mencari pijakan azas pendidikan kejijrijan

advertisement
Cakrawala Pendidikan
Juni 2001, Th.XX, NO.3
MENCARI PIJAKAN AZAS PENDIDIKAN KEJIJRIJAN
DALAM MENGHADAPI TANTANGAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
Oleh : Pardjono
Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta
Diterima : 5 April 200 I / disetujui : 7 Mei 200 I
Abstract
The main purpose of this study is to investigate analytically some philosophies to find out
what philosophy on which the vocational education is appropriately based for preparing the
Indonesian live in the global and information era.
The study is focused only on an idealism, realism, pragmatism, and re~onstructionism as
a foundation of education curriculum in general and the possibilities of adoption for
Indonesian vocational education.
Some recommendations are suggested as follows: it is likely that vocational education
better to adopt eclectical principles derived from the principles of idealism, realism,
pragmatism, and reconstructionism in order for the vocational education capable of preparing
students for tommorrow living that have skins as well as capabilities in adapting their life
within the changing world, beside they have propositional abilities such as high motivation,
creativity, and critical thinking.
Key words: vocational education, technical education, educational philosophy
Pendahuluan
Perkembangan ilrnu pengetahuan dan
teknologi dunia selarna abad ke 20 yang lalu
telah menunjukkan hasil yang luar biasa,
yang sering dilukiskan orang dengan katakata yang bombastis, tecJ1no/()gical boom.
Akselerasi perkembangan teknologi dari
tingkat teknologiyang satuke tingkat
teknologi berikutnya semakin lama semakin
meningkat. Dengan adanya komputer,
akselerasi perkembangan teknologi itu
semakin dipercepat daTi sebelumnya dan
berkembang ke seluruh pelosok dunia dan
mendorong terjadinya transfonnasi sosial
me~jadi
dari
masyarakat
industri
masyarakat infonnasi.
.
Karena
pengaruh
perkembangan
teknologi yang cenderung tanpa sekat, maka
denyut kehidupan masyarakat infonnasi
telah bisa dirasakan di dahlm kehidupan
masyarakat Indonesia saat ini. Meskipun
bila dikaji pada dimensi mikro, penguasaan
teknologi masyarakat Indonesia bisa dibagi
Pardjana, Pendidikan Teknik Mesin FT UNY
menjadi empat tingkatan yaitu masyarakat
zaman batu, agraris, industri dan infonnasi.
Kehidupan zaman hatu ditemui pada
masyarakat suku terasing yang ada di
Indonesia, sedangkan kehidupan masyarakat
agraris dialami oleh masyarakat pedesaan
yang merupakan sebagian besar masyarakat
Indonesia. Kehidupan masyarakat industri
telah dinikmati oleh orang-orang kota,
begitu pula kehidupan masyarakat infonnasi
telah dinikmati oleh sebagian masyarakat
kota yang kaya dan para pengusaha.
·Selain tantangan yang terkait dengan
struktur
masyarakat
Indonesia
yang
hiterogen dalam hal tingkatan penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi, tantangan
bidang pendidikan yang ada di depan mata
adalah bagaimana menyiapkan sumber daya
manusia Indonesia untuk menghadapi
perdagangan bebas antar negara ASEAN
yang tergabung dalam wadah AFTA yang
tinggal delapan belas bulan lagi yang akan
dimulai tahun 2003, dan antar negara Asia
197
Cakrawala Pendidikan
Pasifik yang tergabung dalam negara-negara
APEC yangakan dimulai tahun 2010, serta
perdagangan bebas WTO tahun 2020.
(. Tantangan-tantangan dalam penyiapan
tenaga kerja ini sudah seharusnya dijawab
melalui upaya-upaya pendidikan yang
serius,) dengan mengerahkan segala daya
upaya perbaikan dan menciptakan sistem
pendidikan yang dibangun dengan pijakan
filosofi yang pasti, yang mampu
membingkai segala upaya peningkatan
kualitas pendidikan di Indonesia" termasuk
dalam hal ini pendidikan kejuruan.
Tulisan ini mencoba mengkaji untuk
mencari
altematif \. pijakan
filosofi
pendidikan kejuruan yang akan membingkai
pola pemikiran para pendidik kejuruan yang
sesuai dengan kebutuhan sekarang, dan
dalam mengantisipasi tantangan globalisasi
dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Meskipun tidak semua bidang
keilmuan itu berdasarkan hanya pada satu
filosofi, namun pada umumnya ada asumsiasumsi filosofis yang spesifik, yang secara
konsisten menempatkan bidang kajian
utamanya dalam satu lingkup filsafat,
meskipun kadang-kadang juga meminjam
ataupun menempati lingkup filsafat lain.
Diskusi dalam tulisan ini dimulai
dengan menguraikan beberapa aliran
filsafat yang umumnya dipakai dalam
praktik-praktik penyelenggaraan pendidikan
kejuruan antara lain idealisme, realisme,
pragmatisme, dan rekonstruksionisme dan
mencari dasar pijakan filsafat dari
kurikulum
pendidikan
kejuruan
di
Indonesia. Selain itu, tulisan ini juga
mencoba menguraikan secara singkat
bagaimana asumsi-asumsi filosofis dari
beberapa aliran yang berbeda tersebut
berimplikasi pada tataran praksis dari
pelaksanaan pendidikan kejuruan.
Filsafat Pendidikan Sebagai Pijakan Asas
Gagalnya suatu progam pendidikan
sering disebabkan karena para praktisi
pendidikan tidak memahami tujuan yang
hakiki 'dan pendidikan yang mereka
Mencari Pijakan Azas Pendidikan Kejuruan ...
