10 BAB III DASAR TEORI 3.1 Semikonduktor Semikonduktor adalah

advertisement
BAB III
DASAR TEORI
3.1 Semikonduktor
Semikonduktor adalah bahan yang mempunyai energi celah (Eg) antara
2-3,9 elektron volt. Bahan dengan energi celah diatas kisaran energi celah
semikonduktor adalah bahan isolator. Setiap semikonduktor memiliki sejumlah
elektron valensi pada kulit terluarnya yang menempati keadaan valensi, keadaan
elektron valensi memiliki tingkat energi yang disebut energi valensi.
Selisih antara tingkat energi konduksi dengan tingkat energi valensi ini
dinamakan energi celah
merupakan energi
pita (energy gap), dimana energi
minimal
yang dibutuhkan
untuk
gap
memutuskan
tersebut
ikatan
kovalen pada kristal semikonduktor (Setiawan, 2007). Beberapa semikonduktor
berdasarkan energi celah pita disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Posisi energi celah pita dari semikonduktor (Nolan, 2010).
10
11
Keberadaan energi celah pita
pada
semikonduktor
mencegah
penggabungan kembali elektron-hole sehingga waktu hidup pasangan elektronhole menjadi lebih panjang untuk melakukan transfer elektron antar muka
(Febrian, 2008). Semikonduktor dapat menyerap cahaya yang memiliki energi
lebih besar dari energi celah pitanya dan akan menghasilkan hidroksi radikal
(OH•) yang bisa digunakan untuk proses rekasi redoks.
3.2 Titanium dioksida (TiO2)
Titanium dioksida (TiO2) merupakan padatan putih dengan berat molekul
79,90 dengan titik lebur 1885°C. Senyawa ini tidak larut dalam air, asam klorida
dan asam nitrat tetapi larut dalam asam sulfat pekat (Qodri, 2011). Material TiO2
mempunyai 3 struktur kristal, yaitu anatase, rutile dan brookite yang
disajikan pada Gambar 3. TiO2 jenis anatase lebih fotoaktif daripada jenis rutile
karena luas permukaan anatase lebih besar dari rutile sehingga sisi aktif per
unit anatase lebih besar.
Struktur brookite paling tidak stabil dan paling sulit di preparasi
sehingga jarang digunakan dalam proses fotokatalitik.
(a)
(b)
(c)
Gambar 3. Struktur kristal TiO2 (a) rutile (b) anatase (c) brookite (Nolan, 2010).
12
Semikonduktor TiO2 dalam bentuk rutile memiliki energi celah pita 3,0
elektron volt, anatase 3,2 elektron volt dan brookite 3,2 elektron volt (Nolan,
2010). Titanium dioksida (TiO2) umum digunakan dalam fotodegradasi
dikarenakan aktivitasnya yang tinggi dan stabil dalam proses biologi dan kimia
(Muarip, 2013).
3.3 Zink Oksida (ZnO)
ZnO memiliki energi gap sebesar 3,2 elektron volt, sehingga mampu
menyerap cahaya dengan panjang gelombang sekitar 365 nm (warna hijau). ZnO
sendiri banyak diaplikasikan sebagai fotokatalis. ZnO di sini digunakan
sebagai dopan yang melapisi permukaan kristal TiO2, sehingga kehadiran
ZnO mampu meningkatkan energi gap dari semikonduktor TiO2. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pengembanan semikonduktor pada suatu adsorben
dapat meningkatkan aktivitas fotokatalitik dalam proses degradasi senyawa
organik maupun logam berat (Kruefu et al, 2012).
Astutik
(2010)
mensintesis ZnO/TiO2 kemudian
struktur
kristal
dianalisis dan dibuktikan energi gap TiO2 yang semula 3,2 elektron volt naik
menjadi 3,48 elektron volt setelah didopan dengan ZnO. Hal ini membuktikan
bahwa pengaruh dopan pada semikonduktor dapat meningkatkan energi gap.
