ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR, SUKU BUNGA (SBI) DAN JUMLAH UANG BEREDAR (JUB), TERHADAP NILAI HARGA SAHAM SEKTOR PROPERTI DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) (Periode 2006-2011) Di susun oleh: Rachmat Kurniadi NIM: 107084003634 JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M/1434 H DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. IDENTITAS PRIBADI 1. Nama : Rachmat Kurniadi 2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 25 Januari 1989 3. Alamat : Jl. Wijaya kusuma ujung Rt 011/01 no.44 Pondok Aren, Tangerang Selatan 15221 4. Telepon : 08999842184 II. PENDIDIKAN 1. TK Darunnajah, Jakarta Selatan tahun 1996 2. SD 04, Jakarta Selatan tahun 1996-2002 3. SMPN 235, Jakarta Selatan tahun 2001-2004 4. SMA N 87 Jakarta Selatan tahun 2004-2007 5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun2007-2013 III. LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah : Mulyadi Syaiful Anam 2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 22 Februari 1955 3. Ibu : Siti Suripah 4. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 24 Februari 1960 v ABSTRACT The purpose of this research to analyze the effect of exchange rate, interest rate of SBI, and money supply on property sector composite value (NHSprop). The data which use in this research is time series data in Indonesia since 2006.1 – 2011.12. by using OLS (Ordinary Least Square) method. The result shows that exchange rate and interest rate of (SBI) have a negative and significant effect on property sector composite value (NHSprop) in Indonesia Stock Exchange. Meanwhile money supply has no significant effect on property sector composite value (NHSprop) in Indonesia Stock Exchange. Keyword: Property Sector Composite value (NHSprop), Exchange Rate, Interest Rate of SBI, Money Supply. vi ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh nilai tukar, suku bunga SBI dan jumlah uang beredar terhadap nilai harga saham sektor properti (NHSprop) di Bursa Efek Indonesia. Data yang digunakan adalah data time series yaitu tahun 2006.1 – 2011.12 dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tukar dan suku bunga (SBI) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai harga saham sektor properti(NHSprop) di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan jumlah uang beredar tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai harga saham sektor properti (NHSprop) di Bursa Efek Indonesia. Kata kunci : Nilai Harga Saham Sektor Keuangan (NHSprop), Nilai Tukar, Suku Bunga (SBI), Jumlah Uang Beredar. vii KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga (SBI), dan Jumlah Uang Beredar (JUB) Terhadap Harga Saham Sektor Properti di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2011”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada: 1. Kedua orang tua yang telah memberikan semangat serta doa yang tiada hentihentinya kepada penulis. Ibuku yang tak hentinya berdoa untuk Anaknya serta segala kebijakannya sebagai „‟menteri keuangan‟‟ yang sangat membantu dan Ayahku yang selalu sabar menanti dan sangat sabar menghadapi semua tantangan demi anak-anaknya. 2. Keluargaku yang telah menyemangati dan memberikan banyak inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Ika Nurlaila sebagai penyumbang utama kegiatan touring (thanks buat doa dan materinya,hehehe), Iis mulyani (thanks atas supportnya), Tri Sufriani (terima kasih banget atas doa, support dan materi yang utama,hahaha), Rini Puji Asih (thanks udah dikasih keponakan viii lucu), Rajib Maulana atas kritik dan sarannya serta pertanyaannya „‟Bola yang menang mana‟‟, Riska Nurhidayah yang selalu bantu jaga rumah selagi gw kuliah hahaha, Yahya Rhomadhoni yang selalu care bukain gw pintu pager, M. Fikri Abdillah dan Dimo Agil Aliansyah (baik-baik dah nyantren ditunggu kepulangannya) dan yang terakhir special buat Ade Fadillah yang sudah menanggung kita semua, luv you all. 3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Dr. Lukman, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia memberikan waktunya yang sangat berharga untuk membimbing penulis selama menyusun skripsi ini. 5. Bapak M. Hartana I. Putra, SE, MSi., selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah bersedia memberikan waktunya yang sangat berharga untuk membimbing penulis selama menyusun skripsi ini. 6. Ibu Utami Baroroh, M.Si., selaku Sekretaris Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Seluruh staf pengajar dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis. ix 8. Terima kasih kepada Putri Wulandari atas dukungan dan kesabarannya selama kuliah maupun dalam pembuatan skripsi ini semoga selalu diridhai Allah Swt dan diberikan kebaikan dunia dan akhirat. 9. Seluruh teman-teman Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan yang telah memberikan motivasi dan bantuan kepada penulis khususnya Syamsul “Pangeran” Bahri, Irfan “Item” Fahmi dan Heri “Begal‟‟ Handoko. 10. Seluruh teman-teman Katana 601 thanks Bro selalu ngajak jalan. 11. Dan seluruh jajaran orang-orang terdekat yang tak mungkin disebutkan satu persatu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Jakarta, 25 Mei 2013 (Rachmat Kurniadi) x DAFTAR ISI Halaman Judul ................................................................................................... Lembar Pengesahan Skripsi .............................................................................. Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ....................................................... Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ................................................................... Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ................................................... Daftar Riwayat Hidup ....................................................................................... v Abstract ............................................................................................................. vi Abstrak .............................................................................................................. vii Kata Pengantar .. ................................................................................................ viii Daftar Isi ............................................................................................................. xi Daftar Tabel ........................................................................................................ xv Daftar Gambar ................................................................................................... xvi Daftar Lampiran ................................................................................................ xvii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1 B. Perumusan Masalah . ..................................................................... 10 C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 12 D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 12 xi BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... A. Tinjauan Umum Pasar Modal …. .................................................. 14 1. Pengertian Pasar Modal ............................................................ 14 2. Manfaat Pasar Modal ................................................................ 16 B. Tinjauan Umum Indeks Harga Saham …. .................................... 17 1. Pengertian Indeks Harga Saham ................................................ 17 2. Jenis-Jenis Indeks Harga Saham .............................................. 18 3. Motif Investor Memegang Saham ............................................ 20 4. Fungsi Indeks Harga Saham ..................................................... 21 5. Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham/Indeks Saham ....... 21 C. Tinjauan Umum Nilai Tukar Rupiah …. ....................................... 23 1. Pengertian Nilai Tukar Rupiah .................................................. 23 2. Perubahan Nilai Tukar Rupiah ................................................. 27 3. Mekanisme Penentuan Nilai Tukar Melalui ............................. Analisis Demand dan Supply di Pasar Valuta Asing ................ 28 D. Tinjauan Umum Suku Bunga SBI …. ........................................... 29 1. Pengertian Suku Bunga SBI ...................................................... 29 2. Macam-Macam Suku Bunga .................................................... 31 3. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ............................................... 32 4. Dampak Suku Bunga SBI Terhadap Indeks Saham ................. 33 xii E. Tinjauan Umum Pertumbuhan Jumlah Uang Beredar .................. 33 1. Sejarah Uang ............................................................................ 33 2. Pengertian Uang ....................................................................... 34 3. Fungsi Uang .............................................................................. 35 4. Jenis Uang ................................................................................ 36 5. Pengertian Jumlah Uang Beredar ............................................. 36 6. Teori Kuantitas Uang ............................................................... 37 7. Teori Penawaran dan Permintaan Uang ................................... 37 F. Keterkaitan Antar Variabel …. ...................................................... 39 1. Nilai Tukar Rupiah dengan Nilai Harga Saham Sektor Properti .......................................................................... 39 2. Suku Bunga SBI dengan Nilai Harga Saham Sektor Properti .......................................................................... 41 3. Jumlah Uang Beredar (JUB) dengan Nilai Harga Saham Sektor Properti .......................................................................... 42 G. Hasil-hasil penelitian terdahulu…. ................................................ 43 H. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 52 I. Hipotesis .......................................................................................... 55 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 57 B. Metode Penentuan Sampel ........................................................... 57 C. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 58 xiii D. Metode Analisis Data ................................................................... 59 E. Uji Asumsi Klasik F. Analisis Statistik ..................................................................... 60 … .................................................................... 67 BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN ............................................... A. Sejarah Singkat Objek Penelitian ................................................. 72 1. Indeks Harga Saham Sektor Properti .................................... 72 2. Nilai Tukar Mata Uang .......................................................... 75 3. Suku Bunga SBI .................................................................... 77 4. Jumlah Uang Beredar (JUB) ................................................. 79 B. Hasil dan Pembahasan .................................................................. 81 1. Hasil Uji Asumsi Klasik ........................................................ 81 2. Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS) ............ 86 C. Interpretasi Ekonomi .................................................................... 91 1. Nilai Tukar Mata Uang .......................................................... 91 2. Suku Bunga SBI .................................................................... 92 3. Jumlah Uang Beredar (JUB) ................................................. 93 BAB V PENUTUP .......................................................................................... A. Kesimpulan ………. ...................................................................... 94 B. Saran ………………. .................................................................... 96 Daftar Pustaka ....................................................................................................98 Lampiran ............................................................................................................100 xiv DAFTAR TABEL No. Keterangan Halaman 1.1 Data Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (JUB) dan Pertumbuhan Harga Saham Sektor Properti Tahun 2006-2011………………………...………… 6 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu …………………………… 50 3.1 Operasional Variabel ………………………………….…….. 71 4.1 Laju Pertumbuhan Harga Saham Sektor Properti Tahun 2006-2011 ………………………….…….………….. 74 4.2 Tabel Rata-rata Nilai Tukar Rupiah Tahun 2006-2011 …….. 76 4.3 Tabel Rata-rata Suku Bunga SBI Tahun 2006-2011 ……….. 78 4.4 Tabel Rata-rata Jumlah Uang Beredar (JUB) Tahun 2006-2011 …………………………………………… 80 4.5 Hasil Uji Linearitas …………...…………………………….. 82 4.6 Hasil Uji Normalitas ……….……………………………….. 82 4.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas ……………………………….. 83 4.8 Hasil Korelasi Uji Multikolinearitas …….………………….. 85 4.9 Hasil Uji Autokorelasi dengan Uji Breusch-Godfrey ………. 86 4.10 Hasil Olah Data dengan Metode OLS …………………..….. 87 xv DAFTAR GAMBAR No. Keterangan Halaman 1.1 Grafik Sektor Properti …………………………….....…….. 5 2.1 Mekanisme Penentuan Nilai Tukar Melalui Analisis Demand dan Supply di Pasar Valuta Asing……………….…………………………...…………… 28 2.2 Kerangka Pemikiran ………………………………..….……. 54 4.1 Grafik Pertumbuhan Harga Saham Sektor Properti Tahun 2006-2011 …………………………………………..... 74 4.2 Grafik Nilai Tukar Mata Uang Tahun 2006-2011…….……... 76 4.3 Grafik Suku Bunga SBI Tahun 2006-2011…………….…….. 78 4.4 Grafik Jumlah Uang Beredar (JUB) Tahun 2006-2011…………...……………………….……….. 80 4.5 Histogram-Normalitas Test ……………………………...…... 83 xvi DAFTAR LAMPIRAN No. Keterangan Halaman 1 Data Penelitian ……….……………….....….....… 101 2 Uji Linearitas……….………................….….…... 102 3 Uji Normalitas ………….......................……........ 103 4 Uji Heteroskedastisitas ……….…………..……... 104 5 Uji Multikolinieritas ………………………...…... 105 6 Uji Autokorelasi ……………………………….... 105 7 Hasil Uji Regresi dengan OLS …...…………..…. 106 xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi suatu negara dewasa ini tak bisa dilepaskan dari pasar modal yang diatur oleh suatu negara, meningkatnya perekonomian suatu negara dapat diindikasikan dengan meningkatnya pula volume perdagangan dalam pasar modal begitu juga dengan menurunnya perekonomian suatu negara dapat dilihat dari pasar modal itu sendiri atau dengan kata lain pasar modal menjadi suatu pandangan dari meningkat atau menurunnya perekonomian suatu negara sehingga membuat pasar modal menjadi instrumen penting untuk suatu negara dalam rangka meningkatkan perekonomiannya. Pasar modal merupakan suatu sarana bagi pelaku usaha untuk memperoleh dana untuk melakukan ekspansi perusahaannya dari investor yang memiliki dana lebih sehingga investor tersebut masuk ke pasar modal untuk memperoleh keuntungan dari dana lebihnya sehingga menimbulkan imbal balik yang positif antara para pelaku usaha dengan para investor. secara umum pasar modal merupakan tempat bagi perusahaan dalam membiayai kegiatan perusahaannya (Thobarry, 2009:18). Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara yang mempunyai fungsi sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana 1 yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi (Yogi Permana, 2009:1). Sedangkan menurut (Sugeng, 2010) pasar modal merupakan tempat bertemunya para pemodal dan pencari modal. Sedangkan pasar modal itu sendiri memiliki tiga tujuan; pertama, mempercepat proses perluasan pengikutsertaan masyarakat dalam kepemilikan saham perusahaan. Kedua, pemerataan pendapatan bagi masyarakatdan ketiga, meningkatkan pertisipasi masyarakat dalam menghimpun dana secara produktif. Aktivitas dalam pasar modal pada dasarnya mencerminkan suatu keadaan ekonomi suatu negara yang dilihat dari gabungan saham atau yang biasa disebut indeks harga saham gabungan (IHSG). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga saham yang tercatat di bursa. Hari dasar perhitungan indeks adalah tanggal 10 Agustus 1982 dengan nilai 100. Sedangkan jumlah emiten yang tercatat pada waktu itu adalah sebanyak 13 emiten. Sekarang ini jumlah emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia sudah mencapai 396 emiten. Seiring dengan perkembangan dan dinamika pasar, IHSG mengalami periode naik dan turun. Pada tanggal 9 Januari 2008, IHSG di Bursa Efek Indonesia mencapai level tertinggi sepanjang sejarah pasar modal Indonesia yaitu ditutup pada level 2.830,263 (Bursa Efek Indonesia, 2008). 2 Selain indeks harga saham gabungan, Sekarang ini PT Bursa Efek Indonesia memiliki 11 jenis indeks harga saham yang secara terus menerus disebarluaskan, salah satu indeks yang dimiliki oleh Bursa Efek Indonesia adalah indeks sektoral yang merupakan subsektor dari Indeks harga Saham Gabungan (IHSG). Indeks sektoral pertama kali diperkenalkan pada tanggal 2 januari 1996 dengan nilai awal indeks adalah 100 untuk setiap sektor dan menggunakan hari dasar tanggal 28 desember 1995. Indeks sektoral secara garis besar terbagi menjadi 3 sub bagian yaitu primer yang meliputi pertanian dan pertambangan, sekunder yang meliputi industri dasar kimia, aneka industri dan industri barang konsumsi, dan tersier yang meliputi properti, transportasi, keuangan dan perdagangan, jasa dan investasi (Bursa Efek Indonesia, 2010:5). Salah satu indeks sektoral yang dimiliki PT. Bursa Efek Indonesia terdapat indeks sektoral properti. Indeks sektoral properti merupakan gambaran untuk menunjukkan apakah terjadi penurunan atau peningkatan peran sektor properti tersebut terhadap perekonomian Indonesia dewasa ini. Menurut (Thobarry, 2009:19), bagi kalangan masyarakat yang memiliki dana dan berminat untuk investasi, pasar modal menjadi suatu alternatif untuk menanamkan dananya yang salah satunya adalah dalam bentuk saham. Saham properti bisa menjadi pilihan yang tepat dalam kondisi perekonomian saat ini karena return yang akan diterima oleh investor cukup tinggi sehingga menjadi daya tarik tersendiri. 