BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka Beberapa penelitian serupa terdahulu yang peneliti temukan untuk menunjang penelitian ini meliputi karya ilmiah dari berbagai sumber, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: Penelitian mengenai peranan humas PDAM Kota Bandung dalam meningkatkan citra perusahaan bagi pelanggannya di daerah Linggawastu Kecamatan Bandung Wetan, Penelitian ini menganalisis tingkat perencanaan dari suatu kegiatan yang dilakukan humas PDAM Kota Bandung. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa humas PDAM Kota Bandung telah berperan baik dan telah bekerja sesuai dengan jabatannya sebagai humas PDAM Kota Bandung. Hal ini dapat dilihat dari keberhasilan rencana kegiatan, pesan yang disampaikan serta telah tercapainya hasil evaluasi yang ditetapkan dan dilakukan bersama. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif dan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam dan studi pustaka (Margono, 2010). Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah, pada penelitian tersebut berfokus pada peranan humas PDAM Kota Bandung dalam upaya peningkatan citra perusahaan bagi pelanggannya serta menganalisis tingkat perencanaan dari suatu kegiatan yang dilakukan humas PDAM Kota Bandung. Sebaliknya, penelitian ini berfokus pada strategi humas dari PT. Tirta Mumbul Jaya Abadi dalam membangun tidak hanya citra tetapi juga reputasi positif perusahaan, khususnya pada publik eksternal. Hal ini disebabkan usia dari perusahaan yang saham dominannya dimiliki oleh pemerintah ini masih cukup muda. Penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian ini adalah strategi humas Bulog Divisi Regional Jateng dalam membangun citra positif perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi humas Bulog Divre Jateng dalam membangun citra perusahaan. Citra Bulog dinilai negatif di mata masyarakat, hal ini terkait tentang kinerja bulog melalui pembagian raskin dengan kualitas yang kurang baik dan kasus yang menimpa para petinggi Bulog menambah daftar panjang akan banyaknya permasalahan yang ada di tubuh Bulog. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dengan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan data sekunder berupa studi dokumentasi. Humas Bulog di sini berperan sebagai fungsi manajemen. Manajemen yang dimaksud yaitu mengidentifikasi, menetapkan, serta membina hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dengan publiknya (Kusuma Dewi, 2010). Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada subyek dan obyek yang diteliti. Penelitian tersebut di atas bertujuan untuk mengetahui strategi humas dari humas Bulog dalam membangun citra perusahaan dalam kondisi krisis. Sebaliknya, penelitian ini lebih berfokus kepada strategi humas dari PT. Tirta Mumbul Jaya Abadi dalam membangun citra dan reputasi positif perusahaan, dengan kondisi perusahaan yang usianya masih cukup muda dan tidak dalam kondisi krisis. Selain itu, penelitian ini berfokus pada hubungan eksternal dari humas untuk membangun citra dan reputasi positif sesuai dengan yang diharapkan. Penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian ini adalah mengenai strategi komunikasi humas dalam membangun citra Bank Danamon di Jakarta. Penelitian ini mengemukakan keadaan dari bank tersebut setelah merger dengan sembilan bank dan keluar dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Merger ini mengakibatkan perubahan peningkatan kinerja karyawan dan peluncuran logo baru beserta visi dan misinya pada bulan Agustus 2002. Guna mendukung hal tersebut, maka humas dari Bank Danamon memiliki strategi komunikasi dalam membangun citra perusahaan kepada khalayaknya. Penelitian ini melihat strategi humas dari Bank Danamon dalam membangun komunikasi citra perusahaan dengan menggunakan kajian deskriptif kualitatif dan pendekatan studi kasus. Hasil wawancara dan pengamatan mendapatkan bahwa citra sebuah bank berhubungan erat dengan kepercayaan. Hasil penelitian ini ditemukan kesimpulan bahwa citra Bank Danamon telah positif jika dilihat dari publik internal maupun publik eksternalnya (Mulyaningrum, 2004). Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah, penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi citra perusahaan dari Bank Danamon setelah mengalami merger (situasi krisis) dan membangun identitas barunya pada khalayak baik secara internal maupun eksternal. Sedangkan, penelitian ini lebih berfokus kepada strategi humas dari PT. Tirta Mumbul Jaya Abadi dalam membangun citra dan reputasi positif perusahaan dari awal terbentuknya perusahaan ditinjau dari segi hubungan eksternalnya, mengingat usia perusahaan ini tergolong masih cukup muda, dan juga meneliti bagaimana strategi tersebut dapat efektif dan terus diterapkan di kemudian hari. 2.2. Kerangka Konseptual 2.2.1. Hubungan Masyarakat (Humas) Sejarawan Amerika, Robert Heilbroner (dalam Nova, 2011:41), menggambarkan humas sebagai perkumpulan seratus ribu orang yang terkait dengan profesinya, dan kesulitannya terletak pada tidak satupun di antara mereka mempunyai definisi yang sama terhadap profesinya. Dikatakan dengan kata lain, bahwa lingkup kegiatan humas sangat tidak terbatas. Hubungan masyarakat merupakan salah satu fungsi manajemen yang menjadi jembatan antara perusahaan dengan publiknya. Publik, dengan demikian diharapkan dapat memahami, menerima, dan bekerja sama apabila terdapat sebuah masalah yang berkaitan dengan kepentingan publik. Publik dalam hal ini dapat membantu manajemen dengan memberikan sistem peringatan dini agar perusahaan dapat mengantisipasi kemungkinan adanya krisis di masa yang akan datang (Nova, 2011:42). John Marston (dalam Nova, 2011: 42) seorang profesor dalam bidang komunikasi mengemukakan definisi humas berdasarkan empat fungsi khusus yaitu: (1) Research (penelitian), (2) Action (kegiatan), (3) Communication (komunikasi), (4) Evaluation (evaluasi), yang biasa disingkat sebagai R-A-C-E. Penerapan pendekatan RACE dimulai dari kegiatan penelitian pada masalah tertentu, menentukan program organisasi yang dapat mengatasi masalah, kemudian mengkomunikasikan program-program perusahaan agar dapat dipahami dan diterima, serta mengevaluasi dampak terhadap publik. Dalam kegiatannya, humas memberi masukan dan nasihat terhadap berbagai kebijakan manajemen yang berhubungan dengan opini atau isu publik yang tengah berkembang. Humas dalam pelaksanaannya, menggunakan komunikasi untuk memberitahu, memengaruhi, dan mengubah hasil pengetahuan , sikap, dan perilaku publik sasarannya. Hasil yang ingin dicapai dalam kegiatan humas pada intinya adalah good image (citra baik), goodwill (itikad baik), mutual understanding (saling pengertian), mutual confidence (saling memercayai), mutual appreciation (saling menghargai), dan tolerance (toleransi) (Soemirat, 2012:14). Konsep lainnya adalah humas sebagai interpreter manajemen, yaitu humas harus mampu menerjemahkan falsafah, kebijakan, program, dan praktek manajemen kepada publiknya, baik internal maupun eksternal. Humas sebagai interpreter publik, bertujuan untuk menemukan apa yang benar-benar publik pikirkan tentang organisasi atau perusahaan agar manajemen dengan segera mengetahuinya atau humas bekerja untuk mengantisipasi secara benar perasaan publiknya ( Seitel dalam Soemirat, 2012:15). Model komunikasi simetris