BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Minangkabau

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Minangkabau seperti daerah lainnya di Indonesia memiliki tradisi lisan
yang masih bertahan sampai saat ini. Tradisi lisan tersebut menyebar hampir
merata di seluruh daerah Minangkabau. Wujud tradisi lisan itu dapat berupa (1)
tradisi berbahasa dan beraksara lokal, (2) tradisi berkesusastraan lokal, (3) tradisi
pertunjukan dan permainan rakyat, (4) tradisi upacara adat dan ritual, (5) tradisi
teknologi tradisional, (6) tradisi pelambangan atau simbolisme, (7) tradisi seni
dan musik rakyat, (8) tradisi pertanian tradisional, (9) tradisi kerajinan tangan,
(10) tradisi kuliner atau makanan tradisional, (11) tradisi pengobatan tradisional,
dan (12) tradisi panorama atau kondisi lokal.
Salah satu bentuk tradisi upacara adat dan ritual Minangkabau adalah
upacara batagak pangulu1 yang dilaksanakan di rumah gadang2 kaum atau balai
adat3. Upacara batagak pangulu dilakukan karena penghulu yang lama meninggal
dunia atau sudah uzur tidak dapat lagi menjalankan tugas-tugasnya dalam
1
Batagak pangulu atau sering juga disebut dengan malewakan gala pangulu dan dalam penelitian
ini penulis menggunakan istilah batagak pangulu adalah mengukuhkan atau meresmikan gelar
kebesaran penghulu yang ditandai dengan penyembelihan kerbau. Pangulu (penghulu) dalam
masyarakat Minangkabau merupakan sebutan kepada ninik mamak, pemangku adat yang
bergelar datuak (datuk) yang memimpin kaumnya menurut garis keturunan ibu.
2
Rumah gadang merupakan rumah keluarga besar masyarakat Minangkabau. Atap rumah gadang
makin ke atas makin meruncing dan melengkung yang disebut dengan gonjong. Dinding rumah
gadang penuh dengan ukiran untuk memperindah dan mempercantik sebagai rumah adat,
lambang kehidupan orang Minangkabau. Tonggak-tonggaknya berjejer dari depan sampai ke
belakang dan berbaris dari kiri ke kanan. Kombinasi keduanya membentuk ruang sehingga ada
rumah gadang sembilan ruang, tiga ruang, bahkan ada sampai sebelas ruang. Tonggak bagian
belakang membentuk kamar untuk keluarga perempuan dan anak-anak yang masih kecil
(Marajo, 2006:179-181).
3
Balai adat merupakan tempat musyawarah pemimpin nagari yang terdiri atas ninik mamak, alim
ulama , dan cerdik pandai untuk menetapkan hukum dan aturan untuk anak dan kemenakan
(Marajo, 2006:45).
Universitas Sumatera Utara
2
mengurus anggota kaum lalu digantikan oleh kamanakan (kemenakan)4 penghulu
tersebut, anggota kaum sudah berkembang dan ingin memisahkan diri dari
kepenghuluan induk lalu membentuk kepenghuluan yang baru, pengangkatan
penghulu yang tertunda karena ketika penghulu yang lama meninggal dunia tidak
ada kesepakan kaum siapa penggantinya atau calon pengganti belum lahir
sehingga ditunggu sampai lahir penggantinya, penghulu yang lama membuat
kesalahan sehingga martabat dan harga diri penghulu dan kaum jatuh di hadapan
masyarakat lalu anggota kaum mengganti penghulunya tersebut (Dirajo,
2009:183-188; lihat juga Toeah, 1985:66-67; Piliang dan Sungut, 2014: 217222).
Upacara batagak pangulu sering juga disebut dengan baralek pangulu
(kenduri penghulu) untuk saat ini merupakan upacara adat yang sangat besar
membutuhkan biaya pelaksanaan. Biaya yang digunakan bisa mencapai seratus
juta rupiah bahkan lebih tergantung pada besarnya acara yang dilaksanakan oleh
anggota kaum. Bagi penghulu dan anggota keluarga yang kaya atau mampu,
biaya yang sangat besar itu tidak merupakan halangan untuk melaksanakan
batagak pangulu asalkan semua anggota kaum sepakat melaksanakannya.
