BAB III KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 3.1 Kajian Teori 3.1.1 Teori Keterlibatan Karyawan Akhir – akhir ini keterlibatan karyawan menjadi bagian yang di titik beratkan oleh perusahaan, banyak perusahaan – perusahaan yang sudah mapan memiliki sistem yang cukup untuk mengelola sumber daya, sumber daya manusia yang berbakat, dan biasanya perusahaan – perusahaan tersebut memiliki program – program keterlibatan karyawan (employee engagement) terutama engagement terhadap talent – talent yang ada di perusahaan, dimana talent – talent tersebut adalah sumber daya yang dianggap penting dan memiliki nilai terhadap kesinambungan bisnis perusahaan. Tidak jarang perusahaan melakukan survey terhadap keterlibatan karyawan, untuk melihat sejauh mana karyawan terlibat di perusahaan, faktor – faktor apa yang mempengaruhi keterlibatan karyawan di perusahaan, saran – saran apa yang dibutuhkan perusahaan untuk membuat karyawan yang dianggap talent dapat terlibat diperusahaan. Karena engagement karyawan dapat mengurangi tingginya biaya pergantian karyawan yang meninggalkan perusahaan. Karyawan yang terlibat (engage) biasanya perduli terhadap masa depan organisasi perusahaan dan selalu melakukan upaya yang berbeda dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Karyawan yang terlibat memiliki ikatan emosional yang kuat terhadap organisasi perusahaan yang akhirnya akan meningkatkan retensi terhadap organisasi, meningkatkan 51 52 produktivitas dan rendahnya tingkat absensi. Karyawan yang terlibat biasanya akan melakukan usaha lebih dalam menunjukan performanya di perusahaan, terhindar dari perilaku dimana secara fisik berada ditempat kerja namun melakukan hal yang tidak lebih sebagai pemenuhan dari kewajibannya saja sebagai karyawan, karyawan memiliki komitmen tersendiri secara psikologis baik terhadap pekerjaan maupun terhadap organisasi perusahaan. Keterlibatan biasanya diperoleh dari kepuasan kerja baik yang diciptakan sendiri oleh karyawan maupun yang sengaja dibuat oleh perusahaan, kepuasan akan menimbulkan keinginan mengabdi dari karyawan terhadap perusahaan sehingga akan hilang keinginan untuk meninggalkan perusahaan karena nilai lebih yang diperoleh diluar tidak sebanding dengan ketika karyawan berada dalam perusahaan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bukan lagi apa yang harus dilakukan perusahaan untuk meng”engage “ karyawan tetapi sudah ke arah apa yang dibutuhkan karyawan agar bisa engage dengan perusahaan dan perilaku apa yang dibutuhkan perusahaan agar karyawan dapat engage dengan perusahaan. Menurut Brown (2003) pekerja dianggap memiliki keterlibatan didalam organisasi bila merujuk pada tingkat dimana seseorang secara psikologis memihak kepada organisasinya dan pentingnya pekerjaan bagi gambaran dirinya. Robbins (2009) mengatakan bahwa karyawan yang memiliki tingkat keterlibatan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan, Robbins juga menambahkan Seseorang yang memiliki Job Involvement yang tinggi akan melebur dalam pekerjaan yang sedang ia lakukan, 53 tingkat keterlibatan kerja yang tinggi berhubungan dengan Organizational Citizenship Behavior dan performansi kerja. Sebagai tambahan, tingkat keterlibatan kerja yang tinggi dapat menurunkan jumlah ketidakhadiran karyawan. Patchen (2005) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki keterlibatan kerja (Job Involvement) yang tinggi akan menunjukkan perasaan solidaritas yang tinggi terhadap perusahaan dan mempunyai motivasi kerja internal yang tinggi. Dalam survey yang dilakukan Scarlett (2001) keterlibatan karyawan adalah tingkat keterlibatan emosional karyawan dengan pekerjaannya yang dapat diukur baik secara postitif atau negatif. Gibbons & Schutt (2010) menyatakan : Employee engagement scales typically combine job satisfaction, organizational commitment and other performance-related signs of an engaged employee. A recent synthesis of approaches to measuring employee engagement identified three dimensions of engagement: emotional, rational, and behavioural. Kahn (1990) adalah orang yang pertama kali mencetuskan ide mengenai enggagement, dalam the academy of management journal mendeskripsikan engagement as a unique and important motivational concept: the harnessing of an employee‘s full self in terms of physical, cognitive, and emotional energies to work role performances. Dalam persfektif Kahn keterlibatan karyawan menggambarkan motivasi yang multidimensi yang berkesinambungan terhadap fisik, kognitif dan emosional karyawan terhadap energy positif yang dihasilkan dalam performa pekerjaan. Menurut Maslach et al. (2001), engagement is characterized by energy, involvement, and efficacy, the direct opposite of the three burnout dimensions of exhaustion, cynicism, and inefficacy. Menurut Konsultan Mercer dalam jurnal 54 Schaufeli (2013) “Employee engagement – also called ‗commitment‘ or ‗motivation‘. Menurut Wilmar Schaufeli (2013) engagement is defined as a blend of three existing concepts (1) job satisfaction; (2) commitment to the organization; and (3) extra-role behavior, i.e. discretionary effort to go beyond the job description. Dalam jurnal laporan penelitian