PENDAHULUAN Ibuprofen merupakan golongan obat anti-inflamasi nonsteroid, bersifat asam dan mempunyai sifat kohesif yang lebih besar daripada sifat adhesif, sehingga sulit kontak dengan zat lain terutama air dan mengakibatkan ibuprofen tidak mudah dibuat dalam bentuk sediaan tertentu. Disamping itu, salah satu efek samping ibuprofen dalam sediaan oral adalah menyebabkan iritasi pada lambung. Ibuprofen diserap dengan mudah dari dinding saluran pencernaan. Kadar puncak dalam darah dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paruh eliminasi selama dua jam. Waktu paruhnya yang pendek menyebabkan pemberian dilakukan tiga kali sehari untuk mendapatkan efek terapi yang optimum. Berdasarkan masalah tersebut, maka pengembangan sediaan oral konvensional memiliki banyak keterbatasan. Salah satu cara pendekatan penyelesaian masalah tersebut adalah pengembangan sediaan lepas lambat yang diharapkan dapat meningkatkan efikasi dan menurunkan efek samping yang ditimbulkan. Pengembangan formulasi ibuprofen untuk penggunaan oral yang aman dan efektif masih terus dilakukan sampai sekarang (Gilman, 1996 ; Swarbrick, 1990). Teknik mikroenkapsulasi merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk memodifikasi pelepasan zat aktif sehingga dapat mengurangi atau mengeliminasi efek samping yang merugikan. Disamping memodifikasi pelepasan zat aktif, tujuan penggunaan mikroenkapsulasi juga untuk melindungi zat aktif terhadap lingkungan seperti lembab, cahaya, panas, dan sebagainya, mengubah bentuk zat aktif dari cair menjadi padat, menutup bau yang tidak sedap, memisahkan zat aktif yang tidak tercampurkan agar dapat disatukan dalam suatu sediaan, dan menutup rasa yang tidak enak. Polimer baik alam maupun sintetis merupakan salah satu bahan pembentuk mikrokapsul (Lim, 1984). Teknik pembentukan mikrokapsul dari polimer yang banyak digunakan dalam bidang farmasi adalah emulsifikasi-evaporasi pelarut organik. Akan tetapi karena toksisitas dan keterbatasan pemilihan pelarut organik mendorong dikembangkannya teknik lain. Reaksi pautan silang polimer merupakan fenomena unik yang dapat dimanfaatkan dalam proses mikroenkapsulasi baik zat yang bersifat hidrofil maupun lipofil. Paut silang (crosslink) 1 2 merupakan ikatan (kimia/fisika) antara rantai polimer yang membentuk struktur tiga dimensi jaringan polimer. Reaksi paut silang dapat terjadi pada monomer, oligomer, atau polimer yang memiliki lebih dari dua gugus reaktif dan dapat dipaut silang oleh suatu zat pemaut silang (crosslinker) yang memiliki dua atau lebih gugus fungsi (Kroscwitz, 1990). Pada penelitian ini akan dikembangkan mikroenkapsulasi ibuprofen menggunakan gelatin sebagai polimer alam dengan teknik pautan silang. Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik mikrokapsul meliputi variasi proses dan formula akan diteliti. BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Ibuprofen Ibuprofen merupakan turunan asam fenilasetat dengan nama kimia asam 2-(4-isobutilfenil) propionat. Rumus kimia C13H18O2 dan berat molekul 206,3 (The Council of Pharm. Society of Great Britain, 2001). Gambar 1.1 Struktur molekul ibuprofen. 