3 Sejak krisis ekonomi tahun 1998, banyak perusahaan pengembang mengalami kesulitan karena memiliki hutang yang didominasi oleh dolar Amerika dalam jumlah yang besar, yang telah dipinjamnya pada saat sebelum krisis ekonomi guna membangun properti. Krisis ekonomi menyebabkan bunga kredit melonjak hingga 50% sehingga pengembang mengalami kesulitan untuk membayar cicilan kreditnya (dalam bentuk dolar Amerika). Tunggakan hutang dalam jumlah yang besar, menurunkan kinerja keuangan perusahaan, yang kemudian berdampak pada respon investor di pasar modal sehingga mempengaruhi harga pasar saham (Almas, 2007:15). Meningkatnya harga saham properti dan tetap menjadi primadona selepas krisis salah satunya disebabkan oleh makin banyaknya masyarakat yang sadar jika harga tanah cenderung naik. Bertambahnya jumlah penduduk juga alasan semakin banyaknya masyarakat yang menginvestasikan dananya dalam pasar properti karena menyebabkan demand meningkat dan supply tanah bersifat tetap sehingga harga properti akan selalu naik seiring bertambahnya jumlah penduduk (Suyanto, 2007). Dalam perkembangannya sektor properti memiliki siklus yang unik dimana pertumbuhan tertinggi selalu berkesudahan dengan krisis ekonomi contohnya diawal tahun 1997 industri properti mencapai pertumbuhan yang signifikan namun tak lama kemudian krisis ekonomi pada tahun 1998 menghancurkan sendi-sendi ekonomi tak terkecuali dalam industri properti, begitu juga diakhir tahun 2007 pertumbuhan industri properti mencapai rekor terbaru dalam satu dekade namun 4 pada tahun 2008 krisis kembali meruntuhkan pondasi ekonomi hal ini yang membuat para investor harus memperhitungkan keadaan variabel makro agar tingkat keuntungan sesuai yang diharapkan dan hal ini juga membuat sektor properti selalu menarik untuk dikaji dan lebih jelasnya mengenai pertumbuhan properti dapat dilihat pada gambar 1.1 dibawah ini: Gambar 1.1 Grafik Sektor Properti PROPERTI 2,600,000 2,400,000 2,200,000 2,000,000 1,800,000 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000,000 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber: Bursa Efek Indonesia Selain volatilitas harga saham yang tinggi, sektor properti juga sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian secara makro. Dampak krisis global bisa saja akan kembali mempengaruhi bisnis properti Indonesia seperti yang terjadi pada tahun 1998. Kekhawatiran ini mulai muncul sejak tahun 2003 ketika ekspansi 5 bisnis properti begitu tinggi. Pembangunan ruko, apartemen, mal dan pusat perbelanjaan mengalami perkembangan yang signifikan, tak hanya di Jakarta namun juga di beberapa kota besar lainnya. Pada perkembangannya, membaiknya kondisi ekonomi membuat pertumbuhan bisnis properti nasional khususnya sejak 2003 menjadi sangat tinggi. Nilai kapitalisasi proyek properti nasional melonjak, dan puncaknya tahun 2005 nilai kapitalisasinya mencapai Rp 91,01 Triliun atau meningkat hampir sepuluh kali dibandingkan dengan nilai kapitalisasi tahun 2000 yang sebesar Rp. 9,51 Triliun. Tabel 1.1 Berikut data mengenai nilai tukar rupiah, suku bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (JUB) dan pertumbuhan harga saham sektor properti tahun 20062011 Tahun Nilai tukar (Rupiah/dollar) Suku Bunga SBI (%) JUB (milyar) 2006 8.571,1 11.97 15.163.734 Pertumbuhan Harga Saham Sektor Properti (milyar) 1.026.786 2007 8.985,4 8.03 17.580.581 2.430.874 2008 9.750,6 9.39 20.458.862 1.977.205 2009 9.425 7.49 23.709.943 1.605.056 2010 9.163,7 6.57 26.634.685 2.110.775 2011 9.086 6.75 30.854.553 2.492.910 Sumber: Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik,BKPM 6 Pertumbuhan sektor properti pada 2006 masih dalam tren membaik, meskipun daya beli masyarakat menurun pascakenaikan harga BBM di Oktober 2005. Dalam periode pelaku ekonomi masih melakukan penyesuaian terhadap dampak kenaikan harga BBM tersebut, pertumbuhan sektor properti sebesar pada 2006 masih tumbuh 9%, Kinerja perekonomian tersebut banyak dipengaruhi peran kuat stimulus fiskal dan dampak positif peningkatan harga komoditas primer dunia. Ekspansi perekonomian pada 2006 banyak bertumpu pada konsumsi pemerintah dan ekspor, sementara secara sektoral ditopang kelompok sektor primer dan kelompok sektor jasa. Konsumsi Pemerintah meningkat tinggi dibandingkan 2005 antara lain disumbang pengeluaran bantuan langsung tunai (BLT). Secara sektoral, peningkatan pertumbuhan tercatat pada sektor pertanian, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor bangunan. Sementara itu pada pertumbuhan sektor properti tercatat pertumbuhan pada tahun 2006 mencapai yang tertinggi pada tingkat 9,0% dan mulai mengalami penurunan signifikan akibat krisis global yang mengakibatkan penurunan pada sector property menjadi 7,05% pada tahun 2009 dan kembali mengalam penurunan sebesar 0,5% pada tahun 2010 menjadi 7,0%. Penurunan ini tidak terlepas dari imbas dari krisis global yang terjadi di Amerika serikat. Disaat terjadi krisis global membuat pasar properti global memburuk. Memburuknya pasar global tersebut berpengaruh negatif di pasar modal dalam negeri. Memburuknya kondisi ekonomi global membuat prilaku investor cenderung ingin menghindari resiko sehingga investasi dalam bentuk portofolio mengalami penurunan termasuk saham-saham 7 sektor properti. Setelah tahun 2009 saham properti cenderung mengalami peningkatan, hal ini terlihat dengan total perdagangan pada tahun 2010 mencapai 2.110.775 milyar dan pada tahun 2011 saham properti juga mengalami peningkatan menjadi 2.492.910 milyar. Peningkatan tersebut tak terlepas dari makin membaiknya perekonomian di Indonesia. Nilai tukar rupiah mulai kembali pada tren menguat sejak triwulan II 2009 ditopang perbaikan persepsi risiko terhadap emerging market dan kondisi fundamental domestik yang tetap terjaga. Optimisme akan pemulihan ekonomi global yang disertai dengan terjaganya kondisi fundamental domestik mendorong terus naiknya pasokan valas dari investor asing di pasar keuangan domestik. Selain itu, neraca transaksi berjalan yang tetap surplus semakin mendukung tren penguatan rupiah. Berbagai perkembangan tersebut mengakibatkan rupiah ditutup pada level Rp9.425 pada akhir tahun 2009 atau terapresiasi 18,4% dibandingkan dengan akhir Maret 2009. Selama tahun 2010, nilai tukar rupiah menguat cukup signifikan terutama disebabkan oleh derasnya aliran masuk modal asing. Pergerakan nilai tukar rupiah juga ditopang oleh keseimbangan interaksi permintaan dan penawaran valuta asing di pasar domestik serta fundamental perekonomian domestik yang kuat. Nilai tukar rupiah mulai mengalami apresiasi sejak awal tahun dan mencapai level Rp 9.163 per dolar AS atau menguat secara rata-rata sebesar 3,8% dibandingkan dengan akhir tahun 2009. Secara point-to-point rupiah terapresiasi sebesar 4,4% (Bank Indonesia, 2010). 8 Tahun 1983 dapat dipandang sebagai salah satu langkah awal modernisasi bidang moneter di Indonesia dengan dilepaskannya sistem pengendalian secara langsung dalam mengendalikan jumlah uang beredar seperti penetapan suku bunga simpanan, kredit perbankan dan lain-lain. Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia kemudian menerapkan sistem pengendalian moneter atau jumlah uang beredar secara tidak langsung, Seperti mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan surat berharga pasar uang (Aulia Pohan,2008:96). Peningkatan suku bunga membuat investor lebih berminat kepada Sertifikat Bank Indonesai (SBI) sehingga membuat permintaan saham menurun. Menurunnya permintaan tersebut akan membuat harga saham menurun. Sebaliknya disaat Suku Bunga SBI diturunkan maka investor lebih berminat menanamkan dana mereka ke surat berharga penyertaan (saham) sehingga permintaan akan saham tertentu akan meningkat sehingga meningkatkan harga saham tersebut. Hal ini terlihat pada tahun 2010 dan 2011 dimana suku bunga (SBI) berada dititik terendah dalam lima tahun namun harga saham properti mengalami kenaikan yang signifikan pada tahun tersebut, kenaikan saham properti dan rendahnya suku bunga (SBI) menggambarkan antara harga saham properti dan suku bunga (SBI) memiliki hubungan yang negatif. Berdasarkan data dan penjelasan diatas maka peneliti melihat bahwa ternyata ada 3 faktor yang setidaknya yang mempengaruhi nilai harga saham khususnya sektor properti yaitu nilai tukar, suku bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar (JUB). Ketiga faktor tersebut secara teoritis dan didukung oleh penelitian sebelumnya 9 sangat berkaitan dengan nilai harga saham pasar modal. Maka penulis melakukan penelitian ini mengenai “Analisis pengaruh nilai tukar, suku bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (JUB) terhadap nilai harga saham sektor properti di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2011”. B. Perumusan Masalah Perkembangan harga saham sektor properti di Indonesia sangat menjanjikan dimana return yang di dapat investor cukup tinggi pada sektor ini karena properti merupakan hal mutlak yang harus dipengaruhi oleh masyarakat. Pertumbuhan yang tinggi pada harga saham sektor properti tak lepas dari peran Bank Indonesia selaku bank sentral untuk menjalankan tugasnya dengan baik yaitu menjaga variabel-variabel makro seperti nilai tukar, SBI dan JUB (jumlah uang beredar) agar tetap bergerak dalam posisi yang menjanjikan dalam melakukan investasi dan memberikan informasi yang transparan kepada para investor sehingga para investor dapat dengan mudah menganalisis dan memprediksi dalam menanamkan dananya pada harga saham sektor properti di Indonesia, ketika harga saham mengalami peningkatan maka secara otomatis mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Berfluktuatifnya harga saham sektor properti terjadi karena banyak faktor, baik faktor domestik seperti keamanan dalam negri maupun faktor dari negara lain seperti krisis di Amerika Serikat yang berimbas kepada perdagangan saham ditambah dengan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia 10 selaku otoritas moneter seperti menjaga nilai tukar rupiah, suku bunga (SBI), maupun JUB (jumlah uang beredar) untuk membuat perekonomian tetap bergairah sehingga perubahan variabel-variabel tersebut mampu mempengaruhi harga saham. Atas dasar penjelasan di atas dalam penelitian ini penulis mencoba mencari variabel-variabel yang mempengaruhi harga saham sektor properti berdasarkan variabel-variabel dinamis yaitu nilai tukar, suku bunga SBI dan JUB (jumlah uang beredar) yang dimana penulis ingin mengetahui secara detail dan pasti: 1. Seberapa besar pengaruh nilai tukar rupiah, suku bunga (SBI) dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap harga saham sektor properti secara bersamasama? 2. Seberapa besar pengaruh nilai tukar rupiah terhadap harga saham sektor properti? 3. Seberapa besar pengaruh suku bunga SBI terhadap harga saham sektor properti? 4. Seberapa besar pengaruh jumlah uang beredar (JUB) terhadap harga saham sektor properti? 11 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah secara berikut: 1. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh nilai tukar rupiah, suku bunga SBI dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap harga saham sektor properti secara bersama-sama? 2. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh nilai tukar rupiah terhadap harga saham sektor properti? 3. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh suku bunga (SBI) terhadap harga saham sektor properti? 4. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh jumlah uang beredar (JUB) terhadap harga saham sektor properti? D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini, manfaat yang menjadi prioritas penulis adalah sebagai berikut: 1. Bagi Pemerintah Dengan adanya penelitian ini diharapkan pemerintah dan penentu kebijakan dapat menggunakan dan mengkaji penelitian itu sebagai salah satu masukan dalam menentukan suatu kebijakan dalam upaya mencari jalan keluar dari setiap permasalahan dalam sisi moneter agar tetap kondusif khususnya dalam menjaga saham sektor properti. 12 2. Bagi Investor dan Pelaku Bisnis Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan suatu informasi yang sedikit banyak berguna bagi para investor dan pelaku bisnis dalam menanamkan dananya pada saham sektor properti. 3. Bagi Akademisi / Peneliti Diharapkan dengan adanya penelitian ini menjadi tambahan referensi mahasiswa dalam membuat karya ilmiah dan bagi para peneliti berikutnya diharapkan dapat menyempurnakan kekurangan yang ada pada penelitian ini. 4. Bagi Penulis Penelitian ini dilakukan untuk mengaplikasikan atau menerapkan teori-teori yang telah diterima khususnya teori-teori ekonomi moneter yang telah diperoleh dari perkuliahan dan menambah wawasan tentang pengaruh yang ditimbulkan dari nilai tukar rupiah, suku bunga (SBI) dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap harga saham sektor properti. 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pasar Modal 1. Pengertian Pasar Modal Menurut Darmaji dan Hendy (2006:1), pasar modal adalah pasar untuk berbagi instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas, instrumen derivatif, maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan mauun institusi lain dan sarana bagi kegiatan investasi. Menurut Deddy (2010:2) pasar modal adalah salah satu penggerak perekonomian suatu negara. Karena pasar modal merupakan sarana pembentuk modal dan akumulasi dana jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan partisispasi masyarakat dalam penggerakan dana guna menujang pembiayaan pembangunan nasional. Selain itu, pasar modal juga merupakan representasi untuk menilai kondisi perusahaan-perusahaan disuatu negara. Karena hampir semua industri disuatu Negara terwakili oleh pasar modal. Pasar modal yang sedang mengalami peningkatan (Bullish) atau mengalami penurunan (Bearish) terlihat dari naik turunnya harga-harga saham yang tercatat yang tercermin melalui suatu pergerakan indeks. 14 Thobarry (2009) menyatakan bahwa pasar modal merupakan tempat kegiatan perusahaan mencari dana untuk membiayai kegiatan usahanya. Selain itu, pasar modal juga merupakan suatu usaha penghimpunan dana masyarakat secara langsung dengan cara menanamkan dana ke dalam perusahaan yang sehat dan baik pengelolaannya. Fungsi utama pasar modal adalah sebagai sarana pembentukan modal dan akumulasi dana bagi pembiayaan suatu perusahaan atau emiten. Dengan demikian pasar modal merupakan salah satu sumber dana bagi pembiayaan pembangunan nasional pada umumnya dan emiten pada khususnya di luar sumber‐sumber yang umum dikenal, seperti tabungan pemerintah, tabungan masyarakat, kredit perbankan dan bantuan luar negeri. Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara yang mempunyai fungsi sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi (Yogi, 2009:1). Witjaksono (2010) menyatakan Bursa efek utama adalah suatu institusi yang terpusat yang mempertemukan kekuatan permintaan dan penawaran atas efek. Di sini proses transaksi jual beli diatur secara rapi dengan menggunakan peraturan sistematis yang dikeluarkan oleh pengelolanya. Setiap instrumen 15 efek yang akan diperdagangkan di bursa harus memenuhi kebijakan pencatatan (listing policy) yang dikeluarkan oleh pengelolanya. Berdasarkan definisi diatas, pasar modal merupakan tempat kegiatan perusahaan mencari dana untuk digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan sarana bagi masyarakat serta untuk berinvestasi serta akumulasi dana jangka panjang yang diatur secara rapi dengan menggunakan peraturan sistematis yang dikeluarkan oleh pengelolanya dengan tujuan untuk meningkatkan partisispasi masyarakat dalam penggerakan dana guna menujang pembiayaan pembangunan nasional. 2. Manfaat Pasar Modal Menurut Tjiptono dan Hendy (2001:2) manfaat keberadaan pasar modal, yaitu: a. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal b. Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi c. Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah d. Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik e. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek f. Alternatif investasi yang memberikan profesi keuntungan dengan resiko yang bias diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi investasi 16 g. Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha, memberikan akses kontrol sosial h. Sumber pembiayaan dana jangka panjang bagi emiten B. Tinjauan Umum Indeks Harga Saham 1. Pengertian Indeks Harga Saham Indeks Harga Saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham, indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif atau sedang lesu (BEI). Menurut (Supranto, 2004:113) indeks merupakan suatu angka yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan antara kegiatan yang sama dalam dua waktu yang berbeda. Menurut Witjaksono (2010) Indeks Harga Saham Gabungan atau Composite Stock Price Index (IHSG) merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja kerja saham yang tercatat di suatu bursa efek. Berdasarkan definisi diatas, indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham, indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar yang digunakan untuk mengukur kinerja kerja saham yang tercatat di suatu bursa efek dan dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan antara kegiatan yang sama dalam dua waktu yang berbeda. 