Juni 2001~
Th.XX~
No.3
laksanakan. Untuk bisa memahami sesuatu
yang hakiki dalam pendidikan, perlu
memahami hakekat dari kegiatan yang
dilaksanakan dalam pendidikan itu, dengan
melakukan analisis-analisis yang mendasar,
yaitu dengan mencari dasar filosofi, karena
pemikiran-pemikiran
filosofis
pada
umumnya mampu menunjukkan asumsiasumsi dan spekulasi tentang hakekat
manusia dan dunia.
Filsafat
pendidikan
merupakan
pandangan hidup, yang menurut Lincoln
dan Guba (1985) mengandung paradigma
atau kerangka konseptual sebagai acuan
tindakan dari para pendidik di dalam kelas
maupun
dalam
langkah-Iangkah
menyiapkan kegiatan kelas. Filsafat
pendidikan menyediakan kerangka berfikir
bagi para pendidik dan praktisi pendidikan
dan membantu mereka memilih altematifaltematif yang ada serta menyediakan dasar
untuk
melakukan
kegiatan-kegiatan
pendidikan secara tuntas. Imam Bamadib
(1990: 7) menyatakan bahwa pedagogik,
sebagai ilmu pokok dalam lapangan
pendidikan dan sesuai jiwa dan isinya, agar
dapat memenuhi persyaratan landasan
konsep dan fungsinya, sudah. barang. tentu
memerlukan landasan-landasan yang berasal
daTi
filsafat
atau
setidak-tidakny~
mempunyai hubungan dengan filsafat.
Filsafat juga menyediakan petunjuk
untuk implemen~si, misalnya untuk
pengembangan program, pemilihan kegiatan
belajar, tujuan kurikulum, penggunaan
sarana dan prasarana, dan identifikasi dari
kebutuhan-kebutuhan yang penting di dalam
pendidikan kejuruan. Pertanyaan yang
muncul adalah, apakah dasar filosofi
pendidikan kejuruan yang seharusnya
dipakai dan yang sesuai dengan situasi
Indone.sia sekarang, yang sedang berupaya
menyiapkan bangsa Indonesia memasuki era
perdagangan bebas?Kesulitandalam
menjawab pertanyaan ini akan muncul,
karena memang hanya sedikit sekali upayaupaya mencaridasar pijakan filsafat dalam
pengembangan
kurikulum
pendidikan
198
Cakrawala Pendidikan
kejuruan. Kalaupun tob ada dasar
filosofinya, biasanya tidak selalu bisa
diartikulasikan secara jelas oleh para
praktisi pendidikan kejuruan.
Faham Idealisme dan Pendidikan
Kejuru8n
Idealisme merupakan faham yang
dikembangkanantara lain dari tulisantulisan Descartes, Berkeley, Kant ~an
Hegel. Kajian filsafat idealisme lebih
menitik-beratkan
pandangannya
pada
sesuatu yang bersifat spiritual, sehingga.
pengembangan karakter dan kesadaran diri
merupakan tujuan:\ utama dari pendidikan
yang berdasarkan pada faham yang
idealistik. Dengan demi~ian, pendidikan
yang idealistik sebenamya bertentangan
dengan ide. sekolah yang membentuk
spesialis-spesialis seperti sekolah teknik dan
kejuruan.
Para penganut faham idealisme akan
melihat proses. spesialisasi sebagai metode
pendidikan yang fragmentaristik, dimana
fakta yang terpenggal dipelajari menurut
hukum atau ketentuan yang telah ditetapkan
terlebih dahulu. Sebaliknya, mereka lebih
memilih model pendidikan yang lebih
holistik, karena percaya bahwa sistem
pendidikan
yang
mengembangkan
pemahaman yang luas terhadap dunia
hasilnya lebih baik dibandingkan dengan
sistem pendidikan yang menuju spesialisasi.
Selain ito, kurikulum yang idealistik
cenderung
melaksanakan
proses
pembelajaran yang lebih bersifat liberal
yang biasanya dijumpai dalam pendidikan
seni atau liberal arts.
Zais (1976) mengungkapkan bahwa,
metode mengajar yang digunakan dalam
pendidikan
idealistik
memerlukan
partisipasi aktif dari peserta didik. Dengan
demikian agar pebelajar aktif, maka proses
pembelajaran dalam kelas yang idealistik
Socratesian,
suatu
cara
bersifat
penyampaian pelajaran secara tidak
langsung, yaitu dengan cara menstimulasi
pebelajar dengan menggunakan pertanyaanMencari Pijakan Azas Pendidikan Kejuruan ...
Juni 2001~
Th.XX~
No.3
pertanyaan agar mereka aktif berfikir dalam
mencari kebenaran.
Tujuan dari proses pembelajaran
dalam pendidikan yang idealistik bukan
hanya dimaksudkan untuk memberi
informasi faktual kepada siswa untuk dicatat
dan kemudian dihafalkan, tetapi seperti apa
yang dikatakan oleh Ozmon dan Craver
(1986: 19) bahwa 44in fact, some idealists
teacller..\' discourage nlJte taking Sl) that
students will Cl)ncenlrate on the basic
ideas". :
Dari konsep ini guru yang idealis tidak
lagi menyuruh siswa untuk mencatat
pelajaran yang diajarkan, tetapi siswa
dilibatkan dalam proses berfikir, sehingga
siswa dapat menangkap ide dasar dan
konsep yang diberikan oleh guru. Dengan
demikian peran guru di dalam pendidikan
yang idealistik menjadi sangat penting,
karena guru sebagai kunci terjadinya proses
inkuiri di dalam kelasnya. Guru hams dapat
benar-benar memahami konsep dasar materi
yang disampaikan kepada peserta didik· dan
mampu merumuskan kembali dalam
rancangan pembelajaran yang dapat
mengembangkan kemampuan berpikir, yang
dikaitkan dengan perkembangan peserta
didik.