oleh Aon Hewitt lembaga konsultan, reward dan talent terdapat sebuah model keterlibatan karyawan (employee engagement) dimana yang menjadi faktor – faktor pendorong keterlibatan karyawan tersebut dibagi menjadi 6 (enam) bagian dalam penelitian yang hampir 15 tahun di uji coba dan dilakukan pada karyawan - karyawan yang bekerja dalam berbagai macam industri di wilayah Asia Pasific, Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara dalam bentuk gambar berikut : 55 Gambar 3.1 Gambar Model Keterlibatan Karyawan oleh AON Hewitt (Faktor yang menjadi pendorong bagi karyawan untuk terlibat dalam perusahaan) Sumber : Jurnal AON Hewitt (2013) Penelitian yang penulis lakukan di PT Asuransi Jiwa Recapital mengambil tema Pengaruh Pelatihan & Pengembangan, Kompensasi dan Motivasi terhadap keterlibatan karyawan dibuat berdasarkan ide dari teori keterlibatan karyawan oleh William Kahn (1990), beberapa jurnal yang ada menyatakan bahwa William Kahn adalah orang yang pertama kali membuat artikel mengenai Keterlibatan Karyawan melalui jurnal the academy of management, namun membutuhkan satu dekade untuk para akademisi lain menulis mengenai Keterlibatan Karyawan, hal ini dimungkinkan karena perubahan terhadap pentingnya keterlibatan karyawan 56 dalam bisnis perusahaan. Namun tahun 1988 sebelum teori dari William Kahn muncul mengenai Keterlibatan Karyawan, Gallup organization membuat suatu survey terhadap 100.000 karyawan mengenai keterlibatan ditempat kerja “strong work places” dengan 12 pertanyaan mengenai keterlibatan karyawan ditempat kerja yang kemudian dikenal dengan Q12 Gallup‘s Engagement questionnaire. Istilah Keterlibatan Karyawan secara tidak sengaja muncul pertama kali dibuku Buckingham dan Coffman (1999) dengan judul What‘s the world greatest managers do differently, satu abad kemudian istilah Keterlibatan Karyawan mulai menjadi trend hal ini disebabkan karena kelangsungan bisnis perusahaan tidak hanya dikarenakan fisik karyawan saja namun juga jiwa atau psikologi karyawan termasuk motivasi dibutuhkan agar bisnis perusahaan dapat berjalan maju dan berkembang sesuai dengan target pasar dan kelangsungan bisnis perusahaan. Dalam buku best selling David Ulrich dengan judul Human Resources Champion (1997) dalam organisasi modern kemampuan psikologi termasuk motivasi adalah hal yang paling dibutuhkan organisasi saat ini ――Employee contribution becomes a critical business issue because in trying to produce more output with less employee input, companies have no choice but to try to engage not only the body, but also the mind and the soul of every employee‖. Dalam pengamatan empiris penulis dan faktor – faktor yang mempengaruhi keterlibatan karyawan di perusahaan pada gambar di atas yang dibuat dalam white paper journal oleh konsultan Talent & Reward AON Hewitt dan beberapa teori yang disampaikan oleh penulis diatas maka penulis mengambil variable untuk faktor – faktor yang mempengaruhi keterlibatan karyawan di PT Asuransi Jiwa Recapital adalah 57 Pelatihan dan Pengembangan, Kompensasi atau Renumerasi dan Motivasi Karyawan, sedangkan dimensi terkait Keterlibatan Karyawan di perusahaan berdasarkan empiris dan teori dari Wilmar Schaufeli (2013) engagement is defined as a blend of three existing concepts (1) job satisfaction; (2) commitment to the organization; and (3) extra-role behavior, i.e. discretionary effort to go beyond the job description. Menurut Wilmar Schaufeli (2013) dimensi Keterlibatan Karyawan merupakan gabungan dari kepuasan kerja, komitmen terhadap organisasi dan keinginan mengabdi atau bekerja dengan usaha lebih dari sekedar job deskripsi yang menjadi kewajiban karyawan. 3.1.2 Teori Pelatihan dan Pengembangan Laing (2009) dalam penelitiannya yang berjudul The Impact Of Training And Development On Worker Performance and Productivity in Public Sector Organizations: A Case Study Of Ghana Ports and Harbours Authority, mengenai pengaruh pelatihan dan pengembangan pada produktivitas dan performa karyawan di organisasi publik . Dalam penelitian tersebut dikemukakan bahwa melalui pelatihan dan pengembangan karyawan merupakan alat yang efektif untuk mencapai kesuksesan baik pribadi maupun organisasi. Tolak ukur keberhasilan suatu organisasi adalah kualitas sumber daya manusia yang bergabung di perusahaan tersebut yang mempengaruhi kemajuan organisasi menurut Leavitt(2006). Ketidaksesuaian pekerjaan dapat dikarenakan kurangnya pemberian pelatihan kerja terhadap karyawan. Pemberian pelatihan kerja pada dasarnya wajib dilakukan oleh suatu perusahaan mengingat tidak ada seorang pun yang mampu 58 melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan baik bilamana tidak dipelajari terlebih dahulu. Pelatihan kerja dapat diartikan sebagai suatu proses dimana orang mendapat kapabilitas untuk membantu suatu organisasi mencapai tujuannya dalam Manullang (2008) dan Pelatihan kerja memiliki banyak manfaat bagi karyawan serta pelatihan kerja mampu mendorong karyawan memberikan jasanya lebih lama di perusahaan. Pelatihan juga diartikan sebagai proses belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam waktu yang relatif singkat dengan mengutamakan pemberian praktik daripada