BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Spiritual 2.1.1 Pengertian Spiritual adalah suatu usaha dalam mencari arti kehidupan, tujuan dan panduan dalam menjalani kehidupan bahkan pada orang-orang yang tidak memercayai adanya Tuhan. (Ellison, 2002). Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan sang pencipta (Achir Yani, 2000). Burkhard (1993) dalam buku Aspek Spiritual Dalam Keperawatan, berpendapat bahwa spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut: (1) berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan, (2) cara dalam menemukan suatu arti dan tujuan hidup, (3) memiliki kemampuan dalam menyadari kekuatan dalam untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri, (4) mempunyai perasaan terikat dengan diri sendiri dan dengan Pencipta. Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan (Carson, 1989). Kesejahteraan spiritual adalah suatu aspek yang terintegrasi dari manusia secara keseluruhan yang ditandai oleh makna dan harapan. Kesehatan spiritual atau kesejahteraan adalah rasa keharmonisan yang saling berdekatan antara diri dengan orang lain, alam dan dengan kehidupan yang tertinggi. Rasa keharmonisan ini dicapai ketika seseorang menemukan keseimbangan antara nilai, tujuan dan system keyakinan individu dengan hubungan mereka di dalam diri mereka sendiri dan dengan orang lain. Keyakinan ini sering berakar dalam spiritualitas orang tersebut. Sepanjang hidup seorang individu mungkin spiritual akan lebih tumbuh sehingga individu menjadi lebih menyadari tentang makna, tujuan dan nilai hidup. Spiritualitas memberi dimensi luas pada pandangan holistik kemanusiaan. Definisi spiritualitas atau dimensi spiritualitas akan unik dan berbeda bagi setiap individu. Definisi individual tentang spiritualitas dipengaruhi oleh kultur, perkembangan, pengalaman hidup dan ide-ide mereka sendiri tentang hidup. Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berusaha untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian, yang merupakan kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995; Murray & Zentner, 1993, dalam buku Aspek Spiritual Dalam Keperawatan). Mickley et al (1992) membagi spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus dengan hubungan seseorang dan sang pencipta. Stoll (1989), menguraikan bahwa spiritualitas sebagai konsep dua dimensi yaitu dimensi vertikal yang merupakan hubungan dengan pencipta yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri dengan orang lain dan dengan lingkungan. Hubungan antara dua dimensi ini berlangsung terus menerus. Meskipun spiriualitas sulit untuk didefinisikan, terdapat dua karakteristik penting tentang spiritualitas yang disetujui oleh sebagian orang: (1) Spiritualitas adalah kesatuan tema dalam kehidupan kita. (2) Spiritualitas merupakan keadaan hidup. Jika diambil dari definisi fungsionalnya, spiritualitas adalah komitmen tertinggi individu yang merupakan prinsipyang paling komprehensif dari perintah atau nilai final yaitu argument yang sangat kuat yang diberikan untuk pilihan yang dibuat dalam hidup kita (Potter & Perry, 2005). 2.1.2 Spiritual dan Fase Perkembangan Spiritualitas dimulai ketika anak-anak belajar tentang diri mereka dan hubungan mereka dengan orang lain dan sering memulai konsep tentang ketuhanan atau nilai seperti yang disuguhkan kepada mereka oleh lingkungan rumah mereka atau komunitas religi mereka. Remaja sering mempertimbangkan kembali konsep masa kanak – kanak mereka tentang kekuatan spiritual dalam pencarian identitas, mungkin dengan mempertanyakan tentang praktik atau nilai dalam menemukan kekuatan spiritual sebagai motivasi untuk mencari makna hidup yang lebih jelas. Banyak orang dewasa yang mengalami pertumbuhan spiritual ketika memasuki hubungan yang harmonis. Kemampuan untuk mengasihi orang lain dan diri sendiri secara bermakna adalah bukti dari kesehatan spiritualitas. Sejalan dengan semakin dewasanya seseorang, mereka sering