analisis pengaruh nilai tukar, suku bunga (sbi)

advertisement
ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR, SUKU BUNGA (SBI)
DAN JUMLAH UANG BEREDAR (JUB), TERHADAP NILAI
HARGA SAHAM SEKTOR PROPERTI DI BURSA EFEK
INDONESIA (BEI)
(Periode 2006-2011)
Di susun oleh:
Rachmat Kurniadi
NIM: 107084003634
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013 M/1434 H
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama
: Rachmat Kurniadi
2. Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 25 Januari 1989
3. Alamat
: Jl. Wijaya kusuma ujung Rt 011/01 no.44
Pondok Aren, Tangerang Selatan 15221
4. Telepon
: 08999842184
II. PENDIDIKAN
1. TK Darunnajah, Jakarta Selatan
tahun 1996
2. SD 04, Jakarta Selatan
tahun 1996-2002
3. SMPN 235, Jakarta Selatan
tahun 2001-2004
4. SMA N 87 Jakarta Selatan
tahun 2004-2007
5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun2007-2013
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah
: Mulyadi Syaiful Anam
2. Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 22 Februari 1955
3. Ibu
: Siti Suripah
4. Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 24 Februari 1960
v
ABSTRACT
The purpose of this research to analyze the effect of exchange rate, interest
rate of SBI, and money supply on property sector composite value (NHSprop).
The data which use in this research is time series data in Indonesia since 2006.1 –
2011.12. by using OLS (Ordinary Least Square) method.
The result shows that exchange rate and interest rate of (SBI) have a negative
and significant effect on property sector composite value (NHSprop) in Indonesia
Stock Exchange. Meanwhile money supply has no significant effect on property
sector composite value (NHSprop) in Indonesia Stock Exchange.
Keyword:
Property Sector Composite value (NHSprop), Exchange Rate,
Interest Rate of SBI, Money Supply.
vi
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh nilai tukar, suku bunga SBI
dan jumlah uang beredar terhadap nilai harga saham sektor properti (NHSprop) di
Bursa Efek Indonesia. Data yang digunakan adalah data time series yaitu tahun
2006.1 – 2011.12 dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tukar dan suku bunga (SBI) memiliki
pengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai harga saham sektor properti(NHSprop)
di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan jumlah uang beredar tidak berpengaruh
signifikan terhadap nilai harga saham sektor properti (NHSprop) di Bursa Efek
Indonesia.
Kata kunci :
Nilai Harga Saham Sektor Keuangan (NHSprop), Nilai Tukar, Suku
Bunga (SBI), Jumlah Uang Beredar.
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga (SBI), dan Jumlah Uang
Beredar (JUB) Terhadap Harga Saham Sektor Properti di Bursa Efek Indonesia
periode tahun 2006-2011”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi
sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:
1.
Kedua orang tua yang telah memberikan semangat serta doa yang tiada hentihentinya kepada penulis. Ibuku yang tak hentinya berdoa untuk Anaknya
serta segala kebijakannya sebagai „‟menteri keuangan‟‟ yang sangat
membantu dan Ayahku yang selalu sabar menanti dan sangat sabar
menghadapi semua tantangan demi anak-anaknya.
2.
Keluargaku yang telah menyemangati dan memberikan banyak inspirasi
dalam menyelesaikan skripsi ini. Ika Nurlaila sebagai penyumbang utama
kegiatan touring (thanks buat doa dan materinya,hehehe), Iis mulyani (thanks
atas supportnya), Tri Sufriani (terima kasih banget atas doa, support dan
materi yang utama,hahaha), Rini Puji Asih (thanks udah dikasih keponakan
viii
lucu), Rajib Maulana atas kritik dan sarannya serta pertanyaannya „‟Bola
yang menang mana‟‟, Riska Nurhidayah yang selalu bantu jaga rumah selagi
gw kuliah hahaha, Yahya Rhomadhoni yang selalu care bukain gw pintu
pager, M. Fikri Abdillah dan Dimo Agil Aliansyah (baik-baik dah nyantren
ditunggu kepulangannya) dan yang terakhir special buat Ade Fadillah yang
sudah menanggung kita semua, luv you all.
3.
Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Bapak Dr. Lukman, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
serta selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia memberikan
waktunya yang sangat berharga untuk membimbing penulis selama menyusun
skripsi ini.
5.
Bapak M. Hartana I. Putra, SE, MSi., selaku dosen Pembimbing Skripsi II
yang telah bersedia memberikan waktunya yang sangat berharga untuk
membimbing penulis selama menyusun skripsi ini.
6.
Ibu Utami Baroroh, M.Si., selaku Sekretaris Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Syarif Hidayatullah Jakarta.
7.
Seluruh staf pengajar dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan bantuan kepada penulis.
ix
8.
Terima kasih kepada Putri Wulandari atas dukungan dan kesabarannya
selama kuliah maupun dalam pembuatan skripsi ini semoga selalu diridhai
Allah Swt dan diberikan kebaikan dunia dan akhirat.
9.
Seluruh teman-teman Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan yang
telah memberikan motivasi dan bantuan kepada penulis khususnya Syamsul
“Pangeran” Bahri, Irfan “Item” Fahmi dan Heri “Begal‟‟ Handoko.
10. Seluruh teman-teman Katana 601 thanks Bro selalu ngajak jalan.
11. Dan seluruh jajaran orang-orang terdekat yang tak mungkin disebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Jakarta, 25 Mei 2013
(Rachmat Kurniadi)
x
DAFTAR ISI
Halaman Judul ...................................................................................................
Lembar Pengesahan Skripsi ..............................................................................
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif .......................................................
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ...................................................................
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ...................................................
Daftar Riwayat Hidup ....................................................................................... v
Abstract
............................................................................................................. vi
Abstrak .............................................................................................................. vii
Kata Pengantar .. ................................................................................................ viii
Daftar Isi ............................................................................................................. xi
Daftar Tabel ........................................................................................................ xv
Daftar Gambar ................................................................................................... xvi
Daftar Lampiran ................................................................................................ xvii
BAB I
PENDAHULUAN
......................................................................
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Perumusan Masalah . ..................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian
...................................................................... 12
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 12
xi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
A. Tinjauan Umum Pasar Modal …. .................................................. 14
1. Pengertian Pasar Modal ............................................................ 14
2. Manfaat Pasar Modal ................................................................ 16
B. Tinjauan Umum Indeks Harga Saham …. .................................... 17
1. Pengertian Indeks Harga Saham ................................................ 17
2. Jenis-Jenis Indeks Harga Saham .............................................. 18
3. Motif Investor Memegang Saham ............................................ 20
4. Fungsi Indeks Harga Saham ..................................................... 21
5. Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham/Indeks Saham ....... 21
C. Tinjauan Umum Nilai Tukar Rupiah …. ....................................... 23
1. Pengertian Nilai Tukar Rupiah .................................................. 23
2. Perubahan Nilai Tukar Rupiah ................................................. 27
3. Mekanisme Penentuan Nilai Tukar Melalui .............................
Analisis Demand dan Supply di Pasar Valuta Asing ................ 28
D. Tinjauan Umum Suku Bunga SBI …. ........................................... 29
1. Pengertian Suku Bunga SBI ...................................................... 29
2. Macam-Macam Suku Bunga .................................................... 31
3. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ............................................... 32
4. Dampak Suku Bunga SBI Terhadap Indeks Saham ................. 33
xii
E. Tinjauan Umum Pertumbuhan Jumlah Uang Beredar .................. 33
1. Sejarah Uang ............................................................................ 33
2. Pengertian Uang ....................................................................... 34
3. Fungsi Uang .............................................................................. 35
4. Jenis Uang ................................................................................ 36
5. Pengertian Jumlah Uang Beredar ............................................. 36
6. Teori Kuantitas Uang ............................................................... 37
7. Teori Penawaran dan Permintaan Uang ................................... 37
F. Keterkaitan Antar Variabel …. ...................................................... 39
1. Nilai Tukar Rupiah dengan Nilai Harga Saham
Sektor Properti .......................................................................... 39
2. Suku Bunga SBI dengan Nilai Harga Saham
Sektor Properti .......................................................................... 41
3. Jumlah Uang Beredar (JUB) dengan Nilai Harga Saham
Sektor Properti .......................................................................... 42
G. Hasil-hasil penelitian terdahulu…. ................................................ 43
H. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 52
I. Hipotesis .......................................................................................... 55
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................
A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 57
B. Metode Penentuan Sampel ........................................................... 57
C. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 58
xiii
D. Metode Analisis Data ................................................................... 59
E. Uji Asumsi Klasik
F. Analisis Statistik
..................................................................... 60
… .................................................................... 67
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN ...............................................
A. Sejarah Singkat Objek Penelitian ................................................. 72
1. Indeks Harga Saham Sektor Properti .................................... 72
2. Nilai Tukar Mata Uang .......................................................... 75
3. Suku Bunga SBI .................................................................... 77
4. Jumlah Uang Beredar (JUB) ................................................. 79
B. Hasil dan Pembahasan .................................................................. 81
1. Hasil Uji Asumsi Klasik ........................................................ 81
2. Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS) ............ 86
C. Interpretasi Ekonomi .................................................................... 91
1. Nilai Tukar Mata Uang .......................................................... 91
2. Suku Bunga SBI .................................................................... 92
3. Jumlah Uang Beredar (JUB) ................................................. 93
BAB V
PENUTUP ..........................................................................................
A. Kesimpulan ………. ...................................................................... 94
B. Saran ………………. .................................................................... 96
Daftar Pustaka ....................................................................................................98
Lampiran ............................................................................................................100
xiv
DAFTAR TABEL
No.
Keterangan
Halaman
1.1
Data Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga SBI,
Jumlah Uang Beredar (JUB) dan
Pertumbuhan Harga Saham Sektor
Properti Tahun 2006-2011………………………...………… 6
2.1
Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu …………………………… 50
3.1
Operasional Variabel ………………………………….…….. 71
4.1
Laju Pertumbuhan Harga Saham Sektor Properti
Tahun 2006-2011 ………………………….…….………….. 74
4.2
Tabel Rata-rata Nilai Tukar Rupiah Tahun 2006-2011 …….. 76
4.3
Tabel Rata-rata Suku Bunga SBI Tahun 2006-2011 ……….. 78
4.4
Tabel Rata-rata Jumlah Uang Beredar (JUB)
Tahun 2006-2011 …………………………………………… 80
4.5
Hasil Uji Linearitas …………...…………………………….. 82
4.6
Hasil Uji Normalitas ……….……………………………….. 82
4.7
Hasil Uji Heteroskedastisitas ……………………………….. 83
4.8
Hasil Korelasi Uji Multikolinearitas …….………………….. 85
4.9
Hasil Uji Autokorelasi dengan Uji Breusch-Godfrey ………. 86
4.10
Hasil Olah Data dengan Metode OLS …………………..….. 87
xv
DAFTAR GAMBAR
No.
Keterangan
Halaman
1.1
Grafik Sektor Properti …………………………….....…….. 5
2.1
Mekanisme Penentuan Nilai Tukar Melalui Analisis
Demand dan Supply di Pasar Valuta
Asing……………….…………………………...…………… 28
2.2
Kerangka Pemikiran ………………………………..….……. 54
4.1
Grafik Pertumbuhan Harga Saham Sektor Properti
Tahun 2006-2011 …………………………………………..... 74
4.2
Grafik Nilai Tukar Mata Uang Tahun 2006-2011…….……... 76
4.3
Grafik Suku Bunga SBI Tahun 2006-2011…………….…….. 78
4.4
Grafik Jumlah Uang Beredar (JUB)
Tahun 2006-2011…………...……………………….……….. 80
4.5
Histogram-Normalitas Test ……………………………...…... 83
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Keterangan
Halaman
1
Data Penelitian ……….……………….....….....… 101
2
Uji Linearitas……….………................….….…... 102
3
Uji Normalitas ………….......................……........ 103
4
Uji Heteroskedastisitas ……….…………..……... 104
5
Uji Multikolinieritas ………………………...…... 105
6
Uji Autokorelasi ……………………………….... 105
7
Hasil Uji Regresi dengan OLS …...…………..…. 106
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ekonomi suatu negara dewasa ini tak bisa dilepaskan dari pasar
modal yang diatur oleh suatu negara, meningkatnya perekonomian suatu negara
dapat diindikasikan dengan meningkatnya pula volume perdagangan dalam pasar
modal begitu juga dengan menurunnya perekonomian suatu negara dapat dilihat
dari pasar modal itu sendiri atau dengan kata lain pasar modal menjadi suatu
pandangan dari meningkat atau menurunnya perekonomian suatu negara sehingga
membuat pasar modal menjadi instrumen penting untuk suatu negara dalam rangka
meningkatkan perekonomiannya.
Pasar modal merupakan suatu sarana bagi pelaku usaha untuk memperoleh
dana untuk melakukan ekspansi perusahaannya dari investor yang memiliki dana
lebih sehingga investor tersebut masuk ke pasar modal untuk memperoleh
keuntungan dari dana lebihnya sehingga menimbulkan imbal balik yang positif
antara para pelaku usaha dengan para investor. secara umum pasar modal
merupakan tempat bagi perusahaan dalam membiayai kegiatan perusahaannya
(Thobarry, 2009:18).
Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara yang
mempunyai fungsi sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi
perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana
1
yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha,
ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi
sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi (Yogi Permana, 2009:1).
Sedangkan menurut (Sugeng, 2010) pasar modal merupakan tempat
bertemunya para pemodal dan pencari modal. Sedangkan pasar modal itu sendiri
memiliki tiga tujuan; pertama, mempercepat proses perluasan pengikutsertaan
masyarakat dalam kepemilikan saham perusahaan. Kedua, pemerataan pendapatan
bagi
masyarakatdan
ketiga,
meningkatkan
pertisipasi
masyarakat
dalam
menghimpun dana secara produktif.
Aktivitas dalam pasar modal pada dasarnya mencerminkan suatu keadaan
ekonomi suatu negara yang dilihat dari gabungan saham atau yang biasa disebut
indeks harga saham gabungan (IHSG). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 April 1983 sebagai indikator
pergerakan harga saham yang tercatat di bursa. Hari dasar perhitungan indeks
adalah tanggal 10 Agustus 1982 dengan nilai 100. Sedangkan jumlah emiten yang
tercatat pada waktu itu adalah sebanyak 13 emiten. Sekarang ini jumlah emiten
yang tercatat di Bursa Efek Indonesia sudah mencapai 396 emiten. Seiring dengan
perkembangan dan dinamika pasar, IHSG mengalami periode naik dan turun. Pada
tanggal 9 Januari 2008, IHSG di Bursa Efek Indonesia mencapai level tertinggi
sepanjang sejarah pasar modal Indonesia yaitu ditutup pada level 2.830,263 (Bursa
Efek Indonesia, 2008).
2
Selain indeks harga saham gabungan, Sekarang ini PT Bursa Efek Indonesia
memiliki 11 jenis indeks harga saham yang secara terus menerus disebarluaskan,
salah satu indeks yang dimiliki oleh Bursa Efek Indonesia adalah indeks sektoral
yang merupakan subsektor dari Indeks harga Saham Gabungan (IHSG). Indeks
sektoral pertama kali diperkenalkan pada tanggal 2 januari 1996 dengan nilai awal
indeks adalah 100 untuk setiap sektor dan menggunakan hari dasar tanggal 28
desember 1995. Indeks sektoral secara garis besar terbagi menjadi 3 sub bagian
yaitu primer yang meliputi pertanian dan pertambangan, sekunder yang meliputi
industri dasar kimia, aneka industri dan industri barang konsumsi, dan tersier yang
meliputi properti, transportasi, keuangan dan perdagangan, jasa dan investasi
(Bursa Efek Indonesia, 2010:5).
Salah satu indeks sektoral yang dimiliki PT. Bursa Efek Indonesia terdapat
indeks sektoral properti. Indeks sektoral properti merupakan gambaran untuk
menunjukkan apakah terjadi penurunan atau peningkatan peran sektor properti
tersebut terhadap perekonomian Indonesia dewasa ini.
Menurut (Thobarry, 2009:19), bagi kalangan masyarakat yang memiliki dana
dan berminat untuk investasi, pasar modal menjadi suatu alternatif untuk
menanamkan dananya yang salah satunya adalah dalam bentuk saham. Saham
properti bisa menjadi pilihan yang tepat dalam kondisi perekonomian saat ini
karena return yang akan diterima oleh investor cukup tinggi sehingga menjadi
daya tarik tersendiri.
3
Sejak krisis ekonomi tahun 1998, banyak perusahaan pengembang mengalami
kesulitan karena memiliki hutang yang didominasi oleh dolar Amerika dalam
jumlah yang besar, yang telah dipinjamnya pada saat sebelum krisis ekonomi guna
membangun properti. Krisis ekonomi menyebabkan bunga kredit melonjak hingga
50% sehingga pengembang mengalami kesulitan untuk membayar cicilan
kreditnya (dalam bentuk dolar Amerika). Tunggakan hutang dalam jumlah yang
besar, menurunkan kinerja keuangan perusahaan, yang kemudian berdampak pada
respon investor di pasar modal sehingga mempengaruhi harga pasar saham
(Almas, 2007:15).
Meningkatnya harga saham properti dan tetap menjadi primadona selepas
krisis salah satunya disebabkan oleh makin banyaknya masyarakat yang sadar jika
harga tanah cenderung naik. Bertambahnya jumlah penduduk juga alasan semakin
banyaknya masyarakat yang menginvestasikan dananya dalam pasar properti
karena menyebabkan demand meningkat dan supply tanah bersifat tetap sehingga
harga properti akan selalu naik seiring bertambahnya jumlah penduduk (Suyanto,
2007).
Dalam perkembangannya sektor properti memiliki siklus yang unik dimana
pertumbuhan tertinggi selalu berkesudahan dengan krisis ekonomi contohnya
diawal tahun 1997 industri properti mencapai pertumbuhan yang signifikan namun
tak lama kemudian krisis ekonomi pada tahun 1998 menghancurkan sendi-sendi
ekonomi tak terkecuali dalam industri properti, begitu juga diakhir tahun 2007
pertumbuhan industri properti mencapai rekor terbaru dalam satu dekade namun
4
pada tahun 2008 krisis kembali meruntuhkan pondasi ekonomi hal ini yang
membuat para investor harus memperhitungkan keadaan variabel makro agar
tingkat keuntungan sesuai yang diharapkan dan hal ini juga membuat sektor
properti selalu menarik untuk dikaji dan lebih jelasnya mengenai pertumbuhan
properti dapat dilihat pada gambar 1.1 dibawah ini:
Gambar 1.1
Grafik Sektor Properti
PROPERTI
2,600,000
2,400,000
2,200,000
2,000,000
1,800,000
1,600,000
1,400,000
1,200,000
1,000,000
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: Bursa Efek Indonesia
Selain volatilitas harga saham yang tinggi, sektor properti juga sangat
dipengaruhi oleh kondisi perekonomian secara makro. Dampak krisis global bisa
saja akan kembali mempengaruhi bisnis properti Indonesia seperti yang terjadi
pada tahun 1998. Kekhawatiran ini mulai muncul sejak tahun 2003 ketika ekspansi
5
bisnis properti begitu tinggi. Pembangunan ruko, apartemen, mal dan pusat
perbelanjaan mengalami perkembangan yang signifikan, tak hanya di Jakarta
namun juga di beberapa kota besar lainnya. Pada perkembangannya, membaiknya
kondisi ekonomi membuat pertumbuhan bisnis properti nasional khususnya sejak
2003 menjadi sangat tinggi. Nilai kapitalisasi proyek properti nasional melonjak,
dan puncaknya tahun 2005 nilai kapitalisasinya mencapai Rp 91,01 Triliun atau
meningkat hampir sepuluh kali dibandingkan dengan nilai kapitalisasi tahun 2000
yang sebesar Rp. 9,51 Triliun.