teori menurut Ardana,dkk (2012), salah satu penyebab ketidakpuasan dalam bekerja adalah ketidaksesuaian karyawan terhadap pekerjaan. Karyawan yang menjadi lebih terlatih, terdidik dan lebih ahli, maka dapat meningkatkan kepercayaan dirinya menurut Handoko (2009). Pelatihan kerja juga dapat berfungsi menciptakan kepuasan kerja serta merupakan alasan pokok individu untuk tetap atau meninggalkan perusahaan (Mathis dan Jackson 2009). Penelitian sebelumnya menemukan bahwa pemberian pelatihan kerja mampu meningkatkan kepuasan seseorang di tempat kerja (Choo dan Bowley 2007). Penelitian lain yang dilakukan oleh Yap et al. (2010) menemukan bahwa karyawan yang menerima pelatihan secara efektif memiliki komitmen dan kepuasan kerja yang lebih dibandingkan karyawan yang kurang efektif menerima pelatihan. Mengacu pada konsep Balanced Score Card dalam persfektif Learning & Growth (LG) seharusnya LG diarahkan untuk meningkatkan perkembangan keunggulan karyawan dalam pengertian kompetensi dan tingkat keterikatannya (engagement) pada pekerjaan dan perusahaan, Ardiyanto(2014). Handoko (2001) mengemukakan bahwa pengembangan 59 karyawan dimaksudkan untuk menyiapkan karyawan untuk memegang tanggung jawab pekerjaan di masa yang akan datang. Pengembangan karyawan bisa dilakukan secara formal maupun informal, secara formal berarti karyawan ditugaskan oleh perusahaan, sedangkan secara informal berarti karyawan melatih dan mengembangkan dirinya atas keinginan dan inisiatif sendiri tanpa ditugaskan oleh perusahaan. Simamora (2003) mendefinisikan pengembangan karyawan sebagai aktivitas pengembangan karir karyawan terhadap organisasi, penyediaan landasan bagi karyawan agar dapat berprestasi secara efektif dan menghasilkan prestasi baru dalam lingkungan perusahaan. Pengembangan karyawan dalam pelaksanaannya seringkali dilakukan untuk membantu karyawan memasuki dunia kerja yang kompetitif yang berbeda dari kondisi kehidupan sebelumnya. Hasibuan (2003) mengemukakan bahwa karyawan yang akan mengikuti program pengembangan adalah karyawan baru agar memahami, terampil, dan ahli dalam menyelesaikan pekerjaannya, dan karyawan lama supaya mereka lebih memahami technical skill, human skill, conceptual skill, dan managerial skill. Menurut Purwono (2007) bahwa pelatihan dibagi menjadi 4 (empat) macam : 1) Pendidikan Dasar (Basic Education) merupakan pendidikan yang di isyaratkan sebelum seorang karyawan masuk bekerja, 2) Pendidikan Formal biasanya disebut kursus aplikasi, diadakan secara periodik agar para karyawan mendapat tambahan pengetahuan, 3) Pendidikan Penyegar (Retraining/Refreshment) untuk menyegarkan kembali mengenai pengertian – pengertian atau pengetahuan – pengetahuan terkait pelaksanaan tugas, 4) Latihan dalam perusahaan (Training Within Industry) meliputi a) Job Instruction Training, cara memberikan instruksi 60 untuk pekerja lama atau baru untuk tugas baru, b) Job Method Training, untuk penyempurnaan cara kerja, c) Job Relation Training, melatih cara berhubungan antara rekan maupun pimpinan, d) Vocational Training, untuk melatih keterampilan fisik. Penulis menggunakan teori Purwono (2007) untuk melihat dimensi dari variable Pelatihan dan Pengembangan dalam mempengaruhi keterlibatan karyawan dalam pekerjaan . 3.1.3 Teori Kompensasi/Renumerasi Perusahaan memberikan imbalan kepada karyawan sebagai bentuk timbal balik yang diberikan atas kinerja karyawan. Menurut Edy Sutrisno (2009) kompensasi adalah semua balas jasa yang diterima seorang karyawan dari perusahaannya sebagai akibat dari jasa atau tenaga yang telah diberikannya pada perusahaan tersebut. Imbalan yang diberikan oleh perusahaan merupakan hak dari setiap karyawan. Selain itu, organisasi memberi imbalan kepada karyawan untuk mencoba memotivasi kinerja mereka dan mendorong loyalitas dan retensi. Penghargaan organisasi memiliki sejumlah bentuk yang berbeda meliputi uang (gaji, bonus, insentif), penghargaan, dan benefit. Penghargaan menurut Ivancevich et al. (2006) diklasifikasikan ke dalam dua kategori luas yakni ekstrinsik dan intrinsik. Kemudian, dari masing-masing dari kategori Ivancevich et al. membagi penghargaan seperti berikut : a. Ekstrinsik 1. Penghargaan Finansial : Gaji, Upah atau Tunjangan, Uang merupakan penghargaan ekstrinsik yang utama. 61 2. Penghargaan Non Finansial : Fasilitas Seperti pusat penitipan anak, pusat kebugaran, dan perawatan medis. 3. Penghargaan Interpersonal Penghargaan yang didistribusikan kepada karyawan seperti status dan pengakuan. b. Intrinsik 1. Penyelesaian (Completion) Kemampuan memulai dan menyelesaikan suatu pekerjaan atau proyek merupakan hal yang penting bagi sebagian orang. Bagi mereka itu merupakan penghargaan pada diri mereka sendiri. 2. Pencapaian (Achievement) Pencapaian merupakan penghargaan yang muncul dalam diri sendiri, yang diperoleh ketika seseorang meraih suatu tujuan yang menantang. 3. Otonomi (Autonomy) Perasaan otonomi dapat dihasilkan dari kebebasan melakukan apa yang dianggap terbaik oleh karyawan dalam suatu situasi tertentu. 4. Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth) Komponen-komponen dari keseluruhan program kompensasi dapat dibagi ke dalam bentuk-bentuk kompensasi langsung (direct compensation) dan kompensasi tidak langsung (indirect compensation). Kompensasi finansial langsung (direct financial compensation) terdiri dari bayaran (pay) yang diperoleh seseorang dalam bentuk gaji, upah, bonus dan komisi, Kompensasi finansial tidak langsung (indirect financial compensation), yang disebut juga dengan tunjangan, meliputi semua imbalan finansial yang tidak tercakup dalam kompensasi langsung 62 (Simamora, 2004) . Kompensasi menurut Tohardi (2009), bahwa kompensasi dihitung berdasarkan evaluasi pekerjaan, perhitungan kompensasi berdasarkan evaluasi pekerjaan tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan pemberian kompensasi yang mendekati kelayakan (worth) dan keadilan (equity). Dalam jurnal Kompensasi Vol.5 No.1 Tahun 2013 oleh Panca Djati & M. Khusaini, (Handoko,1994) mengemukakan bahwa Kompensasi penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran nilai karya mereka di antara karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Kemudian program kompensasi juga penting bagi perusahaan, karena hal itu mencerminkan upaya organisasi untuk mempertahankan sumberdaya manusia atau dengan kata lain agar karyawan mempunyai loyalitas dan komitmen yang tinggi pada organisasi, maka penulis menggunakan teori Ivancevich et al. (2006) untuk melihat pengaruh kompensasi terhadap keterlibatan karyawan karena dalam teori tersebut terdapat dimensi dari keterlibatan karyawan. 3.1.4 Teori Motivasi Motivasi merupakan hasrat dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan (Mathis dan Jhon, 2006), dengan demikian motivasi merupakan suatu dorongan yang membuat orang mau bekerja atau bertindak dengan cara tertentu yang berlangsung secara sadar. Dorongan seseorang untuk mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja sering disebut motivasi kerja. Robbin (2002) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan untuk melakukan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi, yang 63 dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individual. Maslow berpendapat kebutuhan yang diinginkan seseorang itu berjenjang, artinya bila kebutuhan yang pertama telah terpenuhi maka kebutuhan tingkat kedua muncul menjadi yang utama. Selanjutnya jika kebutuhan yang kedua telah terpenuhi, maka muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai kebutuhan tingkat kelima. Yang menjadi dasar teori hierarki kebutuhan adalah manusia sebagai makhluk sosial yang berkeinginan. Ia selalu menginginkan lebih banyak, keinginan itu terus menerus dan akan berhenti hingga akhir hayatnya. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivator bagi pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang akan menjadi motivator. Kebutuhan manusia tersusun dalam suatu jenjang atau hierarki, yakni : 1. Physiological needs (kebutuhan fisik dan biologis) Yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup, yang termasuk dalam kebutuhan ini adalah kebutuhan makan ,minum, perumahan, udara, dan lain sebagainya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang berperilaku atau bekerja lebih giat. 2. Safety and security needs (kebutuhan keselamatan dan keamanan) Yaitu kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan. Kebutuhan ini mengarah kepada dua bentuk, yakni : pertama, kebutuhan akan keamanan jiwa terutama keamanan di tempat kerja pada saat bekerja di waktu jam kerja . Kedua, 64 kebutuhan akan keamanan harta di tempat pekerjaan seperti tempat parkir yang aman dan lainnya. 3. Affiliation or acceptance needs (kebutuhan sosial) Yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan sosial, teman, afiliasi, interaksi, dicintai dan mencintai, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan lingkungannya. 4. Esteem or status needs (kebutuhan akan penghargaan atau prestise) Yaitu kebutuhan akan penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. 5. Self actualization (aktualisasi diri) Yaitu kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, ketrampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan. (Maslow dalam Dessler, 2000) Herzberg‘s Two Factors Motivation Theory, Menurut Herzberg orang menginginkan dua macam faktor kebutuhan, yaitu : (Herzberg’s dalam Dessler, 2000) Pertama, Hygiene Factor atau kebutuhan akan pemeliharaan. Hal ini berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketenteraman lahiriyah. Faktor-faktor pemeliharaan meliputi balas jasa, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, mobil dinas, rumah dinas, dan bermacam-macam tunjangan lainnya. Hilangnya faktor pemeliharaan ini dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan (Dissatisfier = faktor hygienis) dan tingkat absensi karyawan serta turnover akan meningkat. Faktor-faktor 65 pemeliharaan ini perlu mendapat perhatian yang wajar dari pimpinan agar kepuasan dan kegairahan kerja karyawan dapat ditingkatkan. Kedua, faktor pemeliharaan ini menyangkut kebutuhan psikologis seseorang, kebutuhan ini meliputi serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan pekerjaan (job content) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat yang dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Jika