JURNAL PENELITIAN DAN PEMIKIRAN KEISLAMAN Juli 2017. Vol.4. No.2 ©2014-2017 j.al-ulum all rights reserved ISSN. 2355-0104 ojs.uim.ac.id E-ISSN. 2549-3833 FILOLOGI DAN ILMU-ILMU KEISLAMAN SEBAGAI MODAL MENGGAPAI ISLAM YANG KAFFAH Muhammad Kholil Fakultas Agama Islam UIM Pamekasan E-Mail: [email protected] Abstrak Kebudayaan ilmu (hadaroh al-ilm) dibangun di atas pondasi tatakerja nalar burhani, sedang kebudayaan fiqih (hadaroh al-fiq) dibangun atas otoritas teks, dan kebudayaan filsafat (hadaroh al-falsafah) dibangun di atas koherensi argumentasi logika. Spesialisasi ilmuan keislaman kaku tidak lagi menarik bagi generasi pengkaji dan pemikir Islamic studies kontemporer karena diperlukan multi dan inter disiplin untuk mengembangkan dan memperkaya wawasan tentang ilmu keislaman serta membongkar ekslusifisme, ketertutupan dan kekakuan disiplin keilmuan agama yang hidup dalam bilik-bilik sempit epistimologi dan institusi. Paradigma keilmuan dari masing-masing keilmuan yang dimiliki dan sedikit nuansa sosial dan humanioranya kurang diperhatikan, jika itu yang terjadi maka hasilnya bukan enrichment dan development, paling tidak ada tiga kluster epistemologi islam yakni epistemology bayani, irfani dan nalar burhani merupakan perangkat epistemology yang khas dalam pengembangan kajian ilmu keislaman untuk dijadikan acuan baik oleh para ilmuan maupun praktisi pedidikan yang concern terhadap keilmuan agama Islam. Kata kunci: Filsafat, ilmu keIslaman Abstract The culture of science (hadaroh al-ilm) is built on the foundation of the workings of the reasoning of the burhani, while the fiqh culture (hadaroh al-fiq) is built upon the authority of the text, and philosophical culture (hadaroh al-philosophy) is built upon the coherence of logical arguments. The specialization of rigid Islamic scientists no longer appeals to the generation of contemporary Islamic studies reviewers and thinkers as it requires multi and interdisciplinary to develop and enrich the insights of Islamic science as well as to unravel the exclusiveness, clarity and rigidity of the discipline of religious scholars living within the narrow chambers of epistimology and institutions. The scientific paradigm of each science possessed and a bit of social nuance and its humanity is underestimated, if that is the case then the result is not enrichment and development, at least there are three clusters of epistemology of Islam ie epistemology bayani, irfani and logic burhani is a unique epistemology device in The development of Islamic studies to be used as a reference both by scientists and educational practitioners who are concerned about Islamic religious scholarship. Keywords: Philosophy, the science of Islam 1 JURNAL PENELITIAN DAN PEMIKIRAN KEISLAMAN Juli 2017. Vol.4. No.2 ©2014-2017 j.al-ulum all rights reserved ISSN. 2355-0104 ojs.uim.ac.id memiliki kedudukan yang vital dalam Pendahuluan Ilmu apapun yang disusun, dikonsep, ditulis E-ISSN. 2549-3833 secara kemudian rasionalitas keilmuan memang ada disitu. dikomonikasikan, diajarkan dan disebar Tidak hanya itu arah dan kedalaman luaskan baik lewat lisan maupun tulisan analisis akademik juga dapat dilacak dan tidak bisa tidak mempunyai paradigma dipantau kefilsafatan.1 Asumsi dasar seorang ilmuan digunakan. berikut metode yang diikuti, kerangka pemerhati, praktisi dan pengajar Islamic teori, peran akal, tolak ukur validitas studies dan Ulumuddin untuk menjawab, keilmuan, prinsip-prinsip dasar, hubungan mencermati subjek merupakan kerangka berfikir filsafat ilmu dalam beberapa hal pokok yang terkait dengan wilawah Islamic studies atau ilmu-ilmu struktur fundamental yang melekat pada keislaman. Jika Islamic studies yang sebuah tanpa meliputi kalam atau aqidah, fiqih, nahwu terkecuali baik ilmu-ilmu kealaman, ilmu- balaghah, ulum al-qur’an, ulum al-hadits, ilmu sosial, humaniora, ilmu-ilmu agama, tasawuf juga pendidikan dan dakwah studi agama (religious studies) maupun adalah bangunan keilmuan biasa karena, ia ilmu-ilmu keislaman. dengan demikian disusun dan dirumuskan oleh ilmuan tidak ada sebuah ilmu apapun yang tidak agama, memiliki struktur fundamental yang dapat mutaswwifun, mufassirun, muhadditsun, mengarahkan dan menggerakkan kerangka dan orang cerdik dan pandai pada era kerja teoritik maupun praksis keilmuan terdahulu dengan tantangan kemanusiaan serta membimbing arah penelitian dan yang dihadapi saat itu seperti layaknya pengembangan Struktur bangunan ilmu-ilmu yang lain, maka tidak melatar ada alasan lain yang dapat dipertanggung belakangi, dan mendorong kegiatan praksis jawabkan untuk menghindarkan diri dari keilmuan adalah yang yang dimaksud pertemuan, perbincangan dengan filsafat ilmu dengan tulisan ini. pergumulannya dengan dan sistematis wilayah kerja keilmuan, karena basis objek adalah bangunan fundamental keilmuan, lebih yang lanjut. mendasari, Dalam sudut pandang filsafat ilmu, dari kerangka Untuk dan ulama’, itu, teori yang adalah tugas merumuskan ulang fuqoha’,mutakallimun, telaah dan filsafat ilmu.2 kerangka teori ternyata sangat pokok dan Dalam kenyataan dilapangan, agak sulit diperoleh jawaban yang benar dan 1 M.Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2006), 194. 2 Ibid, 195 2 JURNAL PENELITIAN DAN PEMIKIRAN KEISLAMAN Juli 2017. Vol.4. No.2 ©2014-2017 j.al-ulum all rights reserved ISSN. 2355-0104 ojs.uim.ac.id E-ISSN. 2549-3833 betul mengapa para pendidik baik guru pengembangan maupun dosen yang mengajarkan Islamic pengalaman manusia. studies dan ulumuddin kurang begitu gilirannya akan tertarik untuk memahami kerangka teori, terpencilnya Islamic studies dari wilayah paradigma, epistimologi, cara kerja dan pergaulan keilmuan sosial dan budaya dan struktur sulitnya pengembangan Islamic studies itu fundamental keilmuan yang melatar belakangi dibangunnya ilmu-ilmu wilayah Yang pada mengakibatkan sendiri. keislaman oleh generasi pencetus ilmuilmu tersebut. jangkauan Oleh karena itu idealnya para pendidik baik para dosen maupun guru Salah satu jawaban yang sangat yang mengajarkan Islamic studies dan mungkin dan umum dijumpai adalah ulumuddin perlu memberi porsi yang bahwa wilayah filsafat dan epistimologi cukup keilmuan Islamic studies atau ulumuddin bagaimana kerangka filsafat keilmuan dan memang epistimologi ilmu-ilmu Islamic studies sengaja dihindari memadai pembahasannya, karena wilayah ini lebih yang bersifat oprasionalisasinya konseptual filosofis dimana akan untuk menjelaskan dipelajari serta dalam wilayah pembahasannya lebih rumit dan lebih pelik penelitian dan pengembangannya dalam dari pada pembahasan ilmu-ilmu praktis bidang masing-masing. yang telah jadi dan mapan dan tinggal Dari uraian ini dapat digarisbawahi melaksanakan atau mempraktekkan dalam bahwa prsyarat yang harus dipenuhi untuk kehidupan sehari-hari. Apalagi filsafat mengembangkan ilmu sangat dihindari oleh para fuqoha’ adalah perlunya bersentuhan, berdialog dan mutakallimun3[3], dengan demikian seintensif mungkin dengan filsafat ilmu akan terjadi proses kekeringan dan bahkan dan perlunya perangkat epistimologi yang pengeringan sumber mata air dinamika khas keilmuan keislaman keislaman yang merupakan untuk ilmu-ilmu pengembangan yang oleh keislaman ilmu-ilmu penulis akan jantung dan prasyarat bagi pengembangan dijelaskan pada point pembahasan keilmuan Pendekatan epistemologi bayani, irfani Islamic studies maupun ulumuddin, khususnya dalam menghadapi dan tantangan baru yang muncul kepermukaan pengembangan ilmu keislaman sebagai akibat langsung dari nalar burhani dalam Filsafat ilmu yang dikembangkan didunia barat seperti rasionalisme dan 3 Ibid, 198. empirisme tidak begitu cocok untuk 3 JURNAL PENELITIAN DAN PEMIKIRAN KEISLAMAN Juli 2017. Vol.4. No.2 ©2014-2017 j.al-ulum all rights reserved ISSN. 2355-0104 ojs.uim.ac.id E-ISSN. 2549-3833 dijadikan kerangka teori dan analisis swasta dan lebih-lebih dipesantren- terhadap pasang surut dan perkembangan pesantren, corak pemikiran keislaman Islamic studies. Perdebatan, pergumulan model bayani sangatlah mendominasi dan perhatian epistimologi dibarat tersebut dan bersifat hegemonic sehingga sulit lebih terletak natural science dan sebagian berdialog dengan tradisi epistimologi lagi irfani dan nalar burhani. pada wilayah social science, sedangkan Islamic studies dan ulumuddin Pola fikir tekstual bayani lebih khususnya syari’ah, aqidah, tasawuf, ulum dominan secara politis dan membentuk Al-Qur’an dan Ulum Al-Hadits lebih mainstream pemikiran keislaman yang teletak pada wilayah classical humanities. hegemonik yang pada akibatnya pola Untuk itu diperlukan perangkat kerangka pemikiran keagamaan analisis epistimologi yang khas untuk bayani menjadi kaku dan rigid. Otoritas pemikiran islam yakni apa yang disebut teks dan otoritas salaf yang dibakukan oleh Muhammad Abid al-Jabiri dengan dalam kaidah-kaidah metodologi usul epistimologi bayani, irfani dan nalar fiqh klasik lebih diunggulkan dari pada burhani. sumber otoritas keilmuan yang lain 1. Tinjauan umum epistimologi bayani seperti Epistimologi bayani adalah (aqliyyah) model (kauniyyah), dan akal intuisi (wijdaniyyah). as-sunnah, ijma’ maupun hasil ijtihad tekstual-ijtihadiyah menjadikan system sebagai otoritas rujukan utama untuk epistimologi keagamaan islam kurang memperoleh pengetahuan, atau dengan begitu kata lain sumber pengetahuan berdasar keagamaan yang bersifat kontekstual pada teks wahyu berupa