Analisis Implikasi Pengelolaan Keuangan Pemerintah Terhadap Perencanaan Anggaran dan Kinerja Makro Ekonomi PR EN tahun selanjutnya dan juga tidak begitu disadari dampaknya bagi D rutin yang sering tidak direlevansikan dengan perencanaan anggaran R I Laporan dari BPK hingga saat ini masih dianggap sebagai laporan TJ kinerja makroekonomi. Namun, dari pencermatan terhadap hasil SE pemeriksaan BPK ternyata baik buruk pengelolaan keuangan BN – pemerintah memberikan pengaruh yang sangat signifikan baik di sisi KS AN AA N AP penerimaan maupun pengeluaran pemerintah. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru saja melaporkan kepada DPR atas hasil analisanya terhadap kinerja pemerintah atas pengelolaan anggaran semester I tahun LA 2006. Sebagaimana berbagai temuan dari hasil pemeriksanaan LKPP pada tahun-tahun PE sebelumnya, laporan pada semester I 2006 juga menyebutkan adanya kelemahan AN pengelolaan keuangan Negara yang sangat luar biasa. Selain ditemukan penggunaan AN D keuangan Negara yang tidak efisien, tidak dicatat dan tidak sesuai prosedur, laporan BPK G AR semester I 2006 juga menyebutkan adanya indikasi tindak korupsi. AN G Namun, sebagaimana laporan BPK berdasarkan hasil pemeriksaan LKPP 2005, terdapat IS A 451 saran BPK terhadap Kementerian Negara/lembaga, dimana 123 saran diantaranya AL belum ditindaklanjuti, 123 saran masih dalam proses penyelesaian dan baru sekitar 205 BI R O AN saran yang telah selesai ditindaklanjuti. Beberapa temuan signifikan mengenai LKPP 2005 yang diharapkan akan menjadi bahan pertimbangan bagi anggota Dewan untuk dapat mendorong pemerintah agar kelemahan dan kekeliruan dalam pengelolaan anggaran pemerintah dapat segera ditindaklanjuti. Catatan penting yang pertama dalam pengelolaan anggaran TA. 2005, BPK menyatakan tidak dapat memberikan pendapat (disclaimer) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2005. Kesimpulan tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, kelemahan dalam desain dan implementasi Sistem Pengendalian Intern. (1) Banyak penyusunan laporan yang tidak didasarkan pada data, sistem dan mekanisme yang telah ditetapkan, sehingga tidak dapat diyakini kewajarannya. Misal dana bergulir, I investasi permanent senilai Rp 130,23 triliun dari BI yang tidak jelas statusnya, piutang PR R BLBI sebesar RP 9,30 triliun, dll. (2) terdapat 1300 rekening atas nama pemerintah dan D pejabat pemerintah yang nilainya lebih dari RP 8 triliun yang tidak jelas sehingga tidak SE TJ EN dapat dimanfaatkan. – Kedua, adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh BN (1) tindak lanjut hasil pemeriksaan LKPP Tahun 2004 belum dilaksanakan, (2) AP pengganggaran dan pengeluaran pada Bagian Anggaran (BA), tidak benar. Misal BA 61 KS AN AA N (cicilan dan bunga utang) digunakan untuk belanja lain-lain, dsb. (3) banyak pengeluaran tidak melalui mekanisme APBN sehingga tidak dipertanggungjawabkan, misal LA pembayaran Rp 3,99 triliun hasil Minyak Perjanjian Karya Production Sharing, penarikan PE Rp 1,22 triliun SUrat Utang, dll. (4) pengelolaan rekening-rekening escrow yang AN berkaitan dengan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam sebesar Rp 2,35 triliun, tidak D sesuai peraturan sehingga Pemerintah tidak dapat memanfaatkan dana tersebut. (4) asset AN Negara yang belum ditetapkan statusnya dan tidak dilaporkan dengan benar membuka AN G G AR peluang berpindah kepemilikan atau dimanfaatkan oleh pihak yang tidak berhak. IS A Ketiga, ada beberapa temuan penghematan anggaran. (1) terdapat 23 rekening giro AL pemerintah senilai Rp 2,04 triliun yang berpotensi menghemat pembayaran bunga AN obligasi Negara sebesar Rp 147.67 miliar. (2) dana cadangan biaya pengelolaan pada PT. O PPA sebesar Rp 150 miliar yang tidak layak dipertahankan dan dapat dialihkan agar BI R terjadi