kondisi ini tidak ada maka kondisi ini ternyata tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Serangkaian faktor ini dinamakan Satisfier atau motivators yang meliputi : a) Prestasi, b) Pengakuan, c) Pekerjaan itu sendiri d) Tanggung jawab e) Kemajuan dan f) Pengembangan potensi individu. Siagian (2002) mengemukakan bahwa dalam kehidupan berorganisasi, termasuk kehidupan berkarya dalam organisasi bisnis, aspek motivasi kerja mutlak mendapat perhatian serius dari para manajer. Karena 4 (empat) pertimbangan utama yaitu: (1) Filsafat hidup manusia berkisar pada prinsip “quit pro quo‖, yang dalam bahasa awam dicerminkan oleh pepatah yang mengatakan “ada ubi ada talas, ada budi ada balas”, (2) Dinamika kebutuhan manusia sangat kompleks dan tidak hanya bersifat materi, akan tetapi juga bersifat psikologis, (3) Tidak ada titik jenuh dalam pemuasan kebutuhan manusia, (4) Perbedaan karakteristik individu dalam organisasi atau perusahaan, mengakibatkan tidak adanya satupun teknik motivasi yang sama efektifnya untuk semua orang dalam organisasi juga untuk seseorang pada waktu dan kondisi yang berbeda-beda. Mangkunegara (2005) mengemukakan bahwa terdapat 2 (dua) teknik memotivasi kerja pegawai yaitu: (1) Teknik pemenuhan kebutuhan pegawai, artinya bahwa 66 pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan fundamen yang mendasari perilaku kerja; (2) Teknik komunikasi persuasif, adalah merupakan salah satu teknik memotivasi kerja pegawai yang dilakukan dengan cara mempengaruhi pegawai secara ekstra logis. Teknik ini dirumuskan dengan istilah “AIDDAS” yaitu Attention (perhatian), Interest (minat), Desire (hasrat), Decision (keputusan), Action (aksi atau tindakan), dan Satisfaction (kepuasan). Penggunaannya, pertama kali pemimpin harus memberikan perhatian kepada pegawai tentang pentingnya tujuan dari suatu pekerjaan agar timbul minat pegawai terhadap pelaksanaan kerja, jika telah timbul minatnya maka hasratnya akan menjadi kuat untuk mengambil keputusan dan melakukan tindakan kerja dalam mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin. Dengan demikian, pegawai akan bekerja dengan motivasi tinggi dan merasa puas terhadap hasil kerjanya. Soegiri (2004) mengemukakan bahwa pemberian dorongan sebagai salah satu bentuk motivasi, penting dilakukan untuk meningkatkan gairah kerja karyawan sehingga dapat mencapai hasil yang dikehendaki oleh manajemen. Hubungan motivasi, gairah kerja dan hasil optimal mempunyai bentuk linear dalam arti dengan pemberian motivasi kerja yang baik, maka gairah kerja karyawan akan meningkat dan hasil kerja akan optimal sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan. Gairah kerja sebagai salah satu bentuk jawab terhadap waktu kerja yang telah ditetapkan. 3.2 Penelitian Terdahulu Berikut beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan selaras dengan penelitian yang akan penulis lakukan, tersebut dalam keterangan berikut : 67 1. Jurnal penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sandi Nursatria dan Dr. Suharnomo, S.E, M.Si. pada tahun 2010 dengan judul Employee Engagement: Anteseden dan Konsekuensi, studi pada Unit CS PT Telkom Indonesia Semarang dengan variabel Karakteristik Pekerjaan (X1), Perceived Organisation Support (X2), Perceived Supervisor Support (X3), Reward and Recognition (X4), Employee Engagement (Y), Kepuasan Kerja (Y2), Komitmen Organisasi (Y3), Intention to Quit (Y4). Dimensi dari Reward and Recognition adalah Ekstrinsik (Finansial, Non Finansial, Interpersonal) dan Intrinsik (Penyelesaian, Pencapaian, Otonomi, Pertumbuhan Pribadi), dan indikator dari Reward and Recognition nya adalah kenaikan gaji, kebebasan dalam bekerja, penghormatan rekan sekerja, pujian supervisor, pelatihan dan pengembangan, tugas yang menantang , pengakuan publik dan hadiah. Hasil dari penelitian tersebut adalah koefisien regresi untuk reward and recognition sebesar 0,224 dengan tingkat signifikansi 0,045 sehingga dapat disimpulkan bahwa reward and recognition memiliki pengaruh yang positif terhadap Employee Engagement dengan nilai t hitung sebesar 3,866 lebih besar dari t tabel 1,6747 sehinggan varabel reward and recognition berpengaruh signifikan terhadap Employee Engagement. 2. Jurnal penelitian yang dilakukan oleh Erna Rafika Rahmi, Munawir Yusuf dan Aditya Nanda Priyatama tahun 2013 dengan judul Hubungan antara Motivasi Intrinsik dan Self Eficacy dengan Keterlibatan Kerja pada Karyawan Bagian Konveksi PT Dan Liris Sukoharjo dari Prodi Psikologi Fakultas 68 Kedokteran Universitas Sebelas Maret dengan dimensi motivasi instrinsik adalah pilihan, kompetensi, penuh arti dan kemajuan (Thomas 2000). Hasil penelitian menyatakan bahwa analisis korelasi parsial antara motivasi intrinsik dengan keterlibatan kerja sebesar 0,456 artinya bahwa terdapat hubungan positif yang sedang antara motivasi intrinsik dengan keterlibatan kerja dengan level signifikansi atau probabilitas (p) sebesar = 0,000 (p<0,05) yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi intrinsik dengan keterlibatan kerja, sehingga hipotesisnya dapat diterima yaitu terdapat hubungan yang positif antara motivsi intrinsik dengan keterlibatan kerja pada karyawan PT Dan Liris Sukoharjo. 