Analisis Hubungan Program Pos Gizi Dengan Kejadian Malnutrisi Pada Balita Di Kota Tangerang Gizella*, Dany Hilmanto**, Dedi Rachmadi, *** * Program Studi Magister Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran *** Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran ** Abstrak Kelompok yang rentan terhadap malnutrisi adalah balita, dimana WHO menyebutkan pada tahun 2002 kematian bayi dan balita akibat gizi kurang dan gizi buruk sebesar 54%. Di Indonesia prevalensinya mengalami peningkatan dari 17,9% pada tahun 2010 menjadi 19,6% pada tahun 2013, di kota Tangerang terdapat 1,43% balita yang mengalami gizi buruk pada tahun 2013. Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian malnutrisi pada balita, dan salah satu variabel yang paling dominan adalah perilaku ibu dalam pola asuh balita. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara valid hubungan antara program pos gizi yang meliputi perilaku pemberian makan, perilaku kebersihan balita, perilaku mencari pelayanan kesehatan dan perilaku pengasuhan balita dengan kejadian malnutrisi pada balita. Merupakan penelitian kuantitatif, cross sectional dengan model prediksi. Menggunakan data primer, dianalisa secara univariat, bivariat, dan multivariat. Sampel diambil secara total sampling sebanyak 60 balita yang mengalami malnutrisi di kota Tangerang. Hasilnya dari 60 balita yang mengalami malnutrisi sebanyak 12 balita (20%) mengalami malnutrisi berat dan sisanya 48 balita (80%) mengalami malnutrisi sedang. Ada hubungan antara perilaku pemberian makan dan perilaku mencari pelayanan kesehatan dengan malnutrisi pada balita. Dimana variabel perilaku pemberian makan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi malnutrisi pada balita dengan OR 4,655 (CI 1,052-20,6) setelah dikontrol oleh variabel perilaku mencari pelayanan kesehatan. Perbaikan dalam pemberian makan dan pencarian pelayanan kesehatan diharapkan mampu memperbaiki dan menurunkan malnutrisi pada balita. Kata Kunci: Program Pos Gizi, Malnutrisi, Balita Relationship Hearth Program With Genesis Malnutrition Analysis In Toddlers In the city of Tangerang Abstract Those most vulnerable to malnutrition is a toddler, the WHO said in 2002 infant and child mortality due to malnutrition and malnutrition by 54%. In Indonesia, the prevalence increased from 17.9% in 2010 to 19.6% in 2013, in the city of Tangerang contained 1.43% children suffering from severe malnutrition in 2013, Many factors affect the incidence of malnutrition in children under five, and one of the most dominant variable is the behavior of the mother in parenting toddler. This study aims to prove a valid connection between the post nutritional program that includes feeding, hygiene behavior of young children, health-seeking behavior and the behavior of parenting a toddler with the incidence of malnutrition in infants. A quantitative study, cross 1 sectional with predictive models. Using primary data, analyzed using univariate, bivariate, and multivariate analyzes. Samples taken by total sampling as many as 60 children under five suffering from malnutrition in the city of Tangerang. The result of the 60 children who suffered from malnutrition as many as 12 children (20%) experienced severe malnutrition and the remaining 48 infants (80%) had moderate malnutrition. There is a relationship between feeding practices and health-seeking behavior by malnutrition in children under five. variable feeding behavior is the dominant factor affecting malnutrition in children under five with OR 4.655 (CI 1.052 to 20.6) after controlled by the variable health-seeking behavior. Improvements in feeding and health care search is expected to improve and decrease malnutrition in children under five. Keywords : Hearths, Malnutrition, Toddler Pendahuluan Hampir semua Negara mempunyai “masalah gizi” dan telah banyak usaha yang dilakukan untuk menanggulangi masalah gizi di dunia termasuk Indonesia, tetapi usaha tersebut belum sepenuhnya berhasil bahkan kita sekarang menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang dan gizi lebih. Salah satu