POLA KOMUNIKASI DALAM KELUARGA Nur Wahidah* Abstract Good communication is a main requirement in establishing any relationship, especially family relationship. If communication does not run well, a family will lead to ruin. Relationship between parents and children or husband and wife will become tenuous, if it is not based on a strong foundation of communication. Thus, the communication will affect the pattern of parenting. With good communication pattern, it is expected to create a good upbringing. Parenting activities will run well if they are based on love and affection by positioning the child as a subject that must be nurtured and educated, not as mere objects. Kata kunci: keluarga, komunikasi, model stimulus-respons Pendahuluan Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, yang secara alami selalu membutuhkan hubungan dengan manusia yang lain, dan mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan manusia lain dan dorongan-dorongan yang lain seperti rasa ingin tahu dan mengaktualisasi diri, dan lain sebagainya. Dorongan-dorongan tersebut akan dapat dipenuhi dengan mengadakan komunikasi dengan sesamanya. Dengan komunikasi, seseorang dapat menyampaikan informasi, ide pemikiran, pengetahuan, konsep kepada orang lain secara timbal balik, baik sebagai penyampai maupun sebagai penerima komunikasi. Dengan komunikasi, manusia dapat berkembang dan dapat melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Pada dasarnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola diartikan sebagai ‚bentuk (struktur) yang tetap sedangkan komunikasi merupakan proses penyampaian dan penerima lambang-lambang yang mengandung arti, baik yang berujud informasi-informasi, pemikiran-pemikiran dan 164 Musawa, Vol. 3, No. 2, Desember 2011: 163-178 pengetahuan.‛1 Dengan demikian, pola komunikasi disini dapat dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik dan silih berganti; dari orang tua ke anak atau dari anak ke orang tua, atau dari anak ke anak. Awal terjadinya komunikasi karena ada sesuatu pesan yang ingin disampaikan. Komunikasi berpola stimulus-respon adalah model komunikasi yang masih terlihat dalam kehidupan keluarga. Komunikasi seperti ini sering terjadi pada saat orangtua mengasuh seorang bayi. Orang tua lebih aktif dan kreatif memberikan stimulus (rangsangan), sementara bayi memberikan respon (tanggapan).2 Komunikasi berpola stimulus-respon berbeda dengan komunikasi berpola interaksional. Dalam komunikasi berpola interaksional, kedua belah pihak yang terlibat dalam komunikasi sama-sama aktif dan kreatif dalam menciptakan arti terhadap ide atau gagasan yang disampaikan melalui pesan, sehingga jalannya komunikasi terkesan lebih dinamis dan komunikatif. Pola komunikasi yang dibangun akan mempengaruhi pola asuh orangtua. Dengan pola komunikasi yang baik diharapkan akan tercipta pola asuh yang baik. Hasil penelitian telah membuktikan bahwa betapa pentingnya pola asuh orang tua dalam keluarga dalam upaya untuk mendidik anak.3 Kegiatan pengasuhan anak akan berhasil dengan baik jika pola komunikasi yang tercipta dilandasi dengan cinta dan kasih sayang dengan memposisikan anak sebagai subjek yang harus dibina, dibimbing, dan di didik dan bukan sebagai objek semata. Konsep Dasar Komunikasi dalam Keluarga Dari perspektif agama, Tuhanlah yang mengajari manusia berkomunikasi, dengan menggunakan akal dan kemampuan berbahasa yang dianugerahkan-Nya kepada manusia. Alquran dalam surat sl-Rah}ma>n ayat 1-4 mengatakan: ‚Tuhan yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Alquran. Dia menciptakan manusia, yang mengajarinya pandai berbicara.‛ 1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), 692. 2 Saiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 2. 3 Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), 73. Nur Wahida, Pola Komunikasi dalam Keluarga 165 Dalam QS. al-Baqarah (2): 31-33 berbunyi: ‚Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!’ Mereka menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.’ ‘Allah berfirman: ‘Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.’ Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: ‘Bukankah sudah Ku katakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?‛ Komunikasi adalah hubungan kontak antar dan antara manusia, baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia. Setiap orang yang hidup dalam masyarakat, sejak bangun tidur sampai tidur lagi, secara kodrati senantiasa terlibat dalam komunikasi. Bahkan sejak dilahirkan, manusia sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Gerak dan tangis yang pertama pada saat ia dilahirkan adalah suatu tanda komunikasi. Terjadinya komunikasi adalah sebagai konsekuensi hubungan sosial (social relation).4 Komunikasi dapat berlangsung setiap saat, kapan saja, oleh siapa saja dan dengan siapa saja. Kelompok pertama yang dialami oleh seorang individu yang baru lahir adalah keluarga. Hubungan yang dilakukan oleh individu adalah dengan ibunya, bapaknya dan anggota keluarga lainnya. Karena tanggung jawab orang tua adalah mendidik anak, maka komunikasiyang berlangsung dalam keluarga bernilai pendidikan. Dalam komunikasi, ada sejumlah norma yang ingin diwariskan oleh orang tua kepada anaknya dengan pengandalan pendidikan. Norma-norma tersebut mencakup norma agama, akhlak, sosial, etika-estetika dan moral. Mulyana mengatakan bahwa tanpa melibatkan diri dalam komunikasi, seorang tidak akan tahu bagimana makan, minum, berbicara sebagai manusia dan memperlakukan manusia lain secara beradab, karena cara-cara berperilaku tersebut harus dipelajari lewat pengasuhan keluarga 4 A. W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 1. 166 Musawa, Vol. 3, No. 2, Desember 2011: 163-178 dan pergaulan dengan orang lain, yang intinya adalah komunikasi. Bahkan, menurutnya orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia dapat dipastikan akan tersesat, karena ia tidak berkesempatan untuk menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial.5 Sebagai makhluk sosial, mereka saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Dari kegiatan saling berhubungan dan saling mempengaruhi itu akhirnya melahirkan bentuk-bentuk interaksi sosial dalam keluarga yang biasanya tidak hanya berlangsung antara sepasang suami dan istri, antara ayah, ibu dan anak, antara ayah dan anak, tapi juga antara ibu dan anak, serta antara anak dan anak. Fungsi komunikasi dalam keluarga adalah sebagai fungsi komunikasi sosial dan fungsi komunikasi kultural. Fungsi komunikasi sosial mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri, aktualiasi diri, kelangsungan hidup, memperoleh kebahagian, menghindarkan diri dari tekanan dan ketegangan. Sedangkan fungsi komunikasi kultural turut menentukan , memelihara, m e n g e m b a n g k a n d a n mewariskan budaya. Tanpa adanya komunikasi dalam keluarga, akan terjadi kerawanan hubungan antara anggota keluarga. Oleh karena itu, komunikasi dalam keluarga perlu dibangun secara harmonis dalam rangka membangun pendidikan yang baik dalam keluarga.6 Komunikasi yang efektif penting dalam kehidupan berkeluarga. Namun, tidak semua orang memahami bagaimana cara berkomunikasi yang efektif antara ayah dan ibu serta orang tua dan anak. Pola Komunikasi dan Interaksi Dalam Keluarga Komunikasi tidak terbatas ‚hanya‛ pada penyampaian pesan dari satu pihak kepada pihak lain saja. Ada hal mendasar yang harus ada agar komunikasi berjalan lancar, yaitu kepercayaan. Sebaik apa pun materi komunikasi jika tidak dilandasi kepercayaan, maka komunikasi akan menjadi sulit dan tidak efektif. Kunci komunikasi adalah kepercayaan, dan kunci kepercayaan adalah layak dipercaya. Nah, di sini integritas diri memainkan peranan penting. Integritas adalah fondasi utama untuk membangun komunikasi yang efektif. Integritas diri menggambarkan kesesuaian antara perbuatan dengan apa yang dikatakan. Di dalamnya terkandung pula unsur kejujuran. Masalah komunikasi di keluarga tak lepas dari peran orangtua yang sangat dominan. Kualitas komunikasi anak sangat 5 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 5. 