1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yang melatar belakangi munculnya melakukan sex phone ini, menurut penulis ada beberapa hal diantaranya: yang pertama adalah, akibat arus globalisasi yang merajai pelosok bumi ini yang mengenalkan dunia yang bersifat “free” di segala aspek, salah satunya masalah pergaulan yang sekarang ini digembar-gemborkan oleh masyarakat yaitu pergaulan ala barat. Yang dimana tidak ada batasan-batasan secara legal yang mengatur untuk masalah pergaulan ini tapi hanya dampak secara riel yang menjadi akibat dari hal itu. Kedua, semakin berkembangnya sains dan teknologi yang memanjakan manusia di millenium ini, salah satunya adalah didalam teknologio informasi selluler (hand phone). Yang mempunyai kecanggihan yang sangat hebat sekali didalamnya terdapat fitur-fitur yang dibutuhkan manusia modern saat ini untuk mempelancar kebutuhannya, mulai dari merk dan harga yang varian produknya serta harga yang kompotitif, yang dimana konsumen tinggal memilih sesuai dengan kebutuhan atau hobi.1 Seiring berkembanganya zaman manusia dituntut untuk berperan aktif dalam moral suatu bangsa dan perkembangan zaman ini. Salah satu wujud yang nyata adalah tentang memerangi hawa nafsu yang dimana kadang hawa nafsu ini tidak bisa dikendalikan, maka akibatnya banyak dampak negatif 1 Djajuli, Fiqh Jinayah, PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm.1-2 1 2 yang bermunculan akibat tindakan yang dilakukan oleh hawa nafsu mulai dari kejahatan, zina, korupsi, dan lain sebagainya.2 hal ini muncul ketika seseorang tidak bisa mengendalikan hawa nafsu dan dampak yang keluar adalah dalam moral bangsa dan negara kita. Kasus masalah yang paling banyak saat ini adalah problematika tentang masalah pergaulan yag tidak sesuia dengan ajaran agama yang dapat mengakibatkan kejerumus di dalam perzinahan. Pergaulan dalam dunia modern yang bebas ini mungkin tidak ada batasan-batasan yang kuat untuk menangkal kenegatifannya. Di dalam islam diajarkan tentang batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dengan perempuan. Islam menetapkan beberapa kriteria syar’i syarat pergaulan antara laki-laki dan perempuan untuk menjaga kehormatan, melindungi harga diri dan kesuciannya. Kriteria syar’i itu juga berfungsi untuk mencegah perzinahan dan sebagai tindakan prefentif terjadinya kerusakan masal. Diantaranya, islam mengharamkan ikhtilat(bercampur laki-laki dan perempuan dalam satu tempat) dan khalwat (berduaan antara laki-laki dan perempuan) memerintahkanadanya sutrah (pembatas) yang syar’i menundukkan pandangan, meminimalisir pembicaraan dengan lawan sesuai dengan kebutuhan, tidak memerdukan dan menghaluskan perkataan ketika bercakap dengan mereka, dan kriteria lainya.3 firman Allah QS an-nur 30-31 2 Ibid, hlm 2 Taqiyuddin An Nabhany, Sistem Pergaulan Pria dan Wanita Dalam Islam, Thariqul Izzah, 1998, hlm. 15 3 3 Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau puteraputera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. Annuur : 30-31)4 4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, Diponegoro, Bandung, 2006, hlm. 282 4 Bila seorang manusia ingin menyalurkan hasyratnya dengan halal bersama pasangan, dengan menggunakan tatacara yang dialkukan oleh perintah syari’at agama. Sesuai dengan petunjuk al-qur’an dan sunnah rasul. Hikmah dari sebuah pernikahan ini antara lain jalan mendapatkan keturuan yang sah, menyalurkan naluri kebapakaan dan keibuan, dorongan untuk pekerja keras, pengaturan hak dan kewajiban dalam rumah tangga dan menghubungkan silaturahmi antara keluarga pihak suami dan istri, dan menyalurkan naluri sex. Di dalam al-qur’an sudah menjelaskan melarang manusia untuk berzina ataupun mnedekati zina adapun ajaran islam untuk menghindari hal tersebut diwajibkan untuk menikah. Bagaimana jika konsep zina itu diterapkan dalam masalah melakukan hubungan seksual lewat prantara selluler atau yang dikenal hp, jika