Dalam kaitannya dengan kurikulum,
para penganut faham idealistik melihat
kwikulum
sebagai
sarana
untuk
mengembangkan kemampuan siswa dalam
mengkonseptualisasikan
sesuatu,
mengembangkan keterampilan berfikir
untuk mencapai aktualisasi diri.
Keterkaitan dari faham idealisme.
dengan pendidikan kejuruan bisa ditarik dari
strategi pengajaran yang digunakan oleh
penganut [aham ini, antara lain dalam hal
penggunaan
format
ceramah
dan
pertanyaan-pertanyaan
yang
bersifat
sokratik. Strategi-strategi pengajaran ini
akan sangat efektif kalau ceramah tersebut
isinya merespon kebutuhan siswa secara
langsung, karena akan bennakna bagi
mereka.
199
}
..
Cakrawala Pendidikan
Pada umumnya para penganut faham
idealistik hanya tertarik pada prinsip belajar
yang holistik. Dengan demikian filsafat
idealisme kurang sesuai kalau dipakai
pijakan asas pendidikan kejuruan, karena
sistem pendidikan kejuf4an' cenderung
menghasilkan ·spesialis-spesialis. Lebihlebih pada kenyataannya bahwa pendekatan
pengajaran yang berpusat pada guru di
dalam faham idealisme tidak disukai oleh
para pendidik sekolah kej uruan, yang pada
umumnya
menggunakan
pendekatan
pengajaran yangberpusat pa4a siswa.
dengan pembelajaran yang menggunakan
pengalaman-pengalaman riil dunia nyata.
Faham Realisme dalam Pendidikan
Kejuruan
Tidak seperti pendidikan yang
berdasarkan pada faham idealisme yang
diuraikan sebelumnya, pendidikan yang
mendasarkan
pada
faham
realisme
memfokuskan kegiatannya pada pencarian
kebenaran di dalam alam semesta dunia
fisiko
Para filosof yang menganut faham
realisme antara lain adalah Ari~toteles,
Francis Bacon, John Locke, dan Pestalozzi
yang mengembangkan faham realisrne yang
lebih modem yaitu yang menitik beratkan
kajiannya mengenai alam dan dunia fisiko
Realisme modern selalu dikaitkan dengan
metode ilmiah atau "scientific meth()d~"
yaitu metode inkuiri yang sistematik dalam
membangunan pengetahuan dan teori.
Menurut Zais (1976), kajian dunia
fisik terdiri dari dua rumusan dasar, yaitu:
mateQ dan bentuk. Selanjutnya Zais (1976:
137) menyatakan bahwa materi bersifat
primer tetapi merupakan substansi yang
tidak
berbentuk,
sedangkan
bentuk
merupakan prinsip-prinsip atau azas-azas
yang memberikan maksud dan arti pada
materi. Kebenaran bagi para penganut
realisme adalah sudah pasti, menunggu
untuk ditemukan, dimengerti, dan dipakai
untuk kebutuhan manusia.
Mencari Pijakan Azas Pendidikan Kejuruan ...
Juni 2001, Th.XX, No.3
Pencarian pengetahuan di dalam
faham pendidikan yang ~ealistik merupakan
pencarian kebenaran secara induktif
Pencarian kebenaran dengan cara ini bisa
ditemui dalam bidang-bidang ilmu seperti:
ilmu biologi, kilnia, fisika, geologi, dan
astronomi. Bidang-bidang ilmu ini dan
kombinasi serta subdivisinya dipandang
sebagai mata pelajaran yang paling tepat
untuk menyiapkan siswa-siswa agar terikat
dengan realita-realita kehidupan duniawi.
Keterampilan
dan
pengetahuan
merupakan hal yang sangat penting di dalam
pendidikan yang bercirikan faham real.istik.
Keterulangan keteraturan dan kejadian yang
berpola, biasanya rnencirikan realitas dari
dunia realistik. Dengan demikian, dengan
kegiatan observasi pada kejadian dunia fisik
itu berulang, berarti seseorang .telah
berpartisipasi di dalam realitas yang akan
menghasilkan gambaran pota kejadian itu
maka akhimya akan sampai pada
pemahaman yang lebih lengkap tentang
dunia. Terkait dengan ini, Miller (1985:
197).menyatakan bahwa "suatu realitas
adalah realitas" artinya realitas ada karena
dirinya sendiri dan ia tidak tergantung pada
pengetahuan seseorang.
Pada tataran praksis, implementasi
filosofi realisme pada pendidikan dapat
dilihat kalau suatu sistem pendidikan
menganggap bahwa fakta dan informasi
tentang dunia fisik merupakan hal yang
sangat penting bagi sistem pendidikan.
Dalam faham realisme guru dipandang
sebagai spesialis dan ahli dalam suatu mata
pel~iaran ilmu-ilmu fisik dan gum berperan
mentransfonnasikan pengetahuan itu kepada
muridnya.
