Aktivitas Isolat Bakteri Aerob dari Lumpur Aktif Pengolahan Limbah

advertisement
9
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Akibat negatif dari perkembangan industri
ialah limbah yang dihasilkan, yang apabila
tidak
dikendalikan
dapat
mencemari
lingkungan. Limbah merupakan buangan hasil
produksi yang kehadirannya pada waktu dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan
karena memiliki pengaruh yang merugikan
(Saeni 1989). Sedangkan menurut keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor
51/MENLH/10/1995 limbah cair adalah
limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh
kegiatan industri dan dibuang ke lingkungan.
Limbah cair diduga dapat menurunkan
kualitas lingkungan.
Limbah mengandung bahan pencemar yang
bersifat racun dan berbahaya. Limbah ini
dikenal dengan limbah B3 (Bahan Beracun
dan Berbahaya). Bahan ini menurut SK
Menteri Perin. 148/ M/ SK/ 4/ 1985 adalah
bahan yang termasuk dalam satu golongan
atau lebih dari : bahan beracun, bahan
peledak, bahan mudah terbakar, bahan
oksidator/reduktor, bahan yang mudah
meledak dan terbakar, bahan bertekanan,
bahan korosif atau yang menyebabkan iritasi
dan bahan radioaktif. Sedangkan menurut PP
18 tahun 1999 B3 adalah sisa suatu usaha atau
kegiatan lain yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun yang karena sifat dan
konsentrasinya atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat
mencemarkan atau merusak lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lainnya. Oleh sebab itu,
diperlukan suatu fasilitas pengolahan limbah
agar limbah yang dibuang memenuhi standar
baku yang telah ditetapkan pemerintah,
sehingga tidak mencemari dan merusak
lingkungan hidup.
Salah satu cara untuk mendegradasi limbah
yang ramah lingkungan ialah menggunakan
teknologi bioremediasi. Bioremediasi adalah
penggunaan agen-agen biologik untuk
menetralkan tanah dan air tercemar menjadi
zat-zat yang tidak berbahaya bagi lingkungan
atau kesehatan manusia (Waluyo 2005).
Bioremediasi bertujuan memecah atau
mendegradasi zat pencemar menjadi bahan
yang kurang beracun atau tidak beracun
seperti karbon dioksida dan air (Mellor et al.
1996). Saat ini bioremediasi menjadi proses
utama dalam sistem pengolahan limbah
karena dapat mengurangi penggunaan bahan
kimia yang memiliki efek samping negatif
(Gintings 1992).
Pada limbah cair terdapat bahan organik
yang dapat bersifat toksik di perairan. Sisa
bahan organik yang terakumulasi akan
menimbulkan terbentuknya senyawa metabolit
yang toksik terhadap organisme di perairan
seperti amonia, nitrit, nitrat, dan hidrogen
disulfida (Widiyanto 2002). Senyawa tersebut
pada akhirnya akan mengganggu proses
pertumbuhan organisme yang ada pada
lingkungan sekitar.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji
aktivitas bakteri aerob dominan pada limbah
cair dalam menurunkan kandungan senyawa
organik, sehingga bakteri tersebut dapat
digunakan untuk meningkatkan efisiensi
pengelolaan sistem perairan yang terpolusi
limbah organik dan perairan budidaya air.
BAHAN DAN METODE
Limbah Organik dan Lumpur Aktif
Limbah organik yang digunakan pada
penelitian ini ialah sampel limbah cair hasil
produksi dan lumpur aktif. Limbah cair
diperoleh dari ceruk saluran instalasi
pengolahan limbah (IPAL), sedangkan sampel
lumpur aktif didapat dari kolam aerasi PT East
Jakarta Industrial Park (EJIP). Lumpur aktif
tersebut digunakan sebagai sumber bakteri
aerob yang akan diisolasi dan sebagai
pembanding terhadap aktivitas isolat saat uji
aktivitas degradasi.