3. Jurnal penelitian yang dilakukan oleh Alan M. Saks pada tahun 2006 dengan judul Antecedents & Consequences of Employee Engagement dalam Journal of Managerial Psychology Vol.21 No.7, 2006 dengan variabel antecedents : Job Characteristic (X1), Perceived Organizational Support (X2), Perceived Supervisor Support (X3), Reward and Recognition (X4), Procedural Justice (X5), Distributive Justice (X5), terhadap Employee Engagement (Y1) dan Job Satisfaction (Y2), Organizational Commitment (Y3), Intention to Quit (Y4), Organizational Citizenship Behaviour(Y5). Dengan hipotesa bahwa Reward and Recognition berpengaruh positif terhadap Employee Engagement tetapi hasil dari penelitian tersebut dari analisa multiple secara parsial untuk reward and recognition tidak memiliki pengaruh positif terhadap Employee Engagement, terhadap job engagement – 0,03 terhadap organization engagement – 0,13. Penelitian dilakukan 69 terhadap 102 karyawan dalam berbagai lapangan kerja dengan umur rata – rata sekitar 34 dan 60 % adalah wanita yang telah memiliki masa kerja sekitar 4 tahun. 4. Jurnal Wijaya, Sean. ().Pengaruh Keterlibatan Kerja terhadap Kinerja dengan Dimediasi oleh Komitmen Organisasional pada Karyawan PT Sekar Laut di Surabaya. ditemukan bahwa Keterlibatan Karyawan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan dengan nilai sig.t hitung adalah 0,000 , Komitmen Organisasi berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan dengan nilai sig. t hitung adalah 0,000. Profil responden yang diambil adalah 51% laki – laki, dengan masa kerja terbesar adalah 1 – 5 tahun sebesar 53%. 5. W.B., Schaufeli. In C. Truss, K. Alfes, R. Delbridge, A. Shantz, & E. Soane (Eds.) (2013). “What is engagement?, Employee Engagement in Theory and Practice”. London: Routledge menyatakan bahwa Taking a purely scientific perspective, work engagement can be defined as a unique positive, fulfilling, work related state of mind that is characterized by vigor, dedication, and absorption; that can be measured using a valid and reliable self-report questionnaire (the UWES); and that can be explained by the Job DemandsResources model. However, at the same time – although supported by abundant international empirical research – this perspective on engagement is rather narrow because it neither includes its drivers nor its consequential behavior. Particularly the latter is important for business and consultancy, which is the very reason that in these contexts engagement is defined in broader terms and includes employee 70 behaviors that are in line with organizational goals. The reasoning here is that employees might feel "engaged" in their work, but may nevertheless not contribute to organizational success because their "engagement" is not properly focused. Unfortunately, by defining engagement more broadly, its uniqueness is lost because the distinction with other concepts such as extrarole performance and organizational commitment gets blurred. So, it seems that we are stuck in a dilemma: either engagement is defined narrowly as an experience (i.e., purely psychological state) in which case its practical relevance is reduced, or it is defined in broader terms including its behavioral expression, in which case the concept gets fuzzy. A pragmatic solution could be to consider engagement as a psychological state in conjunction with its behavioral expression. That way the uniqueness of the concept is preserved and its practicability is guaranteed. For the scientific community that would imply that future research should focus on the ways in which the experience of work engagement is translated into employee behaviors that are in line with team- and organizational goals. For instance, research on the engagement – performance and on the engagement – productivity nexus. For business and consultancy that would imply that stateof-the art measures to assess engagement as a psychological state should be employed in projects that aim to improve employee performance and productivity. When both parties agree on these implications, a joint collaborative effort can be made for a genuine, evidence based approach to 71 improve employee well-being and increase business success in which engagement plays a key role. 6. Rich, Bruce Louis & Lepine, Jeffrey & Crawford , A. Eean E. (2010). Job Engagement : Antecedents and Effects on Job Performance. Academy of Management Journal Vol. 53 No.3 P .617-635 .University of Florida and California State University San Marcos dinyatakan bahwa We theorize that engagement, conceptualized as the investment of an individual‘s complete self into a role, provides a more comprehensive explanation of relationships with performance than do well-known concepts that reflect narrower aspects of the individual‘s self. Results of a study of 245 firefighters and their supervisors supported our hypotheses that engagement mediates relationships between value congruence, perceived organizational support, and core self-evaluations, and two job performance dimensions: task performance and organizational citizenship behavior. Job involvement, job satisfaction, and intrinsic motivation were included as mediators but did not exceed engagement in explaining relationships among the antecedents and performance outcomes. 