SKENARIO 2 tentang Luka Bakar - Info Medical Ya-Ha

advertisement
LAPORAN TUTORIAL KELOMPOK 7
LUKA BAKAR YANG DISERTAI TRAUMA INHALASI
BLOK XX
Tutor: dr. HANINA
Dewi Paramita
G1A108068
Reisa Maulidya
G1A109105
Debbi Triyuni Desi
G1A107052
Sulin Ziyati
G1A109007
Yoshanda Krisna P.
G1A109048
Arindia Wulandari
G1A109019
Wely Wahyura
G1A109032
M. Septian Saad
G1A109053
Anita Rahayu Wijayanti
G1A109009
Citra Utami Viollety
G1A109010
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI JAMBI
2012/2013
SKENARIO
Seorang pria, Tn. R 33 th, dibawa ke UGD karena luka bakar disebabkan oleh kompor yang
meledak 2 jam yang lalu. Tn. R sadar namun tampak sangat sesak dan mengeluh kesakitan
dengan suara yang serak dan kalimat yang pendek-pendek. Sebagai dokter magang di UGD,
Anda meminta perawat menggunting pakaian Tn. R dan melihat bahwa terdapat eritema pada
wajah, leher, dada, perut, dan hampir seluruh lengan kiri Tn. R. Pada eritema tersebut
terdapat beberapa bula, beberapa bula sudah pecah dan berair. Alis Tn. R juga tampak
terbakar. Pada pemeriksaan fisik TD 130/80 mmHg, N 98 x/menit, RR 32 x/menit, T 37,7 0C.
Dokter jaga senior di UGD mempersilakan Anda untuk menangani pasien ini. Dia
mengarahkan Anda untuk melakukan primary survey dengan memperingatkan Anda untuk
menangani masalah airway dan breathing yang terjadi pada pasien. Anda juga diminta
mencari tanda-tanda trauma inhalasi pada pasien dan menangani luas luka berdasarkan Rule
of Nines. Bagaimana Anda menangani pasien ini?
KLARIFIKASI ISTILAH
1. Luka bakar
: Kerusakan jaringan tubuh oleh api baik secara langsung atau tidak
langsung, pajanan sinar matahari, listrik dan bahan kimia.1
2. Eritema
: Kelaianan kulit yang berupa bercak-bercak kemerahan.2,5
3. Bula
: Lesi menonjol melingkar dengan ukuran lebih dari 0,5 cm dan berisi
cairan serosa di atas dermis.2,6
4. Primary survey : Tindakan awal yang dilakukan dalam keadaan gawat darurat.8
5. Trauma inhalasi : Trauma luka bakar yang mengenai mukosa saluran nafas.1
6. Rule of Nines
: Cara penilaian luas luka bakar pada permukaan tubuh pada orang
dewasa.8
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Luka bakar
a. Apa saja penyebab dari luka bakar?
b. Apa saja derajat luka bakar dan berapa derajat luka bakar pada skenario ini?
c. Bagaimana cara menentukan luas luka bakar Tn. R berdasarkan Rule of Nines?
d. Apa saja pemeriksaan penunjang pada pasien luka bakar?
e. Apakah Tn. R perlu dirawat inap dan apa indikasinya?
f. Apa saja komplikasi dari luka bakar?
2
g. Bagaimana patofisiologi timbulnya eritema dan bula pada luka bakar dan
komplikasinya?
2. Primary survey
a. Bagaimana primary survey dan pengelolaannya pada pasien luka bakar?
b. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pada Tn. R?
3. Trauma inhalasi
a. Apa saja tanda-tanda trauma inhalasi?
b. Apa penyebab terjadinya trauma inhalasi?
c. Bagaimana klasifikasi trauma inhalasi?
d. Bagaimana patofisiologi timbulnya sesak, kesakitan, suara serak, dan kalimat
pendek-pendek pada trauma inhalasi?
e. Apa saja komplikasi dari trauma inhalasi?
f. Bagaimana tatalaksana terhadap pasien luka bakar yang disertai trauma inhalasi?
g. Bagaimana prognosis luka bakar disertai trauma inhalasi?
ANALISIS MASALAH
1. Apa saja penyebab dari luka bakar?8,9
Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya meliputi:
 Luka Bakar Termal
 Luka Bakar Kimia
 Luka Bakar Elektrik
 Luka Bakar Radiasi
2. Apa saja derajat luka bakar dan berapa derajat luka bakar pada skenario ini?8
Tn. R mengalami derajat luka bakar derajat II. Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka
bakar tergantung pada derajat panas sumber penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh
penderita.
a. Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperficial), kulit hiperemik berupa
eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik
teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan tanpa pengobatan khusus.
b. Luka bakar derajat II
3
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai
proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
Dibedakan atas 2 (dua) bagian :

Derajat II dangkal/superficial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis.
Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak.
Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan
dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik.

