BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Pustaka
Beberapa penelitian serupa terdahulu yang peneliti temukan untuk
menunjang penelitian ini meliputi karya ilmiah dari berbagai sumber, beberapa di
antaranya adalah sebagai berikut:
Penelitian mengenai peranan humas PDAM Kota Bandung dalam
meningkatkan citra perusahaan bagi pelanggannya di daerah Linggawastu
Kecamatan Bandung Wetan, Penelitian ini menganalisis tingkat perencanaan dari
suatu kegiatan yang dilakukan humas PDAM Kota Bandung.
Penelitian ini
memperoleh hasil bahwa humas PDAM Kota Bandung telah berperan baik dan
telah bekerja sesuai dengan jabatannya sebagai humas PDAM Kota Bandung. Hal
ini dapat dilihat dari keberhasilan rencana kegiatan, pesan yang disampaikan serta
telah tercapainya hasil evaluasi yang ditetapkan dan dilakukan bersama. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif dan teknik
pengumpulan data berupa wawancara mendalam dan studi pustaka (Margono,
2010).
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah, pada penelitian
tersebut berfokus pada peranan humas PDAM Kota Bandung dalam upaya
peningkatan citra perusahaan bagi pelanggannya serta menganalisis tingkat
perencanaan dari suatu kegiatan yang dilakukan humas PDAM Kota Bandung.
Sebaliknya, penelitian ini berfokus pada strategi humas dari PT. Tirta Mumbul
Jaya Abadi dalam membangun tidak hanya citra tetapi juga reputasi positif
perusahaan, khususnya pada publik eksternal. Hal ini disebabkan usia
dari
perusahaan yang saham dominannya dimiliki oleh pemerintah ini masih cukup
muda.
Penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian ini adalah strategi
humas Bulog Divisi Regional Jateng dalam membangun citra positif perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi humas Bulog Divre Jateng
dalam membangun citra perusahaan. Citra Bulog dinilai negatif di mata
masyarakat, hal ini terkait tentang kinerja bulog melalui pembagian raskin dengan
kualitas yang kurang baik dan kasus yang menimpa para petinggi Bulog
menambah daftar panjang akan banyaknya permasalahan yang ada di tubuh
Bulog. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dengan data
primer yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan data sekunder berupa
studi dokumentasi. Humas Bulog di sini berperan sebagai fungsi manajemen.
Manajemen yang dimaksud yaitu mengidentifikasi, menetapkan, serta membina
hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dengan publiknya
(Kusuma Dewi, 2010).
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada subyek
dan obyek yang diteliti. Penelitian tersebut di atas bertujuan untuk mengetahui
strategi humas dari humas Bulog dalam membangun citra perusahaan dalam
kondisi krisis. Sebaliknya, penelitian ini lebih berfokus kepada strategi humas dari
PT. Tirta Mumbul Jaya Abadi dalam membangun citra dan reputasi positif
perusahaan, dengan kondisi perusahaan yang usianya masih cukup muda dan
tidak dalam kondisi krisis. Selain itu, penelitian ini berfokus pada hubungan
eksternal dari humas untuk membangun citra dan reputasi positif sesuai dengan
yang diharapkan.
Penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian ini adalah mengenai
strategi komunikasi humas dalam membangun citra Bank Danamon di Jakarta.
Penelitian ini mengemukakan keadaan dari bank tersebut setelah merger dengan
sembilan bank dan keluar dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Merger ini mengakibatkan perubahan peningkatan kinerja karyawan dan
peluncuran logo baru beserta visi dan misinya pada bulan Agustus 2002. Guna
mendukung hal tersebut, maka humas dari Bank Danamon memiliki strategi
komunikasi dalam membangun citra perusahaan kepada khalayaknya. Penelitian
ini melihat strategi humas dari Bank Danamon dalam membangun komunikasi
citra perusahaan dengan menggunakan kajian deskriptif kualitatif dan pendekatan
studi kasus. Hasil wawancara dan pengamatan mendapatkan bahwa citra sebuah
bank berhubungan erat dengan kepercayaan. Hasil penelitian ini ditemukan
kesimpulan bahwa citra Bank Danamon telah positif jika dilihat dari publik
internal maupun publik eksternalnya (Mulyaningrum, 2004).