6 Djamarah, Guru, 2. Nur Wahida, Pola Komunikasi dalam Keluarga 167 dipengaruhi oleh sejauh mana orangtua berkomunikasi kepadanya. Komunikasi akan sukses apabila orangtua memiliki kredibilitas di mata anaknya. Begitu pula, komunikasi suami istri akan efektif bila keduanya telah saling percaya. Bagaimana caranya agar komunikasi dalam keluarga bisa efektif? Ada lima hal yang harus diperhatikan, yaitu: Pertama adalah penghargaan (respect). Komunikasi harus diawali dengan sikap saling menghargai. Adanya penghargaan biasanya akan menimbulkan kesan serupa (timbal balik) dari si lawan diskusi. Orangtua akan sukses berkomunikasi dengan anak jika ia melakukannya dengan penuh penghargaan. Jika ini dilakukan, maka anak pun akan melakukan hal yang sama ketika berkomunikasi dengan orangtua atau orang di sekitanya. Kedua adalah empati. Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang lain. Syarat utama dari sikap empati adalah kemampuan untuk mendengar dan mengerti orang lain, sebelum didengar dan dimengerti oleh orang lain. Orangtua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk mengerti keinginannya, tapi ia akan berusaha memahami anak atau pasangannya terlebih dulu. Ia akan membuka dialog dengan mereka, mendengar keluhan dan harapannya. Mendengarkan di sini tidak hanya melibatkan indera saja, tapi melibatkan pula mata hati dan perasaan. Cara seperti ini dapat memunculkan rasa saling percaya dan keterbukaan dalam keluarga. Ketiga adalah audible, yang berarti ‚dapat didengarkan‛ atau ‚dapat dimengerti dengan baik‛. Sebuah pesan harus dapat disampaikan dengan cara atau sikap yang bisa diterima oleh si penerima pesan. Raut muka yang cerah, bahasa tubuh yang baik, kata-kata yang sopan, atau cara menunjuk, termasuk dalam komunikasi yang dapat dimengerti dengan baik. Keempat adalah kejelasan. Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak menimbulkan banyak pemahaman, selain harus terbuka dan transparan. Ketika berkomunikasi dengan anak, orangtua harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas maknanya. Salah satu caranya adalah berbicara sesuai bahasa yang mereka pahami (melihat tingkatan usia). Kelima adalah ketepatan. Dalam membahas suatu masalah hendaknya proporsi yang diberikan tepat baik waktunya, tema maupun sasarannya. Waktu yang tepat untuk membicarakan masalah anak misalnya pada waktu makan malam. Pada waktu sarapan pagi, karena ketergesaan maka yang dibicarakan umumnya masalah yang ringan saja. Keenam adalah kerendahan hati. Sikap rendah hati dapat diungkapkan melalui perlakuan yang ramah, saling menghargai, tidak memandang diri sendiri lebih unggul ataupun lebih tahu, lemah lembut, 168 Musawa, Vol. 3, No. 2, Desember 2011: 163-178 sopan, dan penuh pengendalian diri. Dengan sikap rendah hati ini maka lawan diskusi kita memjadi lebih terbuka, sehingga banyak hal yang dapat diungkapkan dari diskusi tersebut.7 Pola Komunikasi dalam keluarga Komunikasi suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan keluarga. Tanpa komunikasi, sepilah kehidupan keluarga dari kegiatan berdialog, bertukar pikiran dan sebagainya. Komunikasi antara orang tua (suami dan istri) pada dasarnya harus terbuka. Hal tersebut karena suamiistri telah merupakan suatu kesatuan. Komunikasi yang terbuka diharapkan dapat menghindari kesalahpamahan. Dalam batas-batas tertentu, sifat keterbukaan dalam komunikasi juga dilaksanakan dengan anak-anak, yaitu apabila anak-anak telah dapat berpikir secara baik, anak telah dapat mempertimbangkan secara baik mengenai hal-hal yang dihadapinya. Dengan demikian, akan menimbulkan saling pengertian di antara seluruh anggota keluarga, dan dengan demikian akan terbina dan tercipta tanggung jawab sebagai anggota keluarga. Selanjutnya, dijelaskan oleh Theo Riyanto, bahwa hal yang sangat penting dalam suatu komunikasi adalah kemampuan mendengarkan dengan penuh simpati. Mendengarkan dengan penduh simpati ditandai dengan: (a) Peka akan perasaan yang menyertai pesan yang disampaikan; (b) Mendengarkan dengan penuh perhatian; (c) Tidak menyela pembicaraan atau memberikan