Korelasi antara OMC dengan Batas Plastis pada Proses Pemadatan untuk Tanah Timbun di Aceh Bambang Setiawan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,Universitas Syiah Kuala, Indonesia Khalidin Dinas Bina Marga dan Cipta Karya, Provinsi Aceh, Indonesia Noer Fadly Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,Universitas Indonesia, Indonesia ABSTRAK: Proyek konstruksi senantiasa memerlukan daya dukung tanah dasar yang memadai. Tetapi kondisi ini seringkali tidak terpenuhi sehingga diperlukan upaya-upaya perbaikan seperti pemadatan. Proses pemadatan ini dilakukan hingga kepadatan maksimum tercapai. Kondisi kadar air dimana berat volume kering tanah mencapai harga maksimum terjadi dinamakan kadar air optimum atau optimum moisture content (OMC). Secara praktis, percobaan-percobaan uji kadar air ini kadang-kadang tidak mungkin dilakukan di lapangan karena keterbatasan waktu dalam pelaksanaan suatu proyek, alat dan cuaca. Oleh karena itu perlu dicari korelasi untuk memahami karakteristik ini. Uji pemadatan Proctor, analisa butiran dan uji batas plastis telah dilakukan pada 30 sample tanah timbun di Provinsi Aceh. Berdasarkan hasil uji-uji ini, beberapa korelasi seperti korelasi antara OMC-batas plastis dan MDD-batas plastis untuk tanah timbun di Aceh telah dikembangkan. Korelasi-korelasi itu terbagi kedalam dua kelompok besar yaitu korelasi untuk tanah berbutir kasar dan korelasi untuk tanah berbutir halus. Keywords: OMC, batas plastis Atterberg, uji pemadatan Proctor 1 PENDAHULUAN Setiap infrastruktur senantiasa memerlukan daya dukung tanah dasar yang memadai. Tetapi kondisi ini seringkali tidak terpenuhi sehingga diperlukan upaya-upaya perbaikan seperti pemadatan. Proses pemadatan ini dilakukan hingga kepadatan maksimum tercapai. Secara teoristis, proses pemadatan sangat dikontrol oleh kadar air ketika kegiatan pemadatan sedang dijalankan. Pada kadar air yang rendah, partikel tanah menjadi sangat sulit untuk dimampatkan dan butiran-butiran tanah cenderung untuk memisahkan diri satu dengan yang lain. Jika kadar air dalam tanah tersebut ditingkatkan, maka tambahan air akan menyebabkan butiran-butiran tanah itu menjadi lebih mudah untuk dimampatkan karena air itu bisa bersifat sebagai pelumas. Selanjutnya dengan penambahan air lebih banyak lagi akan menyebabkan proses ini terus berlanjut sampai pada suatu titik dimana tercapai kepadatan maksimumnya. Kondisi kadar air dimana berat volume kering tanah mencapai harga maksimum terjadi dinamakan kadar air optimum atau optimum moisture content (OMC). Jika penambahan air setelah titik tersebut dilanjutkan, maka akan menyebabkan partikel-partikel tanah cenderung untuk berpisah lagi akibat sebagian besar ronggarongga terisi oleh air yang bersifat incompressible dan kontak antar butiran berkurang, sehingga kepadatannya pun akan menurun. Uraian di atas memperlihatkan akan sangat pentingnya pengontrolan kadar air ketika sedang dilakukan proses pemadatan. Secara praktis, percobaan uji kadar air ini kadang-kadang tidak mungkin dilakukan di lapangan karena beberapa hal seperti keterbatasan waktu dalam pelaksanaan, ketersediaan alat dan cuaca. Oleh karena itu perlu dicari korelasi untuk memahami karakteristik ini sehingga dapat mempermudah pelaksanaan pekerjaan pemadatan di lapangan. Dalam penelitian ini digunakan uji pemadatan Proctor, analisa butiran dan uji batas plastis pada 30 sample tanah timbun di Provinsi Aceh. 2 TEORI DAN EFEK PEMADATAN Pemadatan merupakan usaha-usaha mekanis untuk mempertinggi kerapatan butiran-butiran tanah tanah atau berat jenis