kelompok yang rentan terhadap masalah gizi adalah kelompok anak balita sebab masa balita merupakan masa transisi dalam hal peralihan konsumsi makanan yakni dari makanan bayi ke makanan orang dewasa. Maka hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh peran keluarga, sebab makanan yang akan diterima oleh balita bergantung pada kemampuan keluarganya. Keluarga yang memiliki pengetahuan dan kesadaran yang baik terkait dengan gizi keluarga maka akan mampu menyiapkan makanan bergizi bagi balitanya. Dalam penelitiannya Fatmah menyebutkan bahwa ada tiga indikator keluarga sadar gizi (kadarzi) yang telah dilaksanakan secara baik oleh ibu balita, kecuali pemberian ASI eksklusif dan konsumsi aneka ragam makanan. Padahal sebagaimana diketahui ASI eksklusif dan konsumsi aneka ragam makanan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan balita terhadap gizi seimbang.1 Sehingga masalah gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita masih menjadi masalah gizi utama yang perlu mendapatkan perhatian lebih serius. Menurut WHO tahun 2002 kematian Bayi dan Balita akibat gizi kurang dan gizi buruk sebesar 54%.2 Dampak buruk dari masalah gizi pada balita diantaranya adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasaan, gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan metabolisme dalam tubuh, serta menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar. 2 Dalam penelitiannya R. Djarot Darsono Wahyu Hartanto bersama Nasrin Kodim menyebutkan adanya hubungan antara kondisi status gizi balita dengan prestasi belajarnya, dimana prestasi belajar numerik yang rendah dapat terjadi pada anak dengan gizi kurang pada saat usia baduta sedangkan prestasi belajar verbal dipengaruhi oleh status gizi sepanjang hayatnya.3 Selain itu, dampak masalah gizi lainnya adalah menurunnya kekebalan tubuh sehingga anak mudah sakit dan berisiko tinggi menderita penyakit degeneratif pada usia tua yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, produktivitas, dan daya saing bangsa. Menurut WHO tahun 2010 Masalah kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi gizi buruk dan gizi kurang antara 20-29%, dianggap prevalensi sangat tinggi bila ≥ 30%. Data Riskesdas tahun 2007 menunjukan prevalensi gizi buruk di Indonesia sebesar 18,4% dan tahun 2010 sebesar 17,9% dan meningkat ditahun 2013 yakni 19,6% terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang, maka masalah gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendekati prevalensi tinggi.4 Di kota Tangerang, tercatat data gizi buruk pada tahun 2008 sebesar 1,54%, tahun 2009 sebesar 1,89%, tahun 2010 sebesar 1,91, tahun 2011 sebesar 1,75, tahun 2013 sebesar 1,43%. Dari data tersebut tampak terjadi peningkatan dari tahun 2008 sampai 2010, untuk data gizi kurang hanya terjadi penurunan sebesar 0,3%. Pada tahun 2012 balita gizi buruk banyak ditemukan di Kecamatan Benda sebesar 3,27%.5 Malnutrisi pada balita dipengaruhi oleh banyak hal, dari suatu penelitian diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian malnutrisi pada balita diantaranya adalah tingkat pendidikan ibu, berat lahir anak, jarak kelahiran dan infeksi kronis.6 Dalam penelitian lainnya diketahui faktor yang juga berpengaruh terhadap status gizi balita adalah penimbangan balita serta status keluarga sadar gizi (kadarzi).7 Kemudian faktor pengasuhan balita juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kejadian malnutrisi pada balita baik di wilayah urban maupun rural.8 Mengingat penyebab terjadinya masalah malnutrisi pada anak balita bersifat kompleks, maka upaya penanggulangannya juga memerlukan pendekatan dari berbagai segi kehidupan anak yang terintegrasi. Artinya tidak cukup dengan memperbaiki aspek makanan, tetapi juga lingkungan hidup anak seperti pola pengasuhan, pendidikan dan kesehatan lingkungan, mutu pelayanan kesehatan dan sebagainya. Pemerintah 3 mencanangkan tujuh pokok kegiatan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan gizi buruk tahun 2005-2009. Pokok-pokok kegiatan tersebut adalah revitalisasi Posyandu, revitalisasi Puskesmas, intervensi gizi dan