Tabel 1.1
Berikut data mengenai nilai tukar rupiah, suku bunga SBI, Jumlah Uang
Beredar (JUB) dan pertumbuhan harga saham sektor properti tahun 20062011
Tahun
Nilai tukar
(Rupiah/dollar)
Suku
Bunga SBI
(%)
JUB
(milyar)
2006
8.571,1
11.97
15.163.734
Pertumbuhan
Harga Saham
Sektor Properti
(milyar)
1.026.786
2007
8.985,4
8.03
17.580.581
2.430.874
2008
9.750,6
9.39
20.458.862
1.977.205
2009
9.425
7.49
23.709.943
1.605.056
2010
9.163,7
6.57
26.634.685
2.110.775
2011
9.086
6.75
30.854.553
2.492.910
Sumber: Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik,BKPM
6
Pertumbuhan sektor properti pada 2006 masih dalam tren membaik, meskipun
daya beli masyarakat menurun pascakenaikan harga BBM di Oktober 2005. Dalam
periode pelaku ekonomi masih melakukan penyesuaian terhadap dampak kenaikan
harga BBM tersebut, pertumbuhan sektor properti
sebesar
pada 2006 masih tumbuh
9%, Kinerja perekonomian tersebut banyak dipengaruhi peran kuat
stimulus fiskal dan dampak positif peningkatan harga komoditas primer dunia.
Ekspansi perekonomian pada 2006 banyak bertumpu pada konsumsi pemerintah
dan ekspor, sementara secara sektoral ditopang kelompok sektor primer dan
kelompok sektor jasa. Konsumsi Pemerintah meningkat tinggi dibandingkan 2005
antara lain disumbang pengeluaran bantuan langsung tunai (BLT). Secara sektoral,
peningkatan pertumbuhan tercatat pada sektor pertanian, sektor pengangkutan dan
komunikasi serta sektor bangunan.
Sementara itu pada pertumbuhan sektor properti tercatat pertumbuhan pada
tahun 2006 mencapai yang tertinggi pada tingkat 9,0% dan mulai mengalami
penurunan signifikan akibat krisis global yang mengakibatkan penurunan pada
sector property menjadi 7,05% pada tahun 2009 dan kembali mengalam penurunan
sebesar 0,5% pada tahun 2010 menjadi 7,0%. Penurunan ini tidak terlepas dari
imbas dari krisis global yang terjadi di Amerika serikat. Disaat terjadi krisis global
membuat pasar properti global memburuk. Memburuknya pasar global tersebut
berpengaruh negatif di pasar modal dalam negeri. Memburuknya kondisi ekonomi
global membuat prilaku investor cenderung ingin menghindari resiko sehingga
investasi dalam bentuk portofolio mengalami penurunan termasuk saham-saham
7
sektor properti. Setelah tahun 2009 saham properti cenderung mengalami
peningkatan, hal ini terlihat dengan total perdagangan pada tahun 2010 mencapai
2.110.775 milyar dan pada tahun 2011 saham properti juga mengalami
peningkatan menjadi 2.492.910 milyar. Peningkatan tersebut tak terlepas dari
makin membaiknya perekonomian di Indonesia.
Nilai tukar rupiah mulai kembali pada tren menguat sejak triwulan II 2009
ditopang perbaikan persepsi risiko terhadap emerging market dan kondisi
fundamental domestik yang tetap terjaga. Optimisme akan pemulihan ekonomi
global yang disertai dengan terjaganya kondisi fundamental domestik mendorong
terus naiknya pasokan valas dari investor asing di pasar keuangan domestik. Selain
itu, neraca transaksi berjalan yang tetap surplus semakin mendukung tren
penguatan rupiah. Berbagai perkembangan tersebut mengakibatkan rupiah ditutup
pada level Rp9.425 pada akhir tahun 2009 atau terapresiasi 18,4% dibandingkan
dengan akhir Maret 2009.
Selama tahun 2010, nilai tukar rupiah menguat cukup signifikan terutama
disebabkan oleh derasnya aliran masuk modal asing. Pergerakan nilai tukar rupiah
juga ditopang oleh keseimbangan interaksi permintaan dan penawaran valuta asing
di pasar domestik serta fundamental perekonomian domestik yang kuat. Nilai
tukar rupiah mulai mengalami apresiasi sejak awal tahun dan mencapai level Rp
9.163 per dolar AS atau menguat secara rata-rata sebesar 3,8% dibandingkan
dengan akhir tahun 2009. Secara point-to-point rupiah terapresiasi sebesar 4,4%
(Bank Indonesia, 2010).
8
Tahun 1983 dapat dipandang sebagai salah satu langkah awal modernisasi
bidang moneter di Indonesia dengan dilepaskannya sistem pengendalian secara
langsung dalam mengendalikan jumlah uang beredar seperti penetapan suku bunga
simpanan, kredit perbankan dan lain-lain. Sebagai otoritas moneter, Bank
Indonesia kemudian menerapkan sistem pengendalian moneter atau jumlah uang
beredar secara tidak langsung, Seperti mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) dan surat berharga pasar uang (Aulia Pohan,2008:96). Peningkatan suku
bunga membuat investor lebih berminat kepada Sertifikat Bank Indonesai (SBI)
sehingga membuat permintaan saham menurun. Menurunnya permintaan tersebut
akan membuat harga saham menurun. Sebaliknya disaat Suku Bunga SBI
diturunkan maka investor lebih berminat menanamkan dana mereka ke surat
berharga penyertaan (saham) sehingga permintaan akan saham tertentu akan
meningkat sehingga meningkatkan harga saham tersebut. Hal ini terlihat pada
tahun 2010 dan 2011 dimana suku bunga (SBI) berada dititik terendah dalam lima
tahun namun harga saham properti mengalami kenaikan yang signifikan pada
tahun tersebut, kenaikan saham properti dan rendahnya suku bunga (SBI)
menggambarkan antara harga saham properti dan suku bunga (SBI) memiliki
hubungan yang negatif.
Berdasarkan data dan penjelasan diatas maka peneliti melihat bahwa ternyata
ada 3 faktor yang setidaknya yang mempengaruhi nilai harga saham khususnya
sektor properti yaitu nilai tukar, suku bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar (JUB).
Ketiga faktor tersebut secara teoritis dan didukung oleh penelitian sebelumnya
9
sangat berkaitan dengan nilai harga saham pasar modal. Maka penulis melakukan
penelitian ini mengenai “Analisis pengaruh nilai tukar, suku bunga SBI dan
Jumlah Uang Beredar (JUB) terhadap nilai harga saham sektor properti di Bursa
Efek Indonesia Periode 2006-2011”.
B. Perumusan Masalah
Perkembangan harga saham sektor properti di Indonesia sangat menjanjikan
dimana return yang di dapat investor cukup tinggi pada sektor ini karena properti
merupakan hal mutlak yang harus dipengaruhi oleh masyarakat. Pertumbuhan
yang tinggi pada harga saham sektor properti tak lepas dari peran Bank Indonesia
selaku bank sentral untuk menjalankan tugasnya dengan baik yaitu menjaga
variabel-variabel makro seperti nilai tukar, SBI dan JUB (jumlah uang beredar)
agar tetap bergerak dalam posisi yang menjanjikan dalam melakukan investasi dan
memberikan informasi yang transparan kepada para investor sehingga para
investor dapat dengan mudah menganalisis dan memprediksi dalam menanamkan
dananya pada harga saham sektor properti di Indonesia, ketika harga saham
mengalami peningkatan maka secara otomatis mampu mengangkat pertumbuhan
ekonomi di Indonesia.
Berfluktuatifnya harga saham sektor properti terjadi karena banyak faktor,
baik faktor domestik seperti keamanan dalam negri maupun faktor dari negara lain
seperti krisis di Amerika Serikat yang berimbas kepada perdagangan saham
ditambah dengan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
10
selaku otoritas moneter seperti menjaga nilai tukar rupiah, suku bunga (SBI),
maupun JUB (jumlah uang beredar) untuk membuat perekonomian tetap bergairah
sehingga perubahan variabel-variabel tersebut mampu mempengaruhi harga
saham.
Atas dasar penjelasan di atas dalam penelitian ini penulis mencoba mencari
variabel-variabel yang mempengaruhi harga saham sektor properti berdasarkan
variabel-variabel dinamis yaitu nilai tukar, suku bunga SBI dan JUB (jumlah uang
beredar) yang dimana penulis ingin mengetahui secara detail dan pasti:
1.
Seberapa besar pengaruh nilai tukar rupiah, suku bunga (SBI) dan jumlah
uang beredar (JUB) terhadap harga saham sektor properti secara bersamasama?
2.
Seberapa besar pengaruh nilai tukar rupiah terhadap harga saham sektor
properti?
3.
Seberapa besar
pengaruh suku bunga SBI terhadap harga saham sektor
properti?
4.
Seberapa besar pengaruh jumlah uang beredar (JUB) terhadap harga saham
sektor properti?
11
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah secara
berikut:
1. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh nilai tukar rupiah, suku bunga SBI
dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap harga saham sektor properti secara
bersama-sama?
2. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh nilai tukar rupiah terhadap harga
saham sektor properti?
3. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh suku bunga (SBI) terhadap harga
saham sektor properti?
4. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh jumlah uang beredar (JUB)
terhadap harga saham sektor properti?
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini, manfaat yang menjadi prioritas penulis adalah sebagai
berikut:
1. Bagi Pemerintah
Dengan adanya penelitian ini diharapkan pemerintah dan penentu kebijakan
dapat menggunakan dan mengkaji penelitian itu sebagai salah satu masukan
dalam menentukan suatu kebijakan dalam upaya mencari jalan keluar dari
setiap permasalahan dalam sisi moneter agar tetap kondusif khususnya dalam
menjaga saham sektor properti.
12
2. Bagi Investor dan Pelaku Bisnis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan suatu informasi
yang sedikit banyak berguna bagi para investor dan pelaku bisnis dalam
menanamkan dananya pada saham sektor properti.
3. Bagi Akademisi / Peneliti
Diharapkan dengan adanya penelitian ini menjadi tambahan referensi
mahasiswa dalam membuat karya ilmiah dan bagi para peneliti berikutnya
diharapkan dapat menyempurnakan kekurangan yang ada pada penelitian ini.
4. Bagi Penulis
Penelitian ini dilakukan untuk mengaplikasikan atau menerapkan teori-teori
yang telah diterima khususnya teori-teori ekonomi moneter yang telah
diperoleh dari perkuliahan dan menambah wawasan tentang pengaruh yang
ditimbulkan dari nilai tukar rupiah, suku bunga (SBI) dan jumlah uang beredar
(JUB) terhadap harga saham sektor properti.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Pasar Modal
1. Pengertian Pasar Modal
Menurut Darmaji dan Hendy (2006:1), pasar modal adalah pasar untuk
berbagi instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik
dalam bentuk utang, ekuitas, instrumen derivatif, maupun instrumen lainnya.
Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan mauun institusi lain
dan sarana bagi kegiatan investasi.
Menurut Deddy (2010:2) pasar modal adalah salah satu penggerak
perekonomian suatu negara. Karena pasar modal merupakan sarana pembentuk
modal dan akumulasi dana jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan
partisispasi masyarakat dalam penggerakan dana guna menujang pembiayaan
pembangunan nasional. Selain itu, pasar modal juga merupakan representasi
untuk menilai kondisi perusahaan-perusahaan disuatu negara. Karena hampir
semua industri disuatu Negara terwakili oleh pasar modal. Pasar modal yang
sedang mengalami peningkatan (Bullish) atau mengalami penurunan (Bearish)
terlihat dari naik turunnya harga-harga saham yang tercatat yang tercermin
melalui suatu pergerakan indeks.
14
Thobarry (2009) menyatakan bahwa pasar modal merupakan tempat
kegiatan perusahaan mencari dana untuk membiayai kegiatan usahanya. Selain
itu, pasar modal juga merupakan suatu usaha penghimpunan dana masyarakat
secara langsung dengan cara menanamkan dana ke dalam perusahaan yang
sehat dan baik pengelolaannya. Fungsi utama pasar modal adalah sebagai
sarana pembentukan modal dan akumulasi dana bagi pembiayaan suatu
perusahaan atau emiten. Dengan demikian pasar modal merupakan salah satu
sumber dana bagi pembiayaan pembangunan nasional pada umumnya dan
emiten pada khususnya di luar sumber‐sumber yang umum dikenal, seperti
tabungan pemerintah, tabungan masyarakat, kredit perbankan dan bantuan luar
negeri.
Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara yang
mempunyai fungsi sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana
bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor).
Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan
usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal
menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi (Yogi, 2009:1).
Witjaksono (2010) menyatakan Bursa efek utama adalah suatu institusi
yang terpusat yang mempertemukan kekuatan permintaan dan penawaran atas
efek. Di sini proses transaksi jual beli diatur secara rapi dengan menggunakan
peraturan sistematis yang dikeluarkan oleh pengelolanya. Setiap instrumen
15
efek yang akan diperdagangkan di bursa harus memenuhi kebijakan pencatatan
(listing policy) yang dikeluarkan oleh pengelolanya.
Berdasarkan definisi diatas, pasar modal merupakan tempat kegiatan
perusahaan mencari dana untuk digunakan untuk pengembangan usaha,
ekspansi, penambahan modal kerja dan sarana bagi masyarakat serta untuk
berinvestasi serta akumulasi dana jangka panjang yang diatur secara rapi
dengan menggunakan peraturan sistematis yang dikeluarkan oleh pengelolanya
dengan tujuan untuk meningkatkan partisispasi masyarakat dalam penggerakan
dana guna menujang pembiayaan pembangunan nasional.
2. Manfaat Pasar Modal
Menurut Tjiptono dan Hendy (2001:2) manfaat keberadaan pasar modal, yaitu:
a. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha
sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal
b. Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya
diversifikasi
c. Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah
d. Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik
e. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai
prospek
f. Alternatif investasi yang memberikan profesi keuntungan dengan resiko
yang bias diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi
investasi
16
g. Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha, memberikan akses kontrol
sosial
h. Sumber pembiayaan dana jangka panjang bagi emiten
B. Tinjauan Umum Indeks Harga Saham
1. Pengertian Indeks Harga Saham
Indeks Harga Saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan
harga saham, indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya pergerakan
indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang
aktif atau sedang lesu (BEI).
Menurut (Supranto, 2004:113) indeks merupakan suatu angka yang dibuat
sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan
antara kegiatan yang sama dalam dua waktu yang berbeda.
Menurut Witjaksono (2010) Indeks Harga Saham Gabungan atau
Composite Stock Price Index (IHSG) merupakan suatu nilai yang digunakan
untuk mengukur kinerja kerja saham yang tercatat di suatu bursa efek.
Berdasarkan definisi diatas, indeks harga saham adalah suatu indikator
yang menunjukkan pergerakan harga saham, indeks berfungsi sebagai indikator
trend pasar yang digunakan untuk mengukur kinerja kerja saham yang tercatat
di suatu bursa efek dan dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan
antara kegiatan yang sama dalam dua waktu yang berbeda.
17
2. Jenis-Jenis Indeks Harga Saham
Menurut Tjiptono dan Hendy (2001:7-9) di Bursa Efek Jakarta (BEJ)
terdapat lima indeks harga saham, yaitu indeks individual, indeks harga saham
sektoral, indeks LQ 45, indeks harga saham gabungan (IHSG), dan indeks
syariah atau Jakarta islamic indeks (JII).
a. Indeks Individual
Indeks individual ini menggunakan indeks harga masing-masing saham
terdapat harga dasarnya. Perhitungan indeks ini menggunakan prinsip yang
sama dengan IHSG, yaitu:
Harga Pasar/Harga Dasar x 100
BEJ memberi angka dasar IHSI 100, ketika saham diluncurkan pada pasar
perdana dan berubah sesuai dengan perubahan pasar.
b. Indeks Harga Saham Sektoral
Indeks harga saham sektoral ini menggunakan semua saham yang
termasuk dalam masing-masing sektor. Perhitungan harga dasar masingmasing sektor didasarkan pada kurs/harga akhir setiap saham tanggal 28
Desember 1995. Indeks ini mulai diberlakukan tanggal 2 Januari 1996. Di
BEJ indeks sektoral terbagi atas Sembilan sektor, yaitu:
1) Sektor-sektor Primer (Ekstraktif)
(a) Pertanian
(b) Pertambangan
18
2) Sektor-sektor Sekunder (Industri Manufaktur)
(c) Industri dasar dan kimia
(d) Aneka industry
(e) Industri barang konsumsi
3) Sektor-sektor Tersier (Jasa)
(f) Properti dan real estate
(g) Transportasi dan infrastruktur
(h) Keuangan
(i) Perdagangan, jasa dan investasi.
c. Indeks LQ 45
Indeks LQ 45 merupakan 45 saham yang terpilih berdasarkan likuiditas
perdagangan saham dan disesuaikan setiap enam bulan (setiap awal bulan
februari dan agustus). Dengan demikian saham yang terdapat dalam indeks
tersebut akan selalu berubah.
d. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
IHSG ini menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen
perhitungan indeks. Tanggal 10 agustus 1982 ditetapkan sebagau hari dasar
(nilai indeks = 100). Berikut penghitungan Indeks Harga Saham Gabungan:
Nilai Pasar = Jumlah saham tercatat x harga terakhir
IHSG
=
x 100
Nilai Dasar = Jumlah saham tercatat x harga perdana
19
e. Indeks Syariah atau Jakarta Islamic Index (JII)
JII ini merupakan indeks terakhir yang dikembangkan oleh BEJ bekerja
sama dengan Danareksa Investment Management. Indeks ini merupakan
indeks yang mengakomodasi syariat investasi dalam Islam atau indeks yang
berdasarkan syariat Islam.
3. Motif investor memegang saham.
Pada dasarnya, ada keuntungan yang diperoleh oleh investor dengan
membeli atau memiliki saham yaitu (Darmaji dan Hendy, 2001:8)
1. Dividen
Dividen adalah pembagian keuntungan yang diberikan oleh perusahaan
penerbit saham atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. dividen yang
dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai (cash devidend) yaitu
kepada setiap pemegang saham diberikan dividen uang tunai dalam jumlah
rupiah tertentu untuk setiap saham
2. Capital again
Capital again merupakan selisih anatar harga jual dan harga beli.
Misalnya investor membeli saham tersebut dengan harga persaham Rp 3000
dan menjual kembali dengan harga persaham Rp 3500 maka investor
mendapatkan capital again sebesar Rp 500.