Namun, bagi penghulu dan anggota kaum yang miskin atau kurang mampu hal
ini merupakan kendala karena mereka tidak sanggup untuk melaksanakan
upacara batagak pangulu tersebut karena biaya pelaksanaan yang sangat besar.
Kekayaan merupakan salah satu faktor menentukan keberlangsungan
tradisi batagak pangulu di Minangkabau. Walaupun secara teori seorang yang
4
Kamanakan (kemenakan) adalah anak saudara perempuan baik laki-laki maupun perempuan.
Universitas Sumatera Utara
3
menjadi penghulu dipilih dari figur yang dianggap paling mampu dan bijaksana,
laki-laki paling jernih pandangannya, dan mempunyai kelebihan-kelebihan lain
yang dimiliki seperti pintar berbicara, benar, adil, sabar, berpengalaman dalam
adat-istiadat, berwibawa, dan merupakan keluarga baik-baik, kekayaan menjadi
pertimbangan internal keturunan dalam memilih seorang penghulu (Graves,
2007:22.
Seorang yang sudah dipilih menjadi penghulu dan dikukuhkan atau
diresmikan yang ditandai dengan penyembelihan seekor kerbau berarti penghulu
tersebut sudah dibesarkan yang sebelumnya sudah membayar kewajiban terhadap
adat seperti dikatakan adaik diisi limbago dituang (adat diisi lembaga dituang)5
adat yang sudah digariskan oleh nenek moyang orang Minangkabau, yaitu Datuk
Katumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang. Penghulu yang sudah
diresmikan kedudukannya sudah sama dengan penghulu-penghulu yang lain yang
sudah diresmikan sebelumnya seperti dikatakan duduaknyo samo randah,
tagaknyo samo tinggi (duduknya sama rendah, tegaknya sama tinggi). Penghulu
tersebut sudah bisa dibawa sailia samudiak6 (sehilir semudik) untuk
membicarakan masalah-masalah adat dan pembangunan nagari. Namun, bagi
penghulu yang belum dikukuhkan atau diresmikan kedudukannya belum sama
5
Adaik diisi limbago dituang (adat diisi lembaga dituang), artinya sepakat anggota kaum
mendirikan penghulu dan menetapkan calon penghulu yang akan ditinggikan seranting dan
didahulukan selangkah disampaikan kepada mamak kepala waris lalu mamak kepala waris
mengundang dengan carano berisi sirih, pinang, kapur sirih, serta ditambah dengan daun dan
tembakau (rokok) seperlunya seluruh ninik mamak (penghulu-penghulu) kampung ke rumah
gadang. Kemudian diiringi dengan pengeluaran uang sesuai dengan kedudukan pangkat
penghulu yang diundang tersebut. Pengeluaran uang untuk mengisi adat kebesaran penghulupenghulu tersebut sesuai dengan kedudukannya masing-masing disebut dengan adat diisi.
Selanjutnya kerapatan ninik mamak dalam kampung memperbincangkan masalah pendirian
penghulu yang akan dibangun disebut lembaga dituang (Piliang dan Sungut, 2014:214-215).
6
Sailia samudiak artinya penghulu yang sudah dikukuhkan kedudukannya sudah sama dengan
penghulu-penghulu yang lain di nagari. Apapun kegiatan yang menyangkut masalah adat dan
pembangnan nagari dia tidak boleh ditinggalkan.
Universitas Sumatera Utara
4
dengan penghulu-penghulu yang sudah diresmikan atau dikukuhkan seperti
dikatakan duduaknyo alun samo randah, tagaknyo alun samo tinggi (duduknya
belum sama rendah, tegaknya belum sama tinggi). Misalnya, mereka belum bisa
dibawa sehilir semudik seperti kalau ada rapat-rapat penghulu di balai adat dan di
Kerapatan Adat Nagari (KAN) mereka belum bisa memberikan pendapat,
masukan, dan saran serta kalau ada acara adat di rumah gadang tempat duduk
mereka juga dibedakan7.