dua arah oleh James E. Grunig menggambarkan suatu komunikasi propaganda humas melalui dua arah timbal balik yang berimbang. Model ini mampu memecahkan atau menghindari terjadinya suatu konflik dengan memperbaiki pemahaman publik secara strategis agar dapat diterima dan dianggap lebih etis dalam penyampaian informasi melalui teknik komunikasi persuasif untuk membangun saling pengertian, dukungan, dan menguntungkan bagi kedua belah pihak ( Ruslan, 2003:105). Model ini menggambarkan proses komunikasi dua arah timbal balik antara penyampai pesan dengan pihak yang menjadi sasaran komunikasinya. Humas memfasilitasi komunikasi dalam lingkungan perusahaan sehingga terjadi komunikasi dua arah dalam lingkungan organisasi. Selanjutnya, humas membina hubungan baik antara perusahaan dengan publik eksternalnya. Sources (Organisasi) Balanced Two Way Communication Flow Receiver (Publik) Gambar 2.1. Model Two Way Symmetrical oleh James E. Grunig Selain konsep yang telah dijabarkan di atas, menurut Cutlip, Centre & Broom (2011:408-409) terdapat pula tujuh C dalam komunikasi humas yaitu: a) Credibility Komunikasi dimulai dengan iklim rasa saling percaya. Penerima harus percaya kepada pengirim informasi dan menghormati kompetensi sumber informasi terhadap topik informasi. b) Context Program komunikasi harus sesuai dengan kenyataan lingkungan. Komunikasi yang efektif membutuhkan lingkungan sosial mendukung, yang sebagian besar dipengaruhi oleh media massa. yang c) Content Pesan harus mengandung makna bagi penerimanya dan harus sesuai dengan sistem nilai penerima. Isi pesanlah yang menentukan audiens. d) Clarity Pesan harus diberikan dalam istilah sederhana. Isu kompleks harus dipadatkan ke dalam tema, slogan, atau stereotip yang mengandung kesederhanaan dan kejelasan. Semakin jauh pesan akan dikirim maka pesan itu harusnya makin sederhana, organisasi haruslah berbicara dengan satu suara. e) Continuity and Consistency Komunikasi membutuhkan repetisi agar dapat masuk. Repetisi berperan untuk pembelajaran dan persuasi dan beritanya harus konsisten. f) Channel Dibutuhkan pemilihan saluran yang sesuai dengan publik sasaran karena tiap individu mengasosiasikan nilai yang berbeda-beda pada berbagai saluran komunikasi. g) Capability of the audience Komunikasi akan efektif apabila tidak banyak membebani penerima untuk memahaminya. Kemampuan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti waktu yang mereka miliki, kebiasaan, kemampuan membaca, dan pengetahuan yang mereka miliki. 2.2.2. Strategi Humas Istilah dan profesi humas semakin hari semakin memasyarakat dan mendapat tempat dalam kegiatan bisnis modern. Banyak perusahaan yang menghasilkan barang atau jasa merasakan betapa pentingnya membentuk divisi humas di perusahaan untuk memperoleh citra positif dan merebut dukungan publik dalam upaya mengembangkan usaha mereka. Kondisi yang sangat kompetitif saat ini, membuat humas berupaya merebut dukungan publik melalui program yang dilakukan agar perusahaan mereka tetap mampu bersaing dan berkembang (Soemirat, 2012:121). Sebuah upaya mengandung strategi di dalamnya, berikut tujuh strategi humas atau yang lebih dikenal dengan bauran public relations: a) Publikasi adalah cara humas dalam menyebarkan informasi, gagasan, atau ide kepada khalayaknya. b) Event (acara) adalah setiap bentuk kegiatan yang dilakukan oleh humas dalam proses penyebaran informasi kepada khalayaknya, contoh: kampanye, seminar, pameran, charity. c) Berita adalah informasi yang dikomunikasikan kepada khalayak yang dapat disampaikan secara langsung maupun tidak langsung, informasi yang disampaikan bertujuan agar dapat diterima oleh khalayak dan mendapatkan