Sistem belajar yang berdasarkan unjuk
kerja dan kompetensi serta hasil pendidikan
yang hams terukur, seperti yang diterapkan
di. dalam pendidikan kejuruan pada
umumnya merupakan ciri khas dari
pendidikan yang menganut asas realistik,
misalnya pendidikan
kejuruan yang
berdasarkan kompetensi yang sedang dianut
oleh pendidikan kejuruan di Indonesia
200
,,',
Cakrawala Pendidikan ' ::
'(Kurikulum SMK, 1999). Disamping itu,
pendidikan yang realistik pada umumnya
. memandang metode ceramah sebagai
; metode yang efisien dan efektif dalam
mentransformasikan pengetahuan kepada
siswa. Karena dengan ceramah guru dapat
dengan mudah m~ngorganisir pelajaran,
sehingga mudah untuk memberikan fakta
dan informasi kepada siswa.
Upaya guru untuk membawa realitas
keseharian dunia ekstemal ke dalam dunia
sekolah atau kelas dilakukan dengan
mendatangkan pembicara tamu atau.
menggunakan metode eksperimen di
laboratorium serta} kerja lapangan. Upaya
semacam ini juga sekaligus untuk membuat
proses pembelajaran di kelas menjadi
menarik.
Seperti telah dijelaskan di depan,
bahwa kebenaran bagi para penganut faham
realisme adalah pasti, sehingga pendidikan
hams memfokuskan kepada alam fisik dan
dunia di luar kelas.. Culver (1986)
menyatakan bahwa faham realisme telah
lama berkaitan dengan pendidikan kejuruan.
Realisme sebagai fondasi filsafat telah
berhasil menciptakan lahan yang subur bagi
tumbuhnya pendidikan kejuruan, termasuk
munculnya revolusi industri dan manajemen
ilmiah selama sekitar satu abad.
Dalam pendidikan kejuruan yang
realistik, semua siswa akan secara teratur
dan berkesinambungan belajar keterampilan
tertentu untuk menjadi ahli dalam suatu
bidang pekerjaan. Dengan kata lain faham
realisme telah menjadi dasar filsafat yang
sesuai bagi dunia pendidikan kejuruan di
masa lalu sampai sekarang. Meskipun
begitu, dengan perkembangan teknologi
yang pesat akhir-akhir ini, faham realisme
sebagai asas falsafah pendidikan kejuruan
dianggap tidak sesuai lagi, karena dianggap
memiliki
keterbatasan-keterbatasan,.
terutama kalau dikaitkan dengan bagaimana
menyiapkan sumber daya manusia dalam
tantangan kemajuan teknologi yang pesat.
Meneari Pijakan Azas Pendidikan Kejuruan ...
Juni 2001, Th.XX, No.3
.Pragmatisme dan Rekonstruksionisme
Aliran pragmatisme pada mulanya
dikembangkan oleh orang-orang Amerika
hingga faham ini menjadi salah satu aliran
filsafat. Oz~on dan Craver (1986: 113)
menyatakan bahwa pendidikan pragmatik
sebagai suatu gerakan pada awalnya muncul
karena para pemikir liberal pada tahun 1920
an merasa bahwa pendidikan di Amerika
tidak merefleksikan kehendak keadilan dan
kebebasan seperti yang dikehendaki oleh
konsep demokrasi.
Orang-orang Amerika, antara lain
seperti Charles Sanders Pierce, William
James, dan khususnya John Dewey, telah
meJetakkan prinsip-prinsip dasar dan faham
pragrnatik ini dan mengembangkannya
menjadi aliran filsafat yang sangat terkenal.
Pendidikan progresif merupakan istilah lain
yang banyak ditemukan dalam wacanawacana filsafat dan pendidikan yang dapat
ditemui dalam tulisan-tulisan Dewey yang
mempunyai maksud dan arti yang sarna atau
sinonim dengan istilah pragmatik.
Dewey (1977), melukiskan bahwa
pendidikan mer~pakan suatu proses
pengumpulan .pengalaman pribadi. dan
seseorang yang berinteraksi dengan dunia.
Proses belajar merupakan proses sosial,
dimana peran guru adalah sebagai fasilitator
dalam kegiatan-kegiatan belajar agar proses
belajar terjadi dalam konteks sosial. Agar
supaya guru bisa melibatkan dirinya seperti
yang diharapkan, yaitu sebagai fasilitator,
maka guru perlu memahami pengalaman
individu masing-masing siswa. Semakin
baik lingkungan belajar yang diciptakan
guru, maka akan semakin besar peluang
terjadinya pengalaman yang berharga bagi
siswa. Hal ini, k(~rena pengalaman yang
diakuisisi peserta didik dari proses
pendidikan akan
bermakna apabila
pengalaman
itu
menyumbang
pada
pengalaman selanjutnya di dalam konteks'
kurikulum yang terorganisir.
Menurut pendidikan pragmatik,
hidup itu sendiri merupakan realitas
sehingga pendidikan bukan sebagai
201
,
Cakrawala Pendidikan
persiapan Urituk hidu:p seperti faham
idealisme dan realisme. Pendidikan yang
pragmatik bertujuan untuk mengembangan
~spek psikologi maupun sosiologi individu
peserta didik. Menurut Ozmon dan Craver
(1986: 113) sekolah atau kelas, merupakan
lingkungan yang diciptakan guru untuk
mendidik
anak-anak
agar
dapat
menyelaraskan dengan lingkungan keluarga,
masyarakat, dunia kerja dan lingkungan
lainnya yang dikordinasikan ke dalam
keseluruhan makna. Pendidikan yang
pragmatik mengusahakan anak tumbuh
fisik, intelektual, dan moralnya dengan baik.
Pendidikan harus meinberikan pengalaman
yang terintegrasi dan tersusun dalam bentuk
"experiential continuum ".