komentar ditengah-tengah; (d) Menaruh perhatian pada ‚dunia‛ pembicara; (e) Sendiri tidak penting, yang penting adalah pembicara.8 Persoalannya adalah pola komuniaksi bagaimana yang sering terjadi dalam kehidupan keluarga. Menurut Syaiful Bahri,9 ada 3 (tiga) pola komunikasi dalam keluarga, antara lain model stimulus-respon, model ABX, dan model interaksional. Model Stimulus-Respon Pola komunikasi yang biasanya terjadi dalam keluarga adalah model stimulus-respon (S - R). Pola ini menunjukan komunikasi sebagai suatu proses ‚aksi-reaksi‛ yang sangat sederhana. Pola S–R mengasumsikan 7 Mulyana, Ilmu Komunikasi, 5. Theo Riyanto. Pembelajaran Sebagai Proses Bimbingan Pribadi. Jakarta: Grasindo. 2002, h. 23 9 Syaiful Bahri, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga: Sebuah Perspektif Pendidikan Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 39. 8 Nur Wahida, Pola Komunikasi dalam Keluarga 169 bahwa kata-kata verbal (lisan-tulisan), isyarat-isyarat nonverbal, gambargambar, dan tindakan-tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respon dengan cara tertentu. Oleh karena itu, proses ini dianggap sebagai pertukaran atau pemindahan informasi atau gagasan. Proses ini dapat bersifat timbal balik dan mempunyai banyak efek, setiap efek dapat mengubah tindakan komunikasi berikutinya. Model ABX Model ABX dikemukakan oleh Newcomb dari perspektif psikologi sosial. Newcomb menggambarkan bahwa seseorang (A) menyampaikan informasi kepada seseorang lainnya (B) mengenai sesuatu (X). Menurut Mulyana, bila A dan B mempunyai sikap positif terhadap satu sama lain dan terhadap X (orang, gagasan atau benda) hubungan itu merupakan simetri. Dalam konteks ini, Mulyana menegaskan bahwa bila A dan B saling membenci dan salah satu menyukai X, sedangkan lainnya tidak, hubungan itu juga merupakan simetri. Akan tetapi, bila A dan B saling menyukai, namun mereka tidak sependapat mengenai X atau bila mereka saling membenci, namun sependapat mengenai X, maka hubungan mereka bukan simetri.10 Dalam hubungan keluarga, suami-istri sering membicarakan anaknya, apakah itu terkait dengan soal sikap dan perilaku anak, pergaulan anak, masalah sandang atau pangan anak, atau pun masalah pendidikan anak. Ketika pembicaraan kedua orangtua itu berlangsung, anak sama sekali tidak terlibat dalam pembicaraan itu. Sebagai objek yang dibicarakan, anak hanya menunggu hasilnya dan mungkin melaksanakannya sebatas kemampuannya. Model Interaksional Model interaksional ini berlawanan dengan S-R. Model S-R mengasumsikan manusia adalah pasif, sedangkan model interaksional menganggap manusia jauh lebih aktif. Di sini, komunikasi digambarkan sebagai pembentukan makna, yaitu penafsiran atas pesan atau perilaku orang lain oleh para peserta komunikasi. Dalam keluarga, interaksi terjadi dalam macam-macam bentuk, dan yang mengawali interaksi tidak mesti dari orang tua kepada anak, tetapi bisa juga sebaliknya dari anak kepada orangtua, atau dari anak kepada anak. Semuanya aktif, reflektif dan kreatif dalam interaksi. Suasana keluarga aktif dan dinamis dalam kegiatan perhubungan, suasana dialogis lebih terbuka, karena yang aktif menyampaikan pesan tertentu tidak hanya dari 10 Mulyana, Ilmu Komunikasi, 5. 170 Musawa, Vol. 3, No. 2, Desember 2011: 163-178 orangtua kepada anak, tetapi juga dari anak kepada orang tua atau dari anak kepada anak. Interaksi Sosial dalam Keluarga Kehidupan dalam keluarga yang harmonis perlu dibangun atas dasar sistem interaksi yang kondusif. Ada beberapa bentuk interaksi dalam keluarga, yaitu interaksi antara suami dan istri, interaksi antara ayah, ibu dan anak, interaksi antara ayah dan anak, interaksi antara ibu dan anak dan interaksi antara anak dan anak.11 Interaksi antara suami dan istri Suami atau istri tidak saja sebagai penyampai informasi, tetapi antara keduanya dapat saja bertindak sebagai pendengar yang baik bagi pasangan. Sikap egois harus disingkirkan dengan terjalinnya komunikasi yang baik. Terampil berkomunikasi tak berarti hanya terampil berbicara, melainkan juga terampil