Al-Qur’an, bahtsiyyah. Pengembangan pola fikir hadits maupun ijma’4[4]. bayani hanya dapat dilakukan jika ia mampu Dominasi atau menjadikan teks baik dari Al-Qur’an, Corak epistimologi bayani ini 4 alam islam peduli pola terhadap memahami, fikir isu-isu berdialog dan didukung oleh pola fikir fiqih dan mengambil manfaat sisi fundamental kalam dalam traidisi keilmuan agama yang dimiliki oleh pola fikir irfani islam di IAIN dan STAIN begitu juga maupun pola fikir burhani dan begitu pengajaran agama islam diperguruan pula sebaliknya. Jika saja masing- tinggi umum baik negeri maupun masing Muh.Muslih, filsafat (yokyakarta:blukar,2004), 13. Ilmu system kefilsafatan ilmu keagamaan dalam Islamic studies atau ulumuddin ini berdiri sendiri-sendiri, 4 JURNAL PENELITIAN DAN PEMIKIRAN KEISLAMAN Juli 2017. Vol.4. No.2 ©2014-2017 j.al-ulum all rights reserved ISSN. 2355-0104 ojs.uim.ac.id E-ISSN. 2549-3833 tidak bersentuhan antara yang satu implementasi ajaran teks dengan yang lainnya sebagaimana yang kehidupan tercermin dengan kokohnya dengan seorisinil dan seotentik lafal teks atau dinding fakultas dilingkungan IAIN dan tidak, karena diskusi seperti ini akan STAIN, belum lagi tembok pembatas diintrodusir dan diambil oleh pola antara keilmuan umum dan keilmuan pemikiran agama maka agak sulit dibayangkan dimaklumi bahwa kebenaran teks yang akan terjadi pengembangan ilmu-ilmu difahami keislaman dalam menghadapi problem- kelompok problem kontemporer5. belum tentu dapat difahami dan diakui masyarakat luas burhani, dan masih sebagaimana diakui atau dalam oleh organisasi aliran, tertentu Kelemahan yang paling mencolok secara sama dan sebangun oleh aliran, dari tradisi nalar epistimologi bayani kelompok, atau organisasi lain yang atau tradisi berfikir tekstual-keagamaan menganut agama yang sama. Belum adalah ketika ia harus lagi dengan teks-teks berhadapan ditambahkan bahwa yang kebenaran teks yang difahami dan dimiliki oleh komunitas, kultur, bangsa diakui oleh penganut agama tertentu, atau masyarakat yang beragama lain. pasti berbeda dari kebenaran teks yang Dalam berhadapan dengan komunitas difahami, diakui dan diyakini oleh lain agama, corak argument berfikir penganut agama yang lain. keagamaan keagamaan harus model tekstual bayani Disamping itu nalar epistimologi biasanya mengambil sikap mental yang bayani selalu mencurigai akal fikiran bersifat dogmatic, difensif, apologis dan karena polemis. kebenaran dianggap tekstual. akan menjauhi Sampai-sampai Hal demikian dapat saja terjadi pada kesimpulan bahwa wilayah kerja karena fungsi dan peran akal fikiran akal-fikiran perlu dibatasi sedemikian manusia tidak lain dan tidak bukan rupa dan perannya dialihkan menjadi hanyalah untuk pengatur dan pengekang hawa nafsu membenarkan dan bukan untuk mencari sebab dan teks. Sama sekali diluar akibat lewat analisis keilmuan yang digunakan mengukuhkan otoritas dan akurat.6 kalkulasi pendukung corak epistimologi ini apakah pelaksanaan dan 5 M.Amin Abudllah, Islamic Studies diperguruan Tinggi pendekatan integrative-interkonektif, 203. 6 Ibid, 206. 5 JURNAL PENELITIAN DAN PEMIKIRAN KEISLAMAN Juli 2017. Vol.4. No.2 ©2014-2017 j.al-ulum all rights reserved ISSN. 2355-0104 ojs.uim.ac.id E-ISSN. 2549-3833 jiwa 2. Tinjauan umum epistimologi irfani dan menghasilkan pengetahuan mistik (tasawuf).8 Epistimologi irfani berkembang sekitar abad ke-3 H seiring dengan Disamping itu pendekatan intuitif berkembangnya doktrin ma’rifah dalam (irfani) disebut pula dengan pendekatan tradisi sufisme yang diyakini sebagai presensial (presential) karena objek- pengetahuan batin terutama tentang objeknya hadir (present) dalam jiwa Allah SWT. Istilah ma’rifat dipakai seseorang dan karena itu mudus ilmu untuk membedakan antara pengetahuan seperti yang diperoleh melalui panca indra (knowledge by presence) dikarenakan dengan pengetahuan yang diperoleh objek-objek yang diteliti hadir dalam dengan cara ketersingkapan, ilham atau jiwa kita sehingga bisa mengalami dan isyroq. Dikalangan mereka, irfan lebih merasakannya, dan dari sinilah istilah difahami sebagai penghayatan intuitif dzauq atau rasa timbul. Selain itu objek- yang diperoleh sebagai akibat dari objek itu juga bisa diketahui secara persatuan langsung karena tidak ada lagi jurang antara yang mengetahui itu disebut dianggap sebagai pengetahuan tertinggi. dengan objek-objek yang diteliti karena irfani kita hudhuri yang epistimologi memisahkan ilmu dengan objek yang diketahui yang telah Pada (sipeneliti) ini, disini telah terjadi kesatuan antara sumber pengetahuan diperoleh melalui subjek dan objek dan antara yang pengalaman (experience) berupa mengetahui dan yang diketahui.9 pengalaman langsung (direct Epistimlogi