PERSEPSI KLIEN HIPERTENSI TERHADAP POLA MAKAN ETNIK TORAJA CLIENT PERCEPTIONS OF HYPERTENSION DIET AGAINST ETHNIC TORAJA Idawati Patintingan1, M. Rusli Ngatimin2, Saifuddin Sirajuddin3 1 2 Akper Pemda Tana Toraja Staf Pengajar Promosi Kesehatan FKM Unhas 3 Staf Pengajar Gizi FKM Unhas Alamat Korespondensi: Idawati Patintingan,Akper Toraya Jl. Tritura No. 48 Makale Tana Toraja, Sul-Sel Indonesia 085299218262 [email protected] ABSTRAK IDAWATI PATINTINGAN, Persepsi Klien Hipertensi Terhadap Pola Makan pada Etnik Toraja, (dibimbing oleh M.Rusli Ngatimin dan Saifuddin Sirajuddin) Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi mengenai persepsi klien hipertensi tentang keterpaparan dan keseriusan, ancaman, hambatan serta manfaat pola makan etnik Toraja. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnometodologi. Informan adalah klien hipertensi suku asli Toraja dan berdomisili tetap minumal 5 tahun, berumur 35-50 tahun dan mengkonsumsi daging babi. Penentuan informan didasarkan atas keterwakilan informan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa persepsi klien hipertensi tentang keterpaparan yang dirasakan adalah klien mempunyai riwayat kegemukan, suka makan daging babi (pa’piong), daging kerbau dan makan makanan yang tinggi garam. Hal ini menyebabkan dirinya rentan menderita hipertensi dan faktor risiko keseriusan penyakitnya. Pola makan etnik Toraja adalah ancaman bagi klien hipertensi. Dampak pola makan yang dirasakan adalah timbul gejala hipertensi, gejala stroke dan penyakit jantung. Hambatan yang dihadapi untuk menghindari pola makan tersebut adalah ketersediaan, keinginan dari diri sendiri, adaptasi dengan tubuh dan kurangnya kesadaran serta pengetahuan. Manfaat yang dirasakan adalah gizi seimbang dan pola makan selektif dapat menurunkan hipertensinya kambuh, tidak sering ke puskemas bahkan ada yang tidak minum obat hipertensi. Tindakan yang dipilih adalah mengurangi porsi makan daging, selalu makan sayur dan hindari stress.Tindakan ini dianggap dapat mencegah kejadian hipertensi, stroke dan penyakit jantung. Upaya promosi kesehatan adalah deteksi dini, penyuluhan tentang gizi seimbang serta advokasi untuk dilakukan rujukan kepada petugas gizi bagi pasien yang terindikasi masalah gizi. Kata Kunci: Persepsi, Pola Makan, Etnik Toraja, Hipertensi ABSTRACT Toraja ethnic diet on the frequency of eating pork more than 3 times a week increase the risk for hypertension and its complications. The study aims to determine the client's perception of hypertension to the Toraja ethnic diet. This study used qualitative methods to approach ethnometodology. The informant is a client hypertension indigenous Toraja and remain domiciled 5 years, aged 35-50 years and consume pork. The determination is based on representation informant informant. This study concluded that one of the informants perceived vulnerability because the symptoms experienced hypertension and other diseases is the causative factor. The informant has a history of unhealthy diet, overweight and like to eat meat. Toraja ethnic diets are very susceptible to hypertension. Fear the threat of complications of hypertension such as stroke and heart. When the informant did not feel the symptoms of complications, then hypertension is not a threat. Toraja ethnic barriers diet is the availability of foodstuffs (meat), desire to eat, lack of knowledge and considers the adaptation of the body. Benefit after avoiding the Toraja ethnic diet reduces eating pork, avoiding meat and meat buffalo chicken pieces, fried foods and foods high in salt. Informants action tendency is to reduce meat eating, eat in moderation and always eat vegetables and have never tried a particular diet. Hypertension client attempts