mendengar. Maka, jadilah pendengar yang baik, yang selalu siap sedia mendengarkan keluhan, curahan perasaan marah, sedih, kecewa, dan sebagainya, dari pasangan. Bersikap sebagai pendengar yang baik demi kepentingan bersama dapat mempererat hubungan suami istri. Interaksi antara ayah, ibu dan anak Orang tua yang baik adalah ayah-ibu yang pandai menjadi sahabat sekaligus sebagai teladan bagi anaknya sendiri karena sikap bersahabat dengan anak mempunyai peranan besar dalam mempengaruhi jiwanya. Sebagai sahabat, tentu saja orang tua harus menyediakan waktu untuk anak, menemani anak dalam suka dan duka, memilihkan teman yang baik untuk anak dan bukan membiarkan anak memilih teman sesuka hatinya tanpa petunjuk bagaimana cara memilih teman yang baik.12 Dalam keluarga, orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak. Mendidik anak berarti mempersiapkan anak untuk menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Dalam hal pendidikan anak ini, pandangan Faramarz ini patut untuk diperhatkan. Dia mengatakan bahwa orang tua yang ingin mempersiapkan anak-anak untuk kehidupan yang akan datang harus mengajarkan kepada mereka bagaimana mengembangkan 11 Bahri, Pola Komunikasi, 39. Muhammad Rasyid Dimas, 25 Kiat Mempengaruhi Jiwa dan Akal Anak, Terj. Tate Qamaruddin (Jakarta: Robbani Press, 2001), 11. 12 Nur Wahida, Pola Komunikasi dalam Keluarga 171 sikap yang menarik sebagai cara hidup.13 Memberikan nasihat kepada anak mesti dilakukan jika dalam sikap dan perilakunya terdapat gejala yang kurang baik bagi perkembangannya. Pemberian nasihat perlu waktu yang tepat dan dengan sikap yang bijaksana, jauh dari kekerasan dan kebencian. Orang tua bisa menasehati anak pada saat rekreasi, dalam perjalanan di atas kendaraan, saat makan, atau pada waktu anak sedang sakit. Hal lain yang penting untuk diberikan kepada anak adalah menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Kepercayaan diri dapat melahirkan kepribadian yang unggul dengan keyakinan yang kuat terhadap apa yang pernah diucapkan atau yang dilakukan. Jauh dari ketergantungan dengan orang lain, punya sikap konsisten. Interaksi antara ayah dan anak Pada fase awal dari kehidupan anak, dia tidak hanya berkenalan dengan ibunya, tetapi juga berkenalan dengan ayahnya sebagai orang tuanya. Keduanya sama-sama memberikan cinta, kasih dan sayang kepada anaknya, bagaimana pun keadaan anaknya. Tak peduli anak itu normal atau cacat, orang tuanya berusaha memberikan pendidikan terbaik bagi anak kesayangannya. Karena setiap pengalaman, entah yang baik dan atau yang buruk, yang dimiliki anak akan menjadi referensi kepribadian anak pada masa-masa selanjutnya, maka yang harus diberikan kepada anak adalah pengalaman yang baik-baik saja. Karenanya, menjadi tugas dan tanggung jawab orang tua untuk memberikan pengalaman yang baik kepada anak melalui pendidikannya yang diberikan dalam rumah tangga.14 Seorang ayah dengan kesadaran yang tinggi akan pentingnya pendidikan bagi anaknya akan berusaha meluangkan waktu dan mencurahkan pikiran untuk memperhatikan pendidikan anaknya. Rela menyisihkan uangnya untuk membelikan buku dan peralatan sekolah anak. Menyediakan ruang belajar khusus untuk keperluan belajar anak, membantu anak bila dia mengalami kesulitan belajar, mendengar yang baik ketika anak menceritakan berbagai pengalaman yang didapatkannya di luar rumah. Interaksi antara ibu dan anak Peranan seorang ibu dalam membantu proses sosialisasi tersebut, mengantarkan anak ke dalam sistem kehidupan sosial yang berstruktur. 13 Faramarz bin Muhammad Rahbar, Selamatkan Putra-Putrimu dari Lingkungan Tidak Islam, Terj. Kamdani (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1998), 59. 14 Kamrani Buseri, Ontologi Pendidikan Islam dan Dakwah Pemikiran Teoritis Praktis Kontemporer (Yogyakarta: UII Press, 2003), 29. 