1.1.1 Sifat Fisika dan Kimia Identifikasi ibuprofen berdasarkan Farmakope Indonesia edisi 4 adalah menggunakan spektrofotometri ultraviolet, spektrofotometri inframerah, kromatografi cair kinerja tinggi, dengan menggunakan baku pembanding ibuprofen BPFI. Ibuprofen berupa serbuk hablur, putih hingga hampir putih, berbau khas lemah, dan mempunyai jarak lebur 75ºC sampai 78ºC. Ibuprofen praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol (1:1,5), dalam metanol, dalam aseton (1:1,5), dalam eter (1:2), dan dalam kloroform (1:1,5), sangat mudah larut dalam larutan basa alkali hidroksida, karbonat, dan dalam diklorometan, sukar larut dalam etil asetat (Depkes RI, 1995; The Council of Pharm. Society of Great Britain, 2001; Lund, 1994). 1.1.2 Tinjauan Farmakologi Ibuprofen merupakan obat golongan antiinflamasi non steroid yang memberikan efek analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi. Ibuprofen terutama digunakan untuk mengobati artritis rematik yang bekerja dengan cara memasuki ruang sinovial secara lambat dan terakumulasi dalam konsentrasi tinggi. Untuk mengatasi rasa nyeri seperti ”dysmenorrhea” dan antipiretik diberikan dalam dosis 400 mg setiap 4-6 jam. Pengobatan artritis rematik dan artritis tulang dapat mencapai 2400 mg walaupun dosis lazim sehari hanya 3 4 1200-1600 mg. Ibuprofen menyebabkan efek samping gastritis, konstipasi, nausea, dan pusing (Gilman, 1996). 1.1.3 Farmakokinetik Ibuprofen diserap dengan mudah dari dinding saluran pencernaan. Kadar puncak dalam darah dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paruh eliminasi selama dua jam. Ekskresi ibuprofen terjadi dengan cepat dan sempurna. Lebih dari 90% dari dosis yang diberikan diekskresi melalui urin sebagai metabolit asam konjugatnya (Gilman, 1996). 1. 2 Gelatin Gelatin merupakan campuran dari fraksi protein yang dimurnikan sebagian dengan hidrolisis asam (untuk tipe A) dan hidrolisis basa (untuk tipe B) dari kolagen hewan. Gelatin dapat juga merupakan campuran dari kedua tipe. Berat molekul gelatin berkisar antara 15.000 – 250.000 (Rowe, 2006). Gambar 1.2 Struktur molekul gelatin. 1.2.1 Fungsi Gelatin Gelatin digunakan secara luas dalam formulasi bidang farmasetik antara lain berfungsi sebagai senyawa penyalut, pembentuk film, pembentuk gel, pembentuk suspensi, pengikat tablet, dan bahan peningkat kekentalan. Umumnya digunakan untuk membentuk kapsul lunak atau kapsul keras. Gelatin dimanfaatkan sebagai bahan matriks biodegradable dalam sistem penghantaran implan. Gelatin digunakan juga dalam mikroenkapsulasi obat. Prinsipnya adalah zat aktif dijerat dalam kapsul berukuran mikro, kemudian diperlakukan sebagai serbuk (Rowe, 2006). 5 1.2.2 Sifat Fisika dan Kimia Gelatin berupa granul atau serbuk transparan, berwarna kuning bercahaya hingga kuning pucat, padatan yang mudah patah, tidak berbau, dan tidak berasa. Gelatin praktis tidak larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%), eter, dan metanol. Larut dalam gliserin, asam dan basa, tetapi asam atau basa kuat dapat mengendapkan gelatin. Dalam air, gelatin mengembang dan melunak, sedikit demi sedikit menyerap air sebanyak 5-10x bobotnya. Gelatin larut dalam air panas, membentuk gel pada pendinginan 35-40ºC. Pada suhu lebih besar dari 40ºC sistem berada dalam keadaan sol. Sistem gel-sol ini bersifat reversibel terhadap pemanasan (Rowe, 2006). 1. 