. Terdapat beberapa kriteria untuk menentukan indeks keandalan dengan
menggunakan teknik deterministik yaitu :
11
1) Kriteria % marjin cadangan (% reserve margin) :
a. Kapasitas Terpasang ≥ Max. Demand + besaran % Reserve Margin
b. Misal jika Sistem Jawa Bali Max Demand-nya 17000 MW dan besaran
Reserve Margin-nya ditentukan 20% maka Kapasitas Terpasangnya
minimal 17000 + 3400 = 20400 MW.
c. Besaran %Reserve Margin ini dievaluasi dari waktu ke waktu dengan
mempertimbangkan ENS (energy not served) dan LOLP (lost of load
probability) yang dikehendaki (lihat dalam OC 2.2 Aturan Jaringan
sistem tenaga listrik Jamali 2007).
2) Jatuhnya unit terbesar / kriteria contingency :
a. Total Kapasitas Pembangkit Beroperasi + Cadangan Putar ≥ Max.
Demand + Unit Generator Terbesar (contingency size)
b. Misal jika Max Demand 17000 MW, unit terbesar adalah PLTU 660
MW, maka total kapasitas pembangkit dan cadangannya harus lebih
besar dari 17000 + 660 = 17660. Jika yang beroperasi adalah 15000
MW dan cadangan (lihat OC 2.1) hanya 1000 MW (total, 15000 +1000
= 16000), maka sistem tenaga listrik dapat dikatakan defisit karena
16000 < 17660. Hampir dapat dipastikan, ketika peak load terjadi
maka akan ada pemadaman (load shedding) untuk menjaga kestabilan
sistem.
3) Kriteria jaringan :
a. N-1, atau N-2 dsb. Ambil contoh N-1, yang artinya apabila sembarang
satu buah elemen sistem tenaga listrik (misal line transmisi, GCB,
generator dll) gagal maka sistem tetap stabil.
b. Energi yang Tidak Terlayani (Unserved Energy) < 0.002% Kebutuhan
Energi Total (contoh di Australia).
2.3.3.2 Indeks keandalan probabilistik
Teknik Probabilistik adalah teknik yang menggunakan pendekatan analitis
dan simulasi. Teknik ini yang paling baik untuk mengakomodasi perilaku sistem
tenaga listrik. Contoh toolnya seperti Power Factory, RAPS. Terdapat beberapa
kriteria untuk menentukan indeks keandalan dengan menggunakan teknik
probabilistik yaitu :
12
1) Probabilitas load outage
2) Perkiraan Energi yang Tidak Tersalurkan (estimated energy not supplied /
EENS)
3) Jumlah insiden outage
4) Jumlah jam gangguan/interupsi
5) Penyimpangan melampaui batas set tegangan
6) Penyimpangan melampaui batas set frekuensi, dll.
2.3.4 Cara pengkajian keandalan secara probabilistik
Pengkajian secara probabilistik terdapat beberapa cara untuk mengkajinya
diantaranya:
1) Teknik Analitis
a.
Berdasarkan prinsip penyebutan keadaan (state)
b.
Menyajikan kondisi aktual sistem dengan model matematis
c.
Sulit diterapkan pada sistem tenaga listrik yang besar
2) Teknik Simulasi
a.
Simulasi Monte Carlo (untuk sistem stokastik)
b.
Mengevaluasi indeks sistem dengan mensimulasi proses aktual dan
sifat elemen sistem yang random.
c.
Dapat menangani sistem yang besar
d.
Memerlukan
waktu
perhitungan
yang
lama
dan
kapasitas
penyimpanan yang besar
Khusus untuk tugas akhir ini pengkajiaannya menggunakan metode
probabilistik dengan menggunakan teknik simulasi dan menggunakan alat bantu
ETAP power Station 12.60. Dimana untuk dapat menentukan keandalan
(Reliability) diperlukan beberapa satuan yaitu:
1) Tingkat kegagalan (Failure Rate)
Disebut juga laju kegagalan (failure rate) dinyatakan dalam λ
(lambda). Untuk saluran radial, laju kegagalan untuk suatu lingkungan
tertentu yang homogen, sebanding dengan panjang saluran yang bersangkutan.