penghematan sebesar Rp 10,88 miliar. (3) dana rekening RDI sebesar Rp 4,88 triliun tidak seluruhnya disetor ke Rekening BUN, padahal berpotensi menghasilkan penghematan pembayaran bunga obligasi Negara minimal sebesar Rp 353,46 miliar per tahun. (4) pemerintah tidak seharusnya menanggung beban selisih kurs dalam pembayaran utang luar negeri karena akan menghemat sebesar Rp 511,68 miliar selama tahun 2005, dll. (5)realisasi pembayaran commitmen fee dan biaya lain-lain atas perjanjian pinjaman luar negeri sebesar Rp 37,94 miliar yang dapat dimanfaatkan. Beberapa catatan penting yang dapat dianalisis dari temuan BPK terhadap LKPP I tersebut: bahwa pada umumnya dalam pengelolaan anggaran, khususnya pada Tahun PR R Anggaran 2005 yang lalu memberikan pengaruh yang sangat signifikan baik di sisi D penerimaan maupun pengeluaran pemerintah. Disisi penerimaan disebutkan banyak EN potensi penerimaan yang hilang baik dari penerimaan pajak maupun non-pajak yang SE TJ semestinya dapat menjadi amunisi untuk mendorong kegiatan ekonomi. Demikian juga – disisi pengeluaran terdapat banyak potensi penghematan atau pengalihan penggunaan BN anggaran yang dapat memberikan peluang bagi pemerintah untuk digunakan bagi KS AN AA N AP kepentingan belanja pemerintah. Sebagaimana diketahui, kebijakan fiscal merupakan senjata paling ampuh yang dimiliki LA pemerintah untuk mendorong kinerja ekonomi. Pada saat ekonomi merosot pengeluaran PE atau belanja pemerintah akan menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi. Sedangkan AN pada saat ekonomi mengalami overheating, berbagai kebijakan fiscal akan dimainkan D secara fleksibel untuk mendinginkan ekonomi. Dengan demikian, kinerja pemerintah AN dalam mengelola anggaran menjadi sangat menentukan kinerja ekonomi dalam satu AN G dan ketidakpatuhan G AR tahun. Oleh karenanya, banyak kasus dalam pengelolaan anggaran baik akibat kelemahan akan berdampak pada pilihan kebijakan pemerintah. Pilihan IS A kebijakan baik dalam pengelolaan penerimanaan maupun pengeluaran anggaran inilah AL yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kinerja ekonomi makro. Akibat pengelolaan AN yang buruk, optimalisasi penerimaan dan efisiensi belanja pemerintah tidak dapat O dilakukan sehingga pemerintah kehilangan keesempatan untuk berperan lebih aktif dalam BI R mendorong kebangkitan ekonomi. Salah satu contoh dari kelemahan dalam pengelolaan anggaran adalah keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM sebesar rata-rata 126% pada bulan Oktober 2005. Alasan utama pemerintah melakukan kenaikan harga BBM adalah untuk keterbatasan keuangan Negara. Kenaikan harga BBM harus dilakukan mengurangi pengeluaran subsidi. Menurut pemerintah pemerintah kenaikan harga minyak mentah dunia yang tinggi mengakibatkan peningkatan pengeluaran subsidi BBM. Meskipun berdasarkan berbagai kajian dilaporkan bahwa dampak negatif kenaikan harga BBM akan sangat berat karena kondisi ekonomi sedang merosot, kebijakan ini tetap diambil. I Akibatnya inflasi melonjak tajam hingga 17,1% yang kemudian direspon oleh Bank PR R Indonesia dengan tingkat suku bunga SBI hingga 12,75%. Kondisi ini secara langsung D berdampak negative pada daya beli dan daya saing industri sehingga akhirnya ekonomi EN mengalami kemerosotan yang berkepanjangan. Bila kemudian dilaporkan terjadi BN – menjadi 17,75%, semestinya bukanlah hal yang mengagetkan. SE TJ peningkatan angka kemiskinan dan pengagguran yang sangat signifikan dari 16,6% AP Mungkin apabila pemerintah mempertimbangkan dengan lebih matang dalam kerangka KS AN AA N pengelolaan anggaran yang lebih bijak, kenaikan harga BBM bukanlah semata pilihan utama karena jelas-jelas akan berdampak buruk bagi makro ekonomi. Setidaknya dalam LA temuan BPK terhadap LKPP diketahui banyak potensi penerimaan yang dapat