to pick and choose foods, reducing portion of meat, and reduce the causes of stress. This study suggests that hypertension client diligently perform early detection is checking her blood pressure, reduce the portion of meat, eliminate the cause of stress and health workers diligently conduct outreach to the community on efforts to prevent hypertension. Keyword: Perseption, Eating Pattern,ethnic, Hipetension PENDAHULUAN Pengaruh pola makan terhadap hipertensi dan komplikasi hipertensi sangat besar. Makanan berlemak jenuh dapat menyebabkan arterosklerosis yang mempengaruhi kenaikan tekanan darah (Rahayu 2012). Efek pola makan etnik Minahasa yang kaya asam lemak jenuh dengan frekuensi sering berisiko 5,4 kali terserang penyakit jantung koroner (PJK) (Kandau 2009). Pola makan etnik Toraja berisiko terhadap penyakit hipertensi dan komplikasinya. Frekuensi makan daging tinggi pada etnik Toraja disebabkan ritual budaya dimana daging mempunyai nilai sosial bagi masyarakat Toraja. Masakan babi seperti pa’piong (daging babi yang dicampur dengan sayur Mayana dimasukkan dalam bambu yang dipotong (suke) lalu dibakar diatas api atau bara), sate babi, rica-rica babi, babi kecap adalah sajian menu pada acara ritual baik acara besar atau kecil. Frekuensi makan daging lebih 3 kali seminggu dengan, porsi tiap kali makan lebih 75 gr perhari pada umur 30-49 tahun berdasarkan AKG untuk Indonesia (Depkes, 2013). Kebiasaan makan makanan tinggi lemak, garam, kolesterol, seperti gorengan, telur, keju, permen berkalori tinggi dapat menyebabkan obesitas (Morales, 2013). Orang dengan obesitas lebih berisiko menderita hipertensi. Pada kasus obesitas akan terjadi penumpukan lemak pada dinding arteri yang disebut aterosklerosis (kekakuan arteri), hal ini dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah. Gangguan sirkulasi darah akan menyebabkan tekanan yang kuat untuk mengalirkan darah dari jantung dan cenderung tekanannya menetap sehingga terjadi hipertensi (Arni, 2007). Penelitian di Cina didapatkan bahwa obesitas dan kelebihan berat badan adalah penyumbang terbesar terjadinya hipertensi akibat tingginya trigliserida dan glukosa (Xu, 2012). Hal ini dapat menyebabkan kongesti vena, glikosuria dimana hampir 10% pasien dengan DM (Rodilla, 2014). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi hipertensi di Indonesia tahun 2013 sebesar 26,5%, di Sulawesi Selatan sebanyak 28,0% (Depkes RI, 2013). Hipertensi di Tana Toraja sebanyak 5% (7997 kasus) yang diakibatkan oleh pola makan (Toraja, 2012). Kasus hipertensi disebabkan umur, riwayat keluarga, konsumsi ikan asin, sering konsumsi lemak jenuh penggunaan minyak jelantah, tidak biasa olahraga, olahraga tidak ideal, obesitas dan pemakaian obat KB (Sugiharto, 2007). Hipertensi grade I berhubungan dengan faktor umur, jenis kelamin tingkat penghasilan, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan jumlah anak serta faktor makanan (Sigarlaki, 2006). Penelitian di RS Lakipadada Tana Toraja menunjukkan hipertensi dipengaruhi oleh pola makan 80%, lainnya 20 % seperti faktor stress, umur, keturunan dan faktor jenis kelamin (Baharuddin, 2009). Kasus hipertensi sangat erat kaitannya dengan pola makan. Pola makan adalah faktor yang dapat diubah melalui kesadaran diri sendiri (self awardness). Namun hal ini tidak bisa terlepas dari pengaruh etnik. Klien hipertensi pada etnik Toraja sangat rentan dengan pola makan yang tidak sehat sebagai pemicu kejadian hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi klien hipertensi terhadap pola makan etnik Toraja. BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tana Toraja di Wilayah kerja Puskesmas Makale. Desain penelitian Desain penelitian adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan etnometodologi (Saryono, 2013). Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri, dilengkapi dengan tape recorder untuk merekam proses wawancara, Kamera digital untuk memotret proses penelitian di lapangan, pedoman wawancara sebagai acuan peneliti dan catatan lapangan. Informan Penelitian Penentuan informan didasarkan atas keterwakilan informan. Penentuan informan secara purposive sampling. Informan adalah klien hipertensi suku asli Toraja dan berdomisili tetap 5 tahun, berumur 35-50 tahun dan mengkonsumsi daging babi. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data/informasi dilakukan dengan cara wawancara mendalam (indepth interview) Teknik Pengolahan Data Pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan FGD menggunakan alat bantu seperti hand phone, kamera digital dan catatan lapangan. Data emik yang diperoleh diklasifikasikan sesuai dengan dimensi penelitian yang dibuat dalam bentuk matriks. Data dalam bentuk matriks dirangkum dengan memilih hal-hal yang pokok, dicari tema dan polanya. Penarikan kesimpulan dilakukan sesuai dengan tema dikaji. Konsep etik dapat terbentuk dengan membandingkan konsep emik dengan landasan teori tentang topik. Preposisi dapat terbangun dengan menghubungkan konsep emik dan konsep etik. Teknik Analisa Data Analisis yang digunakan adalah analisis induktif dengan tujuan menemukan reaksi, pandangan, tanggapan, dan interpretasi individu dalam masyarakat tertentu (Bungin, 2012). Selanjutnya analisa data secara deduktif dengan membandingkan dengan literatur. HASIL Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah informan sebanyak 6 pasien sebagai informan. Umur informan antara 40-50 tahun dengan pendidikan SMA – sarjana. Semua informan berdomisili di Tana Toraja dan tidak pernah keluar Tana Toraja selama dua bulan terakhir. Untuk menguatkan informasi klien hipertensi maka informan dokter sebagai pemeriksa klien hipertensi. Persepsi klien hipertensi tentang kerentanan dan keseriusan terkait pola makan etnik Toraja Dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa gejala yang dirasakan adalah badan terasa berat, sakit kepala seperti ditusuk-tusuk, tegang leher, loyo, panas, pucat dan lemas yang dianggap ada penyakit lain, kelebihan darah, kurang nutrisi, aktifitas fisik dan mental yang berlebihan, sehingga direspon dengan minum air banyak, istrahat dan minum kopi. Hal ini mengakibatkan keparahan (keseriusan) penyakit akibat tidak dilakukan pengukuran dengan cepat. Ada juga yang segera menyadari dan melakukan pengukuran dengan cepat sehingga hipertensinya dapat dikontrol. Pada umumnya informan mempunyai riwayat kegemukan, suka makan daging, makanan gorengan serta makanan yang tinggi garam. “ Ahhh kurasa kenapa berat mi badanku ini na sakit terus mi kepalaku,... ohh pernah ka’ kenna hepatitis baru disuruh makan gizi banyak na disitu mulai mi naik badanku mulai sakit terus kepalaku. Sakitnya kayak ditusuk-tusuk tapi sebentar ji hilang kalo istirahat dan minum air banyak kalo istrahat ka mungkin capek le..sejak mau mi masuk umurku 40 tahun ” “Ohh dulu banyak memang kumakan kalau makan ka daging biasa tak banyak tapi tidak apa-apa ji...mungkin tidak pernah kontrol ….Dulu memang waktu umur 25 tahun suka makan gorengan, indomie, bakso makan daging banyak waktu tugas di Lempo, kalau tidak ada daging di beli dipasar 2 kali seminggu... daging kerbau .. juga pa’piong enak sekali’’ K, 50 thn Perawat ”iya sakit kepalaku kupikir ada penyakit lain yang menyebabkan sakit kepalaku jadi ke doktermi...Pertama itu memang sakit sekali iya kepalaku ke dokter ka tensiku 200 na bilang tae siaparaka mu stress mungkin karena tingginya kubilang sakit ji kepalaku kalau minum obat turun lagi biasa satu atau dua minggu