Perkembangan tingkah-Iaku juga
merupakan target yang penting di dalam
pendidikan yang pragmatik. Seperti yang
dijelaskan oleh Dewey (1977: 48) bahwa
perubahan tingkah laku yang paling penting
yang dapat diben~uk melalui pendidikan
yang pragmatik adalah keinginan peserta
didik untuk belajar secara mandiri. Prinsip
yang umumnya dipegang oleh penganut
faham pragmatik adalah bahwa peserta didik
dalam kegiatan belajar dianggap sebagai
pribadi meskipun dalam konteks sosial.
Peran guru tidak lagi sebagai instruktur
tetapi berubah menjadi fasilitator belajar
untuk menyiapkan lingkungan belajar yang
memungkinkan terjadinya proses belajar.
Miller (1985: 201) menjelaskan bahwa
peran guru yang pragmatik adalah sebagai
berikut:
Guru yang menggunakanfilosofi pragmatik
menunjukka~ kesetiaannya pada belajar
sambil bekerja (learning by doing), dengan
pengalaman. Tujuannya adalah untuk
memberikan pengalainan-pengalaman bagi
siswa yang meliputi aspek-aspek psikologi,
biologi dan sosial agar supaya dapat
mengkaitkan proses belajar dengan
kehidupan nyata dan menyediakan interaksi
aktif dengan lingkungan anak. Belajar
dicapai dengan m~ngkaitkan kegiatan
Mencari Pijakan Azas Pendidikan Kejuruan ...
Juni 2001, Th.XX, No.3 .
dengan pengalaman-pengalaman yang telah
dimiliki.
Menurut pendapat ini, pendidikan
pragmatik menekankan pada proses belajar
yang menggunakan prinsip belajar sambil
bekerja (learning by doing). Kegiatankegiatan belajar diupayakan secara "hands
on" dimana siswa papat pengalaman yang
otentik kontekstuaI.
Metode yang
digunakan biasanya fleksibel dan secara
mudah
dapat
disesuaikan
secara
transaksional dengan bidang yang berbeda
dan tingkat perkembangan individu siswa.
Guru yang pragmatik menggunakan
strategi .dan lingkungan-lingkungan fisik
yang
kondusif
bagi
tumbuhnya
perkembangan anak. Guru, baik di dalam
maupun di luar sekolah, hams menyediakan
kondisi dan situasi yang diperlukan bagi
setiap siswa agar terjadi
proses
pembelajaran.
Mereka
sangat
memperhatikan ma~a)ah 'motivasi siswa dan
individu, dalam arti mereka menyadari
bahwa setiap indiv.idu siswa memiliki
tingkat perkembangan yang berbeda-beda,
sehingga perlakuan antara siswa satu dengan
lainya berbeda. Strategi yang tadinya bisa
mampu memotivasi seorang siswa, belum
tentu dapat digunakan untuk siswa lain dan
mampu untuk memotivasi mereka.
Selain itu, guru-guru yang pragmatik
biasanya lebih menaruh kepercayaan pada
sistem pendidikan yang berdasarkan
tindakan dan strategi pembelajaran yang
menggunakan metode pemecahan masalah,
eksperimentasi, dan metode proyek, karena
metode-metode ini dapat membuat siswa
menjadi ulet dan kreatif serta membentuk
kemampuan siswa' dalam memecahkan
pennasalahan. .Kurikulum yang kongruen
dengan filos~fi pragmatik cenderung lebih
menaruh perhatian pada proses pendidikan,
bukan hanya sekedar latihan, dan dirancang
dengan pendekatan yang beorien~i pada
kegiatan yang terintegrasi.
Selain dikenal sebagai tokoh
pendidikan pragmatik, Dewey Juga
digolongkan sebagai ahli teori kritikal.
202
Cakrawala Pendidikan
yang
disebut
dalam
bidang
pendidikan. Filosof lain dalam kelompok ini
antara lain adalah Theodor Brameld, Paulo
Freire dan Ivan Ilich. Dasar filosofi mereka
disebut dengan reconstructionism. Faham
rekonstrusinisme menurut Ozmon & Craver
(1986: 133). Terdiri dari dua premis, yaitu
pertama adalah bahwa masyarakat perl u
rekonstruksi secara konstan dengan selalu
melakukan perubahan; dan premis yang
kedua bahwa suatu perubahan sosial akan
melibatkan dua hal yaitu, rekonstruksi .
pendidikan dan peran dari pendidikan dalam
merekonstruksi masyarakat.
yang
Program
pembelajaran
rekonstruksionistik, memberi kesempatan
kepada murid uotuk menggunakan waktu,
baik· di dalam dan di luar lingkungan
sekolah yang sarna pentingnya, sehingga
memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk belajar dan lingkungan dunia yang
nyata dan juga mengaplikasilcan perolehan
belajarnya ke dalam dunia nyata. Kurikulum
yang rekonstruksionistik rnenurut Hill dan
Salter (1991: 3), adalah kurikulum yang
memungkinkan setiap siswa untuk menjadi
agen
perubahan,
yaitu
dengan
merencanakan,
meneliti
dan
mempromosikan perubahan atau inovasi
untuk meningkatka~ kehidupan manusia.
(critical
theorist)
recorlceptualists
di
Alternatif Asas Pendidikan Kejuruan .
( Di dalam dunia yang berubah sangat
cepat karena pengaruh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, seseorang perlu
memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi
agar mampu menyesuaikan diri dengan
situasi barn. Dengan kata lain seseorang
hams memahami bagaimana mereka belajar
(learning how to learn), melakukan proses
pembelajaran dirinya secara terus menerus
sepanjang hayat untuk bisa menyesuaikan
diri
dengan
perkembangan
ilinu
pengetahuan dan
teknologi. ) Proses
pembelajaran yang mencoba memahami
bagaimana proses belajar itu terjadi
(metacognitive)
dan prinsip belajar
Mencari Pijakan Azas Pendidikan Kejuruan ...