digunakan PE untuk mengkonpensasi peningkatan anggaran subsidi BBM akibat perubahan kondisi AN makro ekonomi dan factor eksternal. Sebagai contoh seperti dilaporkan oleh BPK bila D temuan banyaknya dana menggangur segera ditindaklanjuti oleh pemerintah maka akan AN dapat mengurangi pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga obligasi hingga G AR Rp500 miliar per tahun. Demikian pula berbagai piutang pemerintah sebesar minimal AN G Rp38 triliun dapat ditarik untuk melakukan berbagai stimulus ekonomi sebagai respon IS A terhadap kebijakan kenaikan harga BBM yang destruktif. Penciptaan lapangan kerja di AL berbagai sektor ekonomi dapat dilakukan untuk mengurangi merosotnya daya beli dan AN menurunnya permintaan barang dan jasa sehingga tidak perlu terjadi kemerosotan BI R O ekonomi hingga tahun 2006. Di lain pihak dapat dikatakan respon kebijakan pemerintah lambat terhadap dapat dari kenaikan harga BBM. Seperti halnya antisipasi terhadap kenaikan harga untuk barangbarang kebutuhan pokok. Dengan inflasi diatas 17% kelompok miskin harus menanggung beban sangat berat apalagi stabilisasi harga barang pokok sangat lambat. Seperti diketahui dari hasil studi BPS dan ADB diketahui bahwa dampak inflasi pada kelompok miskin hampir dua kali lipat disbanding inflasi nasional. Respon yang lambat dalam menjaga distribusi dan harga barang pokok agak berdampak besar pada penambahan kemiskinan. Dilaporkan oleh BPK bahwa pembayaran dan penyelesaian pembayaran subsidi pangan pada tahun 2005 sebesar lebih dari Rp600 miliar sangat lambat. Temuan I ini mestinya sangat penting karena keterlambatan tersebut telah secara langsung D PR R berdampak pada penurunan kesejahteraan rakyat kelompok bawah (grass root). EN Hal lain yang perlu dicermati adalah pengeluaran pemerintah selama ini untuk SE TJ pembayaran pokok dan bunga utang telah menjadi salah satu penghambat pengeluaran – pemerintah yang ekspansif. Sebagai akibatnya dana untuk pembangunan menjadi amat BN terbatas. Dalam kondisi ini berbagai pihak mendesak pemerintah untuk segera melakukan AP terobosan yang dapat secara signifikan mengurangi pengeluaran pemerintah untuk KS AN AA N membayar utang. Selama ini selain akibat pendekatan konservatifnya, pemerintah beragumen tidak mungkin untuk melakukan pengurangan anggaran untuk pembayaran LA utang luar negeri. Ternyata dari temuan BPK, pengelolaan utang luar negeri yang sebesar PE Rp600 triliun lebih, banyak pengeluaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. AN Sebagai contoh adalah tingkat pemanfaatan yang rendah dari utang-utang luar negeri D yang sudah menjadi komitmen. Banyak pengeluaran-pengeluaran yang semestinya dapat AN dihemat dari pos ini. Seperti dilaporkan, untuk pembayaran commitment fee saja G AR pemerintah harus mengeluarkan Rp38 miliar per tahun. Padahal masih banyak AN G pengeluaran lain sehubungan dengan manajemen utang luar negeri seperti misalnya AN AL setahun. IS A pengeluaran pemerintah untuk membayar selisih kurs sebesar lebih dari Rp500 miliar O Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dampak dari pengelolaan anggaran BI R terhadap makro ekonomi cukup besar. Oleh karenanya tindak lanjut dari temuan BPK menjadi satu hal yang harus menjadi prioritas. Apabila tidak ada perbaikan dari respon pemerintah untuk melakukan usaha-usaha perbaikan dalam pengelolaan anggaran, maka hal ini tidak hanya akan berdampak pada pemborosan anggaran tetapi secara tidak langsung juga memberikan kerugian ekonomi secara nasional akibat memburuknya kinerja makro ekonomi. I R PR D EN TJ SE – BN AP KS AN AA N LA BI R O AN AL IS A AN G G AR AN D AN PE This document was created with Win2PDF available at http://www.win2pdf.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only. This page will not be added after purchasing Win2PDF.