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah, penelitian
tersebut bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi citra perusahaan dari
Bank Danamon setelah mengalami merger (situasi krisis) dan membangun
identitas barunya pada khalayak baik secara internal maupun eksternal.
Sedangkan, penelitian ini lebih berfokus kepada strategi humas dari PT. Tirta
Mumbul Jaya Abadi dalam membangun citra dan reputasi positif perusahaan dari
awal terbentuknya perusahaan ditinjau dari segi hubungan eksternalnya,
mengingat usia perusahaan ini tergolong masih cukup muda, dan juga meneliti
bagaimana strategi tersebut dapat efektif dan terus diterapkan di kemudian hari.
2.2. Kerangka Konseptual
2.2.1. Hubungan Masyarakat (Humas)
Sejarawan
Amerika,
Robert
Heilbroner
(dalam
Nova,
2011:41),
menggambarkan humas sebagai perkumpulan seratus ribu orang yang terkait
dengan profesinya, dan kesulitannya terletak pada tidak satupun di antara mereka
mempunyai definisi yang sama terhadap profesinya. Dikatakan dengan kata lain,
bahwa lingkup kegiatan humas sangat tidak terbatas.
Hubungan masyarakat merupakan salah satu fungsi manajemen yang
menjadi jembatan antara perusahaan dengan publiknya. Publik, dengan demikian
diharapkan dapat memahami, menerima, dan bekerja sama apabila terdapat
sebuah masalah yang berkaitan dengan kepentingan publik. Publik dalam hal ini
dapat membantu manajemen dengan memberikan sistem peringatan dini agar
perusahaan dapat mengantisipasi kemungkinan adanya krisis di masa yang akan
datang (Nova, 2011:42).
John Marston (dalam Nova, 2011: 42) seorang profesor dalam bidang
komunikasi mengemukakan definisi humas berdasarkan empat fungsi khusus
yaitu: (1) Research (penelitian), (2) Action (kegiatan), (3) Communication
(komunikasi), (4) Evaluation (evaluasi), yang biasa disingkat sebagai R-A-C-E.
Penerapan pendekatan RACE dimulai dari kegiatan penelitian pada masalah
tertentu, menentukan program organisasi yang dapat mengatasi masalah,
kemudian mengkomunikasikan program-program perusahaan agar dapat dipahami
dan diterima, serta mengevaluasi dampak terhadap publik.
Dalam kegiatannya, humas memberi masukan dan nasihat terhadap
berbagai kebijakan manajemen yang berhubungan dengan opini atau isu publik
yang tengah berkembang. Humas dalam pelaksanaannya, menggunakan
komunikasi untuk memberitahu, memengaruhi, dan mengubah hasil pengetahuan ,
sikap, dan perilaku publik sasarannya. Hasil yang ingin dicapai dalam kegiatan
humas pada intinya adalah good image (citra baik), goodwill (itikad baik), mutual
understanding (saling pengertian), mutual confidence (saling memercayai),
mutual appreciation (saling menghargai), dan tolerance (toleransi) (Soemirat,
2012:14).
Konsep lainnya adalah humas sebagai interpreter manajemen, yaitu humas
harus mampu menerjemahkan falsafah, kebijakan, program, dan praktek
manajemen kepada publiknya, baik internal maupun eksternal. Humas sebagai
interpreter publik, bertujuan untuk menemukan apa yang benar-benar publik
pikirkan tentang organisasi atau perusahaan agar manajemen dengan segera
mengetahuinya atau humas bekerja untuk mengantisipasi secara benar perasaan
publiknya ( Seitel dalam Soemirat, 2012:15).
Model
komunikasi
simetris
dua
arah
oleh
James
E.