13
2) Lama pemadaman (Outage Time)
Lama pemadaman (outage time) dinyatakan dalam r, tergantung
kepada waktu yang dibutuhkan untuk melakukan perbaikan dan pemulihan.
2.4 Peramalan
Peramalan adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan di masa
datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan
lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan. Peramalan
permintaan merupakan tingkat permintaan produk–produk yang diharapkan akan
terealisasi untuk jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang. Untuk
menjamin efektivitas dan efisiensi dari sistem peramalan permintaan, terdapat
langkah-langkah seperti pada gambar 2.3 :
Gambar 2.3 Langkah-Langkah Peramalan
(Sumber: Hanke, 1992)
14
2.4.1 Ketersediaan suplai tenaga listrik
Konsep dasar dari ketersediaan suplai tenaga listrik adalah pada saat
kondisi operasinya. Suatu sistem tenaga listrik dapat dikatakan tersedia atau aman
jika suplainya tidak terputus sampai ke konsumen dalam kondisi pemadaman
(Liang, Fan dan Yang, 2010).
Ketersediaan suplai tenaga listrik juga didefinisikan sebagai kemampuan
sistem tenaga listrik untuk menyediakan tenaga listrik sampai pada pengguna
akhir (konsumen) dengan level kontinuitas dan kualitas tertentu secara
berkelanjutan, yang berkaitan dengan standar yang ada dan perjanjian kontrak
pada titik-titik pengiriman (Union of the Electricity Industry–EURELECTRIC,
2006).
Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan industri pariwisata dan
tata kota, kebutuhan energi listrik di Bali pun ikut meningkat dengan pesat.
Sampai saat ini, sebagian besar energi listrik yang digunakan di Bali berasal dari
pembangkit listrik yang berada di Jawa. Masalahnya di Pulau Jawa sampai saat ini
masih terdapat daerah yang belum bisa menikmati fasilitas listrik dari PLN, atau
dengan kata lain Jawa pun masih memerlukan energi listrik yang besar. Bali
sampai saat ini menjadi prioritas karena merupakan daerah tujuan pariwisata
dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan daerah lainnya
(Sutrisna, 2011).
Sebagai salah satu daerah tujuan pariwisata dunia, idealnya Bali sebagai
mukanya Indonesia harus bisa memanfaatkan segala potensi energi lokalnya
dengan membangun pembangkit listrik ramah lingkungan skala kecil yang banyak
yang tersebar di seluruh perumahan, hotel, villa, dan fasilitas-fasilitas penerangan
jalan lainnya. Sayangnya sampai saat ini PLN dan Pemerintah Daerah (Pemda
Bali) kurang tegas dalam mengatur ketentuan-ketentuan dan tata cara penggunaan
energi alternatif seperti tenaga surya (PLTS) atau tenaga bayu (PLTB). Tanpa
didukung langsung oleh pemerintah dan PLN, penggunaan energi alternatif di Bali
akan tetap akan jalan di tempat.
15
2.4.2 Regresi linier
Metode yang digunakan adalah metode time series dimana metode ini
menggunakan data historis beban sistem kelistrikan Bali di masa lalu yang akan
digunakan untuk menentukan nilai beban masa mendatang atau peramalan
terhadap beban yang harus dipenuhi sistem kelistrikan Bali menggunakan suatu
pemodelan. Berdasarkan data historis beban puncak sistem kelistrikan Bali tahun
2000 sampai dengan 2014 kemudian dilakukan suatu pemodelan menggunakan
metode kuadrat terkecil (Least Square Method) menggunakan bantuan fasilitas
program excel. Metode kuadrat terkecil adalah metode dengan persamaan yang
dapat digunakan untuk menentukan persamaan regresi dengan meminimalisir
jarak kuadrat vertikal antara nilai aktual “Y” dan nilai peramalan “X”. Analisis
regresi yang di gunakan dalam program excel adalah regresi linier sederhana yaitu
hubungan secara linear antara satu variabel independen (X) dengan variabel
dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen apakah positif atau negatif dan untuk
memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen
mengalami kenaikan atau penurunan. Data yang digunakan biasanya berskala
interval atau rasio(Wahyono, 2010). Rumus regresi linear sederhana sebagi
berikut:
Y = a + bx
untuk trend garis lurus, serta...........................................(2.3)
Y = a + bx + cx2
untuk trend garis lengkung.............................................(2.4)
Keterangan:
Y = Variabel dependen (variabel yang akan diramalkan)
x
= Variabel independen (unit waktu)
a = Konstanta (nilai Y’ apabila X = 0)
b = Koefisien regresi (variabel per x" yaitu menunjukkan besarnya
perubahan nilai Y dan setiap perubahan satu unit x)
16
2.4.3 Segitiga daya
Segitiga daya merupakan segitiga yang menggambarkan hubungan
matematika antara tipetipe daya yang berbeda (Apparent Power, Active Power dan
Reactive Power) berdasarkan prinsip trigonometri(Kadir, 2000). Gambar faktor
daya pada segitiga daya dapat dilihat berikut ini.