Isolasi dan Identifikasi Bakteri
Media padat untuk pertumbuhan bakteri
dibuat dengan mencampur bahan baku agaragar sebanyak 20 g dalam setiap satu liter
limbah cair. Apabila pertumbuhan bakteri
kurang optimal, maka pada media padat dapat
ditambahkan nutrient broth sebagai nutrisi
tambahan sebanyak 20 persen dari total bahan
baku media. Media tersebut selanjutnya
disterilisasi dalam autoklaf selama 15 menit
pada tekanan 1 atm dan suhu 121 0C
kemudian dituang ke dalam cawan Petri
berdiameter 10 cm (20 ml per cawan).
Isolasi bakteri dilakukan dengan cara
mengencerkan 0.1 ml sampel lumpur aktif
terlebih dahulu secara serial hingga 10-3
sebanyak dua ulangan. Selanjutnya sampel
tersebut dituang ke media padat dengan
metode cawan sebar, kemudian diinkubasi
selama empat hari pada suhu 37 0C. Koloni
bakteri yang tumbuh dominan diamati
morfologi koloninya. Koloni bakteri tersebut
dimurnikan dengan menggunakan metode
10
cawan gores. Isolat yang diperoleh diamati
morfologi, motilitas, dan dilakukan uji
pewarnaan
gram (Hadioetomo 1983).
Identifikasi isolat menggunakan biolog kit
untuk mengetahui genus dan spesies isolat
tersebut.
Uji Aktivitas Degradasi
Percobaan ini menggunakan teknik
bioaugmentasi yang merupakan proses
bioremediasi dengan cara penambahan bakteri
dominan ( Mellor et al. 1996). Tahap pertama
disiapkan dua buah wadah, yaitu bak. Masingmasing wadah diisi dengan sampel limbah
cair, kemudian dilakukan analisis BOD, COD,
SS, NO3,- NO-2, dan amonia. Tahap
selanjutnya salah satu sampel diberi perlakuan
penambahan isolat bakteri dan lumpur aktif
yang telah disterilisasi, sedangkan sebagai
pembanding sampel limbah yang lain diberi
penambahan lumpur aktif tanpa sterilisasi.
Inkubasi dilakukan selama tiga hari. Hasil uji
parameter antara kedua perlakuan tersebut
dibandingkan dan ditentukan efisiensinya
dengan rumus sebagai berikut:
sampel dimasukkan ke dalam botol BOD
hingga penuh sempurna, lalu tutup botol
dibuka dan dipipet 2 ml MnSO4 ke dalam
sampel. Berikutnya 2 ml Na-Azida
dimasukkan ke dalam sampel dan botol
ditutup erat-erat, lalu dikocok. Endapan yang
terbentuk dibiarkan selama dua menit dan
kemudian dikocok lagi. Setelah itu dipipet 2
ml H2SO4 ke dalam sampel dan asam ini
dibiarkan turun hingga leher botol BOD,
kemudian dikocok hingga endapan terlarut.
Sebanyak 50 ml sampel yang telah diberi
perlakuan dipipet ke dalam labu Erlenmeyer,
kemudian dititrasi dengan larutan Na-tiosulfat
0.025 N, hingga terjadi perubahan warna
menjadi kuning muda. Kemudian diberi
amilum 2 ml dan titrasi dilanjutkan hingga
warna biru hilang. Volume titran yang
digunakan dicatat untuk menentukan dissolved
oxigen (DO) (APHA 1980).
Analisis Padatan Tersuspensi (SS)
Uji
parameter
SS
menggunakan
spektrofotometer tipe DR 2010 pada program
P 630 dan panjang gelombang 810 nm dengan
akuades sebagai blanko (APHA 1980).
(a - b)
Efisiensi =
x 100%
a
a: konsentrasi parameter sebelum perlakuan
b: konsentrasi parameter setelah perlakuan
Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)
Analisis COD dilakukan dengan metode
titrasi ferro amonium sulfat (FAS) (APHA
1980). Sebanyak 10 ml larutan K2Cr2O7 dan 5
mg HgSO4 dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer 250 ml yang telah berisi 20 ml
sampel disertai penambahan batu didih.