Juni 2001, Th.XX, No.3
sepanjang hayat memerlukan dasar filsafat
yang mempunyai aspirasi tentang realitas.
Kecenderungan global menunjukkan
bahwa pendidikan yang hanya menekankan
kepada latihan (training) untuk pekerjaan
yang spesifik, dianggap tidak sesuai lagi
dengan kondisi sekarang (Bailey, 1990;
Dyrenfurth, 1984; dan Raizen, 1989).
Sebagai ja\vaban pada permasalahan ini,
maka ada tanda-tanda menguatnya aliran
humanistik yang mempunyai aspirasi bahwa
pendidikan seharusnya lebih menaruh
perhatian pada kepentingan siswa dalam
proses pendidikan.
Beberapa ahli mempunyai keyakinan
bahwa
paradigma
empirisis
yang
mendasarkan pada asumsi-asumsi filosofi
realismc, tclah usai (Cremin, 1975;
Schubert, 1986), meskipun dasar filsafat ini
digunakan dalam .pendidikan kejuruan di
Indonesia (Depdikbud, 1999). Hasil kajian
kurikulum sekolah dasar yang dilakukan
Soeharto (2000) juga menyimpulkan bah\va
kurikulum sekolah di Indonesia cenderung
menganut filsafat esensialis, yang pada
prinsipnya menurut Imam Bamadip (1990)
merupakan wadah aspirasi faham idealisme
dan realisme.
Meskipun
paradigma
realisme
dahulu sesuai dengan kondisi revolusi
industri, dan sangat berjasa dalam
memajukan masyarakat industri, tetapi
dengan cepatnya perubahan teknologi dan
tekanan dari isu-isu global, maka faham
realisme relevansinya menjadi berkurang
bagi pendidikan kejuruan pada saat
sekarang. Pragmatisme nampaknya relevan
dengan pendidikan kejuruan, karena di
dalam pendidikan pragmatik, hidup sendiri
adalah suatu re~litas. Dengan demikian
pertumbuhan individu-phisik, intelektual,
dan moral, .di dalam konteks sosial
merupakan conners/one pendidikan yang
pragmatik.
Guru yang pragmatik akan berbuat
secara fleksibel dalam Jnemilih dan
menggunakan metode, tetapi memfokuskan
pada proses pendidikan yang berdasarkan
203
Cakrawala Pendidikan
pada tindakan. Guru dapat menggunakan
pembelajaran yang kritisdengan memilih
masalah,
strategi
pemecahan
eksperimentasi, dan pendekatan proyek.
Disamping itu guru yang pragmatik
mempunyai perhatian pada peningkatan
motivasi siswa untuk belajar, karena mereka
sadar bahwa belajar merupakan proses yang
sifatnya individu, dan setiap individu siswa
mempunyai
perbedaan
tingkat
perkembangan mental dan intelektuaJ. Hal
ini bukan berarti bahwa guru pada posisi
filosofi yang lain tidak menggunakan,
nalnun karena strategu ini sangat sesuai
dengan karakteristik gUru yang pragmatik.
Program kegiatan yang dilakukan
oleh pendidikan kejuruan adalah melatih
siswa-siswa untuk menguasai keterampilanketerampilan yang dibutuhkan oleh dunia
bisnis dan industri. Namun peserta didik
yang disiapkan di dalam pendidikan
kejuruan harus Juga disiapkan untuk hidup
pada era perubahan teknologi yang cepat,
yang setiap saat dapat berdampak pada
perubahan struktur pekerjaan yang ada. Hal
ini menuntnt pendidikan kejuruan merubah
orientasi pendidikannya dalam menyiapkan
sumber daya manusia, yaitu dengan· tidak
hanya melatih peserta didik menguasai suatu
keterampilan, tetapi juga harus menyiapkan
mereka untuk memiliki daya adaptasi yang
baik.
Peran dan fungsi yang tepat dari
pendidikan kejuruan adalah membangkitkan
potensi peserta didik untuk menjadi kritis,
disamping memberikan pengetahuan dan
keterampilan
teknik
yang
praktis.
Kemampuan" semacam ini diperlukan untuk
menjadi anggota masyarakat so~io budaya
yang mampu berfikir reflektif dan kritis
serta ·emansipatif, yaitu masyarakat yang
menjunjung
tinggi
kesamaan
hake
Pendidikan kejuruan yang tradisinya
nnenekankan pada penguasaan pengetahuan
dan keterampilan dengan guru sebagai satusatunya tokoh sentral, sekarang sudah
seharusnya menekankan pada proses belajar
yang berpusat pada siswa.
Mencari Pijakan Azas Pendidikan Kejuruan ...
Juni 2001, Th.XX, NO.3
Ide-ide yang terkini di dalam
lingkungan pendidikan dan penelitian telah
memfokuskan pada konsep reflektif seperti
istilah yang dib1lllirkan oleh Freire (1973:
36) yaitu "refleksi terhadap tindakan atas
dunia agar supaya dapat merubahnya", dan
filosofi yang mendasari pemikiran ini adalah
reconstructionism, atau rekonstruksionisme.
