Memperkuat Stabilitas Menuju Pertumbuhan Berkesinambungan: Sebuah Tantangan Transformasi Dr. Darmin Nasution Gubernur Bank Indonesia Pertemuan Tahunan Perbankan 2011 21 Januari 2011 Yang saya hormati, Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Para Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Para Pemimpin Perbankan di Tanah Air, Hadirin sekalian yang berbahagia, Assalamu‘alaikum Wr. Wb, Selamat malam dan salam sejahtera bagi kita semua, Hadirin sekalian yang saya hormati, 1. Di hari yang baik ini, mari kita panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan yang diberikan sehingga kita dapat berkumpul untuk acara Bankers’ Dinner malam ini, yang tak lain merupakan pertemuan tahunan pelaku industri perbankan. 2. Walau pembukaan tahun 2011 telah tepat tiga minggu berselang, ijinkan saya, atas nama seluruh anggota Dewan Gubernur dan pegawai Bank Indonesia, mengucapkan Selamat Tahun Baru 2011 kepada para hadirin sekalian. Semoga di 1 tahun 2011 ini, kita semua akan mengalami peningkatan dalam pencapaian di bidang masing-masing. Hadirin sekalian yang saya hormati, 3. Kita telah melewati masa krisis global 2008/2009 dan boleh saya katakan ekonomi kita selama 2010-2011 berada dalam tahapan transformasi dari pemulihan menuju pertumbuhan yang berkesinambungan melalui penguatan stabilitas. Upaya kita untuk mengusung proses transformasi tersebut tidaklah ringan. 4. Sebagai first line of defense, Bank Indonesia senantiasa mengedepankan pengelolaan kebijakan moneter dan perbankan secara berhati-hati (prudent) dan konsisten. Tapi itu ternyata tidaklah cukup. Tampaknya risiko dan tantangan kebijakan yang kita hadapi paska krisis tidaklah kalah beratnya dengan apa yang kita lalui selama krisis global 2008/2009. Risiko yang kita hadapi semakin beragam dan kompleks, sementara konstelasi kebijakan ekonomi global semakin meruncing. 5. Oleh karenanya, proses transformasi ekonomi menuju pertumbuhan yang berkesinambungan tak pelak lagi memerlukan pola pikir dan cara-cara baru. Menguatkan argumen tersebut izinkanlah saya mengutip pernyataan Einstein "The whole of science is nothing more than a refinement of everyday thinking." Pernyataan tersebut tampaknya berlaku untuk situasi paska krisis saat ini. Kebijakan akan mengalami proses pengusangan derajat efektivitasnya, sehingga perlu terus dievaluasi, disesuaikan, ditata ulang atau bahkan diubah sama sekali, namun tanpa kehilangan prinsip besarnya. 6. Dalam kondisi dunia yang sangat dinamis, penuh ketidakpastian dengan risiko yang setiap saat mengintai, kita dituntut untuk tak hentinya berkreasi dan bersimulasi. Pengambil kebijakan tidak lagi dapat menyandarkan pada satu instrumen tunggal, tetapi harus multi-front dan merumuskan bauran kebijakan yang tepat sehingga dapat ditemukan konfigurasi optimal antara berbagai kondisi 2 yang tidak selalu sejalan. Langkah decisive dan top-down approach kadangkala diperlukan ketika kompleksitas dan ketidakpastian demikian tinggi. Hadirin sekalian yang saya hormati, 7. Pada awal tahun 2011 ini kita patut bersyukur karena telah berhasil menutup lembaran tahun 2010 lalu dengan pencapaian-pencapaian yang secara umum cukup menggembirakan. Namun demikian, masih banyak beberapa persoalan besar menggantung, yang akan menentukan kinerja ekonomi dan sektor keuangan ke depan. 