tanah dalam rangka memperbaiki sifat-sifat teknisnya. Tingkat pemadatan tanah dapat diukur dari nilai berat volume keringnya. Secara teori menurut Proctor (1933) dalam Bowles (1991) dan Craig (1994), pemadatan tanah dipengaruhi oleh tipe tanah. energi pemadatan, dan kadar air. Setiap tanah akan menghasilkan kurva pemadatan tertentu. Pengaruh kadar air pada proses pemadatan ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) pada kadar air rendah pori-pori tanah lebih banyak terisi udara dan hanya sebagian kecil butir-butir tanah dikelilingi air sehingga partikel-partikel tanah tersebut cenderung untuk memisahkan diri satu dengan yang lain; 2) ketika kadar air dari tanah tersebut ditingkatkan, akan menyebabkan butir-butir tanah itu menjadi lebih mudah untuk dimampatkan sehingga sejumlah udara yang ada pada pori-pori tanah dikeluarkan. Penambahan air lebih lanjut akan menyebabkan proses ini terus berlanjut sampai pada suatu titik dimana terjadi kepadatan maksimum dari tanah tersebut; 3) penambahan air setelah titik tersebut akan menyebabkan partikel-partikel tanah cenderung untuk berpisah lagi, sehingga kepadatannya akan menurun. Efek dari adanya pemadatan ini antara lain: berkurangnya penurunan tanah (subsidence) akibat berkurangnya angka pori, bertambahnya kekuatan tanah, dan berkurangnya perubahan volume. 3.2 Batas Plastis Batas plastis diteliti menggunakan standard ASTM:D-427-74. Batas plastis suatu tanah yaitu batas antara keadaan plastis dan semi plastis. Batas plastis dikuantifikasikan sebagai kadar air pada batas bawah daerah plastis. Kadar air ini ditentukan dengan menggiling tanah pada plat kaca sehingga diameter dari batang tanah yang dibentuk sedemikian rupa mencapai 3mm. Bilamana tanah mulai pecah pada saat diameternya mencapai 3mm maka kadar air tanah itu adalah batas plastis. 3.3 Percobaan Proctor Dalam menentukan tingkat pemadatan yang sesuai untuk suatu tanah, perlu diketahui nilai karakteristik pemadatan, yaitu kadar air optimum dan berat volume kering maksimum dari tanah tersebut. Karakteristik pemadatan ini bisa digambarkan seperti pada Gambar 1. 3 OMC, BATAS PLASTIS DAN PERCOBAAN PEMADATAN PROCTOR Dalam penelitian ini digunakan uji pemadatan, analisa saringan dan uji batas plastis. Uji proctor mendapatkan nilai optimum moisture content (OMC) dan nilai maximum dry density (MDD). Analisa saringan dan uji batas plastis digunakan untuk mendapatkan jenis klasifikasi tanah yang akan menggunakan sistem klasifikasi unified soil classification system (USCS). 3.1 Optimum Moisture Content (OMC) Proses pemadatan dilakukan hingga berat volume kering tanah mencapai harga maksimum dan kadar air dimana kondisi berat volume kering tanah ini terjadi dinamakan kadar air optimum (OMC) (Gambar 1). Kadar air diuji menggunakan standard ASTM: D2216-71. Gambar 1. Kurva hubungan OMC dan MDD dalam percobaan proctor (Das, 1985) 4 HASIL PENELITIAN PADA TANAH TIMBUN DI ACEH Hasil penelitian ini akan berupa korelasikorelasi sederhana yang bisa digunakan dalam estimasi kasar nilai OMC dan MDD untuk tanah timbun di Aceh. 4.1 Klasifikasi Tanah Timbun di Aceh Beberapa parameter untuk keperluan klasifikasi USCS beserta dengan hasil deskripsi secara visual diperlihatkan pada Tabel 1. Delapan (8) tanah timbun dalam penelitian ini, menurut USCS, termasuk dalam kategori tanah berbutir kasar dan 22 lainnya termasuk dalam tanah berbutir halus. Klasifikasi USCS untuk tanah timbun berbutir halus dalam penelitian ini diperlihatkan pada Gambar 2 yang menunjukkan bahwa tanah timbun kohesif yang diteliti sebagian besar dalam