Aturan adat sudah digariskan oleh nenek moyang orang Minangkabau
dan penghulu-penghulu di nagari menyebabkan mereka tidak berdaya
menghadapinya. Mereka akan tetap lemah dan terpingirkan karena aturan-aturan
adat tersebut. Hal ini perlu dicari solusinya supaya keberadaan penghulu tersebut
sama kedudukannya dengan penghulu-penghulu yang lain yang sudah
dikukuhkan atau diresmikan sebelumnya.
Pengukuhan penghulu atau peresmian penghulu yang selama ini berjalan
di Minangkabau adalah penyembelihan satu ekor kerbau untuk satu atau dua
orang penghulu dalam kaum yang sama. Berbeda dengan batagak pangulu di
Jorong8 Gando, Nagari9 Piobang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima
Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat tempat lokasi penelitian yang penulis
7
Ketentuan yang berlaku di Nagari Piobang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh
Kota.
8
Jorong adalah bagian dari nagari di Minangkabau (Sumatera Barat) yang dipimpin oleh kepala
jorong secara adminsitrasi pemerintahan berada di bawah kepala nagari.
9
Nagari merupakan satuan pemerintahan terkecil di Sumatera Barat yang sudah ada sebelum
kemerdekaan Indonesia. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979
Tentang Pemerintahan Desa, status nagari dihilangkan diganti dengan desa dan beberapa jorong
ditingkatkan statusnya menjadi desa. Kedudukan wali nagari (kepala nagari) juga dihapus dan
administrasi pemerintahan dijalankan oleh para kepala desa. Namun, sejak bergulirnya reformasi
pemerintahan dan otonomi daerah pada tahun 2000 istilah nagari kembali digunakan di Provinsi
Sumatera Barat (BP PAAM dan LPAAM, 2012:774-775).
Universitas Sumatera Utara
5
lakukan10 perlu dicontoh oleh nagari-nagari lain karena penyembelihan satu ekor
kerbau bisa untuk 16 orang penghulu dan dengan kaum yang berbeda-beda pula
terkecuali penghulu (datuk) pucuk tetap menyembelih satu ekor kerbau untuk
satu orang. Dengan cara seperti ini kendala biaya yang sangat besar dapat diatasi
dan ditanggulangi secara bersama-sama. Dengan demikian, tradisi batagak
pangulu ini tetap berjalan walaupun ada perubahan-perubahan tergantung pada
kesepakatan ninik mamak (penghulu-penghulu) di nagari yang bersangkutan.
Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut tradisi batagak pangulu
akan tetap terus berjalan sehingga nilai dan norma yang terdapat dalam tradisi
batagak pangulu tetap bertahan. Nilai dan norma tersebut sangat berguna bagi
masyarakat Minangkabau. Nilai dan norma itu diwujudkan dalam bentuk kearifan
lokal dan kearifan lokal tersebut dapat membawa kedamaian dan kesejahteraan di
tengah-tengah masyarakat (Sibarani, 2012:111). Keberadaan penghulu di
Manangkabau tidak lain adalah untuk menciptakan kesejahteraan dan kedamaian
di tengah-tengah masyarakat.
Norma dan nilai yang terkandung dalam tradisi batagak pangulu
tergambar pada performansi karena di dalamnya terdapat unsur teks, ko-teks, dan
konteks. Ketiga unsur tersebut jika digali akan menghasilkan nilai-nilai kearifan
lokal. Nilai-nilai kearifan lokal ini diyakini kebenarannya dan menjadi acuan
dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu, sangat beralasan Greertz (dalam
Ridwan, 2007) menyatakan bahwa kearifan lokal merupakan entitas yang sangat
menentukan harkat dan martabat manusia dalam komuditasnya.
10
Selain di Nagari Piobang juga sudah ditemukan di beberapa nagari lain di Minangkabau
pengangkatan penghulu dilakukan secara bersama-sama.
Universitas Sumatera Utara
6
Penelitian tradisi lisan tidak bisa dilepaskan dari performansi karena
performansi merupakan pertunjukan jalannya tradisi lisan tersebut. Di dalam
pertunjukan jalannya upacara batagak pangulu ketiga unsur tradisi lisan teks, koteks, dan konteks ditemukan. Ko-teks merupakan benda-benda material yang
digunakan seperti deta (destar), baju, sarawa (celana), cawek (ikat pinggang),
salempang (selempang), karih (keris), sisampiang (sisamping), tungkek (tongkat),
carano11, gong, tanduk kerbau, marawa (umbul-umbul), dan dekorasi. Kesemua
unsur material tersebut kalau dianalisis mempunyai makna yang mendukung nilai
dan norma yang terdapat dalam tradisi batagak pangulu di Minangkabau.