konsep melakukan hubungan seksual ini berkaitan dengan praktek atau studi kasus yang nyata atau lansung yang sekarang menjadi melakukan perbuatan menyalurkan hasyrat seksual melalui media prantara atau dengan secara lagsung yang akan memberikan kenikmatan tersendiri bagi yang sudah menikah dan belum menikah secara resmi. Maka bagaimanakah hukum islam memaparkan masalah ini lebih lanjut tentang masalah kontemporer ini. Maksud dari hubungan seksual lewat prantara seksual atau yang lebih dikenal dengan sebutan sex phone ini awal dari permasalahan penulis akan mencoba memaparkan dibagian bab selanjutnya, bagaimana dan apa itu sex phone. Di dalam fatwa mui juga ikut andil untuk mengkaji masalah ini 5 dengan fatwanya no.287 tahun 2001 tentang pornografi dan pornoaksi, dengan menggunakan pertimbangan : al-qur’an, al-hadist, unsul fiqh dan kaidah fiqh dan dasar hukum lainnya. Menurut (mui fatwanya no.287 tahun 2001 tentang pornoaksi dan pornografi) pandangan islam pornografi adalah produk grafis (tulisan, gambar, film) baik dalam bentuk majalah, tabloid, vcd, film-film atau acaraacara tv, situs-situs porno di internet, ataupun bacaan-bacaan porno lainnya yang mengumbar sekaligus menjual aurat, artinya menjadi titik pusat perhatian. Mui mengeluarkan fatwa mengenai pornografi dan pornoaksi tahun 2001 yang termasuk kategori perbuatan haram menurut fatwa mui. Antara lain5 : 1. Menggambarkan secara langsung maupun tidak langsung, tingkah laku secara erotis, baik dengan lukisan, gambar, tulisan, suara reklame, iklan, ucapan, baik melalui media cetak maupun media elektronik yang dapat membangkitkan nafsu birahi adalah haram. 2. Membiarkan aurat terbuka dan berpakaian ketat atau tembus pandang dengan maksud untuk diambil gambarnya baik untuk dicetak maupun divisualisasikan adalah haram. 3. Dan pembahasan-pembahasan fatwa mui no.287 tahun 2001 tentang pornoaksi dan pornografi seterusnya yang termasuk kategori perbuatan haram dalam masalah tersebut. 5 Dapat di lihat dalam keputusan Fatwa Majelis Ulama Indionesia No.287 Tahun 2001 tentang Pornografi dan Pornoaksi 6 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana sex phone itu dilakukan? 2. Apakah sex phone itu termasuk pornoaksi ataukah pornografi? 3. Bagaimanakah hukum hubungan sex phone menurut Fatwa MUI? C. Tujuan Penelitian 1.Untuk mengetahui penjelasan sex phone itu sendiri. 2.Untuk mengetahui penjelasan apakah sex phone itu termasuk pornoaksi ataukah pornografi. 3.Untuk menganalisis bungan sex phone menurut Fatwa MUI. D. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalah artian dalam menginterpresikan dalam judul ini, maka penulisan memberi batasan pengertian sebagai berikut : 1. Fatwa MUI: adalah menerangkan hukum syara’ dalam suatu persoalan sebagai jawaban dari suatu pertanyaan.6 hal ini majlis ulama indonesia (MUI yang menjadi pencetus Fatwa). 2. Pornoaksi: adalah sebuah perbuatan memamerkan aurat yang digelar dan ditonton secara langsung dari mulai aksi yang biasa-biasa saja seperti aksi para artis di panggung-panggung hiburan umum hingga luar biasa dan atraktif seperti tarian telanjang atau setengah telanjang di tempat-tempat hiburan khusus (diskotik, klub-klub malam, dll).7 6 Yusuf Qardhawi, Fatwa Antara Ketelitian dan Kecerobohan, Gema Insani Press, Jakarta, 1997, hal. 5 7 Penjelasan dari fatwa MUI No.287 Tahun 2001 tentang pornoaksi dan pornografi. 