sistem bisnis franchise dalam pandangan islam

advertisement
SISTEM BISNIS FRANCHISE DALAM PANDANGAN
ISLAM
Yusnani
Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Padang
Abstract
The franchise (franchising) can be categorized into the development of mudharabah
types syirkah muqayadah where the receiving party franchisees (franchisees) are
bound by the rules given by the franchise Giver or in mudharabah syirkah called with
its capital in Islamic teachings allowed please help in order to favor especially for
people who need a (weak), instead please help in crime (error) ِCatatan
importantDespite this, franchising is possible by reason of the development of the
franchise, Akkad syirkah should follow the basic principles of Islamic law and
transactions in goods made for transactions not prohibited by syara ' or goods/animals
prohibited for commercial use in Islam.
Keywords: Franchise system, Mudharabah, Islamic rules
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu sumber hukum Islam
adalah ijtihad, yang memberi peluang
berkembangnya pemikiran umat Islam
dalam menghadapi segala persoalan di
era globalisasi. Berbagai jenis transaksi
mulai muncul guna memnuhi kebutuhan
hidup sehari-hari. Banyak jenis transaksi
baru yang menjanjikan keuntungan
berlipat ganda dengan cara yang mudah
dan simple. Di samping itu, terdapat
pula peraturan perudang-undangan
mengatur tentang transaksi ekonomi,
yang
dikeluarkan
oleh
otoritas
pemerintah sebagai upaya penertiban
transaksi ekonomi berkembang di
masyarakat
Indonesia,
mayoritas
penggagas
hukum
positif
(ius
contitutum) yang mengatur hal tersebut
harus pula dikaji kejelasannya menurut
hukum Islam.
Sesungguhnya ijtihad adalah suatu
cara untuk mengetahui hukum sesuatu
melalui dalil-dalil agama yaitu al-Qur'an
dan al-hadis dengan jalan istimbat.
Adapun mujtahid itu ialah ahli fiqih yang
menghabiskan
atau
mengerahkan
seluruh
kesanggupannya
untuk
memperoleh persangkaan kuat terhadap
sesuatu hukum agama.
Persoalan
pertama
dalam
pembahasan ijtihad adalah sejak kapan
ijtihad itu mulai ada (berlaku); apakah
masih berlaku hingga sekarang dan
masa mendatang. Awal berlakunya
ijtihad yaitu semenjak masa nabi hidup.
Bila membicarakan masalah ijtihad
dan awal berlakunya, para ulama
berbeda pendapat tentang apakah
berlaku ijtihad di masa Nabi. Karena
diketahui ijtihad itu dibutuhkan apabila
tidak ditemui petunjuk Allah dan RasulNya sedang di masa Nabi petunjuk alQur’an masih turun. Namun di sisi lain
dalam menghadapi kasus dan masalah,
Nabi sendiri sering menggunakan daya
nalarnya sebagai mana lazimnya
dilakukan oleh seorang mujtahid dalam
menghadapi masalah hukum, oleh
sebab itu ijtihad di masa Nabi masih
menjadi perbincangan ulama.
Oleh karena itu harusah berterima
kasih kepada para mujtahid yang telah
mengorbankan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk menggali hukum tentang
masalah-masalah yang dihadapi oleh
umat Islam baik yang sudah lama terjadi
di zaman Rasullullah SAW maupun
yang baru terjadi.
Sistem Bisnis Franchise Dalam Pandangan Islam
Lapangan atau medan dimana
ijtihad dapat memainkan peranannya
adalah:
2. Masalah-masalah baru yang
hukumnya belum ditegaskan oleh nash
al-Qur'an atau Sunnah secara jelas.
1.
Masalah-masalah baru yang
hukumnya belum diijma'i oleh ulama
atau aimamatu 'l-mujtahidin.
2. Nash-nash Dhanny dan dalildalil hukum yang diperselisihkan.
3. Hukum Islam yang ma'qulu 'lma'na/ta'aqquly
(kausalitas
hukumnya/'illat-nya
dapat diketahui
mujtahid).