nak lagi tapi selama kumakan terus obatnya baru manyaman kurasa” “iya saya suka makan ikan asin selama ini...kalau daging kerbau kayak mennanu dikepalata langsung pusing dirasa .. jangan-jangan kolesterolku tinggi... gemuk sejak lahir anak terakhir... iya kan dulu belum sakit jadi tidak tahu iya makan daging sama ji karena belum pi ditahu tinggi tekanan ta ... suka bang gorengan tidak tahu kalau tinggi juga kolesterol itu mi tadi kolesterolku katanya 290” DV, 43 tahun ,IRT “ehhh kenapa itu tensiku kalau naik, saya biasa pucat, lemas..ototku kayak begini-begini ...kukira kalau tensi itu kelebihan darah iya apakah tidak seimbang darah atau bagaimanakah ...atau darah tidak terlalu merah... memang sakit kepala itu keluhanku akibat hipertensi mi ini....tiba-tiba biasa mungkin kelebihan makanan.. tensi itu kelebihan darah... iya kalau dirumah kan dinikmati betul sehingga biasa tidak sadar” M.43 tahun IRT “Kayak ini ji kurasa (sambil menunjuk pada lehernya dan memijit-mijit) tapi itu mungkin karena salah tidur ka, tidak bisa mi kuputar begini (sambil mengeleng kepala) terus kontrol ka mi itu ...tapi saya tidak mau minum obat karena ku tahu pemicunya...“kalau pola makan tidak ji karena diatur-atur mi itu daging secukupnya dan selalu masak sayur ...kan ada kulkas” D, 47 tahun, Petugas Gizi “Ohhh tidak dulu sembarang apa saja yang penting masuk. Maklum kalau kita orang Toraja daging itu kan setiap saat ada jadi itu juga yang mendukung biar tidak mau ki’ Tapi sekarang kuatur-atur mi... apalagi kalau daging kerbau tidak memang mi kalau daging babi 10 hari terus menerus yaa apapun kalau berlebihan biarpun itu bukan latar belakang hipertensi.” R,43 thn Pendeta Persepsi klien hipertensi tentang ancaman terkait dengan pola makan pada etnik Toraja Hasil wawancara menunjukkan informan merasakan pola makan etnik Toraja (makan daging babi berlebihan dan daging kerbau adalah suatu ancaman bagi dirinya. Dampak yang dirasakan jika mengkonsusmsi makanan tersebut adalah tensi naik, tegang dileher, sakait kepala seperti tertusuk dan langsusng minum obat. Informan merasa takut jika hipertensinya sering kambuh atau parah akan beresiko stroke dan penyakit jantung “belumm pi nanti 160 baru mulai takut....kenapa naik mi tensikku mungkin tanda mau masuk mi stroke ini kuingat saudaraku begitu juga mamaku juga na betul tanda mau masuk mi stroke baru kukurangi makan daging ...pernah kayak rasa panas...lama ka hepatitis mungkin karena daya tahan tubuh menurun mi waktu masuk umur 40 tahun sehingga mudah terserang penyakit kayak hipertensi ini K, 50 tahun perawat “Karena waktu kontrol tensiku 130 na pusing mi kurasa sampai mi 140 kubilang naik mi tensiku ini...Disuruh minum ini itu tapi tidak kubikin karena saya tahu betul penyebabnya “.“Saya tidak takut karena kutahu penyebabnya.. kalau makan tidak ji .. makan secukupnya dan selalu makan sayur” D,47 tahun,Petugas gizi “... iya saya takut karena gejala itu....ahh ini tanganku keram-keram .....tidak takut ji karena minum obat dan labu siam ....iya le biasa kalau naik tensiku langsung ka ke puskesmas saya bilang biarmi na ketawai ka orang yang penting kutandai to ...” M,43 tahun IRT Persepsi klien hipertensi tentang hambatan terhadap pola makan pada etnik Toraja Hasil wawancara menunjukkan hambatan yang dirasakan untuk menghindari pola makan etnik adalah faktor ketersediaan, keinginan dari diri sendiri dan adaptasi dengan tubuh serta ketidak tahuan serta kurangnya kesadaran. ”Yaah kumakan sedikit ... ahhh susah juga kalau terlalu anu ki makan daging sama sekali bagaimana bang mi gizi ta kela... ahhh itumi kalau tidak ada daging pergi ka beli... iyaa adapi tapi kukurangi lainlain sekali kalu tidak makan... karena kepingin sekali ma’ kumakan ..kumakan