2 Mikroenkapsulasi Mikroenkapsulasi adalah proses enkapsulasi (penjeratan) partikel berbentuk padat, tetesan zat cair, dispersi zat cair atau gas dalam suatu sistem pembawa berukuran mikrometer sehingga dihasilkan partikel bahan dengan karakteristik fisika dan kimia yang dikehendaki. Hasil yang didapatkan adalah mikrokapsul, memiliki dinding berupa polimer dalam bentuk selaput tipis yang menyelimuti obat. Keistimewaan yang unik dari mikrokapsul adalah ukuran yang kecil dari partikel tersalut dan penggunaan serta aplikasi pada berbagai bentuk sediaan (Luzzy, 1970; Swarbrick and Boyland, 1995). Dua bahan yang terlibat dalam mikroenkapsulasi yaitu bahan inti dan bahan penyalut. Bahan inti adalah bahan yang akan disalut, dapat berbentuk bahan cair, padat, atau gas. Komposisi bahan inti berbentuk cair dapat terdiri dari zat-zat yang terdispersi dan atau terlarut. Bahan inti berbentuk padat dapat berupa zat tunggal atau zat aktif dan bahan tambahan seperti penstabil, pengencer, penahan atau pemercepat pelepasan zat aktif, dan lainnya. Sedangkan bahan penyalut adalah bahan yang digunakan untuk penyalut bahan inti dengan tujuan tertentu. Penyalut yang digunakan dapat berupa polimer alam, semi sintetik, atau sintetik. Pemilihan bahan penyalut bergantung pada tujuan penyalutan. Syarat bahan penyalut antara lain dapat bercampur secara kimia dengan bahan inti, tetapi inert terhadap bahan inti, harus dapat membentuk lapisan di sekitar obat dengan pembentukan selaput tipis, fleksibel, impermeabel, kuat selama proses sehingga tidak terjadi kerusakan, memiliki sifat yang sesuai dengan tujuan penyalutan, dan menghasilkan lapisan salut yang relatif tipis (Deasy, 1984). 6 Selain kedua bahan tersebut, pada mikroenkapsulasi diperlukan pula medium untuk melarutkan atau mendispersikan bahan inti dan penyalut. Medium yang digunakan sangat bervariasi tergantung dari teknik mikroenkapsulasi yang diterapkan. Pemilihan medium didasarkan pada kelarutan zat aktif atau bahan inti dan bahan penyalut (Deasy, 1984). Persyaratan umum untuk bahan yang digunakan dalam mikroenkapsulasi, yaitu tidak toksik, dapat diuraikan dalam sistem biologis, cepat dieliminasi oleh tubuh, tidak iritan, tidak berbau, tidak membentuk kompleks dengan bahan aktif (bahan inti) yang digunakan (Lim, 1984). Ketebalan dinding penyalut dan kandungan bahan inti dalam mikrokapsul dipengaruhi oleh luas permukaan partikel bahan inti dan perbandingan jumlah bahan inti dan bahan penyalut yang ditambahkan ke dalam fase pembawa pada tahap awal proses (Swarbrick and Boyland, 1995). Teknik mikroenkapsulasi dalam bidang farmasi memiliki banyak aplikasi, diantaranya yaitu mengubah bentuk zat cair menjadi padat, menutupi bau atau rasa yang tidak menyenangkan dari zat aktif, melindungi obat dari lembab, panas, cahaya, oksidasi, dan sebagainya, mengatur kelarutan suatu obat, menghambat penguapan misalnya untuk minyak atsiri, mencegah inkompatibilitas (ketidaktercampuran), menangani bahan-bahan toksik, memperbaiki sifat aliran serbuk dari zat aktif, dan memodifikasi pelepasan zat aktif (Swarbrick and Boyland, 1995). Keuntungan utama dari mikroenkapsulasi antara lain dapat digunakan untuk stabilisasi bahan inti contohnya yaitu mikroenkapsulasi beberapa vitamin untuk mencegah penguraian, kontrol pelepasan bahan inti, serta pemisahan bahan-bahan yang reaktif dalam tablet atau campuran serbuk agar tidak terjadi reaksi yang tidak diharapkan jika akan dibuat dalam suatu sediaan (Lachman and Lieberman, 1970). Bentuk atau tipe mikrokapsul yang dihasilkan dapat bermacam-macam tergantung dari proses pembuatannya, antara lain mikrokapsul dengan inti tunggal sferis (bentuk bulat), matriks yang terdiri dari mikrokapsul yang berinti tunggal dan aglomerat berinti banyak, dan yang berdinding halus yang disebut film. Mikrokapsul berinti padat umumnya memiliki bentuk hampir sama dengan bentuk inti sedangkan untuk inti berbentuk cairan atau gas memiliki bentuk bulat. 