Begitu juga dengan teks pidato adat dan teks pasambahan batagak
pangulu menarik untuk dikaji karena di dalamnya terdapat pengajaran dan
nasihat kepada penghulu yang baru dikukuhkan yang disampaikan dalam bentuk
prosa liris dan juga diselingi dengan bentuk pantun, talibun, mamang, dan
pepatah-petitih. Pengajaran dan nasihat itu tidak lain adalah nilai dan norma yang
harus dipegang seorang penghulu.
Di samping berisi pengajaran dan nasihat, teks pidato adat dan teks
pasambahan juga berisi sejarah dan isi Tambo Minangkabau. Sejarah dan isi
Tambo Minangkabau ini terutama terdapat pada bagian-bagian awal (lihat juga
Rosa, 2001:8-9). Isinya tidak lain adalah menceritakan asal-usul nenek moyang
orang
Minangkabau
dan
adat
yang
sudah
digariskan
oleh
Datuk
Katumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang. Dikemukakan lagi isi
11
Carano adalah perangkat untuk tempat sirih beserta kelengkapannya seperti daun sirih, gambir ,
kapur sirih, dan tembakau . Carano bertutup kain kuning digunakan untuk menyambut tamu
kehormatan dan mulia (Bapayuang, 2015:84).
Universitas Sumatera Utara
7
Tambo Minangkabau tersebut tidak lain adalah untuk mengingatkan kembali
penghulu tentang sejarah dan asal-usul nenek moyang orang Minangkabau karena
menurut Djamaris (1991:7) fungsi utama cerita Tambo Minangkabau adalah
menyatukan pandangan orang Minangkabau terhadap asal-usul nenek moyang,
adat, dan negeri Minangkabau. Hal ini dimaksudkan untuk mempersatukan
masyarakat Minangkabau dalam satu kesatuan. Mereka merasa bersatu karena
seketurunan, seadat, dan senagari.
Penelitian tradisi batagak pangulu juga tidak bisa dilepaskan dari segi
konteks. Sibarani (2012:324-331) menyatakan konteks sangatlah penting untuk
dikaji karena keberadaan konteks tersebut dalam rangka memahami makna,
maksud, pesan, dan fungsi tradisi lisan, yang pada gilirannya diperlukan untuk
memahami nilai dan norma budaya yang terdapat dalam tradisi lisan serta
memahami kearifan lokal yang diterapkan untuk menata kehidupan sosialnya.
Konteks tersebut mencakup konteks budaya, sosial, situasi, dan idiologi.
Dari konteks budaya, batagak pangulu merupakan melaksanakan adat
yang sudah digariskan oleh nenek moyang orang Minangkabau, yaitu Dt.
Katumanggungan dan Dt. Perpatih Nan Sabatang. Dalam tataran adat
Minangkabau batagak pangulu ini termasuk dalam adat yang diadatkan. Adat ini
harus tetap dilaksanakan dan tidak mungkin diubah lagi karena nenek moyang
yang menyusun dan berhak mengubahnya sudah tidak ada lagi. Kalau ada pihakpihak lain yang mencoba menghapus atau mengubahnya akan menimbulkan
celaka pada orangnya dan kalau adat yang diadatkan tersebut dihapus akan
menghancurkan adat Minangkabau (Dirajo, 2009:144).
Universitas Sumatera Utara
8
Dengan melakukan batagak pangulu di Minangkabau tentu ada konteks
budaya terkandung di dalamnya. Konteks budaya inilah yang perlu diungkapkan
bagi masyarakat Minangkabau masa kini. Adat yang sudah digariskan oleh nenek
moyang orang Minangkabau masa lalu, yaitu Datuk Katumanggungan dan Datuk
Perpatih Nan Sabatang dari konteks budaya bermakna dan berfungsi sebagai apa
bagi masyarakat Minagkabau sekarang ini. Hal inilah yang perlu diungkapkan.