Derajat II dalam / deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa jaringan
epitel tinggal sedikit. Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebacea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan
disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari
satu bulan.
c. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai
mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan,
tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar
berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi
protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai esker. Tidak dijumpai rasa
nyeri dan hilang sensasi karena ujung – ujung sensorik rusak. Penyembuhan terjadi
lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.
3. Bagaimana cara menentukan luas luka bakar Tn. R berdasarkan Rule of Nines?10
Kepala dan leher : 9 %
Lengan kanan
:9%
Lengan kiri
:9%
Badan depan
: 18 %
Punggung
: 18 %
Tungkai kanan
: 18 %
Tungkai kiri
: 18 %
Perineum
:1%
4
Berdasarkan data di atas, luas luka bakar pada Tn. R adalah ± 31,5 %, yang terdiri dari
wajah, leher, dada, perut, dan hampir seluruh lengan kiri.
4. Apa saja pemeriksaan penunjang pada pasien luka bakar?8
a. Hitung darah lengkap: peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi
sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan.
b. Elektrolit serum: kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan SDM dan
penurunan fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada kehilangan air.
c. Alkalin
fosfat:
peningkatan
sehubungan
dengan
perpindahan
cairan
interstitiil/ganguan pompa natrium.
d. Urine: adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan
dalam dan kehilangan protein.
e. Foto rontgen dada: untuk memastikan cedera inhalasi
f. Scan paru: untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
g. EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar listrik.
h. BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
i. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
j. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
k. Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema cairan
l. Fotografi luka bakar: memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya.
5. Apakah Tn. R perlu dirawat inap dan apa indikasinya?8
Tn. R perlu dilakukan rawat inap karena memenuhi kriteria atau indikasi untuk dirawat
inap. Adapun indikasinya adalah sebagai berikut:

Dewasa: luka bakar lebih dari 15 % (derajat II)
Anak-anak: luka bakar lebih dari 10 % (derajat II)

Luka bakar derajat III dan lebih dari 2 %

Luka bakar yang mengenai daerah yang penting, yaitu:
 Muka dan leher
 Genitalia
 Ekstremitas
5
6. Bagaimana patofisiologi timbulnya eritema dan bula pada luka bakar dan
komplikasinya?7,8
7. Apa saja komplikasi dari luka bakar?8,9

Setiap luka bakar dapat terinfeksi yang menyebabkan cacat lebih lanjut atau
kematian
6

Lambatnya aliran darah dapat menyebabkan pembentukan bekuan darah sehingga
timbul cerebrovascular accident, infark miokardium, atau emboli paru

Kerusakan paru akibat inhalasi asap atau pembentukan embolus. Dapat terjadi
kongesti paru akibat gagal jantung kiri atau infark miokardium, serta sindrom
distress pernafasan pada orang dewasa.

Gangguan elektrolit dapat menyebabkan disritmia jantung

Syok luka bakar dapat secara irreversible merusak ginjal sehingga timbul gagal
ginjal dalam 1 atau 2 minggu pertama setelah luka bakar. Dapat terjadi gagal ginjal
akibat hipoksia ginjal atau rabdomiolisis (obstruksi mioglobin pada tubulus ginjal
akibat nekrosis otot yang luas)

Penurunan aliran darah ke saluran cerna dapat menyebabkan hipoksia sel-sel
penghasil mukus sehingga terjadi ulkus peptikum

Dapat terjadi koagulasi intravaskular diseminata (DIC) karena destruksi jaringan
yang luas

Pada luka bakar yang luas akan menyebabkan kecacatan, trauma psikologis dapat
menyebabkan depresi, perpecahan keluarga, dan keinginan untuk bunuh diri. Gejalagejala psikologis dapat timgul setiap saat setelah luka bakar. Gejala-gejala dapat
datang dan pergi berulang-ulang kapan saja seumur hidup.
8. Bagaimana primary survey dan pengelolaannya pada pasien luka bakar?8
a. Pembebasan jalan nafas (airway) dan kontrol C-spine
b. Penilaian pernafasan (breathing)
c. Penilaian sirkulasi (circulation)
d. Penilaian kesadaran (disability)
e. Kontrol lingkungan (exposure)
9. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pada Tn. R?
No.
1.
Hasil Pemeriksaan
TD 130/80 mmHg
Normal
Interpretasi
TDS < 120 mmHg
Prahipertensi
TDD < 80 mmHg
2.
Frek. nadi 98 x/menit
60-100 x/menit
Normal
3.
RR 32 x/menit
14/20 x/menit
Takipneu
4.
T 37,7 0C
36,5 – 37,2 0C
Hipertermi
7
10. Apa saja tanda-tanda trauma inhalasi?8

Luka bakar pada wajah

Alis mata dan bulu hidung hangus

Adanya timbunan karbon dan tanda-tanda inflamasi akut di dalam orofaring

Sputum yang mengandung arang atau karbon

Wheezing, sesak dan suara serak

Adanya riwayat terkurun dalam kepungan api

Ledakan yang menyebakan trauma bakar pada kepala dan badan

Tanda-tanda keracunan CO (karboksihemoglobin > 10 % setelah berada dalam
lingkungan api) seperti kulit berwarna pink sampai merah, takikardi, takipnea, sakit
kepala, mual, pusing, pandangan kabur, halusinasi, ataksia, kolaps sampai koma.
11. Apa penyebab terjadinya trauma inhalasi?8

Gas Iritan
Bekerja dengan melapisi mukosa saluran nafas dan menyebabkan reaksi inflamasi.
Amonia, klorin,, kloramin lebih larut air sehingga dapat menyebabkan luka bakar
pada saluran nafas atas dan menyebabkan iritasi pada mata , hidung dan mulut. Gas
iritan yang lain yaitu sulfur dioksida, nitrogen dioksida, yang kurang larut dengan air
sehingga menyebabkan trauma paru dan distres pernafasan.

Gas asfiksian
Karbon dioksida, gas dari bahan bakar ( metana, etana, propane, asetilana), gas-gas
ini mengikat udara dan oksigen sehingga menyebabkan asfiksia.