8. Kalau saya boleh mengatakan, dalam kurun waktu dua tahun terakhir Indonesia merupakan sedikit dari negara Asia yang secara konsisten dapat membukukan pertumbuhan ekonomi positif. Setelah tumbuh 4.5% di tengah krisis global tahun 2009, pada tahun 2010 lalu ekonomi kita tumbuh 6.0%. 9. Struktur pertumbuhanpun relatif lebih broad-based. Meski kontribusi konsumsi swasta tetap dominan, kontribusi investasi mulai meningkat lagi menjadi 2.0% terhadap pertumbuhan ekonomi 2010. Kinerja ekspor juga menonjol dengan kontribusinya yang mencapai 5.7%. 10. Di pihak lain, pada tahun 2010 inflasi IHK mencapai 6.96%, terutama karena besarnya pengaruh kenaikkan harga bahan pangan pada akhir tahun. Kenaikan harga pangan tersebut merupakan fenomena global dan telah menimbulkan tekanan inflasi di berbagai negara. Namun, tekanan inflasi inti di 2010 masih terkendali, tercatat 4.28%, ditopang oleh apresiasi rupiah dan masih memadainya kapasitas perekonomian dalam merespon konsumsi yang menguat. 11. Kita mencermati pula, menguatnya konsumsi dan investasi mendorong laju impor meningkat pesat. Meski demikian, ekspor dapat mengimbanginya. Setelah memperhitungkan nilai bersih pada neraca jasa, kita masih dapat membukukan surplus neraca transaksi berjalan sebesar USD 6.2 miliar atau 0.9% dari PDB. Hadirin sekalian yang saya hormati, 3 12. Di tengah banyak negara yang mengalami hantaman krisis global selama 2008/2009 lalu, perekonomian kita terbukti memiliki daya tahan. Tampaknya itu membangunkan nalar para pengelola portofolio global, bahwa ada kekuatan ekonomi baru di Asia selain China dan India, yang memiliki potensi pasar besar, fundamental makro yang semakin kokoh, dan menawarkan imbal hasil yang atraktif. 13. Pasar keuangan Indonesia pun menjadi magnet, menarik arus dana global yang memang tengah berlimpah. Kita telah menyaksikan bagaimana derasnya arus modal dana asing ke beberapa instrumen portofolio, terutama surat utang negara (SUN), sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan saham. Selama 2010, aliran masuk investasi portofolio mencapai USD 15,2 miliar. 14. Prospek dan ketahanan ekonomi kita yang semakin membaik juga mulai menarik minat investor asing, meskipun masih pada bidang-bidang usaha yang tergolong resource-based seperti pertambangan. Ini tergambar dari aliran Foreign Direct Investment yang mencapai USD 12,6 miliar, hampir tiga kali lipat dari nilai tahun 2009 yang hanya USD 4,9 miliar. 15. Secara keseluruhan, neraca pembayaran pada 2010 membukukan surplus USD 30 miliar. Cadangan devisa pun terus meningkat mencapai USD 96,2 miliar atau naik 45,5% dibanding tahun 2009 dan mampu menutup 7,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah jangka pendek. 16. Dengan neraca pembayaran yang cukup solid dan jumlah cadangan devisa yang semakin besar, posisi likuiditas eksternal (external liquidity) Indonesia semakin kuat. Lebih lanjut, apabila kedua variabel tersebut dikombinasikan dengan rasio utang luar negeri terhadap PDB yang menurun (29,5% dari PDB per Oktober 2010) maka akan melengkapi potret tingkat ketahanan eksternal Indonesia yang semakin membaik. 17. Kinerja dan ketahanan eksternal yang semakin membaik menjadi sebagian dari pencapaian kita yang membawa peringkat utang negara (sovereign ratings) 4 beberapa waktu terakhir terus meningkat. Saya optimis ekonomi kita sedang terus melaju menuju zona layak investasi (investment grade). Beberapa ketertinggalan yang menjadi hambatan memasuki zona tersebut terutama terkait perbaikan infrastruktur, yang merupakan pekerjaan rumah yang perlu kita tuntaskan bersama. Diskusi tentang hal ini sudah sama-sama kita ikuti dan berbagai rekomendasi kebijakan juga sudah disampaikan dan dirumuskan. Kini tinggal bagaimana kita secara konsisten mengimplementasikannya. 