klasifikasi antara lempung hingga lanau berplastisitas rendah (CL dan ML). Hanya sebagian kecil dari tanah timbun berbutir halus itu yang ada pada klasifikasi lempung berplastisitas tinggi (CH) dan lanau berplastisitas tinggi (MH). Tabel 1. Parameter-parameter fisik tanah timbun di Aceh untuk klasifikasi USCS No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 % tertahan #200 59,27 39,18 48,20 60,34 65,06 80,23 83,13 45,67 35,00 52,40 72,23 41,44 48,05 11,62 40,79 40,98 33,13 44,95 44,88 47,58 11,77 14,79 43,36 91,28 14,48 13,17 49,04 34,19 35,00 29,28 PI % 14,69 4,84 4,72 6,97 3,25 2,50 1,92 3,76 9,77 2,53 18,18 16,72 9,21 11,95 24,92 16,99 6,49 18,24 14,28 15,95 28,13 27,50 23,62 19,28 20,31 19,23 11,06 17,52 9,77 21,61 LL % 50,85 44,40 32,99 28,52 20,53 22,32 26,57 33,63 51,00 29,69 37,34 44,58 29,57 34,38 40,43 40,28 29,68 49,75 41,15 41,52 61,37 57,59 47,14 34,79 40,38 39,13 32,96 40,26 51,00 43,46 Deskripsi visual Lanau kelempungan berhumus Lanau kelempungan berhumus berpasir Lanau sedikit humus Kerikil berpasir berlanau berlempung Pasir kelanauan Pasir halus berlanau Pasir halus kelanauan berlempung Pasir berkerikil kelanauan ??? Lanau kelempungan berpasir Lanau kepasiran berkerikil Batu berlempung Lanau berlempung berpasir Lanau kelempungan Lanau kelempungan Lanau kelempunga Lanau berkempung Lempung berbatu kapur Lempung kelanauan berbatu kapur Lempung kelanauan Lempung berbatu lunak Lempung kelanauan Lempung kelanauan Lanau berpasir kasar Pasir halus berlanau Lanau kelempungan Lanau kelempungan Lempung Lanau kelempungan ??? Lanau berpasir berlempung Lokasi Aceh Selatan Aceh Selatan Aceh Selatan Bireun Lhokseumawe Lhokseumawe Lhokseumawe Subulussalam Lhokseumawe Biruen Aceh Besar Aceh Besar Aceh Tenggara Aceh Tenggara Aceh Barat Aceh Barat Aceh Besar Aceh Besar Aceh Jaya Aceh Jaya Aceh Jaya Aceh Jaya Banda Aceh Aceh Barat Aceh Barat Aceh Barat Aceh Barat Aceh Utara Aceh Besar Simeulue 4.2 Batas Plastis, OMC dan MDD Tanah Timbun di Aceh Nilai-nilai batas plastis, OMC dan MDD tanah timbun dalam penelitian ini diperoleh dari uji-uji laboratorium seperti dijelaskan di atas. Hasilnya disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Nilai batas plastis, OMC dan MDD tanah timbun dalam penelitian ini No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 % tertahan #200 59,27 39,18 48,20 60,34 65,06 80,23 83,13 45,67 35,00 52,40 72,23 41,44 48,05 11,62 40,79 40,98 33,13 44,95 44,88 47,58 11,77 14,79 43,36 91,28 14,48 13,17 49,04 34,19 35,00 29,28 PI % 14,69 4,84 4,72 6,97 3,25 2,50 1,92 3,76 9,77 2,53 18,18 16,72 9,21 11,95 24,92 16,99 6,49 18,24 14,28 15,95 28,13 27,50 23,62 19,28 20,31 19,23 11,06 17,52 9,77 21,61 LL % 50,85 44,40 32,99 28,52 20,53 22,32 26,57 33,63 51,00 29,69 37,34 44,58 29,57 34,38 40,43 40,28 29,68 49,75 41,15 41,52 61,37 57,59 47,14 34,79 40,38 39,13 32,96 40,26 51,00 43,46 PL % 36,16 39,56 28,27 21,55 17,28 19,82 24,65 29,87 41,23 27,16 19,16 27,86 20,36 22,43 15,51 23,29 23,19 31,51 26,87 25,57 33,24 30,09 23,52 15,51 20,07 19,90 21,90 22,74 41,23 21,85 OMC MDD Lokasi % gr/cm3 13,73 1,45 Aceh Selatan 21,65 1,48 Aceh Selatan 28,80 1,41 Aceh Selatan 14,17 1,87 Bireun 12,80 1,87 Lhokseumawe 16,26 1,65 Lhokseumawe 17,40 1,60 Lhokseumawe 16,06 1,70 Subulussalam 24,10 0,67 Lhokseumawe 24,01 1,49 Biruen 16,44 1,78 Aceh Besar 29,79 1,09 Aceh Besar 20,75 1,35 Aceh Tenggara 20,75 1,35 Aceh Tenggara 14,13 1,70 Aceh Barat 24,35 1,43 Aceh Barat 13,77 1,87 Aceh Besar 31,32 1,35 Aceh Besar 26,89 1,31 Aceh Jaya 31,53 1,23 Aceh Jaya 27,94 1,45 Aceh Jaya 31,80 1,34 Aceh Jaya 18,78 1,77 