Gas yang bersifat toksik sistemik
CO yang merupakan komponen terbesar dari asap hidrogen sianida merupakan
komponen asap yang berasal dari api , hidrogen sulfida. Gas-gas ini berhubungan
dengan pengangkutan oksigen untuk produksi energi bagi sel. Sedangkan toksik
sistemik seperti hidrokarbon halogen dan aromatik menyebabkan kerusakan lanjut
dari hepar , ginjal, oatak, paru-paru dan organ lain

Gas yang menyebabkan alergi
Dimana jika asap terhirup, partikel dan aerosol menyebabkan bronkoospasme dan
edema yang menyerupai asma.
12. Bagaimana klasifikasi trauma inhalasi?8

Trauma pada saluran nafas bagian atas ( trauma supraglotis)
8
Trauma saluran nafas atas dapat menyebabkan ancaman hidup melalui obstruksi
jalan nafas sesaat setelah trauma. Jika proses ini ditangani secara benar, edema
saluran nafas dapat hilang tanpa sekuele beberapa hari.

Trauma pada saluran nafas bawah dan parenkim paru ( trauma subglotis)
Trauma ini dapat menyebabkan lebih banyak perubahan signifikan dalam fungsi
paru dan mungkin akan susah ditangani. Trauma subglotis merupakan trauma kimia
yang disebabkan akibat inhalasi hasil- hasil pembakaran yang bersifat toksik pada
luka bakar. Asap memiliki kapasitas membawa panas yang rendah, sehingga jarang
didapatkan trauma termal langsung pada jalan nafas bagian bawah dan parenkim
paru, trauma ini terjadi bila seseorang terpapar uap yang sangat panas.

Toksisitas sistemik akibat inhalasi gas toksik seperti karbon monoksida (CO) dan
sianida
Inhalasi dari gas toksik merupakan penyebab utama kematian cepat akibat api,
meskipun biasanya trauma supraglotis, subglotis dan toksisitas sistemik terjadi
bersamaan. Intoksikasi CO terjadi jika afinitas CO terhadap hemoglobin lebih besar
dari afinitas oksigen terhadap hemoglobin, sehingga ikatan Codan hemoglobin
membentuk suatu karbonsihemoglobin dan menyebabkan hipoksia.
13. Bagaimana patofisiologi timbulnya sesak, kesakitan, suara serak, dan kalimat pendekpendek pada trauma inhalasi?3,4
Trauma inhalasi terjadi melalui kombinasi dari kerusakan epitel jalan nafas oleh
panas dan zatkimia atau akibat intoksikasi sistemik dari hasil pembakaran itu sendiri.
Hasil pembakaran tidak hanya terdiri dari udara saja, tetapi merupakan campuran dari
udara, partikel padat yang terurai di udara ( melalui suatu efek iritasi dan sitotoksik).
Aerosol dari cairan yang bersifat iritasi dan sitotoksik serta gas toksik dimana gabungan
tersebut bekerja sistemik. Partikel padat yang ukurannya > 10 mikrometer tertahan di
hidung dan nasofaring. Partukel yang berukuran 3-10 mikrometer tertahan pada cabang
trakeobronkial, sedangkan partikel berkuran 1-2 mikrometer dapat mencapai alveoli.
Gas yang larut air bereaksi secara kimai pada saluran nafas , sedangkan gas yang
kurang larut air pada saluran nafas bawah. Adapau gas yang sangat kurang larut air
masuk melewat barier kapiler dari alveolus dan menghasilkan efek toksik yang bersifat
sistemk. Kerusakan langsung dari sel-sel epitel, menyebabkan kegagalan fungsi dari
apparatus mukosilier dimana akan merangsang terjadinya suatu reaksi inflamasi akut
yang melepaskan makrofagg serta aktifitas netrofil pada daerah tersebut. Selanjutnya
9
akan di bebaskan oksigen radikal, protease jaringan, sitokin, dan konstriktor otot polos
(tromboksan A2,C3A, C5A). Kejadian ni mrnyebabkan peninfkatan iskemia pada saluran
nafas yang rusak, selanjutnay terjadi edema dari dinding saluran nafas dan kegagalan
mikrosirkulasi yang akan meningkatkan resistensi didding saluran nafas dan pembuluh
darah paru. Komplains paru akan turun akibat terjadinya edema paru interstitiil sehingga
terjadi edema pada saluran nafas bagian bawah akibat sumbatan pada saluran nafas yang
dibentuk oleh sel-sel epitel nekrotik, mukus dan se- sel darah.
14. Apa saja komplikasi dari trauma inhalasi?8

Trauma paru berat, edema dan ketidakmampuan untuk oksigenasi atau ventilasi
yang adekuat dapat menyebabkan kematian.

Keracunan CO dan inhalasi dari hasil pembakaran yang lain secara bersamaan dapat
menyebabkan hipoksemia, trauma organ dan morbiditas.
15. Bagaimana tatalaksana terhadap pasien luka bakar yang disertai trauma inhalasi? 8,9
a. Fase Akut

Hentikan dan hindarkan kontak langsung dengan penyebab luka bakar

Nilai keadaan umum penderita:
 Obstruksi jalan nafas (airway): bebaskan jalan nafas dengan melakukan
intubasi atau trakeostomi
 Syok: segera lakukan pemasangan infus, tanpa memperhitungkan luas luka
bakar dan kebutuhan cairan (Ringer Laktat)
 Tidak syok: segera lakukan pemasangan infus sesuai dengan perhitungan
kebutuhan cairan