172 Musawa, Vol. 3, No. 2, Desember 2011: 163-178 Anak diperkenalkan dengan kehidupan kelompok yang saling berhubungan dan saling ketergantungan dalam jalinan interaksi sosial. Secara psikologis, antara seorang ibu dan anak terjalin hubungan emosional. Ada tali jiwa yang terbuhul utuh dan tidak bisa diceraiberaikan. Sentuhan kasih sayang seorang ibu dapat meredakan tangisan anak. Kesakitan anak merupakan derita seorang ibu. Senyum seorang anak merupakan kebahagiaan seorang ibu. Kelelahan yang mendera karena setiap hari harus mengurusi anak seolah-olah tidak dirasakan, karena ingin memberikan layanan yang terbaik buat anak. Sambil menyusui, seorang ibu tidak pernah lupa memandangi sekujur tubuh anaknya dan berusaha berdialog dengan anak. Rabaan dan belaian adalah saluran naluri insani seorang ibu kepada anak kesayangannya. Posisi dan peranan yang berbeda antara ibu dan ayah melahirkan hubungan yang bervariasi dengan anak. Meski begitu, baik ibu maupun ayah, sama-sama berusaha berada sedekat mungkin dengan anaknya, seolaholah tidak ada jarak. Karena hanya dengan begitu, orang tua dapat memberikan pendidikan lebih intensif kepada anaknya di rumah. Interaksi antara anak dan anak Dengan kehadiran anak-anak dalam keluarga berarti komunitas keluarga bertambah, dan pada gilirannya interaksi semakin meluas. Semula hubungan antara suami dan istri, kemudian meluas hubungan antara anak dan anak. Hubungan antara anak tidak selalu melibatkan kedua orang tuanya. Bisa saja berlangsung antara sesama anak. Mereka bermain bersama, saling membantu antara sesama mereka, atau melakukan apa saja yang dapat menyenangkan hati. Interaksi antara sesama anak bisa berlangsung di mana dan kapan saja. Banyak hal yang menjadi penghubung jalannya interaksi antara sesama anak. Pertemuan antara kakak dan adiknya untuk membicarakan rencana berkunjung ke rumah teman atau seorang adik yang meminta bantuan kepada kakaknya bagaimana cara belajar yang baik adalah interaksi antara sesama anak. Interaksi yang berlangsung di antara mereka tidak sepihak, tetapi secara timbal balik. Pada suatu waktu, mungkin saja seorang kakak yang memulai pembicaraan untuk membicarakan kepada adiknya. Mereka berinteraksi antara sesama mereka, tanpa melibatkan orang tua. Bahasa yang mereka pergunakan sesuai dengan alam pemikiran dan tingkat penguasaan bahasa yang dikuasai. Mereka bertukar pengalaman, bersenda Nur Wahida, Pola Komunikasi dalam Keluarga 173 gurau, bermain atau melakukan aktifitas apa saja menurut cara mereka masing-masing dalam suka dan duka. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi dalam Keluarga Ada banyak faktor yang mempengaruhi hubungan interpersonal dalam kehidupan berkeluarga. Faktor komunikasi merupakan pengaruh yang paling besar terhadap baik tidaknya suatu hubungan. Komunikasi yang tidak efektif sering menjadi penyebab rusaknya suatu hubungan. Komunikasi yang tidak efektif menyebabkan timbulnya salah paham, salah persepsi, dan salah dalam mengambil keputusan. Begitu pun jika intensitas komunikasi tidak begitu baik, maka suatu hubungan pun bisa menjadi berantakan. Ada seorang istri yang merasa tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari suami. Sementara suami pun menganggap istrinya tidak peduli dengan dirinya. Padahal keduanya mempunyai alasan mengapa bersikap saling acuh tak acuh. Suami yang lelah karena mencari nafkah sangat membutuhkan dukungan dari istrinya. Sedangkan si istri memang termasuk tipe orang yang introvert. Akhirnya keduanya merasa sudah tidak cocok lagi dan akhirnya memutuskan untuk bercerai. Padahal masalah mereka bisa selesai jika keduanya saling bicara. Begitupun, antara anak dan orang tua. Sering sekali antara anak dan orang tua mereka terjadi keretakan hubungan yang disebabkan buruknya komunikasi di dalam keluarga tersebut. Sang anak yang merasa dirinya masih butuh kehadiran orangtua dalam kehidupannya. Sementara itu, kedua orangtua sibuk berkerja dan jarang ada di rumah. Si anak yang sudah merasa dibuang oleh orangtua mereka pun melapiaskan rasa protesnya dengan mengkonsusmi narkotik. Proses komunikasi di dalam hubungan kekeluargaan merupakan bentuk komunikasi yang paling ideal. Hirarki antara posisi orangtua dan anak tidak menyebabkan munculnya prosedur formalitas komunikasi. Begitu