18. Neraca pembayaran yang surplus juga direpresentasikan dengan rupiah yang secara umum relatif stabil. Sepanjang 2010 rupiah menguat 4,2%, namun tetap dalam suatu kisaran yang kami pandang cukup ideal dan konsisten dengan kondisi makro yang berlaku dan memberikan kepastian bagi dunia usaha. 19. Meningkatnya kegiatan ekonomi selama 2010 juga ditopang kinerja sektor perbankan sebagaimana terlihat dari meningkatnya fungsi intermediasi dan terjaganya stabilitas. Hal itu tercermin dari ekspansi kredit selama 2010 yang mencapai 22.8%, rasio kecukupan modal (CAR) yang cukup tinggi, serta rasio kredit bermasalah (NPL) yang secara gross berada di bawah 5%. Secara keseluruhan ketahanan pasar keuangan domestik semakin membaik. Eskalasi krisis utang Eropa yang memuncak pada bulan Mei dan November 2010 lalu, hanya memberikan tekanan sementara. Hadirin sekalian yang berbahagia, 20. Berbagai pencapaian yang secara sekilas saya paparkan tadi tidak lain merupakan buah kerja keras seluruh masyarakat, termasuk pelaku perbankan. Pencapaian tersebut menjadi lebih berarti karena semuanya terwujud dalam lingkungan global yang masih diliputi ketidakpastian dan terjadi di tengah berbagai bencana alam. 21. Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan respon kebijakan Bank Indonesia yang telah ditempuh selama 2010 dalam rangka menjaga stabilitas makro dan sistem keuangan. Sebagaimana tema yang diusung pada kesempatan ini, dengan memperkuat stabilitas diharapkan akan menopang proses transformasi ekonomi 5 Indonesia paska krisis global menjadi ekonomi yang tumbuh berkelanjutan (sustainable). 22. Bagaimana Bank Indonesia merumuskan respon kebijakan adalah suatu proses yang tidak mudah dan melalui diskusi bahkan perdebatan yang sangat intensif. Saya dapat memahami hal itu, karena risiko dan tantangan yang kita hadapi selama 2010 lalu juga sangat beragam dan sukar diprediksi, sehingga menyebabkan komplikasi dalam perumusan kebijakan. 23. Secara garis besar saya melihat terdapat tiga risiko yang kita hadapi pada 2010 lalu, dan diperkirakan akan tetap menjadi tantangan kita ke depan. Pertama, risiko terkait global economic imbalance. Dua tahun paska krisis, ekonomi global berjalan dalam dua laju kecepatan yang berbeda (two speed recovery). Laju kecepatan pemulihan ekonomi negara emerging market jauh melampaui negara maju. Untuk memastikan durabilitas pemulihan para pemangku kebijakan di negara maju bertahan dengan kebijakan akomodatif. Sebaliknya, pemangku kebijakan di negara emerging market menghadapi tantangan untuk mencegah pemanasan ekonomi. Boleh dikatakan, hampir seluruh negara emerging market pada akhir 2010 lalu sudah masuk ke tahapan normalisasi kebijakan, bahkan beberapa di antaranya sudah mengambil langkah pengetatan. 24. Kedua, risiko terkait lalu lintas modal global dan sengketa mata uang (currency war). Perbedaan siklus ekonomi dan stance kebijakan antara negara maju dan emerging market menimbulkan dampak kurang menguntungkan ke negara emerging market. Hal itu terlihat dari derasnya aliran modal ke emerging market termasuk Indonesia. Tekanan apresiasi, risiko penggelembungan asset, dan kerentanan terkait capital reversal seluruhnya menyertai derasnya arus modal tersebut. Ini tentunya menimbulkan komplikasi pengelolaan kebijakan makro di negara emerging market, termasuk di Indonesia. 