irfani atau istilah experience), metodologi perolehan lainnya tasawuf dalam pandangan orang pengetahuan dilakukan melalui proses iran, mendasarkan pengenalan meraka Al-dzauq (merasa) al-riyadhah (latihan) pada pengamalan mistik atau religious. asl-kasyfiyah dan Pengamalan mistik ini sesuai dengan penghayatan batin. Pendekatan yang namanya, berbeda dengan penalaran dipakai yang (penyingkapan) adalah intuitif dan merupakan hasil pengalaman mengutamakan dzauq atau rasa.7 Selain intelektual. Para sufi menyebut modus itu pula metode intuitif digunakan untuk pengenalan seperti itu dengan istilah memahami secara langsung realitas metafisis yang bersifat hudhuri dalam 7 manusia Moh muslih, filsafat ilmu, 13. 8 A. Bahrun Rifaie dan Hasan Mud’is, filsafat tasawuf (Bandung:CV pustaka setia, 2010), 70. 9 Mulyadhi kertanegara, menembus batas waktu:panorama filsafat islam (Bandung: Mizan, 2002), 65. 6 JURNAL PENELITIAN DAN PEMIKIRAN KEISLAMAN Juli 2017. Vol.4. No.2 ©2014-2017 j.al-ulum all rights reserved ISSN. 2355-0104 ojs.uim.ac.id E-ISSN. 2549-3833 ma’rifat (ma’rifah). Berbeda dengan liku tiba-tiba saja ia sudah sampai pengenalan rasional, yang bertumpu distu.11 pada akal, pengenalan sufistik bertumpu Pola epistimologi irfani lebih pada hati (qolb atau intuisi). Persepsi bersumber pada intuisi dan bukannya intuitif dengan teks. Menurut sejarahnya, epistimologi persepsi intelektual karena sementara ini telah ada baik di persia maupun akal membutuhkan perantara dalam yunani jauh sebelum datangnya teks- mengenal objeknya, misalnya dalam teks keagamaan baik oleh yahudi, bentuk huruf, konsep atau representasi. Kristen maupun Islam. Pesepsi atau hati berbeda intuitif dapat menembus langsung jantung objeknya karena ketergantungannya Status dan keabsahan irfani selalu justru dipertanyakan baik oleh tradisi berpikir pada bayani atau tradisi nalar burhani. perantara maka menurut para sufi akal Epistemlogi bayani mempertanyakaan tidak akan memiliki pegetahuan yang keabsahannya karena dianggap terlalu hakiki liberal tentang objeknya. Karena karena tidak mengikuti ketergantungannya pada perantara yang pedoman-pedoman yang yang diberikan disebut bergson sebagai simbolisme. teks. maka menurut sufi pengenalan akal mempertanyakan keabsahannya karena tidak akan mampu untuk menyentuh dianggap tidak mengikuti aturan-aturan realitas yang sejati.10 dan Disisi yang lain pendekatan intuisi merupakan didapatkan pengetahuan tanpa melalui Sedangkan analisis nalar berdasarkan burhani logika.12 Apalagi dalam tradisi sejarah pemikiran yang islam apa yang disebut intuisi, ilham, proses qolb dan dhomir psikoqnisis telah penalaran tertentu. Seseorang yang terlanjur dikembangkan sedang terpusat pemikirannya pada diinstitusionalisasikan menjadi apa yang suatu masalah tiba-tiba saja menemukan disebut sebagai tarekat dengan wirid- jawaban atas permasalah tersebut tanpa wirid melalui proses berpikir yang berliku- mengiringinya. dan satahat-satahat Agak sulit atau yang untuk mengembalikan citra postif epistimologi 11 10 Mulyadi kertanegara, gerbang kearifan; sebuah pengantar filsafat islam (Jakarta:lentera hati, 2006), 57. Suparman syukur,epistemology islam skolastik (semarang:pustaka pelajar,2007), 58. 12 M. Amin Abdullah, islmlamic studies diperguruan tinggi. Pendekatan integrativeinterkonektif, 207. 7 JURNAL PENELITIAN DAN PEMIKIRAN KEISLAMAN Juli 2017. Vol.4. No.2 ©2014-2017 j.al-ulum all rights reserved ISSN. 2355-0104 irfani dalam epistimologi ojs.uim.ac.id pangkuan islam yang gugus tidak perlu untuk menunggu turunnya telah teks. Pengalaman kongkrit pahitnya komperhensip utuh integrative karena konflik kecelakaan hal sosial dan akibat yang ditimbulkannya perkumpulan dapat dirasakan oleh siapapun tanpa sejarah kedekatannya dalam dengan tarekat. utnuk berdialog dengan tuhan. Inilah yang kekerasan dan disintegrasi harus dipersyaratkan mengenal jenis- Dengan demikian qalb berpotensi dimaksud Al-Ghazali jenis teks keagamaan yang bisa dibacanya. dengan Pengalaman-pengalaman batin ungkapan bahwa diluar dan jiwa, yang amat dalam, otentik dan fitri yang terdapat alat yang dapat menyingkap tidak bisa terkatakan oleh logika dan tak pengetahuan yang gaib dan hal-hal yang terungkap oleh bahasa inilah yang akan mendatang. disebut-sebut direct experience. Untuk Penyingkapan pengetahuan seperti ini itu dalam corak epistimologi irfani terjadi dimasa merupakan wacana irfaniyah. Jika sumber 13 terpokok prinsip memahami keberadaan orang, ilmu kolompok dan penganut agama lain bayani yaitu dengan cara menumbuh suburkan adalah teks (wahyu) maka sumber sikap empati, simpati, social skill serta terpokok ilmu berpegang teguh pada prinsip-prisip pengetahuan dalam