Grunig
menggambarkan suatu komunikasi propaganda humas melalui dua arah timbal
balik yang berimbang. Model ini mampu memecahkan atau menghindari
terjadinya suatu konflik dengan memperbaiki pemahaman publik secara strategis
agar dapat diterima dan dianggap lebih etis dalam penyampaian informasi melalui
teknik komunikasi persuasif untuk membangun saling pengertian, dukungan, dan
menguntungkan bagi kedua belah pihak ( Ruslan, 2003:105). Model ini
menggambarkan proses komunikasi dua arah timbal balik antara penyampai pesan
dengan pihak yang menjadi sasaran komunikasinya. Humas memfasilitasi
komunikasi dalam lingkungan perusahaan sehingga terjadi komunikasi dua arah
dalam lingkungan organisasi. Selanjutnya, humas membina hubungan baik antara
perusahaan dengan publik eksternalnya.
Sources (Organisasi)
Balanced
Two Way Communication
Flow
Receiver (Publik)
Gambar 2.1. Model Two Way Symmetrical oleh James E. Grunig
Selain konsep yang telah dijabarkan di atas, menurut Cutlip, Centre &
Broom (2011:408-409) terdapat pula tujuh C dalam komunikasi humas yaitu:
a) Credibility
Komunikasi dimulai dengan iklim rasa saling percaya. Penerima harus
percaya kepada pengirim informasi dan menghormati kompetensi sumber
informasi terhadap topik informasi.
b) Context
Program komunikasi harus sesuai dengan kenyataan lingkungan.
Komunikasi
yang efektif membutuhkan lingkungan sosial
mendukung, yang sebagian besar dipengaruhi oleh media massa.
yang
c) Content
Pesan harus mengandung makna bagi penerimanya dan harus sesuai
dengan sistem nilai penerima. Isi pesanlah yang menentukan audiens.
d) Clarity
Pesan harus diberikan dalam istilah sederhana. Isu kompleks harus
dipadatkan ke dalam tema, slogan, atau stereotip yang mengandung
kesederhanaan dan kejelasan. Semakin jauh pesan akan dikirim maka
pesan itu harusnya makin sederhana, organisasi haruslah berbicara dengan
satu suara.
e) Continuity and Consistency
Komunikasi membutuhkan repetisi agar dapat masuk. Repetisi berperan
untuk pembelajaran dan persuasi dan beritanya harus konsisten.
f) Channel
Dibutuhkan pemilihan saluran yang sesuai dengan publik sasaran karena
tiap individu mengasosiasikan nilai yang berbeda-beda pada berbagai
saluran komunikasi.
g) Capability of the audience
Komunikasi akan efektif apabila tidak banyak membebani penerima
untuk memahaminya. Kemampuan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti waktu yang mereka miliki, kebiasaan, kemampuan membaca, dan
pengetahuan yang mereka miliki.
2.2.2. Strategi Humas
Istilah dan profesi humas semakin hari semakin memasyarakat dan
mendapat tempat dalam kegiatan bisnis modern. Banyak perusahaan yang
menghasilkan barang atau jasa merasakan betapa pentingnya membentuk divisi
humas di perusahaan untuk memperoleh citra positif dan merebut dukungan
publik dalam upaya mengembangkan usaha mereka. Kondisi yang sangat
kompetitif saat ini, membuat humas berupaya merebut dukungan publik melalui
program yang dilakukan agar perusahaan mereka tetap mampu bersaing dan
berkembang (Soemirat, 2012:121).
Sebuah upaya mengandung strategi di dalamnya, berikut tujuh strategi
humas atau yang lebih dikenal dengan bauran public relations:
a) Publikasi adalah cara humas dalam menyebarkan informasi, gagasan, atau
ide kepada khalayaknya.
b) Event (acara) adalah setiap bentuk kegiatan yang dilakukan oleh humas
dalam proses penyebaran informasi kepada khalayaknya, contoh:
kampanye, seminar, pameran, charity.
c) Berita adalah informasi yang dikomunikasikan kepada khalayak yang
dapat disampaikan secara langsung maupun tidak langsung, informasi
yang disampaikan bertujuan agar dapat diterima oleh khalayak dan
mendapatkan respon positif.
d) Corporate Identity (Identitas Perusahaan) adalah cara pandang khalayak
terhadap suatu perusahaan terhadap segala aktivitas usaha yang dilakukan.