25. Respon kebijakan berupa intervensi valas dan pengaturan arus modal di sejumlah negara emerging market menyebabkan dampak apreasiasi berbeda dari satu negara ke yang lain. Sementara itu, mahalnya biaya pemupukan cadangan devisa 6 akibat intervensi tersebut mendorong negara emerging market mengalihkan penempatan devisa ke sesama negara emerging market. Jelas, ini menimbulkan eksternalitas negatif di kawasan emerging market. Tanpa koordinasi kebijakan dalam skala multilateral, terdapat kecenderungan masing-masing negara menempuh kebijakan yang mendahulukan kepentingan nasional. 26. Ketiga, risiko terkait permintaan domestik dan tekanan inflasi. Krisis global 2008/2009 menyebabkan perdagangan baik inter maupun intra-regional merosot. Hal ini memotivasi banyak negara mengedepankan strategi mendorong permintaan domestik (domestic driven). Namun, dalam konteks Indonesia, semata-mata bersandar pada permintaan domestik mengandung dua implikasi yang perlu dicermati. 27. Pertama, kondisi tersebut dapat memicu inflasi, karena sisi penawaran kurang fleksibel dalam merespon akselerasi sisi permintaan tersebut. Kedua, ini juga menyebabkan impor tumbuh lebih cepat, mengingat kandungan impor dalam ekonomi kita masih tinggi. Dampaknya, surplus neraca transaksi berjalan menurun atau bahkan berbalik defisit. Mengingat pangsa modal jangka pendek dalam komposisi arus modal masuk masih besar, risiko pembalikan neraca transaksi berjalan menjadi defisit secara cepat perlu diwaspadai. Hadirin sekalian yang berbahagia, 28. Oleh karena itu, guna memitigasi risiko global maupun domestik, sepanjang 2010 telah diimplementasikan bauran instrumen kebijakan moneter dan makroprudensial. Di tengah derasnya arus masuk modal dan masih tingginya ekses likuiditas, respon terhadap tekanan inflasi dirasa tidak dapat sepenuhnya bersandar pada instrumen kebijakan konvensional seperti suku bunga. Menaikkan suku bunga dapat saja lebih banyak mengundang arus modal. Oleh karenanya, perlu dikemas berbagai instrumen yang ada dalam suatu bauran kebijakan. 29. Bauran kebijakan yang diimplementasikan adalah untuk menjawab tantangan dalam menjaga stabilitas eksternal dan internal perekonomian. Stabilitas eksternal 7 mengandung arti tercapainya neraca pembayaran yang kuat secara berkesinambungan, sementara stabilitas internal adalah pencapaian inflasi yang rendah dan stabil agar dicapai pertumbuhan yang berkesinambungan. 30. Untuk menjaga stabilitas eksternal, bauran kebijakan ditujukan untuk stabilisasi nilai tukar dan pengelolaan lalu lintas modal melalui kebijakan makroprudensial. Di tengah derasnya arus masuk modal dan tekanan apresiasi, kebijakan stabilisasi nilai tukar melalui intervensi tetap ditempuh untuk meminimalkan volatilitas nilai tukar, dengan tetap memperhatikan arah dan pergerakan nilai tukar kawasan. Mengingat kompleksitas yang dihadapi apabila hanya menyandarkan pada intervensi, maka dilengkapi dengan penerapan kebijakan makroprudensial. Sejak Juni 2010 Bank Indonesia memberlakukan kebijakan makroprudensial yaitu onemonth-holding-period (OMHP) terhadap pembeli SBI. Kebijakan ini mewajibkan pembeli SBI untuk menahan kepemilikannya selama satu bulan sebelum dijual ke pihak lain. Saya melihat kebijakan ini terbukti sangat membantu dalam mencegah pembalikan modal dalam skala besar dan mendadak (large and sudden reversal) dari SBI sehingga kita melihat volatilitas nilai tukar semakin rendah. Scope, timing, dan sequencing penerapan bauran kebijakan didasarkan pada konsistensi nilai tukar dengan sasaran makro dan dampak ekses likuiditas akibat stabilitasi nilai tukar terhadap operasi moneter. 