Gambar 2.4 Diagram Faktor Daya
Dimana berlaku hubungan :
S = √P2 + √Q2 φ.....................................................................................(2.5)
P = S / Cos φ...........................................................................................(2.6)
Q = S / Sin φ...........................................................................................(2.7)
Keterangan :
P = Daya Aktif
S = Daya Nyata
Q = Daya Reaktif
2.4.4 Neraca daya
Neraca daya didefinisikan sebagai gambaran kapasitas pembangkitan
sistem (dalam satuan MW) yang terdiri dari daya mampu netto, daya mampu
aktual, variasi musim, pemeliharaan dan gangguan pembangkit, beban sistem
serta cadangan operasi sistem (PT PLN (PERSERO) P3B JAWA BALI BIDANG
OPERASI SISTEM, Cinere 16514 – Jakarta Selatan). Neraca daya inilah yang
nantinya digunakan sebagai acuan dalam menentukan tingkat ketersediaan suplai
dari suatu sistem tenaga listrik.
17
Untuk membuat neraca daya dalam tugas akhir ini, ada beberapa
parameter yang digunakan, yaitu:
1.
Kapasitas suplai total: adalah jumlah dari kapasitas suplai yang tersedia
saat ini dengan seluruh kapasitas suplai tambahan dalam satuan MW.
2.
Daya cadangan dalam keadaan sistem beroperasi normal: adalah selisih
dari kapasitas suplai total dengan beban puncak pada sistem tersebut.
3.
Kapasitas suplai dalam kondisi N-1: adalah kapasitas suplai total yang
dikurangi dengan unit pembangkitan terbesar dalam sistem tersebut.
4.
Daya cadangan dalam kondisi N-1: adalah selisih dari kapasitas suplai
dalam kondisi N-1 terhadap beban puncak pada sistem tersebut.
Tabel 2.2 Contoh Neraca Daya Sistem Tenaga Listrik
Uraian
Beban puncak
Kapasitas terpasang
Daya Mampu
Cadangan Operasi
Cadangan daya bila unit terbesar keluar (N-1)
Cadangan daya dengan reserve margin
Cadangan pasti (N-1)
Satuan
MW
MW
MW
MW
MW
MW
%
2005
420,00
652,11
588,00
167,50
37,50
185,73
6,40
2006
454,00
653,53
585,06
130,76
0,76
149,30
0,10
2007
505,00
653,53
582,13
77,60
-52,40
96,29
-0,90
2008
558,00
653,53
579,22
21,57
-108,43
40,41
-18,70
2009
614,00
653,53
576,33
-37,51
-167,51
-18,52
-29,10
2010
673,00
653,53
573,45
-99,78
-229,78
-80,64
-40,10
(Sumber: Jurusan Teknik Elektro; Fakultas Teknik Universitas Udayana, 2005)
Tabel 2.2 di atas adalah neraca daya suatu sistem tenaga listrik dari tahun
2005 sampai 2010. Di dalam uraiannya terdapat parameter yang digunakan, yaitu
kapasitas terpasang (suplai total), daya cadangan saat operasi normal dan saat
kondisi N-1.