Perawatan luka:
 Dimandikan/ cuci dengan menggunakan air steril yang dicampur antiseptik
 Jika bula berukuran kecil (± 2-3 cm), biarkan saja
 Jika bula berukuran besar (> 3 cm), lakukan bulektomi (dipecah)]
 Berikan obat-obat lokal (topikal) untuk luka, yaitu Silver sulfadiazine
(SSD) seperti Silvaden, Burnazine, Dermazine, dan lain-lain
 Pemberian anibiotik bersifat profilaksis jenis spektrum luas, namun tidak
perlu diberikan jika penderita datang < 6 jam dari kejadian
 Pemberian analgetik
10
 Pemberian ATS/ toxoid
 Pasang kateter untuk memantau produksi urin
 Pemasangan NGT (Nasogastric Tube), namun tidak dilakukan jika terdapat
ileus paralitik
Pedoman Pemberian Cairan
a. Per oral: penderita dengan luka bakar tak luas (kurang dari 15 % derajat II)
b. Infus (IVFD): pada luka bakar yang lebih dari 15 %
Rumus pemberian cairan elektrolit, Baxter/ Parkland (1968):
RL = 4cc x berat badan (kg) x % luka bakar

½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama post trauma, dan ½
jumlah cairan diberikan dalam 16 jam berikutnya

Untuk luka bakar yang lebih dari 50 % diperhitungkan sama dengan
luka bakar 50 %

Dewasa:
 Hari I: RL = 4cc x berat badan (kg) x % luka bakar
 Setelah 18 jam: dextran 500-1000 cc
 Bila pasase usus baik (bising usus positif), mulai pemberian cairan
oral
 Hari II: sesuai kebutuhan dan keadaan klinis penderita

Anak-anak:
 Resusitasi: = 2cc x berat badan (kg) x % luka bakar ...(a)
 Kebutuhan faali: kurang dari 1 tahun BB x 100 cc, 1-3 tahun BB x
75 cc, 3-5 tahun BB x 50 cc ...(b)
 Kebutuhan total = Resusitasi + Faali ... (a) + (b)
Diberikan dalam keadaan tercampur
RL : dextran = 17 : 3
8 jam pertama = ½ (a+b) cc
16 jam kedua = ½ (a+b) cc
11
b. Fase Pasca Akut

Perawatan luka
 Eschar (jaringan kulit yang nekrose, kuman yang mati, serum, darah
kering): perlu dilakukan escharectomi
 Gangguan AVN (arteri, vena, nervus) distal karena tegang, perlu dilakukan
escharectomi atau fasciotomi
 Kultur dan tes sensitivitas antibiotik, untuk menentukan jenis antibiotik
yang diberikan
 Dimandikan setiap hari atau 2 hari sekali
 Jika perlu, berikan Human Albumin-Globulin