berintrospeksi untuk memperkaya nilai dan konsep ketuhanan yang telah lama dianut dan bermakna. Pada orang tua, sering terarah pada hubungan yang penting dan menyediakan diri mereka bagi orang lain sebagai tugas spiritual. Menetapkan hubungan dengan kehidupan atau nilai adalah salah satu cara mengembangkan spiritualitas. Kesehatan spiritual yang sehat pada lansia adalah sesuatu yang memberikan kedamaian dan penerimaan tentang diri dan hal tersebut sering didasarkan pada hubungan yang harmonis dengan Tuhan. Penyakit dan kehilangan dapat mengancam dan menantang proses perkembangan spiritual. Distress spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang mencari makna tentang apa yang sedang terjadi, yang mungkin dapat mengakibatkan seseorang merasa sendiri dan terisolasi dari orang lain. Individu meungkin mempertanyakan nilai spiritual mereka, mengajukan pertanyaan tentang jalan hidup seluruhnya, tujuan hidup dan sumber dari makna hidup (Potter & Perry, 2005). 2.1.3 Spiritual dan Keperawatan Secara tradisional, model holistic keperawatan tentang kesehatan telah mencakup dimensi fisik, psikologis, kultural, perkembangan, sosial dan spiritual. Setiap dimensi berhubungan dengan dimensi lainnya mengandung gambaran atau karakteristik yang unik. Terdapat model pilihan yang dikembangkan oleh Farran et al, yang menunjukkan signifikansi tentang spiritualitas sebagai suatu tema yang terintegrasi dalam hidup. Dalam model ini dijelaskan bahwa spiritualitas mewakili totalitas keberadaan seseorang dan berfungsi sebagai perspektif pendorong yang menyatukan berbagai aspek individual. Lebih jauh didefinisikan model penyatuan spiritualitas dengan meringkaskan berbagai pandangan teoritis tentang spiritualitas (Potter & Perry, 2005). Dimensi spiritualitas menyebar di seluruh dimensi lainnya, baik itu dikenali atau dikembangkan oleh individu atau tidak. Individu dikuatkan melalui diri yang mengakibatkan peralihan kearah kesejahteraan. Pertumbuhan spiritual terjadi hampir pada seluruh rentang kehidupan. Individu mencapai tahap perkembangan yang berbeda tergantung pada karakteristik individu masing – masing dan interpretasi tentang pengalaman dan pertanyaan dalam kehidupan. Terdapat pandangan teoritis mengenai spiritual serta bagaimana teori ini dapat diaplikasikan terhadap keperawatan. Menurut teori filosofi, perawat dapat meneliti esensial, asal, sifat dan nilai keyakinan spiritual seseorang. Filosofi membantu seseorang meneliti keyakinan seseorang guna memahami secara logis dan seberapa jauh spiritualitas menjadi cara hidup seseorang. Hal ini memberikan pemandangan yang luas tentang dimensi spiritual. Dari teori teologi spiritualitas dapat membantu perawat mencapai pemahaman tentang keyakinan seseorang mengenai sifat Tuhan atau menghargai kehidupan yang lebih tinggi. Teologi membentuk keyakinan seseorang tentang hidup dan makna dari pengalaman ini. Melalui pandangan teori fisiologis tentang spiritrualitas membantu perawat untuk memahami interaksi yang terjadi diantara tubuh, pikiran dan spirit dalam sehat dan sakit. Pandangan psikologis memberi perawat suatu pemahaman tentang proses mental seseorang, pengalaman, dan emosi serta peran spiritualitas yang dimainkan dalam ekspresi yang berbeda pada tiap – tiap individu. Perawat akan mampu mencerna apa yang member makna hidup pada klien, kemana klien mencari pedoman, dan dari sumber apa klien mendapat dorongan dan harapan. Dalam teori sosiologi dijelaskan bahwa semua orang dipengaruhi oleh masyarakat atau kelompok dimana mereka hidup. Pandangan ini membantu perawat memahami pentingnya individu dan kelompok yang menempatkan hubungan dengan seseorang yang mempunyai keyakinan serupa. Pandangan ini juga menunjukkan kepentingan dan makna yang dimiliki dalam ritual dan praktik bagi individu dan kelompok (Potter & Perry, 2005). 