31. Sementara itu, bauran untuk menjaga stabilitas internal ditujukan untuk stabilisasi harga dan pengelolaan permintaan domestik. Kebijakan ini mencakup instrument suku bunga yang dilengkapi kebijakan makroprudensial dalam rangka pengendalian ekses likuiditas melalui peningkatan Giro Wajib Minimum. Scope, sequencing dan timing terkait bauran kebijakan didasarkan pada proyeksi inflasi dan makroekonomi ke depan, kondisi ekses likuiditas (termasuk dampak intervensi valas dan ekspansi rekening pemerintah), serta beban operasi moneter. 32. Kami secara terus menerus melakukan kalibrasi terhadap bauran kebijakan tersebut agar dicapai suatu konfigurasi yang optimal antara berbagai sasaran makro. Bank Indonesia juga terus menjalin koordinasi dengan Pemerintah 8 terutama untuk meminimalkan dampak inflasi volatile foods dan administered prices. Hadirin sekalian yang berbahagia, 33. Dalam jangka pendek, saya meyakini peluang untuk terus mendorong kegiatan ekonomi tumbuh lebih tinggi terbuka lebar. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2011 akan mencapai kisaran 6.0% - 6.5%, dan meningkat menjadi 6,1% - 6,6% pada 2012. Investasi yang mulai meningkat sejak 2010 diperkirakan dapat berlanjut sehingga membuat struktur pertumbuhan ekonomi lebih berimbang. 34. Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada 2011 juga akan ditopang oleh kinerja eksternal yang tetap solid. Ekspor akan semakin terdiversifikasi dan tumbuh tinggi sementara impor tumbuh pesat seiring dengan semakin kuatnya kegiatan investasi dan konsumsi. 35. Penanaman modal langsung (FDI) diperkirakan akan berperan lebih besar dalam komposisi arus modal masuk. Secara keseluruhan, neraca pembayaran pada 2011 diprakirakan akan mengalami surplus USD 16,4 miliar, dengan cadangan devisa mencapai USD 112,6 miliar pada akhir 2011. Jumlah tersebut diperkirakan dapat menutup 7,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah jangka pendek, serta semakin memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia dalam memitigasi berbagai kejutan eksternal (self insurance). Hadirin sekalian yang berbahagia, 36. Kami mencermati penguatan kegiatan ekonomi di 2011 diperkirakan akan disertai peningkatan tekanan inflasi. Kami juga terus mewaspadai sumber-sumber tekanan inflasi, terutama yang berasal dari kenaikan harga bahan pangan serta kemungkinan penyesuaian harga-harga yang ditetapkan Pemerintah. Meningkatnya ekspektasi inflasi akibat risiko naiknya harga pangan, yang telah mempengaruhi persepsi dan dinamika di pasar keuangan domestik akhir-akhir ini, juga menjadi perhatian khusus kami. 9 37. Dalam kaitan itu, Bank Indonesia dan Pemerintah akan terus menjalin koordinasi dalam rangka mempertajam program-program untuk meningkatkan sisi pasokan dan perbaikan distribusi bahan kebutuhan pokok. Bank Indonesia berharap dan yakin Pemerintah akan menangani hal ini dengan sebaik-baiknya. Sinergi antara bauran kebijakan dan jalinan koordinasi tersebut diyakini akan membawa inflasi pada sasarannya yaitu 5%±1% pada 2011 dan 4,5%±1% pada 2012. 