Pantau dan perbaiki keadaan umum

Pantau diet dan asupan cairan
c. Fase Rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah fase pemulihan dan merupakan fase terakhir dari perawatan
luka bakar.Penekanan dari program rehabilitasi penderita luka bakar adalah untuk
peningkatan kemandirian melalui pencapaian perbaikan fungsi yang maksimal.
Tindakan-tindakan untuk meningkatkan penyembuhan luka, pencegahan atau
meminimalkan deformitas dan hipertropi scar, meningkatkan kekuatan dan fungsi
dan memberikan support emosional serta pendidikan merupakan bagian dari proses
rehabilitasi.
16. Bagaimana prognosis luka bakar?8
Orang yang berusia sangat muda dan tua memiliki risiko mortaitas yang tinggi sesudah
mengalami luka bakar. Peluang untuk bertahan hidup lebih besar pada anak-anak yang
berusia di atas 5 tahun dan pada dewasa yang berusia 40 tahun atau kurang. Cedera
inhalasi yang menyertai luka bakar sendiri akan memperberat prognosis pasien. Berat
ringan luka bakar tergantung pada kedalaman luka bakar, luas luka bakar, agent, riwayat
penyakit, dan trauma.
12
MIND MAPPING
Penyebab
Derajat dan Luas
Luka Bakar
Patofisiologi
Primary Survey dan
Komplikasi
Pengelolaan
Tanda-tanda
Klasifikasi
Patofisiologi
Trauma Inhalasi
Penanganan Lanjut
Prognosis
13
SINTESIS
LUKA BAKAR DENGAN TRAUMA INHALASI
Luka bakar merupakan jenis luka, kerusakan jaringan atau kehilangan jaringan yang
diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi, sumber listrik, bahan kimiawi,
cahaya, radiasi dan friksi. Jenis luka dapat beraneka ragam dan memiliki penanganan yang
berbeda tergantung jenis jaringan yang terkena luka bakar, tingkat keparahan, dan komplikasi
yang terjadi akibat luka tersebut.8
Sedangkan cedera inhalasi disebabkan oleh jenis bahan kimia yang membakar dari
saluran pernapasan (tracheobronchitis). Bila cedera ini terjadi pada pasien dengan luka bakar
pada kulit wajah yang parah, luka tersebut akan membentuk edema dan menghambat jalan
napas dan memperbesar risiko kematian.8
Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan materi
yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas toksik seperti hidrogen,
sianida, nitrogen oksida, hidrogen klorida, akreolin dan partikel-partikel tersuspensi. Efek
akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan bronkokonstriksi pada saluran napas.
Obstruksi saluran napas akan lebih hebat akibat adalnya tracheal bronchitis dan edema.8,9
Etiologi8
Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya meliputi:
1. Luka Bakar Termal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api,
cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
2. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau
basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar
menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya
karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan
rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian
dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar
kimia.
14
3. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electrik (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik
yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak,
tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.
4. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini
seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber
radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari
akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
Fase Luka Bakar3,4,7
1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami
ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation
(sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah
terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama
penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju
epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan
fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit
berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
15
Manifestasi Klinis7,8
1. Pada Kulit
Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera setelah luka bakar
tergantung pada luas dan ukuran luka bakar. Untuk luka bakar yang kecil (smaller
burns), respon tubuh bersifat lokal yaitu terbatas pada area yang mengalami injuri.
Sedangkan pada luka bakar yang lebih luas misalnya 25 % dari total permukaan tubuh
(TBSA : total body surface area) atau lebih besar, maka respon tubuh terhadap injuri
dapat bersifat sistemik dan sesuai dengan luasnya injuri. Injuri luka bakar yang luas
dapat mempengaruhi semua sistem utama dari tubuh.
2. Sistem kardiovaskuler
Segera setelah injuri luka bakar, dilepaskan substansi vasoaktif (catecholamine,
histamin, serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari jaringan yang mengalmi injuri.
Substansi-substansi ini menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga
plasma merembes (to seep) kedalam sekitar jaringan. Injuri panas yang secara langsung
mengenai pembuluh akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler. Injuri yang
langsung mengenai memberan sel menyebabkan sodium masuk dan potassium keluar
dari sel. Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya tekanan osmotik yang
menyebabkan meningkatnya cairan intracellular dan interstitial dan yang dalam keadaan
lebih lanjut menyebabkan kekurangan volume cairan intravaskuler. Luka bakar yang luas
menyebabkan edema tubuh general baik pada area yang mengalami luka maupun
jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume darah
intravaskuler.
Denyut
jantung
meningkat
sebagai
respon
terhadap
pelepasan
catecholamine dan terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali turunnya kardiac
output. Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi dari
pengeluaran cairan intravaskuler. Disamping itu pengeluaran cairan secara evaporasi
melalui luka terjadi 4-20 kali lebih besar dari normal. Sedangkan pengeluaran cairan
yang normal pada orang dewasa dengan suhu tubuh normal perhari adalah 350 ml.
No.
Rute
1.
Urine
2.
Insensible losses
Jumlah (ml) dalam suhu normal
1400
a. Paru
350
b. Kulit
350
16
3.
Keringat
100
4.
Feces
100
Total
2300
Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi organ. Jika ruang
intravaskuler tidak diisi kembali dengan cairan intravena maka shock hipovolemik dan
ancaman kematian bagi penderita luka bakar yang luas dapat terjadi.
Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, permeabilitas kapiler menurun, tetapi
tidak mencapai keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu setelah injuri. Kardiac outuput
kembali normal dan kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik
tubuh kira-kira 24 jam setelah luka bakar. Perubahan pada kardiak output ini terjadi
sebelum kadar volume sirkulasi intravena kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi
kenaikan hematokrit yang kemudian menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari
setelah luka bakar karena kehilangan sel darah merah dan kerusakan yang terjadi pada
waktu injuri. Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3
minggu berikutnya.
3. Sistem Renal dan Gastrointestinal
Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan menurunnya
GFR (glomerular filtration rate), yang menyebabkan oliguri. Aliran darah menuju usus
juga berkurang, yang pada akhirnya dapat terjadi ileus intestinal dan disfungsi
gastrointestia pada klien dengan luka bakar yang lebih dari 25 %.
4. Sistem Imun
Fungsi sistem immune mengalami depresi. Depresi pada aktivitas lymphocyte,
suatu penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi aktivitas complement dan
perubahan/gangguan pada fungsi neutropil dan macrophage dapat terjadi pada klien yang
mengalami luka bakar yang luas. Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko
terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup klien.
5. Sistem Respiratori
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan kadar
oksigen arteri dan “lung compliance”.
17
a. Smoke Inhalation.
Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang seringkali
berhubungan dengan injuri akibat jilatan api. Kejadian injuri inhalasi ini diperkirakan
lebih dari 30 % untuk injuri yang diakibatkan oleh api.
Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi adanya LB
yang mengenai wajah, kemerahan dan pembengkakan pada oropharynx atau
nasopharynx, rambut hidung yang gosong, agitasi atau kecemasan, tachipnoe,
kemerahan pada selaput hidung, stridor, wheezing, dyspnea, suara serak, terdapat
carbon dalam sputum, dan batuk. Bronchoscopy dan Scaning paru dapat
mengkonfirmasikan diagnosis.
Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada injuri inhalasi berkaitan
dengan berat dan tipe asap atau gas yang dihirup.
b. Keracunan Carbon Monoxide.
CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi organik
terbakar. Ia merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, yang
dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen. Dengan terhirupnya
CO, maka molekul oksigen digantikan dan CO secara reversibel berikatan dengan
hemoglobin sehingga membentuk carboxyhemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan
dapat terjadi akibat penurunan secara menyeluruh pada kemampuan pengantaran
oksigen dalam darah. Kadar COHb dapat dengan mudah dimonitor melalui kadar
serum darah. Manifestasi dari keracunan CO adalah:
No.
Kadar CO (%)
Manifestasi Klinis
1.
5 – 10
Gangguan tajam penglihatan
2.
11 – 20
Nyeri kepala
3.
21 – 30
Mual, gangguan ketangkasan
4.
31 – 40
Muntah, dizines, sincope
5.
41 – 50
Takipneu, takikardia
6.
> 50
Koma, mati
Faktor yang Mempengaruhi Berat Ringannya Luka Bakar7,8,10
1. Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 4 kategori yang didasarkan pada elemen
kulit yang rusak.
18
a. Superficial (derajat I), dengan ciri-ciri sbb:

Hanya mengenai lapisan epidermis.

Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).

Kulit memucat bila ditekan.

Edema minimal.

Tidak ada blister.

Kulit hangat/kering.

Nyeri / hyperethetic

Nyeri berkurang dengan pendinginan.

Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.

Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.
b. Partial thickness (derajat II), dengan ciri sbb.:

Partial
tihckness
dikelompokan
menjadi
2,
yaitu
superpicial
partial
thickness dan deep partial thickness.

Mengenai epidermis dan dermis.

Luka tampak merah sampai pink

Terbentuk blister

Edema

Nyeri

Sensitif terhadap udara dingin

Penyembuhan luka :
 Superficial partial thickness : 14 - 21 hari
 Deep partial thickness : 21 - 28 hari
c. Full thickness (derajat III)

Mengenai semua lapisan kulit, lemak subcutan dan dapat juga mengenai
permukaan otot, dan persarafan dan pembuluh darah.

Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau
hitam.

Tanpa ada blister.

Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.

Edema.

Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri.

Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan.
19

Memerlukan skin graft.

Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan
preventif.
d. Fourth degree (derajat IV)
Mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.
2. Luas Luka Bakar
Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi rule of
nine, Lund and Browder, dan hand palm. Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan
menggunakan salah satu dari metode tersebut. Ukuran luka bakar ditentukan dengan
prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari perhitungan
bervariasi menurut metode yang digunakan dan p\engalaman seseorang dalam
menentukan luas luka bakar.
Metode rule of nine mulai diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai suatu alat
pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran / luas luka bakar. Dasar dari
metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian anatomic, dimana setiap
bagian mewakili 9 % kecuali daerah genitalia 1 %.
20
Selain dari metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara lainnya yaitu
mengunakan metode hand palm. Metode ini adalah cara menentukan luas atau persentasi
luka bakar dengan menggunakan telapak tangan. Satu telapak tangan mewakili 1 % dari
permukaan tubuh yang mengalami luka bakar.
Sedangkan pada metode Lund and Browder merupakan modifikasi dari persentasi
bagian-bagian tubuh menurut usia, yang dapat memberikan perhitungan yang lebih
akurat tentang luas luka bakar.
3. Lokasi luka bakar (bagian tubuh yang terkena)
Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi luka bakar. Luka bakar
yang mengenai kepala, leher dan dada seringkali berkaitan dengan komplikasi pulmoner.
Luka bakar yang menganai wajah seringkali menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar
yang mengenai lengan dan persendian seringkali membutuhkan terapi fisik dan occupasi
dan dapat menimbulkan implikasi terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau
ketidakmampuan untuk bekerja secara permanen. Luka bakar yang mengenai daerah
perineal dapat terkontaminasi oleh urine atau feces. Sedangkan luka bakar yang
21
mengenai daerah torakdapat menyebabkan tidak adekwatnya ekspansi dinding dada dan
terjadinya insufisiensi pulmoner.
4. Kesehatan umum
Adanya kelemahan jantung, penyakit pulmoner, endocrin dan penyakit-penyakit
ginjal, khususnya diabetes, insufisiensi kardiopulmoner, alkoholisme dan gagal ginjal,
harus diobservasi karena semua itu akan mempengaruhi respon klien terhadap injuri dan
penanganannya.
Angka kematian pada klien yang memiliki penyakit jantung adalah 3,5 - 4 kali
lebih tinggi dibandingkan klien luka bakar yang tidak menderita penyakit jantung.
Demikian pula klien luka bakar yang juga alkolism 3 kali lebih tinggi angka kematiannya
dibandingkan klien luka bakar yang nonalkoholism. Disamping itu juga klien alkoholism
yang terkena luka bakar masa hidupnya akan lebih lama berada di rumah sakit, artinya
penderita luka bakar yang juga alkoholism akan lebih lama hari rawatnya di rumah sakit.
5. Mekanisme injuri
Mekanisme injury merupakan faktor lain yang digunakan untuk menentukan
berat ringannya luka bakar. Secra umum luka bakar yang juga mengalami injuri
inhalasi memerlukan perhatian khusus.
Pada luka bakar elektrik, panas yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan
kerusakan jaringan internal. Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi
kerusakan otot dan jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih luas, khususnya bila injury
elektrik dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage, tipe arus (direct atau alternating),
tempat kontak, dan lamanya kontak adalah sangat penting untuk diketahui dan
diperhatikan karena dapat mempengaruhi morbiditi.
Alternating current (AC) lebih berbahaya dari pada direct current (DC). Ini
seringkali berhubungan dengan terjadinya kardiac arrest (henti jantung), fibrilasi
ventrikel, kontraksi otot tetani, dan fraktur kompresi tulang-tulang panjang atau vertebra.
Pada luka bakar karena zat kimia keracunan sistemik akibat absorbsi oleh kulit
dapat terjadi.
22
6. Usia
Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar. Angka kematiannya
(Mortality rate) cukup tinggi pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun, terutama pada
kelompok usia 0-1 tahun dan klien yang berusia di atas 65 th.
Tingginya statistik mortalitas dan morbiditas pada orang tua yang terkena luka