Sebagai aliran filsafat, rekonstruksionisme merupakan pengembangan
dari faham pragmatisme. Namun, seperti
yang dikatakan oleh Ozmon dan Craver
(1986), rekonstruksionisme melangkah satu
langkah lebih tnaju dari pragmatisme dan
menempatkan pendidikan untuk maju lebih
cepat dari masyarakat sendiri, dan bertindak
sebagai agen perubahan yang sebenamya di
dalam masyarakat. Oleh karena itu maka
rekonstruksionisme
dicap
sebagai
pendekatan yang lebih radikal dibanding
dengan pragmatisme. Namun begitu, filsafat
rekonstruksionisme dapat dipilih sebagai
alternatif dasar pijakan bagi pendidikan
kejuruan ketika teknologi berubah sangat
cepat yang merambah hampir pada setiap
aspek kehidupan manusia sehari-hari karena
beberapa alasan.
Pertama, sebagai suatu sistem untuk
cek dan balans dari penggunaan teknologi di
masyarakat.
Teknologi
biasanya
dikembangkan oleh masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi, sosiaI,
politik dan kebutuhan hidup lainnya. SekaJj
teknologi itu dikembangkan, digunakan, dan
menjadi bagian yang integral dari kehidupan
manusia dan menjadi bagian integral dari
kebudayaan mereka, tnaka teknologi akan
menjadi kepribadian masyarakat' yang
menggunakan. Namun di sisi lain teknologi
akan dapat mempengaruhi masyarakat
dengan cara-caranya sendiri, yang bahkan
cara-cara itu mungkin tidak dikenali lagi
oleh pencipta teknologi tersebut dan
mungkin juga tidak diharapkan.
Sistim cek· dan kesetimbangannya
harus selalu ada untuk memantau
penggunaan teknologi secara baik dan tidak
merugikan manusia sebagai penciptanya.
204
Cakrawala Pendidikan
Dengan alasan ini maka, pendidikan
nampaknya
perlu
kejuruan
mempertimbangkan untuk mengadopsi
dasar filosofi rekonstruksionisme agar dapat
membantu orang memahami teknologi,
sekaligus kritis terhadap penggunaan
teknologi agar lebih bijak dalam
menggunakannya.
Setiap diskusi tentang teknologi
tentunya tidak lengkap tanpa membicarakan
dampak, konsekuensi, dan etika dari
penggunaan teknologi, sehingga mitos
bahwa teknologi itu bebasnilai seharusnya.
dihiJangkan. Meskipun tekno)ogi digunakan
untuk meningkatkan kesejahteraan manusia,
namun hams juga bisa dijaga keseimbangan
dan harmoni antara teknologi dengan
lingkungan.
Kedua, kurikulum yang rekonstruksionistik
dapat
mengembangkan
kemampuan menggunakan teknologiyang
ada secara kreatif dan pengembangan
teknologi yang bam untuk meningkatkan
kesejahteraan manusia. Dengan demikian
siswa-siswa diharapkan dapat menjadi agen
perubahan. Sekolah kejuruan dengan
program kejuruan yang berdasarkan pada
filsafat
rekonstruksionisme
dapat
mengembangkan kreativitas peserta didik
melalui kegiatan perencanaan sehingga
mereka mampu berfungsi sebagai agen
perubahan. Sepertj yang dikemukakan
Pardjono (2000) bahwa agar dapat menjadi
agen perubahan peserta didik harus dididik
melalui cara pembelajaran dan metode yang
demokratis dan memberdayakan, agar dapat
dan
mengembangkan
kreativitas
kemampuan mengkritisi praktik-praktik
dan
penyimpangan
ketidak
adilan
penggunaan teknologi. Dengan melalui
kajian teknologi dengan rentang yang lebih
luas, maka peserta didik akan mampu
mendapatkan pemahaman yang lebih baik
pada teknologi dan dampak positif dan
negatifnya pada manusia dan alam
lingkungan.
Mencari Pijakan Azas Pendidikan Kejuruan ...
Juni 2001, Th.XX, No.3
Kesimpulan
. Pendidikan kejuruan sebaiknya selain
Inenyiapkan
peserta
didik
dengan
memberikan pengetahuan dan keterampilan
harus juga memenuhi kebutuhan akan
pendidikan bagi peserta didik. Untuk bisa
memenuhi kebutuhan pendidikan peserta
didik secara maksimal, praktik-praktik
pendidikan kejuruan yang pada 4mumnya
mengikuti model berpusat pada guru
menjadi model yang lebih berpusat pada
murid terutama untuk pembelajaran teori.
Dengan demikian asas eklektik antara
realisme,
pragmatisme,
dan
rekonstruktionisme bisa dipakai sebagai
dasar pijakan asas pendidikan kejuruan.
Aliran idealisme tidak secara eksplisit
disarankan untuk diadopsi karena aspirasi
idealisme tentang pengembangan potensi
anak telah dapat djakomodasi oleh aspirasi
pragmatisme yang mampu mengembangkan
kemampuan anak secara optimal.
Pendidikan kejuruan nampaknya tidak
cukup menganut asas realisme dengan
menggunakan competency based approach.
Dari perspektif ini, maka asas pendidikan.
kejuruan mungkin akan lebih tepat kalau
terletak dalam asumsi-asumsi filosofi
pragmatisme, agar dapat memenuhi
kebutuhan pendidikan peserta didik dalam
mengembangkan potensi siswa baik sebagai
individu
maupun
sebagai
anggota
masyarakat.
Di dalam dunia yang berubah sangat
cepat karena pengaruh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, seseorang
memerl ukan kemampuan adaptasi yang
tinggi, siap untuk belajar ulang suatu
keterampilan lain sehingga mampu
menyesuaikan diri dengan situasi barn dan
lingkungan teknologi baru, disamping
kemampuan kritisnya juga berkembang.