2.4.4.1 Rasio elektrifikasi dan kondisi kelistrikan di setiap daerah di Bali
Bali dibagi menjadi 9 wilayah kabupaten atau kota yang hampir sebagian
besar telah terhubung dengan listrik dengan rasio elektrifikasi rata-rata sebesar
87.06 % (2010), jauh diatas rasio elektrifikasi nasional. Dari data diatas sekilas
dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah dengan energi listrik di Bali. Namun
yang perlu diingat disini adalah Bali sampai saat ini masih tergantung dengan satu
jaringan interkoneksi bawah laut Jawa – Bali (220 MW) dan pembangkit listrik
berbahan bakar Gas dan Minyak Bumi (PLTG Gilimanuk, 130 MW; PLTGU
18
Pemaron, 120 MW; PLTG/PLTD Pesanggaran, 157,8 MW) yang notabene biaya
operasinya sangat mahal jika dibandingkan pembangkit listrik jenis lainnya
(Sutrisna, 2011).
Total pasokan listrik di Bali saat ini sekitar 620 MW. Dengan beban
puncak listrik di Bali sebesar 560 MW (rekor beban tertinggi 579 MW
(18/10/2011), hanya diperoleh cadangan listrik maksimal 60 MW. Pada data
tingkat pertumbuhan ekonomi Bali pada 2010-2011 bergerak antara 5-hingga 6%
dengan memicu tingkat pertumbuhan kebutuhan listrik sebanyak 10-11%.
Melihat kondisi ini, dapat disimpulkan bahwa Bali sedang menghadapi krisis
energi listrik untuk beberapa tahun ke depan. Masalah kecil saja seperti apabila
salah satu pembangkit listrik rusak, dapat dipastikan Bali akan menghadapi
pemadaman bergilir. Berikut ini adalah gambar 2.5 merupakan gambar peta dan
kondisi kelistrikan di setiap kabupaten/kota di Bali.
Gambar 2.5 Peta dan Kondisi Kelistrikan di Setiap Kabupaten/Kota di Bali
(Sumber: Sutrisna, 2011).
19
2.4.4.2 Potensi sumber energi listrik Bali pembangkit listrik berdaya besar
Provinsi Bali memiliki potensi energi yang dapat dikembangkan untuk
pembangkit tenaga listrik terdiri dari Potensi panas bumi yang dapat
dikembangkan sebesar 296 MW terdapat di 5 lokasi yaitu Banyuwedang
Buleleng, Seririt Buleleng, Batukao Tabanan, Penebel Tabanan dan BuyanBratan Buleleng1. Kebutuhan bahan bakar untuk pembangkit di Bali harus dikirim
dari provinsi lain, meliputi BBM seperti saat ini, batubara terkait dengan PLTU
Celukan Bawang dan kemungkinan mini LNG ke Pesanggaran sesuai dengan
kelayakan keekonomiannya (RUPTL, 2015).
Pembangkit listrik terbesar yang akan beroperasi di bali adalah PLTU
Celukan Bawang, proyek ini mulai tahun 2007, diperkirakan menghasilkan listrik
sebesar 1.029 MW dalam dua tahap, tahap pertama 1 x 130 MW dan 2 x 125 MW
(rencana operasi 12 Juni 2015), tahap kedua 2 x 300 MW (tahun 2020 dan tahun
2022) (Sutrisna, 2011).
Tabel 2.3 Daya Pembangkitan PLTG Celukan Bawang
No
Unit
1
PLTU
2
PLTU
3
PLTU
4
PLTU
Total PLTU Celukan
Bawang
Daya Terpasang (MW)
1x130
2x125
1x300
1x300
Daya Mampu (MW)
130
250
300
300
980
980
(Sumber: RUPTL Bali tahun 2015-2024)
PLTU Celukan Bawang merupakan pembangkit listrik dengan kapasitas
yang sangat besar, merupakan pembangkit yang dapat diandalkan sebagai listrik
menanggulangi beban puncak seperti yang terjadi pada tahun 2014. Adapun
perencanaan pembangkit listrik yang ada di Bali seperti yang dijelaskan di bawah
ini.
2.4.4.3 Rencana tambahan infrastruktur ketenagalistrikan
Upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan listrik Bali hingga
tahun 2030 dengan direncanakan menambahan pembangkit listrik di Bali sebesar
611 MW yang terdiri dari pembangkit seperti diberikan pada Tabel 2.4.
20
Tabel 2.4 Rencana Pengembangan Kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik Provinsi Bali
(Sumber: Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, 2015)
Download