2.1.4 Religi / Spiritualitas dan Neuropsikiatri Pengalaman spiritual, religi dan ritual merupakan hasil dari perubahan evolusional dari otak yang membantu manusia untuk bersosialisasi dan membentuk komunitas dan kelompok. Dari sudut pandang evolusional, spiritualitas atau religi dapat diibaratkan sebagai suatu keuntungan bagi manusia dibandingkan spesies lainnya. Mungkin terdapat proses neurochemical yang kompleks yang terjadi di otak. Hampir semua sinaps yang dipakai untuk menjalankan sinyal pada sistem saraf pusat manusia adalah sinaps kimia. Pada sinaps kimia ini, neuron pertama menyekresikan pada sinaps ujung sarafnya suatu bahan kimia yang disebut neurotransmitter (atau sering disebut bahan transmitter). Neurotransmitter ini berdistribusi secara luas di otak dan menutupi wilayah yang spesifik. Neurotransmitter ini disintesiskan di neuron pre-sinaptik dan dilepaskan dari neuron kedalam celah sinaptik dan bertindak mengikuti reseptor neurotransmitter yang spesifik. Neurotransmitter hanya bisa terikat pada reseptor spesifik ini, dan efeknya dipengaruhi oleh reseptor ini. Serotonin dan Dopamine menutupi aktivitas otak pada orang yang ikut dalam praktik religi maupun aktivitas spiritual. Andrew Newberg (2009), mempelajari fungsi otak pada orang yang melakukan meditasi atau berdoa. Dia mengemukakan bahwa pengalaman mistis dan spiritual dapat diukur dan dijelaskan melalui pathway anatomis yang kompleks. Bagian frontal lobe merupakan salah satu bagian yang paling dipengaruhi oleh aktivitas religi yang dilakukan. Newberg berfokus pada prefrontal cortex dan hubungannya dengan thalamus, posterior superior lobe dan system limbic (terutama amygdala dan hippocampus) , dengan mengukur aliran darah diotak Newberg menyimpulkan bahwa semakin seorang individu itu masuk kedalam suatu kegiatan spiritual ataupun religi maka frontal lobe dan limbic system akan semakin aktif. Bagian frontal lobe merupakan bagian yang memegang peranan penting dalam konsentrasi dan perhatian dan system limbic merupakan bagian dimana emosi dan perasaan serta perilaku diatur. Menariknya, ketika frontal lobe dan limbic system aktif bekerja, maka parietal lobe menjadi kurang aktif. Studi yang dilakukan dengan menilai aktivitas otak menggunakan topographical electroenchepalogram, aliran darah otak ataupun metabolism cerebral menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan aktivitas temporal lobe selama melakukan aktivitas religi. System saraf otonom (simpatik dan parasimpatik) juga mengalami aktivitas yang signifikan selama melakukan meditasi dan aktivitas spiritual lainnya. Aktivasi yang terjadi pada system saraf otonom ini menyebabkan penurunan denyut jantung dan laju pernapasan yang merupakan efek dari rasa rileks yang dirasakan. Endophenotype merupakan suatu pengukuran yang dapat dilakukan untuk menilai hubungan genetik dan kelainan yang dimiliki individu. Dengan menghubungkan varian DNA dan psikologikal phenotype maka akan memberikan kemudahan untuk mengetahui pengaruh genetik pada seseorang. 2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas Menurut Taylor et al (1997) dalam buku Aspek Spiritual Dalam Keperawatan, ada beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang, yaitu: 1) Tahap perkembangan: berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat agama yang berbeda ditemukan bahwa mereka memiliki konsep spiritualitas yang berbeda menurut usia, jenis kelamin, agama dan kepribadian anak 2) Keluarga: peran orang tua sangat penting dalam perkembangan spiritualitas seorang anak karena orang tua sebagai role model. Keluarga juga sebagai orang terdekat di lingkungan dan pengalaman pertama anak dalam mengerti dan menyimpulkan kehidupan di dunia, maka pada umumnya pengalaman pertama anak selalu berhubungan dengan orang tua ataupun saudaranya 3) Latar belakang etnik budaya: sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial budaya. Hal yang perlu diperhatikan adalah apapun tradisi agama atau system keagamaan yang dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual tiap individu berbeda dan mengandung hal unik. 4) Pengalaman hidup sebelumnya: Pengalaman hidup baik positif maupun negatif dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang. Selain itu juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual kejadian atau pengalaman tersebut. Peristiwa dalam kehidupan sering dianggap sebagai suatu ujian . Pada saat ini, kebutuhan spiritual akan meningkat yang memerlukan kedalaman spiritual dan kemampuan koping untuk memenuhinya. 