7 Mikrokapsul yang dihasilkan biasanya berukuran 1-2000 µm, bervariasi antara lain sesuai dengan metode yang digunakan, jenis bahan inti, dan bahan penyalut yang digunakan. Kekurangan dan keterbatasan proses mikroenkapsulasi antara lain adanya sisa dinding mikrokapsul yang tidak larut, tidak efektif untuk kerja obat bentuk cair yang diperlama karena zat aktif dapat terbebas dari mikrokapsul sebelum sediaan digunakan, kemungkinan ada mikrokapsul yang pecah ketika proses pencetakan tablet karena gaya kempa yang cukup besar, adanya kemungkinan penyalutan yang tidak sempurna oleh polimer sehingga akan mempengaruhi pelepasan zat aktif dari mikrokapsul, pada umumnya produk hasil mikroenkapsulasi lebih mahal, beberapa metode mikroenkapsulasi tidak dapat digunakan untuk skala industri, serta adanya penggumpalan mikrokapsul selama proses mikroenkapsulasi (Deasy, 1984). Faktor-faktor yang mempengaruhi perancangan dan keberhasilan proses mikroenkapsulasi antara lain sifat fisikokimia bahan inti yang akan disalut, bahan penyalut yang digunakan, medium mikroenkapsulasi (air, pelarut organik, atau gas), metode mikroenkapsulasi yang digunakan, tahap mikroenkapsulasi (tunggal atau bertingkat), sifat dan struktur dinding mikrokapsul, dan kondisi penggunaan (basah atau kering). 1. 3 Metode Mikroenkapsulasi Metode mikroenkapsulasi yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu dapat berupa metode kimia, metode fisikokimia, dan metode mekanik. 1.3.1 Metode Kimia Metode yang termasuk ke dalam metode kimia yaitu polimerisasi antar permukaan, polimerisasi in situ, dan teknik pengerasan dalam cairan a. Polimerisasi Antar Permukaan (Interfasial) Digunakan untuk bahan inti berupa zat cair. Cara ini menggunakan dua jenis polimer yaitu yang larut dalam air dan yang larut dalam pelarut organik. Polimer yang umumnya digunakan adalah poliuretan, poliester, dan poliamida. Bahan inti dapat berperan sebagai pelarut salah satu polimer. Prinsipnya yaitu mendispersikan salah satu fase ke dalam fase lain dengan bantuan emulgator sehingga terbentuk emulsi, penambahan reaktan yang tidak larut dalam air untuk mengawali terbentuknya dinding polimer pada tetesan cairan, dan pemisahan mikrokapsul yang terbentuk dari fase kontinu (Deasy, 1984). 8 b. Polimerisasi In Situ Pada metode ini hanya digunakan satu jenis polimer yang dapat berada dalam fase inti atau fase kontinu (medium). Ke dalamnya dapat ditambahkan suatu katalis. Prinsipnya hampir sama dengan polimerisasi antar permukaan. Polimerisasi terjadi pada permukaan tetesan inti sehingga polimer akan membentuk lapisan yang menyelubungi permukaan inti tersebut. Polimer penyalut yang digunakan tidak boleh larut dalam medium yang digunakan (Deasy, 1984). c. Teknik Pengerasan dalam Cairan Digunakan polimer dalam bentuk larutan, yang dengan penambahan suatu bahan pengeras dapat mengeras dan membentuk lapisan tipis di permukaan inti. Proses pengerasan dapat dilakukan dengan modifikasi termal, netralisasi ke titik isoelektrik, dan ikatan antara dua polimer yang memiliki muatan yang berlawanan (dapat digunakan polimer yang larut dalam air atau dalam pelarut organik). Mikrokapsul yang dihasilkan cenderung memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan metode lain. Menggunakan alat penetes berbentuk pipet berlubang, tipe alat yang dapat digunakan yaitu alat sederhana berupa tabung dan satu lubang, alat berupa pipa berlubang dua yang berasal dari dua tabung yang berpusat sama, dan alat dengan dua tabung berpusat sama yang memiliki dua lubang yang terpisah (Deasy, 1984). Metode mikroenkapsulasi dengan teknik Paut silang (crosslink) termasuk ke dalam salah satu metode kimia. Paut silang (crosslink) merupakan ikatan (kimia/fisika) antara rantai polimer yang membentuk struktur tiga dimensi jaringan polimer yang akan membentuk polimer yang tidak larut. Reaksi paut silang dapat terjadi pada monomer, oligomer, atau polimer yang memiliki lebih dari dua gugus reaktif dan dapat dipaut silang oleh suatu zat pemaut silang (crosslinker) yang memiliki dua atau lebih gugus fungsi (Kroscwitz, 1990). Salah satu polimer yang dapat digunakan adalah gelatin. Gelatin dapat bereaksi dengan golongan aldehid membentuk pautan silang. Golongan aldehid yang biasa digunakan antara lain formaldehid, glutaraldehid, dan gliseraldehid. 1.3.2 Metode Fisikokimia Metode yang termasuk ke dalam metode fisikokimia antara lain koaservasi pemisahan fase, teknik pengeringan dalam cairan (penguapan pelarut), dispersi secara leburan, dan teknik powder beds. 9 a. Koaservasi Pemisahan Fase Merupakan teknik pertama yang digunakan untuk proses enkapsulasi. Proses yang terjadi adalah adanya interaksi dua muatan elektrolit yang berbeda dalam satu medium sehingga akan terbentuk bagian yang kaya akan polimer membentuk koloid yang disebut koaservat. Proses koaservasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan pembawa yang mengandung air atau pembawa non air. Untuk koaservasi dengan pembawa non air, pemisahan fase polimer dapat diinduksi dengan cara perubahan suhu sistem, penambahan polimer tak tercampurkan, penambahan pelarut lain selain pelarut yang digunakan, penambahan garam, perubahan pH sistem, atau interaksi polimer-polimer. Polimer yang digunakan harus tak larut air, sehingga pelepasan obat diatur oleh difusi obat melalui penyalut, bukan dengan disolusi atau erosi (Deasy, 1984). b. Teknik Pengeringan dalam Cairan (Penguapan Pelarut) Digunakan untuk bahan inti berupa senyawa yang sukar larut atau kelarutannya kecil dalam air, tidak larut dalam pelarut non polar, senyawa reaktif (seperti enzim), atau emulsi fotografi. Prosesnya dilakukan dengan melarutkan atau mendispersikan bahan inti dalam larutan polimer dengan pelarut organik tunggal atau campuran yang memiliki titik didih yang rendah. Fase ini kemudian diemulsikan dalam fase kontinu berair yang mengandung koloid hidrofilik atau surfaktan dalam konsentrasi rendah untuk menstabilkan emulsi minyak dalam air yang terbentuk. Pelarut kemudian diuapkan dan mikrosfer dikumpulkan melalui filtrasi atau sentrifugasi (Bennita, 1996). c. Dispersi secara Leburan Bahan penyalut yang digunakan dalam teknik ini adalah malam atau lemak yang akan melebur saat proses pemanasan. Prosesnya yaitu pendispersian bahan inti ke dalam bahan penyalut yang telah dilelehkan yang dilanjutkan dengan proses pendinginan untuk membentuk mikrokapsul yang padat. d. Teknik Powder Beds Teknik mikroenkapsulasi ini menggunakan zat padat halus dan inert yang dapat mengadsorpsi pelarut dan mempercepat proses pengeringan tetesan larutan polimer penyalut. Zat padat halus yang digunakan harus tidak larut dalam pelarut polimer. Contoh zat padat halus yang dapat digunakan antara lain silika, talk, natrium aluminium silikat. 