Citra yang terbentuk dapat berupa citra positif maupun negatif, tergantung
dari upaya yang dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk menciptakanan
mempertahankan citra positif demi keberlangsungan sebuah perusahaan.
e) Hubungan dengan khalayak adalah sebuah relasi yang dibangun dengan
khalayak di sekitar perusahaan.
f) Teknik lobi dan negosiasi adalah sebuah rencana baik jangka panjang
maupun jangka pendek yang disusun oleh humas, dengan perencanaan
yang matang akan membuat kegiatan humas yang telah direncanakan akan
berjalan dengan baik dan meminimalisir adanya kegagalan.
g) Corporate Social Responsibility merupakan wacana yang sedang
mengemuka di dunia bisnis atau perusahaan. Wacana ini dipergunakan
oleh perusahaan dalam rangka mengambil peran untuk secara bersama
melakukan aktivitasnya dalam rangka mensejahterakan masyarakat (Nova,
2011:54-55)
2.2.3. Citra
Secara garis besar, citra adalah seperangkat keyakinan, ide, dan kesan
seseorang terhadap suatu obyek tertentu. Sikap dan tindakan seseorang terhadap
suatu obyek akan ditentukan oleh citra obyek tersebut yang menampilkan kondisi
terbaiknya (Ruslan, 2004:80).
Nova (2011:116) mengatakan bahwa pemberitaan media atau isu yang
beredar baik benar maupun mungkin saja tidak, sangat berpotensi memengaruhi
citra seseorang atau perusahaan. Hal tersebut disebut pula krisis humas atau juga
sering disebut sebagai krisis komunikasi. Salah satu tugas humas dalam hal ini
adalah mengklarifikasi pemberitaan di media yang tidak seimbang atau
memojokkan perusahaan tersebut untuk mengembalikan citra positif dari
perusahaan.
Citra perusahaan merupakan akumulasi dari berbagai dimensi citra, yaitu
citra produk, citra sumber daya manusia (SDM), kinerja keuangan, penguasaan
pangsa pasar (market share), dan juga corporate culture (budaya perusahaan)
yang ada dalam setiap perusahaan. Setiap unsur bukanlah unsur yang berdiri
sendiri, karena setiap unsur saling terkait. Sebagai contoh, SDM sebuah
perusahaan yang tidak bagus akan membuat produk berkualitas rendah kemudian
tidak laku di pasaran sehingga membuat kinerja bisnis menurun dan memengaruhi
kesejahteraan pekerja, yang juga akan membuat kinerja SDM menurun (Nova,
2011:300).
Salah satu hal penting dalam merebut perhatian publik adalah dengan
membina hubungan baik dengan pers atau media. Hal lainnya yang sama
pentingnya dengan membina hubungan baik humas dengan pers atau media
adalah dengan melakukan penelitian citra, pentingnya penelitian citra ini
mencakup:
a) Memprediksi tingkah laku publik sebagai reaksi terhadap tindakan
perusahaan,
b) Mempermudah usaha kerjasama dengan publik,
c) Memelihara hubungan yang ada.
Melalui proses penelitian citra, perusahaan dapat mengetahui secara pasti
sikap publik terhadap produk barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan
yang bersangkutan. Dari penelitian citra ini, perusahaan juga dapat mengetahui
hal yang disukai dan tidak disukai publik tentang perusahaan. Dengan demikian
perusahaan dapat mengambil langkah-langkah yang tepat bagi kebijaksanaan
perusahaan selanjutnya (Danusaputra dalam Soemirat 2012:117).
Citra dapat ditanamkan dan disebarluaskan lewat segala media komunikasi
yang dimiliki. Menurut Kotler (dalam Nova, 2011: 301-302) media utama untuk
mengkomunikasikan citra adalah:
a) Lambang (simbol)
Citra dapat diperkuat dengan menggunakan simbol-simbol yang kuat,
misalnya lambang apel tergigit pada Apple Gadget.
b) Media
Citra yang dipilih harus ditampilkan dalam iklan yang menyampaikan
suatu cerita suasana hati, pernyataan sesuatu yang jelas berbeda
dengan yang lain.
c) Suasana
Ruang fisik yang ditempati organisasi merupakan pencitraan yang kuat
lainnya.
d) Peristiwa
Suatu perusahaan dapat membangun suatu identitas melalui jenis
kegiatan yang disponsorinya, misalnya merek minuman isotonik pada
acara olahraga.