5) Krisis dan perubahan: krisis dan perubahan dapat memperkuat kedalaman spiritual seseorang. Krisis sering dialami ketika individu dihadapkan dengan hal sulit. Apabila klien mengalami krisis, maka keyakinan spiritual dan keinginan untuk melakukan kegiatan spiritual menjadi lebih tinggi. 6) Terpisah dari ikatan spiritual: individu yang biasa melakukan kegiatan spiritual ataupun tidak dapat berkumpul dengan orang terdekat biasanya akan mengalami terjadinya perubahan fungsi spiritual. 2.2 Body Image 2.2.1 Pengertian Body image adalah bagaimana cara individu mempersepsikan tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar yang meliputi ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh berikut bagian-bagiannya. Dengan kata lain, body image adalah kumpulan sikap individu, baik yang disadari ataupun tidak yang ditujukan terhadap dirinya. Beberapa hal terkait body image antara lain: 1) Fokus individu terhadap bentuk fisiknya. 2) Cara individu memandang dirinya berdampak penting terhadap aspek psikologis individu tersebut. 3) Body image seseorang sebagian dipengaruhi oleh sikap dan respon orang lain terhadap dirinya, dan sebagian lagi oleh eksplorasi individu terhadap dirinya. 4) Gambaran yang realistis tentang menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman serta mencegah kecemasan dan meningkatkan harga diri. 5) Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap body imagenya dapat mencapai kesuksesan dalam hidup (Mubarak, Wahit & Chayatin, 2009). Body image adalah bagian dari konsep diri yang mencakup sikap dan pengalaman yang berkaitan dengan tubuh, termasuk pandangan mengenai maskulinitas dan feminitas, kegagahan fisik, daya tahan dan kapabilitas. Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri merupakan representasi fisik seorang individu pusat inti dari diri dimana semua persepsi dan pengalaman terorganisasi. Konsep diri adalah kombinasi dinamis yang terbentuk selama bertahun-tahun dan didasarkan pada hal berikut ini: (1) Reaksi orang lain terhadap tubuh seseorang. (2) Persepsi berkelanjutan tentang reaksi orang lain terhadap diri. (3) Hubungan diri dan orang lain. (4) Struktur kepribadian. (5) Persepsi terhadap stimulus yang mempunyai dampak pada diri. (6) Pengalaman baru atau sebelumnya. (7) Perasaan saat ini tentang fisik, emosional, dan sosial diri. (8) Harapan tentang diri Body image juga terbentuk selama bertahun-tahun sejalan dengan manusia belajar mengenai tubuh dan struktur serta fungsi, kemampuan dan keterbatasan mereka. Body image dapat berubah dalam beberapa jam, hari, minggu, atau bulan bergantung pada stimuli eksternal pada tubuh dan perubahan aktual dalam penampilan, struktur atau fungsi. Hal yang paling berpengaruh dalam konsep Body image adalah cara orang lain melihat dan bereaksi pada tubuh seseorang. Body image membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. Body image dipengaruhi pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oelah persepsi dari pandangan orang lain. Body image dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep diri. Sikap dan nilai kultural serta sosial juga mempengaruhi Body image. Dalam kultur barat, wanita yang cantik, muda adalah hal-hal yang ditekankan dalam masyarakat, semua ini didapat dari apa yang biasa ditayangkan di program televisi. Sedangkan dalam kultur timur, penuaan dipandang secara sangat positif, karena orang dengan usia tua dihormati. Body image bergantung hanya sebagian pada realitas tubuh. Seseorang umumnya tidak