17 2. Jenis-Jenis Indeks Harga Saham Menurut Tjiptono dan Hendy (2001:7-9) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) terdapat lima indeks harga saham, yaitu indeks individual, indeks harga saham sektoral, indeks LQ 45, indeks harga saham gabungan (IHSG), dan indeks syariah atau Jakarta islamic indeks (JII). a. Indeks Individual Indeks individual ini menggunakan indeks harga masing-masing saham terdapat harga dasarnya. Perhitungan indeks ini menggunakan prinsip yang sama dengan IHSG, yaitu: Harga Pasar/Harga Dasar x 100 BEJ memberi angka dasar IHSI 100, ketika saham diluncurkan pada pasar perdana dan berubah sesuai dengan perubahan pasar. b. Indeks Harga Saham Sektoral Indeks harga saham sektoral ini menggunakan semua saham yang termasuk dalam masing-masing sektor. Perhitungan harga dasar masingmasing sektor didasarkan pada kurs/harga akhir setiap saham tanggal 28 Desember 1995. Indeks ini mulai diberlakukan tanggal 2 Januari 1996. Di BEJ indeks sektoral terbagi atas Sembilan sektor, yaitu: 1) Sektor-sektor Primer (Ekstraktif) (a) Pertanian (b) Pertambangan 18 2) Sektor-sektor Sekunder (Industri Manufaktur) (c) Industri dasar dan kimia (d) Aneka industry (e) Industri barang konsumsi 3) Sektor-sektor Tersier (Jasa) (f) Properti dan real estate (g) Transportasi dan infrastruktur (h) Keuangan (i) Perdagangan, jasa dan investasi. c. Indeks LQ 45 Indeks LQ 45 merupakan 45 saham yang terpilih berdasarkan likuiditas perdagangan saham dan disesuaikan setiap enam bulan (setiap awal bulan februari dan agustus). Dengan demikian saham yang terdapat dalam indeks tersebut akan selalu berubah. d. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) IHSG ini menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen perhitungan indeks. Tanggal 10 agustus 1982 ditetapkan sebagau hari dasar (nilai indeks = 100). Berikut penghitungan Indeks Harga Saham Gabungan: Nilai Pasar = Jumlah saham tercatat x harga terakhir IHSG = x 100 Nilai Dasar = Jumlah saham tercatat x harga perdana 19 e. Indeks Syariah atau Jakarta Islamic Index (JII) JII ini merupakan indeks terakhir yang dikembangkan oleh BEJ bekerja sama dengan Danareksa Investment Management. Indeks ini merupakan indeks yang mengakomodasi syariat investasi dalam Islam atau indeks yang berdasarkan syariat Islam. 3. Motif investor memegang saham. Pada dasarnya, ada keuntungan yang diperoleh oleh investor dengan membeli atau memiliki saham yaitu (Darmaji dan Hendy, 2001:8) 1. Dividen Dividen adalah pembagian keuntungan yang diberikan oleh perusahaan penerbit saham atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai (cash devidend) yaitu kepada setiap pemegang saham diberikan dividen uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham 2. Capital again Capital again merupakan selisih anatar harga jual dan harga beli. Misalnya investor membeli saham tersebut dengan harga persaham Rp 3000 dan menjual kembali dengan harga persaham Rp 3500 maka investor mendapatkan capital again sebesar Rp 500. 20 3. Saham bonus (jika ada) Saham bonus adalah saham yang dibagikan perusahaan kepada para pemegang saham yang diambil dari agio saham. Agio saham adalah selisih antara harga jual terhadap harga nominal saham pada saat perusahaan melakukkan penawaran umum dipasar perdana. 4. Fungsi Indeks Harga Saham Menurut Iskandar (2003:89) berpendapat bahwa Indeks harga saham merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham. Di pasar modal sebuah indeks diharapkan memiliki lima fungsi, yaitu: a) Sebagai indikator trend pasar b) Sebagai indikator tingkat keuntungan c) Sebagai tolak ukur kinerja suatu portofolio d) Memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif e) Memfasilitasi berkembangnya produk derivatif. 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham Sebagai salah satu instrumen ekonomi, volatilitas harga saham disuatu bursa effek dipengaruhi oleh sejumlah faktor yaitu lingkungan mikro dan lingkungan makro (Iskandar, 2003:87-88): 21 1. Lingkungan mikro Lingkungan mikro yang mempengaruhi fluktuasi harga saham adalah: a) Pengumuman tentang pemasaran, produksi, penjualan, rincian kontrak, produk baru, perubahan harga, penarikan produk baru, laporan produksi, laporan keamanan produk, keamanan produk dan laporan penjualan b) Pengumuman pendanaan seperti utang dan ekuitas c) pengumuman badan direksi manajemen d) Pengumuman penggabungan pengambil-alihan diversifikasi e) Pengumuman investasi seperti ekspansi pabrik f) Pengumuman ketenagakerjaan seperti kontrak baru, pemogokan dan lainlain. 2. Lingkungan makro Lingkungan makro yang mempengaruhi volatilitas harga saham adalah: a) Pengumuman dari pemerintah, seperti: perubahan suku bunga tabungan dan deposito, kurs, inflasi dan lain-lain. b) Pengumuman hukum seperti tuntutan karyawan terhadap perusahaan. c) Pengumuman industri sekuritas. d) Gejolak sosial politik dalam negeri dan fluktuasi nilai tukar juga mempengaruhi terhadap harga saham. e) Berbagai issue dari dalam ataupun luar negeri. 22 C. Tinjauan Umum Nilai Tukar Rupiah 1. Pengertian Nilai Tukar Rupiah Rayun (2007:4) menyatakan bahwa nilai tukar mata uang (exchange rate) atau sering disebut kurs merupakan harga mata uang terhadap mata uang lainnya. Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruh yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variabel-variabel makro-ekonomi yang lainnya. Menurut Thobarry (2009:46) kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruh yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variabel‐variabel makro ekonomi yang lain. Ada dua pendekatan yang digunakan untuk menentukan nilai tukar mata uang yaitu pendekatan moneter dan pendekatan pasar. Dalam pendekatan moneter, nilai tukar mata uang di definisikan sebagai harga dimana mata uang asing diperjual belikan terhadap mata uang domestik dan harga tersebut berhubungan dengan penawaran dan permintaan uang. Valuta asing (foreign exchange) adalah semua mata uang Negara yang dapat digunakan untuk kegiatan perekonomian suatu Negara dengan Negara lain. Misalnya mata yang Amerika serikat berupa US $, mata uang Yen dari Jepang, dan lain sebagainya. Setiap valuta asing tersebut mempunyai harga tertentu dalam mata uang suatu Negara lain. Misalnya US $ dengan Rp, $1=Rp 9.600, (artinya harga 1 US $ sama dengan Rp 9.600). harga tersebut 23 menggambarkan berapa banyak suatu mata uang harus dipertukarkan untuk memperoleh satu unit mata uang lain. Istilah lain rasio pertukaran tersebut adalah nilai tukar (exchange rate) atau kurs valuta asing (Asfia, 2006). Menurutnya nilai kurs valuta asing dari waktu ke waktu dapat mengalami perubahan. Perubahan-perubahan tersebut terjadi sebagai akibat dari kekuatan permintaan dan penawaran dalam pasar valuta asing dan juga dapat ditentukan oleh pemerintah. Pasar valuta asing pada dasarnya merupakan jaringan kerja dari perbankan dan lembaga keuangan dalam melayani masyarakat untuk membeli (permintaan) dan menjual (penawaran) valuta asing (Asfia, 2006). a. Permintaan terhadap valuta asing (Foreign Exchange Demand) Hal ini timbul apabila penduduk suatu Negara membutuhkan barang yang diproduksi negara lain. Artinya bila terjadi permintaan masyarakat terhadap produk luar negeri, maka permintaan terhadap valuta asing meningkat. Kenaikan permintaan terhadap valuta asing sangat ditentukan oleh faktor-faktor di antaranya: (1) Nilai tukar atau harga mata uang asing (2) Tingkat pendapatan (3) Tingkat bunga relative (4) Selera (5) Ekspektasi, dan (6) Kebijakan pemerintah 24 Apabila yang berubah itu hanya harga valuta asing (nilai tukar), maka perubahan permintaan terhadap valuta asing hanya akan bersifat movement along demand curve, artinya pergerakan hanya terjadi disepanjang kurva permintaan yang sudah ada. Tetapi bila yang berubah selain dari kurs, misalnya pendapatan, ekspektasi atau yang lainnya, maka kurva permintaan terhadap valuta asing untuk keperluan barang impor dan keperluan spekulasi akan bergeser, bisa ke kiri dan bisa ke kanan. Tergantung kondisi perubahannya. b. Penawaran terhadap valuta asing (Foreign Exchange Supply) Hal ini terjadi apabila Negara lain mengimpor barang dan jasa atau terjadi ekspor. Semakin besae ekspor suatu Negara, maka supply valuta asing akan meningkat. Sebab terjadi peningkatan capital inflow. Sama halnya dengan konsep permintaan, supply dari valuta asing sangat ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain: (1) Perubahan kurs/ harga valuta asing (2) Harga/ biaya produksi barang impor (3) Selera dan ekspektasi, serta (4) Kebijakan pemerintah. Apabila yang berubah hanya kurs, perubahan terhadap supply valuta asing hanya bergerak sepanjang kurva supply yang ada atau bersifat movement along supply curve, tetapi bila yang berubah faktor lain, misalnya biaya/ harga barang 25 impor, hal ini akan mendorong terjadinya pergeseran kurva supply bisa ke kiri atau ke kanan tergantung kondisi perubahan dari faktor-faktor tersebut. Sistem nilai tukar yang dianut oleh suatu negara sangat berpengaruh sekali dalam menentukan pergerakan nilai tukar. Seperti misalnya negara Indonesia yang sebelum tanggal 14 Agustus 1997 menerapkan sistem nilai tukar mengambang terkendali, maka laju depresiasi sangat ditentukan oleh pemegang otoritas moneter, sehingga ketika Bank Indonesia melepas kendali nilai tukar menyebabkan nilai tukar akan segera mengikuti hukum pasar dan pengaruhpengaruh dari luar. Untuk mengurangi tekanan terhadap rupiah, upaya lain yang telah dilakukan Bank Indonesia adalah pengembangan pasar valas domestik antar bank melalui band intervensi. Dengan band intervensi, nilai tukar diperkenankan berfluktuasi dalam kisaran band yang telah ditetapkan. Apabila valuta asing diperdagangkan melebihi band yang telah ditetapkan maka Bank Indonesia segera melakukan intervensi untuk mengembalikan nilai tukar pada posisi semula (Wibowo dan Suhendra, 2010:2). Berdasarkan definisi diatas, nilai tukar mata uang kurs merupakan harga mata uang terhadap mata uang lainnya dan merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruh yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variabel‐variabel makro ekonomi yang lain dan pada dasarnya merupakan jaringan kerja dari perbankan dan 26 lembaga keuangan dalam melayani masyarakat untuk membeli (permintaan) dan menjual (penawaran) valuta asing. 2. Perubahan Nilai Tukar Rupiah Naik turunnya nilai tukar mata uang pada waktu dilakukan transaksi valuta asing, dapat terjadi dengan berbagai cara yaitu secara resmi yamg biasa dilakukan oleh pemerintah di suatu negara yang menganut sistem managed floating exchange rate atau bisa juga karena terjadinya tarik menarik antara penawaran dan permintaan di dalam pasar (market mechanism). Sedangkan perubahan nilai tukar mata uang dapat disebabkan oleh empat hal yaitu depresiasi, apresiasi, devaluasi, dan revaluasi (Rayun, 2007:28). a. Depresiasi (depreciation) merupakan penurunan harga mata uang nasional terhadap mata uang asing akibat terjadinya tarik-menarik antara supply dan demand di dalam pasar. b. Apresiasi (appreciation) merupakan peningkatan harga mata uang nasional terhadap mata uang asing akibat terjadinya tarik-menarik antara supply dan demand di dalam pasar. c. Devaluasi (devaluation) merupakan penurunan harga mata uang nasional terhadap mata uang asing yang dilakukan secara resmi oleh pemerintah di suatu negara. d. Revaluasi (revaluation) merupakan peningkatan harga mata uang nasional terhadap mata uang asing yang dilakukan secara resmi oleh pemerintah di suatu negara. 27 3. Mekanisme Penentuan Nilai Tukar Melalui Analisis Demand dan Supply di Pasar Valuta Asing Gambar 2.1 Kurs Kurs Sv Kurs Sv 9500 A B E1 Sv Sv1 9000 8500 E E E Dv1 Dv 0 Q* A Qs E1 Dv 0 Q* Q1b Qs B Dv 0 Q* Q1c Q C Keterangan Gambar 2.1 (Thobarry, 2009): 1. Gambar A menunjukkan kurs pada tingkat Rp 9.000 2. Gambar B menunjukkan terjadi perubahan/kenaikan kurs sebagai akibat dari adanya kenaikan permintaan terhadap barang impor. Naiknya impor akan mendorong kenaikan permintaan terhadap Dollar dari Q* menjadi Q1b dan kurva permintaan terhadap valuta asing bergeser ke kanan dari kurva Dv menjadi kurva Dv1, sehingga kurs naik mencapai Rp 9.500. kondisi ini dapat diartikan melemahnya nilai mata uang rupiah terhadap dollar. Gejala melemahnya nilai tukar rupiah karena kekuatan pasar disebut depresiasi. 28 3. Gambar C menunjukkan terjadinya perubahan/penurunan kurs sebagai akibat tingginya ekspor. Sebab dengan naiknya ekspor akan menambah supply dollar dari Q* menjadi Q1c dan kurva supply dollar bergeser dari kurva Sv menjadi kurva Sv1, akibatnya kurs turun mencapai Rp 8.500. Kondisi ini dapat diartikan menguatnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar. Gejala menguatnya nilai tukar rupiah karena kekuatan pasar disebut apresiasi. D. Tinjauan Umum Suku Bunga SBI 1. Pengertian Suku Bunga SBI Menurut Case dan Fair (2004:167), bunga adalah biaya yang dibayarkan oleh seseorang peminjam kepada pemberi pinjaman atas penggunaan dananya. Tingkat suku bunga adalah pembayaran bunga pinjaman tahun yang dinyatakan sebagai persentase dari pinjaman; persentase itu sama dengan jumlah bunga yang diterima pertahun dibagi dengan jumlah pinjaman. Suku bunga (Interest Rate) Menurut Herman Darmawi (2006:181), tingkat bunga adalah harga yang harus dibayar oleh peminjam untuk memperoleh dan dari pemberi pinjaman untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Menurut Yogi (2009:3) Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral untuk mengontrol peredaran uang di masyarakat, dengan kata lain pemerintah melakukan kebijakan moneter. Peredaran uang yang terlalu banyak dimasyarakat akan 29 mengakibatkan masyarakat cenderung membelanjakan uangnya yang pada akhirnya bias berdampak pada kenaikan harga-harga barang, yang salah satu faktor pemicu inflasi dengan menaikan bunga SBI berarti bank-bank dan lembaga keuangan akan terdorong untuk membeli SBI. Adanya bunga yang tinggi dalam SBI membuat bank dan lembaga keuangan menikmatinya, ini otomatis akan memberikan tingkat bunga yang lebih tinggi untuk produknya. Bunga yang tinggi akan berdampak pada alokasi dana investasi para investor. Investasi pada produk bank seperti deposito/tabungan jelas lebih kecil resikonya atau dapat dikatakan investasi bebas resiko oleh karena itu investor akan menjual sahamnya dan dananya serentak akan berdampak pada penurunan harga saham. Selain itu dampak dari tingkat suku bunga bank yang tinggi juga berdampak pada bunga pinjaman modal kerja perusahaan. Ini artinya penambahan pengeluaran perusahaan jika ini terjadi maka kondisi fundamental perusahaan akan terganggu. Hal ini didukung oleh Wibowo dan Suhendra (2010:4) bahwa tingkat suku bunga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga, ketika tingkat harga tinggi dan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh pemerintah dengan menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan demikian suku bunga yang tinggi diharapkan berkurangnya jumlah uang yang beredar sehingga permintaan agregat pun akan berkurang dan kenaikan harga dapat diatasi. Sedangkan menurut Bank Indonesia, tingkat suku 30 bunga adalah beban biaya yang dinyatakan dengan persentase tertentu dalam rangka peminjaman uang untuk jangka waktu tertentu. Tujuan penerbitan SBI adalah sebagai alat pemerintah untuk melakukan kontraksi pasar dalam primary market dan sebagai secondary reserve dan trading instrument dalam secondary market (untuk situasi tingkat suku bunga turun). Jadi SBI menurut Prakarsa dan Kusuma (2008:3) adalah salah satu instrument investasi yang menarik bagi investor mengingat instrument ini diterbitkan oleh Bank Indonesia yang merupakan lembaga keuangan milik negara. Berdasarkan definisi diatas, suku bunga SBI merupakan suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral untuk mengontrol peredaran uang di masyarakat dan mengendalikan tingkat harga yang bertujuan sebagai alat pemerintah untuk melakukan kontraksi pasar dalam primary market dan sebagai secondary reserve dan trading instrument dalam secondary market (untuk situasi tingkat suku bunga turun) dan menjadi salah satu instrument investasi yang menarik bagi investor mengingat instrument ini diterbitkan oleh Bank Indonesia yang merupakan lembaga keuangan milik negara. 2. Macam-Macam Suku Bunga Menurut Samuelson (2004:318), suku bunga dapat dibedakan berdasarkan satuan uang. Suku bunga yang dibedakan berdasarkan satuan uang dapat dibedakan mejadi dua, yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. 31 1. Suku bunga nominal Suku bunga nominal adalah suku bunga yang diukur dari pendapatan dalam uang pertahun peruang yang diinvestasikan. Suku bunga nominal (suku bunga uang) adalah suku bunga yang diukur dengan uang. 2. Suku bunga riil Suku bunga riil adalah suku bunga yang dikoreksi karena inflasi yang dihitung sebagai suku bunga nominal dikurang tingkat inflasi. Sebagai contohnya, anggap suku bunga suatu negara adalah 8% pertahun sedangkan inflasi 3 % pertahun. Maka kita dapat mengetahui kurs riil negara tersebut yaitu 8%-3% = 5%. 3. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tentang Operasi Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/4/PBI/2004 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/10/PBI/2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Lelang SBI adalah penjualan SBI yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter (Bank Indonesia). Tujuan dari penerbitan SBI yaitu mempengaruhi jumlah uang beredar. Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia berkewajiban memelihara kestabilan nilai rupiah dalam paradigma yang dianut, jumlah uang (uang kartal, uang giral 32 di BI) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai rupiah. SBI diterbitkan dan dijual untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut (Bank Indonesia). 4. Dampak Suku Bunga SBI Terhadap Indek Saham Salah satu mekanisme transmisi kebijakan moneter dalah suku bunga SBI. Selanjutnya perubahan suku bunga tersebut akan memberikan pengaruh terhadap suku bunga tabungan dan deposito bank-bank umum yang ditawarkan kepada masyarakat penabung dan pada suku bunga kredit yang dibebankan oleh bank kepada debiturnya (Pohan, 2008:19-20). Selain itu, Perubahan suku bunga mengalami kenaikan maka akan membuat investor akan lebih memilih untuk mengalihkan dananya kedalam surat berharga atas unjuk yang di terbitkan oleh bank Indonesia tersebut. Bila suku bunga mengalami kenaikan maka investor akan lebih memilih untuk mengalihkan dananya kedalam surat berharga atas unjuk yang diterbitkan oleh bank Indonesia tersebut. Kondisi ini dapat berdampak pada aktivitas perdagangan saham di bursa efek (Prakarsa dan Kusuma, 2008:308). E. Tinjauan Umum Pertumbuhan Jumlah Uang beredar 1. Sejarah Uang Pada peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhan secara mandiri. Mereka memperoleh makanan dari berburu atau memakan buah-buahan. Karena jenis kebutuhannya masih sederhana, mereka belum membutuhkan 33 orang lain. Masing-masing individu memenuhi kebutuhan makannya secara mandiri. Dalam periode yang dikenal sebagai periode prabarter ini manusia belum mengenal transaksi perdagangan atau kegiatan jual beli. Ketika jumlah manusia semakin bertambah dan peradabannya semakin maju, kegiatan dan interaksi antar manusiapun meningkat tajam/ ketika itulah masing-masing individu muai tak mampu memenuhi kebutuhan sendiri. Bisa dipahami karena ketika seseorang menghabiskan waktunya seharian bercocok tanam pada saat bersamaan tentu ia tidak akan bisa memperoleh garam atau ikan, menenun pakaian sendiri atau kebutuhan lain. Pertukaran barter ini mensyaratkan adanya keinginan yang sama pada waktu bersamaan (double coincidense of wants) dari pihak-pihak yang melakukan pertukaran ini. Namun semakin beragam dan kompleks kebutuhan manusia semakin sulit menciptakan situasi double concidense of wants ini. Itulah sebabnya diperlukan suatu alat tukar yang dapat diterima semua pihak. Alat tukar tersebut yang kemudian disebut uang. Pertama kali uang dikenal dalam peradaban sumeria dan babylonia (Edwin Nasution et al, 2006). 2. Pengertian Uang Menurut Samuelson (2001), uang adalah segala sesuatu yang bersifat sebagai alat pertukaran atau alat pembiayaan yang diterima secara umum. Sedangkan menurut Sadono Sukirno (2006:267), uang didefinisikan sebagai benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar-menukar atau perdagangan. 34 Menurut Asfia Murni (2006), uang adalah segala sesuatu yang diterima masyarakat secara umum dan dapat dipercaya sebagai alat pembayaran yang sah untuk keperluan transaksi, sebagai satuan hitung, dan sebagai alat penyimpan nilai. 3. Fungsi Uang Dalam ilmu ekonomi peranan atau fungsi uang dibedakan menjadi 4 jenis (Sadono Sukirno, 2006), yaitu: 1. Fungsi uang sebagai alat tukar Dengan adanya uang, kegiatan tukar-menukar akan jauh lebih mudah dijalankan kalau dibandingkan dengan perekonomian yag bertransaksi dengan menggunakan barter. Sehingga uang yang dipakai pada masyarakat digunakan untuk bertransaksi mengganti sistem barter. 2. Fungsi uang sebagai satuan hitung Penggunaan uang dalam masyarakat bersumber dari kesanggupannya untuk bertindak sebagai satuan nilai. Dalam hal ini yang dimaksud dengan satuan nilai adalah satuan ukuran yang menentukan besarnya nilai dari berbagai jenis barang dengan adanya uang. Nilai suatu barang dapat dengan mudah dinyatakan yaitu dengan menunjukkan jumlah uang yang diperlukan untuk memperoleh barang tersebut. 3. Fungsi uang sebagai pembayaran tertunda Penggunaan uang sebagai alat pembayaran atau perantara dalam tukarmenukar dapat mendorong pembayarannya ditunda karena para pelaku 35 ekonomi akan merasa yakin bahwa pembayarannya yang ditunda itu adalah sesuai dengan yang diharapkan. 4. Fungsi uang sebagai penyimpan nilai Uang bisa digunakan sebagai alat penyimpanan nilai. Maksudnya adalah penggunaannya memungkinkan kekayaan orang disimpan dalam bentuk uang. 4. Jenis uang Terdapat dua jenis uang yang beredar dalam masyarakat yaitu: 1. Uang Giral Jenis uang ini biasanya diterbitkan oleh bank umum yang diatur oleh perundangan-undangan seperti surat utang, deposito dan sebagainya. 2. Uang Kartal Uang kartal adalah uang yang dikeluarkan dan diterbitkan oleh pemerintah berupa uang logam dan uang kertas baik yang memiliki nilai intrinsik maupun yang memiliki nilai nominal (Asfia, 2006:158). 5. Pengertian Jumlah Uang Beredar Jumlah uang beredar dapat dibedakan menjadi dua pengertian yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. 1. Pengertian jumlah uang beredar dalam arti sempit Uang dalam arti sempit adalah uang yang dalam peredarannya ditambah dengan uang giral yang dimiliki oleh perseorangan, perusahaan dan badan pemerintah. 36 2. Pengertian uang dalam arti luas Uang dalam arti luas adalah mata uang yang dalam peredaraannya ditambah dengan uang giral dan uang kuasi yang terdiri dari tabungan, deposito, valas milik swasta dalam negeri. 6. Teori Kuantitas Uang Menurut teori kuantitas uang oleh Alfred Marshal yang isinya jika perubahan uang beredar akan mengakibatkan perubahan harga secara proporsional. Menurut Boediono (2005:23) teori marshal dapat dituliskan sebagai berikut: M = kPT atau M = Kpy Penjelasan: M : jumlah uang beredar K : besarnya uang tunai yang dipegang masyarakat P : harga umum T atau Y: jumlah produk setengah jadi dan jadi Persamaan diatas menjelaskan jika laju uan beredar diketahui oleh besarnya uang yang dipegang masyarakat, jumlah produksi dan tingkat harga. 7. Teori Penawaran dan Permintaan Uang Teori permintaan uang berkaitan dengan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan uang dan teori penawaran uang sangat berkaitan dengan jumlah uang yang beredar. 37 a. Teori Permintaan Uang Menurut Asfia Murni (2006:156), merujuk pada pandangan ekonomi klasik fungsi uang hanyalah sebagai alat tukar, oleh sebab itu jumlah uang yang diminta berbanding proporsional dengan tingkat produk atau pendapatan nasional. Bila tingkat produk nasional meningkat permintaan uang untuk transaksi dipandang sebagai nilai likuiditas (L) dalam arti riil yang ada ditangan masyarakat. Sementara L merupakan nilai nominal uang (Md) dibagi dengan tingkat harga (P) dan jika diformulasikan adalah sebagai berikut: L = kY L = Md/P=kY Penjelasan: L : permintaan riil Md : nilai nominal pendapatan P : tingkat harga Y : produk nasional b. Teori Penawaran Uang Teori penawaran uang menjelaskan bahwa uang terdiri dari M1 dan M2 yang keduanya tersedia dalam rangka kegiatan ekonomi suatu negara. 1.) Penawaran uang (M1) Penawaran uang M1 merupakan jumlah uang yang digunakan untuk keperluan transaksi yang terdiri dari: 38 a.) uang logam dan uang kertas yang secara umum disebut uang kartal b.) uang giral yaitu deposito yang dikeluarkan oleh bank umum. 2.) penawaran uang (M2) Penawaran uang M2 terdiri dari M1 ditambah dengan rekening tabungan dan kekayaan lain yang ditukarkan atau dicairkan dalam waktu dekat (Asfia Murni, 2006:158). F. Keterkaitan Antara Variabel 1. Nilai Tukar Rupiah dengan Nilai Harga Saham (Sektor Properti) Jika mata uang suatu negara terapresiasi (rupiah menguat) atau terdepresiasi (rupiah melemah) terhadap mata uang lainnya, oleh pasar hal ini dapat di interpretasikan bahwa tingkat perekonomian suatu negara membaik ataupun memburuk. Keadaan ini pada akhirnya akan mempengaruhi permintaan dan penawaran sehingga akan mempengaruhi harga saham tersebut (Tegarif dan Hartono, 2008:306-307). Fluktuasi nilai tukar akan mempengaruhi pendapatan dari perusahaan, begitu juga kepada perusahaan dan lembaga sektor keuangan (Herman dan darmawi, 2006). Karena nilai tukar mempengaruhi pendapatan perusahaan maka jelas akan berdampak kepada kesehatan suatu perusahaan. Kesehatan perusahaan tersebut akan berdampak kembali kepada harga saham yang diterbitkan oleh emiten tersebut. 39 Kurs rupiah yang terdepresiasi akan mengakibatkan biaya yang akan ditanggung perusahaan akan semakin besar sehingga akan menekan tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan khususnya perusahaan yang hanya mengandalkan bahan baku dari luar negeri, dan juga akan dapat menimpa perusahan yang hanya mengandalkan pinjaman luar negeri dalam bentuk dollar US untuk membiayai operasi perusahaan, hal tersebut akan dapat menurunkan harga saham perusahaan yang diperjualbelikan di pasar modal dan secara otomatis akan menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Selain itu, berdasarkan pendekatan analisis fundamental menjelaskan bahwa harga saham baik saham sektor keuangan maupun sektor lainnya akan terbentuk dan dipengaruhi oleh kinerja perusahaan yang menerbitkan.(Abdul halim, 2005:21). Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri, khususnya pasar modal. Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dolar misalnya, akan memberikan dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, karena menurunnya nilai impor dibandingkan dengan nilai ekspor. Seterusnya, akan berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia yang meningkat karena lebih besar ekspor dariada impor yang selanjutnya menimbulkan dampak positif terhadap perdagangan saham di pasar modal. 40 2. Suku Bunga SBI dengan Nilai Harga Saham (Sektor Properti) Berbagai informasi yang masuk di pasar modal maupun kejadian-kejadian yang tidak berhubungan dengan pasar modal dapat mempengaruhi volatilitas atau naik turunnya harga saham. Pergerakan IHSG dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Pengaruh-pengaruh eksternal seperti pergerakan tingkat suku bunga begitu juga dengan pergerakan indeks saham luar negeri dipercaya telah menjadi faktor dominan yang mempengaruhi IHSG. Sedangkan faktor internal lebih dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa dalam negeri seperti ekspektasi rasional investor serta pengaruh dari pergerakan variabel-variabel ekonomi makro lainnya seperti nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar (money supply). Salah satu mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah suku bunga SBI. Selanjutnya perubahan suku bunga tersebut akan memberikan pengaruh terhadap suku bunga tabungan dan deposito bank-bank umum yang ditawarkan kepada masyarakat penabung dan pada suku bunga kredit yang dibebankan oleh bank kepada debiturnya (Pohan, 2008:19-20). Ketika suku bunga yang ditetapkan Bank Indonesia rendah akan menyebabkan biaya peminjaman yang lebih rendah karena suku bunga yang rendah akan merangsang investasi dan aktivitas ekonomi yang akan menyebabkan harga saham meningkat. Sedangkan ketika suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia naik, maka pada dasarnya akan menaikkan suku bunga kredit yang dikeluarkan oleh bank. 41 Dengan meningkatnya suku bunga kredit maka akan mempengaruhi permintaan akan kredit properti (subprime mortgage). Disaat suku bunga SBI meningkat akan membuat suku bunga tabungan meningkat didunia perbankan. Meningkatnya suku bunga tabungan dan deposito akan membuat investor akan berduyun-duyun mengalihkan dananya dari pasar modal ketabungan karena memberikan tingkat pengembalian hasil yang lebih tinggi dan resiko rendah (Herman Darmawi, 2006:116). Bunga yang tinggi akan berdampak pada alokasi dana investasi para investor .investasi pada produk bank seperti deposito / tabungan jelas lebih kecil resikonya atau dapat dikatakan investasi bebas resiko oleh karena itu investor akan menjual sahamnya dan dananya serentak akan berdampak pada penurunan harga saham. Selain itu dampak dari tingkat suku bunga bank yang tinggi juga berdampak pada bunga pinjaman modal kerja perusahaan. Ini artinya penambahan pengeluaran perusahaan jika ini terjadi maka kondisi fundamental perusahaan akan terganggu (Yogi, 2009:3). 3. Jumlah Uang Beredar (JUB) dengan Nilai Harga Saham (Sektor Properti) Perkembangan jumlah uang beredar (JUB) di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kegiatan luar negri, sektor pemerintah, sektor swasta domestik, maupun sektor lainnya. Strategi pengendalian jumlah uang beredar (JUB) dirumuskan berdasarkan instrumen kebijakan moneter, sesorang yang memiliki uang maka dengan mudah mampu memenuhi kebutuhannya dalam pasar, termasuk pasar modal. 42 Tingginya jumlah uang beredar (JUB) dalam masyarakat belum tentu akan meningkatkan indeks harga saham pada pasar modal, tingginya beban biaya bunga simpanan yang dikapitalisasi dan ekspansi pada beberapa komponen tagihan bersih kepada pemerintah terutama pembayaran dalam rangka program penjaminan terhadap kewajiban perbankan dan pembayaran kupon obligasi rekapitalisasi bank mengakibatkan jumlah uang beredar (JUB) riil pada masyarakat tak mengalami kenaikan sehingga masyarakat tak memiliki kelebihan uang untuk masuk ke pasar modal (Oksiana dan Musdholifah, 2007). G. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu Penelitian tentang nilai saham sektor properti maupun sektor lainnya telah banyak dilakukan namun antara penelitian terdahulu dan berikutnya memiliki suatu hubungan, penelitian-penelitian tersebut dapat digunakan sebagai suatu referensi bagi penelitian dimasa depan. Penelitian tentang indeks harga saham telah dilakukan oleh: 1. Achmad Ath Thobarry (2009) Penelitian ini mengkaji tentang Analisis pengaruh nilai Tukar Suku Bunga, Laju Inflasi dan Pertumbuhan GDP terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti. Penelitian ini menggunakan data tahun 2000-2008. Adapun alat analisis yang dugunakan daam penelitian ini adalah analisis data kuantitatif untuk memperkirakan secara kuantitatif pengaruh dari beberapa variabel 43 independen secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri terhadap variabel dependen. Penelitian ini menyimpulkan bahwa variabel nilai tukar dan SBI secara parsial memiliki hubungan secar signifikan terhadap indeks harga saham sektor properti sedangkan variabel inflasi dan GDP secara parsial tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap indeks harga saham sektor properti namun secara bersama-sama variabel nilai tukar, SBI, inflasi dan GDP dapat mempengaruhi indeks harga saham sektor properti. 2. Rayun Sekar Meta (2007) Penelitian ini mengkaji tentang Perbedaan Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga dan Tingkat Nilai Tukar terhadap Return Saham (studi kasus pada saham properti dan manufaktur yang terdaftar pada bursa efek tahun 20002005). Penelitian ini menggunakan Chow Test untuk menguji apakah terdapat perbedaan pengaruh inflasi, tingkat suku bunga dan tingkat nilai tukar terhadap return saham properti dan saham manufaktur. Kesimpulan dari penelitian ini adalah secara parsial inflasi dan tingkat suku bunga tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap return saham properti sedangka tingkat nilai tukar memiliki pengaruh signifikan terhadap saham properti. 44 3. Tegararief dan Budi Hartono Kusuma (2008) Penelitian ini mengkaji tentang Analisi Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Kurs Tengah BI, Tingkat Inflasi dan Indeks Harga Saham Dow Jones di New York Stock Exchange dalam memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta. Tahun yang digunakan dalam penelitian ini dari periode januari 2003 hingga juli 2007. Adapun alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini mengunakan analisis regresi berganda. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang menjelaskan bahwa variabel tingkat suku bunga SBI, kurs tengah BI, tingkat inflasi dan indeks saham Dow Jones secara simultan mempengaruhi indeks harga saham gabungan secara signifikan. Secara parsial menjelaskan tingkat suku bunga SBI tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap indeks harga saham gabungan sedangkan kurs tengah BI, tingkat inflasi dan indeks saham Dow Jones secara simultan memiliki pengaruh signifikan terhadap indeks harga saham gabungan. 4. Deddy Azhar Mauliano (2009) Penelitian ini mengkaji tentang Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2004 - mei 2009. Penelitian ini menggunakan alat analisis Regresi Ordinary Least Square (OLS) Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis apakah faktor Eksternasi luar negeri yang diwakili oleh indeks Dow Jones (DJIA), Indeks NYSE, Indeks Footsie Lodon (FTSE), Indeks Singapore (STI), Indeks Nikkei Tokyo (N225), Indeks KOSPI 45 Korea (KS11), Indeks Hang Seng Hongkong (HSI), dan Indeks Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE), dan Harga Minyak Dunia, serta faktor internal dalam negeri seperti nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, tingkat Suku Bunga, Inflasi benar– benar berpengaruh terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang menunjukkan bahwa variabel indeks Dow Jones, KOSPI, Hang Seng, KLSE dan Harga Minyak yang mewakili faktor eksternal serta Inflasi dan Tingkat Suku Bunga SBI sebagi faktor internal memberikan pengaruh sebesar 97.3% terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia. 5. Yogi Permana (2009) Penelitian ini mengkaji tentang Pengaruh Fundamental Keuangan, Tingkat Bunga dan Tingkat Inflasi Terhadap Pergerakan Harga saham (Studi kasus Perusahaan Semen Yang Terdaftar di BEI)”. Periode yang yang digunakan dlam penelitian ini adalah tahun 2006-2008. Alat analisis yang digunakan dalam peneltian ini Regresi Berganda. Varibel independent yang digunakan adalah EPS, PER, BVS, PBV, ROE, tingkat bunga SBI, dan tingkat inflasi. Kesimpulan dari peneltian ini menunjukkkan bahwa secara bersama-sama, diketahui bahwa ketujuh variabel bebas (EPS, PER, BVS, PBV, ROE, tingkat bunga SBI, dan tingkat inflasi) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Secara parsial hanya PBV yang memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham, pada perusahaan-perusahaan Semen yang terdaftar di 46 Bursa Efek Indonesia . Sedangkan variabel EPS, PER, BVS, , ROE, tingkat bunga SBI, dan tingkat inflasi. Secara parsial tidak yang memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham, pada perusahaan-perusahaan Semen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 6. Oksiana Jatiningsih dan Musdholifah (2007) Penelitian ini mengkaji tentang Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta. Tahun yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan periode waktu tahun 1999-2000. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel makroekonomi yakni tingkat inflasi, tingkat suku bunga deposito, kurs dan jumlah uang beredar terhadap indeks harga saham gabungan di bursa efek baik secara simultan maupun parsial. Penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda yang menyatakan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta dipengaruhi oleh variabel makroekonomi, yaitu tingkat inflasi, tingkat suku bunga deposito 1 bulan, kurs (nilai tukar) rupiah terhadap dolar Amerika, dan jumlah uang beredar (M2). variabel-variabel bebas yang terdiridari tingkat inflasi, tingkat suku bunga deposito, kurs dan jumlah uang beredar secara bersamasama (simultan) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap terhadap Indeks Harga Saham Gabungan). Secara parsial hanya variabel nilai tukar yang memiliki pengaruh signifikan terhadap indeks harga saham gabungan 47 sedangkan variabel tingkat inflasi, tingkat bunga deposito dan jumlah uang beredar tidek berpengaruh secara signifikan terhadap indeks harga saham gabungan. 7. Naeem Muhammad (2001) Penelitian ini mengkaji tentang Stock Price and Exchange Rate: Are They Related? Evidence From South Asian Countries. Penelitian ini menggunakan periode tahun 1994 hingga 2000. Penelitian ini menggunakan uji Augmented Dickey Fuller dan Phillips-Perron test untuk mencari integrasi kedua variabel serta menggunakan uji Granger Causality Test untuk mengetahui apakah ada hubungan jangka panjang antara harga saham dan nilai tukar. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dalam jangka pendek dan jangka panjang tidak terdapat pengaruh antara harga saham dan nilai tukar untuk negara Pakistan dan India. Dalam jangka pendek tidak terdapat pengaruh antara harga saham dan nilai tukar untuk negara Bangladesh dan Sri-Lanka. 8. Catherine S F Ho (2007) Penelitian ini mengkaji tentang A Comparative Study On The Invesment Value of Residential Property and Stock periode tahun 1993-2003. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah standar deviasi yang sama dengan resiko. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak adanya hubungan antara properti residensial dengan saham properti namun keduanya rentan terhadap inflasi karena properti dan saham properti merupakan asset pengembalian investasi. 48 Tabel 2.1 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu No Peneliti (Tahun) 1. Achmad Ath Thobarry (2009) 2. Rayun Sekar Meta (2007) 3. Tegararief Ocki Prakarsa dan Budi Hartono Kusuma (2008) Judul Penelitian Metodologi Penelitian Persamaan Perbedaan Analisis pengaruh nilai tukar, suku bunga, Laju inflasi dan pertumbuhan gdp terhadap Indeks harga saham sektor properti (kajian empiris pada bursa efek indonesia Periode pengamatan tahun 2000-2008 ) Perbedaan pengaruh inflasi, tingkat suku bunga dan Nilai tukar rupiah/us dollar terhadap return saham (studi kasus pada saham properti dan manufaktur yang Terdaftar di bursa efek jakarta 2000-2005) Variabel dependen adalah indeks harga saham properti. Tidak ada variabel laju inflasi yang berpengaruh terhadap indeks harga saham properti. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan data sekunder. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah return saham. Analisis tingkat suku bunga SBI, kurs tengah BI, tingkat inflasi, dan indeks saham Down Jones di Newyork stock exchange dalam memprediksi indeks harga saham gabungan (IHSG) Data yang digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan data sekunder. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah indeks harga saham gabungan (IHSG). Hasil Penelitian Hasil penelitian menyatakan bahwa nilai tukar mata uang dan suku bunga berpengaruh secara signifikan terhadap indeks harga saham properti sedangkan inflasi dan gdp tidak berpengaruh secara signifikan. Hasil penelitian menyatakan bahwa nilai tukar mata uang, inflasi dan suku bunga berpengaruh secara signifikan terhadap return saham property dan saham manufaktur. Hasil penelitian menyatakan bahwa tingkat suku bunga SBI, kurs tengah BI, tingkat inflasi, dan indeks saham Down Jones berpengaruh secara signifikan terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG). 49 Tabel 2.1 (Lanjutan) No 4. Peneliti (Tahun) Deddy Azhar Mauliano (2009) Judul Penelitian Analisis faktorfaktor yang mempengaruhi Pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di bursa efek Indonesia Metodologi Penelitian Persamaan Perbedaan Variabel Variabel dependen independen dalam dalam penelitian ini penelitian ini adalah indeks harga adalah nilai tukar saham gabungan dan SBI. (IHSG). 5. Yogi Permana (2009) Pengaruh fundamental keuangan, tingkat bunga dan tingkat inflasi terhadap pergerakan harga saham (studi kasus perusahaan semen yang terdaftar di BEI) Variabel independen dalam penelitian ini adalah nilai kar dan suku bunga. Indeks harga saham gabungan (IHSG). 6. Oksiana Jatiningsih dan Musdholifah Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta. Variabel independen dalam penelitian ini adalah inflasi, suku bunga SBI, kurs dolar terhadap rupiah dan jumlah uang beredar. Indeks harga saham gabungan (IHSG) Hasil Penelitian Hasil penelitian menyatakan bahwa nilai tukar dan tingkat suku bunga SBI berpengaruh secara signifikan terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG). Hasil penelitian menyatakan bahwa fundamental keuangan, tingkat bunga dan tingkat inflasi berpengaruh terhadap pergerakan harga saham. Hasil penelitian menyatakan bahwa nilai tukar, inflasi dan tingkat suku bunga SBI berpengaruh secara signifikan terhadap dana pihak ketiga sedangkan jumlah uang beredar tidak signifikan. 50 Tabel 2.1 (Lanjutan) No 7. 8. Peneliti (Tahun) Naeem Muhammad (2001) Catherine S F Ho (2007) Judul Penelitian Stock Price and Exchange Rate: Are They Related? Evidence From South Asian Countries Domestic macroeconomic fundamentals and world stock market effect on ASSEAN emerging market Metodologi Penelitian Persamaan Perbedaan Variabel harga Mencari hubungan saham dan nilai jangka panjang dan tukar jangka pendek Hasil Penelitian Hasil yang didapat menyatakan dalam jangka pendek dan jangka panjang tidak terdapat pengaruh antara harga saham dan nilai tukar untuk negara Pakistan dan India. Dalam jangka pendek tidak terdapat pengaruh antara harga saham dan nilai tukar untuk negara Bangladesh dan Sri Lanka. Hasil penelitian ini menyatakan Pertumbuhan ekonomi mempengaruhi secara signifikan di pasar modal Malaysia tetapi hal itu tidak terjadi di thailand, singapura, dan Indonesia.suku bunga memiliki pengaruh signifikan di pasar modal Malaysia, singapura dan Thailand.kurs memiliki pengaruh signifikan terhadap pasar modal di Malaysia dan singapura. 51 H. Kerangka Pemikiran Menurut Suyanto (2007), Meningkatnya saham properti dan tetap menjadi primadona selepas krisis salah satunya disebabkan oleh makin banyaknya masyarakat yang sadar jika harga tanah cenderung naik. Bertambahnya jumlah penduduk juga alasan semakin banyaknya masyarakat yang menginvestasikan dananya dalam pasar properti karena menyebabkan demand meningkat dan supply tanah bersifat tetap sehingga harga properti akan selalu naik seiring bertambahnya jumlah penduduk. Ketidakstabilan kurs merupakan tantangan nyata para investor dalam menanamkan uangnya pada pasar modal karena kurs yang selalu berfluktuatif menjadi pertimbangan yang sangat mendasar bagi investor dalam melakukan kegiatan ekonominya. Terapresiasinya rupiah merupakan keuntungan sendiri bagi investor karena murahnya bahan baku akan meningkatkan produksi dan secara langsung akan berdampak pada kenaikan perdagangan pada pasar modal tak terkecuali indeks harga saham sektor properti, sebaliknya jika rupiah terdepresiasi maka secara langsung akan mengurangi perdagangan pada pasar modal karena bahan baku yang semakin mahal dan akan menurunkan produksi. Indeks harga saham sektor properti merupakan investasi yang cukup menjanjikan bagi para investor, namun dalam pasar modal harus mengedepankan aspek kehati-hatian yang tinggi dalam berinvestasi karena pergerakan pasar modal selalu berfluktuatif entah dari sisi mikro ekonomi seperti kondisi keuangan 52 perusahaan dan kinerja keuangan ataupun makro ekonomi seperti kurs, suku bunga (SBI) dan jumlah uang beredar (JUB). Turun atau naiknya suku bunga (SBI) mampu mempengaruhi perdagangan pada pasar modal, ketika suku bunga (SBI) naik maka para investor lebih memilih menginvestasikan uangnya dalam Sertifikat Bank Indonesia atau tabungan pada perbankan. Kondisi ini secara langsung berdampak pada lesunya perdagangan pada pasar modal dan akan memicu menurunnya indeks harga saham. Sedangkan jumlah uang beredar (JUB) yang terdapat pada masyarakat secara langsung mampu mempengaruhi indeks harga saham namun, akses masyarakat untuk berinvestasi pada pasar modal sangat terbatas hanya kepada lingkungan para pengusaha yang memahami operasional dalam pasar modal dan jumlah uang beredar yang dimiliki para pengusaha ini masih rendah dibanding keseluruhan jumlah uang yang beredar ditambah tingginya beban biaya bunga simpanan yang dikapitalisasi dan ekspansi pada beberapa komponen tagihan bersih kepada pemerintah terutama pembayaran dalam rangka program penjaminan terhadap kewajiban perbankan dan pembayaran kupon obligasi rekapitalisasi bank mengakibatkan jumlah uang beredar (JUB) riil pada masyarakat tak mengalami kenaikan sehingga masyarakat tak memiliki kelebihan uang untuk masuk ke pasar modal (Oksiana dan Musdholifah, 2007). Hubungan antara nilai tukar, suku bunga (SBI) dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap indeks harga saham didukung oleh penelitian sebelumnya. Diantaranya adalah Tegararief dan Hartono (2008) menunjukkan bahwa nilai tukar 53 atau kurs memiliki pengaruh signifikan terhadap indeks harga saham gabungan. Sedangkan Deddy Azhar (2009) menyatakan bahwa suku bunga (SBI) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap indeks harga saham gabungan. Penelitian Oksiana dan Musdholifah (2007) menyatakan jika jumlah uang beredar (JUB) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap indeks harga saham gabungan. Adapun secara sistematis kerangka pikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN Nilai Tukar Rupiah Suku Bunga SBI Nilai Harga Saham Sektor Properti Jumlah Uang Beredar (JUB) 54 I. Hipotesis Diantara subsektor dari indeks sektoral adalah sektor properti. Hal ini dirasa perlu diperhatikan karena bisa dijadikan gambaran tersendiri atau tolak ukur sebuah perekonomian sebuah negara. Pendalaman sektor properti (property deepening) merupakan sebuah gambaran yang digunakan untuk menunjukkan terjadinya peningkatan peranan dan kegiatan perdagangan properti terhadap ekonomi. Maksud dari gambaran ini juga mengarah kepada makin beragamnya pilihan-pilihan properti yang dapat diakses oleh masyarakat dengan cakupan yang semakin luas. Hal itu dikarenakan selain saham khususnya sektor properti sebagai komoditi yang bisa diperjual-belikan, saham sektor properti juga bisa menjadi cerminan kinerja perusahaan properti disebuah negara. Dalam melakukan pemilihan investasi dipasar modal, nilai harga saham menjadi pertimbangan yang penting, oleh karena itu investor harus sudah menggunakan pertimbangan yang tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi pasar saham itu sendiri. Faktor tersebut adalah lingkungan mikro ekonomi yang berasal dari dalam perusahaan penerbit seperti kinerja perusahaan, kondisi keuangan, dan kebijakan yang diambil. Faktor lingkungan makro ekonomi seperti kurs, suku bunga, dan indeks saham dipasar luar negeri yang pengaruhnya tidak dapat diabaikan sebagai dampak globalisasi pasar modal yang keadaannya diluar kendali oleh perusahaan emiten atau oleh bursa itu sendiri. Selain itu, beberapa penelitian terdahulu telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh nilai tukar, suku bunga SBI, Gross Domestic Product terhadap indeks 55 harga saham di pasar modal. Diantaranya adalah Thobarry (2009) menyatakan bahwa nilai tukar mata uang dan suku bunga berpengaruh secara signifikan terhadap indeks harga saham sector properti. Penelitian Rayun (2007) juga menyatakan bahwa nilai tukar mata uang dan suku bunga berpengaruh secara signifikan terhadap return saham properti dan saham manufaktur. Deddy (2009) menunjukkan bahwa nilai tukar dan suku bunga berpengaruh secara signifikan terhadap nilai harga saham gabungan (IHSG). Oleh karena itu, berdasarkan landasan teori serta didukung peneltian sebelumnya, maka dapat disusun suatu hipotesis yang merupakan jawabab sementara terhadap permasalahan peneltian ini adalah: 1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara nilai tukar rupiah, suku bunga (SBI) dan jumlah uang beredar (JUB) secara bersama-sama terhadap nilai harga saham sektor properti. 2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara nilai tukar rupiah terhadap nilai harga saham sektor properti. 3. Terdapat pengaruh yang signifikan antara suku bunga SBI terhadap nilai harga saham sektor properti. 4. Terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah uang beredar (JUB) terhadap nilai harga saham sektor properti. 56 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan kausalitas yang digunakan untuk memperjelaskan pengaruh variabel independen, yaitu nilai tukar rupiah, suku bunga (SBI) dan jumlah uang beredar (JUB), terhadap variabel dependen, yaitu nilai harga saham sektor properti. Sehingga yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder triwulan mengenai nilai tukar rupiah, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan jumlah uang beredar (JUB) dari tahun 2006 hingga 2011 berdasarkan ketetapan Bank Indonesia (BI) dan Bursa Efek Indonesia (BEI). B. Metode Penentuan Sampel Penelitian ini di batasi untuk melihat pengaruh tiga variabel terhadap Nilai Harga Saham Sektor Properti. Variabel-variabel tersebut yaitu Nilai Tukar, Suku Bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar. Metode sampel yang digunakan adalah metode penelitian historis yang bersifat Kausal-Distributif, artinya penelitian yang dilakukan untuk menganalisis suatu keadaan yang telah lalu dan menunjukkan arah hubungan antar variabel. Pengumpulan datanya yaitu berupa data sekunder 57 yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia dengan data perbulan selama periode waktu 2006 sampai 2011. Kemudian setelah data tersebut diperoleh tahap selanjutnya adalah melakukan pengujian-pengujian dengan menggunakan uji statistik dan ekonometrik. C. Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat data time series. Data sekunder merupakan data atau informasi yang diperoleh dari pihak kedua atau data yang dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Kuncoro, 2003:127). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data statistik, laporan tahunan Bank Indonesia yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI), Bursa Efek Indonesia (BEI) serta sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini dari tahun 2006 hingga 2011 dengan data bulanan. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan Metode observasi lapangan (Library research) yaitu dengan mencari dan mengumpulkan literatur yang terdiri dari buku-buku referensi, artikel, jurnal penelitian dan media masa sebagai bahan pengutipan serta referensi (Akbar, 2009:57). 58 D. Metode Analisis Data Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjaun pustaka dan kerangka pikir. Penelitian ini mencari bagaimana pengaruh antara nilai tukar, suku bunga (SBI), jumlah uang beredar (JUB) terhadap nilai harga saham properti. Dalam penelitian ini alat analisis yang digunakan adalah model regresi berganda dengan metode OLS (ordinary Least Square), dengan rumusan sebagai berikut : NHSprop = β0 + βıER + β2 SBI + β3 JUB + et.............. Dimana : NHSprop : Nilai Harga Saham Properti ER : Nilai Tukar SBI : Suku Bunga SBI JUB : Jumlah Uang Beredar β0 : Konstanta βı, β2, β3 : Koefisien regresi dari masing-masing variabel yang mempengaruhi IHSProp e : Error term Metode pangkat kuadrat terkecil (OLS) diperkenalkan pertama kali oleh seorang ahli matematika dari Jerman, yaitu Carl Frederich Gaus. Metode OLS adalah metode untuk mengestimasi suatu garis regresi dengan jalan meminimalkan jumlah kuadrat kesalahan dari setiap observasi terhadap garis tersebut (Kuncoro, 2003:216). 