respon positif. d) Corporate Identity (Identitas Perusahaan) adalah cara pandang khalayak terhadap suatu perusahaan terhadap segala aktivitas usaha yang dilakukan. Citra yang terbentuk dapat berupa citra positif maupun negatif, tergantung dari upaya yang dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk menciptakanan mempertahankan citra positif demi keberlangsungan sebuah perusahaan. e) Hubungan dengan khalayak adalah sebuah relasi yang dibangun dengan khalayak di sekitar perusahaan. f) Teknik lobi dan negosiasi adalah sebuah rencana baik jangka panjang maupun jangka pendek yang disusun oleh humas, dengan perencanaan yang matang akan membuat kegiatan humas yang telah direncanakan akan berjalan dengan baik dan meminimalisir adanya kegagalan. g) Corporate Social Responsibility merupakan wacana yang sedang mengemuka di dunia bisnis atau perusahaan. Wacana ini dipergunakan oleh perusahaan dalam rangka mengambil peran untuk secara bersama melakukan aktivitasnya dalam rangka mensejahterakan masyarakat (Nova, 2011:54-55) 2.2.3. Citra Secara garis besar, citra adalah seperangkat keyakinan, ide, dan kesan seseorang terhadap suatu obyek tertentu. Sikap dan tindakan seseorang terhadap suatu obyek akan ditentukan oleh citra obyek tersebut yang menampilkan kondisi terbaiknya (Ruslan, 2004:80). Nova (2011:116) mengatakan bahwa pemberitaan media atau isu yang beredar baik benar maupun mungkin saja tidak, sangat berpotensi memengaruhi citra seseorang atau perusahaan. Hal tersebut disebut pula krisis humas atau juga sering disebut sebagai krisis komunikasi. Salah satu tugas humas dalam hal ini adalah mengklarifikasi pemberitaan di media yang tidak seimbang atau memojokkan perusahaan tersebut untuk mengembalikan citra positif dari perusahaan. Citra perusahaan merupakan akumulasi dari berbagai dimensi citra, yaitu citra produk, citra sumber daya manusia (SDM), kinerja keuangan, penguasaan pangsa pasar (market share), dan juga corporate culture (budaya perusahaan) yang ada dalam setiap perusahaan. Setiap unsur bukanlah unsur yang berdiri sendiri, karena setiap unsur saling terkait. Sebagai contoh, SDM sebuah perusahaan yang tidak bagus akan membuat produk berkualitas rendah kemudian tidak laku di pasaran sehingga membuat kinerja bisnis menurun dan memengaruhi kesejahteraan pekerja, yang juga akan membuat kinerja SDM menurun (Nova, 2011:300). Salah satu hal penting dalam merebut perhatian publik adalah dengan membina hubungan baik dengan pers atau media. Hal lainnya yang sama pentingnya dengan membina hubungan baik humas dengan pers atau media adalah dengan melakukan penelitian citra, pentingnya penelitian citra ini mencakup: a) Memprediksi tingkah laku publik sebagai reaksi terhadap tindakan perusahaan, b) Mempermudah usaha kerjasama dengan publik, c) Memelihara hubungan yang ada. Melalui proses penelitian citra, perusahaan dapat mengetahui secara pasti sikap publik terhadap produk barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Dari penelitian citra ini, perusahaan juga dapat mengetahui hal yang disukai dan tidak disukai publik tentang perusahaan. Dengan demikian perusahaan dapat mengambil langkah-langkah yang tepat bagi kebijaksanaan perusahaan selanjutnya (Danusaputra dalam Soemirat 2012:117). Citra dapat ditanamkan dan disebarluaskan lewat segala media komunikasi yang dimiliki. Menurut Kotler (dalam Nova, 2011: 301-302) media utama untuk mengkomunikasikan citra adalah: a) Lambang (simbol) Citra dapat diperkuat dengan menggunakan simbol-simbol yang kuat, misalnya lambang apel tergigit pada Apple Gadget. b) Media Citra yang dipilih harus ditampilkan dalam iklan yang menyampaikan suatu cerita suasana