3.4 Metode sol gel
Proses sol gel merupakan pembentukan senyawa anorganik dengan reaksi
kimia dalam larutan pada suhu rendah, dimana dalam proses tersebut terjadi
perubahan fasa dari suspensi koloid (sol) membentuk fasa cair kontinyu (gel)
(Fernandez, 2011).
13
Tahapan proses sol gel
a. Hidrolisis
Proses pertama logam prekursor (alkoksida) dilarutkan dalam alkohol
dan terhidrolisis dengan penambahan air pada kondisi asam, netral atau basa
menghasilkan sol koloid. Hidrolisis menggantikan ligan (-OR) dengan gugus
hidroksil (-OH).
b. Kondensasi
Proses ini mengalami transisi dari sol menjadi gel. Reaksi kondensasi
melibatkan ligan hidroksil untuk menghasilkan polimer dengan ikatan M-OM. Pada berbagai kasus, reaksi ini menghasilkan produk samping berupa air
atau alkohol.
c. Pematangan (Ageing)
Proses ini terjadi pembentukan jaringan gel yang lebih kaku, kuat dan
menyusut dalam larutan.
d. Pengeringan
Proses pengeringan ini dilakukan untuk menguapkan larutan dan cairan
yang tidak diinginkan.
3.5 Fotokatalisis
Fotokatalisis adalah proses reaksi yang terjadi dengan penambahan katalis
dan sinar ultraviolet. Proses ini biasanya menggunakan semikonduktor TiO2
karena ramah lingkungan dan TiO2 memiliki energi celah pita 3,2 elektron volt.
Fotokatalis merupakan gabungan dari fotokimia dan katalis yang terintegrasi,
sehingga terjadi reaksi kimia. Reaksi transformasi tersebut berlangsung pada
14
permukaan bahan katalis semikonduktor yang diinduksi oleh sinar yan disajikan
pada Gambar 4.
Gambar 4. Mekanisme fotokatalisis (Nolan, 2010).
Proses fotokatalisis mengahasilkan permukaan semikonduktor yang
bersifat sebagai pengoksidasi yang kuat sehingga dapat digunakan untuk
mendegradasi zat berbahaya seperti senyawa organik atau bakteri ketika
dikenakan cahaya matahari atau lampu yang berpijar (Hutabarat, 2012). Produksi
pasangan elektron dan lubang (hole) akan berdifusi ke permukaan semikonduktor
dan menyebabkan proses oksidasi-reduksi polutan didalam medium.
Mekanisme dasar yang memungkinkan terjadinya proses fotokatalisis
adalah terbentuknya
pasangan
electron-hole
pada
permukaan
katalis
semikonduktor ketika diinduksi oleh energi foton yang sesuai. Elektron yang
tereksitasi
dan sampai ke permukaan katalis dapat mereduksi logam berat,
sedangkan hole yang terbentuk dapat menghasilkan radikal •OH yang akan
mendegradasi (mengoksidasi) limbah organik seperti fenol (Slamet dkk., 2005).
15
Sedangkan dalam proses ini fotokatalisis TiO2-ZnO mengalami mekanisme
fotokatalisis seperti Gambar 5.
Gambar 5. Mekanisme fotokatalisis TiO2-ZnO (Mondal dan Ashutosh, 2014).
Reaksi proses fotokatalisis dapat dibuat seperti dibawah ini:
Fotokatalisis (TiO2/ZnO) + hν → e- + h+
h+ + H2O→ H+ + OH•
h+ + OH- → OH•
e- + O2→O2
2e- + O2 + 2H+ → H2O2
e- + H2O2 → OH• + OHOrganik + •OH + O2→ CO2 + H2O+produk degradasi lainnya
Sehingga pada proses fotokatalisis ini senyawa organik yang berbahaya dapat
diubah menjadi CO2, H2O dan produk degradasi lain yang lebih ramah
lingkungan.