Jadi,
kalau
akan
melakukan
reaktualisasi hukum Islam di sinilah
seharusnya
melakukan
terobosanterobosan baru. Apabila ini yang
dilakukan dan memang telah memenuhi
persyaratannya
maka
pantaslah
seseorang dianggap sebagai mujtahid di
abad modern ini yang akan didukung
semua pihak
1.2 Syarat-syarat mujtahid
Untuk menjadi mujtahid tidaklah
mudah. Ayatullah Muthahhari, seorang
mujtahid juga filosof menyebutkan
beberapa disiplin ilmu yang harus
dikuasai oleh seorang mujtahid, antara
lain:
1. Bahasa Arab
Mencakup nahwu, sharaf, ma’ani,
bayan dan badi. Karena sumber rujukan
hukum Islam adalah al-Qur’an dan
Sunnah yang berbahasa Arab. Tanpa
menguasai bahasa Arab dengan baik,
seseorang sulit untuk memahami
keduanya dengan baik.
2. Tafsir Al-Qur’an
3. Ilmu Manthiq atau logika
Ilmu
ini
membahas
tentang
bagaimana cara berpikir logis dan
berargumentasi yang tepat. Oleh
karenanya, seorang mujtahid harus
menguasainya
agar
dia
dalam
menginterpretasikan hukum dari AlQur’an dan Sunnah berdasarkan
argumentasi yang tepat dan logis.
4. Ilmu Hadis
Seorang mujtahid harus menguasai
benar
hadis,
asbabul
wurud
(konteksnya),
pembagian-pembagian
dan macam-macamnya.
5. Ilmu Rijal
114
Yaitu ilmu tentang perawi hadis.
Seorang mujtahid harus mengetahui
tentang biografi setiap perawi hadis
sebelum mengkaji tentang matan hadis.
Karena pengetahuan tentang ilmu ini
akan menentukan kedudukan hadis dan
akan mempengaruhi validitas hukum
yang dikeluarkan oleh seorang mujtahid
dari suatu hadis.
6. Ilmu Ushul Fiqih Ilmu yang
membahas
tentang
cara
mengintrepretasikan hukum (dustur
istinbath). Ilmu ini menggunakan
peranan dari setiap disiplin ilmu yang
dibutuhkan dalam istinbath
1.3 Jenis-jenis ijtihad
1) Qiyas (analogi)
Qiyas artinya menggabungkan atau
menyamakan artinya menetapkan suatu
hukum suatu perkara yang baru yang
belum ada pada masa sebelumnya
namun memiliki kesamaan dalam
sebab, manfaat, bahaya dan berbagai
aspek dengan perkara terdahulu
sehingga dihukum sama. Dalam Islam,
Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila
memang terdapat hal hal yang ternyata
belum ditetapkan pada masa-masa
sebelumnya.
Misalnya
al-Qur’an
melarang jual beli ketika waktu shalat
jum’at (surat al-jum’ah ayat 9) dan
hukum perbuatan selain dagang juga
dilarang,
karena
sama-sama
menganggu shalat jum’at
Beberapa definisi qiyâs (analogi)
Menyimpulkan hukum dari yang
asal
menuju
kepada
cabangnya, berdasarkan titik
persamaan diantara keduanya.
Membuktikan hukum definitif
untuk yang definitif lainnya,
melalui
suatu
persamaan
diantaranya.
Tindakan
menganalogikan
hukum
yang
sudah
ada
penjelasan di dalam [al-Qur'an]
atau [hadis] dengan kasus baru
yang
memiliki
persamaan
sebab (iladh).
2) Ijma’ (consensus)
Ijma' artinya kesepakatan yakni
kesepakatan
para
ulama
dalam
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 113-120
Sistem Bisnis Franchise Dalam Pandangan Islam
menetapkan suatu hukum-hukum dalam
agama berdasarkan al-Qur'an dan hadis
dalam suatu perkara yang terjadi.
keputusan yang dilakukan oleh para
ulama dengan cara ijtihad untuk
kemudian dirundingkan dan disepakati.
Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu
keputusan bersama para ulama dan ahli
agama yang berwenang untuk diikuti
seluruh umat.
Ijma’ harus memenuhi empat unsur
yaitu :
- Sejumlah
mujtahid
terlibat
langsung dalam menetapkan suatu
consensus
- Konsensus
lahir
tanpa
memandang perbedaaan
- Konsensus
diiringi
dengan
pendapat
masing-masing
secara jelas, baik secara
tertulis, perkataan dan tindakan
- Konsensus semua mujtahid
dapat
diwujudkan
dalam
suatu
keputusan berbentuk hukum
3) Istihsan
Yaitu menetapkan hukum suatu
perbuatan berdasarkan prinsip-prinsip
umum ajaran Islam, seperti prinsip
keadilan dan kasih sayang. Misalnya
seseorang mesti memilih satu dari dua
alternatif perbuatan yang sama-sama
buruk. Maka ia mengambil salah satu
yang
diyakini
paling
ringan
keburukannya (Amir Syarifuddin, 2001 )
Beberapa definisi Istihsân
- Fatwa yang dikeluarkan oleh
seorang fâqih (ahli fikih), hanya
karena dia merasa hal itu
adalah benar.
- Argumentasi
dalam
pikiran
seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan
secara lisan olehnya
- Mengganti argumen dengan
fakta yang dapat diterima, untuk
maslahat orang banyak.
- Tindakan memutuskan suatu
perkara untuk mencegah kemudharatan.
- Tindakan
menganalogikan
suatu perkara di masyarakat terhadap
perkara yang ada sebelumnya
4) Masalihul mursalah
Yaitu
menetapkan
hukum
berdasarkan tinjuan kegunaan atau
kemanfaatan sesuai dengan tujuan
syari’at. Perbedaannya dengan istihsan
adalah jika istihsan menggunakan
konsiderasi hukum-hukum universal dari
al-Quran
dan
sunnah
atau
menggunakan dalil-dalil umum dari
kedua dalil-dalil tersebut. Sedangkan
masalihul mursalah menitikberatkan
kepada kemanfaatan perbuatan dan
kaitannya dengan tujuan universal
syari’at Islam
5) Sududz Dzariah
Adalah tindakan memutuskan suatu
yang mubah menjadi makruh atau
haram demi kepentinagan umat.
6) Istishab
Adalah
tindakan
menetapkan
berlakunya suatu ketetapan sampai ada
alasan yang bisa mengubahnya.
7) Urf
Adalah
tindakan
menentukan masih bolehnya suatu
adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat
setempat selama kegiatan tersebut tidak
bertentangan dengan aturan-aturan
prinsipil dalam al-Qur’an dan hadis.
(Amir Syarifuddin, 2001)
8) Maqasid syari’ah adalah tujuan
terakhir dari hukum syari’ah (Atabik Ali,
1996)
2.
PEMBAHASAN
Dalam istilah perdagangan dikenal
dengan waralaba/franchising, transaksi
bisnis
yang
bertaraf
franchise.
Keberhasilan dari suatu organisasi
Waralaba tergantung dari penerapan
Sistem/Metode Bisnis yang sama antara
Pewaralaba dan Terwaralaba. Sistem
bisnis tersebut berupa pedoman yang
mencakup standarisasi produk, metode
untuk mempersiapkan atau mengolah
produk atau makanan, atau metode
jasa, standar rupa dari fasilitas bisnis,
standar periklanan, system reservasi,
sistem akuntansi, kontrol persediaan,
dan kebijakan dagang, dan lain
sebagainya
Menurut pasal 1 PP No. 16 Tahun
1997 tentang tata cara pelaksanaan
pendaftaran
waralaba,
pengertian
waralaba (franchisee) adalah: “perikatan
di mana salah satu pihak diberikan hak
untuk
memanfaatkan
dan/atau
menggunakan hak atas kekayaan
intelektual atau penemuan atau ciri khas
usaha yang dimiliki pihak lain dengan
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 113-120
115
Sistem Bisnis Franchise Dalam Pandangan Islam
suatu imbalan berdasarkan persyaratan
yang ditetapkan pihak lain tersebut
dalam rangka penyediaan dan/atau
penjualan barang atau jasa”.