10 Contoh bahan penyalut yang dapat digunakan yaitu selulosa asetat ftalat, gelatin, dekstrin, kasein, dan sebagainya. 1.3.3 Metode Mekanik Metode yang termasuk metode mekanik yaitu suspensi udara, semprot kering dan semprot beku, penyalutan dengan panci penyalut, dan deposisi elektrostatik. a. Suspensi Udara Prinsip teknik ini adalah dispersi bahan inti yang padat dalam udara mengalir sebagai fase pendukung kemudian disemprot dengan larutan penyalut. Bahan inti yang tersalut diresirkulasikan melewati materi penyalut dan proses ini terus berlanjut tergantung dari tujuan mikroenkapsulasi. Aliran udara berperan untuk sirkulasi dan pengeringan mikrokapsul dengan volume dan udara yang mengalir dengan suhu tertentu. Faktor penentu keberhasilan teknik ini adalah penyesuaian aliran udara, suhu, dan kecepatan aliran larutan bahan penyalut. Kinetika pengeringan dipengaruhi oleh kecepatan dan suhu aliran udara. Pada proses pengeringan terjadi pula pendinginan sehingga suhu permukaan partikel lebih rendah daripada suhu udara di dalam maupun di luar partikel (Deasy, 1984). b. Semprot Kering dan Semprot Beku Kedua teknik ini digunakan untuk menyalut bahan inti yang peka terhadap panas. Melibatkan proses dispersi bahan inti ke dalam larutan penyalut yang biasanya berupa polimer lalu campuran tersebut disemprotkan pada suatu lingkungan dengan kondisi tertentu sehingga pembentukan dan pengerasan mikrokapsul serta pengerasan penyalut terjadi lebih cepat. Perbedaan kedua teknik ini terletak pada alat untuk pemadatan penyalut. Pada semprot kering, pemadatan penyalut dilakukan dengan penguapan pelarut secara cepat, sedangkan pada semprot beku dilakukan secara termal yaitu dengan pembekuan bahan penyalut atau dengan penambahan non pelarut pada campuran bahan inti dan penyalut. Penghilangan non pelarut dilakukan dengan penyerapan, ekstraksi, atau penguapan (Deasy, 1984). c. Penyalutan dengan Panci Penyalut Teknik ini banyak digunakan dalam bidang farmasi, hal ini karena banyak industri farmasi yang memiliki panci-panci penyalut yang digunakan untuk memproduksi tablet salut gula atau salut selaput. Partikel bahan inti yang akan disalut berukuran lebih dari 50 μm, harus sferis agar dapat bergerak bebas dalam panci, cukup keras, dan memiliki friabilitas yang 11 rendah agar tidak mudah rusak selama proses berlangsung. Penyalut dalam bentuk larutan atau dispersi bentuk halus disemprotkan pada bahan inti yang ada dalam panci penyalut. Penghilangan pelarut dari penyalut terjadi karena adanya aliran udara panas ke dalam panci atau dengan pengerasan dalam oven. Waktu yang diperlukan teknik ini untuk mikroenkapsulasi lebih lama dibandingkan proses penyalutan tablet, hal ini karena pengeringan yang tidak efisien dan membutuhkan jumlah penyalut lebih banyak (Deasy, 1984). d. Deposisi Elektrostatik Teknik ini digunakan untuk bahan inti dan penyalut yang berupa aerosol dan memiliki muatan yang berlawanan. Prosesnya melibatkan alat atomizer yang akan mengatomisasi bahan penyalut sehingga terbentuk kabut yang akan memberikan muatan listrik saat meninggalkan atomizer dan mengalami deposisi akibat adanya gaya tarik elektrostatik pada bahan inti. Kabut cairan penyalut diberi muatan listrik dengan menempatkannya pada medan elektrostatik yang mengandung ion tidak bermuatan. Muatan-muatan listrik tersebut kemudian diberikan pada partikel inti dan penyalut dengan adanya tegangan tinggi, yaitu sekitar 10.000 volt. Proses selanjutnya yaitu pendinginan sistem lalu mikrokapsul yang terbentuk dikumpulkan dengan sistem aerosol yang sesuai. 