20
3. Saham bonus (jika ada)
Saham bonus adalah saham yang dibagikan perusahaan kepada para
pemegang saham yang diambil dari agio saham. Agio saham adalah selisih
antara harga jual terhadap harga nominal saham pada saat perusahaan
melakukkan penawaran umum dipasar perdana.
4. Fungsi Indeks Harga Saham
Menurut Iskandar (2003:89) berpendapat bahwa Indeks harga saham
merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham. Di
pasar modal sebuah indeks diharapkan memiliki lima fungsi, yaitu:
a) Sebagai indikator trend pasar
b) Sebagai indikator tingkat keuntungan
c) Sebagai tolak ukur kinerja suatu portofolio
d) Memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif
e) Memfasilitasi berkembangnya produk derivatif.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham
Sebagai salah satu instrumen ekonomi, volatilitas harga saham disuatu
bursa effek dipengaruhi oleh sejumlah faktor yaitu lingkungan mikro dan
lingkungan makro (Iskandar, 2003:87-88):
21
1. Lingkungan mikro
Lingkungan mikro yang mempengaruhi fluktuasi harga saham adalah:
a) Pengumuman tentang pemasaran, produksi, penjualan, rincian kontrak,
produk baru, perubahan harga, penarikan produk baru, laporan produksi,
laporan keamanan produk, keamanan produk dan laporan penjualan
b) Pengumuman pendanaan seperti utang dan ekuitas
c) pengumuman badan direksi manajemen
d) Pengumuman penggabungan pengambil-alihan diversifikasi
e) Pengumuman investasi seperti ekspansi pabrik
f) Pengumuman ketenagakerjaan seperti kontrak baru, pemogokan dan lainlain.
2. Lingkungan makro
Lingkungan makro yang mempengaruhi volatilitas harga saham adalah:
a) Pengumuman dari pemerintah, seperti: perubahan suku bunga tabungan
dan deposito, kurs, inflasi dan lain-lain.
b) Pengumuman hukum seperti tuntutan karyawan terhadap perusahaan.
c) Pengumuman industri sekuritas.
d) Gejolak sosial politik dalam negeri dan fluktuasi nilai tukar juga
mempengaruhi terhadap harga saham.
e) Berbagai issue dari dalam ataupun luar negeri.
22
C. Tinjauan Umum Nilai Tukar Rupiah
1. Pengertian Nilai Tukar Rupiah
Rayun (2007:4) menyatakan bahwa nilai tukar mata uang (exchange rate)
atau sering disebut kurs merupakan harga mata uang terhadap mata uang
lainnya. Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian
terbuka mengingat pengaruh yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan
maupun variabel-variabel makro-ekonomi yang lainnya.
Menurut Thobarry (2009:46) kurs merupakan salah satu harga yang
terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruh yang demikian
besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variabel‐variabel makro ekonomi
yang lain. Ada dua pendekatan yang digunakan untuk menentukan nilai tukar
mata uang yaitu pendekatan moneter dan pendekatan pasar. Dalam pendekatan
moneter, nilai tukar mata uang di definisikan sebagai harga dimana mata uang
asing diperjual belikan terhadap mata uang domestik dan harga tersebut
berhubungan dengan penawaran dan permintaan uang.
Valuta asing (foreign exchange) adalah semua mata uang Negara yang
dapat digunakan untuk kegiatan perekonomian suatu Negara dengan Negara
lain. Misalnya mata yang Amerika serikat berupa US $, mata uang Yen dari
Jepang, dan lain sebagainya. Setiap valuta asing tersebut mempunyai harga
tertentu dalam mata uang suatu Negara lain. Misalnya US $ dengan Rp, $1=Rp
9.600, (artinya harga 1 US $ sama dengan Rp 9.600). harga tersebut
23
menggambarkan berapa banyak suatu mata uang harus dipertukarkan untuk
memperoleh satu unit mata uang lain. Istilah lain rasio pertukaran tersebut
adalah nilai tukar (exchange rate) atau kurs valuta asing (Asfia, 2006).
Menurutnya nilai kurs valuta asing dari waktu ke waktu dapat mengalami
perubahan. Perubahan-perubahan tersebut terjadi sebagai akibat dari kekuatan
permintaan dan penawaran dalam pasar valuta asing dan juga dapat ditentukan
oleh pemerintah.
Pasar valuta asing pada dasarnya merupakan jaringan kerja dari perbankan
dan lembaga keuangan dalam
melayani
masyarakat
untuk
membeli
(permintaan) dan menjual (penawaran) valuta asing (Asfia, 2006).
a. Permintaan terhadap valuta asing (Foreign Exchange Demand)
Hal ini timbul apabila penduduk suatu Negara membutuhkan barang
yang diproduksi negara lain. Artinya bila terjadi permintaan masyarakat
terhadap produk luar negeri, maka permintaan terhadap valuta asing
meningkat. Kenaikan permintaan terhadap valuta asing sangat ditentukan
oleh faktor-faktor di antaranya:
(1) Nilai tukar atau harga mata uang asing
(2) Tingkat pendapatan
(3) Tingkat bunga relative
(4) Selera
(5) Ekspektasi, dan
(6) Kebijakan pemerintah
24
Apabila yang berubah itu hanya harga valuta asing (nilai tukar), maka
perubahan permintaan terhadap valuta asing hanya akan bersifat movement
along demand curve, artinya pergerakan hanya terjadi disepanjang kurva
permintaan yang sudah ada. Tetapi bila yang berubah selain dari kurs,
misalnya pendapatan, ekspektasi atau yang lainnya, maka kurva permintaan
terhadap valuta asing untuk keperluan barang impor dan keperluan spekulasi
akan bergeser, bisa ke kiri dan bisa ke kanan. Tergantung kondisi
perubahannya.
b. Penawaran terhadap valuta asing (Foreign Exchange Supply)
Hal ini terjadi apabila Negara lain mengimpor barang dan jasa atau
terjadi ekspor. Semakin besae ekspor suatu Negara, maka supply valuta
asing akan meningkat. Sebab terjadi peningkatan capital inflow. Sama
halnya dengan konsep permintaan, supply dari valuta asing sangat ditentukan
oleh berbagai faktor, antara lain:
(1) Perubahan kurs/ harga valuta asing
(2) Harga/ biaya produksi barang impor
(3) Selera dan ekspektasi, serta
(4) Kebijakan pemerintah.
Apabila yang berubah hanya kurs, perubahan terhadap supply valuta asing
hanya bergerak sepanjang kurva supply yang ada atau bersifat movement along
supply curve, tetapi bila yang berubah faktor lain, misalnya biaya/ harga barang
25
impor, hal ini akan mendorong terjadinya pergeseran kurva supply bisa ke kiri
atau ke kanan tergantung kondisi perubahan dari faktor-faktor tersebut.
Sistem nilai tukar yang dianut oleh suatu negara sangat berpengaruh sekali
dalam menentukan pergerakan nilai tukar. Seperti misalnya negara Indonesia
yang sebelum tanggal 14 Agustus 1997 menerapkan sistem nilai tukar
mengambang terkendali, maka laju depresiasi sangat ditentukan oleh pemegang
otoritas moneter, sehingga ketika Bank Indonesia melepas kendali nilai tukar
menyebabkan nilai tukar akan segera mengikuti hukum pasar dan pengaruhpengaruh dari luar. Untuk mengurangi tekanan terhadap rupiah, upaya lain yang
telah dilakukan Bank Indonesia adalah pengembangan pasar valas domestik
antar bank melalui band intervensi. Dengan band intervensi, nilai tukar
diperkenankan berfluktuasi dalam kisaran band yang telah ditetapkan. Apabila
valuta asing diperdagangkan melebihi band yang telah ditetapkan maka Bank
Indonesia segera melakukan intervensi untuk mengembalikan nilai tukar pada
posisi semula (Wibowo dan Suhendra, 2010:2).
Berdasarkan definisi diatas, nilai tukar mata uang kurs merupakan harga
mata uang terhadap mata uang lainnya dan merupakan salah satu harga yang
terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruh yang demikian
besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variabel‐variabel makro ekonomi
yang lain dan pada dasarnya merupakan jaringan kerja dari perbankan dan
26
lembaga keuangan dalam melayani masyarakat untuk membeli (permintaan)
dan menjual (penawaran) valuta asing.
2. Perubahan Nilai Tukar Rupiah
Naik turunnya nilai tukar mata uang pada waktu dilakukan transaksi valuta
asing, dapat terjadi dengan berbagai cara yaitu secara resmi yamg biasa
dilakukan oleh pemerintah di suatu negara yang menganut sistem managed
floating exchange rate atau bisa juga karena terjadinya tarik menarik antara
penawaran dan permintaan di dalam pasar (market mechanism). Sedangkan
perubahan nilai tukar mata uang dapat disebabkan oleh empat hal yaitu
depresiasi, apresiasi, devaluasi, dan revaluasi (Rayun, 2007:28).
a. Depresiasi (depreciation) merupakan penurunan harga mata uang nasional
terhadap mata uang asing akibat terjadinya tarik-menarik antara supply dan
demand di dalam pasar.
b. Apresiasi (appreciation) merupakan peningkatan harga mata uang nasional
terhadap mata uang asing akibat terjadinya tarik-menarik antara supply dan
demand di dalam pasar.
c. Devaluasi (devaluation) merupakan penurunan harga mata uang nasional
terhadap mata uang asing yang dilakukan secara resmi oleh pemerintah di
suatu negara.
d. Revaluasi (revaluation) merupakan peningkatan harga mata uang nasional
terhadap mata uang asing yang dilakukan secara resmi oleh pemerintah di
suatu negara.
27
3. Mekanisme Penentuan Nilai Tukar Melalui Analisis Demand dan Supply di
Pasar Valuta Asing
Gambar 2.1
Kurs
Kurs
Sv
Kurs
Sv
9500
A
B
E1
Sv
Sv1
9000
8500
E
E
E
Dv1
Dv
0
Q*
A
Qs
E1
Dv
0
Q* Q1b Qs
B
Dv
0
Q* Q1c Q
C
Keterangan Gambar 2.1 (Thobarry, 2009):
1. Gambar A menunjukkan kurs pada tingkat Rp 9.000
2. Gambar B menunjukkan terjadi perubahan/kenaikan kurs sebagai akibat
dari adanya kenaikan permintaan terhadap barang impor. Naiknya impor
akan mendorong kenaikan permintaan terhadap Dollar dari Q* menjadi Q1b
dan kurva permintaan terhadap valuta asing bergeser ke kanan dari kurva
Dv menjadi kurva Dv1, sehingga kurs naik mencapai Rp 9.500. kondisi ini
dapat diartikan melemahnya nilai mata uang rupiah terhadap dollar. Gejala
melemahnya nilai tukar rupiah karena kekuatan pasar disebut depresiasi.
28
3. Gambar C menunjukkan terjadinya perubahan/penurunan kurs sebagai
akibat tingginya ekspor. Sebab dengan naiknya ekspor akan menambah
supply dollar dari Q* menjadi Q1c dan kurva supply dollar bergeser dari
kurva Sv menjadi kurva Sv1, akibatnya kurs turun mencapai Rp 8.500.
Kondisi ini dapat diartikan menguatnya nilai mata uang rupiah terhadap
dolar. Gejala menguatnya nilai tukar rupiah karena kekuatan pasar disebut
apresiasi.
D. Tinjauan Umum Suku Bunga SBI
1. Pengertian Suku Bunga SBI
Menurut Case dan Fair (2004:167), bunga adalah biaya yang dibayarkan
oleh seseorang peminjam kepada pemberi pinjaman atas penggunaan dananya.
Tingkat suku bunga adalah pembayaran bunga pinjaman tahun yang dinyatakan
sebagai persentase dari pinjaman; persentase itu sama dengan jumlah bunga
yang diterima pertahun dibagi dengan jumlah pinjaman.
Suku bunga (Interest Rate) Menurut Herman Darmawi (2006:181), tingkat
bunga adalah harga yang harus dibayar oleh peminjam untuk memperoleh dan
dari pemberi pinjaman untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
Menurut Yogi (2009:3) Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
merupakan suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral untuk mengontrol
peredaran uang di masyarakat, dengan kata lain pemerintah melakukan
kebijakan moneter. Peredaran uang yang terlalu banyak dimasyarakat akan
29
mengakibatkan masyarakat cenderung membelanjakan uangnya yang pada
akhirnya bias berdampak pada kenaikan harga-harga barang, yang salah satu
faktor pemicu inflasi dengan menaikan bunga SBI berarti bank-bank dan
lembaga keuangan akan terdorong untuk membeli SBI. Adanya bunga yang
tinggi dalam SBI membuat bank dan lembaga keuangan menikmatinya, ini
otomatis akan memberikan tingkat bunga yang lebih tinggi untuk produknya.
Bunga yang tinggi akan berdampak pada alokasi dana investasi para investor.
Investasi pada produk bank seperti deposito/tabungan jelas lebih kecil
resikonya atau dapat dikatakan investasi bebas resiko oleh karena itu investor
akan menjual sahamnya dan dananya serentak akan berdampak pada penurunan
harga saham. Selain itu dampak dari tingkat suku bunga bank yang tinggi juga
berdampak pada bunga pinjaman modal kerja perusahaan. Ini artinya
penambahan pengeluaran perusahaan jika ini terjadi maka kondisi fundamental
perusahaan akan terganggu. Hal ini didukung oleh Wibowo dan Suhendra
(2010:4)
bahwa
tingkat
suku
bunga
digunakan
pemerintah
untuk
mengendalikan tingkat harga, ketika tingkat harga tinggi dan jumlah uang yang
beredar dalam masyarakat banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan
diantisipasi oleh pemerintah dengan menetapkan tingkat suku bunga yang
tinggi. Dengan demikian suku bunga yang tinggi diharapkan berkurangnya
jumlah uang yang beredar sehingga permintaan agregat pun akan berkurang dan
kenaikan harga dapat diatasi. Sedangkan menurut Bank Indonesia, tingkat suku
30
bunga adalah beban biaya yang dinyatakan dengan persentase tertentu dalam
rangka peminjaman uang untuk jangka waktu tertentu.
Tujuan penerbitan SBI adalah sebagai alat pemerintah untuk melakukan
kontraksi pasar dalam primary market dan sebagai secondary reserve dan
trading instrument dalam secondary market (untuk situasi tingkat suku bunga
turun). Jadi SBI menurut Prakarsa dan Kusuma (2008:3) adalah salah satu
instrument investasi yang menarik bagi investor mengingat instrument ini
diterbitkan oleh Bank Indonesia yang merupakan lembaga keuangan milik
negara.
Berdasarkan definisi diatas, suku bunga SBI merupakan suku bunga yang
dikeluarkan oleh bank sentral untuk mengontrol peredaran uang di masyarakat
dan mengendalikan tingkat harga yang bertujuan sebagai alat pemerintah untuk
melakukan kontraksi pasar dalam primary market dan sebagai secondary
reserve dan trading instrument dalam secondary market (untuk situasi tingkat
suku bunga turun) dan menjadi salah satu instrument investasi yang menarik
bagi investor mengingat instrument ini diterbitkan oleh Bank Indonesia yang
merupakan lembaga keuangan milik negara.
2. Macam-Macam Suku Bunga
Menurut Samuelson (2004:318), suku bunga dapat dibedakan berdasarkan
satuan uang. Suku bunga yang dibedakan berdasarkan satuan uang dapat
dibedakan mejadi dua, yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil.
31
1. Suku bunga nominal
Suku bunga nominal adalah suku bunga yang diukur dari pendapatan
dalam uang pertahun peruang yang diinvestasikan. Suku bunga nominal
(suku bunga uang) adalah suku bunga yang diukur dengan uang.
2. Suku bunga riil
Suku bunga riil adalah suku bunga yang dikoreksi karena inflasi yang
dihitung sebagai suku bunga nominal dikurang tingkat inflasi. Sebagai
contohnya, anggap suku bunga suatu negara adalah 8% pertahun sedangkan
inflasi 3 % pertahun. Maka kita dapat mengetahui kurs riil negara tersebut
yaitu 8%-3% = 5%.
3. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tentang Operasi
Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/4/PBI/2004 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/10/PBI/2002
tentang Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya
disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Lelang
SBI adalah penjualan SBI yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka
pelaksanaan kebijakan moneter (Bank Indonesia).
Tujuan dari penerbitan SBI yaitu mempengaruhi jumlah uang beredar.
Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia berkewajiban memelihara kestabilan
nilai rupiah dalam paradigma yang dianut, jumlah uang (uang kartal, uang giral
32
di BI) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai rupiah. SBI
diterbitkan dan dijual untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut (Bank
Indonesia).
4. Dampak Suku Bunga SBI Terhadap Indek Saham
Salah satu mekanisme transmisi kebijakan moneter dalah suku bunga SBI.
Selanjutnya perubahan suku bunga tersebut akan memberikan pengaruh
terhadap suku bunga tabungan dan deposito bank-bank umum yang ditawarkan
kepada masyarakat penabung dan pada suku bunga kredit yang dibebankan oleh
bank kepada debiturnya (Pohan, 2008:19-20).
Selain itu, Perubahan suku bunga mengalami kenaikan maka akan
membuat investor akan lebih memilih untuk mengalihkan dananya kedalam
surat berharga atas unjuk yang di terbitkan oleh bank Indonesia tersebut. Bila
suku bunga mengalami kenaikan maka investor akan lebih memilih untuk
mengalihkan dananya kedalam surat berharga atas unjuk yang diterbitkan oleh
bank Indonesia tersebut. Kondisi ini dapat berdampak pada aktivitas
perdagangan saham di bursa efek (Prakarsa dan Kusuma, 2008:308).
E. Tinjauan Umum Pertumbuhan Jumlah Uang beredar
1. Sejarah Uang
Pada peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhan secara mandiri.
Mereka memperoleh makanan dari berburu atau memakan buah-buahan.
Karena jenis kebutuhannya masih sederhana, mereka belum membutuhkan
33
orang lain. Masing-masing individu memenuhi kebutuhan makannya secara
mandiri. Dalam periode yang dikenal sebagai periode prabarter ini manusia
belum mengenal transaksi perdagangan atau kegiatan jual beli.
Ketika jumlah manusia semakin bertambah dan peradabannya semakin
maju, kegiatan dan interaksi antar manusiapun meningkat tajam/ ketika itulah
masing-masing individu muai tak mampu memenuhi kebutuhan sendiri. Bisa
dipahami karena ketika seseorang menghabiskan waktunya seharian bercocok
tanam pada saat bersamaan tentu ia tidak akan bisa memperoleh garam atau
ikan, menenun pakaian sendiri atau kebutuhan lain.
Pertukaran barter ini mensyaratkan adanya keinginan yang sama pada
waktu bersamaan (double coincidense of wants) dari pihak-pihak yang
melakukan pertukaran ini. Namun semakin beragam dan kompleks kebutuhan
manusia semakin sulit menciptakan situasi double concidense of wants ini.
Itulah sebabnya diperlukan suatu alat tukar yang dapat diterima semua pihak.
Alat tukar tersebut yang kemudian disebut uang. Pertama kali uang dikenal
dalam peradaban sumeria dan babylonia (Edwin Nasution et al, 2006).