7 3. Pornografi :gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual atau melanggar nilai-nilai kesusilaan.8 E. Metode Penelitian Pada prinsipnya setiap penulisan karya ilmiah selalu memerlukan data yang tetap dan objektif serta mempunyai metode dan tatacara tertentu sesuai dengan permasalahan yang ingin dibahas. Untuk menyusun skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu suatu metode dengan menafsirkan data yang ada tentang suatu yang dialami, suatu hubungan, kegiatan, pandangan dan sikap yang nampak, atau tentang sesuatu proses yang sedang berlangsung, pengaruh yang sedang berjalan, kelainan yang sedang muncul, pertentangan yang runcing, dan sebagainya. Objek kajian pada sekripsi ini, maka secara metodogis pembahasannya menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi melalui kitab-kitab, buku-buku, majalah, dan artikel-artikel yang mempunyai relevansi dengan judul skripsi ini. Adapun teknik pengumpulan data adalah melalui bahan-bahan pustaka. Dalam penelitian ini dan secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu : 8 Pengertian dari RUU No.44 Tahun 2008 tentang pornografi, hasil p[enelusuran www.gogle.com (20 Juni 2014, Jam 11.00) 8 1. Data primer Yaitu, data yang diperoleh langsung dari obyek yang diteliti9. 2. Data sekunder Yaitu, data yang sudah dalam bentuk jadi, seperti data dalam dokumen dan publikasi.10 Penelitian skripsi ini termasuk penelitian deskriptif karena dalam penelitian ini akan memaparkan tentang konsep perceraian menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata. 1. Sumber data Data yang penulis kumpulkan dalam penelitian skripsi ini adalah kegiatan yang berhubungan dengan kepustakaan. Maksudnya bahan-bahan yang penulis butuhkan diperoleh dari buku-buku yang releven dengan permasalahan judul skripsi. 2. Instrumen pengumpulan data Data yang harus dikumpulkan mungkin berupa data primer, dan data sekunder, atau keduanya. Data primer diperolah dari sumber pertama melalui prosedur dan tehnik pengumpulan data yang dapat berupa observasi, maupun penggunaan instrumen pengukuran yang khusus dirancang sesui dengan tujuannya. Data sekunder diperoleh dari sumber 9 Rianto adi, metode penelitian Sosial dan Hukum, 2004 granit, Jakarta hlm 57 Ibid hlm 57 10 9 tidak langsung yang biasanya berupa data dokumentasi dan arsip-arsip resmi.11 2. Metode analisis data a. Metode deduktif Yaitu menganalisis terhadap data-data yang ada dengan bertitik dengan kaidah atau pengetahuan yang bersifat umum untuk mengetahui kejadian-kejadian yang bersifat khusus. b. Metode induktif Yaitu menganalisis terhadap data-data yang bersifat khusus yang memiliki unsur kesamaan sehingga dapat digeneralisasikan menjadi kumpulan kesimpulan umum.12 c. Metode komparatif Yaitu sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu. Dengan metode ini, penulis mangharapkan dapat menghantarkan terselesaikannya skripsi ini, tujuan penelitian ini adalah untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat yang ada. Mencari kembali faktor yang mungkin menjadi penyebab melalui data tertentu. 11 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2010), Cet, 10, hlm. 36. 12 Ibid, hlm 40 10 F. SisteSmatika Penelitian Untuk memudahkan pembaca dalam memahami skripsi ini maka penulis menentukan sistematika sebagai berikut: 1. Bagian muka Bagian muka terdiri atas: halaman judul, halaman nota persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, pernyataan, motto, persembahan, kata pengantar, abstraksi, daftar isi dan daftar tabel. 2. Bagian isi bagian ini merupakan inti dari skripsi yang terdiri atas: a. BAB I : pendahuluan Memuat latar belakang masalah, penegasan istilah judul, fokus penelitian atau pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,metodologi penelitian, telaah pustaka dan sistematika penulisan skripsi. b. BAB II: landasan teori Dalam bab II berisi tentang: yang dimaksud sex phone, fatwa mui tentang pornografi dan porno aksi, c. BAB III: objek kajian Dalam bab III berisi tentang; Sejarah berdirinya MUI, Visi dan Misi MUI, Struktur Organisasi MUI 2010-2015 d. BAB IV: hasil penelitian dan pembahasan 11 Dalam bab iv berisi tentang: analisis tantang sex phone menurut MUI, analisis peranalisis tentang faktor yang menyebabkan pornografi dan pornoaksi. e. BAB V: penutup Dalam bab v berisi tentang: kesimpulan, saran-saran, dan penutup. 3. Bagian akhir, terdiri dari : Daftar pustaka, daftar riwayat hidup, dan lampiran-lampiran.