16
3.6 Sonofotokatalisis
Metode sonofotokatalisis merupakan proses penggabungan antara metode
sonokimia dan fotokatalisis. Sonokimia merupakan metode yang menggunakan
suara ultrasonik
dalam aplikasi ultrasonik daya tinggi, dapat menghasilkan
fenomena yang dikenal sebagai "Kavitasi". Kavitasi adalah pembentukan,
pertumbuhan dan runtuhnya gelembung dalam cairan.
Metode sonokimia pada prinsipnya menggunakan gelombang ultrasonik
untuk mendegradasi senyawa organik, sedangkan dengan menggunakan katalis
dan gelombang ultrasonik maka, metode itu disebut sonokatalisis. Penelitian
mengenai sonokatalisis pernah ada
yang berjudul Ultrasound assisted
semiconductor mediated catalytic degradation of organic pollutants in water:
Comparative efficacy of ZnO, TiO2 and ZnO-TiO2, pada penelitian ini metode
sonokatalisis berhasil dilakukan untuk mendegradasi fenol, dimana efisiensi
katalis dalam mendegradasi fenol yaitu ZnO-TiO2 > ZnO > TiO2 (Anju et al,
2012).
Teknologi terus berkembang sehingga dikembangkan lebih lanjut
mengenai metode sonofotokatalisis. Diharapkan dengan meteode ini proses
degradasi senyawa organik dalam limbah dapat berjalan lebih cepat dan efisiensi
nya tinggi. Prinsip sonofotokatalisis ini seperti proses fotokatalisis hanya saja
ditambah dengan suara ultrasonik yang dapat membuat produksi radikal hidroksi
lebih banyak. Sehingga akan lebih besar kemampuannya dalam mendegradasi
fenol dalam penelitian ini.
17
3.7 X-Ray Diffraction (XRD)
Metode difraksi sinar X (XRD) merupakan metode yang banyak
digunakan oleh peneliti untuk mengkarakterisasi kristal. Metode ini digunakan
untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan
parameter struktur kisi dan metode ini tidak merusak sampel. Sehingga sampel
dapat digunakan kembali tanpa mempengaruhi kinerjanya.
Dasar
penggunaan
metode
XRD
untuk
mengidentifikasi
suatu
materiadalah sistematika atom-atom dalam bidang kristal, karena susunan atom
tiap spesi material adalah spesifik.sinar X sendiri merupakan radiasi
elektromagnetik dengan panjang gelombang (λ) pendek, antara 0,5-2,5 Å ( 5.10-92,5.10-10 m). Hukum Bragg merupakan dasar dari XRD, dimana persamaan Bragg
adalah n λ = 2d sin Ө yang disajikan pada Gambar 6. Dimana n adalah 1,2,..., λ
adalah panjang gelombang sinar X yang digunakan, d adalah jarak antara dua
bidang kisi, Ө adalah sudut antarasinar datang dengan bidang normal dan n adalah
bidang bulat yang disubut sebagai orde pembiasan (Tan, 1982).
Gambar 6. Difraksi sinar X oleh kristal (Krisnawan, 2009).
Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar X dijatuhkan pada
sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar X yag memiliki
18
panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar
yang dibiaskan akan tertangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai
sebuah puncak difraksi. Semakin banyak bidang kristalyang terdapat didalam
sampel, semakin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkan.
Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang
kristaldalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang dihasilkan ini kemudian
dicocokan dengan standar difraksi sinar X untuk semua jenis material. Standar ini
disebut dengan JCPDS (Joint Committee Powder Diffraction Standard). Teknik
difraksi sinar X juga dapat digunakan untuk menentukan ukuran kristal, regangan
kisi dan komposisi kimia.
3.8 Surface Area Analyzer (Quantachrome)
Metode adsorpsi gas N2 telah dikenal dengan luas untuk mengidentifikasi
porositas material termasuk material komposit. Sesuai dengan Gambar 7 yang
menunjukkan bentuk alat yang digunakan untuk analisis SAA. Hal yang penting
dari analisis ini adalah dapat diketahui pola adsorpsi-desorpsi dan evaluasi
distribusi ukuran pori serta luas permukaan spesifik material.
Gambar 7. Alat Surface Area Analyzer (Quantachrome, 2008).
