SISTEM BISNIS FRANCHISE DALAM PANDANGAN ISLAM Yusnani Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Padang Abstract The franchise (franchising) can be categorized into the development of mudharabah types syirkah muqayadah where the receiving party franchisees (franchisees) are bound by the rules given by the franchise Giver or in mudharabah syirkah called with its capital in Islamic teachings allowed please help in order to favor especially for people who need a (weak), instead please help in crime (error) ِCatatan importantDespite this, franchising is possible by reason of the development of the franchise, Akkad syirkah should follow the basic principles of Islamic law and transactions in goods made for transactions not prohibited by syara ' or goods/animals prohibited for commercial use in Islam. Keywords: Franchise system, Mudharabah, Islamic rules 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sumber hukum Islam adalah ijtihad, yang memberi peluang berkembangnya pemikiran umat Islam dalam menghadapi segala persoalan di era globalisasi. Berbagai jenis transaksi mulai muncul guna memnuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Banyak jenis transaksi baru yang menjanjikan keuntungan berlipat ganda dengan cara yang mudah dan simple. Di samping itu, terdapat pula peraturan perudang-undangan mengatur tentang transaksi ekonomi, yang dikeluarkan oleh otoritas pemerintah sebagai upaya penertiban transaksi ekonomi berkembang di masyarakat Indonesia, mayoritas penggagas hukum positif (ius contitutum) yang mengatur hal tersebut harus pula dikaji kejelasannya menurut hukum Islam. Sesungguhnya ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu melalui dalil-dalil agama yaitu al-Qur'an dan al-hadis dengan jalan istimbat. Adapun mujtahid itu ialah ahli fiqih yang menghabiskan atau mengerahkan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum agama. Persoalan pertama dalam pembahasan ijtihad adalah sejak kapan ijtihad itu mulai ada (berlaku); apakah masih berlaku hingga sekarang dan masa mendatang. Awal berlakunya ijtihad yaitu semenjak masa nabi hidup. Bila membicarakan masalah ijtihad dan awal berlakunya, para ulama berbeda pendapat tentang apakah berlaku ijtihad di masa Nabi. Karena diketahui ijtihad itu dibutuhkan apabila tidak ditemui petunjuk Allah dan RasulNya sedang di masa Nabi petunjuk alQur’an masih turun. Namun di sisi lain dalam menghadapi kasus dan masalah, Nabi sendiri sering menggunakan daya nalarnya sebagai mana lazimnya dilakukan oleh seorang mujtahid dalam menghadapi masalah hukum, oleh sebab itu ijtihad di masa Nabi masih menjadi perbincangan ulama. Oleh karena itu harusah berterima kasih kepada para mujtahid yang telah mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menggali hukum tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islam baik yang sudah lama terjadi di zaman Rasullullah SAW maupun yang baru terjadi. Sistem Bisnis Franchise Dalam Pandangan Islam Lapangan atau medan dimana ijtihad dapat memainkan peranannya adalah: 2. Masalah-masalah baru yang hukumnya belum ditegaskan oleh nash al-Qur'an atau Sunnah secara jelas. 1. Masalah-masalah baru yang hukumnya belum diijma'i oleh ulama atau aimamatu 'l-mujtahidin. 2. Nash-nash Dhanny dan dalildalil hukum yang diperselisihkan. 3. Hukum Islam yang ma'qulu 'lma'na/ta'aqquly (kausalitas hukumnya/'illat-nya dapat diketahui mujtahid). Jadi, kalau akan melakukan reaktualisasi hukum Islam di sinilah seharusnya melakukan terobosanterobosan baru. Apabila ini yang dilakukan dan memang telah memenuhi persyaratannya maka pantaslah seseorang dianggap sebagai mujtahid di abad modern ini yang akan didukung semua pihak 1.2 Syarat-syarat mujtahid Untuk menjadi mujtahid tidaklah mudah. Ayatullah Muthahhari, seorang mujtahid juga filosof menyebutkan beberapa disiplin ilmu yang harus dikuasai oleh seorang mujtahid, antara lain: 1. Bahasa Arab Mencakup nahwu, sharaf, ma’ani, bayan dan badi. Karena sumber rujukan hukum Islam adalah al-Qur’an dan Sunnah yang berbahasa Arab. Tanpa menguasai bahasa Arab dengan baik, seseorang sulit untuk memahami keduanya dengan baik. 2. Tafsir Al-Qur’an 3. Ilmu Manthiq atau logika Ilmu ini membahas tentang bagaimana cara berpikir logis dan berargumentasi yang tepat. Oleh karenanya, seorang mujtahid harus menguasainya agar dia dalam menginterpretasikan hukum dari AlQur’an dan Sunnah berdasarkan argumentasi yang tepat dan logis. 