tapi sedikit jhi K,50, tahun Perawat Tdk...maklum kalau dikampung itu kan apalagi kalau kita punya jabatan yahh besar-besar juga sedikit bagian ta...Iya ada terus..Hee...anulah tidak tahu juga mamanya dirumah dimasak bagaimana lagi na enak terus saarokko-rokona (rasa mau makan). Tidakk ...apalagi kalau pesta pernikahan tidak ada sayur ultah baru ada sayur. Ohhh...karena banyak orang jadi dipotong potong besar saja lalu dibagi menurut pangkat dalam masyarakat misalnya pejabat gerejawi , pendeta, tokoh masyarakat Kan.. pembagian daging itu kan dipa’indo-indo juga. Mungkin bang mia karena daging susah dihindari karena pesta ada terus ... ahhh banyak daging dari pada nasi ” S ,43 tahun Guru “Ahh ada juga orang yang bilang ahh sudah minum obat.. ahh nanti diminumkan obat ... tidak tanggungtanggung baru mereka tidak ingat sayur kalau sudah makan daging....Iyaa karena orang yang mapan itu gampang membeli makanan yang disukai makan warung saja penuh pengawet. Ahhh..banyak daging dari pada nasi”. D.47 tahun petugas Gizi Persepsi klien hipertensi tentang manfaat terhadap pola makan pada etnik Toraja Informan sudah merasakan manfaat mengurangi makan daging yaitu tekanan darahnya relatif normal, sakit kepala berkurang bahkan ada yang tidak mengkonsumsi obat kerena pola makannya teratur walaupun ada yang belum merasakan manfaat menghindari atau mengurangi porsi makan dagingnya “Beda mi rasanya waktu kukurangi... tidak terlalu sakit mi nyut-nyutnya lalu mungkin minum obat terus....takut makan” “Makan ji tapi sedikit...lebih baik tidak makan tapi saya tidak bisa hilangkan semua makan saja tapi sedikit...kuambil satu saja atau sayurnya saja ....Pilih sayur tapi suka sekali pa’piong” K.50 Tahun Perawat “Jarang-jarang mi lagi timbul sewaktu-waktu saja ....namanya itu gizi adalah keseimbangan bukan tidak dimakan sama sekali tapi seimbang jangan lupakan sayur ....tapi kalu kepesta itu seperti cuma daging yang dimakan bukan mia nasi, daging tok dimakan” D,47 Tahun Petugas Gizi “Tidak pernah menghindari daging ....Makan semua saja karena mungkin kerja berat... Ahh..mungkin kedepan ini dikurang-kurangi... Tidak pernah ..akh mungkin body mendukung jadi tidak pernah dirasakan tapi sekarang mulai takut mi ... “Ahhh mungkin ke depan ini dikurangi-kurangi” S, 43 tahun Guru “Pilih-pilih saja ...saya betul-betul pilih makanan apalagi daging kerbau...apalagi kuingat bapakku stroke...daging kerbau tidak juga ayam potong” R,43 tahun pendeta PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan kesalahan persepsi yaitu informan tidak menyadari jika pola makannya selama ini menyebabkan dirinya rentan menderita hipertensi. Pola makan dengan makanan tinggi lemak, tinggi protein dan tinggi karbohidrat dapat beresiko pada peningkatan kolesterol dan trigliserida dalam darah. Dalam jangka waktu lama organ dalam tubuh seperti pembuluh darah tidak dapat toleran sehingga terjadi arterisklorisis atau aterosklerosis. Aterosklerosis rentan terjadi pada umur 30-40 tahun dengan kadar kolesterol 260 mg/dl. Hal ini disebabkan asupan makanan gorengan dan makanan tinggi lemak seperti daging (Feryadi, 2012). Konsumsi lemak pada etnik Toraja lebih dari 70 gram perhari dimana konsumsi daging tiga kali sehari selama ada persediaan dan dalam porsi yang tidak terukur. Konsumsi daging pada etnik Toraja kadang berlebihan. Daging yang dikonsumsi pada etnik Toraja adalah daging merah (red meat) seperti daging kerbau, sapi, babi dan kambing dan daging putih seperti dagin ayam, bebek dan turkey. Menurut NNR 2012 kandungan asam lemak pada daging sapi dan babi 34-35%. Kesalahan persepsi klien hipertensi tentang kerentanan terkait pola makan etnik dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan dan kesadaran tentang pola