Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM

advertisement
Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM
PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DAN PUTUS SEKOLAH
(STUDI KASUS PADA MASYARAKAT DI
KECAMATAN MARIORIAWA KABUPATEN SOPPENG)
Maulidha Putri Ratdika
Pendidikan Sosiologi FIS-UNM
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab perkawinan dibawah umur, dampak
perkawinan dibawah umur, serta perkawinan dibawah umur sebagai pemicu putus sekolahpada masyarakat
di Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif
dengan penentuan informan dilakukan dengan teknik purposive samplingdengan kriteria yaitu anak yang
melakukan perkawinan dibawah umur. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan peneliti melalui tiga tahapan kerja yaitu:
reduksi data, penyajian data, kesimpulan dan verifikasi. Pengabsahan data yang digunakan yaitu member
check.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Penyebab perkawinan dibawah umur pada masyarakat
yaitu disebabkan oleh dua faktor, yaitu: faktor internal atau atas dasar kemauan pribadi untuk melakukan
perkawinan dibawah umur. Selain faktor internal, faktor eksternal juga memengaruhi terjadinya perkawinan
dibawah umur. Faktor eksternal yang menyebabkan perkawinan dibawah umur antara lain faktor latar
belakang pendidikan dimana semua responden perkawinan dibawah umur hanya lulusan SD
kemudiandiperparah dengan kesulitan ekonomi keluarga sehingga memaksa anak untuk putus sekolah,faktor
tradisidan faktor pergaulan bebas remaja juga menyebabkan perkawinan dibawah umur. 2) Dampak
perkawinan dibawah umur terbagi atas tiga, yaitu: dampak sosial, dampak psikologis dan dampak
kesehatan. 3) perkawinan dibawah umur sebagai pemicu putus sekolah karena perkawinan dibawah umur.
Kata Kunci: Perkawinan Dibawah Umur dan Putus Sekolah
ABSTRACT
This research aims to determine the causes of underage marriage, the impact of underage marriage
and to role of parents towards education in the community in the district Marioriawa Soppeng. This type of
research uses qualitative research, informants determination was done by using purposive sampling with the
criterion that children who do underage marriage. Data collection techniques used by researcher through
three stages of work: data reduction, data presentation, conclusion and verification. Validating the data used
member check.
The result showed that 1) The causes of underage marriage in society that is caused by two factors,
namely internal factors or on the basis of personal willingness to perform underage marriages. In addition to
internal factors, external factors also influence the occurrence of underage marriage. External factors the
lead to underage marriage only finished elementary school the compounded by economic hardship families,
forcing children to drop out of school, traditional factors and teenage promiscuity factor also causes
underage marriage. 2) The impact of underage marriage is divided into three, namely: the social impact,
psychological impact and health impact. 3) Underage marriage as a trigger of dropouts in the community in
the district Marioriawa Soppeng.
Keywords: Underage Marriage and School Dropouts
PENDAHULUAN
Perkawinan dibawah umur merupakan perkawinan yang dilakukan oleh perempuan
berusia 16 tahun dan pria berusia 19 tahun berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1974.
Menurut BKKBN umur ideal untuk melakukan perkawinan adalah 20 tahun bagi
perempuan dan 25 tahun bagi pria.Pada usia ini seharusnya anak sedang menjalani proses
Maulidha Putri Ratdika |
1
Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM
belajar pendidikan formal di sekolah sesuai dengan program wajib belajar 9 tahun yang
digalakkan oleh pemerintah.
Namun kenyataannya masih banyak anak usia sekolah yang kawin dibawah umur
sehingga pendidikan formal anak tersebut otomatis terhenti. Dahulu perkawinan dibawah
umur dianggap lumrah dan bukan sebuah masalah. Akan tetapi dari masa ke masa semakin
banyak yang menentang perkawinan dibawah umur namun fenomena ini selalu terjadi
kembali.
Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan
masyarakat menyebabkan mereka melakukan praktik perkawinan dibawah umur. Indonesia
terutama di daerah pedesaan, masih banyak anak usia sekolah yang melangsungkan
perkawinan dibawah umur karena ukuran perkawinan di masyarakat pedesaan hanya pada
kematangan fisik semata. Selain itu model pendidikan yang tidak visioner menyebabkan
anak dan orang tuatidak menaruh harapan terhadapnya sehingga lebih menggantungkan
hidupnya pada hal-hal yang bersifat material (Hanafi, 2011:130) dan lebih memilih
meninggalkan bangku sekolah. Jika hal ini terus berlanjut maka akan terjadi stagnasi
pendidikan yang jelas akan mempengaruhi berbagai aspek lainnya.
Fenomena perkawinan dibawah umur tidak terjadi begitu saja terkhusus pada
masyarakat di Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng yang menjadi lokasi penelitian.
Cara pandang masyarakat yang sangat konvensional dan kadang cenderung salah dalam
mempersepsikan perkawinan tidak lahir dari ruang kosong. Maksudnya, ada banyak faktor
yang menjadi penyebab dari semua itu. Faktor yang paling memiliki andil besar adalah
latar belakang pendidikan yang rendah, tradisi dan kesulitan ekonomi yang dialami
keluarga.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini kualitatif dengan penentuan informan melalui teknik purposive
samplingdengan kriteria anak yang melakukan perkawinan dibawah umur dan putus
sekolah yaitu dibawah umur 16 tahun bagi perempuan dan umur 19 tahun bagi pria. Teknik
pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data
yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif
kualitatif melalui tiga tahapan yaitu mereduksi data, penyajian data, kesimpulan dan
verifikasi dengan teknik pengabsahan data member check.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1) Faktor Penyebab Perkawinan Dibawah Umur pada Masyarakat di Kecamatan
Marioriawa Kabupaten Soppeng
Faktor penyebab perkawinan dibawah umuryang dimaksud di sini merupakan
beberapa hal yang memiliki pengaruh kuat dalam terjadinya perkawinan dibawah umur,
baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal terjadinya perkawinan
dibawah umur di Marioriawa disebabkan atas kemauan sendiri individu untuk melakukan
perkawinan. Menurut Kartini Kartono (2005:210), adanya keinginan seseorang untuk
melakukan perkawinan disebabkan oleh faktor ketertarikan mempunyai pasangan untuk
hidup di dalam masyarakat dari dalam dirinya sendiri dimana hal ini sesuai dengan teori
tindakan afektif. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan, sebagian
informan melakukan perkawinan dibawah umur atas kemauan sendiri, seperti informan
Ani yang melakukan perkawinan dibawah umur atas dasar suka sama suka walaupun
Maulidha Putri Ratdika |
2
Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM
sebelumnya memang telah dijodohkan oleh keluarga. (Hasil wawancara 10 April 2015).
Sedangkan informan Nurul Pratiwi dan Nursyam beralasan melakukan perkawinan
dibawah umur karena telah lama menjalin hubungan dengan pasangan. (Hasil wawancara
10 April 2015 dan 13 April 2015). Selain atas dasar keinginan pribadi yang menyebabkan
anak melakukan perkawinan dibawah umur, dorongan dari orang tua juga memiliki peran
besar dalam keputusan anak untuk kawin, seperti hasil wawancara yang dilakukan bersama
informan Hj. Farida, dimana informan yang terlebih dahulu menjodohkan sang anak agar
segera kawin. (Hasil wawancara 10 April 2015).
Selain atas dasar keinginan pribadi yang merupakan faktor internal informan
melakukan perkawinan dibawah umur, terdapat faktor eksternal yang memengaruhi
keputusan individu untuk melakukan perkawinan dibawah umur. Berdasarkan hasil
observasi dan penelitian didapatkan bahwa faktor latar belakang pendidikan memengaruhi
terjadinya perkawinan dibawah umur. Menurut Schoggen dan Barker, mengatakan bahwa
sistem pendidikan yang berlaku di suatu daerah tertentu dapat memengaruhi aktivitas
remaja secara umum (Sarwono, 2013:162). Seperti yang terjadi di Kecamatan Marioriawa
dimana sistem pendidikannya masih jauh dari harapan. Masyarakat Marioriawa masih
memposisikan pendidikan hanya sebatas sebagai pemenuhan kawajiban dari program
pemerintah (Hanafi, 2011:130). Sepertiyang terjadi pada informan Sarni dan Hasni yang
tidak pernah duduk dibangku sekolah karena kesulitan ekonomi sehingga memutuskan
untuk kawin agar dapat keluar dari belenggu kemiskinan (Hasil wawancara 14 April 2015
dan 15 April 2015). Masyarakat Marioriawa menganggap ketika anak telah dapat
membaca, menulis dan berhitung maka sudah dianggap cukup seperti yang diungkapkan
informan Kartini yang memutuskan untuk mengawinkan anaknya karena telah merasa
cukup jika anaknya telah bisa membaca, menulis dan berhitung karena sekolah bukanlah
hal yang utama (Hasil wawancara 10 April 2015). Faktor kedua yaitu faktor tradisi.