4. Ilmu Hadis Seorang mujtahid harus menguasai benar hadis, asbabul wurud (konteksnya), pembagian-pembagian dan macam-macamnya. 5. Ilmu Rijal 114 Yaitu ilmu tentang perawi hadis. Seorang mujtahid harus mengetahui tentang biografi setiap perawi hadis sebelum mengkaji tentang matan hadis. Karena pengetahuan tentang ilmu ini akan menentukan kedudukan hadis dan akan mempengaruhi validitas hukum yang dikeluarkan oleh seorang mujtahid dari suatu hadis. 6. Ilmu Ushul Fiqih Ilmu yang membahas tentang cara mengintrepretasikan hukum (dustur istinbath). Ilmu ini menggunakan peranan dari setiap disiplin ilmu yang dibutuhkan dalam istinbath 1.3 Jenis-jenis ijtihad 1) Qiyas (analogi) Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukum sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya. Misalnya al-Qur’an melarang jual beli ketika waktu shalat jum’at (surat al-jum’ah ayat 9) dan hukum perbuatan selain dagang juga dilarang, karena sama-sama menganggu shalat jum’at Beberapa definisi qiyâs (analogi) Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persamaan diantara keduanya. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan diantaranya. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam [al-Qur'an] atau [hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh). 2) Ijma’ (consensus) Ijma' artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 113-120 Sistem Bisnis Franchise Dalam Pandangan Islam menetapkan suatu hukum-hukum dalam agama berdasarkan al-Qur'an dan hadis dalam suatu perkara yang terjadi. keputusan yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat. Ijma’ harus memenuhi empat unsur yaitu : - Sejumlah mujtahid terlibat langsung dalam menetapkan suatu consensus - Konsensus lahir tanpa memandang perbedaaan - Konsensus diiringi dengan pendapat masing-masing secara jelas, baik secara tertulis, perkataan dan tindakan - Konsensus semua mujtahid dapat diwujudkan dalam suatu keputusan berbentuk hukum 3) Istihsan Yaitu menetapkan hukum suatu perbuatan berdasarkan prinsip-prinsip umum ajaran Islam, seperti prinsip keadilan dan kasih sayang. Misalnya seseorang mesti memilih satu dari dua alternatif perbuatan yang sama-sama buruk. Maka ia mengambil salah satu yang diyakini paling ringan keburukannya (Amir Syarifuddin, 2001 ) Beberapa definisi Istihsân - Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal itu adalah benar. - Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan olehnya - Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang banyak. - Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan. - Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada sebelumnya 4) Masalihul mursalah Yaitu menetapkan hukum berdasarkan tinjuan kegunaan atau kemanfaatan sesuai dengan tujuan syari’at. Perbedaannya dengan istihsan adalah jika istihsan menggunakan konsiderasi hukum-hukum universal dari al-Quran dan sunnah atau menggunakan dalil-dalil umum dari kedua dalil-dalil tersebut. Sedangkan masalihul mursalah menitikberatkan kepada kemanfaatan perbuatan dan kaitannya dengan tujuan universal syari’at Islam 5) Sududz Dzariah Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentinagan umat. 6) Istishab Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya. 7) Urf Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipil dalam al-Qur’an dan hadis. (Amir Syarifuddin, 2001) 8) Maqasid syari’ah adalah tujuan terakhir dari hukum syari’ah (Atabik Ali, 1996) 2. PEMBAHASAN Dalam istilah perdagangan dikenal dengan waralaba/franchising, transaksi bisnis yang bertaraf franchise. Keberhasilan dari suatu organisasi Waralaba tergantung dari penerapan Sistem/Metode Bisnis yang sama antara Pewaralaba dan Terwaralaba. Sistem bisnis tersebut berupa pedoman yang mencakup