Dari konteks sosial, batagak pangulu merupakan estafet kepemimpinan
adat di Minangkabau. Penghulu dalam adat Minangkabau merupakan pemimpin
kaum (suku) dan nagari (Navis, 1984:119-147 dan Amir M.S., 2011:67-72).
Apabila seorang penghulu meninggal lalu dia digantikan oleh penghulu yang
baru karena penghulu di Minangkabau bertanggung jawab dan berkewajiban
memelihara anggota kaum atau suku dan nagarinya. Di samping itu, penghulu
juga berkewajiban memelihara harta pusaka yang dimiliki oleh anggota kaum dan
bertanggung jawab terhadap permasalahan yang dialami anak nagari. Dalam hal
ini dikatakan sebagai kewajiban penghulu, seperti kata pepatah kusuik
manyalasaikan,
karuah
mampajaniah
(kusut
menyelesaikan,
keruh
memperjenih).
Sebagai seorang pemimpin, penghulu yang dipilih bukanlah dari
sembarangan orang, tetapi berasal dari orang-orang pilihan. Untuk menjadi
seorang penghulu ini harus memenuhi kriteria dan persyaratan yang melekat pada
orang yang bersangkutan. Artinya, syarat-syarat untuk menjadi penghulu itu tidak
ditentukan seperti pada pemimpin formal. Seseorang yang akan diangkat menjadi
penghulu harus mempunyai beberapa sifat dan martabat seorang penghulu.
Universitas Sumatera Utara
9
Dengan sifat dan martabat itulah, seorang penghulu sangat disegani dan
dihormati kaumnya.
Sifat dan martabat pangulu ini akan tergambar pada budinya yang baik
dan bicaranya yang halus. Dengan sifat yang seperti ini akan membawa
kesejukan pada kaum yang dipimpinnya. Artinya, tidaklah dia bukan seorang
penguasa, melainkan seorang pemimpin.
Sebagai seorang pemimpin, penghulu sejati tumbuh dan berkembang
dalam konteks filosofi kepemimpinan dan bukan konteks kekuasaan. Penghulu
menempatkan kekuasaan bukan yang utama dan kekuasaan itu hanya sebagai
penunjang amanah kepemimpinan yang dipikulnya karena kekuasaan bagi
seorang penghulu lahir secara alamiah dan hal itu terpancar dari martabat dan
sifat-sifat yang dimilikinya. Kewibawaan dan keseganan kepada penghulu bukan
karena dia punya kekuasaan, tetapi karena di dalam dirinya terpancar martabat
dan sifat kepemimpinan bahwa ia sebagai seorang penghulu.
Mengangkat seorang penghulu dalam masyarakat Minangkabau tidaklah
semudah mengangkat pemimpin formal. Seorang penghulu akan memangku
amanah sebagai pemimpin kaumnya sepanjang hidup si penghulu sehingga
kepemilikan sifat dan martabat pada diri seorang penghulu menjadi syarat yang
sangat penting. Memahami sifat, martabat, larangan, dan pantangan jadi seorang
penghulu bukanlah sesuatu yang mudah. Hal itu merupakan suatu yang berat
karena seorang penghulu tidak lagi memikirkan dirinya, tetapi hampir seluruh
hidup dan kesehariannya memikirkan kaumnya.
Universitas Sumatera Utara
10
Dengan segenap hal-hal yang melekat pada diri seorang penghulu
tampaklah nilai-nilai kepepimpinan itu hidup dan berkembang dalam masyarakat
Minangkabau dan memperlihatkan suatu perbedaan yang mendasar dengan
pemimpin
formal.
Karena
itu,
keberadaan
penghulu
bagi
masyarakat
Minangkabau sangatlah penting. Apabila seorang penghulu meninggal, kaum dari
penghulu yang meninggal tersebut akan mencari penggantinya sesuai dengan
sifat dan martabat penghulu yang akan dipikulnya.