Pada dasarnya Franchisee adalah
sebuah perjanjian mengenai metode
pendistribusian barang dan jasa kepada
konsumen. Franchisor dalam jangka
waktu tertentu memberikan lisensi
kepada franchisee untuk melakukan
usaha pendistribusian barang atau jasa
di bawah nama identitas franchisor
dalam wilayah tertentu. Usaha tersebut
harus
dijalankan
sesuai
dengan
prosedur dan cara yang ditetapkan oleh
franchisor.
Franchisor
memberikan
bantuan
(assistance)
terhadap
franchise,
sebagai
imbalannya
franchisee membayar jumlah uang
berupa initial fee dan royalty.
Dalam hukum Islam, waralaba
dengan model ini hampir serupa dengan
model syirkah mudharabah (bagi hasil),
tapi sudah mengalami kemajuan seiring
berkembangnya zaman dan terdapat
gabungan dengan jenis syirkah lainnya.
Syirkah (persekutuan) dalam hukum
Islam banyak sekali jenisnya dan
terdapat perbedaan oleh para imam
madzhab. Dan perlu diketahui bahwa
dalam pola transaksi yang diatur oleh
hukum Islam adalah menitikberatkan
pada sisi moralitas yang lebih tinggi dari
pada apapun.
2.1 Undang-undang fiqh Islam
Kaidah fiqh mengatakan bahwa
pada prinsipnya hukum mu’amalah
adalah boleh selama tidak ada dalil
yang mengharamkannya (al-ashlu fil
mu’amalat al-Ibadah illa an yadulla
dalilun a’ tahrimihi). Dalil yang dapat
mengubah hukum mu’amalah dari boleh
kepada haram tersebut mengacu
kepada ilmu ushul fiqh, yaitu dapat
berupa dalil exsplisit (Sharih)/mengatur
dari al-Qur’an dan hadis Nabi SAW,
atau dalil lain melalui uji verifikasi
tertentu seperti ijma’ (konsensus para
Ulama), qiyas (analogi), mashalih
mursalah (konsep mashlahat) dan lainlain.
Tujuan
utama
syari’ah
(maqashiduhu syari’ah) tercermin dalam
pilar kesejahteran umat mnusia, yang
116
mencakup
pada
beberapa
kemaslahatan dengan memberikan
perlindungan kepada aspek keimanan
(hifz din), kehidupan (hifz nafs), akal
(hifz ‘aql), keturunan (hifz nasl), serta
harta benda (hifz mal).
Sistem nilai syari’ah sebagai
filter moral bisnis bertujuan untuk
menghindari berbagai penyimpangan
dan menjauhi pantangan magrib,
termasuk usaha franchise yang menjadi
parameter berlakunya kaedah asal
bermu’amalah meliputi tujuh pantangan
sebagai berikut:
1. Maysir yaitu segala bentuk
spekulasi judi yang mematikan
sektor riil dan tidak produktif
2. Asusila yaitu praktek usaha
melanggar kesusilaan dan norma
sosial
3. Gharar yaitu segala transaksi
yang tidak transparan dan tidak
jelas
sehingga
berpotensi
merugikan salah satu pihak
4. Haram yaitu objek transaksi dan
proyek usaha yang diharamkan
syar’ah
5. Riba yaitu segala bentuk distorsi
mata
uang
yang
menjadi
komoditas dengan menggunakan
tambahan
(bunga)
pada
transaksi kredit atau pinjaman
dan pertukaran /barter lebih
antar barang ribawi sejenis.