mengadaptasi dengan cepat terhadap perubahan dalam fisik tubuh. Perubahan fisik mungkin tidak dimasukan ke dalam Body image ideal seseorang. Misalnya saja orang yang mengalami penurunan berat badan masih tidak menganggap diri mereka kurus. Perubahan dalam penampilan, struktur atau fungsi bagian tubuh akan membutuhkan perubahan dalam Body image. Meskipun terjadi perubahan pada bagian yang tak terlihat oleh orang lain, perubahan tubuh mempunyai efek yang signifikan pada individu. Selain itu, penurunan atau penambahan berat badan juga mengubah Body image seseorang. Persepsi seseorang mengenai perubahan pada tubuhnya dapat dipengaruhi oleh bagaimana perubahan tersebut terjadi selain itu respons orang lain mengenai perubahan yang dialami juga mempengaruhi persepsi seseorang mengenai perubahan yang dialami tubuhnya. Makna dari kehilangan fungsi atau perubahan dalam penampilan dipengaruhi oleh persepsi individu tentang perubahan yang dialaminya. Body image terdiri dari elemen yang ideal dan nyata. Makin besar makna penting dari tubuh atau bagian tubuh yang spesifik, maka makin besar ancaman yang dirasakan akibat perubahan dalam Body image. Untuk meraih kembali konsep diri dan harga diri yang positif dan untuk mempertahankan kesehatan yang baik, mereka harus mengadaptasi stressor Body image mereka. Seseorang yang mengalami perubahan Body image sering merasa ditolak atau terasing. Perasaan tak berdaya juga merupakan perasaan yang umum pada orang yang mengalami perubahan Body image. Media yang sering menyajikan cerita positif mengenai orang yang mengalami perubahan tubuh dapat memberikan peran model positif bagi individu yang mengalami stressor akibat perubahan tubuh yang dialaminya, begitu juga bagi keluarga, teman dan masyarakat sekitar mereka secara keseluruhan. Pada masa remaja pergolakan fisik, emosional, dan sosial sering terjadi. Anak remaja dipaksa untuk mengubah gambaran mental mereka tentang diri mereka. Perubahan fisik dalam ukuran badan dan penampilan menyebakan perubahan dalam persepsi diri dan penggunaan tubuh. Anak remaja menghabiskan banyak waktu di depan cermin untuk mencari perbaikan dari penampilan mereka sebanyak mungkin, hal ini menyebabkan distress yang besar berkaitan dengan ketidaksempurnaan tubuh yang dirasakan. Pada dewasa muda, konsep diri dan Body image adalah kreasi sosial dan penghargaan dan penerimaan diberikan untuk penampilan normal dan perilaku yang sesuai berdasarkan standar sosial. Konsep diri secara konstan terus berkembang dan dapat diidentifikasi dalam nilai, sikap dan perasaan tentang diri. (Potter & Perry, 2005) 2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Body image Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Body image individu, baik dari dalam diri individu itu maupun dari luar diri individu tersebut. 1) Berat badan: Berat badan dapat menjadi salah satu faktor kuat terjadinya Body image yang negatif pada individu (Xanthopoulos et al., 2011). Orang biasanya akan cenderung membandingkan tubuhnya dengan orang lain yang dilihatnya atau ada disekitarnya. Individu yang memiliki berat badan berlebih atau mengalami peningkatan berat badan akan mengalami gangguan Body image (Goldfield et al., 2010). 2) Media masa: Media masa memegang peranan penting dalam terjadinya gangguan Body image. Penampilan model maupun selebritis di televisi dengan wanita yang memiliki bentuk tubuh kurus dan laki-laki yang memiliki bentuk tubuh besar dan berotot juga dapat mempengaruhi kepuasan individu terhadap bentuk tubuhnya. Walaupun hal ini tidak mempengaruhi semua orang. 