makan sehat dan gizi seimbang. Kesalahan persepsi ini mempengaruhi sikap dan perilaku yaitu tetap mengkonsumsi daging dan tidak melakukan deteksi dini sehingga keadaan penyakitnya menjadi serius. Hal ini sejalan dengan Hidayat 2009 yang mengatakan ketidakseimbangan pengetahuan dapat menyebabkan kesalahan persepsi yang mempengaruhi pembentukan sikap dan perilaku. Persepsi tentang ancaman yang dirasakan adalah dampak timbul jika mengkonsumsi makanan konsumsi daging babi secara berlebihan dan berturut dan daging kerbau. Gejala yang diraskan akibat pola makan tersebut yaitu penyakit hipertensi kambuh serta minum obat terus menerus. Klien hipertensi sebagai informan merasaka takut dengan komplikasi hipertensi seperti stroke dan penyakit jantung. Dengan adanya dampak tersebut diats makan klien berusaha untuk menghindari pola makan etnik yaitu konsumsi daging babi berlebihan dan menghindari daging kerbau serta makanan yang mengandung garam tinggi. Keterpaparan dengan pola makan yang tinggi lemak akan dirasakan ketika penyakitnya serius. Hal ini sejalan dengan penelitian Hesti 2011 di Puskesmas Srondon Semarang, yang menyatakan sebagian besar pola makan responden kurang baik. Pola makan dan obesitas berhubungan signifikan dengan kejadian hipertensi. Berbeda dengan penelitian Saban tahun 2013 di Tidore yang mengatakan frekuensi makan tidak berhubungan dengan kejadian hipertensi. Pencegahan hipertensi dan komplikasinya dengan gaya hidup sehat dan menghindari faktor risiko yaitu pola makan teratur dengan mengkonsumsi makanan rendah garam dan lemak serta perbanyak makan sayur dan buah dalam www.depkes.go.id. . Pola makan pada etnik Toraja merupakan suatu ancaman bagi penderita hipertensi karena makanan yang dihidangkan pada acara-acara adalah daging merah (daging babi), ayam potong, mie goreng atau kuah dan telur. Makanan tersebut menurut NNR (Nordic Nutrition Recomendation) adalah makanan yang kaya akan lemak jenuh, protein dan karbohidrat dalam http//www.Norden.org Persepsi tentang hambatan yang dirasakan untuk menghindari pola makan etnik Toraja yaitu dipengaruhi oleh faktor ketersedian, keinginan dari diri sendiri, adaptasi dengan tubuh serta kurangnya pengetahuan dan kesadaran tentang gizi seimbang dan sehat. Pola makan seseorang adalah suatu reaksi biologis dan psikologis seseorang yang perlu ditelaah secara mendalam. Ketersediaan daging pada Etnik Toraja berkaitan erat dengan adat rambu solo dan rambu tuka. Kerbau,babi, ayam adalah hewan yang dikorbankan pada acara ini sebagai lambang, nilai, status sosial sang pelaksana ritual. Daging dari hewan tersebut dikonsumsi sebagai lauk dalam acara tersebut bahkan ada yang dibagi untuk dibawa pulang kerumah. Pembagian ini juga berdasarkan strata dan status sosial. Status sosial yang tinggi akan mendapatkan pembagian daging yang lebih besar sehingga persediaan daging selalu ada dirumah. Menu yang dihidangkan pada acara pesta adalah daging babi yang dimasak dengan berbagai variasi seperti sate, pa’piong rica-rica dan jenis lainnya daging kerbau, ayam potong, telur, mie,dan nasi. Informan lebih banyak memilih daging dengan komposisi yang lebih besar dari makanan lainnya. Pa’piong adalah makanan yang sangat disukai dimana komposisinya terdiri dari lemak, daging, hati, darah. Makanan tersebut tinggi lemak yang dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Dalam penelitian ini didapatkan informan yang memiliki kadar sekitar 290mg/dl.Menu ini indentik dengan makanan Barat dan Cina ( Sun, 2014) yaitu makanan organ tubuh hewan. Pada masyarakat pedesaan (kulit putih) di US mempunyai pola makan “western” (barat) berupa daging proses atau daging segar, telur, kentang dan biji-bijian olahan beresiko hipertensi (Tseng, 2012). Konsumsi