pun jika suami dan istri berbeda latar belakang, baik perbedaan budaya, usia, pendidikan, maupun kepribadian. Perbedaan-perbedaan tersebut tidak menjadi penghalang untuk tetap saling berkomunikasi. Namun kenyataannya, justru sebagian besar masalah keluarga disebabkan oleh terganggunya proses komunikasi. Harold D. Laswell mengatakan 174 Musawa, Vol. 3, No. 2, Desember 2011: 163-178 bahwa proses komunikasi terjadi dalam rumusan tentang siapa, menyampaikan apa, melalui apa, kepada siapa, dan apa akibatnya. Sedikitnya ada tiga penyebab yang mengakibatkan terjadinya masalah komunikasi dalam keluarga. Pertama, komunikasi yang dilakukan tidak dengan tulus (dari hati). Komunikasi yang terjadi hanyalah suatu bentuk basa-basi tanpa adanya kehangatan hubungan. Kedua, komunikasi telah digantikan oleh hiburan, seperti televisi, main musik, baca koran, dan lain-lain di dalam rumah. Anggota keluarga lebih suka menikmati sarana hiburan tersebut ketimbang melakukan komunikasi. Ketiga, munculnya pemahaman bahwa komunikasi berarti harus lebih banyak bicara. Padahal dalam komunikasi bukan hanya adanya kegiatan berbicara, tapi juga sewaktu-waktu harus jadi pendengar yang baik. Menurut Lunardi,15 ada sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam keluarga seperti citra diri dan orang lain, suasana psikologis, lingkungan fisik, kepemimpinan, bahasa, dan perbedaan usia. Citra diri dan citra orang lain Citra diri menentukan ekspresi dan persepsi orang. Citra diri adalah ketika orang berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain. Setiap orang mempunyai gambaran tertentu mengenai dirinya, statusnya, kelebihan dan kekurangannya. Gambaran inilah yang menentukan apa dan bagaimana ia berbicara, menjadi menyaring bagi apa yang dilihatnya, didengarnya, bagaimana penilaiannya terhadap segala yang berlangsung disekitarnya. Manusia belajar menciptakan citra diri melalui hubungan dengan orang lain, terutama manusia lain yang dianggapnya penting bagi dirinya, seperti ayah-bunda, guru-murid. Melalui kata-kata maupun komunikasi tanpa kata (perlakuan, pandangan mata, dan sebagainya) dari orang lain ia mengetahui apakah dirinya dicintai atau dibenci, dihormati atau diremehkan, dihargai atau direndahkan. Suasana Psikologis 15 A. G. Lunardi, Komunikasi Mengena: Meningkatkan Efektifitas Komunikasi Antar Pribadi (Yogyakarta: Kanisius, tt), 21. Nur Wahida, Pola Komunikasi dalam Keluarga 175 Komunikasi sulit berlangsung bila seseorang dalam keadaan sedih, bingung, marah, merasa kecewa, merasa iri hati, diliputi prasangka, dan suasana psikologis lainnya. Lingkungan Fisik Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan gaya dan cara yang berbeda. Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga berbeda dengan yang terjadi di sekolah. Karena memang kedua lingkungan ini berbeda. Suasana di rumah bersifat informal, sedangkan suasana di sekolah bersifat formal. Demikian juga komunikasi yang berlangsung dalam masyarakat. Karena setiap masyarakat memiliki norma yang harus ditaati, maka komunikasi yang berlangsung pun harus taat norma. Begitupun komunikasi dalam keluarga memiliki tradisi yang harus ditaati. Kehidupan keluarga yang menjunjung tinggi norma agama memiliki tradisi kehidupan yang berbeda dengan kehidupan keluarga yang meremehkan norma agama. Olek karena itu, lingkungan fisik, dalam hal ini lingkungan keluarga, mempengaruhi seseorang dalam berkomunikasi. Kepemimpinan Dinamika hubungan dalam keluarga dipengaruhi oleh pola kepemimpinan. Karakteristik seorang pemimpin akan menentukan pola komunikasi bagaimana yang akan berproses dalam kehidupan yang membentuk hubungan-hubungan tersebut. Menurut Cragan dan Wright, kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Pola kepemimpinan orangtua dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pendidikan anak. Oleh karena itu, ada tiga tipe kepemimpinan orangtua yang melahirkan pola komunikasi yang berbeda sehingga suasana kehidupan keluarga yang berbentuk pun berlainan yaitu cara kepemimpinan otoriter, demokratis atau laissez faire. Bahasa Penggunaan bahasa dipengaruhi oleh budaya keluarga di daerah tertentu. Oleh karena itu, setiap daerah memiliki kata-kata tertentu dengan maksud tertentu dengan maksud tertentu dan bisa bermakna lain di daerah tertentu. 