59 Menurut Widarjono (2009), metode OLS adalah metode mencari nilai residual sekecil mungkin dengan menjumlahkan kuadrat residual. Metode kuadrat terkecil akan menghasilkan estimator yang mempunyai sifat tidak bias, linear dan mempunyai varian yang minimum. Sebelum melakukan interprestasi terhadap hasil regresi dari model penelitian yang digunakan, maka terlebih dahulu kita melakukan pengujian terhadap data penelitian tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah model tersebut dapat dianggap relevan atau tidak. Pengujian yang dilakukan melalui uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, autokorelasi, heterokedastisitas, dan multikolineritas. Dan juga uji statistik yang meliputi uji signifikansi paremeter individu (uji statistik t), uji signifikan simultan (uji statistik F), dan uji koefisien determinasi (Adjusted R Square). E. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Linearitas Uji ini biasanya didesain untuk menguji apakah suatu variabel penjelas cocok atau tidak dimasukkan dalam suatu model estimasi, uji ini digunakan untuk menguji apakah bentuk fungsi suatu model estimasi linier atau tidak linier dengan cara melihat nilai probabilitasnya. Untuk mengetahui suatu model linier atau tidak, dapat dilakukan dengan cara Uji Ramsey (RESET), yaitu suatu pengujian yang dikembangkan oleh Ramsey dengan mengembangkan uji secara umum kesalahan spesifikasi atau 60 dikenal dengan sebutan uji kesalahan spesifikasi regresi (Regression Specification Error Test = RESET) (Widarjono, 2009:170). Dalam pengujian Ramsey (RESET) ini, yang perlu diperhatikan adalah nilai F hitung, dengan hipotesis : H0 = Model tidak linier Ha = Model linier Apabila nilai F hitung lebih besar dari nilai F kritisnya pada α tertentu berarti signifikan, maka hipotesis H0 diterima, artinya model kurang tepat atau tidak linier. Sebaliknya, apabila nilai F hitung lebih kecil dari nilai F kritisnya pada α tertentu, berarti tidak signifikan dan menolak hipotesis H0 yang menyatakan bahwa model tidak linier. Selain itu, Pengambilan keputusan juga dapat dilakukan dengan melihat nilai probabilitas Obs* R2, yaitu sebagai berikut : 1. Bila probabilitas Obs* R2 > 0,05 maka signifikan, dan menolak H0 dengan demikian model dikatakan linier. 2. Bila probabilitas Obs* R2 < 0,05 maka tidak signifikan dan menerima H0, maka model tidak linier. 2. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variable pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi 61 normal, jika asumsi ini dilanggar maka uji statistis menjadi tidak valid (Ghozali, 2009). Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada masing-masing variabel tetapi pada nilai residualnya. Sering terjadi kesalahan yang jamak yaitu bahwa uji normalitas dilakukan pada masing-masing variabel. Hal ini tidak dilarang tetapi model regresi memerlukan normalitas pada nilai residualnya bukan pada masing-masing variabel penelitian. Langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis H0 : model terdistribusi normal Ha : model tidak terdistribusi normal Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria : - jika probabilitas OBS*R2 > 0,05 - jika probabilitas OBS*R2 < 0,05 siginifikan tidak signifikan H0 diterima H0 ditolak Artinya adalah apabila probabilitas OBS*R2 lebih besar dari 0,05 maka model tersebut dikatakan normal. Apabila OBS*R2 lebih kecil dari 0,05 maka model tersebut dikatakan tidak normal (Winarmo, 2009:5.37). 62 3. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel independen saling berkolerasi maka variable-variabel ini tidak orthogonal atau nilai korelasi antar sesama variable independen sama dengan nol (Ghozali, 2009). Uji multikolinearitas bermaksud untuk membuktikan atau menguji ada tidaknya hubungan linear antara variabel bebas (independent) satu dengan variabel lainnya (Gujarati, 2006:67). Uji miltikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah ada korelasi antara variabel independen pada model regresi. Korelasi antara variabel independen sebaiknya kecil ( Nisfiannoor, 2009:91). Deteksi adanya multikolinearitas: 1. Nilai R2 sangat tinggi, tetapi secara sendiri-sendiri regresi antara variabelvariabel independen tidat signifikan 2. Korelasi antar variabel-variabel independen sangat tinggi. Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan matriks korelasi (correlation matrix). Langkah pengujian sebagai berikut : 63 Hipotesis H0 : model bersifat multikonearitas Ha : model tidak bersifat multikonearitas Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria : apabila hubungan x1 dan x2 > 0.85 H0 diterima apabila hubungan x1 dan x2 < 0.85 H0 ditolak Artinya adalah apabila hubungan antara variabel x1 dan x2 lebih dari 0, 85 maka model yang tersebut memiliki sifat multikolinearitas. Apabila hubungan antara variabel x1 dan x2 kurang dari 0,85 maka model yang tersebut tidak memilki sifat multikolinearitas (Widarjono, 2009:106). 4. Uji Heteroskedastisitas Uji heterokdastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2009). Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lain (Gujarati, 2006:82). Data yang diharapkan adalah memiliki varians yang sama, dan disebut homoskedastisitas. Sedangkan jika data tersebut memiliki varians yang berbeda maka disebut heteroskedastisitas. 64 Pendeteksian heteroskedastisitas dapat dilakukan melalui uji white karena uji tersebut mudah untuk diterapkan (Gujarati, 2006:94). Langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis H0 : model terdapat heterokesdastisitas Ha : model tidak terdapat heterokesdastisitas Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria : - jika probabilitas OBS*R2 > 0,05 - jika probabilitas OBS*R2 < 0,05 siginifikan tidak signifikan H0 ditolak H0 diterima Artinya adalah apabila probabilitas OBS*R2 lebih besar dari 0,05 maka model tersebut tidak terdapat heteroskedastisitas. Apabila OBS*R2 lebih kecil dari 0,05 maka model tersebut terdapat heteroskedastisitas (Winarmo, 2009:5.15). 5. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1(sebelumnya) jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali, 2009). Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalan sebuah model regresi linear ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan pada periode t–i (sebelumnya). Tentu saja model regresi yang baik adalah regresi bebas dari autokerelasi (Gujarati, 2006:112). 65 Sejalan dengan keterangan lainnya yang mengatakan bahwa uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t sebelumnya pada model regresi linear yang dipergunakan. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Dalam model regresi yang baik adalah tidak terjadi korelasi (Nisfiannor, 2009:92). Apabila data yang kita analisis mengandung autokorelasi, maka estimator yang kita dapatkan memiliki karakteristik berikut ini: (i) Estimator metode kuadrat terkecil masih linear, (ii) Estimator metode kuadrat terkecil masih tidak bias, (iii) Estimator metode kuadrat terkecil tidak mempunyai varian yang minimum. Dengan demikian autokorelasi akan menyebabkan estimator hanya bersifat LUE, tidak lagi BLUE (Best Linear Unbias Estimate) (Winarmo, 2009:5.27). Dalam mendeteksi permasalahan autokorelasi bisa menggunakan Uji Breusch-Godfrey (BG). Nama lain uji ini adalah Uji lagrange-Multiplier (Pengganda Lagrange). (Winarmo, 2007:5.29) Langkah-langkah pengujian. Hipotesis H0 : model terdapat autokorelasi Ha : model tidak terdapat autokorelasi -. Bila prob X2 > 0.05 H0 ditolak - Bila prob X2 < 0.05 H0 diterima 66 Artinya adalah nilai prob X2 (2) lebih besar dari 0.05 maka model dalam penelitian terbebas masalah autokorelasi. Sebaliknya, jika nilai prob. X2 lebih kecil dari 0.05 maka model dalam penelitian terbebas masalah autokorelasi (Winarmo, 2009:5.30). F. Analisis Statistik 1. Uji Statistik t (Uji Parsial) Uji statistik t digunakan untuk menentukan apakah dua sample yang tidak berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda. Uji statistik t dilakukan dengan cara membandingkan perbedaan antara dua nilai rata-rata dengan standar error dari perbedaan rata-rata dua sample (Ghozali, 2009). Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. Hipotesis nol (Ho) yang hendak diuji adalah apakah suatu parameter (βi) sama dengan nol atau Ho : βi = 0, artinya apakah suatu variabel independent bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (Ha), parameter suatu variabel tidak sama dengan nol, atau: Ha : b i ≠ 0, artinya variable tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Uji statistik t digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Hipotesis 67 H0 : βi = 0 Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial Ha : βi ≠ 0 Terdapat pengaruh signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial Bila t hitung lebih besar daripada t tabel atau signifikannya kurang dari α = 5% maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa terdapat pengaruh signifikan secara parsial antara variabel independen terhadap variabel dependen (Gujarati, 2006:154). 2. Uji Statistik F Uji F dilakukan untuk melihat kemaknaan dari hasil regresi tersebut. Uji F digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama. Hipotesis H0 : βi = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara bersamasama Ha : βi ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara bersamasama 68 Bila Fhitung lebih besar daripada Ftabel atau signifikannya kurang dari α = 5% maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa terdapat pengaruh signifikan secara bersama-sama antara variabel independen terhadap variabel dependen (Gujarati, 2006:193). 3. Koefisien Determinasi ( Adjusted R Square) Digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh vaiabel independen dalam model terhadap variable dependen. Jika nilai adjusted R square adalah satu berarti kemampuan fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat dijelaskan oleh variabel independen dan tak ada variabel lain diluar model yang menyebabkan fluktuasi variabel dependen (Singgih Santoso dalam Maysari, 2008). 4. Operasional Variable Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka pemikiran diatas, maka variabel-variabel dalam penelitian ini bisa didefinisikan sebagai berikut: 1. Variabel tidak bebas (dependent) : Variabel tak bebas (dependent) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (independent). Variabel tak bebas berupa: a.) Indeks Harga Saham Sektor PropertiNilai harga saham sektor properti adalah keseluruhan perdagangan saham perusahaan yang termasuk kedalam sektor properti. Data yang digunakan adalah data bulanan dari tahun 2006 hingga 2011. Satuan yang digunakan adalah milyar. 69 2. Variable Bebas (independent) : Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel tidak bebas (independent). Variabel tidak bebas (independent) berupa: a.) Nilai Tukar Rupiah Niai tukar adalah perbandingan nilai dua mata uang yang berbeda antara suatu negara dengan negara lainnya. Dalam penelitian yang digunakan dalam nilai tukar adalah mata uang Indonesia (rupiah) terhadap mata uang Amerika Serikat (dolar) di wilayah Indonesia dengan menggunakan kurs tengah atas ketetapan Bank Indonesia. Data yang digunakan tersebut adalah data bulanan dari tahun 2006 hingga 2011. Satuan yang digunakan adalah rupiah (Rp). b) Suku bunga (SBI) Suku bunga adalah harga yang dibayar oleh seseorang peminjam dalam menggunakan uang peminjaman. Tingkat suku bunga dalam penelitian ini adalah tingkat suku bunga SBI yang berada di wilayah Indonesia. Data yang digunakan adalah data bulanan dari tahun 2006 hingga 2011. Satuan yang digunakan adalah persen (%). c) Jumlah Uang Beredar M2 (JUB M2) Dalam penelitian ini, yang digunakan sebagai indikator jumlah uang beredar (JUB) adalah Indeks Harga Saham Properti yang ditetapkan dalam laporan otoritas moneter Indonesia yaitu Bank 70 Indonesia. Data yang digunakan adalah data bulanan dari tahun 2006 hingga 2011. Satuan yang digunakan adalah milyar. Table 3.1 Operasional Variabel No Variable Simbol Sumber data Data triwulan Skala 1 Nilai Harga Saham Sektor Properti NHSP Bursa Efek Indonesia 2006-2011 Rasio 2 Nilai Tukar Mata Uang ER Statistik Indonesia, Laporan Tahunan Bank Indonesia berapa edisi 2006-2011 Rasio 3 Suku Bunga SBI SBI Statistik Indonesia, Laporan Tahun Bank Indonesia berapa edisi 2006-2011 Rasio 4 Jumlah Uang Beredar (JUB) JUB Statistik Indonesia,laporan Tahunan Bank Indonesia 2006-2011 Rasio 71 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sejarah Singkat Objek Penelitian 1. Indeks Harga Saham Sektor Properti Saham merupakan surat berharga yang paling popular dan dikenal luas dimasyarakat, baik negara maju maupun negara sedang berkembang. Saham juga dapat diartikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan hukum dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan diperusahaan tersebut (Darmaji dan Hendy, 2001:5). Harga saham merupakan harga yang terjadi di pasar bursa pada waktu tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar yaitu permintaan dan penawaran pasar. Pergerakan harga saham dapat dilihat melalui indeks harga saham. Dimana indeks harga saham merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham. Indek harga saham (IHS) dapat dijadikan barometer kesehatan suatu negara. Seiring dengan meningkatnya aktivitas perdagangan, kebutuhan untuk memberikan informasi yang lebih lengkap kepada masyarakat mengenai perkembangan bursa, juga semakin meningkat. Salah satu informasi yang diperlukan tersebut adalah indeks harga saham sebagai cerminan dari 72 pergerakan harga saham. Sekarang ini PT Bursa Efek Indonesia memiliki 11 jenis indeks harga saham yang secara terus menerus disebarluaskan melalui media cetak maupun elektronik (Iskandar, 2003:89). Investasi dalam sektor properti biasanya bersifat jangka panjang dan pertumbuhannya sangat sensitif terhadap variabel makro ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi laju inflasi atau nilai tukar rupiah, namun variabel makro seperti suku bunga dan juga memiliki peran yang signifikan terhadap harga saham sektor properti. Untuk itu menurut (Almas, 2007:20) para investor yang ingin melakukan investasi di pasar modal harus melakukan analisis terhadap saham yang ingin dibelinya karena mengharapkan keuntungan dari dana yang ditanamkannya dengan memperhatikan variabel-variabel makro ekonomi. Dalam perkembangannya sektor properti memiliki siklus yang unik dimana pertumbuhan tertinggi selalu berkesudahan dengan krisis ekonomi contohnya diawal tahun 1997 industri properti mencapai pertumbuhan yang signifikan namun tak lama kemudian krisis ekonomi pada tahun 1998 menghancurkan sendi-sendi ekonomi tak terkecuali dalam industri properti, begitu juga diakhir tahun 2007 pertumbuhan industri properti mencapai rekor terbaru dalam satu dekade namun pada tahun 2008 krisis kembali meruntuhkan pondasi ekonomi hal ini yang membuat para investor harus memperhitungkan keadaan variabel makro agar tingkat keuntungan sesuai yang diharapkan. 73 Tabel 4.1 Laju Pertumbuhan Harga Saham Sektor Properti Tahun 2006-2011 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Total PertumbuhanHarga saham Properti(milyar) 1.026.786 2.430.874 1.977.205 1.605.056 2.110.775 2.492.910 Sumber: Data yang diolah Gambar 4.1 Grafik Pertumbuhan Harga Saham Sektor Properti Tahun 2006-2011 PROPERTI 2,600,000 2,400,000 2,200,000 2,000,000 1,800,000 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000,000 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber: Data yang diolah 74 Berdasarkan gambar diatas memperlihatkan bahwa pertumbuhan harga saham sektor properti mengalami pertumbuhan yang berfluktuatif. Pada tahun 2007 merupakan periode puncak dari indeks harga saham sektor properti mencapai 2.430.874 yang melonjak lebih dari 100% dari tahun 2006 namun pada tahun 2008 harga saham sektor properti mengalami penurunan yang diakibatkan oleh krisis global dan penurunan harga saham sektor properti berlanjut hingga tahun 2009 namun pada tahun 2010 harga saham sektor properti mengalami kenaikan yang menunjukkan bahwa kinerja ekonomi sudah membaik. 2. Nilai Tukar Mata Uang Rayun (2007) menyatakan bahwa nilai tukar mata uang (exchange rate) atau sering disebut kurs merupakan harga mata uang terhadap mata uang lainnya. Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruh yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variabel-variabel makro-ekonomi yang lainnya. Valuta asing (foreign exchange) adalah semua mata uang Negara yang dapat digunakan untuk kegiatan perekonomian suatu Negara dengan Negara lain. Misalnya mata yang Amerika serikat berupa US $, mata uang Yen dari Jepang, dan lain sebagainya. Setiap valuta asing tersebut mempunyai harga tertentu dalam mata uang suatu Negara lain. Misalnya US $ dengan Rp, $1=Rp 9.600, (artinya harga 1 US $ sama dengan Rp 9.600). harga tersebut menggambarkan berapa banyak suatu mata uang harus dipertukarkan untuk 75 memperoleh satu unit mata uang lain. Istilah lain rasio pertukaran tersebut adalah nilai tukar (exchange rate) atau kurs valuta asing (Asfia, 2006). Berikut rata-rata nilai tukar rupiah tahun 2006-2011: Tabel 4.2 Tabel Rata-rata Nilai Tukar Rupiah Tahun 2006-2011 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata nilai tukar rupiah (rupiah) 9.141 9.163 9.756 10.356 9.078 8.774 Sumber data yang diolah Gambar 4.2 Grafik Nilai Tukar Mata Uang Tahun 2006-2011 KURS 10,400 10,000 9,600 9,200 8,800 8,400 8,000 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber data yang diolah 76 Berdasarkan gambar dan tabel diatas menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar AS selalu mengalami perubahan. Pada tahun 2006 dan 2007 rupiah mengalami trend penguatan terhadap dollar AS namun pada tahun 2008 dan 2009 nilai tukar rupiah mengalami trend pelemahan dikarenakan kondisi ekonomi masih belum stabil akibat krisis global tetapi pada tahun 2010 nilai rupiah terhadap dollar AS kembali mengalami trend menguat yang menunjukkan semakin baiknya kinerja pada sektor moneter. 