2. Pengertian Uang
Menurut Samuelson (2001), uang adalah segala sesuatu yang bersifat
sebagai alat pertukaran atau alat pembiayaan yang diterima secara umum.
Sedangkan menurut Sadono Sukirno (2006:267), uang didefinisikan sebagai
benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk
mengadakan tukar-menukar atau perdagangan.
34
Menurut Asfia Murni (2006), uang adalah segala sesuatu yang diterima
masyarakat secara umum dan dapat dipercaya sebagai alat pembayaran yang
sah untuk keperluan transaksi, sebagai satuan hitung, dan sebagai alat
penyimpan nilai.
3. Fungsi Uang
Dalam ilmu ekonomi peranan atau fungsi uang dibedakan menjadi 4 jenis
(Sadono Sukirno, 2006), yaitu:
1. Fungsi uang sebagai alat tukar
Dengan adanya uang, kegiatan tukar-menukar akan jauh lebih mudah
dijalankan kalau dibandingkan dengan perekonomian yag bertransaksi
dengan menggunakan barter. Sehingga uang yang dipakai pada masyarakat
digunakan untuk bertransaksi mengganti sistem barter.
2. Fungsi uang sebagai satuan hitung
Penggunaan uang dalam masyarakat bersumber dari kesanggupannya
untuk bertindak sebagai satuan nilai. Dalam hal ini yang dimaksud dengan
satuan nilai adalah satuan ukuran yang menentukan besarnya nilai dari
berbagai jenis barang dengan adanya uang. Nilai suatu barang dapat dengan
mudah dinyatakan yaitu dengan menunjukkan jumlah uang yang diperlukan
untuk memperoleh barang tersebut.
3. Fungsi uang sebagai pembayaran tertunda
Penggunaan uang sebagai alat pembayaran atau perantara dalam tukarmenukar dapat mendorong pembayarannya ditunda karena para pelaku
35
ekonomi akan merasa yakin bahwa pembayarannya yang ditunda itu adalah
sesuai dengan yang diharapkan.
4. Fungsi uang sebagai penyimpan nilai
Uang bisa digunakan sebagai alat penyimpanan nilai. Maksudnya adalah
penggunaannya memungkinkan kekayaan orang disimpan dalam bentuk
uang.
4. Jenis uang
Terdapat dua jenis uang yang beredar dalam masyarakat yaitu:
1. Uang Giral
Jenis uang ini biasanya diterbitkan oleh bank umum yang diatur oleh
perundangan-undangan seperti surat utang, deposito dan sebagainya.
2. Uang Kartal
Uang kartal adalah uang yang dikeluarkan dan diterbitkan oleh
pemerintah berupa uang logam dan uang kertas baik yang memiliki nilai
intrinsik maupun yang memiliki nilai nominal (Asfia, 2006:158).
5. Pengertian Jumlah Uang Beredar
Jumlah uang beredar dapat dibedakan menjadi dua pengertian yaitu dalam
arti sempit dan dalam arti luas.
1. Pengertian jumlah uang beredar dalam arti sempit
Uang dalam arti sempit adalah uang yang dalam peredarannya ditambah
dengan uang giral yang dimiliki oleh perseorangan, perusahaan dan badan
pemerintah.
36
2. Pengertian uang dalam arti luas
Uang dalam arti luas adalah mata uang yang dalam peredaraannya
ditambah dengan uang giral dan uang kuasi yang terdiri dari tabungan,
deposito, valas milik swasta dalam negeri.
6. Teori Kuantitas Uang
Menurut teori kuantitas uang oleh Alfred Marshal yang isinya jika
perubahan uang beredar akan mengakibatkan perubahan harga secara
proporsional.
Menurut Boediono (2005:23) teori marshal dapat dituliskan sebagai berikut:
M = kPT atau M = Kpy
Penjelasan:
M
: jumlah uang beredar
K
: besarnya uang tunai yang dipegang masyarakat
P
: harga umum
T atau Y: jumlah produk setengah jadi dan jadi
Persamaan diatas menjelaskan jika laju uan beredar diketahui oleh
besarnya uang yang dipegang masyarakat, jumlah produksi dan tingkat harga.
7. Teori Penawaran dan Permintaan Uang
Teori permintaan uang berkaitan dengan faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya pertumbuhan uang dan teori penawaran uang sangat berkaitan
dengan jumlah uang yang beredar.
37
a. Teori Permintaan Uang
Menurut Asfia Murni (2006:156), merujuk pada pandangan ekonomi
klasik fungsi uang hanyalah sebagai alat tukar, oleh sebab itu jumlah uang
yang diminta berbanding proporsional dengan tingkat produk atau
pendapatan nasional. Bila tingkat produk nasional meningkat permintaan
uang untuk transaksi dipandang sebagai nilai likuiditas (L) dalam arti riil
yang ada ditangan masyarakat. Sementara L merupakan nilai nominal uang
(Md) dibagi dengan tingkat harga (P) dan jika diformulasikan adalah sebagai
berikut:
L = kY
L = Md/P=kY
Penjelasan:
L
: permintaan riil
Md
: nilai nominal pendapatan
P
: tingkat harga
Y
: produk nasional
b. Teori Penawaran Uang
Teori penawaran uang menjelaskan bahwa uang terdiri dari M1 dan M2
yang keduanya tersedia dalam rangka kegiatan ekonomi suatu negara.
1.) Penawaran uang (M1)
Penawaran uang M1 merupakan jumlah uang yang digunakan untuk
keperluan transaksi yang terdiri dari:
38
a.) uang logam dan uang kertas yang secara umum disebut uang kartal
b.) uang giral yaitu deposito yang dikeluarkan oleh bank umum.
2.) penawaran uang (M2)
Penawaran uang M2 terdiri dari M1 ditambah dengan rekening
tabungan dan kekayaan lain yang ditukarkan atau dicairkan dalam waktu
dekat (Asfia Murni, 2006:158).
F. Keterkaitan Antara Variabel
1. Nilai Tukar Rupiah dengan Nilai Harga Saham (Sektor Properti)
Jika mata uang suatu negara terapresiasi (rupiah menguat) atau
terdepresiasi (rupiah melemah) terhadap mata uang lainnya, oleh pasar hal ini
dapat di interpretasikan bahwa tingkat perekonomian suatu negara membaik
ataupun memburuk. Keadaan ini pada akhirnya
akan mempengaruhi
permintaan dan penawaran sehingga akan mempengaruhi harga saham tersebut
(Tegarif dan Hartono, 2008:306-307).
Fluktuasi nilai tukar akan mempengaruhi pendapatan dari perusahaan,
begitu juga kepada perusahaan dan lembaga sektor keuangan (Herman dan
darmawi, 2006). Karena nilai tukar mempengaruhi pendapatan perusahaan
maka jelas akan berdampak kepada kesehatan suatu perusahaan. Kesehatan
perusahaan tersebut akan berdampak kembali kepada harga saham yang
diterbitkan oleh emiten tersebut.
39
Kurs rupiah yang terdepresiasi akan mengakibatkan biaya yang akan
ditanggung perusahaan akan semakin besar sehingga akan menekan tingkat
keuntungan yang diperoleh perusahaan khususnya perusahaan yang hanya
mengandalkan bahan baku dari luar negeri, dan juga akan dapat menimpa
perusahan yang hanya mengandalkan pinjaman luar negeri dalam bentuk dollar
US untuk membiayai operasi perusahaan, hal tersebut akan dapat menurunkan
harga saham perusahaan yang diperjualbelikan di pasar modal dan secara
otomatis akan menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Selain itu,
berdasarkan pendekatan analisis fundamental menjelaskan bahwa harga saham
baik saham sektor keuangan maupun sektor lainnya akan terbentuk dan
dipengaruhi
oleh kinerja perusahaan yang menerbitkan.(Abdul halim,
2005:21).
Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat
mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri, khususnya pasar modal.
Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dolar misalnya, akan memberikan
dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri,
terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak
langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, karena
menurunnya nilai impor dibandingkan dengan nilai ekspor. Seterusnya, akan
berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia yang meningkat karena
lebih besar ekspor dariada impor yang selanjutnya menimbulkan dampak positif
terhadap perdagangan saham di pasar modal.
40
2. Suku Bunga SBI dengan Nilai Harga Saham (Sektor Properti)
Berbagai informasi yang masuk di pasar modal maupun kejadian-kejadian
yang tidak berhubungan dengan pasar modal dapat mempengaruhi volatilitas
atau naik turunnya harga saham. Pergerakan IHSG dipengaruhi oleh berbagai
faktor baik internal maupun eksternal. Pengaruh-pengaruh eksternal seperti
pergerakan tingkat suku bunga begitu juga dengan pergerakan indeks saham
luar negeri dipercaya telah menjadi faktor dominan yang mempengaruhi IHSG.
Sedangkan faktor internal lebih dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa dalam
negeri seperti ekspektasi rasional investor serta pengaruh dari pergerakan
variabel-variabel ekonomi makro lainnya seperti nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika. Tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar
(money supply).
Salah satu mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah suku bunga SBI.
Selanjutnya perubahan suku bunga tersebut akan memberikan pengaruh
terhadap suku bunga tabungan dan deposito bank-bank umum yang ditawarkan
kepada masyarakat penabung dan pada suku bunga kredit yang dibebankan oleh
bank kepada debiturnya (Pohan, 2008:19-20). Ketika suku bunga yang
ditetapkan Bank Indonesia rendah akan menyebabkan biaya peminjaman yang
lebih rendah karena suku bunga yang rendah akan merangsang investasi dan
aktivitas ekonomi yang akan menyebabkan harga saham meningkat. Sedangkan
ketika suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia naik, maka pada
dasarnya akan menaikkan suku bunga kredit yang dikeluarkan oleh bank.
41
Dengan meningkatnya suku bunga kredit maka akan mempengaruhi permintaan
akan kredit properti (subprime mortgage).
Disaat suku bunga SBI meningkat akan membuat suku bunga tabungan
meningkat didunia perbankan. Meningkatnya suku bunga tabungan dan
deposito akan membuat investor akan berduyun-duyun mengalihkan dananya
dari pasar modal ketabungan karena memberikan tingkat pengembalian hasil
yang lebih tinggi dan resiko rendah (Herman Darmawi, 2006:116). Bunga yang
tinggi akan berdampak pada alokasi dana investasi para investor .investasi pada
produk bank seperti deposito / tabungan jelas lebih kecil resikonya atau dapat
dikatakan investasi bebas resiko oleh karena itu investor akan menjual
sahamnya dan dananya serentak akan berdampak pada penurunan harga saham.
Selain itu dampak dari tingkat suku bunga bank yang tinggi juga berdampak
pada bunga pinjaman modal kerja perusahaan. Ini artinya penambahan
pengeluaran perusahaan jika ini terjadi maka kondisi fundamental perusahaan
akan terganggu (Yogi, 2009:3).
3. Jumlah Uang Beredar (JUB) dengan Nilai Harga Saham (Sektor Properti)
Perkembangan jumlah uang beredar (JUB) di Indonesia dipengaruhi oleh
berbagai faktor, antara lain kegiatan luar negri, sektor pemerintah, sektor swasta
domestik, maupun sektor lainnya. Strategi pengendalian jumlah uang beredar
(JUB) dirumuskan berdasarkan instrumen kebijakan moneter, sesorang yang
memiliki uang maka dengan mudah mampu memenuhi kebutuhannya dalam
pasar, termasuk pasar modal.
42
Tingginya jumlah uang beredar (JUB) dalam masyarakat belum tentu akan
meningkatkan indeks harga saham pada pasar modal, tingginya beban biaya
bunga simpanan yang dikapitalisasi dan ekspansi pada beberapa komponen
tagihan bersih kepada pemerintah terutama pembayaran dalam rangka program
penjaminan terhadap kewajiban perbankan dan pembayaran kupon obligasi
rekapitalisasi bank mengakibatkan jumlah uang beredar (JUB) riil pada
masyarakat tak mengalami kenaikan sehingga masyarakat tak memiliki
kelebihan uang untuk masuk ke pasar modal (Oksiana dan Musdholifah, 2007).
G. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang nilai saham sektor properti maupun sektor lainnya telah
banyak dilakukan namun antara penelitian terdahulu dan berikutnya memiliki
suatu hubungan, penelitian-penelitian tersebut dapat digunakan sebagai suatu
referensi bagi penelitian dimasa depan. Penelitian tentang indeks harga saham
telah dilakukan oleh:
1. Achmad Ath Thobarry (2009)
Penelitian ini mengkaji tentang Analisis pengaruh nilai Tukar Suku Bunga,
Laju Inflasi dan Pertumbuhan GDP terhadap Indeks Harga Saham Sektor
Properti. Penelitian ini menggunakan data tahun 2000-2008. Adapun alat
analisis yang dugunakan daam penelitian ini adalah analisis data kuantitatif
untuk memperkirakan secara kuantitatif pengaruh dari beberapa variabel
43
independen secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri terhadap variabel
dependen.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa variabel nilai tukar dan SBI secara
parsial memiliki hubungan secar signifikan terhadap indeks harga saham sektor
properti sedangkan variabel inflasi dan GDP secara parsial tidak memiliki
hubungan yang signifikan terhadap indeks harga saham sektor properti namun
secara bersama-sama variabel nilai tukar, SBI, inflasi dan GDP dapat
mempengaruhi indeks harga saham sektor properti.
2. Rayun Sekar Meta (2007)
Penelitian ini mengkaji tentang Perbedaan Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku
Bunga dan Tingkat Nilai Tukar terhadap Return Saham (studi kasus pada
saham properti dan manufaktur yang terdaftar pada bursa efek tahun 20002005). Penelitian ini menggunakan Chow Test untuk menguji apakah terdapat
perbedaan pengaruh inflasi, tingkat suku bunga dan tingkat nilai tukar terhadap
return saham properti dan saham manufaktur.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah secara parsial inflasi dan tingkat suku
bunga tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap return saham properti
sedangka tingkat nilai tukar memiliki pengaruh signifikan terhadap saham
properti.
44
3. Tegararief dan Budi Hartono Kusuma (2008)
Penelitian ini mengkaji tentang Analisi Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI,
Kurs Tengah BI, Tingkat Inflasi dan Indeks Harga Saham Dow Jones di New
York Stock Exchange dalam memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan di
Bursa Efek Jakarta. Tahun yang digunakan dalam penelitian ini dari periode
januari 2003 hingga juli 2007. Adapun alat analisis yang digunakan dalam
penelitian ini mengunakan analisis regresi berganda.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang menjelaskan bahwa variabel
tingkat suku bunga SBI, kurs tengah BI, tingkat inflasi dan indeks saham Dow
Jones secara simultan mempengaruhi indeks harga saham gabungan secara
signifikan. Secara parsial menjelaskan tingkat suku bunga SBI tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap indeks harga saham gabungan sedangkan kurs
tengah BI, tingkat inflasi dan indeks saham Dow Jones secara simultan
memiliki pengaruh signifikan terhadap indeks harga saham gabungan.
4. Deddy Azhar Mauliano (2009)
Penelitian
ini
mengkaji
tentang
Analisis
Faktor-faktor
Yang
Mempengaruhi Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2004 - mei 2009. Penelitian ini menggunakan alat analisis
Regresi Ordinary Least Square (OLS) Tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi dan menganalisis apakah faktor Eksternasi luar negeri yang
diwakili oleh indeks Dow Jones (DJIA), Indeks NYSE, Indeks Footsie Lodon
(FTSE), Indeks Singapore (STI), Indeks Nikkei Tokyo (N225), Indeks KOSPI
45
Korea (KS11), Indeks Hang Seng Hongkong (HSI), dan Indeks Kuala Lumpur
Stock Exchange (KLSE), dan Harga Minyak Dunia, serta faktor internal dalam
negeri seperti nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, tingkat Suku
Bunga, Inflasi benar– benar berpengaruh terhadap pergerakan Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG).
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang menunjukkan bahwa variabel
indeks Dow Jones, KOSPI, Hang Seng, KLSE dan Harga Minyak yang
mewakili faktor eksternal serta Inflasi dan Tingkat Suku Bunga SBI sebagi
faktor internal memberikan pengaruh sebesar 97.3%
terhadap pergerakan
Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia.
5. Yogi Permana (2009)
Penelitian ini mengkaji tentang Pengaruh Fundamental Keuangan, Tingkat
Bunga dan Tingkat Inflasi Terhadap Pergerakan Harga saham (Studi kasus
Perusahaan Semen Yang Terdaftar di BEI)”. Periode yang yang digunakan
dlam penelitian ini adalah tahun 2006-2008. Alat analisis yang digunakan
dalam peneltian ini Regresi Berganda. Varibel independent yang digunakan
adalah EPS, PER, BVS, PBV, ROE, tingkat bunga SBI, dan tingkat inflasi.
Kesimpulan dari peneltian ini menunjukkkan bahwa secara bersama-sama,
diketahui bahwa ketujuh variabel bebas (EPS, PER, BVS, PBV, ROE, tingkat
bunga SBI, dan tingkat inflasi) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
harga saham. Secara parsial hanya PBV yang memiliki pengaruh signifikan
terhadap harga saham, pada perusahaan-perusahaan Semen yang terdaftar di
46
Bursa Efek Indonesia . Sedangkan variabel EPS, PER, BVS, , ROE, tingkat
bunga SBI, dan tingkat inflasi. Secara parsial tidak yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap harga saham, pada perusahaan-perusahaan Semen yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
6. Oksiana Jatiningsih dan Musdholifah (2007)
Penelitian ini mengkaji tentang Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap
Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta. Tahun yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan periode waktu tahun 1999-2000. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model regresi linear
berganda yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel makroekonomi
yakni tingkat inflasi, tingkat suku bunga deposito, kurs dan jumlah uang
beredar terhadap indeks harga saham gabungan di bursa efek baik secara
simultan maupun parsial.
Penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda yang
menyatakan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta
dipengaruhi oleh variabel makroekonomi, yaitu tingkat inflasi, tingkat suku
bunga deposito 1 bulan, kurs (nilai tukar) rupiah terhadap dolar Amerika, dan
jumlah uang beredar (M2). variabel-variabel bebas yang terdiridari tingkat inflasi,
tingkat suku bunga deposito, kurs dan jumlah uang beredar secara bersamasama (simultan) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap terhadap
Indeks Harga Saham Gabungan). Secara parsial hanya variabel nilai tukar yang
memiliki pengaruh signifikan terhadap indeks harga saham gabungan
47
sedangkan variabel tingkat inflasi, tingkat bunga deposito dan jumlah uang
beredar tidek berpengaruh secara signifikan terhadap indeks harga saham
gabungan.
7. Naeem Muhammad (2001)
Penelitian ini mengkaji tentang Stock Price and Exchange Rate: Are They
Related? Evidence From South Asian Countries. Penelitian ini menggunakan
periode tahun 1994 hingga 2000. Penelitian ini menggunakan uji Augmented
Dickey Fuller dan Phillips-Perron test untuk mencari integrasi kedua variabel
serta menggunakan uji Granger Causality Test untuk mengetahui apakah ada
hubungan jangka panjang antara harga saham dan nilai tukar.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah dalam jangka pendek dan jangka
panjang tidak terdapat pengaruh antara harga saham dan nilai tukar untuk
negara Pakistan dan India. Dalam jangka pendek tidak terdapat pengaruh antara
harga saham dan nilai tukar untuk negara Bangladesh dan Sri-Lanka.