Selanjutnya dilakukan pengocokkan agar
campuran
tersebut
homogen.
Tahap
berikutnya labu Erlenmeyer yang berisi
campuran tersebut diletakkan pada kondensor
reflux selama dua jam dan diberi penambahan
30 ml asam sulfat pekat. Setelah itu dilakukan
proses pendinginan dan penambahan tiga tetes
indikator ferroin. Tahap akhir ialah dilakukan
titrasi FAS terhadap campuran. Proses
tersebut ditandai dengan terjadinya perubahan
warna pada titik akhir titrasi dari hijau biru
menjadi merah bata. Volume FAS yang
terpakai dicatat untuk penentuan nilai COD.
Analisis Biochemical Oxygen Demand
(BOD)
Tahap awal yang dilakukan ialah
standarisasi Na-tiosulfat. Selanjutnya 300 ml
Analisis Amonia
Tahap pertama ialah membuat kurva
kalibrasi larutan baku amonium klorida 5
ppm. Larutan baku tersebut ditera hingga 50
ml, lalu ditambahkan 1 ml pereaksi Nessler
dan dibiarkan 10 menit agar terbentuk warna.
Absorbansi larutan diukur pada panjang
gelombang 430 nm. Selanjutnya sampel
disaring dengan milipore dan dipipet sebanyak
50 ml ke dalam gelas piala, kemudian
ditambahkan 1 ml pereaksi Nessler. Larutan
tersebut dikocok hingga homogen dan
dibiarkan 10 menit. Absorbansi larutan diukur
pada panjang gelombang 430 nm (APHA
1980).
Analisis Nitrat
Tahap pertama ialah membuat kurva
kalibrasi larutan standar N-NO3 dengan
konsentrasi berkisar antara 0.1-1.0 mg L-1 ,
lalu larutan standar ditera hingga 50 ml.
Sebanyak 5 ml larutan standar dimasukkan ke
dalam tabung reaksi yang diletakkan pada
wadah berisi air dingin. Sebanyak 1 ml NaCl
dan 5 ml H2SO4 dipipet ke dalam tabung
reaksi, lalu dikocok dan didiamkan sampai
larutan menjadi dingin. Kemudian diberi 0.5
ml larutan brusin-asam sulfanilat, lalu
campuran tersebut dikocok. Selanjutnya
tabung reaksi diletakkan pada penangas air
dengan suhu 95oC selama 20 menit, setelah itu
11
didinginkan. absorbansi diukur pada panjang
gelombang 410 nm. Setelah kalibrasi sampel
disaring dengan milipore dan ditambahkan 1
ml natrium arsenit. Selanjutnya 5 ml sampel
dipipet ke dalam tabung reaksi. Tahap
selanjutnya sama seperti pembuatan kalibrasi
(APHA 1980).
Analisis Nitrit
Tahap pertama ialah membuat kurva
kalibrasi dengan mengencerkan larutan
standar N-NO2 5 ppm hingga 50 ml, lalu
ditambah 1 ml sulfanilamid dan 1 ml N-(1naftil) etilendiamin dihidroklorida, kemudian
absorbansinya
diukur
pada
panjang
gelombang 543 nm. Sebanyak 50 ml sampel
(pH 7) yang telah disaring ditambahkan 1 ml
sulfanilamid
dan
1
ml
N-(1-naftil)
etilendiamin dihidroklorida lalu didiamkan 10
menit serta diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 543 nm (APHA 1980).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi dan Identifikasi Bakteri
Dari isolasi dan identifikasi dihasilkan
isolat bakteri yang dapat tumbuh subur pada
media limbah cair dan merupakan isolat yang
dominan dengan populasi 1,74 X 108 sel/ml,
yaitu Acinetobacter sp. Isolat tersebut
mempunyai bentuk koloni bundar licin, tidak
beraturan, tepian menyebar, bewarna putih
sedikit krem, dan termasuk gram negatif. Sel
bakteri hasil isolasi ialah berbentuk batang.