Frank Jefkins (dalam Soemirat 2012:117) mengemukakan jenis-jenis citra
antara lain:
a) The mirror image (cerminan citra), yaitu bagaimana dugaan (citra)
manajemen terhadap publik eksternal dalam melihat perusahaannya.
b) The current image (citra masih hangat), yaitu citra yang terdapat pada
publik eksternal, berdasarkan pengalaman atau menyangkut miskinnya
informasi dan pemahaman publik eksternal. Citra ini bias bertentangan
dengan mirror image.
c) The
wish
image
(citra
yang
diinginkan),
yaitu
manajemen
menginginkan pencapaian prestasi tertentu. Citra ini diaplikasikan
untuk sesuatu yang baru sebelum publik eksternal memperoleh
informasi secara lengkap.
d) The multiple image (citra yang berlapis), yaitu sejumlah individu,
kantor cabang atau perwakilan perusahaan yang dapat membentuk
citra tertentu dan belum tentu sesuai dengan keseragaman citra seluruh
perusahaan.
Proses pembentukan citra dalam struktur kognitif yang sesuai dengan
pengertian sistem komunikasi dijelaskan oleh John S. Nimpoeno dalam laporan
penelitian tentang tingkah laku konsumen (dalam Nova, 2011:304) sebagai
berikut:
Kognisi
Stimulus
Sikap
Persepsi
Perilaku
Motivasi
Gambar 2.2. Model Pembentukan Citra oleh John S. Nimpoeno
Pada bagan tersebut, humas digambarkan sebagai proses input-output.
Proses dalam model ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah
stimulus yang diberikan, dan output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Citra
sendiri
digambarkan
melalui
persepsi-kognisi-motivasi-sikap
yang saling
berhubungan satu dengan lainnya. Model pembentukan citra merupakan suatu
model yang mengarahkan atau menjelaskan proses pembentukan citra dalam
struktur kognitif yang sesuai dengan pengertian sistem komunikasi. Proses
pembentukan citra tersebut erat kaitannya dengan penyampaian berbagai
informasi dalam rangka memberi pengertian-pengertian yang dapat memperoleh
manfaat dan keuntungan bersama sehingga menimbulkan dan menumbuhkan
kepercayaan dan dukungan publik. Dengan demikian telah terbentuk citra
perusahaan yang positif bagi publiknya.
2.2.4. Reputasi
Menurut Nova (2011:306), bagi sebuah perusahaan reputasi adalah faktor
yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan bisnis dan loyalitas konsumen.
Eksistensi sebuah perusahaan sangat dipengaruhi oleh loyalitas publik sebagai
khalayak sasarannya. Reputasi yang kuat dapat membantu untuk menarik dan
mempertahankan karyawan berkualitas tinggi, dan dapat mencegah pesaing baru
dengan bertindak sebagai entry barrier ke pasar. Reputasi juga dapat membentuk
sikap regulator, kelompok penekan, dan media terhadap perusahaan.
Reputasi adalah akumulasi dari persepsi dan pendapat tentang perusahaan
yang berada dalam pikiran pemangku kepentingan. Sebuah perusahaan akan
menikmati reputasi yang baik pada saat performa atau kinerjanya secara konsisten
memenuhi atau melampaui harapan dari para pemangku kepentingan. Reputasi
merupakan aset tunggal yang paling berharga dari kebanyakan bisnis saat ini.
Meskipun reputasi merupakan asset yang tidak berwujud (intangible
asset). Reputasi dapat juga menjadi indikator kinerja masa lalu dan prospek bagi
masa depan. Reputasi dibangun atas dasar persepsi pemangku kepentingan setelah
mereka membandingkan kinerja perusahaan dengan harapan-harapannya. Maka
dalam mengelola resiko, reputasi sangatlah penting mengetahui harapan
pemangku kepentingan utama perusahaan. Sebagai aset tidak berwujud, dengan
semakin majunya teknologi dan sistem informasi, sebuah berita buruk akan dapat
menghancurkan reputasi perusahaan dalam sekejap. Kepercayaan dan keyakinan
publik yang hilang akan sulit untuk dikembalikan (Nova, 2011:309).