Dari konteks ideologi terlihat terlihat bahwa penghulu yang belum
dikukuhkan atau diresmikan belum sama kedudukannya dengan penghulupenghulu yang sudah dikukuhkan sebelumnya seperti dikatakan duduaknyo alun
samo randah, tagaknyo alun samo tinggi (duduknya belum sama rendah,
tegaknya belum sama tinggi). Mereka belum bisa dibawa sehilir semudik seperti
kalau ada ada rapat-rapat penghulu mereka belum bisa memberikan pendapat,
masukan, dan saran; kalau ada acara batagak pangulu dia hadir dengan pakaian
biasa; tempat duduknya dibedakan di rumah gadang; dan tidak bisa menjadi
pengurus inti Kerapatan Adat Nagari (KAN). Hal-hal inilah yang perlu dijelaskan
berdasarkan penelitian yang penulis lakukan.
Begitu juga dari konteks situasi upacara
batagak pangulu di
Minangkabau tidak menetapkan hari khusus dalam pelaksanaannya. Ada nagari
melakukan upacara batagak pangulu pada hari Minggu sebagai hari libur dan
ada juga nagari di Minangkabau menetapkan hari kerja (Senin sampai dengan
Sabtu). Begitu juga tempat pelaksanaan, ada nagari yang mengukuhkan
Universitas Sumatera Utara
11
penghulunya di rumah gadang dan ada juga di balai adat. Hal-hal inilah yang
perlu dijelaskan berdasarkan penelitian yang penulis lakukan.
Penelitian ini penulis lakukan di
Nagari Piobang, Kecamatan
Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat karena di
Nagari Piobang inilah data penelitian batagak pangulu diperoleh. Cukup lama
juga data batagak pangulu ini penulis peroleh karena batagak pangulu baru
dilakukan apabila penghulu yang lama meninggal atau sudah uzur lalu digantikan
oleh penghulu yang baru. Di samping itu, pengukuhan atau pemeresmian
penghulu baru ini dilaksanakan apabila keuangan penghulu dan kaum
mendukung karena biaya perhelatan penghulu sangat besar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapatlah dirumuskan
masalah penelitian ini sebagai berikut.
1.
Bagaimanakah performansi, teks, ko-teks, dan konteks tradisi batagak
pangulu di Nagari Piobang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima
Puluh Kota?
2.
Bagaimanakah makna dan fungsi serta nilai dan norma tradisi batagak
pangulu di Nagari Piobang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima
Puluh Kota?
3.
Bagaimanakah bentuk kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi batagak
pangulu di Nagari Piobang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima
Puluh Kota?
Universitas Sumatera Utara
12
4.
Bagaimanakah model revitalisasi tradisi batagak pangulu di Nagari Piobang,
Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1.
Memaparkan dan menganalisis performansi, teks, ko-teks, dan konteks
tradisi batagak pangulu di Nagari Piobang, Kecamatan Payakumbuh,
Kabupaten Lima Puluh Kota.
2.
Menemukan makna dan fungsi serta nilai dan norma tradisi batagak pangulu
di Nagari Piobang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota.
3.
Menemukan kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi batagak pangulu di
Nagari Piobang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota.
4.
Membuat model revitalisasi tradisi batagak pangulu di Nagari Piobang,
Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoretis
Adapun manfaat teoretis penelitian ini adalah (1) hasil penelitian akan
memberikan sumbangan teoretis dan metodologis Kajian Tradisi Lisan (KTL)
terutama pola dan model bagi peneliti tradisi lisan dan (2) hasil penelitian ini juga
akan bermanfaat untuk menjadi pola dan model revitalisasi jika diadopsi untuk
penelitian tradisi lisan yang lain.
Universitas Sumatera Utara
13
1.4.2 Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis penelitian ini adalah dapat dijadikan acuan bagi
berbagai pihak, antara lain:
1. Bagi pemimpin khususnya penghulu (datuk), hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam memimpin kaum atau sukunya.
2. Bagi aspek pengembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini dapat
dijadikan dalam pengembangan kebudayaan khususnya tradisi lisan.
3. Bagi nagari lain di Minangkabau khususnya yang masih menyembelih satu
ekor kerbau dalam batagak pangulu, hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai
pedoman atau contoh dalam pelakasanaan batagak pangulu.
4. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk
melakukan penelitian lain yang berkaitan dengan tradisi batagak pangulu di
Minangkabau.
5. Bagi instansi terkait, khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dapat
dijadikan sebagai upaya pelestarian kebudayaan daerah.
Universitas Sumatera Utara
Download