7. Sanborn, Pete & Oehler,Ken .(2013). Trends in Global Employee Engagement. Journal of Consulting Performance, Reward & Talent. Aon Hewitt dengan kesimpulan bahwa Aon Hewitt‘s Engagement Model also covers ―Engagement Drivers.‖ These are the areas over which management has a great deal of control—the action areas. Our extensive research formed the six major categories of the work experience that include the work people 72 do, the people they work with, opportunities, total rewards, company practices and general quality of life. The Aon Hewitt Engagement Model is the basis of the analysis in this report. Our analysis describes the baseline levels of employee engagement and the employment experience, what has changed and what drivers engage the current workforce. By identifying these drivers, employers can understand how to meet the needs of their employees and focus on the specific areas of improvement that have the largest impact on engagement and business results. 8. Subawali, I Kadek Arta dan Utama, I Wayan Mudiartha. (2013) “Pelatihan dan Keterlibatan Kerja terhadap Kepuasan Kerja dan Niat Keluar Karyawan”.Jurnal Fakultas Ekonomi. Universitas Udayana, Bali dengan hasil penelitian Penelitian ini meneliti mengenai besar pengaruh pelatihan kerja dan keterlibatan kerja terhadap kepuasan kerja karyawan serta dampaknya terhadap niat keluar karyawan. Responden penelitian ini adalah karyawan Di PT. Sinar Nusra Press Utama yang berjumlah 62 orang. Teknik analisis data yang digunakan adalah path Analysis. Hasil penelitian menemukan bahwa pelatihan dan keterlibatan kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja namun tidak signifikan terhadap niat keluar karyawan dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap niat keluar karyawan. 9. Parkes,Louise. (2011). “Employee Engagement Ignition Passion Through Purpose,Participation & Progress”. White Paper Infosys, Bangalore India ditemukan bahwa penelitian yang dilakukan d Australia menunjukan bahwa 73 pekerja memiliki kepercayaan kat terhadap tujuan, pekerjaan itu sendiri dan nilai – nilai organisasi yang menjadi pendorong kuat untuk sebuah enggagement lebih kuat dari reward & recognition serta peluang karir , pekerja Australia akan terlibat dikarenakan tujuan dari organisasi. Responde berasal dari HR practices mulai dari level staff hingga manager. 3.3 Rerangka Pemikiran Jurnal laporan penelitian oleh Pete Sanborn & Ken Oehler, Ph.D dari lembaga konsultan, reward dan talent Aon Hewitt (2013) terdapat sebuah model keterlibatan karyawan (employee engagement) dimana yang menjadi faktor – faktor pendorong (drivers) keterlibatan karyawan tersebut dibagi menjadi 6 (enam) bagian dalam penelitian yang hampir 15 tahun di uji coba dan dilakukan pada karyawan - karyawan yang bekerja dalam berbagai macam industri di wilayah Asia Pasific, Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara. Faktor – faktor pendorong (drivers) itu antara lain : a. Quality of live (Kualitas Hidup) dengan dimensi Job Security (Keamanan Pekerjaan), Safety (Keamanan di tempat kerja), Work/Life Balance (kesimbangan antara pekerjaan dan kehidupan). b. Work (Pekerjaan itu sendiri) dengan dimensi Autonomy (Otonomi), Sense of Accomplishment (Semangat Pencapaian) , Work Tasks (Beban Kerja), c. People (Rekan Kerja) dengan dimensi Senior Leadeship (Pimpinan Senior/Manajemen), BU Leadership (Pimpinan Unit), Supervision (Supervisor), Collaboration (Rekan Kerja). 74 d. Opportunities (kesempatan) dengan dimensi Career Opportunities (Kesempatan Berkarir) dan Learning dan Development (Pelatihan dan Pengembangan) e. Total Rewards (Renumerasi Total) dengan dimensi Brand/Reputation (Merk Dagang dan Reputasi Perusahaan), Pay (Gaji),Benefits (Tunjangan dan Fasilitas), Recognition (Apresiasi Pribadi). f. Company Practices (Best Praktis di Perusahaan) dengan dimensi Communication (Komunikasi), Diversity & Inclusion , Enabling Infrastructure (Infrastruktur), Performance Management (Performa Manajemen),Customer Focus (Orientasi Pelanggan), Innovation (Inovasi), Talent & Staffing (Program Karyawan Berbakat). Jurnal What is Engagement oleh Schaufeli W.B (2013) engagement is defined as a blend of three existing concepts (1) job satisfaction; (2) commitment to the organization; and (3) extra-role behavior, i.e. discretionary effort to go beyond the job description. Bahwa engagement merupakan penggabungan dari konsep kepuasan kerja, komitmen terhadap organisasi dan keingan mengabdi . Dari jurnal tersebut diatas menjadi dasar penulis dalam melakukan pengamatan dilapangan secara empiris untuk menggambarkan hubungan antara Pelatihan dan Pengembangan, Renumerasi (Reward), Motivasi merupakan variable yang mempengaruhi keterlibatan karyawan di perusahaan. 