daging berlebihan pada etnik Toraja adalah suatu pemenuhan keinginan. Menurut mereka jika menghadapi daging sarokko-rokkona (nikmat) sehingga tanpa disadari sudah dalam jumlah banyak. Sehinggga mereka menganggap tubuhnya sudah beradaptasi dengan makan yang berkolesterol tinggi. Keinginan untuk erat kaitannya dengan nafsu makan. Nafsu makan dipengaruhi oleh hormon. Hormon yang menpengaruhi asupan makanan adalah hormon leptin, hormon kolesistokin, hormon grhelin, dan glukostatik pada hipotalamus hormon leptin disekresi pada jaringan adipose .Simpanan lemak dalam bentuk trigleserida dilepaskan dalam darah. Semakin banyak cadangan lemak semakin banyak leptin yang dilepaskan dalam darah. Hormon lain yang mempengaruhi adalah glukostatik yang berhubungan dengan kadar glukosa dalam darah. Hormon kolesistokinin yang disekresi dari duodenum berhubungan dengan kandungan lemak dalam makanan. Hormon grhelin yang mempengaruhi nafsu makan adalah yang ditemukan oleh Kojima dkk tahun 1999 yang disekresi dilambung. Oleh Cowley 2003 mendapatkanya pada hipotalamus melalui peredaran darah. Hormon grhelin dapat meningkatkan asupan makanan dan menurunkan pemakian lemak (Meutia, 2005) Menurut Phaidon L Toruan, tingkat konsumsi gorengan masyarakat Indonesia sangat tinggi, lebih menyukai makanan gorengan daripada makanan yang dikukus atau direbus karena gampang dibuat, cepat, praktis dan rasanya enak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manfaat yang dirasakan dengan menghindari makanan seperti mengurangi porsi makan daging babi, daging kerbau dan daging ayam potong, makanan gorengan dan makanan tinggi garam adalah rasa sakitnya berkurang, rentang kunjungan ke puskesmas agak lama 2-3 minggu, ada yang berhenti minum obat dan tidak minum obat sama sekali dan diimbangi dengan aktifitas fisik. Perpaduan antara pola makan barat dengan gizi sehat dengan memilih jenis makanan dalam jumlah sedikit diindentikkan dengan pola diit yang sehat dapat menurunkan obesitas, tekanan darah tinggi, trigliserida yang tinggi, gejala klinis hipertensi dan kelainan metabolik lainnya. Sebaliknya konsumsi buah dan sayuran yang tinggi dapat menurunkan metobolisme lipid, protein, dan tekanan pada pembuluh darah. Menghindari makanan gorengan dapat menurunkan kolesterol ( Wang, 2011). Dari informan didapatkan tindakan yang dipilih adalah mengurangi porsi makan, makan secukupnya dan selalu makan sayur dan belum pernah mencoba pola makan tertentu. Pola diet sehat dan konsumsi asupan makanan yang tepat sesuai dengan panduan gizi nasional dapat mengurangi risiko hipertensi, obesitas syndrom metabolik, stroke, dan penyakit kardiovaskuler lainnya (Sun, 2014) . Menurut Wicasono tahun 2006, hipertensi dapat dicegah dengan cara diit. KESIMPULAN DAN SARAN Keterpaparan klien hipertensi dengan pola makan etnik adalah suatu kerentanan dan dapat menyebabkan keseriusan penyakit. Keseriusan penyakitnya dirasakan ketika penyakit hipertensi sering kambuh setelah mengkonsumsi daging babi berlebihan dan daging kerbau dan beresiko pada komplikasi hipertensi dan stroke adalah suatu ancaman bagi informan. Persepsi hambatan terkait dengan pola makan etnik adalah ketersedian bahan makanan, keinginan dari dalam diri sendiri, kurangnya pengetahuan dan menganggap adaptasi dari tubuh. Manfaat yang dirasakan dengan upaya menghindari pola makan etnik Toraja yaitu mengurangi porsi makan daging babi, menghindari daging kerbau dan daging ayam potong, makanan gorengan dan makanan tinggi garam adalah sakit kepala kurang dan tensi cendereung normal. Kecenderungan tindakan yang dipilih informan adalah mengurangi porsi makan daging, makan secukupnya dan selalu makan sayur dan belum pernah mencoba pola makan tertentu. Klien hipertensi