176 Musawa, Vol. 3, No. 2, Desember 2011: 163-178 Perbedaan Usia. Komunikasi dipengaruhi oleh usia. Oleh karena itu, setiap orang tidak bisa berbicara sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak berbicara. Berbicara kepada anak kecil berbeda ketika berbicara kepada remaja. Mereka mempunyai dunia masing-masing yang harus dipahami. Dalam berkomunikasi, orangtua tidak bisa menggiring cara berpikir anak ke dalam cara berpikir orangtua karena anak belum mampu untuk melakukannya. Dalam berbicara, orangtualah yang seharusnya mengikuti cara berpikir anak dan menyelami jiwanya. Bila tidak, maka komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Orangtua jangan terlalu egois untuk memaksa anak menuruti cara berpikir orangtua. Jadi, yang patut untuk diperhatikan adalah pembicaraan yang sesuai dengan tingkat usia seseorang menjadi salah satu faktor penentu kualitas komunikasi. Akhirnya faktor komunikasi merupakan kunci bagi kesuksesan hubungan dalam berkeluarga. Karena itulah komunikasi dalam keluarga harus dilakukan secara berkesinambungan dan dipelihara dengan baik. Kesimpulan Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia yang ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi mereka dengan kelompoknya. Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina, sehingga anggota keluarga merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan. Keluarga merupakan kelompok primer paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari hubungan laki-laki dan perempuan, yang setidaknya berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Pola komunikasi dalam keluarga adalah suatu pengorganisasian yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture), intonasi suara, tindakan untuk menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling membagi pengertian. Dari pengertian ini, terkandung maksud mengajarkan, mempengaruhi dan memberikan pengertian. Sedangkan tujuan pokok dari Nur Wahida, Pola Komunikasi dalam Keluarga 177 komunikasi adalah memprakarsai dan memelihara interaksi antara satu anggota dengan anggota lainnya sehingga tercipta komunikasi yang efektif. Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan. Terlihat dengan jelas bahwa dalam keluarga adalah pasti membicarakan hal-hal yang terjadi pada setiap individu, komunikasi yang dijalin merupakan komunikasi yang dapat memberikan suatu hal yang dapat diberikan kepada setiap anggota keluarga lainnya. Dengan adanya komunikasi, permasalahan yang terjadi diantara anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik. Daftar Pustaka Bahri, Syaiful. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga: Sebuah Perspektif Pendidikan Islam. Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Buseri, Kamrani. Ontologi Pendidikan Islam dan Dakwah Pemikiran Teoritis Praktis Kontemporer. Yogyakarta: UII Press, 2003. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1990. Dimas, Muhammad Rasyid, 25 Kiat Mempengaruhi Jiwa dan Akal Anak, Terj. Tate Qamaruddin. Jakarta: Robbani Press, 2001. Djamarah, Saiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta, 2000. Lunardi, A.G. Komunikasi Mengena: Meningkatkan Efektifitas Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Kanisius, tt. Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000. Rahbar, Faramarz bin Muhammad. Selamatkan Putra-Putrimu dari Lingkungan Tidak Islam, Terj. Kamdani. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1998. Riyanto, Theo. Pembelajaran Sebagai Proses Bimbingan Pribadi. Jakarta: Grasindo. 2002, h. 23 178 Musawa, Vol. 3, No. 2, Desember 2011: 163-178 Sochib, Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta: Rineka Cipta, 1998. Moh. Widjaja, A. W. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara, 1997. *Dosen Tetap Jurusan Dakwah STAIN Datokarama Palu Anak