Banda Aceh 18,99 1,46 Aceh Barat 17,14 1,75 Aceh Barat 19,96 1,58 Aceh Barat 21,97 1,56 Aceh Barat 23,02 1,51 Aceh Utara 20,84 1,58 Aceh Besar 20,75 1,35 Simeulue 4.3 Korelasi OMC dan Batas Plastis Tanah Timbun di Aceh Gambar 2. Klasifikasi berdasarkan USCS tanah timbun dalam penelitian ini Seperti dijelaskan dalam bagian awal dalam makalah ini, beberapa korelasi akan dihasilkan dalam penelitian ini. Korelasi ini dipisahkan dalam dua kategori yang berbeda yaitu korelasi untuk tanah berbutir kasar dan korelasi untuk tanah berbutir halus seperti diperlihatkan pada Gambar 3 dan 4. Gambar 3 menunjukkan bahwa korelasi antara nilai OMC dengan nilai batas plastis pada tanah berbutir kasar adalah sangat buruk. Persamaan korelasi yang dihasilnya mempunyai koefisien determinasi yang sangat rendah yaitu 0,0005. Kondisi sebaliknya diperlihatkan pada tanah berbutir halus, Gambar 4, dimana koefisien determinasi persamaan yang dihasilkan mempunyai nilai yang cukup tinggi yaitu 0,647. Gambar 5. Korelasi antara batas plastis dan MDD untuk tanah berbutir kasar Gambar 3. Korelasi antara OMC dan batas plastis untuk tanah berbutir kasar Gambar 6. Korelasi antara batas plastis dan MDD untuk tanah berbutir halus Gambar 4. Korelasi antara OMC dan batas plastis untuk tanah berbutir halus 4.4 Korelasi MDD dan Batas Plastis Tanah Timbun di Aceh Korelasi nilai OMC dan MDD Tanah Timbun di Aceh ini juga dipisahkan dalam dua kelompok. Kelompok pertama untuk tanah berbutir kasar diperlihatkan pada Gambar 5 dan untuk tanah berbutir halus disajikan pada Gambar 6. Kedua gambar tersebut memperlihatkan korelasi yang kurang baik antara MDD dan batas plastisnya dengan koefisien determinasi hanya 0,338 untuk tanah granular dan 0,277 untuk tanah kohesif. Hal ini menunjukkan bahwa sangat sulit untuk mengestimasi nilai MDD dengan menggunakan data batas plastis. 5 KESIMPULAN Proyek konstruksi senantiasa memerlukan daya dukung tanah dasar yang memadai. Tetapi kondisi ini seringkali tidak terpenuhi sehingga diperlukan upaya-upaya perbaikan seperti pemadatan. Proses pemadatan ini dilakukan hingga kepadatan maksimum tercapai. Kondisi kadar air dimana berat volume kering tanah mencapai harga maksimum terjadi dinamakan kadar air optimum atau optimum moisture content (OMC). Secara praktis, percobaan-percobaan uji kadar air ini kadang-kadang tidak mungkin dilakukan di lapangan karena keterbatasan waktu dalam pelaksanaan suatu proyek, alat dan cuaca. Oleh karena itu perlu dicari korelasi untuk mendapatkan parameter penting ini. Tiga puluh (30) sample tanah timbun di Provinsi Aceh telah diuji. Korelasi antara OMC dengan batas plastis tanah telah dilakukan dimana untuk tanah granular mempunyai korelasi dengan nilai determinasi yang sangat rendah, sebaliknya untuk tanah kohesif mempunyai koefisien determinasi yang cukup tinggi. Korelasi antara MDD dengan batas plastis pada kedua jenis tanah itu juga telah dibuat. Hubungan antara MDD dengan batas plastisnya ini mempunyai koefisien determinasi yang rendah. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah mempunyai andil besar dengan terselesainya penelitian ini. Penghargaan khusus penulis sampaikan kepada Drs. Ir. Kotawali Thamrin, Nafisah Al Huda, ST, MT dan Sugiarto ST, M.Eng atas dukungannya. DAFTAR PUSTAKA Bowles, J.E., 1991, “Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah”, Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta. Craig, R.F., 1994, “Mekanika Tanah”, Terjemahan oleh Budi S, Penerbit Erlangga, Jakarta. Das, B.M., 1985, ”Principles of Geoteknik Engineering”, PWS Publisher, Boston.