berupaya untuk memilih–milih makanan dan mengurangi porsi makan daging dan mengurangi penyebab stress. Penelitian ini menyarankan agar klien hipertensi rajin melakukan upaya deteksi dini yaitu memeriksa tekanan darahnya pada petugas kesehatan dan mengurangi porsi makan daging dan menghilangkan penyebab stress, agar petugas kesehatan rajin melakukan penyuluhan dan konseling gizi bagi pasien yang terindikasi dengan masalah gizi kurang atau lebih pada masyarakat tentang upaya-upaya untuk hipertensi. mencegah terjadinya DAFTAR PUSTAKA Arni, F. (2007). "Faktor- faktor yang berhubungan dengan Kejadian Hipertensi di Provinsi Sulawesi Tengah " (Epidemiologi ) Baharuddin (2009). "Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi di Rumah Sakit Umum Lakipadada tahun 2009." Ilmiah KesehatanV(Media Kesehatan). Bungin (2012) Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta PT. RajaGrafindo Persada Depkes RI. (2013). Riskesdas. Kementerian Kesehatan. Feriyadi, dkk. (2012). Hubungan Kadar Profil lipid dengan kejadian hipertensi pada Masyarakat Etnik Minangkabau di kota Padang Tahun 2012 Kandau, G. D. (2009). "Makanan Etnik Minahasa dan KejadianPenyakit Jantung Koroner" Kesehatan masyarakat Nasional Meutia, (2005). Peran Hormon Grhelin dalam Meningkatkan Nafsu Makan Morales Gomez, L. et. al. (2013). "[Sugar-sweetened beverages and genetic risk of obesity]." Rev Clin Esp213(3): 163. Rahayu, H. (2012). Faktor risiko Hipertensi Pada Masyarakat RW 01 Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Kota Jakarta Selatan Keperawatan. Jakarta Universitas Indonesia Rodilla, E., J. A. Costa, et al. (2014). "Impact of abdominal obesity and ambulatory blood pressure in the diagnosis of left ventricular hypertrophy in never treated hypertensives." Med Clin (Barc)142(6): 235-242. Saryono dkk. (2013) Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan Yogyakarta Nuha Medika Sigarlaki, H. J. O. (2006). "Karakteristik Dan Faktor Berhubungan Dengan Hipertensi Di Desa Bocor, Kecamatan Bulus Pesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Tahun 2006" Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Indonesia,(Makara Kesehatan ). Sugiharto, A. (2007). Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada MasyarakaT(Studi Kasus Di Kabupaten Karanganyar). Tesis. Semarang Universitas Diponegoro Semarang. Sun,J.et.al. (2014). ”Dietary Pattern and Its Association with the Prevalence of Obesity, Hypertension and Other Cardiovascular Risk Factors among Chinese Older Adults” JEnviron Res Public Health. Apr 2014; 11(4): 3956–3971. Published online Apr 10, 2014. doi: 10.3390/ijerph110403956 PMCID: PMC4025020 Toraja, D. K. T. (2012). Profil Dinas Kesehatan 2010. K. Kesehatan. Tseng M. et. al. (2012) ”Correlates of the "western" and "prudent" diet patterns in the US”. PMID:11018432 [PubMed - as supplied by publisher) Wang D.et.al. (2011). “Dietary patterns and hypertension among Chinese adults: a nationally representative cross-sectional study BMC Public Health. 2011; 11: 925. Published online Dec 14, 2011. doi: 10.1186/1471-2458-11-925 PMCID: PMC3299712 Xu, e. a. H. (2012). "The Assosiation of Hipertension with Obesity and Metabolic Abnormalities Among Chinese Children ". Lampiran Tabel 1 Karakteristik Informan Umur No Nama (tahun) Jenis Kelamin Tensi (mmHG) Lama Pendidikan Pekerjaan Agama Alamat (Asal) Awal Sekarang Domisili Diagnosa 160/90 140-160/ 5 DIII keperawatan Perawat Kristen Makale 90 140/90/ 110/90 5 DIII Gizi Petugas gizi Kristen Mengkendek 1 K 50 P 2 D 47 P 3 Dv 43 P 200/... 4 S 43 L 5 M 43 6 R 42 5 SMA IRT Kristen Makale 180/... 140160/110 140/110 5 S1 Guru Kristen Simbuang P 140/120 140/110 5 SMA IRT Kristen Sangalla L 200/.. 140-180/ 90 5 S1 Pendeta Kristen Makale