1. 4 Karakterisasi Mikrokapsul Karakterisasi mikrokapsul yang dilakukan meliputi pemeriksaan morfologi mikrokapsul, ukuran dan distribusi ukuran mikrokapsul, kandungan zat aktif dalam mikrokapsul, dan uji pelepasan zat aktif dari mikrokapsul. 1.4.1 Morfologi Mikrokapsul Pemeriksaan terhadap mikrokapsul bertujuan untuk mengetahui sifat pelepasan obat, karakteristik permukaan, dan adanya pori-pori pada permukaan mikrokapsul. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik atau mikroskop elektron. 1.4.2 Ukuran dan Distribusi Ukuran Partikel Pemeriksaan ukuran dan distribusi ukuran mikrokapsul digunakan untuk memperkirakan secara kuantitatif ukuran dan distribusi ukuran mikrokapsul. Dapat dilakukan dengan metode konvensional seperti menggunakan beberapa pengayak dengan rentang ukuran tertentu atau dengan alat yang lebih modern seperti pengayak otomatis. 12 1.4.3 Kandungan Zat Aktif dalam Mikrokapsul Pemeriksaan kandungan zat aktif dalam mikrokapsul dilakukan untuk mengetahui kondisi optimum metode yang digunakan untuk meminimalkan kehilangan bahan penyalut. Terdapat dua macam metode, tergantung dari kelarutan bahan inti dan bahan penyalut yang digunakan. Mikrokapsul dengan bahan inti dan bahan penyalut yang larut dalam pelarut bukan air, pemeriksaan dilakukan dengan melarutkan mikrokapsul dalam pelarut organik yang sesuai kemudian ditentukan dengan metode analisis yang sesuai. Sedangkan untuk mikrokapsul dengan bahan inti larut air dan bahan penyalut tidak larut dalam air, pemeriksaan dilakukan dengan cara disintegrasi mikrokapsul menggunakan pengadukan berkecepatan tinggi atau dengan teknik penggerusan mikrokapsul sehingga bahan inti dapat larut dalam pelarut yang sesuai kemudian kadar ditentukan dengan metode analisis yang sesuai. 1.4.4 Uji Pelepasan Zat Aktif dari Mikrokapsul Disolusi adalah proses masuknya zat padat ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Disolusi ini sangat berpengaruh terhadap kecepatan dan besarnya ketersediaan hayati zat aktif dan selanjutnya akan mempengaruhi respon klinis yang akan dihasilkan oleh suatu sediaan. Dari hasil uji disolusi dapat diketahui keseragaman produksi dari tiap batch dan dapat dilihat reprodusibilitas dari mikroenkapsulasi. Persamaan yang menggambarkan kecepatan disolusi zat padat telah dikembangkan oleh Noyes dan Whitney, yaitu (Deasy, 1984): dC D = S ( )(Cs − C ) dt h dengan dC : kecepatan disolusi zat padat, S : luas permukan zat padat, D : koefisien difusi dt zat padat, Cs : kelarutan zat padat, C : konsentrasi zat padat dalam larutan pada waktu t, h : tebal lapisan difusi (cm). Faktor yang mempengaruhi disolusi suatu zat padat antara lain faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia zat padat (kelarutan, ukuran partikel, koefisien partisi bentuk kristal), faktor yang berhubungan dengan bentuk sediaan zat padat (formulasi, proses pembuatan, pewadahan, penyimpanan), serta faktor yang berhubungan dengan alat disolusi dan parameter pengujian (desain alat, kecepatan pengadukan, komposisi, volume medium disolusi, suhu, cara pengambilan sampel, dan metode penentuan kadar yang digunakan).