8. Catherine S F Ho (2007)
Penelitian ini mengkaji tentang A Comparative Study On The Invesment
Value of Residential Property and Stock periode tahun 1993-2003. Adapun
metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah standar deviasi yang sama
dengan resiko.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak adanya hubungan antara properti
residensial dengan saham properti namun keduanya rentan terhadap inflasi
karena properti dan saham properti merupakan asset pengembalian investasi.
48
Tabel 2.1
Hasil-hasil Penelitian Terdahulu
No
Peneliti
(Tahun)
1.
Achmad Ath
Thobarry
(2009)
2.
Rayun Sekar
Meta (2007)
3.
Tegararief
Ocki Prakarsa
dan Budi
Hartono
Kusuma
(2008)
Judul Penelitian
Metodologi Penelitian
Persamaan
Perbedaan
Analisis pengaruh nilai
tukar, suku bunga,
Laju inflasi dan
pertumbuhan gdp
terhadap
Indeks harga saham
sektor properti
(kajian empiris pada bursa
efek indonesia
Periode pengamatan tahun
2000-2008 )
Perbedaan pengaruh
inflasi, tingkat suku bunga
dan
Nilai tukar rupiah/us
dollar terhadap return
saham
(studi kasus pada saham
properti dan manufaktur
yang
Terdaftar di bursa efek
jakarta 2000-2005)
Variabel
dependen adalah
indeks harga
saham properti.
Tidak ada variabel
laju inflasi yang
berpengaruh terhadap
indeks harga saham
properti.
Data yang
digunakan dalam
penelitian tersebut
menggunakan
data sekunder.
Variabel dependen
dalam penelitian ini
adalah return saham.
Analisis tingkat suku
bunga SBI, kurs tengah
BI, tingkat inflasi, dan
indeks saham Down Jones
di Newyork stock
exchange dalam
memprediksi indeks harga
saham gabungan (IHSG)
Data yang
digunakan dalam
penelitian tersebut
menggunakan
data sekunder.
Variabel dependen
dalam penelitian ini
adalah indeks harga
saham gabungan
(IHSG).
Hasil Penelitian
Hasil penelitian
menyatakan bahwa
nilai tukar mata uang
dan suku bunga
berpengaruh secara
signifikan terhadap
indeks harga saham
properti sedangkan
inflasi dan gdp tidak
berpengaruh secara
signifikan.
Hasil penelitian
menyatakan bahwa
nilai tukar mata uang,
inflasi dan suku bunga
berpengaruh secara
signifikan terhadap
return saham property
dan saham
manufaktur.
Hasil penelitian
menyatakan bahwa
tingkat suku bunga
SBI, kurs tengah BI,
tingkat inflasi, dan
indeks saham Down
Jones berpengaruh
secara signifikan
terhadap indeks harga
saham gabungan
(IHSG).
49
Tabel 2.1
(Lanjutan)
No
4.
Peneliti
(Tahun)
Deddy Azhar
Mauliano
(2009)
Judul Penelitian
Analisis faktorfaktor yang
mempengaruhi
Pergerakan indeks
harga saham
gabungan
(IHSG) di bursa efek
Indonesia
Metodologi Penelitian
Persamaan
Perbedaan
Variabel
Variabel dependen
independen dalam
dalam penelitian ini
penelitian ini
adalah indeks harga
adalah nilai tukar
saham gabungan
dan SBI.
(IHSG).
5.
Yogi
Permana
(2009)
Pengaruh
fundamental
keuangan, tingkat
bunga dan tingkat
inflasi terhadap
pergerakan harga
saham (studi kasus
perusahaan semen
yang terdaftar di
BEI)
Variabel
independen dalam
penelitian ini
adalah nilai kar dan
suku bunga.
Indeks harga saham
gabungan (IHSG).
6.
Oksiana
Jatiningsih
dan
Musdholifah
Pengaruh Variabel
Makroekonomi
terhadap Indeks
Harga Saham
Gabungan di Bursa
Efek Jakarta.
Variabel
independen dalam
penelitian ini
adalah inflasi, suku
bunga SBI, kurs
dolar terhadap
rupiah dan jumlah
uang beredar.
Indeks harga saham
gabungan (IHSG)
Hasil Penelitian
Hasil penelitian
menyatakan bahwa
nilai tukar dan
tingkat suku bunga
SBI berpengaruh
secara signifikan
terhadap indeks
harga saham
gabungan (IHSG).
Hasil penelitian
menyatakan
bahwa
fundamental
keuangan, tingkat
bunga dan tingkat
inflasi
berpengaruh
terhadap
pergerakan harga
saham.
Hasil penelitian
menyatakan bahwa
nilai tukar, inflasi
dan tingkat suku
bunga SBI
berpengaruh secara
signifikan terhadap
dana pihak ketiga
sedangkan jumlah
uang beredar tidak
signifikan.
50
Tabel 2.1
(Lanjutan)
No
7.
8.
Peneliti
(Tahun)
Naeem
Muhammad
(2001)
Catherine S
F Ho (2007)
Judul Penelitian
Stock Price and
Exchange Rate: Are
They Related?
Evidence From
South Asian
Countries
Domestic
macroeconomic
fundamentals and
world stock market
effect on ASSEAN
emerging market
Metodologi Penelitian
Persamaan
Perbedaan
Variabel harga Mencari hubungan
saham dan nilai jangka panjang dan
tukar
jangka pendek
Hasil Penelitian
Hasil yang didapat
menyatakan dalam jangka
pendek dan jangka panjang
tidak terdapat pengaruh
antara harga saham dan
nilai tukar untuk negara
Pakistan dan India. Dalam
jangka pendek tidak
terdapat pengaruh antara
harga saham dan nilai tukar
untuk negara Bangladesh
dan Sri Lanka.
Hasil penelitian ini
menyatakan Pertumbuhan
ekonomi mempengaruhi
secara signifikan di pasar
modal Malaysia tetapi hal itu
tidak terjadi di thailand,
singapura, dan
Indonesia.suku bunga
memiliki pengaruh
signifikan di pasar modal
Malaysia, singapura dan
Thailand.kurs memiliki
pengaruh signifikan terhadap
pasar modal di Malaysia dan
singapura.
51
H. Kerangka Pemikiran
Menurut Suyanto (2007), Meningkatnya saham properti dan tetap menjadi
primadona selepas krisis salah satunya disebabkan oleh makin banyaknya
masyarakat yang sadar jika harga tanah cenderung naik. Bertambahnya jumlah
penduduk juga alasan semakin banyaknya masyarakat yang menginvestasikan
dananya dalam pasar properti karena menyebabkan demand meningkat dan supply
tanah bersifat tetap sehingga harga properti akan selalu naik seiring bertambahnya
jumlah penduduk.
Ketidakstabilan kurs merupakan tantangan nyata para investor dalam
menanamkan uangnya pada pasar modal karena kurs yang selalu berfluktuatif
menjadi pertimbangan yang sangat mendasar bagi investor dalam melakukan
kegiatan ekonominya. Terapresiasinya rupiah merupakan keuntungan sendiri bagi
investor karena murahnya bahan baku akan meningkatkan produksi dan secara
langsung akan berdampak pada kenaikan perdagangan pada pasar modal tak
terkecuali indeks harga saham sektor properti, sebaliknya jika rupiah terdepresiasi
maka secara langsung akan mengurangi perdagangan pada pasar modal karena
bahan baku yang semakin mahal dan akan menurunkan produksi.
Indeks harga saham sektor properti merupakan investasi yang cukup
menjanjikan bagi para investor, namun dalam pasar modal harus mengedepankan
aspek kehati-hatian yang tinggi dalam berinvestasi karena pergerakan pasar modal
selalu berfluktuatif entah dari sisi mikro ekonomi seperti kondisi keuangan
52
perusahaan dan kinerja keuangan ataupun makro ekonomi seperti kurs, suku bunga
(SBI) dan jumlah uang beredar (JUB).
Turun atau naiknya suku bunga (SBI) mampu mempengaruhi perdagangan
pada pasar modal, ketika suku bunga (SBI) naik maka para investor lebih memilih
menginvestasikan uangnya dalam Sertifikat Bank Indonesia atau tabungan pada
perbankan. Kondisi ini secara langsung berdampak pada lesunya perdagangan
pada pasar modal dan akan memicu menurunnya indeks harga saham.
Sedangkan jumlah uang beredar (JUB) yang terdapat pada masyarakat secara
langsung mampu mempengaruhi indeks harga saham namun, akses masyarakat
untuk berinvestasi pada pasar modal sangat terbatas hanya kepada lingkungan para
pengusaha yang memahami operasional dalam pasar modal dan jumlah uang
beredar yang dimiliki para pengusaha ini masih rendah dibanding keseluruhan
jumlah uang yang beredar ditambah tingginya beban biaya bunga simpanan yang
dikapitalisasi dan ekspansi pada beberapa komponen tagihan bersih kepada
pemerintah terutama pembayaran dalam rangka program penjaminan terhadap
kewajiban perbankan dan pembayaran kupon obligasi rekapitalisasi bank
mengakibatkan jumlah uang beredar (JUB) riil pada masyarakat tak mengalami
kenaikan sehingga masyarakat tak memiliki kelebihan uang untuk masuk ke pasar
modal (Oksiana dan Musdholifah, 2007).
Hubungan antara nilai tukar, suku bunga (SBI) dan jumlah uang beredar
(JUB) terhadap indeks harga saham didukung oleh penelitian sebelumnya.
Diantaranya adalah Tegararief dan Hartono (2008) menunjukkan bahwa nilai tukar
53
atau kurs memiliki pengaruh signifikan terhadap indeks harga saham gabungan.
Sedangkan Deddy Azhar (2009) menyatakan bahwa suku bunga (SBI) memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap indeks harga saham gabungan. Penelitian
Oksiana dan Musdholifah (2007) menyatakan jika jumlah uang beredar (JUB)
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap indeks harga saham gabungan.
Adapun secara sistematis kerangka pikiran dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
VARIABEL INDEPENDEN
VARIABEL DEPENDEN
Nilai Tukar
Rupiah
Suku Bunga SBI
Nilai Harga
Saham Sektor
Properti
Jumlah Uang
Beredar (JUB)
54
I. Hipotesis
Diantara subsektor dari indeks sektoral adalah sektor properti. Hal ini dirasa
perlu diperhatikan karena bisa dijadikan gambaran tersendiri atau tolak ukur
sebuah perekonomian sebuah negara. Pendalaman sektor properti (property
deepening) merupakan sebuah gambaran yang digunakan untuk menunjukkan
terjadinya peningkatan peranan dan kegiatan perdagangan properti terhadap
ekonomi. Maksud dari gambaran ini juga mengarah kepada makin beragamnya
pilihan-pilihan properti yang dapat diakses oleh masyarakat dengan cakupan yang
semakin luas. Hal itu dikarenakan selain saham khususnya sektor properti sebagai
komoditi yang bisa diperjual-belikan, saham sektor properti juga bisa menjadi
cerminan kinerja perusahaan properti disebuah negara.
Dalam melakukan
pemilihan investasi dipasar modal, nilai harga saham
menjadi pertimbangan yang penting, oleh karena itu investor harus sudah
menggunakan pertimbangan yang tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhi pasar saham itu sendiri. Faktor tersebut adalah lingkungan mikro
ekonomi yang berasal dari dalam perusahaan penerbit seperti kinerja perusahaan,
kondisi keuangan, dan kebijakan yang diambil. Faktor lingkungan makro ekonomi
seperti kurs, suku bunga, dan indeks saham dipasar luar negeri yang pengaruhnya
tidak dapat diabaikan sebagai dampak globalisasi pasar modal yang keadaannya
diluar kendali oleh perusahaan emiten atau oleh bursa itu sendiri.
Selain itu, beberapa penelitian terdahulu telah dilakukan untuk mengetahui
pengaruh nilai tukar, suku bunga SBI, Gross Domestic Product terhadap indeks
55
harga saham di pasar modal. Diantaranya adalah Thobarry (2009) menyatakan
bahwa nilai tukar mata uang dan suku bunga berpengaruh secara signifikan
terhadap indeks harga saham sector properti. Penelitian Rayun (2007) juga
menyatakan bahwa nilai tukar mata uang dan suku bunga berpengaruh secara
signifikan terhadap return saham properti dan saham manufaktur. Deddy (2009)
menunjukkan bahwa nilai tukar dan suku bunga berpengaruh secara signifikan
terhadap nilai harga saham gabungan (IHSG).
Oleh karena itu, berdasarkan landasan teori serta didukung peneltian
sebelumnya, maka dapat disusun suatu hipotesis yang merupakan jawabab
sementara terhadap permasalahan peneltian ini adalah:
1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara nilai tukar rupiah, suku bunga (SBI)
dan jumlah uang beredar (JUB) secara bersama-sama terhadap nilai harga
saham sektor properti.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara nilai tukar rupiah terhadap nilai
harga saham sektor properti.
3. Terdapat pengaruh yang signifikan antara suku bunga SBI terhadap nilai
harga saham sektor properti.
4. Terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah uang beredar (JUB)
terhadap nilai harga saham sektor properti.
56
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan kausalitas yang
digunakan untuk memperjelaskan pengaruh variabel independen, yaitu nilai tukar
rupiah, suku bunga (SBI) dan jumlah uang beredar (JUB), terhadap variabel
dependen, yaitu nilai harga saham sektor properti. Sehingga yang menjadi ruang
lingkup dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek
Indonesia (BEI).
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder triwulan
mengenai nilai tukar rupiah, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan
jumlah uang beredar (JUB) dari tahun 2006 hingga 2011 berdasarkan ketetapan
Bank Indonesia (BI) dan Bursa Efek Indonesia (BEI).
B. Metode Penentuan Sampel
Penelitian ini di batasi untuk melihat pengaruh tiga variabel terhadap Nilai
Harga Saham Sektor Properti. Variabel-variabel tersebut yaitu Nilai Tukar, Suku
Bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar. Metode sampel yang digunakan adalah
metode penelitian historis yang bersifat Kausal-Distributif, artinya penelitian yang
dilakukan untuk menganalisis suatu keadaan yang telah lalu dan menunjukkan
arah hubungan antar variabel. Pengumpulan datanya yaitu berupa data sekunder
57
yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia dengan data perbulan selama periode
waktu 2006 sampai 2011. Kemudian setelah data tersebut diperoleh tahap
selanjutnya adalah melakukan pengujian-pengujian dengan menggunakan uji
statistik dan ekonometrik.
C. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
bersifat data time series. Data sekunder merupakan data atau informasi yang
diperoleh dari pihak kedua atau data yang dikumpulkan oleh lembaga pengumpul
data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Kuncoro, 2003:127).
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data statistik,
laporan tahunan Bank Indonesia yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI), Bursa
Efek Indonesia (BEI) serta sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan
penelitian ini dari tahun 2006 hingga 2011 dengan data bulanan.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan Metode observasi
lapangan (Library research) yaitu dengan mencari dan mengumpulkan literatur
yang terdiri dari buku-buku referensi, artikel, jurnal penelitian dan media masa
sebagai bahan pengutipan serta referensi (Akbar, 2009:57).
58
D. Metode Analisis Data
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjaun pustaka dan
kerangka pikir. Penelitian ini mencari bagaimana pengaruh antara nilai tukar, suku
bunga (SBI), jumlah uang beredar (JUB) terhadap nilai harga saham properti.
Dalam penelitian ini alat analisis yang digunakan adalah model regresi berganda
dengan metode OLS (ordinary Least Square), dengan rumusan sebagai berikut :
NHSprop = β0 + βıER + β2 SBI + β3 JUB + et..............
Dimana :
NHSprop
: Nilai Harga Saham Properti
ER
: Nilai Tukar
SBI
: Suku Bunga SBI
JUB
: Jumlah Uang Beredar
β0
: Konstanta
βı, β2, β3
: Koefisien regresi dari masing-masing variabel yang
mempengaruhi IHSProp
e
: Error term
Metode pangkat kuadrat terkecil (OLS) diperkenalkan pertama kali oleh
seorang ahli matematika dari Jerman, yaitu Carl Frederich Gaus. Metode OLS
adalah metode untuk mengestimasi suatu garis regresi dengan jalan meminimalkan
jumlah kuadrat kesalahan dari setiap observasi terhadap garis tersebut (Kuncoro,
2003:216).
59
Menurut Widarjono (2009), metode OLS adalah metode mencari nilai residual
sekecil mungkin dengan menjumlahkan kuadrat residual. Metode kuadrat terkecil
akan menghasilkan estimator yang mempunyai sifat tidak bias, linear dan
mempunyai varian yang minimum.
Sebelum melakukan interprestasi terhadap hasil regresi dari model penelitian
yang digunakan, maka terlebih dahulu kita melakukan pengujian terhadap data
penelitian tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah model tersebut
dapat dianggap relevan atau tidak. Pengujian yang dilakukan melalui uji asumsi
klasik yang meliputi uji normalitas, autokorelasi, heterokedastisitas, dan
multikolineritas. Dan juga uji statistik yang meliputi uji signifikansi paremeter
individu (uji statistik t), uji signifikan simultan (uji statistik F), dan uji koefisien
determinasi (Adjusted R Square).
E. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Linearitas
Uji ini biasanya didesain untuk menguji apakah suatu variabel penjelas
cocok atau tidak dimasukkan dalam suatu model estimasi, uji ini digunakan
untuk menguji apakah bentuk fungsi suatu model estimasi linier atau tidak
linier dengan cara melihat nilai probabilitasnya.
Untuk mengetahui suatu model linier atau tidak, dapat dilakukan dengan
cara Uji Ramsey (RESET), yaitu suatu pengujian yang dikembangkan oleh
Ramsey dengan mengembangkan uji secara umum kesalahan spesifikasi atau
60
dikenal dengan sebutan uji kesalahan spesifikasi regresi (Regression
Specification Error Test = RESET) (Widarjono, 2009:170). Dalam pengujian
Ramsey (RESET) ini, yang perlu diperhatikan adalah nilai F hitung, dengan
hipotesis :
H0 = Model tidak linier
Ha = Model linier
Apabila nilai F hitung lebih besar dari nilai F kritisnya pada α tertentu
berarti signifikan, maka hipotesis H0 diterima, artinya model kurang tepat atau
tidak linier. Sebaliknya, apabila nilai F hitung lebih kecil dari nilai F kritisnya
pada α tertentu, berarti tidak signifikan dan menolak hipotesis H0 yang
menyatakan bahwa model tidak linier.
Selain itu, Pengambilan keputusan juga dapat dilakukan dengan melihat
nilai probabilitas Obs* R2, yaitu sebagai berikut :
1.
Bila probabilitas Obs* R2 > 0,05 maka signifikan, dan menolak H0 dengan
demikian model dikatakan linier.
2.
Bila probabilitas Obs* R2 < 0,05 maka tidak signifikan dan menerima H0,
maka model tidak linier.
2. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variable pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui
bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
61
normal, jika asumsi ini dilanggar maka uji statistis menjadi tidak valid
(Ghozali, 2009).
Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi
normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang
terdistribusi normal. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada masing-masing
variabel tetapi pada nilai residualnya. Sering terjadi kesalahan yang jamak yaitu
bahwa uji normalitas dilakukan pada masing-masing variabel. Hal ini tidak
dilarang tetapi model regresi memerlukan normalitas pada nilai residualnya
bukan pada masing-masing variabel penelitian.
Langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis
H0 : model terdistribusi normal
Ha : model tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria :
- jika probabilitas OBS*R2 > 0,05
- jika probabilitas OBS*R2 < 0,05
siginifikan
tidak signifikan
H0 diterima
H0 ditolak
Artinya adalah apabila probabilitas OBS*R2 lebih besar dari 0,05 maka
model tersebut dikatakan normal. Apabila OBS*R2 lebih kecil dari 0,05 maka
model tersebut dikatakan tidak normal (Winarmo, 2009:5.37).
62
3. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel
independen saling berkolerasi maka variable-variabel ini tidak orthogonal atau
nilai korelasi antar sesama variable independen sama dengan nol (Ghozali,
2009).
Uji multikolinearitas bermaksud untuk membuktikan atau menguji ada
tidaknya hubungan linear antara variabel bebas (independent) satu dengan
variabel lainnya (Gujarati, 2006:67).
Uji miltikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah ada korelasi antara
variabel independen pada model regresi. Korelasi antara variabel independen
sebaiknya kecil ( Nisfiannoor, 2009:91). Deteksi adanya multikolinearitas:
1. Nilai R2 sangat tinggi, tetapi secara sendiri-sendiri regresi antara variabelvariabel independen tidat signifikan
2. Korelasi antar variabel-variabel independen sangat tinggi.
Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan matriks
korelasi (correlation matrix).
Langkah pengujian sebagai berikut :
63
Hipotesis
H0 : model bersifat multikonearitas
Ha : model tidak bersifat multikonearitas
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria :

apabila hubungan x1 dan x2 > 0.85
H0 diterima

apabila hubungan x1 dan x2 < 0.85
H0 ditolak
Artinya adalah apabila hubungan antara variabel x1 dan x2 lebih dari 0, 85
maka model yang tersebut memiliki sifat multikolinearitas. Apabila hubungan
antara variabel x1 dan x2 kurang dari 0,85 maka model yang tersebut tidak
memilki sifat multikolinearitas (Widarjono, 2009:106).
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokdastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain
(Ghozali, 2009).
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam sebuah
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual dari suatu pengamatan ke
pengamatan lain (Gujarati, 2006:82).
Data yang diharapkan adalah memiliki varians yang sama, dan disebut
homoskedastisitas. Sedangkan jika data tersebut memiliki varians yang berbeda
maka disebut heteroskedastisitas.
64
Pendeteksian heteroskedastisitas dapat dilakukan melalui uji white karena
uji tersebut mudah untuk diterapkan (Gujarati, 2006:94).
Langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis
H0 : model terdapat heterokesdastisitas
Ha : model tidak terdapat heterokesdastisitas
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria :
- jika probabilitas OBS*R2 > 0,05
- jika probabilitas OBS*R2 < 0,05
siginifikan
tidak signifikan
H0 ditolak
H0 diterima
Artinya adalah apabila probabilitas OBS*R2 lebih besar dari 0,05 maka
model tersebut tidak terdapat heteroskedastisitas. Apabila OBS*R2 lebih kecil
dari 0,05 maka model tersebut terdapat heteroskedastisitas (Winarmo,
2009:5.15).
5. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode t-1(sebelumnya) jika terjadi korelasi maka
dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali, 2009).
Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalan sebuah model
regresi linear ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan
kesalahan pada periode t–i (sebelumnya). Tentu saja model regresi yang baik
adalah regresi bebas dari autokerelasi (Gujarati, 2006:112).
65
Sejalan dengan keterangan lainnya yang mengatakan bahwa uji
autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t sebelumnya pada model
regresi linear yang dipergunakan. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada
problem autokorelasi. Dalam model regresi yang baik adalah tidak terjadi
korelasi (Nisfiannor, 2009:92).
Apabila data yang kita analisis mengandung autokorelasi, maka estimator
yang kita dapatkan memiliki karakteristik berikut ini: (i) Estimator metode
kuadrat terkecil masih linear, (ii) Estimator metode kuadrat terkecil masih tidak
bias, (iii) Estimator metode kuadrat terkecil tidak mempunyai varian yang
minimum. Dengan demikian autokorelasi akan menyebabkan estimator hanya
bersifat LUE, tidak lagi BLUE (Best Linear Unbias Estimate) (Winarmo,
2009:5.27).
Dalam mendeteksi permasalahan autokorelasi bisa menggunakan Uji
Breusch-Godfrey (BG). Nama lain uji ini adalah Uji lagrange-Multiplier
(Pengganda Lagrange). (Winarmo, 2007:5.29)
Langkah-langkah pengujian.
Hipotesis
H0 : model terdapat autokorelasi
Ha : model tidak terdapat autokorelasi
-. Bila prob X2 > 0.05
H0 ditolak
- Bila prob X2 < 0.05
H0 diterima
66
Artinya adalah nilai prob X2 (2) lebih besar dari 0.05 maka model dalam
penelitian terbebas masalah autokorelasi. Sebaliknya, jika nilai prob. X2 lebih
kecil dari 0.05 maka model dalam penelitian terbebas masalah autokorelasi
(Winarmo, 2009:5.30).
F. Analisis Statistik
1. Uji Statistik t (Uji Parsial)
Uji statistik t digunakan untuk menentukan apakah dua sample yang tidak
berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda. Uji statistik t dilakukan
dengan cara membandingkan perbedaan antara dua nilai rata-rata dengan
standar error dari perbedaan rata-rata dua sample (Ghozali, 2009).
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat.
Hipotesis nol (Ho) yang hendak diuji adalah apakah suatu parameter (βi) sama
dengan nol atau Ho : βi = 0, artinya apakah suatu variabel independent bukan
merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis
alternatifnya (Ha), parameter suatu variabel tidak sama dengan nol, atau: Ha : b i
≠ 0, artinya variable tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap
variabel dependen.
Uji statistik t digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen secara parsial.
Hipotesis
67
H0 : βi = 0
Tidak terdapat pengaruh signifikan antara
variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial
Ha : βi ≠ 0
Terdapat
pengaruh
signifikan
antara
variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial
Bila t hitung lebih besar daripada t tabel atau signifikannya kurang dari α = 5%
maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa terdapat pengaruh
signifikan secara parsial antara variabel independen
terhadap variabel
dependen (Gujarati, 2006:154).
2. Uji Statistik F
Uji F dilakukan untuk melihat kemaknaan dari hasil regresi tersebut. Uji F
digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen secara bersama-sama.
Hipotesis
H0 : βi = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel
independen terhadap variabel dependen secara bersamasama
Ha : βi ≠ 0
Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel
independen terhadap variabel dependen secara bersamasama
68
Bila Fhitung lebih besar daripada Ftabel atau signifikannya kurang dari α = 5%
maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa terdapat pengaruh
signifikan secara bersama-sama antara variabel independen terhadap variabel
dependen (Gujarati, 2006:193).
3. Koefisien Determinasi ( Adjusted R Square)
Digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh vaiabel independen
dalam model terhadap variable dependen. Jika nilai adjusted R square adalah
satu
berarti kemampuan fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat
dijelaskan oleh variabel independen dan tak ada variabel lain diluar model yang
menyebabkan fluktuasi variabel dependen (Singgih Santoso dalam Maysari,
2008).
4. Operasional Variable Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka pemikiran diatas, maka
variabel-variabel dalam penelitian ini bisa didefinisikan sebagai berikut:
1. Variabel tidak bebas (dependent) :
Variabel tak bebas (dependent) adalah variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (independent). Variabel
tak bebas berupa:
a.) Indeks Harga Saham Sektor PropertiNilai harga saham sektor properti
adalah keseluruhan perdagangan saham perusahaan yang termasuk
kedalam sektor properti. Data yang digunakan adalah data bulanan dari
tahun 2006 hingga 2011. Satuan yang digunakan adalah milyar.
69
2. Variable Bebas (independent) :
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahan atau timbulnya variabel tidak bebas (independent).
Variabel tidak bebas (independent) berupa:
a.) Nilai Tukar Rupiah
Niai tukar adalah perbandingan nilai dua mata uang yang berbeda
antara suatu negara dengan negara lainnya. Dalam penelitian yang
digunakan dalam nilai tukar adalah mata uang Indonesia (rupiah)
terhadap mata uang Amerika Serikat (dolar) di wilayah Indonesia
dengan menggunakan kurs tengah atas ketetapan Bank Indonesia. Data
yang digunakan tersebut adalah data bulanan dari tahun 2006 hingga
2011. Satuan yang digunakan adalah rupiah (Rp).
b) Suku bunga (SBI)
Suku bunga adalah harga yang dibayar oleh seseorang peminjam
dalam menggunakan uang peminjaman. Tingkat suku bunga dalam
penelitian ini adalah tingkat suku bunga SBI yang berada di wilayah
Indonesia. Data yang digunakan adalah data bulanan dari tahun 2006
hingga 2011. Satuan yang digunakan adalah persen (%).
c) Jumlah Uang Beredar M2 (JUB M2)
Dalam penelitian ini, yang digunakan sebagai indikator jumlah
uang beredar (JUB) adalah Indeks Harga Saham Properti yang
ditetapkan dalam laporan otoritas moneter Indonesia yaitu Bank
70
Indonesia. Data yang digunakan adalah data bulanan dari tahun 2006
hingga 2011. Satuan yang digunakan adalah milyar.
Table 3.1
Operasional Variabel
No
Variable
Simbol
Sumber data
Data
triwulan
Skala
1
Nilai Harga Saham
Sektor Properti
NHSP
Bursa Efek Indonesia
2006-2011
Rasio
2
Nilai Tukar Mata
Uang
ER
Statistik Indonesia,
Laporan Tahunan Bank
Indonesia berapa edisi
2006-2011
Rasio
3
Suku Bunga SBI
SBI
Statistik Indonesia,
Laporan Tahun Bank
Indonesia berapa edisi
2006-2011
Rasio
4
Jumlah Uang
Beredar (JUB)
JUB
Statistik
Indonesia,laporan
Tahunan Bank
Indonesia
2006-2011
Rasio
71
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah Singkat Objek Penelitian
1. Indeks Harga Saham Sektor Properti
Saham merupakan surat berharga yang paling popular dan dikenal luas
dimasyarakat, baik negara maju maupun negara sedang berkembang. Saham
juga dapat diartikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang
atau badan hukum dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham
berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah
pemilik yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan
ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan diperusahaan
tersebut (Darmaji dan Hendy, 2001:5).
Harga saham merupakan harga yang terjadi di pasar bursa pada waktu
tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar yaitu permintaan dan penawaran
pasar. Pergerakan harga saham dapat dilihat melalui indeks harga saham.
Dimana
indeks harga saham merupakan indikator utama yang
menggambarkan pergerakan harga saham. Indek harga saham (IHS) dapat
dijadikan barometer kesehatan suatu negara.
Seiring dengan meningkatnya aktivitas perdagangan, kebutuhan untuk
memberikan informasi yang lebih lengkap kepada masyarakat mengenai
perkembangan bursa, juga semakin meningkat. Salah satu informasi yang
diperlukan tersebut adalah indeks harga saham sebagai cerminan dari
72
pergerakan harga saham. Sekarang ini PT Bursa Efek Indonesia memiliki 11
jenis indeks harga saham yang secara terus menerus disebarluaskan melalui
media cetak maupun elektronik (Iskandar, 2003:89).
Investasi dalam sektor properti biasanya bersifat jangka panjang dan
pertumbuhannya sangat sensitif terhadap variabel makro ekonomi, seperti
pertumbuhan ekonomi laju inflasi atau nilai tukar rupiah, namun variabel
makro seperti suku bunga dan juga memiliki peran yang signifikan terhadap
harga saham sektor properti.
Untuk itu menurut (Almas, 2007:20) para investor yang ingin
melakukan investasi di pasar modal harus melakukan analisis terhadap
saham yang ingin dibelinya karena mengharapkan keuntungan dari dana
yang ditanamkannya dengan memperhatikan variabel-variabel makro
ekonomi.
Dalam perkembangannya sektor properti memiliki siklus yang unik
dimana pertumbuhan tertinggi selalu berkesudahan dengan krisis ekonomi
contohnya diawal tahun 1997 industri properti mencapai pertumbuhan yang
signifikan namun tak lama kemudian krisis ekonomi pada tahun 1998
menghancurkan sendi-sendi ekonomi tak terkecuali dalam industri properti,
begitu juga diakhir tahun 2007 pertumbuhan industri properti mencapai
rekor terbaru dalam satu dekade namun pada tahun 2008 krisis kembali
meruntuhkan pondasi ekonomi hal ini yang membuat para investor harus
memperhitungkan keadaan variabel makro agar tingkat keuntungan sesuai
yang diharapkan.
73
Tabel 4.1
Laju Pertumbuhan Harga Saham Sektor Properti Tahun 2006-2011
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Total
PertumbuhanHarga
saham
Properti(milyar)
1.026.786
2.430.874
1.977.205
1.605.056
2.110.775
2.492.910
Sumber: Data yang diolah
Gambar 4.1
Grafik Pertumbuhan Harga Saham Sektor Properti Tahun 2006-2011
PROPERTI
2,600,000
2,400,000
2,200,000
2,000,000
1,800,000
1,600,000
1,400,000
1,200,000
1,000,000
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: Data yang diolah
74
Berdasarkan gambar diatas memperlihatkan bahwa pertumbuhan harga
saham sektor properti mengalami pertumbuhan yang berfluktuatif. Pada
tahun 2007 merupakan periode puncak dari indeks harga saham sektor
properti mencapai 2.430.874 yang melonjak lebih dari 100% dari tahun
2006 namun pada tahun 2008 harga saham sektor properti mengalami
penurunan yang diakibatkan oleh krisis global dan penurunan harga saham
sektor properti berlanjut hingga tahun 2009 namun pada tahun 2010 harga
saham sektor properti mengalami kenaikan yang menunjukkan bahwa
kinerja ekonomi sudah membaik.
2. Nilai Tukar Mata Uang
Rayun (2007) menyatakan bahwa nilai tukar mata uang (exchange rate)
atau sering disebut kurs merupakan harga mata uang terhadap mata uang
lainnya. Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam
perekonomian terbuka mengingat pengaruh yang demikian besar bagi
neraca transaksi berjalan maupun variabel-variabel makro-ekonomi yang
lainnya.
Valuta asing (foreign exchange) adalah semua mata uang Negara yang
dapat digunakan untuk kegiatan perekonomian suatu Negara dengan Negara
lain. Misalnya mata yang Amerika serikat berupa US $, mata uang Yen dari
Jepang, dan lain sebagainya. Setiap valuta asing tersebut mempunyai harga
tertentu dalam mata uang suatu Negara lain. Misalnya US $ dengan Rp,
$1=Rp 9.600, (artinya harga 1 US $ sama dengan Rp 9.600). harga tersebut
menggambarkan berapa banyak suatu mata uang harus dipertukarkan untuk
75
memperoleh satu unit mata uang lain. Istilah lain rasio pertukaran tersebut
adalah nilai tukar (exchange rate) atau kurs valuta asing (Asfia, 2006).
Berikut rata-rata nilai tukar rupiah tahun 2006-2011:
Tabel 4.2
Tabel Rata-rata Nilai Tukar Rupiah Tahun 2006-2011
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Rata-rata nilai tukar
rupiah
(rupiah)
9.141
9.163
9.756
10.356
9.078
8.774
Sumber data yang diolah
Gambar 4.2
Grafik Nilai Tukar Mata Uang Tahun 2006-2011
KURS
10,400
10,000
9,600
9,200
8,800
8,400
8,000
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber data yang diolah
76
Berdasarkan gambar dan tabel diatas menunjukkan bahwa nilai tukar
rupiah terhadap dollar AS selalu mengalami perubahan. Pada tahun 2006
dan 2007 rupiah mengalami trend penguatan terhadap dollar AS namun
pada tahun 2008 dan 2009 nilai tukar rupiah mengalami trend pelemahan
dikarenakan kondisi ekonomi masih belum stabil akibat krisis global tetapi
pada tahun 2010 nilai rupiah terhadap dollar AS kembali mengalami trend
menguat yang menunjukkan semakin baiknya kinerja pada sektor moneter.
3. Suku Bunga SBI
Menurut Yogi (2009:3) Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
merupakan suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral untuk
mengontrol peredaran uang di masyarakat, dengan kata lain pemerintah
melakukan kebijakan moneter. Peredaran uang yang terlalu banyak
dimasyarakat akan mengakibatkan masyarakat cenderung membelanjakan
uangnya yang pada akhirnya bias berdampak pada kenaikan harga-harga
barang, yang salah satu faktor pemicu inflasi dengan menaikan bunga SBI
berarti bank-bank dan lembaga keuangan akan terdorong untuk membeli
SBI.
Tujuan penerbitan SBI adalah sebagai alat pemerintah untuk melakukan
kontraksi pasar dalam primary market dan sebagai secondary reserve dan
trading instrument dalam secondary market (untuk situasi tingkat suku
bunga turun).
77
Berikut adalah rata-rata SBI dari tahun 2006-2011 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3
Tabel Rata-rata Suku Bunga SBI Tahun 2006-2011
Tahun
Rata-rata SBI (%)
2006
11.97
2007
8.03
2008
9.39
2009
7.49
2010
6.57
2011
6.58
Sumber: Bank Indonesia
Gambar 4.3
Grafik Rata-rata Suku Bunga SBI Tahun 2006-2011
SBI
13
12
11
10
9
8
7
6
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber data yang diolah
Berdasarkan gambar dan tabel memberikan gambaran bahwa nilai ratarata pertahun suku bunga SBI dari tahun 2006-2010 selalu mengalami
perubahan. Pada tahun 2006 suku bunga SBI mencatat kenaikan paling
78
tinggi dalam lima tahun terakhir namun pada tahun 2007 suku bunga SBI
mengalami penurunan
tetapi mulai tahun 2008 suku bunga SBI selalu
mengalami penurunan hingga tahun 2010, hal ini diakibatkan oleh
pemerintah yang berusaha untuk menstabilkan moneter yang diakibatkan
oleh sentimen negatif para pelaku pasar terhadap dampak kenaikan harga
minyak dunia.
4. Jumlah Uang Beredar (JUB)
Pada peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhan secara mandiri.
Mereka memperoleh makanan dari berburu atau memakan buah-buahan.
Karena jenis kebutuhannya masih sederhana, mereka belum membutuhkan
orang lain. Masing-masing individu memenuhi kebutuhan makannya secara
mandiri. Dalam periode yang dikenal sebagai periode prabarter ini manusia
belum mengenal transaksi perdagangan atau kegiatan jual beli.