tradisi berfikir irfani universal Reciprocity, (bila merasa sakit adalah dicubit, maka janganlah mencubit orang pengetahuan dalam dalam tradisi memperoleh experience (pengalaman). Pengalaman hidup sehari-hari yang lain) autentik, epistimologi irfani pada pola fikir yang sesungguhnya merupakan pelajaran yang tak ternilai harganya. Ketika 13 E-ISSN. 2549-3833 manusia menghadapi Akan mengantarkan tradisi lebih bersifat toleran dan pluralis. alam Dalam tradisi epistimologi irfani, semesta yang cukup mengagumkan istilah “arif “ lebih diutamakan daripada dalam lubuk hatinya yang paling dalam istilah “alim” karena alim lebih merujuk telah dapat mengetahui adanya dzat pada nalar bayani, sedangkan arif yang maha suci dan maha segalanya. (diambil dari kata yang serupa a’-r’-f) Untuk mengetahui dzat yang maha lebih merujuk pada tradisi irfani. Secara pengasih dan maha penyayang orang sosiologis budaya Indonesia juga Rosihon Anwar, dan Mukhtar sholihin, Ilmu tasawuf, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2004), 78. dan lebih masyarakat menghormati karakter arif dan bukannya alim untuk 8 JURNAL PENELITIAN DAN PEMIKIRAN KEISLAMAN Juli 2017. Vol.4. No.2 ©2014-2017 j.al-ulum all rights reserved ISSN. 2355-0104 hal-hal ojs.uim.ac.id yang terkait dengan kompleksitas pergaulan sosial budaya dan keagamaan.14 E-ISSN. 2549-3833 mereka dalam memperoleh pengetahuan. Ketika mengkaji nalar dalam pemikiran islam klasik, maka perlu 3. Tinjauan umum nalar burhani Nalar atau dalam bahasa arab melihat nalar yang dibentuk oleh disebut dengan aqli, secara bahasa kebudayaan islam arab karena hampir berarti fikiran, daya intelektualitas atau seluruh keilmuan islam merupakan pemahaman15[15]. literature hazanah intlektual yang lahir dari dan filsafat khususnya filsafat ilmu nalar diproduksi oleh kebudayaan islam arab. didefinisikan Dalam dengan definisi yang Nalar keilmuan islam yang merupakan tergantung dari produk dari kebudayaan islam tersebut sudut pandang dan pemikiran masing- terdiri atas tiga system pengetahuan masing. Namun penulis lebih cendrung atau episitem yaitu epistem bahasa yang untuk nalar berasal dari kebudayaan arab sendiri, oleh episteme gnosis yang berasal dari tradisi bermacam-macam, mendefinisikan sebagaimana mohammad diungkapkan Abid Al jabiri, ia Persia dan hermitis. Dan epistem mendefinisikan nalar “himpunan prisip- rasionalis (burhani) yang berasal dari prinsip, yunani. kaidah-kaidah dan aturan- aturan (berfikir) yang diberikan oleh Apabila nalar bayani menjadikan penganutnya teks baik dari al-qur’an, as-sunnah, sebagai landasan untuk memperoleh ijma’ maupun hasil dari ijtihad sebagai pengetahuan16[16]. Dengan demikian otoritas menurut definisi tersebut suatu nalar memperoleh pengetahuan, sementara akan nalar irfani melalui metode kasyf kultur tertentu sangat bagi tergantung bahkan terbentuk dari kultur yang melatar rujukan utama untuk (intiusi belakanginya. Dengan kata lain sebuah kultur dalam masyarakat akan menentukan dan memaksakan baik disadari atau tidak disadari cara berfikir batin) pengetahuan, berpegang untuk maka pada mendapat nalar kekuatan burhani alami manusia berupa pengalaman indrawi 14 ibid, 212. Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta:Raja Grafindo, 2006), 45. 16 Muhammad Abid Aljabiri, Takwin Al Aql al arabi, (Beirut:dar attaliah, 1984), 15-16. 15 dan otoritas akal Untuk mendapatkan pengetahuan tentang realitas alam, sosial, humanitas maupun keagamaan. 9 JURNAL PENELITIAN DAN PEMIKIRAN KEISLAMAN Juli 2017. Vol.4. No.2 ©2014-2017 j.al-ulum all rights reserved ISSN. 2355-0104 ojs.uim.ac.id E-ISSN. 2549-3833 Nalar burhani ini sesungguhnya lebih pemikiran burhani adalah seperti fazlur spesifik dinisbatkan pada pemikiran rahman, said Al-Asymawi, Muhammad aristoteles. Apabila ada filosof dari syahrur, nasrhamid Abu Zaid, dan yunani lain yang pemikirannya diadopsi Muhammad Arkoun. Mereka semua oleh para pemikir islam maka tidak berpijak pada kerangka berfikir yang termasuk dalam nalar burhani. Dengan rasional filosofis untuk membangun demikian pemikiran disiplin ilmu bayan dan burhani yang dimaksud adalah metode dengan tawaran metodologinya.19 penalaran aristoteles beserta seluruh pandangan- Pembentukan tiga nalar kelmuan pandangan ilmiyah filsafatnya.17 Epistemology memahmi disiplin islam tersebut terjadi pada pertengahan burhani dalam abad 2 H sampai dengan abad ilmu bayan yang kemudian dikenal dengan sebutan menekankan pada pemahaman teks / masa wahyu dari sisi konteksnya. Hubungan berlangsung proyek konstitusi budaya teks wahyu dalam hubungannya dengan secara perubahan sosial tidak disusun melalui sejarah peradaban islam. Peradaban ini interpretasi melalui membentuk