Menurut Prof. Dr. H. Abu Hamid, perkawinan menduduki posisi penting dalam kehidupan
manusia dimana terjadinya perkawinan berarti mendekatkan dua buah rumpun keluarga
menjadi satu ikatan yang lebih besar karena itu perkawinan dilakukan dengan sangat hatihati lewat pemilihan jodoh (Ahmad, 2006:iii). Seperti yang terjadi pada informan Andi
Wiwi yang kawin karena dijodohkan oleh keluarga dengan alasan takut jika anaknya akan
menjadi perawan tua, hal ini sesuai dengan teori tindakan rasional berorientasi nilai.
Selanjutnya faktor kesulitan ekonomi menyebabkan perkawinan dibawah umur umumnya
terjadi pada masyarakat golongan bawah. Perkawinan yang dilatar belakangi oleh faktor
ekonomi biasanya bertujuan untuk menaikkan kelas sosial keluarga (Soekanto, 2010:220)
dimana hal ini berkaitan dengan teori rasionalitas instrumental. Seperti yang terjadi pada
informan Fitriani, Nuraulia, Hasni dan Sarni yang melakukan perkawinan karena ingin
keluar dari lingkaran kemiskinan.Faktor keempat adalah faktor pergaulan bebas. Bentuk
perilaku menyimpang akibat dari pergaulan bebas adalah hamil pra-nikah dimana jika hal
ini terjadi maka akan memaksa pelaku melakukan perkawinan dibawah umur. Hal ini
berkaitan dengan teori tindakan afektif yang dimana tindakan ini dilakukan seseorang
berdasarkan perasaan yang dimilikinya. Seperti yang terjadi pada informan Fadli dan
Irmayanti yang melakukan perkawinan dibawah umur akibat pergaulan bebas di masa
remaja.
2) Dampak Perkawinan Dibawah Umur Pada Masyarakat di Kecamatan
Marioriawa Kabupaten Soppeng
Mengenai dampak psikologis dari perkawinan dibawah umur menurut Dariyo,
perkawinan dibawah umur berdampak stress, cemas, dan depresi teradap anak (Dariyo,
1999:105). Seperti yang diungkapkan oleh Andi Wiwi: “Dulu waktu pertamaka kawin
Maulidha Putri Ratdika |
3
Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM
depresia kak. Dipaksa kawin sama ortu baru tidak siappa. Itu terusmi kupikir sampesampe tertekanka baru menangis terusji kubikin. Sempatka juga masuk RS karna tifus
sama kambuh maag ku karena mogok makanka” (Wawancara 11 April 2015).
Perkawinan dibawah umur dilakukan oleh anak dimana anak tersebut belum
matang secara mental maupun fisik dan materiil sehingga sering menimbulkan masalah di
belakang hari bahkan tidak sedikit berantakan ditengah jalan (Muhdholot, 1995:5). Seperti
yang dialami oleh informan Fitriani dan Hasni yang telah bercerai akibat ketidakcocokan
dan mengalami KDRT.
Perkawinan dibawah umur membawa dampak negatif terhadap kesehatan terhadap
pelaku perkawinan dibawah umur. menurutSibagariang (2010:126), wanita yang kawin
kurang dari 15 tahun memiliki banyak resiko. Seperti yang dilami oleh informan Ani,
Irmayanti dan Sarni yang mengalami keguguran disaat proses mengandung.