Kemampuan seperti ini bisa dikembangkan
meTa1Ui-~l1eb~tapa mata pelajaran seperti
matematika dan IPA, tetapi juga melalui
dampak tidak langsung (nurlurenl effects)
yang ditimbulkan karena 'penggunaan
metode dan strategi pembelajaran yang
205
Juni 2001, Th.XX, No.3
Cakrawala Pendidikan
memberdayakan. Dari perspektif ini maka
pendidikan kejuruan mestinya juga harus
diwarnai dengan aspirasi rekonstruktionisme
agar peserta didik dapat berperan sebagai
agen perubahan didalam era yang harns
berpacu dengan laju perkembangan
Di
sisi
lain,
faham
teknologi.
rekonstruksionisme dapat juga menyediakan
kerangka
berfikir
altematif dalam
pendidikan kejuruan, dimana siswa-siswa
'dapat melakukan refleksi secara kritis
terhadap penggunaan teknologi yang ada
sebagai dasar dalam mengembangkan.
teknologi yang bam yang dapat memenuhi
kebutuhan manusia, nienjaga keseimbangan
lingkungan dalam mengeksploitasi sumber
daya
a1am
untuk
meningkatkan
kesejahteraan manusia.
Merumuskan kurikulum yang bisa
memberdayakan siswa dan' membuat siswa
menjadi kritis merupakan hal yang tidak
mudah. Oleh karena itu perlu analisisis yang
mendalam pada masalah ini demi masa
depan pendidikan kejuruan agar tetap
dianggap sebagai salah satu wahana solusi
masalah-masalah global, kemanusiaan dan
lingkungan. Meskipun begitu, perubahan
arah altematif pijakan pendidikan kejuruan
tidak dapat teIjadi begitu saja, tetapi
penyelenggaraan pendidikan kejuruan yang
bemafaskan pada asas 'eklektik antara
realisme,
pragmatisme
dan
rekonstruksionisme hams direncanakan
dengan baik sehingga pendidikan kejuruan
mempunyai. visi yang jelas.
Daftar Pustaka
Bailey, T. (1990).
(~hanges
in the
nature and strukture of work: implication..\~
for skill Requirements and skill ~fi)rmation.
Barkeley, CA: University of California
Berkeley, The National entre for Research
in Vocational Education.
Cremin, L. A. (1975). Curriculum
making in the United States. In W. Pinar
(Ed).Curriculum
theorizing:
. 111e
Mencari Pijakan Azas Pendidikan Kejuruan ...
reconceptualists, (pp. 19-35). Berkeley, CA:
McCutchan Publishing Corporation.
Culver, S. M (1986). Pestalozzi's
influence on manual training in nineteenth
century. .Jc)urnal 0.( Vc)calional and
1'ec/lnica/ l~~ducation. 2(2), 37- 43.
Depdikbud.
(1999).
Memahami
Kurikulunl L~ekolall Menengah K~iuruan
E~disi 1999: Berpendekatan (~~mpetency
Based dan Broad Based. Jakarta: BPP
Dikdasmen.
Dewey~ J. (1977). l~xperience and
education (20 th printing). NY: McMillan
Collier Books.
Dyrentfuth,
M.
J.
(1985).
7echnologicalliteracy: Basic employability
skills for t()mmorrow. Columbus, OH: The
Ohio State University, The National Center
for Research in Vocational Education.
Freire, P. (1973). Pedagogy of the
oppressed. Translated by Myra Bergman
Ramos. New York: The Seabury Press.
Hill A. M. , & Salter, H. (1991).
lechno/c)/{ical li,~ducation: A new d~finition
for ()ntario. Kongston, ON: Queen's
University,
Faculty
of
Education,
Technological Education Department.
Imam Bamadib (1990). Filsafat
Pendidikan:
Sisteln
dan
metode.
Yogyakarta: Andi Offset.
Lakes, R. (1985). John Dewey's
theory of occupation: Vocational education
envisioned. .Journal of Vc)cational and
l'ecllnical }~·ducat ion. 2, 41-47.
Lincoln, Y. S., & Guba, E. G. (1985).
Qualitative l~esearch, CA: Sage Publishing.
Miller, M. D. (1985). Principles and
phi/os()pllY for vocational education.
Columbus, OH: The Ohio State University,
The National Center for Research in
Vocational Education.
Ozmon, H. A., & Craver, S. M.
(1986). . !Jlli/osophical foundations cif
education (3 rd ed.). 'OH: Merill.. Publishing
Company.
Pardjono (Mei, 2000). Demokratisasi
pendidikan kejuruan: Sebuah pemikiran
dalam memberdayakan siswa. Jurnal
206
Cakrawala Pendidikan
Juni 2001, Th.XX, No.3
Pendidikan Teknologi dan Kej'uruan, 1-1,
Th. VII.
Raj zen, s. A. (1989). Reforming
educatio"n for work: A cognitive science
perspective. Berkeley, CA: University of
California, Berkeley. The National Center
for Research in Vocational Education.
Schubert, W. H. (1986). Curriculum:
Perspectives, paradigma, and possibility.
NY: MacMillan Publishing Company.
Soeharto (Februari, 2000). Pengaruh
ekstemal dan pergeseran konsep kurikulum.
Cakrawala Pendidikan, 2, Th. XIX.
Zais, R. S. (1976). (.~urriculum:
Principles andfoundations: NY: Harper and
Row Publishers.
Mencari Pijakan Azas Pendidikan Kejuruan ...
207
Download