19
Menurut klasifikasi Brunair Emmet Teller (BET) dibagi menjadi enam
kategori. Tipe I menunjukkan pori berukuran kurang dari 20 Å yaitu mikropori
seperti zeolit dan karbon. Sedangkan adsorpsi oleh beberapa padatan mesopori
atau makropori terjadi melalui pembentukan multilayer dan ditunjukan dengan
peningkatan tekanan relatif dengan mekanisme adsorpsi, material menunjukkan
pola adsorpsi tipe II dan tipe III tergantung pada sifat padatan adsorben.
Jika pola adsorbsi memperlihatkan terbentuknya monolayer sebelum
kemudian mengadsorpsi kembali, maka pola adsorpsi tergolong tipe II dan jika
pada keseluruhan tekanan relatifterjadi peningkatan kapasitas adsorpsi, maka pola
adsorpsi tergolong tipe III. Isoterm tipe IV adalah karakter material mesopori,
dicirikan dengan adanya hysterisis loop. Tipe IV menunjukan pori lebih dari 20 –
500 Å yaitu mesopori dan tipe VI berupa multilayer bisa pori dalam ukuran
mesopori atau makropori yang memiliki pori lebih dari 500 Å.
3.9 Scanning Electron Microscope- Energy Difraction X-ray (SEM-EDX)
Prinsip dasar SEM-EDX adalah sampel detembak dengan elektron
berkecepatan tinggi(e-gun) lalu akan ada e yang dipantul dan ditangkap oleh
detektor dan diperbesar sesuai permintaan. Setelah itu salah satu titik pada hasil
SEM ditembak dengan sinar X, untuk diketahui komposisinya. Dimana sinar X
akan diserap oleh atom sampel dan sampel akan mengeluarkan sinar X sekunder
yang ditangkap detektor dan didapat spektra EDX sesuai Gambar 8 .
20
Gambar 8. Alat SEM-EDX (Rahmatullah et al, 2007).
Cara kerja nya elektron ditembakkan melewati anoda atau mikroskopi
beam lalu melewati magnetic lens dan dilakukan deteksi oleh scanning coils dan
dilanjutkan oleh detektor elektron untuk ditembak ke spesimen yang dipasang di
stage, lalu hasil nya ditangkap detektor elektron dan monitor untuk dilakukan
perbesaran. Selanjutnya satu titik dari sampel ditembak sinar x dan dihasilkan
sinar x sekunder yang ditangkap detektor, untuk dihasilkan spektra EDX yang
dapat digunakan untuk mengetahui komposisi didalam sampel.
3.10
Kromatografi gas
Kromatografi gas merupakan jenis kromatografi yang digunakan dalam
kimia organik untuk pemisahan dan analisis. Kromatografi gas dapat digunakan
untuk menguji kemurnian dari bahan tertentu atau memisahkan komponen dari
campuran. Dalam beberapa situasi kromatografi gas dapat membantu dalam
mengidentifikasi sebuah senyawa kompleks (Skoog, 1991).
21
Gambar 9. Alat kromatografi gas (Widodo, 2000).
Rangkaian alat kromatografi gas dapat dilihat dari Gambar 9 yang terdiri
dari bebrapa komponen. Dalam kromatografi gas fasa geraknya adalah gas. Gas
yang biasa digunakan biasanya gas inert seperti helium dan nitrogen, sedangkan
fasa diamnya berupa cairan.
3.11 Hipotesis Penelitian
Penelitian ini mempelajari sintesis komposit TiO2-ZnO dengan metode sol
gel serta uji aktivitas terhadap fenol dengan metode adsorbsi, sonikasi,
sonikasi+UV, fotokatalisis, sonokatalisis dan sonofotokatalisis dapat dilakukan.
Metode adsorbsi, sonikasi, sonikasi+UV, fotokatalisis, sonokatalisis dan
sonofotokatalisis untuk mengoksidasi fenol pada limbah cair menjadi senyawa
yang lebih ramah lingkungan.
Download