3. Suku Bunga SBI Menurut Yogi (2009:3) Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral untuk mengontrol peredaran uang di masyarakat, dengan kata lain pemerintah melakukan kebijakan moneter. Peredaran uang yang terlalu banyak dimasyarakat akan mengakibatkan masyarakat cenderung membelanjakan uangnya yang pada akhirnya bias berdampak pada kenaikan harga-harga barang, yang salah satu faktor pemicu inflasi dengan menaikan bunga SBI berarti bank-bank dan lembaga keuangan akan terdorong untuk membeli SBI. Tujuan penerbitan SBI adalah sebagai alat pemerintah untuk melakukan kontraksi pasar dalam primary market dan sebagai secondary reserve dan trading instrument dalam secondary market (untuk situasi tingkat suku bunga turun). 77 Berikut adalah rata-rata SBI dari tahun 2006-2011 adalah sebagai berikut: Tabel 4.3 Tabel Rata-rata Suku Bunga SBI Tahun 2006-2011 Tahun Rata-rata SBI (%) 2006 11.97 2007 8.03 2008 9.39 2009 7.49 2010 6.57 2011 6.58 Sumber: Bank Indonesia Gambar 4.3 Grafik Rata-rata Suku Bunga SBI Tahun 2006-2011 SBI 13 12 11 10 9 8 7 6 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber data yang diolah Berdasarkan gambar dan tabel memberikan gambaran bahwa nilai ratarata pertahun suku bunga SBI dari tahun 2006-2010 selalu mengalami perubahan. Pada tahun 2006 suku bunga SBI mencatat kenaikan paling 78 tinggi dalam lima tahun terakhir namun pada tahun 2007 suku bunga SBI mengalami penurunan tetapi mulai tahun 2008 suku bunga SBI selalu mengalami penurunan hingga tahun 2010, hal ini diakibatkan oleh pemerintah yang berusaha untuk menstabilkan moneter yang diakibatkan oleh sentimen negatif para pelaku pasar terhadap dampak kenaikan harga minyak dunia. 4. Jumlah Uang Beredar (JUB) Pada peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhan secara mandiri. Mereka memperoleh makanan dari berburu atau memakan buah-buahan. Karena jenis kebutuhannya masih sederhana, mereka belum membutuhkan orang lain. Masing-masing individu memenuhi kebutuhan makannya secara mandiri. Dalam periode yang dikenal sebagai periode prabarter ini manusia belum mengenal transaksi perdagangan atau kegiatan jual beli. Ketika jumlah manusia semakin bertambah dan peradabannya semakin maju, kegiatan dan interaksi antar manusiapun meningkat tajam/ ketika itulah masing-masing individu muai tak mampu memenuhi kebutuhan sendiri. Bisa dipahami karena ketika seseorang menghabiskan waktunya seharian bercocok tanam pada saat bersamaan tentu ia tidak akan bisa memperoleh garam atau ikan, menenun pakaian sendiri atau kebutuhan lain. Pertukaran barter ini mensyaratkan adanya keinginan yang sama pada waktu bersamaan (double coincidense of wants) dari pihak-pihak yang melakukan pertukaran ini. Namun semakin beragam dan kompleks kebutuhan manusia semakin sulit menciptakan situasi double concidense of 79 wants ini. Itulah sebabnya diperlukan suatu alat tukar yang dapat diterima semua pihak. Alat tukar tersebut yang kemudian disebut uang. Pertama kali uang dikenal dalam peradaban sumeria dan babylonia (Edwin Nasution et al, 2006). Berikut jumlah uang beredar (JUB) tahun 2006-2011: Tabel 4.4 Tabel Jumlah Uang Beredar (JUB) tahun 2006-2011 Tahun 2006 2007 JUB (milyar) 15.163.734 17.580.581 2008 2009 20.458.862 23.709.943 2010 26.634.685 2011 30.854.553 Sumber: data yang diolah Gambar 4.4 Grafik Jumlah Uang Beredar (JUB) tahun 2006-2011 JUB 32,000,000 30,000,000 28,000,000 26,000,000 24,000,000 22,000,000 20,000,000 18,000,000 16,000,000 14,000,000 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber data yang diolah 80 Berdasarkan gambar dan tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah uang beredar (JUB) bergerak dari tahun 2006-2011 secara fluktuatif namun tidak mengalami pergerakan yang fundamental. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2011 yang menunjukkan bahwa dampak dari krisis global sudah mampu tertangani dengan baik oleh pemerintah. B. Hasil dan pembahasan Pengolahan data dilakukan secara elektronik yakni menggunakan microsoft excel 2007 dan menggunakan pengolah data eviews 6.0 untuk mendapatkan hasil yang dapat menjelaskan variabel-variabel yang diteliti. Variabel bebas meliputi nilai tukar rupiah, suku bunga SBI dan jumlah uang beredar (JUB). Variabel terikat meliputi harga saham sektor properti. 1. Hasil Uji Asumsi Klasik a. Hasil Uji Linearitas Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear. Untuk mengetahui model linear atau tidak dengan membandingkan nilai prob. Chi Square(1) dengan derajat kesalahan (α) yaitu 0,05.Berikut hasil uji Ramsey RESET Test untuk menunjukkan linier atau tidak pada model: 81 Hasil Uji Linearitas dengan Ramsey RESET Test Tabel 4.5 F-statistic 2.466745 Log likelihood ratio 2.605233 Sumber: data sekunder yang diolah Prob. F(1,54) Prob. Chi-Square(1) 0.1211 0.1065 Berdasarkan hasil tabel diatas menunjukkan bahwa nilai prob. Chi Square(1) adalah 0.1065 dan menunjukkan bahwa nilai tersebut lebih besar dari derajat kesalahan(α) yaitu 0.1065 > 0,05 sehingga menggambarkan jika model bersifat linier dan penelitian dapat dilanjutkan kepengujian selanjutnya. b. Hasil Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang didapat mengikuti atau mendekati hukum normal baku. Variabel independen dan variabel dependen atau keduanya mempunyai sebaran data yang normal atau tidak, model yang baik adalah model yang berdistribusi normal atau mendekati normal. Identifikasi terjadi atau tidaknya permasalahan dalam pendistribusian model dapat melihat nilai Jarque-Bera. Untuk melihat data terdistribusi normal atau tidak yaitu jika nilai probabilitas OBS*R2 > 0,05 maka data tersebut berdistribusi normal. Begitupun sebaliknya, jika probabilitas OBS*R2 < 0,05 maka data tersebut berdistribusi tidak normal. 82 Setelah data diolah dengan menggunakan aplikasi pengolah eviews 6.0 maka didapat hasil sebagai berikut: Gambar 4.5 Histogram-Normalitas Test 20 Series: Residuals Sample 2006M02 2011M12 Observations 71 16 12 8 4 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis -2.44e-18 -0.003906 0.183628 -0.184012 0.078906 -0.132555 2.555571 Jarque-Bera Probability 0.792242 0.672925 0 -0.2 -0.1 -0.0 0.1 0.2 Sumber: Data sekunder yang diolah Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai probabilitasnya adalah 0,672925, karena nilai 0,672925 > dari derajat kesalahan (α) 5% yaitu 0,05 maka data tersebut dinyatakan berdistribusi normal sehingga bisa dilanjutkan kepengujian selanjutnya. c. Hasil Uji Heteroskedasitas Uji Heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas (Ghozali, 2006). 83 Untuk melihat terdapat masalah heteroskedasitas atau tidak dapat dilihat nilai probabilitas OBS*R2 > 0,05, maka data tidak mengalami masalah heteroskedasitas sebaliknya jika nilai probabilitas OBS*R2 < 0,05, maka data mengalami heteroskedasitas. Berikut hasil data yang diolah dengan menggunakan eviews 6.0: Tabel 4.6 Hasil Uji Heteroskedasitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 1.542975 13.16603 9.119008 Prob. F(9,49) Prob. Chi-Square(9) Prob. Chi-Square(9) 0.1535 0.1552 0.4264 Sumber: Data sekunder yang diolah Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat nilai OBS*R adalah 0.1552, karena nilai 0.1552 > dari derajat kesalahan (α) 5% yaitu 0,05, maka model tidak mengalami gejala heteroskedasitas sehingga penelitian dapat dilanjutkan kepengujian selanjutnya. d. Hasil Uji Multikolinearitas Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen (Ghozali, 2006). Keadaan ini hanya terjadi pada regresi linear berganda karena jumlah variabel independen lebih dari satu sedangkan pada kasus regresi sederhana, tidak mungkin adanya kasus multikolinieritas karena variabel independennya hanya terdiri dari satu variabel. Namun jika data masih 84 terdapat gejala multikolineritas data dapat diperbaiki dengan menggunakan transformasi variabel ke dalam bentuk differensi pertama. Apabila hubungan diantara variabel bebas yang satu dengan yang lainnya diatas 0,85 maka dapat dipastikan terdapat gejala multikolinearitas. Berikut hasil setelah diolah dengan eviews 6.0: Tabel 4.7 Hasil Korelasi Uji Multikolinearitas LNKURS SBI LNJUB LNKURS 1.000000 0.178845 -0.052158 SBI 0.178845 1.000000 -0.837143 LNJUB -0.052158 -0.837143 1.000000 Sumber: Data sekunder yang diolah Terlihat dari tabel diatas nilai korelasi variabel independen hanya mencapai 0.837143, karena nilai 0.837143 < 0,85 maka diputuskan tidak terjadi gejala multikolinearitas sehingga dapat dilanjutkan ke pengujian selanjutnya. e. Hasil Uji Autokorelasi Pengujian autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah terdapat hubungan residual antar waktu pada model penelitian yang digunakan sehingga estimasi menjadi bias. Uji Breusch-Godfrey dapat digunakan untuk mengidentifikasi terjadinya masalah autokorelasi atau tidak, jika nilai probabilitas (X2) lebih besar dari nilai signifikan α=5% (0,05) maka model penelitian terbebas dari masalah autokorelasi dan sebaliknya jika nilai probabilitas 85 lebih besar dari nilai signifikan α=5% (0,05) maka model penelitian mengalami masalah autokorelasi. Berikut hasil aotokorelasi dengan menggunakan eviews 6.0: Tabel 4.8 Hasil Uji Autokorelasi dengan Uji Breusch-Godfrey Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.220400 Prob. F(2,53) 0.8028 Prob. ChiObs*R-squared 0.478246 Sumber: Data sekunder yang diolah Square(2) 0.7873 Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa nilai prob. Chi Square (X2) adalah sebesar 0,7873 karena nilai prob. Chi Square (X2) lebih besar dibandingkan (α) yaitu 0,7873 > 0.05, maka menyatakan bahwa model penelitian ini terbebas dari permasalahan autokorelasi. 2. Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS) Hasil estimasi mempengaruhi harga hubungan saham antara sektor variabel-variabel properti dilakukan yang melalui pendekatan OLS dengan menggunakan transformasi variabel ke dalam bentuk differensi pertama agar data bersifat stasioner yang ditampilkan pada tabel berikut: 86 Tabel 4.9 Hasil Olah Data dengan Metode OLS Dependent Variable: D(LNPROP) Method: Least Squares Date: 07/02/13 Time: 22:27 Sample (adjusted): 2006M02 2011M12 Included observations: 71 after adjustments D(LNKURS) D(SBI) D(LNJUB) Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. -0.877516 -0.080405 0.390839 0.300580 0.029115 0.556496 -2.919413 -2.761624 0.702322 0.0048 0.0074 0.4849 0.004304 0.011989 0.359030 0.000118 0.7207 C Prob(F-statistic) Adjusted R-squared 0.231913 Sumber: Data sekunder yang diolah Dari tabel diatas maka dapat disusun persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: IHSprop = 0.004304 - 0.877516 - 0.080405 + 0.390839 + et Dengan nilai konstanta sebesar 0.004304 dapat diartikan bahwa apabila semua variabel bebas yang diuji dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan maka jumlah harga saham sektor properti sebesar 0.004304. Berdasarkan tabel diatas dapat memberikan gambaran bahwa melalui hasil regresi berganda dengan menggunakan OLS menunjukkan hasil sebagai berikut: a. Uji Statistik t (Uji Parsial) Uji t-statistik mampu menunjukkan seberapa besar pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menjelaskan variabel 87 dependen dengan melihat nilai probabilitas dan derajat kepercayaan yang ditentukan dalam penelitian dengan kriteria pengujian sebesar α = 0.05. Hipotesis Ho: βi = 0 Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial Ha : βi ≠ 0 Terdapat pengaruh signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial Dari hasil regresi linear berganda dapat memperlihatkan hasil uji tstatistik sebagai berikut: 1. Pengaruh t-statistik untuk variabel nilai tukar Variabel nilai tukar pada tabel 4.9 mempunyai nilai signifikan sebesar 0.0048 dan nilai koefisiennya sebesar -0.877516. Penelitian ini alpha (α) yang digunakan adalah 5% (0.05). Variabel nilai tukar rupiah mempunyai nilai signifikan lebih kecil dibandingkan alpha (α) yaitu 0.0048 < 0.05, maka memberikan penjelasan bahwa variabel nilai tukar rupiah mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel indeks harga saham sektor properti. Sedangkan nilai koefisien yang bertanda negatif (-) dapat diartikan bahwa variabel nilai tukar rupiah berpengaruh secara negatif terhadap variabel nilai saham sektor properti, dengan demikian menolak Ho dan menerima Ha. Hal ini didukung oleh penelitian Prakarsa dan Kusuma (2008). 88 2. Pengaruh t-statistik untuk variabel suku bunga SBI Variabel suku bunga SBI pada tabel 4.9 mempunyai nilai signifikan sebesar 0.0074 dan nilai koefisiennya sebesar -0.080405. Penelitian ini alpha (α) yang digunakan adalah 5% (0.05). Variabel suku bunga SBI mempunyai nilai signifikan lebih kecil dibandingkan alpha (α) yaitu 0.0074 < 0.05, maka memberikan penjelasan bahwa variabel suku bunga SBI mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel indeks harga saham sektor properti. Sedangkan nilai koefisien yang bertanda negatif (-) dapat diartikan bahwa variabel suku bunga SBI berpengaruh secara negatif terhadap variabel indeks harga saham sektor properti, dengan demikian menolak Ho dan menerima Ha. Hal ini didukung oleh penelitian Thobarry (2009) yang menyatakan bahwa SBI tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai saham sektor properti 3. Pengaruh t-statistik untuk variabel pertumbuhan JUB Variabel pertumbuhan JUB pada tabel 4.9 mempunyai nilai signifikan sebesar 0.4849 dan nilai koefisiennya sebesar 0.390839. Penelitian ini alpha (α) yang digunakan adalah 5% (0.05). Variabel pertumbuhan JUB mempunyai nilai signifikan lebih besar dibandingkan alpha (α) yaitu 0.4849 > 0.05, maka memberikan penjelasan bahwa variabel JUB mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap variabel nilai saham sektor properti, dengan demikian 89 menerima Ho dan menolak Ha. Hal ini didukung oleh penelitian Oksiana dan Musdholifah (2007). b. Uji Statistik F Pengujian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama dengan kriteria tingkat signifikan (α)=0.05. Hipotesis Ho : βi = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variebel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama Ha : βi ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama Berdasarkan tabel 4.9, terlihat hasil signifikansi adalah 0.000118, karena nilai signifikan 0.000118 < 0.05 yang berarti menunjukkan jika Ho ditolak dan menerima Ha serta dapat disimpulkan bahwa variabel KURS (nilai tukar), SBI (suku bunga) dan JUB (jumlah uang beredar) secara nyata dan bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap NHSPROP ( harga saham sektor properti). c. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi ini menunjukkan seberapa besar variabel independen mempengaruhi variabel dependen dalam sebuah model dalam suatu penelitian. Hasil dari tabel 4.9 menunjukkan bahwa adjusted 90 R square yang diperoleh dari hasil estimasi adalah sebesar 0.231913 dan hal ini menunjukkan bahwa 23% dari variasi indeks harga saham sektor properti mampu dijelaskan oleh variabel KURS, SBI dan JUB sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. C. Interpretasi ekonomi 1. Nilai Tukar Rupiah Berdasarkan hasil olah data yang didapat menunjukkan bahwa nilai tukar berpengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks harga saham sektor properti dimana nilai koefisien yang didapat adalah sebesar 0.877516 dapat diartikan jika peningkatan nilai tukar sebesar 1% maka akan pertumbuhan nilai harga saham properti sebesar -0.877516 %. Pergerakan fluktuatif dari nilai tukar mampu mempengaruhi harga saham sektor properti, terdepresiasinya nilai tukar pada tahun 2006, 2007 dan 2008 ikut mendongkrak dari pertumbuhan nilai harga saham properti, hal ini sesuai dengan hasil diatas karena disaat nilai tukar rupiah terdepresiasi terhadap dolar AS maka secara otomatis para pelaku ekonomi atau investor menerapkan kehati-hatian dalam melakukan perdagangan pada pasar saham yang secara langsung juga menurunkan perdagangan harga saham sektor properti. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prakarsa dan Kusuma (2008) bahwa kurs rupiah terhadap dolar AS memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap harga saham. Dimana menguatnya kurs 91 rupiah terhadap dolar AS merupakan sinyal positif bagi perekonomian. Menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menurunkan biaya produksi terutama biaya impor bahan baku, maka hal ini memberikan dampak positif pada laba perusahaan yang akhrinya menaikkan pendapatan dari per lembar saham. Hubungan yang negatif tersebut mengindikasikan bahwa hubungan kurs rupiah dan harga saham berlawanan arah, artinya semakin kuat kurs rupiah (nominal rupiah turun) terhadap dolar AS maka akan meningkatkan harga saham, dan sebaliknya. 2. Suku bunga SBI Berdasarkan hasil olah data yang didapat menunjukkan bahwa suku bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai saham sektor properti dimana nilai koefisien yang didapat adalah sebesar -0.080405 dapat diartikan jika peningkatan suku bunga SBI sebesar 1% maka akan pertumbuhan nilai harga saham properti sebesar -0.080405%. Dalam perkembangannya suku bunga SBI selalu mengalami nilai yang berfluktuatif dan pada tahun 2006 suku bunga SBI mencatat nilai paling tinggi yaitu 11.97% dan di lain sisi pertumbuhan harga saham sektor properti hanya berkisar di angka 1.026.789 milyar namun pada tahun 2007 pertumbuhan nilai harga saham properti cukup menjanjikan dibarengi dengan turunnya suku bunga SBI pada tahun tersebut, begitu pula pada tahun 2009 dan 2010 saat suku bunga mengalami penurunan maka pertumbuhan nilai harga saham properti akan meningkat, hal ini 92 menunjukkan bahwa dapat dipastikan jika suku bunga SBI memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai saham sektor properti. Hal ini didukung oleh penelitian Thobarry (2009) yang menyatakan bahwa SBI berpengaruh secara signifikan terhadap nilai saham sektor properti 3. Jumlah Uang Beredar (JUB) Tidak berpengaruhnya jumlah uang beredar cenderung dikarenakan mengalami peningkatan namun peningkatan ini lebih banyak didominasi oleh tingginya beban biaya bunga simpanan yang dikapitalisasi dan ekspansi pada beberapa komponen tagihan bersih kepada pemerintah terutama pembayaran dalam rangka program penjaminan terhadap kewajiban perbankan dan pembayaran kupon obligasi rekapitalisasi bank. Sehingga peningkatan jumlah uang beredar yang benar-benar dipegang oleh masyarakat sangat kecil dan tidak berpengaruh sama sekali terhadap peningkatan harga saham karena tidak ada tambahan dana yang ada di masyarakat yang dapat digunakan untuk investasi di pasar modal. Hal ini didukung oleh penelitian Oksiana dan Musdholifah (2007). Para pelaku ekonomi di pasar modal masih terbatas pada para pengusaha yang memiliki akses dan informasi ke untuk masuk ke pasar modal sehingga kenaikan Jumlah Uang Beredar pada masyarakat tak menyentuh hingga pasar modal. 