sebuah kerangka rujukan interpretasi terhadap pesan universal bagi pemikiran arab islam dengan yang dikandung oleh teks wahyu.18 segenap disiplin keilmuannya yang literal Walaupun tetapi massif pada dalam masa itu pengalaman metodologi beragam. Dengan hokum islam tersebut memiliki model dimaksud “masa yang berbeda-beda antara satu dengan bukan sekedar proses pembukuan dan yang lainnya, namun secara umum pembakuan disiplin-disiplin keilmuan memiliki yang sebenarnya sudah muncul pada filosofis tawaran kodifikasi 3 H, kecendrungan atau kata yang kodifikasi” disini lain masa sebelumnya, tetapi merupakan menggunakan nalar burhani sebagai sebuah rekonstruksi kebudayaan secara pijakan pemikir mereka. Adapun tokoh- menyeluruh dengan segenap hal yang tokoh dikandung oleh proses tersebut, baik yang dengan rasional- demikian mencerminkan tradisi yang berupa eleminasi, suplementasi, 17 Muhammad Abid Al jabiri, Bunyah Al-aql al Arabi: dirasah tahliliyah Naqdiyah linazar alma’rifah fi assanafah al-arobiyah (Beirut:markas dirasah al-wahdah al-arabiyah, 1990), 383-384. 18 Wael B.Hallaq, A History of Islamic legal theories: An Introduction to sunni Usul Al-Fiqh (Cambridge:University Press, 1997), 281. dominasi, pembungkaman, manipulasi dan penafsiran yang kesemuanya itu 19 Charles Kurzman, Liberal Islam: A source Book (Oxford:oxford University press, 1998), 65. 10 JURNAL PENELITIAN DAN PEMIKIRAN KEISLAMAN Juli 2017. Vol.4. No.2 ©2014-2017 j.al-ulum all rights reserved ISSN. 2355-0104 ojs.uim.ac.id E-ISSN. 2549-3833 diperoleh oleh factor-faktor ideologis antara rumus-rumus yang diciptakan dan oleh akal manusia dari hukum alam. factor-faktor kultural yang beragam.20 Atau korespondensi bisa dimaknai suatu Jika sumber (origin) ilmu dari pernyataan benar jika corak epistimologi bayani adalah teks, pengetahuan yang dikandung sedangkan irfani pernyataan itu berkorespondensi experience (pengalaman maka nalar adalah epistimologi direct langsung), (berhubungan/cocok) sosial, humanitas objek Selain itu ditekankan pula aspek maupun koherensi, yakni keruntutan dan keagamaan. Ilmu-ilmu yang muncul keteraturan berfikir logis, serta upaya dari tradisi burhani disebut disebut al- yang terus-menerus dilakukan untuk ilm, al-husuli yakni ilmu yang dikonsep, memperbaiki disusun dan disistematisasikan lewat temuan-temuan, rumus-rumus dan teori- premis logika atau al-mantik, dan teori yang telah dibangun dan disusun bukannya lewat otoritas teks atau bukan oleh pula lewat otoritas intiusi. demikian dalam nalar burhani akal usaha dan akal menyempurnakan manusia. dengan Premis-premis logika keilmuan memiliki peran dan fungsi yang paling tersebut disebut disusun melalui kerja utama, karena itu dengan menggunakan sama dan premis-premis logika yang konsisten, pengamatan indrawi yang shohih atau akan berusaha menemukan pengetahuan dengan menggunakan alat-alat yang dari realitas yang ada baik realitas alam, dapat sosial humanitas maupun keagamaan.22 antara proses membantu kekuatan indra abstraksi dan seperti menambah alat-alat Fungsi dan peran akal dalam laboratium, proses penelitian lapangan tradisi dan penelitian literar yang mendalam. mengukuhkan kebenaran teks seperti Peran akal disini sangat menentukan yang ada dalam nalar bayani, tetapi leih karena fungsinya selalu diarahkan untuk ditekankan untuk melakukan analisis mencari sebab akibat sementara tolak dan menguji terus-menerus (heuristic) ukur faliditas keilmuannya ditekankan pada korespondensi, yaitu kesesuaian 20 dengan oleh yang di tuju oleh pernyataan itu.21 burhani bersumber pada realitas, baik realitas alam, materi Muhammad Abid Al-jabiri, Post Tradisionalisme Islam, (Yogyakarta:LKIS, 2000), 59-60. burhani bukannya untk 21 Amsal bakhtiar,filsafat agama(Jakarta: PT logos wacana ilmu,1997), 33. 22 M.Amin Abdullah, Al-Takwil Al-Almi:Kearah perubahan paradikma penafsiran kitab suci dalam al-Jamiah, journal of Islamic studies, 378-380. 11 JURNAL PENELITIAN DAN PEMIKIRAN KEISLAMAN Juli 2017. Vol.4. No.2 ©2014-2017 j.al-ulum all rights reserved ISSN. 2355-0104 ojs.uim.ac.id E-ISSN. 2549-3833 kesimpulan-kesimpulan sementara dan burhani teori yang dirumuskan lewat premis- penyebutan premis logika keilmuan. Fungsi akal Aristoteles, sehingga pemikiran filsafat fikiran yunani yang (pengujian bersifat heuristik terus-menerus) hanya ditujukan pemikiran dari filosof pada filsafat lain selain dengan Aristoteles adalah bukan termasuk dan sendirinya akan membentuk budaya tidak disebut sebagai nalar burhani, kerja penelitian, baik yang bersifat dengan demikian nalar burhani disini eksplanatif, disandarkan secara keseluruhan pada ekploratif maupun filsafat aristoteles.23 Oleh karena itu verifikatif. ketika