hati, pernyataan sesuatu yang jelas berbeda dengan yang lain. c) Suasana Ruang fisik yang ditempati organisasi merupakan pencitraan yang kuat lainnya. d) Peristiwa Suatu perusahaan dapat membangun suatu identitas melalui jenis kegiatan yang disponsorinya, misalnya merek minuman isotonik pada acara olahraga. Frank Jefkins (dalam Soemirat 2012:117) mengemukakan jenis-jenis citra antara lain: a) The mirror image (cerminan citra), yaitu bagaimana dugaan (citra) manajemen terhadap publik eksternal dalam melihat perusahaannya. b) The current image (citra masih hangat), yaitu citra yang terdapat pada publik eksternal, berdasarkan pengalaman atau menyangkut miskinnya informasi dan pemahaman publik eksternal. Citra ini bias bertentangan dengan mirror image. c) The wish image (citra yang diinginkan), yaitu manajemen menginginkan pencapaian prestasi tertentu. Citra ini diaplikasikan untuk sesuatu yang baru sebelum publik eksternal memperoleh informasi secara lengkap. d) The multiple image (citra yang berlapis), yaitu sejumlah individu, kantor cabang atau perwakilan perusahaan yang dapat membentuk citra tertentu dan belum tentu sesuai dengan keseragaman citra seluruh perusahaan. Proses pembentukan citra dalam struktur kognitif yang sesuai dengan pengertian sistem komunikasi dijelaskan oleh John S. Nimpoeno dalam laporan penelitian tentang tingkah laku konsumen (dalam Nova, 2011:304) sebagai berikut: Kognisi Stimulus Sikap Persepsi Perilaku Motivasi Gambar 2.2. Model Pembentukan Citra oleh John S. Nimpoeno Pada bagan tersebut, humas digambarkan sebagai proses input-output. Proses dalam model ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah stimulus yang diberikan, dan output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Citra sendiri digambarkan melalui persepsi-kognisi-motivasi-sikap yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Model pembentukan citra merupakan suatu model yang mengarahkan atau menjelaskan proses pembentukan citra dalam struktur kognitif yang sesuai dengan pengertian sistem komunikasi. Proses pembentukan citra tersebut erat kaitannya dengan penyampaian berbagai informasi dalam rangka memberi pengertian-pengertian yang dapat memperoleh manfaat dan keuntungan bersama sehingga menimbulkan dan menumbuhkan kepercayaan dan dukungan publik. Dengan demikian telah terbentuk citra perusahaan yang positif bagi publiknya. 2.2.4. Reputasi Menurut Nova (2011:306), bagi sebuah perusahaan reputasi adalah faktor yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan bisnis dan loyalitas konsumen. Eksistensi sebuah perusahaan sangat dipengaruhi oleh loyalitas publik sebagai khalayak sasarannya. Reputasi yang kuat dapat membantu untuk menarik dan mempertahankan karyawan berkualitas tinggi, dan dapat mencegah pesaing baru dengan bertindak sebagai entry barrier ke pasar. Reputasi juga dapat membentuk sikap regulator, kelompok penekan, dan media terhadap perusahaan. Reputasi adalah akumulasi dari persepsi dan pendapat tentang perusahaan yang berada dalam pikiran pemangku kepentingan. Sebuah perusahaan akan menikmati reputasi yang baik pada saat performa atau kinerjanya secara konsisten memenuhi atau melampaui harapan dari para pemangku kepentingan. Reputasi merupakan aset tunggal yang paling berharga dari kebanyakan bisnis saat ini. Meskipun reputasi merupakan asset yang tidak berwujud (intangible asset). Reputasi dapat juga menjadi indikator kinerja masa lalu dan prospek bagi masa depan. Reputasi dibangun atas dasar persepsi pemangku kepentingan setelah mereka membandingkan kinerja perusahaan dengan harapan-harapannya. Maka dalam mengelola resiko, reputasi sangatlah penting mengetahui