93 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti pada bab sebelumnya, maka peneliti mengambil kesimpulan dari penelitian yang dilakukannya tersebut yaitu sebagai berikut: 1. Berdasarkan pengujian secara bersama-sama dengan menggunakan uji F menunjukkan bahwa variabel independen nilai tukar, suku bunga SBI, dan jumlah uang beredar (JUB) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen nilai harga saham sektor properti (NHSprop). Dimana nilai adjusted R Squarenya sebesar 23%, berarti variabel nilai tukar, suku bunga SBI, dan jumlah uang beredar secara simultan mempengaruhi indeks harga saham sektor properti sebesar 23%. 2. Berdasarkan pengujian secara parsial dengan menggunakan uji t terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi nilai harga saham sektor properti (NHSprop) di Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Pertumbuhan nilai tukar berpengaruh signifikan dan negatif terhadap pertumbuhan nilai harga saham sektor properti (NHSprop) di Indonesia. Dimana nilai koefisiennya adalah -0.877516. Jika penguatan nilai tukar sebesar 1 satuan maka akan mengurangi nilai harga saham sektor keuangan sebesar 0.877516 Rupiah. b. Pertumbuhan suku bunga SBI berpengaruh signifikan dan negatif terhadap pertumbuhan nilai harga saham sektor properti (NHSprop) di Indonesia. 94 Dimana nilai koefisiennya adalah -0.080405. Jika penguatan nilai tukar 1% maka akan mengurangi nilai harga saham sektor properti sebesar 0.080405 rupiah. c. Pertumbuhan Jumlah Uang Beredar tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan nilai harga saham sektor properti (NHSprop) di Indonesia. Tidak berpengaruhnya jumlah uang beredar cenderung dikarenakan mengalami peningkatan namun peningkatan ini lebih banyak didominasi oleh tingginya beban biaya bunga simpanan yang dikapitalisasi dan ekspansi pada beberapa komponen tagihan bersih kepada pemerintah terutama pembayaran dalam rangka program penjaminan terhadap kewajiban perbankan dan pembayaran kupon obligasi rekapitalisasi bank. Sehingga peningkatan jumlah uang beredar yang benar-benar dipegang oleh masyarakat sangat kecil dan tidak berpengaruh sama sekali terhadap peningkatan harga saham karena tidak ada tambahan dana yang ada di masyarakat yang dapat digunakan untuk investasi di pasar modal. B. Saran 1. Pertumbuhan saham di Indonesia merupakan cerminan dari keadaan ekonomi apakah sedang baik atau buruk yang mampu mempengaruhi semua sendi-sendi ekonomi di Indonesia untuk itu dibutuhkan perhatian yang lebih dari pemerintah untuk selalu menjaga kestabilan ekonomi makro yang secara langsung mampu mempengaruhi pertumbuhan saham di pasar modal. 95 Jika kestabilan ekonomi makro tercapai maka dapat dipastikan pertumbuhan saham di pasar modal akan meningkat dan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 2. Nilai tukar memiliki peran terhadap keuntungan suatu perusahaan tak terkecuali terhadap pasar modal. Fluktuasi nilai tukar yang stabil akan sangat mempengaruhi iklim investasi di dalam negri, khususnya pasar modal. Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dolar misalnya, akan memberikan dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, karena menurunnya nilai impor dibandingkan dengan nilai ekspor. Seterusnya, akan berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia yang meningkat karena lebih besar ekspor dariada impor yang selanjutnya menimbulkan dampak positif terhadap perdagangan saham di pasar modal. 3. Berfluktuatifnya suku bunga mampu mempengaruhi para investor untuk berinvestasi karena suku bunga memiliki peranan yang penting dalam perekonomian termasuk di pasar modal, namun kenaikan atau penurunan suku bunga tidak terlalu sering dilakukan karena para investor akan mengurungkan niatnya untuk berinvestasi jika suku bunga terlalu sering bergejolak, pemerintah harus jeli melihat keadaan pasar untuk menentukan kapan suku bunga harus ditingkatkan atau diturunkan agar para investor 96 mampu memprediksi keadaan ekonomi di masa depan dan mampu secara cepat berinvestasi. 4. Melihat pentingnya jumlah uang beredar yang menentukan masyarakat dalam berkonsumsi, investasi, dan produksi yang pada akhirnya akan berpengaruh pada perekonomian di dalam negri. Namun dalam penelitian ini memperlihatkan jika jumlah uang beredar tidak mempengaruhi nilai harga saham sektor properti karena tingginya beban biaya bunga simpanan yang dikapitalisasi dan ekspansi pada beberapa komponen tagihan bersih kepada pemerintah terutama pembayaran dalam rangka program penjaminan terhadap kewajiban perbankan dan pembayaran kupon obligasi rekapitalisasi bank mengakibatkan jumlah uang beredar (JUB) riil pada masyarakat tak mengalami kenaikan. 5. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain adanya krisis gobal pada waktu periode pengamatan yang dikhawatirkan akan mempengaruhi hasil penelitian lalu variabel yang digunakan dalam penelitian ini masih terbatas sedangkan masih banyak variabel lain yang dapat berpengaruh pada harga saham sektor properti serta periode waktu yang terbatas. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian disetiap sektor yang ada dipasar modal sehingga hasil yang diperoleh semakin baik. 97 DAFTAR PUSTAKA Bank Indonesia. Laporan Tahunan Bank Indonesia. 2006-2010 ____________, Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. 2006-2010 Bursa Efek Indonesia. 2010. Buku Panduan indeks harga saham Bursa efek Indonesia. 2010 Case dan Fair. 2004. Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro, ed-5. Jakarta: PT Indeks Catherine S F Ho, 2008. Domestic Macroeconomic Fundamentals and World Stock Market Effects on ASEAN Emerging Market. Jurnal Institute Of Bisnis Excellen & Fakulty Of Bisnis Management, University Technologi Mara Shah Alam 40450 Selangor, Malaysia. Darmawi, Herman. 2006. Pasar Finasial dan Lembaga-Lemabaga Finasial. Jakarta : PT Bumi Aksara. Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan SPSS. Badab Penerbit Universitas Dipenegoro, Semarang. Gujarati, Damodar. 1999. Ekonometrika Dasar, Jakarta: Erlangga Halim, Abdul.2005. Analisis Investasi, edisi kedua. Jakarta salemba empat. Mauliano, Deddy Azhar. 2009. Analisis factor-Faktor yang mempengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Buursa Efek Indonesia. Jurnal FE Unversitas Gunadarma. Meta, Rayun 2007. Perbedaan Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga dan Nilai Tukar Rupiah/us dollar Terhadap Return Saham (studi kasus pada saham manufaktur dan properti di bursa efek Indonesia) periode 20002005. Muhammad, Naeem.2001. Stock Price and Exchange Rate: Are They Related? Evidence From South Asian Countries. Oksiana dan Musdholifah, 2007. Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia. 99 Permana, yogi. 2009. Pengaruh Fundamental Keuangan, tingkat Bunga dan Tingkat Inflasi Terhadap Pergerakan Harga Saham (Studi Kasus Perusahaan semen yang terdaftar di BEI). Jurnal Akuntansi-Unversitas Gunadarma, September 2009. Pohan, Aulia. 2008. Kerangka Kebijakan Moneter & Implemantasinya di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Prakarsa dan Kusuma, 2008. Anailsis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Kurs tengah BI, Tingkat inflasi, dan Indeks Saham Dow Jones di New York Stock Exchange dalam memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan Di bursa Efek Jakarta. Jurnal Ekonomi/Tahun XIII, No. 03, November 2008. Sukirno, Sadono. 2000. Pengantar Teori Makro Ekonomi.-ed.2. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Thobarry, Ahmad. Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Suku Bunga, Laju Inflasi dan Pertumbuhan GDP Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti (kajian empiris pada bursa efek Indonesia) periode 2000-2008. Widarjono, agus.2009.”Ekonometrika: teori dan aplikasi untuk ekonomi dan bisnis. yogyakarta: ekonosia FE UII Winarmo, W wahyu. 2009, Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Managemen YKPN Widarjono, Agus. 2005. Ekonometrika : Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis, Edisi Pertama, Cet I. Yogyakarta : Ekonosia ____________,. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika, ed-3, jilid 1. Jakarta:Erlangga ____________,.2006. Dasar-Dasar Ekonometrika, ed-3, jilid 2. Jakarta:Erlangga 100 LAMPIRAN 1: DATA PENELITIAN Tahun Kurs SBI 2006.1 NHSPro 70.484.000.000.000 JUB 9083.00 12.75 1.194.939.000.000.000 2006.2 71.330.000.000.000 8828.00 12.74 1.197.771.000.000.000 2006.3 79.331.000.000.000 9054.00 12.73 1.198.748.000.000.000 2006.4 77.433.000.000.000 9186.00 12.74 1.197.122.000.000.000 2006.5 77.942.000.000.000 9410.00 12.50 1.241.866.000.000.000 2006.6 88.956.000.000.000 9137.00 12.50 1.257.785.000.000.000 2006.7 81.352.000.000.000 9103.00 12.25 1.252.815.000.000.000 2006.8 78.985.000.000.000 9100.00 11.75 1.274.084.000.000.000 2006.9 83.775.000.000.000 9235.00 11.25 1.294.745.000.000.000 2006.10 90.316.000.000.000 9110.00 10.75 1.329.426.000.000.000 2006.11 103.964.000.000.000 9165.00 10.25 1.341.940.000.000.000 2006.12 122.918.000.000.000 9020.00 9.72 1.382.493.000.000.000 2007.1 123.101.000.000.000 9090.00 9.50 1.367.957.000.000.000 2007.2 136.185.000.000.000 9160.00 9.25 1.369.244.000.000.000 2007.3 143.243.000.000.000 9118.00 9.00 1.379.237.000.000.000 2007.4 168.687.000.000.000 9395.00 9.00 1.385.715.000.000.000 2007.5 201.037.000.000.000 9230.00 8.75 1.396.069.000.000.000 2007.6 211.718.000.000.000 9075.00 8.50 1.454.578.000.000.000 2007.7 247.207.000.000.000 8775.00 8.25 1.474.769.000.000.000 2007.8 225.648.000.000.000 9220.00 8.25 1.493.051.000.000.000 2007.9 242.834.000.000.000 9300.00 8.25 1.516.884.000.000.000 2007.10 247.309.000.000.000 9070.00 8.25 1.533.845.000.000.000 2007.11 232.089.000.000.000 9376.00 8.25 1.559.569.000.000.000 2007.12 251.816.000.000.000 9419.00 8.00 1.649.663.000.000.000 2008.1 229.563.000.000.000 9291.00 8.80 1.596.564.000.000.000 2008.2 229.517.000.000.000 9051.00 7.94 1.603.751.000.000.000 2008.3 195.603.000.000.000 9217.00 7.94 1.595.390.000.000.000 2008.4 177.721.000.000.000 9234.00 7.99 1.611.691.000.000.000 2008.5 184.272.000.000.000 9318.00 8.26 1.641.733.000.000.000 2008.6 168.528.000.000.000 9225.00 8.69 1.703.381.000.000.000 2008.7 174.699.000.000.000 9118.00 9.21 1.686.050.000.000.000 2008.8 164.414.000.000.000 9153.00 9.27 1.682.811.000.000.000 2008.9 142.421.000.000.000 9378.00 9.57 1.778.139.000.000.000 2008.10 101.346.000.000.000 10995.00 10.75 1.812.490.000.000.000 2008.11 105.632.000.000.000 12151.00 11.24 1.851.023.000.000.000 2008.12 103.489.000.000.000 10950.00 10.85 1.895.839.000.000.000 Bersambung pada halaman berikutnya 101 DATA PENELITIAN Tahun Kurs SBI 2009.1 NHSPro 96.026.000.000.000 JUB 11355.00 9.96 1.874.145.000.000.000 2009.2 96.558.000.000.000 11980.00 8.71 1.900.208.000.000.000 2009.3 99.742.000.000.000 11575.0 8.31 1.916.752.000.000.000 2009.4 112.318.000.000.000 10713.00 7.72 1.912.623.000.000.000 2009.5 130.986.000.000.000 10340.00 7.26 1.927.070.000.000.000 2009.6 144.787.000.000.000 10225.00 6.98 1.977.533.000.000.000 2009.7 159.975.000.000.000 9920.00 6.73 1.963.180.000.000.000 2009.8 157.959.000.000.000 10060.00 6.60 1.995.294.000.000.000 2009.9 162.285.000.000.000 9681.00 6.48 2.018.031.000.000.000 2009.10 153.985.000.000.000 9545.00 6.48 2.021.517.000.000.000 2009.11 143.635.000.000.000 9480.00 6.48 2.062.206.000.000.000 2009.12 146.800.000.000.000 9400.00 6.46 2.141.384.000.000.000 2010.1 153.491.000.000.000 9502.00 6.50 2.108.857.000.000.000 2010.2 150.231.000.000.000 9382.00 6.50 2.066.481.000.000.000 2010.3 166.378.000.000.000 9318.00 6.50 2.112.083.000.000.000 2010.4 182.123.000.000.000 9127.00 6.50 2.116.024.000.000.000 2010.5 154.504.000.000.000 9021.00 6.50 2.143.234.000.000.000 2010.6 163.384.000.000.000 9330.00 6.50 2.231.144.000.000.000 2010.7 168.259.000.000.000 9033.00 6.50 2.217.589.000.000.000 2010.8 170.904.000.000.000 9052.00 6.50 2.236.459.000.000.000 2010.9 192.768.000.000.000 8982.00 6.50 2.274.955.000.000.000 2010.10 202.413.000.000.000 8964.00 6.50 2.308.846.000.000.000 2010.11 203.223.000.000.000 8925.00 6.50 2.347.807.000.000.000 2010.12 203.097.000.000.000 8960.00 6.50 2.471.206.000.000.000 2011.1 179.288.000.000.000 9057.00 6.50 2.436.679.000.000.000 2011.2 179.398.000.000.000 8823.00 6.75 2.420.191.000.000.000 2011.3 194.239.000.000.000 8709.00 6.75 2.451.357.000.000.000 2011.4 208.419.000.000.000 8574.00 6.75 2.434.478.000.000.000 2011.5 209.389.000.000.000 8537.00 6.75 2.475.286.000.000.000 2011.6 207.438.000.000.000 8597.00 6.75 2.522.784.000.000.000 2011.7 228.979.000.000.000 8508.00 6.75 2.564.556.000.000.000 2011.8 203.415.000.000.000 8578.00 6.75 2.621.346.000.000.000 2011.9 205.589.000.000.000 8823.00 6.75 2.643.331.000.000.000 2011.10 215.084.000.000.000 8835.00 6.50 2.677.787.000.000.000 2011.11 229.233.000.000.000 9170.00 6.00 2.729.538.000.000.000 2011.12 232.439.000.000.000 9068.00 6.00 2.877.220.000.000.000 102 LAMPIRAN 2: HASIL UJI LINEARITAS Ramsey RESET Test: F-statistic Log likelihood ratio 1.148146 1.224507 Prob. F(1,66) Prob. Chi-Square(1) 0.2878 0.2685 Test Equation: Dependent Variable: D(PROP) Method: Least Squares Date: 12/19/12 Time: 01:08 Sample: 2006M02 2011M12 Included observations: 71 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(ER) D(SBI) D(JUB) C FITTED^2 -9.31E+09 -1.16E+13 0.042341 9.01E+11 -1.48E-14 4.96E+09 4.92E+12 0.045967 2.12E+12 1.38E-14 -1.877039 -2.357831 0.921102 0.425812 -1.071516 0.0649 0.0214 0.3604 0.6716 0.2878 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.216442 0.168953 1.35E+13 1.21E+28 -2244.870 4.557781 0.002601 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 2.28E+12 1.48E+13 63.37662 63.53596 63.43999 1.973229 103 LAMPIRAN 3: HASIL UJI NORMALITAS 10 Series: Residuals Sample 2006M02 2011M12 Observations 71 8 6 4 2 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 0.000206 -9.24e+11 2.82e+13 -3.19e+13 1.32e+13 -0.157079 2.833203 Jarque-Bera Probability 0.374278 0.829329 0 -2.5e+13 -1.3e+13 0.00000 1.3e+13 2.5e+13 104 LAMPIRAN 4: HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 0.639218 6.118987 4.994512 Prob. F(9,61) Prob. Chi-Square(9) Prob. Chi-Square(9) 0.7591 0.7280 0.8348 Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 12/19/12 Time: 01:07 Sample: 2006M02 2011M12 Included observations: 71 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C D(ER) (D(ER))^2 (D(ER))*(D(SBI)) (D(ER))*(D(JUB)) D(SBI) (D(SBI))^2 (D(SBI))*(D(JUB)) D(JUB) (D(JUB))^2 2.05E+26 1.65E+23 1.80E+20 -1.70E+23 -5.43E+09 6.35E+25 -1.52E+26 1.51E+12 1.96E+11 -0.009498 3.97E+25 1.56E+23 1.79E+20 2.39E+23 4.29E+09 1.20E+26 1.68E+26 3.10E+12 1.43E+12 0.014361 5.170828 1.059381 1.008899 -0.712615 -1.266726 0.529672 -0.903874 0.486989 0.136666 -0.661339 0.0000 0.2936 0.3170 0.4788 0.2101 0.5983 0.3696 0.6280 0.8917 0.5109 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.086183 -0.048643 2.42E+26 3.56E+54 -4408.536 0.639218 0.759147 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 1.73E+26 2.36E+26 124.4658 124.7845 124.5925 1.705578 105 LAMPIRAN 5: HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS D(ER) D(SBI) D(JUB) D(ER) 1.000000 0.317165 0.101203 D(SBI) 0.317165 1.000000 0.005747 D(JUB) 0.101203 0.005747 1.000000 LAMPIRAN 6: HASIL UJI AUTOKORELASI Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 0.416718 0.898844 Prob. F(2,65) Prob. Chi-Square(2) 0.6610 0.6380 Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 12/19/12 Time: 01:07 Sample: 2006M02 2011M12 Included observations: 71 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(ER) D(SBI) D(JUB) C RESID(-1) RESID(-2) 53120193 4.83E+11 -0.006084 1.97E+11 0.017383 0.113176 5.11E+09 4.97E+12 0.046912 2.02E+12 0.130224 0.126195 0.010391 0.097048 -0.129687 0.097637 0.133482 0.896832 0.9917 0.9230 0.8972 0.9225 0.8942 0.3731 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.012660 -0.063289 1.37E+13 1.21E+28 -2245.030 0.166687 0.973935 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.000206 1.32E+13 63.40930 63.60051 63.48533 2.025008 106 LAMPIRAN 7: Hasil Uji Regresi dengan Metode OLS Dependent Variable: D(PROP) Method: Least Squares Date: 12/19/12 Time: 01:05 Sample (adjusted): 2006M02 2011M12 Included observations: 71 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(ER) D(SBI) D(JUB) C -1.07E+10 -1.23E+13 0.041436 1.23E+11 4.80E+09 4.87E+12 0.046010 1.99E+12 -2.220443 -2.534719 0.900569 0.061920 0.0298 0.0136 0.3710 0.9508 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.202811 0.167116 1.35E+13 1.23E+28 -2245.482 5.681763 0.001580 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 2.28E+12 1.48E+13 63.36570 63.49317 63.41639 1.958359 107