hendak menelusuri kerangka teoritik 4. Kerangka Teoritik Nalar Burhani Sebagaimana telah dikemukakan nalar sesungguhnya burhani maka menelusuri kerangka diatas bahwa dalam keilmuan islam pemikiran aristoteles yang masuk dan klasik ada tiga nalar yang menjadi berpengaruh pada keilmuan islam. landasan berpijaknya yaitu nalar Kerangka teoritik pemikiran bayani, nalar irfani dan nalar burhani. aristoteles sesungguhnya adalah logika Apabila nalar bayani menjadikan teks (logic, al-mantiq) istilah logika sendiri Al-Qur’an dan Al-Hadits sebgai rujukan diberikan oleh Alexander aphrodisias utama yang otoritatif sebagai landasan salah seorang komentator aristoteles membangun pengetahuan, sementara yang hidup pada sekitar abad ke-2 metode irfan menjadikan metode kasyf sampai ke-3 M, sementara aristoteles yang didasarkan pada kekuatan intuisi sendiri menyebutnya dengan istilah dan batin sebagai satu-satunya untuk analitika memperoleh pengetahuan maka nalar menganalisis ilmu sampai pada prinsip- burhani prinsip berpegang pada kekuatan yang dan maksudnya dasar-dasarnya adalah yang natural manusia yang berupa indra dan terdalam. dan logika pada dasarnya otoritas untuk mencapai ilmu burhani. akal dalam memperoleh pengetahuan, Dari pengertian diatas, nalar burhani adalah identik dengan filsafat yang masuk kedunia islam dari yunani. Namun demikian dalam konteks keilmuan islam klasik penyebutan nalar 23 Muhammad abid Al-jabiri, Bunyah Al-Aql, 384 12 JURNAL PENELITIAN DAN PEMIKIRAN KEISLAMAN Juli 2017. Vol.4. No.2 ©2014-2017 j.al-ulum all rights reserved ISSN. 2355-0104 ojs.uim.ac.id E-ISSN. 2549-3833 Bentuk relasi antara epistimologi nalar system yang tertutup, kurang peka dan bayani, irfani dan burhani kurang memperhatikan hasil karya maupun Setelah kita mengenal ketiga corak research yang telah dihasilkan dengan pemikiran diatas langkah pengting yang menggunakan perspektif yang berbeda lain yang tak kalah nilai fundamentalnya dengan tradisinya sendiri.24 adalah menentukan hubungan Jika hubungan antara ketiga corak anatara ketiganya, kembali lagi filsafat epistimolegi terhubung dengan paralel yang bersifat kritis- reflektif, diminta maka masing-masing epistimologi akan sumbang berjalan saranya bentuk untuk menentukan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan yang tepat antara ketiganya, hubungan dan persentuhan antara yang menentukan hubungan antara ketiga tradisi satu dan yang lain dalam diri seorang keilmuan ilmuan, tersebut adalah jauh lebih penting dari pada hanya membiarkan diri ulama’, aktifis, da’i atau agamawan. kita menerima begitu saja kebenaran dari Bentuk hubungan yang paralel setiap tradisi keilmuan tersebut dalam mengasumsikan bahwa dalam diri seorang domainnya masing-masing secara sendiri- ilmuan islam dan cendikiawan islam sendiri. terdapat tiga jenis epistimologi keilmuan Apakah kerangka hubungan ketiga sekaligus, tetapi masing-masing macam epistimologi tersebut harus linier, epistimologi tersebut berdiri sendiri dan paralel ataukah sirkular? tidak saling berdialog antara epistimologi Para pendukung model linier akan yang satu dengan epistimologi yang lain. lebih senang menyatakan keunggulan, Dilingkungan komunitas intern umat kalau tidak ekslusifitas tradisi keilmuannya islam yang pluralistic, dan lebih-lebih sendiri. Apabila ia berasal dari tradisi dalam era multicultural dan multi religious sosial antropologis, dia akan menyatakan ektrem, bahwa tradisi sosial yang antropologis hubungan yang berbentuk sirkular dalam adalah lebih baik dan lebih penting arti bahwa masing-masing epistimologi dibanding pendekatan keilmuan agama islam yang digunakan keilmuan lainnya. Demikian juga masing- dalam studi keislaman dapat memami masing yang keterbatasan, kekurangan dan kelemahan filosofis- yang melekat pada diri masing-masing dan dengan ilmuan menggunakan tradisi dan sarjana pendekatan historis dan teologis akan mengatakan hal yang sama. Dia akan bekerja dalam sebuah hubungan yang baik adalah 24 M.Amin Abdullah, Islamic Studies Di perguruan tinggi pendekatan integrative interkonektif, 64. 