75 3.3.1 Pengaruh Pelatihan & Pengembangan (X1) terhadap Keterlibatan Karyawan (Y) Dalam jurnal Sandi Nursatria mengenai employee engagement : Anteseden dan Konsekuensi dimana variable – variable yang mempengaruhi Employee Engagement adalah Karakteristik Pekerjaan, Perceived Organizational Support, Perceived Supervisor Support, Reward & Recognition. Rewards and Recognition menurut Alan M.Saks dalam jurnal Sandi Nursatria diatas diukur dari : 1. Kenaikan Gaji, 2. Kebebasan dalam bekerja, 3. Penghormatan rekan sekerja, 4. Pujian supervisor, 5. Pelatihan dan pengembangan, 6. Tugas yang menantang, 7. Pengakuan publik, dan.8. Hadiah. Dalam penelitian tersebut untuk Reward & Recognition mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Keterlibatan Karyawan dengan nilai t hitung sebesar 2,055 lebih besar dari t tabel yaitu sebesar 1,6747 . Dari penelitian terdahulu yang dilakukan Sandi Nursatria dan kondisi empris yang ada di perusahaan maka penulis menentukan Pelatihan dan Pengembangan sebagai salah satu variable penelitian (X1) terhadap Keterlibatan Karyawan (Y) dan dimensi dari Pelatihan & Pengembangan (Purwono 2007) itu sendiri berupa : 1) Pendidikan Dasar (Basic Education), 2) Pendidikan Formal, 3) Pendidikan Penyegar (Retraining/Refreshment), 4) Latihan dalam perusahaan (Training Within Industry) meliputi a) Job Instruction Training, b) Job Method Training, c) Job Relation Training, d) Vocational Training. 76 Penulis menggunakan teori Purwono (2007) untuk melihat dimensi dari variable Pelatihan dan Pengembangan dalam mempengaruhi keterlibatan karyawan dalam pekerjaan . 3.3.2 Pengaruh Renumerasi (X2) terhadap Keterlibatan Karyawan (Y) Masih dalam jurnal yang sama oleh Sandi Nursatria bahwa menurut Alan M. Sack (2006) salah satu variable keterlibatan karyawan adalah Reward & Recognition dengan dimensi diantaranya kenaikan gaji dan hadiah. Menurut Ivancevich, et.al (2006) dalam jurnal yang sama oleh Sandi Nursatria Penghargaan organisasi memiliki sejumlah bentuk yang berbeda dan diklasifikasikan ke dalam dua kategori luas yakni a) ekstrinsik dan b) intrinsik. Bentuk dari pengharagaan ekstrinsik seperti : 1) Penghargaan Finansial biasanya berupa Gaji, Upah atau Tunjangan, 2) Penghargaan Non Finansial berbentuk Fasilitas seperti pusat penitipan anak, pusat kebugaran, dan perawatan medis dan 3) Penghargaan Interpersonal berbentuk seperti status dan pengakuan. Bentuk dari penghargaan Intrinsik seperti : 1) Penyelesaian (Completion), 2) Pencapaian (Achievement), 3) Otonomi (Autonomy) 4) Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth). Penulis menjadikan Renumerasi sebagai variable (X2) yang mempengaruhi variable Keterlibatan Karyawan (Y) sesuai dengan empiris dan teori yang ada. 77 3.3.3 Pengaruh Motivasi (X3) terhadap Keterlibatan Karyawan (Y) Penelitian yang dilakukan oleh Erna Rafika Rahmi,Munawir Yusuf dan Aditya Nanda Priyatama mengenai Hubungan antara Motivasi Intrinsik dan Self Eficacy dengan Keterlibatan Kerja pada Karyawan Bagian Konveksi PT Dan Rilis Sukoharjo (2013) menyatakan bahwa hasil analisa korelasi parsial antara motivasi intrinsik dengan keterlibatan kerja sebesar 0,456 yang berarti terdapat hubungan positif antara motivasi intrinsik dengan keterlibatan kerja. Motivasi Intrinsik sebagai motivasi yang berfungsi tanpa ada rangsangan dari luar, dalam diri individu sudah ada suatu dorongan untuk melakukan tindakan (Winardi (2001) dalam jurnal Rahmi et al (2013). Menurut Maslow dalam Ashar SM (2004:326) Jurnal Ika Agustina Universitas Gunadarma bahwa Kebutuhan manusia tersusun dalam suatu jenjang atau hierarki, yakni : 1) Physiological needs (kebutuhan fisik dan biologis) ; 2) Safety and security needs (kebutuhan keselamatan dan keamanan) ; 3) Affiliation or acceptance needs (kebutuhan sosial) ; 4) Esteem or status needs (kebutuhan akan penghargaan atau prestise); 5) Self actualization (aktualisasi diri). Penulis menjadikan Motivasi sebagai variable (X3) yang mempengaruhi variable Keterlibatan Karyawan (Y) sesuai dengan empiris dan teori yang ada. Berikut penulis sajikan bentuk Rerangka Penelitian dari penjelasan variable – variable Pelatihan dan Pengembangan, Renumerasi dan Motivasi terhadap Keterlibatan Karyawan diatas dalam gambar sebagai berikut : 78 Pelatihan & Pengembangan (X1) Basic Education Formal Education Refreshment Training Keterlibatan Karyawan (Y) Training With in Industry Kepuasan Kerja Komitmen Organisasi Keinginan mengabdi Purwono dalam Noviana (2007) Renumerasi (X2) Intrinsik Ekstrinsik Schaufeli (2013) Ivancevich, et. al (2006) dalam Sandi Nursatria (2006) Motivasi (X3) Fisiologis Keamanan Kebutuhan Sosial Penghargaan Aktualisasi Diri Maslow dalam Ashar SM (2004) Gambar 3.2 Rerangka Penelitian 79 3.4 Hipotesis Hipotesis penelitian yang akan disampaikan dalam penulisan tugas akhir ini berdasarkan teori yang ada dan telah disampaikan di atas, penelitian terdahulu yang disajikan di atas, dan empiris yang terjadi di perusahaan tempat penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Terdapat pengaruh antara variable Pelatihan dan Pengembangan terhadap variable Keterlibatan Karyawan. 2. Terdapat pengaruh antara variable Renumerasi terhadap variable Keterlibatan Karyawan. 3. Terdapat pengaruh antara variable Motivasi terhadap variable Keterlibatan Karyawan. 4. Terdapat pengaruh secara bersama – sama antara variable Pelatihan dan Pengembangan, Renumerasi dan Motivasi terhadap variable Keterlibatan Karyawan.