kesehatan, promosi keluarga sadar gizi, pemberdayaan keluarga, advokasi dan pendampingan, serta revitalisasi sistem kewaspadaan pangan dan gizi. Salah satu bentuk kegiatan pemulihan gizi pada masyarakat khususnya balita dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat adalah pos gizi.9 Pos Gizi merupakan program gizi yang berbasis keluarga. Prinsip dari Pos Gizi adalah bahwa kemiskinan bukanlah penyebab utama kekurangan gizi, sebab banyak ditemukan beberapa keluarga miskin yang anaknya sehat (gizi baik) karena menerapkan pola asuh yang baik. Kekurangan gizi pada umumnya disebabkan oleh praktek pemberian makan atau pola asuh yang tidak benar, dengan adanya Program Pos Gizi maka diharapkan kurang gizi bisa teratasi dengan perubahan perilaku. Pada saat kegiatan Pos Gizi orang tua belajar perilaku positif bersama-sama dan mempraktekannya di rumah. Demikian halnya dengan pemerintah kota Tangerang yang telah melakukan berbagai upaya dalam menanggulangi gizi buruk pada balita yang mencakup promosi gizi seimbang termasuk penyuluhan gizi di Posyandu, pemberian makanan tambahan termasuk MP-ASI, dan Klinik Gizi. Namun, kenyataannya masih banyak keluarga yang mempunyai perilaku gizi yang tidak sehat. Maka tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan secara valid adanya hubungan antara program pos gizi yang terdiri dari perilaku pemberian makan, perilaku kebersihan balita, perilaku mencari pelayanan kesehatan, dan perilaku pengasuhan balita dengan kejadian malnutrisi pada balita di Kota Tangerang. Metode Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain observasional dan pendekatan waktu cross sectional. Variabel yang akan diteliti terdiri dari variabel dependen yaitu malnutrisi balita dengan kategori malnutrisi berat dan malnutrisi sedang. Dimana kategori malnutrisi berat adalah keadaan gizi pada balita yang diukur secara antropometri berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dengan Z score < -3. Sedangkan kategori malnutrisi sedang jika Z score SD -3 SD sampai dengan 4 -2 SD atau jika nilai Z score -2 SD sampai dengan -1SD. Kemudian variabel independen yaitu pos gizi yang terdiri dari variabel perilaku pemberian makan, perilaku kebersihan balita, perilaku mencari pelayanan kesehatan, dan perilaku pengasuhan balita. Menggunakan data primer yang diambil pada bulan September 2015 di enam pos gizi di kota Tangerang (Kelurahan Tanah tinggi, larangan Indah, karang mulya, Poris Plawad utara, karang anyar, dan Sukajadi). Sampel penelitian diambil secara total sampling sebanyak 60 balita yang mengalami malnutrisi. Dengan menggunakan kekuatan uji sebesar 90% dan tingkat kepercayaan 95%, data dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat. Dimana analisis bivariat menggunakan uji Chi Square dan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda dengan model prediksi. Hasil Tabel 1 menunjukan bahwa kelompok balita malnutrisi di kota Tangerang sebagian besar mengalami malnutrisi sedang sebanyak 80%. Kemudian pada tabel 2 menunjukan sebagian besar balita malnutrisi berada dalam pengasuhan ibu yang memiliki perilaku baik dalam hal pencarian pelayanan kesehatan sebesar 63,3%. Tabel 1. Kejadian Malnutrisi Kejadian Malnutrisi Malnutrisi berat Malnutrisi sedang Jumlah (n) 12 48 Persentase (%) 20 80 5 Tabel 2. Program Pos Gizi Program Pos Gizi Perilaku pemberian makan Buruk Baik Perilaku kebersihan balita Buruk Baik Perilaku mencari pelayanan kesehatan Buruk Baik Perilaku pengasuhan balita Buruk Baik Jumlah (n) Persentase (%) 25 35 41,7 58,3 25 35 41,7 58,3 22 38 36,7 63,3 24 36 40 60 Tabel 3 menunjukan hasil analisis bivariat, dimana dengan alpha 5% dan derajat kepercayaan 95% diketahui adanya hubungan yang signifikan antara perilaku pemberian makan dengan malnutrisi pada balita (pValue 0,022; OR 6,0; CI 1,42-25,27) demikian juga dengan hubungan antara perilaku mencari pelayanan kesehatan dengan malnutrisi pada balita terdapat hubungan yang signifikan (pValue 0,038; OR 4,86; CI 1,26-18,77). Kemudian hasil analisis hubungan antara perilaku kebersihan balita dengan malnutrisi pada balita menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan (pValue 1,000; OR 1,0; CI 0,28-3,60) begitupun antara perilaku pengasuhan dengan malnutrisi pada balita diketahui tidak ada hubungan yang signifikan (pValue 0,746; OR 0,7; CI 0,182,65) Tabel 3. Analisis Bivariat Variabel Perilaku pemberian makan Buruk Baik Perilaku kebersihan balita Buruk Baik Perilaku mencari pelayanan kesehatan Buruk Baik Perilaku pengasuhan balita Buruk Baik Malnutrisi Pada Balita Berat Sedang N % N % N % 9 3 36 8,6 16 32 64,0 91,4 25 35 100 100 6,0 (1,42-25,27) 5 7 20 20 20 28 80,0 80,0 25 35 100 100 1,0 (0,27-3,60) 1,000 8 4 36,4 10,5 14 34 63,6 89,5 22 38 100 100 4,9 (1,26-18,77) 0,038 4 8 16,7 22,2 20 28 83,3 77,8 24 36 100 100 0,7 (0,18-2,65) 0,746 Total OR (95% CI) pValue 6 0,022 Analisis multivariat diawali dengan seleksi variabel kandidat yaitu dengan melakukan analisis bivariat menggunakan regresi logistik sederhana antara variabel dependen dengan variabel independen. Jika didapat p Value < 0,25 maka variabel tersebut dapat masuk kedalam model mutivariabel. Dari seleksi kandidat diketahui variabel yang masuk ke dalam analisa multivariat adalah variabel perilaku pemberian makan (pValue 0,15) dan variabel perilaku mencari pelayanan kesehatan (pValue 0,022). Sedangkan variabel perilaku kebersihan balita dan perilaku pengasuhan balita memiliki nilai pValue >0,25 (1,000 dan 0,599) sehingga tidak diikutkan dalam analisa multivariat. Tabel 4 menunjukan model akhir dari analisa multivariat dimana variabel yang paling dominan memiliki pengaruh terhadap kejadian malnutrisi pada balita adalah variabel perilaku pemberian makan dengan nilai OR 4,655 artinya pada kelompok balita yang diasuh oleh ibu yang memiliki perilaku buruk dalam pemberian makan memiliki peluang mengalami malnutrisi berat 4,655 kali lebih besar dibandingkan balita yang diasuh oleh ibu yang memiliki perilaku baik setelah dikontrol oleh variabel perilaku dalam mencari pelayanan kesehatan. Tabel 4. Model Akhir Analisis Multivariabel Variabel Perilaku pemberian makan Perilaku mencari pelayanan kesehatan OR SE P Value 4,655 3,605 0,759 0,724 0,043 0,077 95.0% C.I. for EXP (B) Lower Upper 1,052 20,609 0,872 14,907 Pembahasan Setiap orang tua tentu mendambakan anak yang sehat dan cerdas dan untuk mewujudkannya setiap anak harus mendapatkan perhatian, pengawasan, serta perawatan yang seksama terlebih lagi dalam hal pertumbuhan dan perkembangannya. Sebab meskipun proses tumbuh kembang anak berlangsung secara alamiah, namun proses tersebut sangat bergantung kepada orang tua terutama ibu selaku pengasuhnya dalam pemberian pola asuh kepada Balita. Apalagi masa lima tahun (masa balita) adalah periode penting dalam tumbuh kembang anak dan merupakan masa yang akan menentukan pembentukan fisik, psikis dan intelegensinya.10 Seperti halnya WHO yang menyebutkan bahwa masalah utama dalam bidang kesehatan adalah gizi buruk (malnutrisi), khususnya di negara-negara berkembang dan Indonesia adalah salah satunya. Hal ini terlihat dari data Riskesdas tahun 2013 dimana prevalensi gizi buruk mencapai 19,6% terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi 7 kurang. Penelitian Djoko Kartono, Amelia dan Anies lrawati mengenai keadaan gizi anak balita di tiga wilayah selama krisis ekonomi yakni Bogor, Tangerang dan Bekasi pada tahun 1996 dan 1999 menunjukan balita dengan gizi kurang dan gizi buruk jumlahnya hampir separuh dari jumlah balita dengan gizi baik.11 Demikian halnya dengan hasil penelitian ini yang menunjukan dari 10 balita yang menderita malnutrisi 2 diantaranya merupakan malnutrisi berat. Banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan kejadian malnutrisi, satu diantaranyan melalui program pos gizi yang terdiri perilaku pemberian makan, perilaku menjaga kebersihan anak, perilaku dalam mencari pelayanan kesehatan serta perilaku pengasuhan balita. Dari hasil penelitian ini diketahui hampir separo praktik pemberian makan, menjaga kebersihan balita, mencari pelayanan kesehatan serta praktik pengasuhan balita di kota Tangerang termasuk kedalam kategori buruk. Hal inilah yang diprediksi