Pelarangan riba ini mendorong
usaha yang berbasis kemitraan
yang saling menguntungkan dan
kenormalan (sunatullah) bisnis,
disamping menghindari praktek
pemerasan, eksploitasi, dan
penzaliman oleh pihak yang
memiliki posisi tawar tinggi
terhadap pihak yang berposisi
tawar rendah
6. Ihtikar
yaitu
penimbunan
monopoli barang dan jasa untuk
tujuan permainan harga
7. Berbahaya yaitu segala bentuk
transaksi dan usaha yang
membahayakan individu maupun
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 113-120
Sistem Bisnis Franchise Dalam Pandangan Islam
masyarakat serta bertentangan
dengan
maslahat
dengan
maqashidusy syari’ah. (Setiawan
Budi Utomo, 2003), (dalil tentang
ketujuh poin di atas adalah Qs:
5:3,90, Qs:2: 278-279).
Mubah berbisnis dengan sistem
Franchise dan penghasilan yang
didapatkan adalah penghasilan yang
halal. Franchise/ ُّ‫اري‬
ِ َ‫( اال ْم ِتيَا ُز ال ِّتج‬berasal
dari bahasa prancis “Franchir”) yang
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
dengan
istilah
Waralaba
adalah
kesepakatan bisnis antara Franchisor
(pemilik
sitem
yang
memberi
lisensi/pemberi
Waralaba)
dengan
Franchisee (penerima sistem yang
memperoleh
lisensi/penerima
Waralaba).
Sejumlah
sumber
menerangkan
bahwa
sistem
ini
diperkenalkan oleh Isaac Singer asal
Amerika serikat tahun 1850-an yang
kemudian
diikuti
oleh
John
S
Pemberton, pendiri Coca Cola, General
Motors Industry, dan sebagainya.
Franchisor memberi izin kepada
Franchisee untuk menggunakan merek,
nama,
sistem,
prosedur
dan
umpamanya yang dimiliki/ditemukan
Franchisor dengan syarat Franchisee
bersedia membayar sejumlah royalti
secara periodik dan terikat oleh seluruh
sistem bisnis yang dibangun Franchisor.
Garansi lisensi kontraktual oleh satu
orang (Franchisor) ke pihak lain
(Franchisee) untuk:
Mengizinkan
atau
meminta
Franchisee menjalankan usaha
dalam periode tertentu pada bisnis
yang menggunakan merek yang
dimiliki oleh Franchisor.
Mengharuskan Franchisor untuk
melatih kontrol secara kontinyu
selama periode perjanjian.
Mengharuskan Franchisor untuk
menyediakan asistensi terhadap
Franchisee pada subjek bisnis yang
dijalankan di dalam hubungan
terhadap
organisasi
usaha
Franchisee seperti training terhadap
staf, merchandising, manajemen
atau yang lainnya.
Meminta kepada Franchisee secara
periodik selama masa kerjasama
waralaba
untuk
membayarkan
sejumlah fee Franchisee atau royalti
untuk produk atau service yang
disediakan oleh Franchisor kepada
Franchisee”
Dari uraian di atas, bisa difahami
bahwa Franchise adalah sebuah akad,
yaitu akad antara Franchisor dengen
Franchisee. Akad ini bersifat finansial
yang menuntut adanya pertukaran
ْ
imbalan (‫َاوضَ ُة‬
karena Franchisor
َ ‫)ال ُمع‬
meminta fee/royalti secara rutin dan
periodik kepada Franchisee dengan
imbalan penggunaan merek dagang
tertentu, kontrol, dan asistensi.
Dengan fakta Franchise seperti ini
maka akad Franchise dalam Fiqh Islam
kategori akad Syirkah bukan jual beli
atau perkontrakan. Syirkah adalah akad
kerjasama antara dua pihak yang
bersepakat untuk melakukan aktifitas
finansial dengan target memperoleh
laba
yang
dibagi
berdasarkan
kesepakatan. Definisi ini sesuai dengan
fakta Franchise karena Franchise
adalah
akad
kerjasama
antara
Franchisor dengan Franchisee untuk
memperdagangkan
produk
bisnis
tertentu dengan merek dan nama yang
ditemukan/dibangun
Franchisor
kemudian keuntungan bisnis tersebut
dibagi antara Franchisor dengan
Franchisee dengan nisbah/prosentase
tertentu.