13 JURNAL PENELITIAN DAN PEMIKIRAN KEISLAMAN Juli 2017. Vol.4. No.2 ©2014-2017 j.al-ulum all rights reserved ISSN. 2355-0104 ojs.uim.ac.id E-ISSN. 2549-3833 sekaligus bersedia mengambil manfaat dari temuan-temuan yang ditawarkan oleh Finalitas tidak memberikan kesempatan munculnya new-possibilities tradisi keimuan yang lain serta memiliki (kemungkinan-keungkinan kemampaun barangkali lebih kondusif untuk menjawab untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang melekat pada dirinya sendiri dan tidak terjebak pada klaim kebenaran persoalan-persoalan Fianalitas sekali Model kerjanya memanfaatkan gerak yang keagamaan kontemporer. epistimologi tertentu. baru) dan ekslusifitas menepikan keberagamaan kenyataan islam sama bahwa sesungguhnya putar hermineotis anatara ketiga corak bukanlah peristiwa yang sekali jadi, atau tradisi epistimlogi keilmuan islam yang keberagamaan telah (ongoing proses of religious city). Menuju baku tersebut. Dengan begitu kekakuan, kekeliruan, ketidak tepatan, kematangan anomali-anomali beragama.25 dan kesalahan yang adalah dan proses kedewasaan panjng sikap melakat pada masing-masing epistimologi Disisi yang lain memadukan ketiga keagamaan islam dapat dikurangi dan pendekatan ini kedalam satu pandangan diperbaiki setelah memperoleh masukan akademik yang terintegrasi dan jitu,akan dan kritik dari jenis epistimologi yang membuat seseorang menjadi lebih tanggap datang dari luar dirinya, baik masukan itu terhadap dimensi sosial antropologis dalam datang datang dari epistimolgi bayani, kagamaan islam karena satu sama lain epistimologi saling irfani dan epistimlogi burhani. berinteraksi dan saling berkomunikasi. Corak hubungan sirkular tidak finalitas, ekslusifitas lantaran finalitas yang menunjukk serta untuk bersifat anadanya hegimoni kasus-kasus tertentu hanya mengantarkan seseorang dan kelompok pada jalan buntu yang cendrung menyebabkan ketidak harmonisan hubungan intern antar umat islam dan lebih-lebih lagi hubungan ektern hubungan umat beragama. 25 Ibid, 24. 14 JURNAL PENELITIAN DAN PEMIKIRAN KEISLAMAN Juli 2017. Vol.4. No.2 ©2014-2017 j.al-ulum all rights reserved ISSN. 2355-0104 ojs.uim.ac.id E-ISSN. 2549-3833 penyempitan wilayah horizon keilmuan Penutup Akhirnya kita perlu sampai pada Islamic studies) kesimpulan sementara bahwa kebudayaan Ada tiga kluster epistemologi islam ilmu (hadaroh al-ilm) dibangun diatas yakni epistemology bayani, irfani dan nalar pondasi tatakerja nalar burhani, sedang burhani keudayaan fiqih (hadaroh al-fiq) dibangun epistemology atas otoritas teks sedang kebudayaan pengembangan ilmu-ilmu keislaman untuk filsafat (hadaroh al-falsafah) dibangun dijadikan acuan baik oleh dosen maupun diatas koherensi argument-argumen logika. praktisi pedidikan yang concern terhadap Spesialisasi keilmuan apapun merupakan yang perangkat khas dalam keilmuan agama Islam. termasuk keilmuan keislaman yang terlalu rigid dan kaku tidak lagi menarik bagi generasi ilmuan Islamic studies kontemporer diperlukan multi dan inter disiplin untuk memperkaya mengembangkan wawasan dan ilmu-ilmu keislaman serta membongkar ekslusifisme, ketertutupan dan kekakuan disiplin keilmuan agama yang hidup dalam bilikbilik sempit epistimologi dan institusi fakultas yang ada di IAIN atau STAIN maupun oleh organisasi-organisasi sosial keagamaan. Sering kali terjadi alumni usuludin, syari’ah, adab, tarbiyah sama sekali tidak mengenal dan tidak peduli terhadap paradigma keilmuan dari masing-masing keilmuan yang dimiliki dan sedikit nuansa sosial dan humanioranya kurang diperhatikan, jika itu yang terjadi maka hasilnya development bukan enrichment (penghayatan dan dan pengembangan keilmuan tetapi adalah 15 JURNAL PENELITIAN DAN PEMIKIRAN KEISLAMAN Juli 2017. Vol.4. No.2 ©2014-2017 j.al-ulum all rights reserved ISSN. 2355-0104 ojs.uim.ac.id E-ISSN. 2549-3833 DAFTAR PUSTAKA Abdullah,M.Amin, Al-Takwil AlAlmi:Kearah perubahan paradikma penafsiran kitab suci dalam al-Jamiah, journal of Islamic studies. Abdullah,M.Amin, Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif , Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2006. Abid Al jabiri,Muhammad, Bunyah Al-aql al Arabi: dirasah tahliliyah Naqdiyah linazar al-ma’rifah fi assanafah al-arobiyah Beirut:markaz dirasah alwahdah al-arabiyah, 1990. Abid Kertanegara,Mulyadi, Menembus batas waktu:panorama filsafat islam Bandung:Mizan,2002. Kurzman,Charles, Liberal Islam: A source Book ,Oxford:oxford University press, 1998 Muslih,Muh, Filsafat yokyakarta:blukar,2004. Ilmu Rifa’ie,A. Bahrun dan Hasan Mud’is, Filsafat tasawuf Bandung:CV pustaka setia, 2010 Syukur,Suparman, Epistimologi Islam skolastik:pengaruhnya pemikiran islam modern, semarang:pustaka pelajar,2007 Al-jabiri,Muhammad, Post Tradisionalisme Islam, Yogyakarta:LKIS, 2000. Abid Aljabiri,Muhammad, Taqwin Al Aql al arabi, Beirut:dar at-tali’ah, 1984. Anwar,Rosihon, dan Mukhtar sholihin, Ilmu tasawuf, Bandung:CV Pustaka Setia, 2004 B.Hallaq,Wael, A History of Islamic legal theories: An Introduction to sunni Usul Al-Fiqh Cambridge:University Press, 1997 Bahtiar,amsal, Filsafat Jakarta:PT.Logos Ilmu, 1997 Agama, Wacana Bakhtiar,amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta:Raja Grafindo, 2006 Kertanegara,Mulyadi, Gerbang kearifan; sebuah pengantar filsafat islam Jakarta:lentera hati, 2006. 16