bakar merupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan fungsional (seperti lambatnya
bereaksi, gangguan dalam menilai, dan menurunnya kemampuan mobilitas), hidup
sendiri, dan bahaya-bahaya lingkungan lainnya. Disamping itu juga mereka lebih rentan
terhadap injury luka bakar karena kulitnya menjadi lebih tipis, dan terjadi athropi pada
bagian-bagian kulit lain. Sehingga situasi seperti ketika mandi dan memasak dapat
menyebabkan terjadinya luka bakar.
Patologi dan Patofisiologi3,4,7
Mikroskopik dari luka bakar pada prinsipnya nekrosis koagulasi. Di bawah jaringan
yang jelas hangus ada tiga zona. Pertama adalah zona koagulasi dengan tidak adanya aliran
darah kapiler. Tingkat keparahan ditentukan oleh suhu dan lama pemaparan. Zona kedua
adalah zona stasis, yang ditandai dengan aliran darah kailer lambat. Meskipun rusak, jaringan
belum digumpalkan. Stasis dapat terjadi lebih awal atau terlambat. Menghindari cedera
ttambahan dari gosokan atau perpanjangan kedalaman luka bakar. Pencegahan oklusi vena
penting karena dapat menyebabkan trombosis dan infark di zona ini. Zona ketiga adalah
“hiperemia”, yang merupakan respons peradangan biasa dari jaringan sehat untuk cedera
mematikan.
Kehilangan cairan intravaskular dan protein yang cepat terjadi melalui luka pada
kapiler yang terbakar. Kehilangan volume cairan terbesar terjadi dalam 6-8 jam pertama,
dengan integritas kapiler dapat kembali ke normal dalam waktu 36-48 jam. Selain itu, juga
terjadi peningkatan tekanan osmotik edema interstisial yang sangat menonjol sehingga
permeabilitas pembuluh darah meningkat meskipun pada jaringan yang tak ikut terbakar.
Primary Survey dan Pengelolaan Luka Bakar8,9
1. Airway (Jalan nafas)
Jika dicurigai seseorang dengan trauma inhalasi maka lakukan intubasi cepat untuk
melindungi jalan nafas sebelum terjadi pembengkakan wajah dan faring yang biasanya
terjadi 24-48 jam setelah kejadian , dimana jika terjadi edema maka yang diperlukan
adalah trakeostomi atau krikotiroidotomi jika intubasi oral tidak dapat dilakukan.
23
2. Breathing (Penilaian Pernafasan)
Jika didapatkan tanda-tanda insufisiensi pernafasan seperti susah nafas, stridor, batuk,
retraksi suara nafas bilateral atau anda –tanda keracunan CO maka dibutuhkan oksigen
100% atau oksigen tekan tinggi yang akan menurunkan waktu paruh dari CO dalam
darah.
3. Circulation (Penilaian Sirkulasi Darah)
Pengukuran tekanan darah dan nadi untk mengetahut stabilitas hemodinamik. Untuk
mencegah syok hipovolemik diperlukan resusitasi cairan intravena. Pada pasien dengan
trauma inhalasi biasanya biasanya dalam 24 jam pertama digunakan cairan kristaloid 4075 % lebih bnayak dibandingkan pasien yang hanya luka bakar saja.
4. Dissability (Kesadaran Neurologik)
Pasien yang berespon atau sadar membantu untuk mengetahui kemampuan mereka untuk
melindungi jalan nafas dan merupakan indikator yang baik untk mengukur kesussesan
resusitasi. Pasien dengan kelainan neurologik seringkali memerlukan analgetik poten
5. Exposure pada Luka bakar
Periksa seluruh badan untuk mengetahui adanya trauma lain dan luka bakar. Cuci NaCl
kulit yang tidak terbakar untuk menghindari sisa zat toksik
6. Medikasi
a. Kortikosteroid: Digunakan untuk menekan inflamasi dan menurunkan edema
b. Antibiotik:
Mengobati
infeksi
sekunder
yang
biasanya
disebabkan
oleh
Staphylococus Aureus dan Pseudomonas Aeruginosa pada pasien-pasien dengan
kerusakan paru
c. Amyl dan sodium nitrit untuk mengobati keracunan sianida tetapi harus berhati-hati
jika ditemukan pula tanda-tanda keracunan CO kerena obat ini dapat menyebabkan
methahemoglobinemia. Oksigen dan sodium tiosulfat juga dapat sebagai antidotum
sianida, antidotum yang lain adalah hidroksikobalamin dan EDTA
d. Bronkodilator untuk pasien-pasien dengan bronkokontriksi. Pada kasus-kasus berat,
bronkodilator digunakan secara intravena.
24
Pemeriksaan Penunjang pada Luka Bakar yang Disertai Trauma Inhalasi8
1. Laboratorium
a. Pulse Oximetry
Digunakan untuk mengukur saturasi hemoglobin yang meningkat palsu akibat ikatan
CO terhadap hemoglobin, sehingga kadar karboksihemoglobin seringkali diartikan
sebagai oksihemaglon.
b. Analisa Gas Darah
Untuk mengukur kadar karboksihemoglobin, keseimbangan asam basa, dan kadar
sianida. Sianida dihasilkan dari kebakaran rumah tangga dan biasanya terjadi
peningkatan kadar laktat plasma.
c. Elektrolit
Untuk memonitor abnormalitas elektrolit sebagai hasil dari resusitasi cairan dalam
jumlah besar.
d. Darah Lengkap
Hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan biasanya terjadi sesaat setelah trauma.
Hematokrit yang menurun secara progresif akibat pemulihan volume intravaskular.
Anemia
berat
biasanya
terjadi
akibat
hipoksia
atau
ketidakseimbangan
hemodinamik. Peningkatan sel darah putih untuk melihat adanya infeksi.
2. Foto Thorax
Biasanya normal dalam 3-5 hari, gambaran yang dapat muncul sesudahnya termasuk
atelektasis, edema paru, dan ARDS.
3. Laringoskopi dan Bronkoskpi Fiberoptik
Keduanya dapat digunakan sebagai alat diagnostik maupun terapeutik. Pada bronkoskopi
biasanya didapatkan gambaran jelaga, eritema, sputum dengan arang, petekie, daerah
pink sampai abu-abu karena nekrosis, ulserasi, sekresi, mukopurulen. Bronkoskopi serial
berguna untuk menghilangkan debris dan sel-sel nekrotik pada kasus-kasus paru atau jika
suction dan ventilasi tekanan positif tidak cukup memadai.
Proses Penyembuhan Luka Bakar3,4,7