standarisasi produk, metode untuk mempersiapkan atau mengolah produk atau makanan, atau metode jasa, standar rupa dari fasilitas bisnis, standar periklanan, system reservasi, sistem akuntansi, kontrol persediaan, dan kebijakan dagang, dan lain sebagainya Menurut pasal 1 PP No. 16 Tahun 1997 tentang tata cara pelaksanaan pendaftaran waralaba, pengertian waralaba (franchisee) adalah: “perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 113-120 115 Sistem Bisnis Franchise Dalam Pandangan Islam suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan/atau penjualan barang atau jasa”. Pada dasarnya Franchisee adalah sebuah perjanjian mengenai metode pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen. Franchisor dalam jangka waktu tertentu memberikan lisensi kepada franchisee untuk melakukan usaha pendistribusian barang atau jasa di bawah nama identitas franchisor dalam wilayah tertentu. Usaha tersebut harus dijalankan sesuai dengan prosedur dan cara yang ditetapkan oleh franchisor. Franchisor memberikan bantuan (assistance) terhadap franchise, sebagai imbalannya franchisee membayar jumlah uang berupa initial fee dan royalty. Dalam hukum Islam, waralaba dengan model ini hampir serupa dengan model syirkah mudharabah (bagi hasil), tapi sudah mengalami kemajuan seiring berkembangnya zaman dan terdapat gabungan dengan jenis syirkah lainnya. Syirkah (persekutuan) dalam hukum Islam banyak sekali jenisnya dan terdapat perbedaan oleh para imam madzhab. Dan perlu diketahui bahwa dalam pola transaksi yang diatur oleh hukum Islam adalah menitikberatkan pada sisi moralitas yang lebih tinggi dari pada apapun. 2.1 Undang-undang fiqh Islam Kaidah fiqh mengatakan bahwa pada prinsipnya hukum mu’amalah adalah boleh selama tidak ada dalil yang mengharamkannya (al-ashlu fil mu’amalat al-Ibadah illa an yadulla dalilun a’ tahrimihi). Dalil yang dapat mengubah hukum mu’amalah dari boleh kepada haram tersebut mengacu kepada ilmu ushul fiqh, yaitu dapat berupa dalil exsplisit (Sharih)/mengatur dari al-Qur’an dan hadis Nabi SAW, atau dalil lain melalui uji verifikasi tertentu seperti ijma’ (konsensus para Ulama), qiyas (analogi), mashalih mursalah (konsep mashlahat) dan lainlain. Tujuan utama syari’ah (maqashiduhu syari’ah) tercermin dalam pilar kesejahteran umat mnusia, yang 116 mencakup pada beberapa kemaslahatan dengan memberikan perlindungan kepada aspek keimanan (hifz din), kehidupan (hifz nafs), akal (hifz ‘aql), keturunan (hifz nasl), serta harta benda (hifz mal). Sistem nilai syari’ah sebagai filter moral bisnis bertujuan untuk menghindari berbagai penyimpangan dan menjauhi pantangan magrib, termasuk usaha franchise yang menjadi parameter berlakunya kaedah asal bermu’amalah meliputi tujuh pantangan sebagai berikut: 1. Maysir yaitu segala bentuk spekulasi judi yang mematikan sektor riil dan tidak produktif 2. Asusila yaitu praktek usaha melanggar kesusilaan dan norma sosial 3. Gharar yaitu segala transaksi yang tidak transparan dan tidak jelas sehingga berpotensi merugikan salah satu pihak 4. Haram yaitu objek transaksi dan proyek usaha yang diharamkan syar’ah 5. Riba yaitu segala bentuk distorsi mata uang yang menjadi komoditas dengan menggunakan tambahan (bunga) pada transaksi kredit atau pinjaman dan pertukaran /barter lebih antar barang ribawi sejenis. Pelarangan riba ini mendorong usaha yang berbasis kemitraan yang saling menguntungkan dan kenormalan (sunatullah) bisnis, disamping menghindari praktek pemerasan, eksploitasi, dan penzaliman oleh pihak yang memiliki posisi tawar tinggi terhadap pihak yang berposisi tawar rendah 6. Ihtikar yaitu penimbunan monopoli barang dan jasa untuk tujuan permainan harga 7. Berbahaya yaitu segala bentuk transaksi dan usaha yang membahayakan individu maupun Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 113-120 Sistem Bisnis Franchise Dalam Pandangan Islam masyarakat serta bertentangan dengan maslahat dengan maqashidusy syari’ah. (Setiawan Budi Utomo, 2003), (dalil tentang ketujuh poin di atas adalah Qs: 5:3,90, Qs:2: 278-279). Mubah berbisnis dengan sistem Franchise