Aktivitas finansial yang dilakukan
Franchisor adalah pemberian izin
menggunakan merek dagang, kontrol,
dan asistensi sementara aktivitas
finansial Franchisee adalah penyediaan
modal dan menjalankan bisnis secara
langsung.
Melihat bahwa Franchise adalah
bisnis yang menggabungkan antara
modal dan tenaga dari pihak Franchisee
dengan tenaga dari pihak Franchisor,
maka sistem bisnis ini termasuk Syirkah
Mudharbah. Namun, ketika yang
dimanfaatkan dalam kerjasama tersebut
bukan hanya tenaga Franchisor tetapi
ِّ
juga kredibilitas bisnis (‫ار َّي ُة‬
ِ َ‫ )الث َق ُة ال ِّتج‬yang
dimiliki Franchisor (yakni kepercayaan
publik terhadap merek dagang tertentu),
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 113-120
117
Sistem Bisnis Franchise Dalam Pandangan Islam
maka Syirkah ini lebih tepat dimasukkan
dalam Syirkah Wujuh yang merupakan
variasi dari Syirkah Mudharbah karena
memanfaatkan
aspek
Wajahah
(kredibilitas) salah satu pihak yang
berbisnis untuk membangun relasi
dengan konsumen/rekan bisnis yang
lain.
Islam memubahkan akad Syirkah
dan menjadikan penghasilan yang
didapatkan darinya adalah penghasilan
yang halal. Umar bin Al-Khattab pernah
berbisnis
dengan
Akad
Syirkah
Mudharabah.
Ibnu
Abi
Syaibah
meriwayatkan:
Dari Abdullah bin Humaid dari
ayahnya
dari
kakeknya
bahwasanya Umar bin Khattab
diserahi harta
anak yatim
dalam
rangka
(akad)
Mudharabah,
maka
beliau
mencari (nafkah) dengannya
dan berhasil (H.R. Ibnu Abi
Syaibah)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam sendiri pernah berakad
Syirkah Mudharabah dengan Khadijah
sebelum
menjadi
istrinya
dan
mengizinkan sistem bisnis tersebut
setelah beliau diangkat menjadi Rasul.
Para sahabat juga banyak yang
berbisnis dengan akad Syirkah. Ibnu AlMundzir mengatakan bahwa kebolehan
akad Syirkah Mudharabah sudah
menjadi Ijma Shahabat. Syirkah Wujuh
juga Mubah karena masih termasuk
cakupan kategori Syirkah Mudharabah.
Adapun jika Franchisee tidak
memproduksi sendiri produk lisensi tapi
hanya menyalurkan saja dengan merek
dan nama dari Franchisor, maka hal ini
juga mubah karena termasuk Akad
Samsarah
(kemakelaran)
yang
dimubahkan dalam Islam. Imam Ahmad
meriwayatkan;
Dari Qais bin Abu Gharazah ia
berkata; Kami berjual beli
beberapa wasaq di Madinah.
Dan kami menamakan diri
dengan
panggilan,
"As
Samasirah (tukang makelar)."
Kemudian datanglah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam dan
beliau pun menamai kami
dengan panggilan yang lebih
118
baik,
beliau
berseru:
"ya
ma'syarat
tujjaar
(Wahai
pedagang), sesungguhnya jual
beli ini dicampuri ucapan tidak
berguna dan sumpah, maka
hapuskanlah
dengan
mengeluarkan sedekah (H.R.
Ahmad)
Hadis ini menunjukkan bahwa
profesi sebagai makelar, yaitu orang
yang menjualkan atau membelikan
barang untuk orang lain adalah profesi
yang sudah ada di zaman Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Qois bin
Abi Gharazah adalah salah satu
makelar di zaman Nabi. Diamnya Nabi
terhadap profesi ini menunjukkan
mubahnya profesi makelar meskipun
Nabi menggolongkan makelar dalam
kelompok pedagang ketika beliau
menyebut
mereka
“wahai
para
pedagang”.