menjadi salah satu penyebab masih ditemukannya balita dengan malnutrisi di kota Tangerang. Untuk itu, kebiasaan makan dalam rumah tangga penting untuk diperhatikan, karena kebiasaan makan mempengaruhi pemilihan dan penggunaan pangan dan selanjutnya mempengaruhi tinggi rendahnya mutu makanan rumah tangga. Hasil penelitian juga menunjukan adanya hubungan antara perilaku pemberian makan dengan malnutrisi pada balita, dimana balita yang mendapatkan perilaku pemberian makan yang buruk memiliki peluang 6 kali lebih tinggi untuk mengalami malnutrisi berat dari pada balita yang mendapatkan perilaku pemberian makan yang baik. Kemudian menjadi 4,6 kali setelah dikontrol oleh variabel perilaku mencari pelayanan kesehatan. Demikian halnya penelitian yang dilakukan oleh Ritayani Lubis yang juga menunjukan adanya hubungan antara perilaku pemberian makan dengan status gizi balita.12 Hasil penelitian lainnya bahwa terjadi hubungan antara pola asuh terhadap status gizi setelah mengikuti program pos gizi di berbagai Negara seperti di Guatemala dan Costa Rica bahwa beberapa ibu telah memiliki teknik yang baik mengenai hal pemberian makanan, merawat anak pada waktu sakit dan masa pemulihan.13 Hal ini tentu terkait dengan pengetahuan, sikap atau perilaku ibu yang menjadi faktor dalam pemilihan makanan yang tidak benar. Sebab pemilihan bahan makanan, tersedianya jumlah makanan yang cukup dan keanekaragaman makanan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu dapat 8 menyebabkan kesalahan pemilihan makanan terutama untuk anak balita. Salah satunya adalah kebutuhan pangan/gizi yang perlu disiapkan sejak masa prenatal dimana ibu perlu mengatur dietnya selama kehamilan, kemudian pemberian ASI eksklusif pada masa 0 sampai 6 bulan sebagaimana penelitian yang menyebutkan bahwa pemberian ASI merupakan pengontrol terhadap kejadian malnutrisi.14 Inisiasi menyusui tertunda, tidak memberikan kolostrum dan penyapihan yang tidak benar merupakan faktor resiko yang signifikan untuk kekurangan gizi balita, selain itu praktik pemberian makan bayi yang optimal dapat meningkatkan status gizi anak-anak.15 Secara teori, kebersihan diri merupakan hal yang sangat penting karena lingkungan terkait dengan agen penyebab terjadinya penyakit, seperti diare, dan demam berdarah dan penyakit infeksi yang berkaitan dengan status gizi anak. Pengasuhan anak dari aspek higine perorangan, kesehatan lingkungan dan keamanan anak berkenaan dengan kemampuan ibu menjaga anak agar tetap segar dan bersih, anak mendapat lingkungan yang sehat, serta terhindar dari cedera atau kecelakaan. Namun hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian ini yang menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku kebersihan balita dengan malnutrisi. Ada hubungan antara perilaku mencari pelayanan kesehatan dengan malnutrisi pada balita, dimana balita yang diasuh oleh keluarga yang memiliki perilaku buruk dalam mencari pelayanan kesehatan berpeluang 4,9 kali lebih tinggi untuk mengalami malnutrisi berat dibandingkan dengan balita yang diasuh oleh keluarga yang memiliki perilaku baik dalam dal mencari pelayanan kesehatan. Sebab masa balita merupakan masa yang mudah terinfeksi penyakit. Oleh karenanya diperlukan ketekunan keluarga khususnya ibu untuk membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika anaknya mengalami penyakit infeksi. Selain memberikan imunisasi lengkap kepada anak sebelum menginjak usia 1 tahun, pengobatan penyakit pada masa kanak-kanak dan mendapatkan bantuan profesional pada waktu yang tepat, sangat berperan dalam menjaga kesehatan anak. Selain itu pemberian konseling gizi pada orang tua dan menjalin komunikasi dengan baik dengan ibu balita sehingga status gizi balita membaik.16 Demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Tjetjep Syarif Hidayat dan Abas Basuni Jahari yang menunjukan adanya perbedaan yang signifikan bahwa perilaku ibu balita yang memanfaatkan pelayanan kesehatan lebih banyak balita dengan 9 status gizi baik dibandingkan dengan balita yang tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan.17 Secara teori, pola asuh