Ketika jumlah manusia semakin bertambah dan peradabannya semakin
maju, kegiatan dan interaksi antar manusiapun meningkat tajam/ ketika
itulah masing-masing individu muai tak mampu memenuhi kebutuhan
sendiri. Bisa dipahami karena ketika seseorang menghabiskan waktunya
seharian bercocok tanam pada saat bersamaan tentu ia tidak akan bisa
memperoleh garam atau ikan, menenun pakaian sendiri atau kebutuhan lain.
Pertukaran barter ini mensyaratkan adanya keinginan yang sama pada
waktu bersamaan (double coincidense of wants) dari pihak-pihak yang
melakukan pertukaran ini. Namun semakin beragam dan kompleks
kebutuhan manusia semakin sulit menciptakan situasi double concidense of
79
wants ini. Itulah sebabnya diperlukan suatu alat tukar yang dapat diterima
semua pihak. Alat tukar tersebut yang kemudian disebut uang. Pertama kali
uang dikenal dalam peradaban sumeria dan babylonia (Edwin Nasution et
al, 2006). Berikut jumlah uang beredar (JUB) tahun 2006-2011:
Tabel 4.4
Tabel Jumlah Uang Beredar (JUB) tahun 2006-2011
Tahun
2006
2007
JUB (milyar)
15.163.734
17.580.581
2008
2009
20.458.862
23.709.943
2010
26.634.685
2011
30.854.553
Sumber: data yang diolah
Gambar 4.4
Grafik Jumlah Uang Beredar (JUB) tahun 2006-2011
JUB
32,000,000
30,000,000
28,000,000
26,000,000
24,000,000
22,000,000
20,000,000
18,000,000
16,000,000
14,000,000
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber data yang diolah
80
Berdasarkan gambar dan tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah uang
beredar (JUB) bergerak dari tahun 2006-2011 secara fluktuatif namun tidak
mengalami pergerakan yang fundamental. Peningkatan tertinggi terjadi pada
tahun 2011 yang menunjukkan bahwa dampak dari krisis global sudah
mampu tertangani dengan baik oleh pemerintah.
B. Hasil dan pembahasan
Pengolahan data dilakukan secara elektronik yakni menggunakan
microsoft excel 2007 dan menggunakan pengolah data eviews 6.0 untuk
mendapatkan hasil yang dapat menjelaskan variabel-variabel yang diteliti.
Variabel bebas meliputi nilai tukar rupiah, suku bunga SBI dan jumlah uang
beredar (JUB). Variabel terikat meliputi harga saham sektor properti.
1. Hasil Uji Asumsi Klasik
a. Hasil Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel
mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini
biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi
linear.
Untuk mengetahui model linear atau tidak dengan membandingkan
nilai prob. Chi Square(1) dengan derajat kesalahan (α) yaitu 0,05.Berikut
hasil uji Ramsey RESET Test untuk menunjukkan linier atau tidak pada
model:
81
Hasil Uji Linearitas dengan Ramsey RESET Test
Tabel 4.5
F-statistic
2.466745
Log likelihood ratio
2.605233
Sumber: data sekunder yang diolah
Prob. F(1,54)
Prob. Chi-Square(1)
0.1211
0.1065
Berdasarkan hasil tabel diatas menunjukkan bahwa nilai prob. Chi
Square(1) adalah 0.1065 dan menunjukkan bahwa nilai tersebut lebih
besar dari derajat kesalahan(α) yaitu 0.1065 > 0,05 sehingga
menggambarkan jika model bersifat linier dan penelitian dapat
dilanjutkan kepengujian selanjutnya.
b. Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang
didapat mengikuti atau mendekati hukum normal baku. Variabel
independen dan variabel dependen atau keduanya mempunyai sebaran
data yang normal atau tidak, model yang baik adalah model yang
berdistribusi normal atau mendekati normal. Identifikasi terjadi atau
tidaknya permasalahan dalam pendistribusian model dapat melihat nilai
Jarque-Bera.
Untuk melihat data terdistribusi normal atau tidak yaitu jika nilai
probabilitas OBS*R2 > 0,05 maka data tersebut berdistribusi normal.
Begitupun sebaliknya, jika probabilitas OBS*R2 < 0,05 maka data
tersebut berdistribusi tidak normal.
82
Setelah data diolah dengan menggunakan aplikasi pengolah eviews
6.0 maka didapat hasil sebagai berikut:
Gambar 4.5
Histogram-Normalitas Test
20
Series: Residuals
Sample 2006M02 2011M12
Observations 71
16
12
8
4
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
-2.44e-18
-0.003906
0.183628
-0.184012
0.078906
-0.132555
2.555571
Jarque-Bera
Probability
0.792242
0.672925
0
-0.2
-0.1
-0.0
0.1
0.2
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai probabilitasnya adalah
0,672925, karena nilai 0,672925 > dari derajat kesalahan (α) 5% yaitu
0,05 maka data tersebut dinyatakan berdistribusi normal sehingga bisa
dilanjutkan kepengujian selanjutnya.
c. Hasil Uji Heteroskedasitas
Uji Heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda
disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas (Ghozali, 2006).
83
Untuk melihat terdapat masalah heteroskedasitas atau tidak dapat
dilihat nilai probabilitas OBS*R2 > 0,05, maka data tidak mengalami masalah
heteroskedasitas sebaliknya jika nilai probabilitas OBS*R2 < 0,05, maka data
mengalami heteroskedasitas.
Berikut hasil data yang diolah dengan menggunakan eviews 6.0:
Tabel 4.6
Hasil Uji Heteroskedasitas
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS
1.542975
13.16603
9.119008
Prob. F(9,49)
Prob. Chi-Square(9)
Prob. Chi-Square(9)
0.1535
0.1552
0.4264
Sumber: Data sekunder yang diolah
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat nilai OBS*R adalah 0.1552,
karena nilai 0.1552 > dari derajat kesalahan (α) 5% yaitu 0,05, maka model
tidak mengalami gejala heteroskedasitas sehingga penelitian dapat dilanjutkan
kepengujian selanjutnya.
d.
Hasil Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
independen (Ghozali, 2006).
Keadaan ini hanya terjadi pada regresi linear berganda karena jumlah
variabel independen lebih dari satu sedangkan pada kasus regresi
sederhana, tidak mungkin adanya kasus multikolinieritas karena variabel
independennya hanya terdiri dari satu variabel. Namun jika data masih
84
terdapat
gejala
multikolineritas
data
dapat
diperbaiki
dengan
menggunakan transformasi variabel ke dalam bentuk differensi pertama.
Apabila hubungan diantara variabel bebas yang satu dengan yang
lainnya
diatas
0,85
maka
dapat
dipastikan
terdapat
gejala
multikolinearitas. Berikut hasil setelah diolah dengan eviews 6.0:
Tabel 4.7
Hasil Korelasi Uji Multikolinearitas
LNKURS
SBI
LNJUB
LNKURS
1.000000
0.178845
-0.052158
SBI
0.178845
1.000000
-0.837143
LNJUB
-0.052158
-0.837143
1.000000
Sumber: Data sekunder yang diolah
Terlihat dari tabel diatas nilai korelasi variabel independen hanya
mencapai 0.837143, karena nilai 0.837143 < 0,85 maka diputuskan tidak
terjadi gejala multikolinearitas sehingga dapat dilanjutkan ke pengujian
selanjutnya.
e. Hasil Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah terdapat
hubungan residual antar waktu pada model penelitian yang digunakan
sehingga estimasi menjadi bias.
Uji Breusch-Godfrey dapat digunakan untuk mengidentifikasi
terjadinya masalah autokorelasi atau tidak, jika nilai probabilitas (X2)
lebih besar dari nilai signifikan α=5% (0,05) maka model penelitian
terbebas dari masalah autokorelasi dan sebaliknya jika nilai probabilitas
85
lebih besar dari nilai signifikan α=5% (0,05) maka model penelitian
mengalami masalah autokorelasi.
Berikut hasil aotokorelasi dengan menggunakan eviews 6.0:
Tabel 4.8
Hasil Uji Autokorelasi dengan Uji Breusch-Godfrey
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
0.220400
Prob. F(2,53)
0.8028
Prob. ChiObs*R-squared
0.478246
Sumber: Data sekunder yang diolah
Square(2)
0.7873
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa nilai prob. Chi Square
(X2) adalah sebesar 0,7873 karena nilai prob. Chi Square (X2) lebih besar
dibandingkan (α) yaitu 0,7873 > 0.05, maka menyatakan bahwa model
penelitian ini terbebas dari permasalahan autokorelasi.
2. Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS)
Hasil
estimasi
mempengaruhi
harga
hubungan
saham
antara
sektor
variabel-variabel
properti
dilakukan
yang
melalui
pendekatan OLS dengan menggunakan transformasi variabel ke dalam
bentuk differensi pertama agar data bersifat stasioner yang ditampilkan
pada tabel berikut:
86
Tabel 4.9
Hasil Olah Data dengan Metode OLS
Dependent Variable: D(LNPROP)
Method: Least Squares
Date: 07/02/13 Time: 22:27
Sample (adjusted): 2006M02 2011M12
Included observations: 71 after adjustments
D(LNKURS)
D(SBI)
D(LNJUB)
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
-0.877516
-0.080405
0.390839
0.300580
0.029115
0.556496
-2.919413
-2.761624
0.702322
0.0048
0.0074
0.4849
0.004304
0.011989
0.359030
0.000118
0.7207
C
Prob(F-statistic)
Adjusted R-squared
0.231913
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari tabel diatas maka dapat disusun persamaan regresi linier berganda
sebagai berikut:
IHSprop = 0.004304 - 0.877516 - 0.080405 + 0.390839 + et
Dengan nilai konstanta sebesar 0.004304 dapat diartikan bahwa apabila
semua variabel bebas yang diuji dianggap konstan atau tidak mengalami
perubahan maka jumlah harga saham sektor properti sebesar 0.004304.
Berdasarkan tabel diatas dapat memberikan gambaran bahwa melalui
hasil regresi berganda dengan menggunakan OLS menunjukkan hasil
sebagai berikut:
a. Uji Statistik t (Uji Parsial)
Uji t-statistik mampu menunjukkan seberapa besar pengaruh satu
variabel independen secara individual dalam menjelaskan variabel
87
dependen dengan melihat nilai probabilitas dan derajat kepercayaan yang
ditentukan dalam penelitian dengan kriteria pengujian sebesar α = 0.05.
Hipotesis
Ho: βi = 0
Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel
independen terhadap variabel dependen secara
parsial
Ha : βi ≠ 0
Terdapat
pengaruh
signifikan
antara
variabel
independen terhadap variabel dependen secara
parsial
Dari hasil regresi linear berganda dapat memperlihatkan hasil uji tstatistik sebagai berikut:
1. Pengaruh t-statistik untuk variabel nilai tukar
Variabel nilai tukar pada tabel 4.9 mempunyai nilai signifikan
sebesar 0.0048 dan nilai koefisiennya sebesar -0.877516. Penelitian ini
alpha (α) yang digunakan adalah 5% (0.05). Variabel nilai tukar
rupiah mempunyai nilai signifikan lebih kecil dibandingkan alpha (α)
yaitu 0.0048 < 0.05, maka memberikan penjelasan bahwa variabel
nilai tukar rupiah mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel
indeks harga saham sektor properti. Sedangkan nilai koefisien yang
bertanda negatif (-) dapat diartikan bahwa variabel nilai tukar rupiah
berpengaruh secara negatif terhadap variabel nilai saham sektor
properti, dengan demikian menolak Ho dan menerima Ha. Hal ini
didukung oleh penelitian Prakarsa dan Kusuma (2008).
88
2. Pengaruh t-statistik untuk variabel suku bunga SBI
Variabel suku bunga SBI pada tabel 4.9 mempunyai nilai
signifikan sebesar 0.0074 dan nilai koefisiennya sebesar -0.080405.
Penelitian ini alpha (α) yang digunakan adalah 5% (0.05). Variabel
suku bunga SBI mempunyai nilai signifikan lebih kecil dibandingkan
alpha (α) yaitu 0.0074 < 0.05, maka memberikan penjelasan bahwa
variabel suku bunga SBI mempunyai pengaruh signifikan terhadap
variabel indeks harga saham sektor properti. Sedangkan nilai koefisien
yang bertanda negatif (-) dapat diartikan bahwa variabel suku bunga
SBI berpengaruh secara negatif terhadap variabel indeks harga saham
sektor properti, dengan demikian menolak Ho dan menerima Ha. Hal
ini didukung oleh penelitian Thobarry (2009) yang menyatakan bahwa
SBI tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai saham sektor
properti
3. Pengaruh t-statistik untuk variabel pertumbuhan JUB
Variabel pertumbuhan JUB pada tabel 4.9 mempunyai nilai
signifikan sebesar 0.4849 dan nilai koefisiennya sebesar 0.390839.
Penelitian ini alpha (α) yang digunakan adalah 5% (0.05). Variabel
pertumbuhan
JUB
mempunyai
nilai
signifikan
lebih
besar
dibandingkan alpha (α) yaitu 0.4849 > 0.05, maka memberikan
penjelasan bahwa variabel JUB mempunyai pengaruh tidak signifikan
terhadap variabel nilai saham sektor properti, dengan demikian
89
menerima Ho dan menolak Ha. Hal ini didukung oleh penelitian
Oksiana dan Musdholifah (2007).
b. Uji Statistik F
Pengujian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat pengaruh
yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen
secara bersama-sama dengan kriteria tingkat signifikan (α)=0.05.
Hipotesis
Ho : βi = 0
Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
variebel independen terhadap variabel dependen
secara bersama-sama
Ha : βi ≠ 0
Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel
independen terhadap variabel dependen secara
bersama-sama
Berdasarkan tabel 4.9, terlihat hasil signifikansi adalah 0.000118,
karena nilai signifikan 0.000118 < 0.05 yang berarti menunjukkan jika
Ho ditolak dan menerima Ha serta dapat disimpulkan bahwa variabel
KURS (nilai tukar), SBI (suku bunga) dan JUB (jumlah uang beredar)
secara nyata dan bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap
NHSPROP ( harga saham sektor properti).
c. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi ini menunjukkan seberapa besar variabel
independen mempengaruhi variabel dependen dalam sebuah model
dalam suatu penelitian. Hasil dari tabel 4.9 menunjukkan bahwa adjusted
90
R square yang diperoleh dari hasil estimasi adalah sebesar 0.231913 dan
hal ini menunjukkan bahwa 23% dari variasi indeks harga saham sektor
properti mampu dijelaskan oleh variabel KURS, SBI dan JUB sedangkan
sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
C. Interpretasi ekonomi
1. Nilai Tukar Rupiah
Berdasarkan hasil olah data yang didapat menunjukkan bahwa nilai
tukar berpengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks harga saham
sektor properti dimana nilai koefisien yang didapat adalah sebesar 0.877516 dapat diartikan jika peningkatan nilai tukar sebesar 1% maka
akan pertumbuhan nilai harga saham properti sebesar -0.877516 %.
Pergerakan fluktuatif dari nilai tukar mampu mempengaruhi harga
saham sektor properti, terdepresiasinya nilai tukar pada tahun 2006, 2007
dan 2008 ikut mendongkrak dari pertumbuhan nilai harga saham properti,
hal ini sesuai dengan hasil diatas karena disaat nilai tukar rupiah
terdepresiasi terhadap dolar AS maka secara otomatis para pelaku ekonomi
atau investor menerapkan kehati-hatian dalam melakukan perdagangan pada
pasar saham yang secara langsung juga menurunkan perdagangan harga
saham sektor properti.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prakarsa dan
Kusuma (2008) bahwa kurs rupiah terhadap dolar AS memiliki pengaruh
yang negatif dan signifikan terhadap harga saham. Dimana menguatnya kurs
91
rupiah terhadap dolar AS merupakan sinyal positif bagi perekonomian.
Menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menurunkan biaya
produksi terutama biaya impor bahan baku, maka hal ini memberikan
dampak positif pada laba perusahaan yang akhrinya menaikkan pendapatan
dari per lembar saham.
Hubungan yang negatif tersebut mengindikasikan bahwa hubungan kurs
rupiah dan harga saham berlawanan arah, artinya semakin kuat kurs rupiah
(nominal rupiah turun) terhadap dolar AS maka akan meningkatkan harga
saham, dan sebaliknya.
2. Suku bunga SBI
Berdasarkan hasil olah data yang didapat menunjukkan bahwa suku
bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai saham sektor
properti dimana nilai koefisien yang didapat adalah sebesar -0.080405 dapat
diartikan jika peningkatan suku bunga SBI sebesar 1% maka akan
pertumbuhan nilai harga saham properti sebesar -0.080405%.
Dalam perkembangannya suku bunga SBI selalu mengalami nilai yang
berfluktuatif dan pada tahun 2006 suku bunga SBI mencatat nilai paling
tinggi yaitu 11.97% dan di lain sisi pertumbuhan harga saham sektor
properti hanya berkisar di angka 1.026.789 milyar namun pada tahun 2007
pertumbuhan nilai harga saham properti cukup menjanjikan dibarengi
dengan turunnya suku bunga SBI pada tahun tersebut, begitu pula pada
tahun 2009 dan 2010 saat suku bunga mengalami penurunan maka
pertumbuhan nilai harga saham properti akan meningkat, hal ini
92
menunjukkan bahwa dapat dipastikan jika suku bunga SBI memiliki
pengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai saham sektor properti.
Hal ini didukung oleh penelitian Thobarry (2009) yang menyatakan
bahwa SBI berpengaruh secara signifikan terhadap nilai saham sektor
properti
3. Jumlah Uang Beredar (JUB)
Tidak berpengaruhnya jumlah uang beredar cenderung dikarenakan
mengalami peningkatan namun peningkatan ini lebih banyak didominasi
oleh tingginya beban biaya bunga simpanan yang dikapitalisasi dan ekspansi
pada beberapa komponen tagihan bersih kepada pemerintah terutama
pembayaran dalam rangka program penjaminan terhadap kewajiban
perbankan dan pembayaran kupon obligasi rekapitalisasi bank.
Sehingga peningkatan jumlah uang beredar yang benar-benar dipegang
oleh masyarakat sangat kecil dan tidak berpengaruh sama sekali terhadap
peningkatan harga saham karena tidak ada tambahan dana yang ada di
masyarakat yang dapat digunakan untuk investasi di pasar modal. Hal ini
didukung oleh penelitian Oksiana dan Musdholifah (2007). Para pelaku
ekonomi di pasar modal masih terbatas pada para pengusaha yang memiliki
akses dan informasi ke untuk masuk ke pasar modal sehingga kenaikan
Jumlah Uang Beredar pada masyarakat tak menyentuh hingga pasar modal.
93
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti pada bab
sebelumnya, maka peneliti mengambil kesimpulan dari penelitian yang
dilakukannya tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Berdasarkan pengujian secara bersama-sama dengan menggunakan uji F
menunjukkan bahwa variabel independen nilai tukar, suku bunga SBI, dan
jumlah uang beredar (JUB) secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen nilai harga saham sektor properti (NHSprop).
Dimana nilai adjusted R Squarenya sebesar 23%, berarti variabel nilai
tukar, suku bunga SBI, dan jumlah uang beredar secara simultan
mempengaruhi indeks harga saham sektor properti sebesar 23%.