Berdasarkan ketentuan yang
berlaku dalam bisnis franchise yang
dapat diminta dari franchisor oleh
franchise adalah sebagai berikut:
1. Brand name yang meliputi logo,
stationary, dan lain-lain. Franchisor
yang baik juga memiliki aturan
mengenai tampilan shopfront secara
detail
2. Sistem dan manual operasional
bisnis setiap franchisor memiliki
operation manual yang sistematis,
praktis serta aplicable dan mestinya
juga tertulis
3. Operation
support.
Karena
franchisor memiliki pengalaman
yang jauh lebih luas serta sudah
banyak membina franchisees, dia
seharusnya memiliki kemampuan
untuk memberi dukungan bagi
franchise yang baru.
4. Monitor
franchisor
yang
baik
melakukan
monitor
terhadap
franchisee
untuk
memastikan
bahwa sistem yang disediakan
dijalankan secara konsisten, untuk
menjaga
konsistensi
kualitas.
Monitor berfungsi untuk melakukan
dukungan yang diperlukan jika
franchisee mengalami kesulitan
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 113-120
Sistem Bisnis Franchise Dalam Pandangan Islam
5. Joint promotion, hal ini berkaitan
dengan unsur sosialisasi brand
name
6. Suplai, hal ini berlaku bagi franchise
tertentu misalnya bagi franchise
food
dan
beverages
dimana
franchisor juga merupakan supplier
bahan makanan /minuman. Kadang
franchisor menyuplai mesin-mesin
atau peralatan yang diperlukan.
Franchisor yang baik bisanya ikut
membantu
frnchisee
untuk
mendapatkan sumber dana modal
dari investor (fand suplai) seperti
bank misalnya, meski ini jarang
terjadi.(Setiawan Budi Utomo, 2003)
Pada umumnya franchisee perlu
membayar initial fee yang sifatnya sekali
bayar, atau kadang sekali untuk satu
priode tertentu, misalnya untuk lima
tahun. Di atas itu biasanya franchisee
membayar royalti atau membayar
sebagian dari hasil penjualan. Kadang
franchisee
membayar
dan
perlu
membeli bahan pokok atau peralatan
(capital goods) dari franchisor.
Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh calon franchisee
seperti:
1. Bagaimana kekuatan brand
name-nya
2. Berapa franchisee yang dimiliki
, franchise yang yang hanya
memiliki tiga
atau empat
franchisee
tentunya
tidak
memiliki jaringan yang memadai
untuk membentuk kekuatan
sendiri
3. Berapa harga yang dibyarkan
kepada franchisor khususnya
bila ada ketergantungan bahan
baku /suplai dari franchisor,
apakah harga yang ditwarkan
wajar
4. Apakah
franchisor
tersebut
benar-benar memiliki hak resmi
untuk menjual franchise kepada
calon franchisee. Dalam sistem
master franchise, hal ini layak
mendapat
perhatian
besar
karena kadang-kadang yang
menamakan dirinya franchisor
ternyata tidak memiliki hak
untuk menjual franchise
5. Sesuai dengan prinsip syari’ah
sehingga perlu selektivitas dan
filter maslahat serta diutamakan
yang memiliki dampak kepada
pengembangan sosial ekonomi
umat Islam baik dalam maupun
luar negeri, contoh Iran yang
tengah mengembangkan jaringn
bisnis minuman zam zam cola
sebagai pesaing coca cola milik
Amerika yang tengah diboikot
oleh banyak negara Islam
karena
sentimen
terhadap
penindasan rakyat Palestina
Saat ini hampir semua cabang
usaha menengah kecil masuk ke
franchise, mulai dari usaha pemotong
rumput, jasa kurir, cleaning service,
membuat signage, usaha printing,
edukasi, IT training, Bookkeeping,
financial service dan retail. Dengan
demikian berdasarkan prinsip syari’ah
maka
hukum
franchise
samagat
tergantung pada usaha bisnis yang
sistem kerjanya hendaklah ada unsur
kebaikan dan taqwa kepada Allah SWT
(Qs: 5 : 2)
Atas dasar ini, maka sistem
bisnis Franchise hukumnya mubah
karena tidak terlepas dari akad Syirkah
atau akad samsarah. Jika sistem yang
diambil adalah Product And Trade
Franchise, berarti yang dipakai adalah
akad samsarah karena Franchisee
hanya menyalurkan/menjualkan barang
sementara jika sistem yang diambil
adalah Business Format Franchisee,
berarti yang dipakai adalah akad
Syirkah, karena Franchisee bukan
hanya menjualkan barang tetapi juga
memodali sendiri produksi barang
tersebut
dengan
standar-standar
produksi dan prosedur yang ditetapkan
Franchisor
kemudian
menjualnya.