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks, yang melibatkan respons
vaskular, aktivitas seluler dan substansi mediator di daerah luka. Setiap proses penyembuhan
luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan serta
tergantung pada jenis dan derajat luka.
25
Dalam keadaan normal, proses penyembuhan luka mengalami 3 tahap atau fase yaitu:
1. Fase inflamasi
Fase ini terjadi sejak terjadinya luka hingga sekitar hari kelima. Dalam fase
inflamasi terjadi respons vaskular dan seluler yang terjadi akibat luka atau cedera pada
jaringan yang bertujuan untuk menghentikan perdarahan dan membersihkan daerah luka
dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri.
Pada awal fase inflamasi, terputusnya pembuluh darah akan menyebabkan
perdarahan dan tubuh akan berusaha untuk menghentikannya (hemostasis), dimana
dalam proses ini terjadi:
a. Konstriksi pembuluh darah (vasokonstriksi)
b. Agregasi (perlengketan) platelet/trombosit dan pembentukan jala-jala fibrin
c. Aktivasi serangkaian reaksi pembekuan darah
Proses tersebut berlangsung beberapa menit dan kemudian diikuti dengan
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh
darah, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah)
setempat yang menyebabkan edema (pembengkakan). Selain itu juga terjadi
rangsangan terhadap ujung saraf sensorik pada daerah luka. Sehingga pada fase ini
dapat ditemukan tanda-tanda inflamasi atau peradangan seperti kemerahan, teraba
hangat, edema, dan nyeri. Aktivitas seluler yang terjadi berupa pergerakan sel leukosit
(sel darah putih) ke lokasi luka dan penghancuran bakteri dan benda asing dari luka
oleh leukosit.
2. Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia, yang berlangsung sejak akhir fase
inflamasi sampai sekitar akhir minggu ketiga. Pada fase ini, sel fibroblas berproliferasi
(memperbanyak diri). Fibroblas menghasilkan mukopolisakarida, asam amino dan prolin
yang merupakan bahan dasar kolagen yang akan mempertautkan tepi luka. Fase ini
dipengaruhi oleh substansi yang disebut growth factor. Pada fase ini terjadi proses:
a. Angiogenesis, yaitu proses pembentukan kapiler baru untuk menghantarkan nutrisi
dan oksigen ke daerah luka. Angiogenesis distimulasi oleh suatu growth
factor yaitu TNF-alpha2 (Tumor Necrosis Factor-alpha2).
b. Granulasi, yaitu pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung kapiler pada
dasar luka dengan permukaan yang berbenjol halus (jaringan granulasi).
c. Kontraksi
26
d. Pada fase ini, tepi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah luka yang disebabkan oleh
kerja miofibroblas sehingga mengurangi luas luka. Proses ini kemungkinan
dimediasi oleh TGF-beta (Transforming Growth Factor-beta).
e. Re-epitelisasi
f. Proses re-epitelisasi merupakan proses pembentukan epitel baru pada permukaan
luka. Sel-sel epitel bermigrasi dari tepi luka mengisi permukaan luka. EGF
(Epidermal Growth Factor) berperan utama dalam proses ini.
3. Fase maturasi atau remodelling
Fase ini terjadi sejak akhir fase proliferasi dan dapat berlangsung berbulan-bulan.
Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi
jaringan yang lebih kuat dan berkualitas. Pembentukan kolagen yang telah dimulai sejak
fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi menjadi kolagen yang lebih matang.
Pada fase ini terjadi penyerapan kembali sel-sel radang, penutupan dan
penyerapan kembali kapiler baru serta pemecahan kolagen yang berlebih. Selama proses
ini jaringan parut yang semula kemerahan dan tebal akan berubah menjadi jaringan parut
yang pucat dan tipis. Pada fase ini juga terjadi pengerutan maksimal pada luka.
Selain pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim
kolagenase. Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan
antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecah. Kolagen yang berlebihan akan
menyebabkan terjadinya penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya
produksi kolagen yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka
tidak akan menutup dengan sempurna.
27
DAFTAR USTAKA
1. Yuniar, Tanti. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Agung Media Mulia.
2004.
2. Dorlan,W.A.Newman; Alih Bahasa , Huriawati, Hartanto, Dkk ; Editor Edisi Bahasa
Indonesia, Huriawati, Hartanto, Dkk; Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta:
EGC. 2002.
3. Guyton, C. Arthur dan John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Edisi ke-11,
Cetakan ke-1). Jakarta: EGC.
4. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran (Edisi ke-6,
Cetakan ke-1). Jakarta: EGC.
5. Adhi Juanda. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007.
6. R.S. Siregar. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta: EGC
7. Price Sylvia, Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis Proses-proses Penyakit
Volume 1 (Edisi ke-6, Cetakan ke-1). Jakarta: EGC.
8. American Collage Surgeon. Penilaian awal dan pengelolaannya dalam Advanced
Trauma Life Support for Doctora. Edisi ke-delapan. Jakarta: IKABI. 2008.
9. Sjamsuhidajat R. Luka, trauma, syok dan bencana. Dalam : Sjamsuhidajat R, Jong W, ed.
Buku Ajar ilmu Bedah. Edisi 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC 1997.
10. Rule Of Nines
diaksestanggal 16 November 2012. Diunduh dari http://medical-
dictionary.thefreedictionary.com/rule+of+nines
28
Download