2. Berdasarkan pengujian secara parsial dengan menggunakan uji t terhadap
faktor-faktor yang mempengaruhi nilai harga saham sektor properti
(NHSprop) di Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Pertumbuhan nilai tukar berpengaruh signifikan dan negatif terhadap
pertumbuhan nilai harga saham sektor properti (NHSprop) di Indonesia.
Dimana nilai koefisiennya adalah -0.877516. Jika penguatan nilai tukar
sebesar 1 satuan maka akan mengurangi nilai harga saham sektor keuangan
sebesar 0.877516 Rupiah.
b. Pertumbuhan suku bunga SBI berpengaruh signifikan dan negatif terhadap
pertumbuhan nilai harga saham sektor properti (NHSprop) di Indonesia.
94
Dimana nilai koefisiennya adalah -0.080405. Jika penguatan nilai tukar 1%
maka akan mengurangi nilai harga saham sektor properti sebesar 0.080405
rupiah.
c. Pertumbuhan Jumlah Uang Beredar tidak berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan nilai harga saham sektor properti (NHSprop) di
Indonesia. Tidak berpengaruhnya jumlah uang beredar cenderung
dikarenakan mengalami peningkatan namun peningkatan ini lebih banyak
didominasi oleh tingginya beban biaya bunga simpanan yang
dikapitalisasi dan ekspansi pada beberapa komponen tagihan bersih
kepada pemerintah terutama pembayaran dalam rangka program
penjaminan terhadap kewajiban perbankan dan pembayaran kupon
obligasi rekapitalisasi bank. Sehingga peningkatan jumlah uang beredar
yang benar-benar dipegang oleh masyarakat sangat kecil dan tidak
berpengaruh sama sekali terhadap peningkatan harga saham karena tidak
ada tambahan dana yang ada di masyarakat yang dapat digunakan untuk
investasi di pasar modal.
B. Saran
1. Pertumbuhan saham di Indonesia merupakan cerminan dari keadaan
ekonomi apakah sedang baik atau buruk yang mampu mempengaruhi semua
sendi-sendi ekonomi di Indonesia untuk itu dibutuhkan perhatian yang lebih
dari pemerintah untuk selalu menjaga kestabilan ekonomi makro yang
secara langsung mampu mempengaruhi pertumbuhan saham di pasar modal.
95
Jika kestabilan ekonomi makro tercapai maka dapat dipastikan pertumbuhan
saham di pasar modal akan meningkat dan mampu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
2. Nilai tukar memiliki peran terhadap keuntungan suatu perusahaan tak
terkecuali terhadap pasar modal. Fluktuasi nilai tukar yang stabil akan
sangat mempengaruhi iklim investasi di dalam negri, khususnya pasar
modal. Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dolar misalnya, akan
memberikan dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia
di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi,
secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca
perdagangan, karena menurunnya nilai impor dibandingkan dengan nilai
ekspor. Seterusnya, akan berpengaruh pula kepada neraca pembayaran
Indonesia yang meningkat karena lebih besar ekspor dariada impor yang
selanjutnya menimbulkan dampak positif terhadap perdagangan saham di
pasar modal.
3. Berfluktuatifnya suku bunga mampu mempengaruhi para investor untuk
berinvestasi karena suku bunga memiliki peranan yang penting dalam
perekonomian termasuk di pasar modal, namun kenaikan atau penurunan
suku bunga tidak terlalu sering dilakukan karena para investor akan
mengurungkan niatnya untuk berinvestasi jika suku bunga terlalu sering
bergejolak, pemerintah harus jeli melihat keadaan pasar untuk menentukan
kapan suku bunga harus ditingkatkan atau diturunkan agar para investor
96
mampu memprediksi keadaan ekonomi di masa depan dan mampu secara
cepat berinvestasi.
4. Melihat pentingnya jumlah uang beredar yang menentukan masyarakat
dalam berkonsumsi, investasi, dan produksi yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada perekonomian di dalam negri. Namun dalam penelitian
ini memperlihatkan jika jumlah uang beredar tidak mempengaruhi nilai
harga saham sektor properti karena tingginya beban biaya bunga simpanan
yang dikapitalisasi dan ekspansi pada beberapa komponen tagihan bersih
kepada pemerintah terutama pembayaran dalam rangka program penjaminan
terhadap
kewajiban
perbankan
dan
pembayaran
kupon
obligasi
rekapitalisasi bank mengakibatkan jumlah uang beredar (JUB) riil pada
masyarakat tak mengalami kenaikan.
5. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain adanya krisis
gobal pada waktu periode pengamatan yang dikhawatirkan akan
mempengaruhi hasil penelitian lalu variabel yang digunakan dalam
penelitian ini masih terbatas sedangkan masih banyak variabel lain yang
dapat berpengaruh pada harga saham sektor properti serta periode waktu
yang terbatas. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian
disetiap sektor yang ada dipasar modal sehingga hasil yang diperoleh
semakin baik.
97
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia. Laporan Tahunan Bank Indonesia. 2006-2010
____________, Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. 2006-2010
Bursa Efek Indonesia. 2010. Buku Panduan indeks harga saham Bursa efek
Indonesia. 2010
Case dan Fair. 2004. Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro, ed-5. Jakarta: PT Indeks
Catherine S F Ho, 2008. Domestic Macroeconomic Fundamentals and World
Stock Market Effects on ASEAN Emerging Market. Jurnal Institute Of
Bisnis Excellen & Fakulty Of Bisnis Management, University
Technologi Mara Shah Alam 40450 Selangor, Malaysia.
Darmawi, Herman. 2006. Pasar Finasial dan Lembaga-Lemabaga Finasial.
Jakarta : PT Bumi Aksara.
Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan SPSS. Badab
Penerbit Universitas Dipenegoro, Semarang.
Gujarati, Damodar. 1999. Ekonometrika Dasar, Jakarta: Erlangga
Halim, Abdul.2005. Analisis Investasi, edisi kedua. Jakarta salemba empat.
Mauliano, Deddy Azhar. 2009. Analisis factor-Faktor yang mempengaruhi
pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Buursa Efek
Indonesia. Jurnal FE Unversitas Gunadarma.
Meta, Rayun 2007. Perbedaan Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga dan Nilai
Tukar Rupiah/us dollar Terhadap Return Saham (studi kasus pada
saham manufaktur dan properti di bursa efek Indonesia) periode 20002005.
Muhammad, Naeem.2001. Stock Price and Exchange Rate: Are They Related?
Evidence From South Asian Countries.
Oksiana dan Musdholifah, 2007. Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap
Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia.
99
Permana, yogi. 2009. Pengaruh Fundamental Keuangan, tingkat Bunga dan
Tingkat Inflasi Terhadap Pergerakan Harga Saham (Studi Kasus
Perusahaan semen yang terdaftar di BEI). Jurnal Akuntansi-Unversitas
Gunadarma, September 2009.
Pohan, Aulia. 2008. Kerangka Kebijakan Moneter & Implemantasinya di
Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Prakarsa dan Kusuma, 2008. Anailsis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Kurs
tengah BI, Tingkat inflasi, dan Indeks Saham Dow Jones di New York
Stock Exchange dalam memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan Di
bursa Efek Jakarta. Jurnal Ekonomi/Tahun XIII, No. 03, November
2008.
Sukirno, Sadono. 2000. Pengantar Teori Makro Ekonomi.-ed.2. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Thobarry, Ahmad. Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Suku Bunga, Laju Inflasi dan
Pertumbuhan GDP Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti
(kajian empiris pada bursa efek Indonesia) periode 2000-2008.
Widarjono, agus.2009.”Ekonometrika: teori dan aplikasi untuk ekonomi dan
bisnis. yogyakarta: ekonosia FE UII
Winarmo, W wahyu. 2009, Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya.
Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Managemen YKPN
Widarjono, Agus. 2005. Ekonometrika : Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan
Bisnis, Edisi Pertama, Cet I. Yogyakarta : Ekonosia
____________,. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika, ed-3, jilid 1. Jakarta:Erlangga
____________,.2006. Dasar-Dasar Ekonometrika, ed-3, jilid 2. Jakarta:Erlangga
100
LAMPIRAN 1:
DATA PENELITIAN
Tahun
Kurs
SBI
2006.1
NHSPro
70.484.000.000.000
JUB
9083.00
12.75
1.194.939.000.000.000
2006.2
71.330.000.000.000
8828.00
12.74
1.197.771.000.000.000
2006.3
79.331.000.000.000
9054.00
12.73
1.198.748.000.000.000
2006.4
77.433.000.000.000
9186.00
12.74
1.197.122.000.000.000
2006.5
77.942.000.000.000
9410.00
12.50
1.241.866.000.000.000
2006.6
88.956.000.000.000
9137.00
12.50
1.257.785.000.000.000
2006.7
81.352.000.000.000
9103.00
12.25
1.252.815.000.000.000
2006.8
78.985.000.000.000
9100.00
11.75
1.274.084.000.000.000
2006.9
83.775.000.000.000
9235.00
11.25
1.294.745.000.000.000
2006.10
90.316.000.000.000
9110.00
10.75
1.329.426.000.000.000
2006.11
103.964.000.000.000
9165.00
10.25
1.341.940.000.000.000
2006.12
122.918.000.000.000
9020.00
9.72
1.382.493.000.000.000
2007.1
123.101.000.000.000
9090.00
9.50
1.367.957.000.000.000
2007.2
136.185.000.000.000
9160.00
9.25
1.369.244.000.000.000
2007.3
143.243.000.000.000
9118.00
9.00
1.379.237.000.000.000
2007.4
168.687.000.000.000
9395.00
9.00
1.385.715.000.000.000
2007.5
201.037.000.000.000
9230.00
8.75
1.396.069.000.000.000
2007.6
211.718.000.000.000
9075.00
8.50
1.454.578.000.000.000
2007.7
247.207.000.000.000
8775.00
8.25
1.474.769.000.000.000
2007.8
225.648.000.000.000
9220.00
8.25
1.493.051.000.000.000
2007.9
242.834.000.000.000
9300.00
8.25
1.516.884.000.000.000
2007.10
247.309.000.000.000
9070.00
8.25
1.533.845.000.000.000
2007.11
232.089.000.000.000
9376.00
8.25
1.559.569.000.000.000
2007.12
251.816.000.000.000
9419.00
8.00
1.649.663.000.000.000
2008.1
229.563.000.000.000
9291.00
8.80
1.596.564.000.000.000
2008.2
229.517.000.000.000
9051.00
7.94
1.603.751.000.000.000
2008.3
195.603.000.000.000
9217.00
7.94
1.595.390.000.000.000
2008.4
177.721.000.000.000
9234.00
7.99
1.611.691.000.000.000
2008.5
184.272.000.000.000
9318.00
8.26
1.641.733.000.000.000
2008.6
168.528.000.000.000
9225.00
8.69
1.703.381.000.000.000
2008.7
174.699.000.000.000
9118.00
9.21
1.686.050.000.000.000
2008.8
164.414.000.000.000
9153.00
9.27
1.682.811.000.000.000
2008.9
142.421.000.000.000
9378.00
9.57
1.778.139.000.000.000
2008.10
101.346.000.000.000
10995.00
10.75
1.812.490.000.000.000
2008.11
105.632.000.000.000
12151.00
11.24
1.851.023.000.000.000
2008.12
103.489.000.000.000
10950.00
10.85
1.895.839.000.000.000
Bersambung pada halaman berikutnya
101
DATA PENELITIAN
Tahun
Kurs
SBI
2009.1
NHSPro
96.026.000.000.000
JUB
11355.00
9.96
1.874.145.000.000.000
2009.2
96.558.000.000.000
11980.00
8.71
1.900.208.000.000.000
2009.3
99.742.000.000.000
11575.0
8.31
1.916.752.000.000.000
2009.4
112.318.000.000.000
10713.00
7.72
1.912.623.000.000.000
2009.5
130.986.000.000.000
10340.00
7.26
1.927.070.000.000.000
2009.6
144.787.000.000.000
10225.00
6.98
1.977.533.000.000.000
2009.7
159.975.000.000.000
9920.00
6.73
1.963.180.000.000.000
2009.8
157.959.000.000.000
10060.00
6.60
1.995.294.000.000.000
2009.9
162.285.000.000.000
9681.00
6.48
2.018.031.000.000.000
2009.10
153.985.000.000.000
9545.00
6.48
2.021.517.000.000.000
2009.11
143.635.000.000.000
9480.00
6.48
2.062.206.000.000.000
2009.12
146.800.000.000.000
9400.00
6.46
2.141.384.000.000.000
2010.1
153.491.000.000.000
9502.00
6.50
2.108.857.000.000.000
2010.2
150.231.000.000.000
9382.00
6.50
2.066.481.000.000.000
2010.3
166.378.000.000.000
9318.00
6.50
2.112.083.000.000.000
2010.4
182.123.000.000.000
9127.00
6.50
2.116.024.000.000.000
2010.5
154.504.000.000.000
9021.00
6.50
2.143.234.000.000.000
2010.6
163.384.000.000.000
9330.00
6.50
2.231.144.000.000.000
2010.7
168.259.000.000.000
9033.00
6.50
2.217.589.000.000.000
2010.8
170.904.000.000.000
9052.00
6.50
2.236.459.000.000.000
2010.9
192.768.000.000.000
8982.00
6.50
2.274.955.000.000.000
2010.10
202.413.000.000.000
8964.00
6.50
2.308.846.000.000.000
2010.11
203.223.000.000.000
8925.00
6.50
2.347.807.000.000.000
2010.12
203.097.000.000.000
8960.00
6.50
2.471.206.000.000.000
2011.1
179.288.000.000.000
9057.00
6.50
2.436.679.000.000.000
2011.2
179.398.000.000.000
8823.00
6.75
2.420.191.000.000.000
2011.3
194.239.000.000.000
8709.00
6.75
2.451.357.000.000.000
2011.4
208.419.000.000.000
8574.00
6.75
2.434.478.000.000.000
2011.5
209.389.000.000.000
8537.00
6.75
2.475.286.000.000.000
2011.6
207.438.000.000.000
8597.00
6.75
2.522.784.000.000.000
2011.7
228.979.000.000.000
8508.00
6.75
2.564.556.000.000.000
2011.8
203.415.000.000.000
8578.00
6.75
2.621.346.000.000.000
2011.9
205.589.000.000.000
8823.00
6.75
2.643.331.000.000.000
2011.10
215.084.000.000.000
8835.00
6.50
2.677.787.000.000.000
2011.11
229.233.000.000.000
9170.00
6.00
2.729.538.000.000.000
2011.12
232.439.000.000.000
9068.00
6.00
2.877.220.000.000.000
102
LAMPIRAN 2:
HASIL UJI LINEARITAS
Ramsey RESET Test:
F-statistic
Log likelihood ratio
1.148146
1.224507
Prob. F(1,66)
Prob. Chi-Square(1)
0.2878
0.2685
Test Equation:
Dependent Variable: D(PROP)
Method: Least Squares
Date: 12/19/12 Time: 01:08
Sample: 2006M02 2011M12
Included observations: 71
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(ER)
D(SBI)
D(JUB)
C
FITTED^2
-9.31E+09
-1.16E+13
0.042341
9.01E+11
-1.48E-14
4.96E+09
4.92E+12
0.045967
2.12E+12
1.38E-14
-1.877039
-2.357831
0.921102
0.425812
-1.071516
0.0649
0.0214
0.3604
0.6716
0.2878
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.216442
0.168953
1.35E+13
1.21E+28
-2244.870
4.557781
0.002601
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
2.28E+12
1.48E+13
63.37662
63.53596
63.43999
1.973229
103
LAMPIRAN 3:
HASIL UJI NORMALITAS
10
Series: Residuals
Sample 2006M02 2011M12
Observations 71
8
6
4
2
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
0.000206
-9.24e+11
2.82e+13
-3.19e+13
1.32e+13
-0.157079
2.833203
Jarque-Bera
Probability
0.374278
0.829329
0
-2.5e+13
-1.3e+13
0.00000
1.3e+13
2.5e+13
104
LAMPIRAN 4:
HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS
0.639218
6.118987
4.994512
Prob. F(9,61)
Prob. Chi-Square(9)
Prob. Chi-Square(9)
0.7591
0.7280
0.8348
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 12/19/12 Time: 01:07
Sample: 2006M02 2011M12
Included observations: 71
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
D(ER)
(D(ER))^2
(D(ER))*(D(SBI))
(D(ER))*(D(JUB))
D(SBI)
(D(SBI))^2
(D(SBI))*(D(JUB))
D(JUB)
(D(JUB))^2
2.05E+26
1.65E+23
1.80E+20
-1.70E+23
-5.43E+09
6.35E+25
-1.52E+26
1.51E+12
1.96E+11
-0.009498
3.97E+25
1.56E+23
1.79E+20
2.39E+23
4.29E+09
1.20E+26
1.68E+26
3.10E+12
1.43E+12
0.014361
5.170828
1.059381
1.008899
-0.712615
-1.266726
0.529672
-0.903874
0.486989
0.136666
-0.661339
0.0000
0.2936
0.3170
0.4788
0.2101
0.5983
0.3696
0.6280
0.8917
0.5109
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.086183
-0.048643
2.42E+26
3.56E+54
-4408.536
0.639218
0.759147
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.73E+26
2.36E+26
124.4658
124.7845
124.5925
1.705578
105
LAMPIRAN 5:
HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS
D(ER)
D(SBI)
D(JUB)
D(ER)
1.000000
0.317165
0.101203
D(SBI)
0.317165
1.000000
0.005747
D(JUB)
0.101203
0.005747
1.000000
LAMPIRAN 6:
HASIL UJI AUTOKORELASI
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
0.416718
0.898844
Prob. F(2,65)
Prob. Chi-Square(2)
0.6610
0.6380
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 12/19/12 Time: 01:07
Sample: 2006M02 2011M12
Included observations: 71
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(ER)
D(SBI)
D(JUB)
C
RESID(-1)
RESID(-2)
53120193
4.83E+11
-0.006084
1.97E+11
0.017383
0.113176
5.11E+09
4.97E+12
0.046912
2.02E+12
0.130224
0.126195
0.010391
0.097048
-0.129687
0.097637
0.133482
0.896832
0.9917
0.9230
0.8972
0.9225
0.8942
0.3731
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.012660
-0.063289
1.37E+13
1.21E+28
-2245.030
0.166687
0.973935
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.000206
1.32E+13
63.40930
63.60051
63.48533
2.025008
106
LAMPIRAN 7:
Hasil Uji Regresi dengan Metode OLS
Dependent Variable: D(PROP)
Method: Least Squares
Date: 12/19/12 Time: 01:05
Sample (adjusted): 2006M02 2011M12
Included observations: 71 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(ER)
D(SBI)
D(JUB)
C
-1.07E+10
-1.23E+13
0.041436
1.23E+11
4.80E+09
4.87E+12
0.046010
1.99E+12
-2.220443
-2.534719
0.900569
0.061920
0.0298
0.0136
0.3710
0.9508
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.202811
0.167116
1.35E+13
1.23E+28
-2245.482
5.681763
0.001580
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
2.28E+12
1.48E+13
63.36570
63.49317
63.41639
1.958359
107
Download