Keduanya mubah karena akad Syirkah
dan Samsarah dimubahkan Islam.
3. PENUTUP
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 113-120
119
Sistem Bisnis Franchise Dalam Pandangan Islam
3.1 Kesimpulaan
Dalam sistem waralaba terdapat
tiga komponen yaitu : pertama,
franchisor, yaitu pihak yang memiliki
sistem atau cara-cara dalam berbisnis.
Kedua, franchisee, yaitu pihak yang
membeli franchise atau sistem dari
franchisor sehingga memiliki hak untuk
mejalankan bisnis dengan cara-cara
yang dikembangkan oleh franchisor.
Ketiga, franchise, yaitu sistem dan caracara bisnis itu sendiri, ini merupakan
pengetahuan atau spesifikasi usaha dari
franchisor yang dijual kepada franchise.
Waralaba
dapat
dibedakan
menjadi dua bentuk, yaitu waralaba
merek dan produk dagang (product and
trade franchise) dan waralaba format
bisnis (business format franchise).
Dalam Waralaba merek dagang dan
produk, pemberi waralaba memberikan
hak kepada penerima waralaba untuk
menjual produk yang dikembangkan
oleh Pemberi waralaba disertai dengan
izin
untuk
menggunakan
merek
dagangnya.
Atas
pemberian
izin
pengunaan merek dagang tersebut
pemberi waralaba mendapatkan suatu
bentuk bayaran royalty di muka, dan
selajutnya
dia
juga
mendapat
keuntungan dari penjualan produknya.
3.2 Saran-saran
3. Selalu menjalankan kaidah
syari’ah Islam dalam menjalani
sistem franchise.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdul ‘Aty, Farik, al-Imam alSyafi’i, (Beirut: Dar al-Ilmiyah),
1992
2. Al-Jundi, Abd al-Halim, al-Imam
al-Syafi’i Nashir al-Sunnah wa
Dhi’al-Ushul, (Kairo: Ma’arif),
2001
3. Al-Nawawi,
Abi
Zakarya
Mahyuddin, al-Majmu’ Syarah
al-Mahzab li Syirazi. (Jeddah:
Maktabah al-Irsyad), tth
4. Amir, Syarifuddin, Ushul Fiqh
Jilid 1dan 2 , Jakarta, Logos
Wacana Ilmu, 2001
5. Agama, Departemen, al-Qur’an
dan
terjemahannya
(revisi
terbaru), Semarang: CV. AsySyifa, 2004
Ada beberapa poin penting yang dapat
disarankan dalam jurnal ini :
1. Pada dasarnya sistem franchise
merupakan sistem yang baik
untuk belajar, namun dianjurkan
saat telah berhasil segera dapat
melepaskan diri dari franchisor
karena biaya yang dibayar cukp
mahal dan mendirikan usaha
sendiri yang Islami
2. Hendaklah memperhatikan
sentimen pasar umat Islam
yang terkait dengan franchise
untuk bisnis yang memiliki
ikatan dan kontribusi terhadap
Negara yang menindas umat
Islam
120
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 113-120
Download