Resiko reputasi (reputation risk) adalah segala sesuatu yang dapat
memengaruhi reputasi, baik yang negatif (ancaman) atau positif (peluang). Resiko
reputasi harus dintegrasikan ke dalam kerangka bisnis manajemen resiko
perusahaan sehingga dapat dikelola secara optimal dan professional. Itulah
sebabnya pemahaman resiko reputasi menjadi fokus utama dalam bisnis di semua
sektor. Saat ini diketahui bahwa resiko reputasi harus dikelola secara aktif dan
serius seperti halnya dengan resiko-resiko lain yang lebih terukur dan nyata
(Nova, 2011:310).
2.2.5. Hubungan Eksternal
Publik dalam humas dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori, salah
satunya yaitu publik eksternal. Publik eksternal secara organik tidak berkaitan
langsung dengan perusahaan, melainkan dengan publik di luar perusahaan seperti
pers, pemerintah, pendidik, pelanggan, komunitas, dan pemasok (Soemirat,
2012:15).
Hubungan masyarakat keluar turut menentukan keberhasilan kegiatan
hubungan masyarakat suatu badan atau lembaga. Hubungan masyarakat keluar ini
sama pentingnya dengan hubungan masyarakat kedalam. Melalui hubungan
masyarakat keluar,dikenal hubungan sesuai dengan khalayak dari humas keluar.
Hubungan tersebut harus dipelihara dan dibina agar dapat tercipta hubungan
harmonis sehingga khalayak menilai positif lembaga yang bersangkutan.
Selanjutnya, terbentuknya sikap publik dalam proses hubungan masyarakat
tergantung pada tujuan yang mendasarinya, apa yang dilakukannya didalam dan
dikomunikasikan kepada publiknya (Widjaja, 1986:73-75).
2.2.6. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan penjelasan seperti tersebut di atas, bahwa dalam strategi
humas menciptakan citra dan reputasi positif perusahaan yang telah diuraikan
dalam konsep yang dipergunakan dan landasan teori, maka kerangka penelitian
dapat digambarkan sebagai berikut ini:
Perusahaan
Humas
Hubungan Internal
Hubungan Eksternal
Perencanaan
n
Eksekusi
Publik Eksternal
PuPublik
Opini (Kesan) Eksternal
Persepsi Positif
Citra
Reputasi
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran (data diolah)
Kerangka pemikiran di atas menggambarkan bahwa humas dalam
perusahaan yakni PT. Tirta Mumbul Jaya Abadi
dalam fungsinya sebagai
hubungan eksternal yang menangani publik eksternal yaitu pers, pemerintah,
masyarakat, distributor, dan konsumen melakukan perencanaan dari hubungan
eksternal dan mengeksekusi perencanaan tersebut untuk membentuk citra dan
reputasi positif di mata khalayak. Jika citra dan reputasi positif telah terbentuk,
maka opini dan persepsi positif akan otomatis ikut terbentuk. Opini dan persepsi
positif itu pula yang akan berguna bagi keberlangsungan perusahaan guna
mencapai target dan visi misi dari perusahaan tersebut.
Model two way symmetrical dan pembentukan citra dianggap relevan
dengan permasalahan yang akan diteliti dan berfungsi sebagai landasan untuk
menganalisis hasil temuan penelitian. Model two way symmetrical telah tergambar
pada gambar 2.3 dimana terjadi komunikasi dua arah timbal balik dari perusahaan
pada publik eksternalnya dan kemudian kembali lagi pada perusahaan, begitu
seterusnya. Sedangkan pada model pembentukan citra, apabila model ini efektif
maka citra positif dari humas sebagai stimulus yang terbentuk di benak khalayak
akan menghasilkan perilaku yang kemudian juga akan menumbuhkan
kepercayaan publik eksternal pada humas perusahaan tersebut.
Download