Kelompok Acinetobacter merupakan bakteri
aerob, bentuk batang, motil, dan gram negatif
(Prashanth dan Badrinath 2000). Foto
mikrograf dan foto tiga dimensi morfologi sel
Acinetobacter sp. disajikan pada Lampiran 1.
Bakteri berperan dalam siklus materi di
dalam air (Pelczar dan Chan 1986). Mikrob
tersebut merupakan produksi primer bahan
organik dan di bawah kondisi tertentu mampu
memecah senyawa organik (Waluyo 2005).
Peran mikrob pada siklus materi dalam air
dengan memecah bahan organik (Rosenberg
1993), juga dapat menghasilkan senyawasenyawa anorganik, yang berguna untuk
fiksasi nitrogen, nitrifikasi, denitrifikasi,
oksidasi sulfur, dan reduksi sulfat (Waluyo
2005).
Laju dekomposisi bahan-bahan organik
oleh bakteri bervariasi bergantung pada
komponen dan kondisi lingkungan (Waluyo
2005). Hal ini membuktikan bahwa isolat
tersebut mampu memanfaatkan bahan organik
sebagai sumber karbon dan donor elektron
untuk sintesis bahan-bahan sel serta
menghasilkan energi untuk kehidupannya
(Waluyo 2005). Bahan-bahan organik tersebut
diubah oleh mikrob menjadi senyawa dengan
energi lebih rendah. Remineralisasi substrat
organik merupakan proses utama bakteri
dalam mengubah bahan-bahan di dalam air
dan seluruh proses biodegradasi oleh bakteri
berlangsung secara enzimatis (Waluyo 2005).
Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)
Hasil uji COD terhadap limbah cair PT
EJIP menunjukkan bahwa ada perbaikan
kualitas limbah cair melalui penambahan
isolat bakteri dan lumpur aktif. Hal ini dapat
dilihat dengan menurunnya konsentrasi COD
inlet air limbah jika dibandingkan dengan
tanpa adanya perlakuan (Tabel 1). Konsentrasi
COD tersebut merupakan ukuran atau
indikator bagi pencemaran air oleh zat-zat
organik yang secara kimia dapat dioksidasikan
melalui
proses
mikrobiologis
dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut
di dalam air (McKinney 1965). Oleh sebab itu
konsentrasi COD mengindikasikan jumlah
oksigen yang diperlukan untuk mengurai
seluruh bahan organik yang terkandung dalam
air dinyatakan oleh Boyd (1990) dalam
Hariyadi (2004).
Dari hasil analisis COD inlet limbah cair
tanpa penambahan isolat bakteri dan lumpur
aktif diperoleh konsentrasi COD yang ratarata lebih rendah dari standar PT EJIP, yaitu
294.32 mg l-1. Hal ini disebabkan limbah cair
tersebut pada umumnya telah diolah terlebih
dahulu oleh pabrik-pabrik yang ada di
kawasan EJIP sebelum dikirim ke instalasi
pengolahan air limbah (IPAL) PT EJIP.
Dengan demikian memudahkan PT EJIP
dalam mengolah limbah cair tersebut agar
pada saat dibuang telah memenuhi standar
baku mutu pemerintah (Lampiran 2).
Konsentrasi COD hasil penambahan isolat
bakteri dan lumpur aktif memiliki nilai lebih
rendah jika dibandingkan dengan limbah cair
dalam kondisi normal. Hal ini disebabkan
perlakuan tersebut diberi aerasi pada saat
tahap adaptasi mikrob yang dapat menurunkan
konsentrasi COD (Gintings 1992) dan
menggunakan mikrob yang mampu merombak
bahan-bahan organik yang tersuspensi dalam
limbah cair pada kondisi yang sesuai dengan
syarat pertumbuhannya (Purwati 1990).
Hal ini membuktikan bahwa bahan organik
dan kandungan metabolit toksik mampu
didegradasi oleh isolat bakteri yang
terkandung pada lumpur aktif sebagai mikrob
dekomposer yang mampu hidup pada daerah
dengan kondisi ekstrim.
Download