BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sebuah ciri dari masyarakat di suatu daerah. Contoh nyata dari kebudayaan di masyarakat adalah adanya berbagai macam pakaian adat, tradisi, kesenian daerah dan lain sebagainya. Salah satu keragaman budaya di Indonesia berada di Pulau Jawa. Misalnya saja beberapa tradisi Jawa yang masih dilestarikan hingga sekarang, diantaranya ada wayang kulit, kethoprak, gamelan, batik, keris. Indonesia sendiri memiliki kebudayaan yang sangat beragam, baik kebudayaan yang masih bersifat tradisional maupun kebudayaan yang telah terakulturasi dan terasimilasi dengan keberagaman budaya baru yang berasal dari luar. Keragaman budaya Indonesia memiliki lebih dari 1.128 suku bangsa dengan beragam budaya tersebar di ribuan pulau yang terbentang di Indonesia dari Sabang sampai Merauke (Widiastuti, 2013:8). Banyaknya kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia menjadi lambang bagaimana masyarakat Indonesia memang memiliki kebudayaan yang bervariasi. Akan tetapi, sejalan dengan perkembangan zaman, modernisasi membawa dampak pada perubahan sosial di masyarakat. Perubahan sosial banyak berdampak pada gaya hidup, bahasa, fashion, bahkan tradisi yang telah ada dan turun-temurun dari nenek moyang terdahulu. Modernisasi banyak memberikan peluang bagi kebudayaan dari luar untuk masuk ke dalam kebudayaan asli yang telah ada sebelumnya. Kebudayaan baru yang masuk bisa memberikan corak baru untuk kebudayaan yang telah ada, atau bisa juga justru melahirkan budaya baru tanpa merubah kebudayaan lama. Budaya baru tersebut dapat dilihat dalam bentuk organisasi, upacara kenegaraan maupun upacara keagamaan yang dilaksanakan berkenaan dengan pembaharuan kehidupan ekonomi masyarakat serta peristiwaperistiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia seperti kelahiran, perkawinan bahkan kematian. Salah satu tradisi Jawa yang mengalami pembaharuan karena adanya kebudayaan baru yang masuk sehingga membuat perubahan adalah pada tradisi 2 mitoni. Tradisi mitoni merupakan sebuah tradisi Jawa yang dilaksanakan sebagai upacara permohonan keselamatan serta sebagai ungkapan rasa syukur atas karunia yang diberikan Tuhan. Pelaksanaan tradisi mitoni sendiri dilakukan oleh seorang perempuan yang mengandung anak pertamanya pada usia kandungan menginjak 7 bulan. Setiap tradisi Jawa termasuk tradisi mitoni selalu menggunakan pemimpin dalam prosesinya agar segala ritual berjalan dengan lancar. Tradisi mitoni yang dilakukan dengan menggunakan tata cara atau adat Jawa yang telah turun temurun dari nenek moyang menggunakan tahap-tahap atau ritual kejawen yang memiliki makna tersendiri. Akan tetapi setelah ada perubahan seperti sekarang ini, telah terjadi perubahan dalam beberapa tata cara pelaksanaan tradisi mitoni. Pelaksanaan tradisi mitoni sekarang lebih mengarah pada kegiatan do’a bersama atau dalam masyarakat sering disebut pengajian tanpa ada sebuah ritual sesuai kepercayaan adat Jawa sebelumnya. Pengajian dalam prosesi mitoni dipimpin oleh ulama desa setempat dengan dominasi masyarakat muslim karena pemimpin pembacaan do’a adalah tokoh adat yang memiliki agama Islam. Namun, walaupun telah mengalami perubahan, masih banyak juga masyarakat yang tetap melakukan tradisi mitoni tersebut, tidak terkecuali Presiden Indonesia, Joko Widodo. Beliau baru saja mengadakan upacara tradisi mitoni dengan balutan adat Jawauntuk menantunya Selvi Ananda yang dilaksanakan di Banyuanyar, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah (Kuncoro,2015: 1). Tradisi mitoni yang dilakukan oleh Presiden Jokowi menunjukkan masih eksisnya tradisi tersebut di era modern seperti sekarang dengan menggunakan adat Jawa. Selain itu, Desa Palur merupakan sebagian kecil masyarakat Jawa yang masih melaksanakan tradisi mitoni, walaupun sudah dengan prosesi pengajian karena dirasa lebih efektif (Devi/W/24 Januari 2016). Salah satu faktor yang mendukung tradisi mitoni masih tetap dilestarikan hingga sekarang adalah peran dari tokoh adat yang selalu aktif berpartisipasi dalam memimpin pelaksanaan sebuah tradisi. Tradisi identik dengan tokoh adat laki-laki. Namun pada tradisi mitoni, justru tokoh adat perempuan yang wajib menjadi pemimpin dalam pelaksanaan tradisi mitoni. 3 Di Desa Palur, terdapat seorang tokoh adat yang memiliki keinginan yang kuat untuk tetap mempertahankan segala tradisi Jawa yang telah diwariskan oleh nenek moyang terdahulu. Namun tidak mudah bagi beliau untuk terus mempertahankan tradisi Jawa termasuk tradisi mitoni. Banyak hal yang harus beliau lakukan untuk menunjang keberadaan beliau ditengah-tengah masyarakat bersama dengan keinginannya mempertahankan tradisi di masyarakat. Bertitik tolak dari latar belakang dan permasalahan di atas penulis tertarik melakukan penelitian tentang eksistensi tokoh adat perempuan dan bagaimana strategi tokoh adat perempuan dalam mempertahankan eksistensi mereka di masyarakat sebagai pemimpin dalam berjalannya sebuah tradisi mitoni dengan melawan arus era modernisasi dengan judul “Eksistensi Tokoh Adat Perempuan (Studi Fenomenologi Tradisi Mitoni Di Desa Palur, Mojolaban, Sukoharjo)”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dalam penelitian ini penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana peran tokoh adat perempuan dalam prosesi mitoni di Desa Palur, Mojolaban, Sukoharjo ? 2. Bagaimana strategi tokoh adat perempuan mempertahankan eksistensinya dalam tradisi mitoni di Desa Palur, Mojolaban, Sukoharjo ? C. Tujuan Penelitian Bertitik tolak pada rumusan masalah di atas, maka maksud dan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mengetahui peran tokoh adat perempuan dalam prosesi mitoni di Desa Palur, Mojolaban, Sukoharjo. b. Mengetahui strategi tokoh adat perempuan mempertahankan eksistensinya dalam tradisi mitoni di Desa Palur, Mojolaban, Sukoharjo. 4 D. Manfaat Penelitian Adapun kegunaan dari peneletian ini diharapkan berdaya guna sebagai berikut : 1. Manfaat Teorotis : Secara teoritis, hasil penelitian ini mendukung salah satu teori sosiologi yang dikembangkan untuk melihat eksistensi tokoh adat perempuan dalam memimpin sebuah tradisi mitoni dengan menggunakan perspektif strukturasi dari Anthony Giddens. Dalam teori ini individu berperan sebagai agen yang memiliki kekuasaan untuk menekan individu lain. Hal ini sesuai untuk melihat eksistensi tokoh adat perempuan di Desa Palur. 2. Manfaat Praktis : a. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk motivasi dan kesadaran melestarikan tradisi mitoni di tengah arus modernisasi, serta menambah pengetahuan dan informasi mengenai prosesi tradisi mitoni di Desa Palur, Mojolaban, Sukoharjo. b. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan mata pelajaran sosiologi kelas XII semester 1 pada materi dampak perubahan sosial KD 1.2 menganalisis dampak perubahan sosial terhadap kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan eksistensi tokoh adat perempuan di tengah arus modernisasi.