3) Faktor psikologi individu: Pada studi yang pernah dilakukan, ditemukan adanya hubungan antara depresi dan gangguan Body image pada laki-laki maupun perempuan(Cohane et al., 2001). Walaupun perempuan lebih cenderung mengalami depresi yang berkepanjangan dibandingkan lakilaki dengan masalah yang sama. 4) Pengaruh dari orang lain: Orang tua dan teman sebaya dapat menjadi pengaruh yang baik untuk individu dalam membangun kepercayaan dirinya. Holsen et al (2012) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki hubungan baik dengan orang lain akan cenderung memiliki Body image yang baik berbeda dengan orang yang tidak memiliki hubungan baik dengan orangtua maupun teman sebayanya. Tekanan sosial dan pendapat orang lain mengenai penampilan dan diri seseorang juga dapat menjadi hal positif maupun negatif yang dapat mempengaruhi pandangan seseorang terhadap dirinya. Wanita memang lebih cenderung mengalami tekanan ini untuk memiliki tubuh ideal dibandingkan laki-laki (Esnaola et al., 2010). 2.2.3 Komponen Body image Ada beberapa ahli yang mengemukakan mengenai komponen body image. Salah satunya adalah Cash (2008) yang mengemukakan adanya lima komponen body image, yaitu : 1) Appearance Evaluation (Evaluasi Penampilan), yaitu penilaian individu mengenai keseluruhan tubuh dan penampilan dirinya, apakah menarik atau tidak menarik, memuaskan atau tidak memuaskan. 2) Appearance Orientation (Orientasi Penampilan), perhatian individu terhadap penampilan dirinya dan usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan dirinya. 3) Body Areas Satisfaction (Kepuasan terhadap Bagian Tubuh), yaitu kepuasan individu terhadap bagian tubuh secara spesifik, seperti wajah, rambut, payudara, tubuh bagian bawah (pinggul, pantat, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), dan keseluruhan tubuh. 4) Overweight Preocupation (Kecemasan Menjadi Gemuk), yaitu kecemasan menjadi gemuk, kewaspadaan individu terhadap berat badan, melakukan diet ketat, dan membatasi pola makan. 5) Self-Clasified Weight (Persepsi terhadap Ukuran Tubuh), yaitu persepsi dan penilaian individu terhadap berat badannya, mulai dari kekurangan berat badan sampai kelebihan berat badan. 2.2.4 Pengaruh body image terhadap perkembangan kepribadian Body image, yaitu perasaan individu yang bersifat subjektif terhadap tubuh diteorikan sebagai komponen utama kepribadian (Rierdan & Koff,2009). Body image dianggap sebagai dasar dari perkembangan kepribadian. Hal ini menyebabkan variasi dalam body image dihubungkan dengan perbedaan individu dalam hal kepribadian dan pengalaman hidup. Perbedaan body image dihubungkan dengan perbedaan tingkat harga diri dan tingkat depresi individu. Individu yang memiliki body image positif cenderung memiliki harga diri yang lebih tinggi serta kecenderungan depresi yang lebih rendah dibandingkan dengan individu yang memiliki body image negatif. Keliat (2006) menyatakan bahwa body image berhubungan dengan kepribadian. Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistis terhadap diri serta kemampuan menerima keadaan tubuh akan membuat individu terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri individu. Selain itu, timbul masalah psikologis lainnya, seperti mudah marah, merasa gagal dan inferior, masalah ingatan, kecemasan, dan gangguan penyesuaian. Papalia & Olds (2008) menyatakan bahwa wanita yang memiliki persepsi positif terhadap body image lebih mampu menghargai dirinya. Individu tersebut cenderung menilai dirinya sebagai orang dengan kepribadian cerdas, asertif, dan menyenangkan. Dacey dan Kenny (1994) mengemukakan bahwa persepsi negatif remaja terhadap body image akan menghambat perkembangan kemampuan interpersonal dan kemampuan membangun hubungan yang positif dengan remaja lain. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa body image individu memiliki pengaruh terhadap kepribadian. Individu yang memiliki body image positif cenderung memiliki kepribadian sehat yang diasosiasikan dengan peningkatan kualitas hidup, seperti peningkatan harga diri, kepercayaan diri, dan kesehatan mental. Sebaliknya, individu yang memiliki body image negatif cenderung mengembangkan kepribadianya yang tidak sehat, seperti penurunan harga diri, kemampuan interpersonal yang buruk, bahkan dalam banyak kasus berkembang menjadi patologis, seperti anorexia dan bulimia.