3) Perkawinan Dibawah Umur Sebagai Pemicu Putus Sekolah pada Masyarakat di
Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng
Maraknya kasus perkawinan dibawah umur pada masyarakat di Marioriawa
berdampak pada semakin banyaknya angka putus sekolah. Hal ini terjadi karena tidak
adanya peran orang tua terhadap kelangsungan pendidikan anak. Kurangnya perhatian
orang tua terhadap pendidikan anak disebabkan karena kesulitan ekonomi keluarga,
kurangnya minat anak untuk sekolah dan anggapan pesimis orang tua terhadap pendidikan
yang belum mampu menjamin kesejahteraan kehidupan sehingga kawin merupakan solusi
dari permasalahan kehidupan ini. Seperti yang dinyatakan oleh informan Nursyam:
“Berhentika sekolah setelahku kawin. Karna adami suami yang mau diurus di rumah.
Yang penting saya sudah bisa membaca sama menulis sama hitung uang tinggal kita
berusaha cari rejeki ka biar sekolah belum tentu juga jadi apaki. Orang tua juga tidak
masalahji masalah sekolahku” (Wawancara 13 April 2015)
PENUTUP
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kecamatan Marioriawa ditemukan
Faktor-faktor penyebab perkawinan dibawah umur terbagi atas dua faktor yakni faktor
internal dan faktor eksternal.Faktor internal yaitu dari dalam diri anak yang ingin
melakukan perkawinan atas dasar keinginan sendiri. Sedangkan faktor dari luar informan
seperti latar belakang pendidikan yang rendah pada anak dan orang tua, kesulitan ekonomi
keluarga yang berkaitan dengan putus sekolah atau ketidakmampuan untuk bersekolah
sehingga memilih kawin, tradisi orang tua menjodohkan anaknya dengan kerabat, dan
maraknya hamil pra-nikah yang diakibatkan oleh pergaulan bebas anak remaja.
Dampak perkawinan dibawah umur yang dirasakan oleh pelaku perkawinan
dibawah umur yaitu dampak sosial dimana terjadinya perkawinan dibawah umur
mengakibatkan perceraian keluarga, terjadinya kasus KDRT, dan terputusnya hubungan
sosial karena fokus mengurusi rumah tangga; dampak psikologis yang dirasakan oleh
pelaku perkawinan dibawah umur yaitu, depresi, stress, dan dan tertekan akibat belum siap
untuk memelihara anak dan tidak memiliki pekerjaan. Dampak kesehatan yang dialami
oleh pelaku perkawinan dibawah umur adalah terjadinya keguguran pada masa kehamilan,
melahirkan bayi prematur, dan mengidap penyakit kandungan yang semua ini terjadi akibat
kurangnya pengetahuan informan mengenai kehamilan serta belum siapnya tubuh untuk
mengandung dikarenakan umur yang belum matang.
Maulidha Putri Ratdika |
4
Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM
Perkawinan dibawah umur sebagai pemicu putus sekolah. Hal ini terjadi karena
kurangnya peran orang tua terhadap pendidikan anak, kurangnya minat anak untuk
melanjutkan pendidikan serta kesulitan ekonomi keluarga sehingga terjadilah perkawinan
dibawah umur yang dianggap sebagai solusi permasalahan yang berimbas pada putus
sekolah, ini dibuktikan dengan mayoritas orang tua mengawinkan anaknya pada saat usia
sekolah sehingga terjadilah perkawinan dibawah umur yang berakibat anak putus sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Abd. Kadir. 2006. Sistem Perkawinan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Makassar: Indobis.
Dariyo, Agoes. 1999. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Grasindo.
Hanafi, Yusuf. 2011. Kontroversi Perkawinan Anak Dibawah Umur (Child Marriage).
Bandung: Mandar Maju.
Kartono, Kartini. 2005. Psikologi Anak. Bandung: Bandar Maju.
Muhdholot, Zuhdi. 1995. Memahami Hukum Perkawinan (Nikah, Talak, Cerai, Dan
Rujuk). Bandung.
Sarwono, W. Sarlito. 2013. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.
Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sibagariang, Eva E, dkk. 2010. Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Tim Buku
Kesehatan.
Maulidha Putri Ratdika |
5
Download