harapan pemangku kepentingan utama perusahaan. Sebagai aset tidak berwujud, dengan semakin majunya teknologi dan sistem informasi, sebuah berita buruk akan dapat menghancurkan reputasi perusahaan dalam sekejap. Kepercayaan dan keyakinan publik yang hilang akan sulit untuk dikembalikan (Nova, 2011:309). Resiko reputasi (reputation risk) adalah segala sesuatu yang dapat memengaruhi reputasi, baik yang negatif (ancaman) atau positif (peluang). Resiko reputasi harus dintegrasikan ke dalam kerangka bisnis manajemen resiko perusahaan sehingga dapat dikelola secara optimal dan professional. Itulah sebabnya pemahaman resiko reputasi menjadi fokus utama dalam bisnis di semua sektor. Saat ini diketahui bahwa resiko reputasi harus dikelola secara aktif dan serius seperti halnya dengan resiko-resiko lain yang lebih terukur dan nyata (Nova, 2011:310). 2.2.5. Hubungan Eksternal Publik dalam humas dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori, salah satunya yaitu publik eksternal. Publik eksternal secara organik tidak berkaitan langsung dengan perusahaan, melainkan dengan publik di luar perusahaan seperti pers, pemerintah, pendidik, pelanggan, komunitas, dan pemasok (Soemirat, 2012:15). Hubungan masyarakat keluar turut menentukan keberhasilan kegiatan hubungan masyarakat suatu badan atau lembaga. Hubungan masyarakat keluar ini sama pentingnya dengan hubungan masyarakat kedalam. Melalui hubungan masyarakat keluar,dikenal hubungan sesuai dengan khalayak dari humas keluar. Hubungan tersebut harus dipelihara dan dibina agar dapat tercipta hubungan harmonis sehingga khalayak menilai positif lembaga yang bersangkutan. Selanjutnya, terbentuknya sikap publik dalam proses hubungan masyarakat tergantung pada tujuan yang mendasarinya, apa yang dilakukannya didalam dan dikomunikasikan kepada publiknya (Widjaja, 1986:73-75). 2.2.6. Kerangka Pemikiran Berdasarkan penjelasan seperti tersebut di atas, bahwa dalam strategi humas menciptakan citra dan reputasi positif perusahaan yang telah diuraikan dalam konsep yang dipergunakan dan landasan teori, maka kerangka penelitian dapat digambarkan sebagai berikut ini: Perusahaan Humas Hubungan Internal Hubungan Eksternal Perencanaan n Eksekusi Publik Eksternal PuPublik Opini (Kesan) Eksternal Persepsi Positif Citra Reputasi Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran (data diolah) Kerangka pemikiran di atas menggambarkan bahwa humas dalam perusahaan yakni PT. Tirta Mumbul Jaya Abadi dalam fungsinya sebagai hubungan eksternal yang menangani publik eksternal yaitu pers, pemerintah, masyarakat, distributor, dan konsumen melakukan perencanaan dari hubungan eksternal dan mengeksekusi perencanaan tersebut untuk membentuk citra dan reputasi positif di mata khalayak. Jika citra dan reputasi positif telah terbentuk, maka opini dan persepsi positif akan otomatis ikut terbentuk. Opini dan persepsi positif itu pula yang akan berguna bagi keberlangsungan perusahaan guna mencapai target dan visi misi dari perusahaan tersebut. Model two way symmetrical dan pembentukan citra dianggap relevan dengan permasalahan yang akan diteliti dan berfungsi sebagai landasan untuk menganalisis hasil temuan penelitian. Model two way symmetrical telah tergambar pada gambar 2.3 dimana terjadi komunikasi dua arah timbal balik dari perusahaan pada publik eksternalnya dan kemudian kembali lagi pada perusahaan, begitu seterusnya. Sedangkan pada model pembentukan citra, apabila model ini efektif maka citra positif dari humas sebagai stimulus yang terbentuk di benak khalayak akan menghasilkan perilaku yang kemudian juga akan menumbuhkan kepercayaan publik eksternal pada humas perusahaan tersebut.