terhadap anak merupakan hal yang sangat penting karena akan mempengaruhi proses tumbuh kembangnya. Pola asuh anak merupakan kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya baik fisik, mental dan sosial berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat kebersihan, dan memberi kasih sayang. Untuk itu, pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Demikian halnya penelitian yang dilakukan oleh Titih Huriah, Laksono Trisnantoro, Fitri Haryanti, dan Madarina Julia yang juga menyebutkan adanya hubungan antara pengasuhan anak dengan status gizi.8 Akan tetapi, hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian ini yang menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku pengasuhan balita dengan kejadian malnutrisi pada balita. Kesimpulan Dari sepuluh balita malnutrisi dua diantaranya mengalami malnutrisi berat. Adanya hubungan yang signifikan antara perilaku pemberian makan dan perilaku mencari pelayanan kesehatan dengan malnutrisi pada balita. Tidak ada hubungan antara perilaku kebersihan balita dan perilaku pengasuhan balita dengan malnutrisi pada balita. Faktor dominan yang mempengaruhi kejadian malnutrisi pada balita adalah perilaku pemberian makan dengan variabel perilaku mencari pelayanan kesehatan sebagai confounder. Saran Penting untuk setiap keluarga memiliki perilaku yang baik dalam hal pemberian makan dan pencarian pelayanan kesehatan bagi balitanya. Diharapkan program pos gizi sebagai upaya peningkatan perilaku pemberian makan dan pencarian pelayanan kesehatan dapat terus diupayakan sehingga mampu memperbaiki dan menurunkan kejadian malnutrisi pada balita. 10 Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Fatmah. Pengetahuan dan praktek keluarga sadar gizi ibu balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2010 : 4 (4) WHO. Method and development. 2005. Hartanto RDDW & Nasrin K. Pengaruh status gizi anak usia di bawah lima tahun terhadap nilai belajar verbaldan numerik. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2009 : 3 (4) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI. Laporan riset kesehatan dasar (riskesdas) 2013. Jakarta : Balitbangkes; 2013 Dinas kesehatan kota tangerang. Profil dinas kesehatan kota Tangerang. 2013. Kuntari T, Nur AJ, Sunarto, & Kurniati. Faktor risiko malnutrisi pada balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2013 : 7 (12) Rahmadini N, Trini S, & Diah M. Status gizi balita berdasarkan composite index of anthropometric failure. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2013 : 7 (12) Huriah T, Laksono T, Fitri H, & Madarina J. Malnutrisi akut berat dan determinannya pada balita di wilayah rural dan urban. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2014 : 9 (1) Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk. 2006. 10.Ogunba, B. Maternal behavioural feeding, practices and underfive nutrition implication for child development and care Journal of applied sciences research. INSInet Publication. 2006:2(12). 11 Kartono D, Amelia, & Anies I. Keadaan gizi anak balita dl wilayah Bogor, Tangerang dan Bekasi (botabek) selama krisis ekonomi. Buletin Penelitian Kesehatan. 2002 : 30 (1) 12. Lubis R. Hubungan pola asuh ibu dengan status gizi anak balita di wilayah kerja puskesmas Pantai Cermin kecamatan Tanjung Pura kabupaten Langkat. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. [Skripsi] . 2008 13. Bullen, P. The positive deviance/hearth approach to reducing child malnutrition, systemic review, tropical medicine and international health. 2011:16 (11) Sartika RAD. Analisis pemanfaatan program pelayanan kesehatan status gizi balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2010 : 5 (2) Dinesh K, et al. Influence of infant feeding practice on nutritional status of underfive children. 2006: 73 (5). Ramji S. Impact of infanct and young child feeding and caring practices on nutritional status and health. Indian Journal med. 2009: 130 (3) Hidayat TS & Abas BJ. Perilaku pemanfaatan posyandu hubungannya dengan status gizi dan morbiditas balita. Buletin Penelitian Kesehatan. 2012 : 40 (1) 11