dan penghasilan yang didapatkan adalah penghasilan yang halal. Franchise/ ُّاري ِ َ( اال ْم ِتيَا ُز ال ِّتجberasal dari bahasa prancis “Franchir”) yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan istilah Waralaba adalah kesepakatan bisnis antara Franchisor (pemilik sitem yang memberi lisensi/pemberi Waralaba) dengan Franchisee (penerima sistem yang memperoleh lisensi/penerima Waralaba). Sejumlah sumber menerangkan bahwa sistem ini diperkenalkan oleh Isaac Singer asal Amerika serikat tahun 1850-an yang kemudian diikuti oleh John S Pemberton, pendiri Coca Cola, General Motors Industry, dan sebagainya. Franchisor memberi izin kepada Franchisee untuk menggunakan merek, nama, sistem, prosedur dan umpamanya yang dimiliki/ditemukan Franchisor dengan syarat Franchisee bersedia membayar sejumlah royalti secara periodik dan terikat oleh seluruh sistem bisnis yang dibangun Franchisor. Garansi lisensi kontraktual oleh satu orang (Franchisor) ke pihak lain (Franchisee) untuk: Mengizinkan atau meminta Franchisee menjalankan usaha dalam periode tertentu pada bisnis yang menggunakan merek yang dimiliki oleh Franchisor. Mengharuskan Franchisor untuk melatih kontrol secara kontinyu selama periode perjanjian. Mengharuskan Franchisor untuk menyediakan asistensi terhadap Franchisee pada subjek bisnis yang dijalankan di dalam hubungan terhadap organisasi usaha Franchisee seperti training terhadap staf, merchandising, manajemen atau yang lainnya. Meminta kepada Franchisee secara periodik selama masa kerjasama waralaba untuk membayarkan sejumlah fee Franchisee atau royalti untuk produk atau service yang disediakan oleh Franchisor kepada Franchisee” Dari uraian di atas, bisa difahami bahwa Franchise adalah sebuah akad, yaitu akad antara Franchisor dengen Franchisee. Akad ini bersifat finansial yang menuntut adanya pertukaran ْ imbalan (َاوضَ ُة karena Franchisor َ )ال ُمع meminta fee/royalti secara rutin dan periodik kepada Franchisee dengan imbalan penggunaan merek dagang tertentu, kontrol, dan asistensi. Dengan fakta Franchise seperti ini maka akad Franchise dalam Fiqh Islam kategori akad Syirkah bukan jual beli atau perkontrakan. Syirkah adalah akad kerjasama antara dua pihak yang bersepakat untuk melakukan aktifitas finansial dengan target memperoleh laba yang dibagi berdasarkan kesepakatan. Definisi ini sesuai dengan fakta Franchise karena Franchise adalah akad kerjasama antara Franchisor dengan Franchisee untuk memperdagangkan produk bisnis tertentu dengan merek dan nama yang ditemukan/dibangun Franchisor kemudian keuntungan bisnis tersebut dibagi antara Franchisor dengan Franchisee dengan nisbah/prosentase tertentu. Aktivitas finansial yang dilakukan Franchisor adalah pemberian izin menggunakan merek dagang, kontrol, dan asistensi sementara aktivitas finansial Franchisee adalah penyediaan modal dan menjalankan bisnis secara langsung. Melihat bahwa Franchise adalah bisnis yang menggabungkan antara modal dan tenaga dari pihak Franchisee dengan tenaga dari pihak Franchisor, maka sistem bisnis ini termasuk Syirkah Mudharbah. Namun, ketika yang dimanfaatkan dalam kerjasama tersebut bukan hanya tenaga Franchisor tetapi ِّ juga kredibilitas bisnis (ار َّي ُة ِ َ )الث َق ُة ال ِّتجyang dimiliki Franchisor (yakni kepercayaan publik terhadap merek dagang tertentu), Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 113-120 117 Sistem Bisnis Franchise Dalam Pandangan Islam maka Syirkah ini lebih tepat dimasukkan dalam Syirkah Wujuh yang merupakan variasi dari Syirkah Mudharbah karena memanfaatkan aspek Wajahah (kredibilitas) salah satu pihak yang berbisnis untuk membangun relasi dengan konsumen/rekan bisnis yang lain. Islam memubahkan akad Syirkah dan menjadikan penghasilan yang didapatkan darinya adalah penghasilan yang halal. Umar bin Al-Khattab pernah berbisnis dengan Akad Syirkah Mudharabah. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan: Dari Abdullah bin Humaid dari ayahnya dari kakeknya bahwasanya Umar bin Khattab diserahi harta anak yatim dalam rangka (akad) Mudharabah, maka beliau mencari (nafkah) dengannya dan berhasil (H.R. Ibnu Abi Syaibah) Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sendiri pernah berakad Syirkah Mudharabah dengan Khadijah sebelum menjadi istrinya dan mengizinkan sistem bisnis tersebut setelah beliau diangkat menjadi Rasul. Para sahabat juga banyak yang berbisnis dengan akad Syirkah. Ibnu AlMundzir mengatakan bahwa kebolehan akad Syirkah Mudharabah sudah menjadi Ijma Shahabat. Syirkah Wujuh juga Mubah karena masih termasuk cakupan kategori Syirkah Mudharabah. Adapun jika Franchisee tidak memproduksi sendiri produk lisensi tapi hanya menyalurkan saja dengan merek dan nama dari Franchisor, maka hal ini juga mubah karena termasuk Akad Samsarah (kemakelaran) yang dimubahkan dalam Islam. Imam Ahmad meriwayatkan; Dari Qais bin Abu Gharazah ia berkata; Kami berjual beli beberapa wasaq di Madinah. Dan kami menamakan diri dengan panggilan, "As Samasirah (tukang makelar)." Kemudian datanglah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau pun menamai kami dengan panggilan yang lebih 118 baik, beliau berseru: "ya ma'syarat tujjaar (Wahai pedagang), sesungguhnya jual beli ini dicampuri ucapan tidak berguna dan sumpah, maka hapuskanlah dengan mengeluarkan sedekah (H.R. Ahmad) Hadis ini menunjukkan bahwa profesi sebagai makelar, yaitu orang yang menjualkan atau membelikan barang untuk orang lain adalah profesi yang sudah ada di zaman Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Qois bin Abi Gharazah adalah salah satu makelar di zaman Nabi. Diamnya Nabi terhadap profesi ini menunjukkan mubahnya profesi makelar meskipun Nabi menggolongkan makelar dalam kelompok pedagang ketika beliau menyebut mereka “wahai para pedagang”. Berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam bisnis franchise yang dapat diminta dari franchisor oleh franchise adalah sebagai berikut: 1. Brand name yang meliputi logo, stationary, dan lain-lain. Franchisor yang baik juga memiliki aturan mengenai tampilan shopfront secara detail 2. Sistem dan manual operasional bisnis setiap franchisor memiliki operation manual yang sistematis, praktis serta aplicable dan mestinya juga tertulis 3. Operation support. Karena franchisor memiliki pengalaman yang jauh lebih luas serta sudah banyak membina franchisees, dia seharusnya memiliki kemampuan untuk memberi dukungan bagi franchise yang baru. 4. Monitor franchisor yang baik melakukan monitor terhadap franchisee untuk memastikan bahwa sistem yang disediakan dijalankan secara konsisten, untuk menjaga konsistensi kualitas. Monitor berfungsi untuk melakukan dukungan yang diperlukan jika franchisee mengalami kesulitan Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 113-120 Sistem Bisnis Franchise Dalam Pandangan Islam 5. Joint promotion, hal ini berkaitan dengan unsur sosialisasi brand name 6. Suplai, hal ini berlaku bagi franchise tertentu misalnya bagi franchise food dan beverages dimana franchisor juga merupakan supplier bahan makanan /minuman. Kadang franchisor menyuplai mesin-mesin atau peralatan yang diperlukan. Franchisor yang baik bisanya ikut membantu frnchisee untuk mendapatkan sumber dana modal dari investor (fand suplai) seperti bank misalnya, meski ini jarang terjadi.(Setiawan Budi Utomo, 2003) Pada umumnya franchisee perlu membayar initial fee yang sifatnya sekali bayar, atau kadang sekali untuk satu priode tertentu, misalnya untuk lima tahun. Di atas itu biasanya franchisee membayar royalti atau membayar sebagian dari hasil penjualan. Kadang franchisee membayar dan perlu membeli bahan pokok atau peralatan (capital goods) dari franchisor. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh calon franchisee seperti: 1. Bagaimana kekuatan brand name-nya 2. Berapa franchisee yang dimiliki , franchise yang yang hanya memiliki tiga atau empat franchisee tentunya tidak memiliki jaringan yang memadai untuk membentuk kekuatan sendiri 3. Berapa harga yang dibyarkan kepada franchisor khususnya bila ada ketergantungan bahan baku /suplai dari franchisor, apakah harga yang ditwarkan wajar 4. Apakah franchisor tersebut benar-benar memiliki hak resmi untuk menjual franchise kepada calon franchisee. Dalam sistem master franchise, hal ini layak mendapat perhatian besar karena kadang-kadang yang menamakan dirinya franchisor ternyata tidak memiliki hak untuk menjual franchise 5. Sesuai dengan prinsip syari’ah sehingga perlu selektivitas dan filter maslahat serta diutamakan yang memiliki dampak kepada pengembangan sosial ekonomi umat Islam baik dalam maupun luar negeri, contoh Iran yang tengah mengembangkan jaringn bisnis minuman zam zam cola sebagai pesaing coca cola milik Amerika yang tengah diboikot oleh banyak negara Islam karena sentimen terhadap penindasan rakyat Palestina Saat ini hampir semua cabang usaha menengah kecil masuk ke franchise, mulai dari usaha pemotong rumput, jasa kurir, cleaning service, membuat signage, usaha printing, edukasi, IT training, Bookkeeping, financial service dan retail. Dengan demikian berdasarkan prinsip syari’ah maka hukum franchise samagat tergantung pada usaha bisnis yang sistem kerjanya hendaklah ada unsur kebaikan dan taqwa kepada Allah SWT (Qs: 5 : 2) Atas dasar ini, maka sistem bisnis Franchise hukumnya mubah karena tidak terlepas dari akad Syirkah atau akad samsarah. Jika sistem yang diambil adalah Product And Trade Franchise, berarti yang dipakai adalah akad samsarah karena Franchisee hanya menyalurkan/menjualkan barang sementara jika sistem yang diambil adalah Business Format Franchisee, berarti yang dipakai adalah akad Syirkah, karena Franchisee bukan hanya menjualkan barang tetapi juga memodali sendiri produksi barang tersebut dengan standar-standar produksi dan prosedur yang ditetapkan Franchisor kemudian menjualnya. Keduanya mubah karena akad Syirkah dan Samsarah dimubahkan Islam. 3. PENUTUP Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 113-120 119 Sistem Bisnis Franchise Dalam Pandangan Islam 3.1 Kesimpulaan Dalam sistem waralaba terdapat tiga komponen yaitu : pertama, franchisor, yaitu pihak yang memiliki sistem atau cara-cara dalam berbisnis. Kedua, franchisee, yaitu pihak yang membeli franchise atau sistem dari franchisor sehingga memiliki hak untuk mejalankan bisnis dengan cara-cara yang dikembangkan oleh franchisor. Ketiga, franchise, yaitu sistem dan caracara bisnis itu sendiri, ini merupakan pengetahuan atau spesifikasi usaha dari franchisor yang dijual kepada franchise. Waralaba dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu waralaba merek dan produk dagang (product and trade franchise) dan waralaba format bisnis (business format franchise). Dalam Waralaba merek dagang dan produk, pemberi waralaba memberikan hak kepada penerima waralaba untuk menjual produk yang dikembangkan oleh Pemberi waralaba disertai dengan izin untuk menggunakan merek dagangnya. Atas pemberian izin pengunaan merek dagang tersebut pemberi waralaba mendapatkan suatu bentuk bayaran royalty di muka, dan selajutnya dia juga mendapat keuntungan dari penjualan produknya. 3.2 Saran-saran 3. Selalu menjalankan kaidah syari’ah Islam dalam menjalani sistem franchise. DAFTAR PUSTAKA 1. Abdul ‘Aty, Farik, al-Imam alSyafi’i, (Beirut: Dar al-Ilmiyah), 1992 2. Al-Jundi, Abd al-Halim, al-Imam al-Syafi’i Nashir al-Sunnah wa Dhi’al-Ushul, (Kairo: Ma’arif), 2001 3. Al-Nawawi, Abi Zakarya Mahyuddin, al-Majmu’ Syarah al-Mahzab li Syirazi. (Jeddah: Maktabah al-Irsyad), tth 4. Amir, Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1dan 2 , Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 2001 5. Agama, Departemen, al-Qur’an dan terjemahannya (revisi terbaru), Semarang: CV. AsySyifa, 2004 Ada beberapa poin penting yang dapat disarankan dalam jurnal ini : 1. Pada dasarnya sistem franchise merupakan sistem yang baik untuk belajar, namun dianjurkan saat telah berhasil segera dapat melepaskan diri dari franchisor karena biaya yang dibayar cukp mahal dan mendirikan usaha sendiri yang Islami 2. Hendaklah memperhatikan sentimen pasar umat Islam yang terkait dengan franchise untuk bisnis yang memiliki ikatan dan kontribusi terhadap Negara yang menindas umat Islam 120 Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 113-120