38. Sebagai otoritas moneter, saya ingin menegaskan kembali bahwa Bank Indonesia tetap berkomitmen untuk mengarahkan BI rate guna mencapai target inflasi jangka menengah, menuju kisaran 3.5%. Penetapan BI rate ini dilakukan dengan takaran yang tepat agar inflasi dan ekspektasi inflasi mengarah pada target inflasi tersebut, tanpa mengorbankan pertumbuhan. 39. Saya meyakini pada 2015 saat ASEAN Economic Community resmi terbentuk, target inflasi jangka menengah tersebut dapat dicapai sehingga inflasi kita sejajar dengan negara kawasan. Dengan inflasi yang semakin rendah dan stabil yang disertai perbaikan berbagai kendala struktural, maka pada 2015 diperkirakan perekonomian Indonesia dapat tumbuh hingga 7.5%. Hadirin sekalian yang berbahagia, 40. Gambaran ekonomi yang saya paparkan tadi tentu masih akan dihadapkan pada berbagai risiko global maupun domestik. Ekonomi global akan terus bergerak dinamis mencari keseimbangan dan dapat saja pencarian tersebut seperti berjalan dalam terowongan gelap nan panjang. 41. Pemulihan ekonomi global yang tidak berimbang, persistensi krisis utang di kawasan peripheral Eropa, gejala pemanasan ekonomi di negara-negara emerging market, perubahan iklim yang ekstrim dan dampaknya terhadap tingginya harga pangan, tetap berisiko menyebabkan pasar keuangan global bergejolak dalam beberapa tahun ke depan. Dinamika pasar keuangan global tersebut akan berpengaruh cepat ke Indonesia, karena cukup terbukanya pasar keuangan kita. Tantangan pertama kita adalah bagaimana di satu sisi sistem keuangan 10 domestik dapat diperkuat, sementara di sisi lain manfaat sebesar-besarnya dapat diraih, termasuk pendalaman pasar. 42. Saya melihat langkah nyata upaya pendalaman pasar keuangan kita masih berjalan tersendat. Dalam konteks ini, penguatan basis investor domestik perlu menjadi prioritas agar dinamika pasar kita tidak lagi banyak disebabkan oleh perubahan risk apetite investor global semata. Selain itu, kita juga tidak perlu terlalu khawatir terhadap risiko capital reversal. Dalam kesempatan ini, saya menyambut baik langkah yang ditempuh Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN yang telah melakukan kerjasama dalam rangka pemeliharaan stabilitas pasar surat berharga negara. Hadirin sekalian yang berbahagia, 43. Tahun 2010 masih menyisakan berbagai persoalan domestik yang perlu terus kita atasi bersama ke depan. Dalam kaitan ini, tantangan kedua adalah bagaimana mentransformasikan ekonomi Indonesia menjadi ekonomi yang lebih berdaya tahan dan tumbuh berkesinambungan. Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih stabil dibandingkan sebagian besar negara kawasan, namun struktur permintaan domestik perlu terus diperkuat dengan lebih berbasis investasi (investment-driven). Sebagai contoh, tingginya pertumbuhan ekonomi China dan India karena keduanya memiliki pangsa investasi terhadap PDB masing-masing mencapai 45% dan 33%, dibandingkan Indonesia yang sebesar 24% terhadap PDB. 44. Dibandingkan kedua negara tersebut, Indonesia masih tertinggal dalam menarik FDI. Meskipun terdapat kecenderungan meningkat pada 2010 lalu, menurut laporan United Nation’s World Investment, stok dari investasi masuk di Indonesia hanya 13.5% terhadap PDB, jauh lebih rendah dari Thailand (37.5%) ataupun Malaysia (39%). 45. Secara sektoral, dinamika struktur pertumbuhan ekonomi kita juga perlu dicermati. Sektor-sektor yang dapat menyerap banyak tenaga kerja dan memfasilitasi alih 11 teknologi, terutama industri pengolahan, menunjukkan kontribusinya yang semakin kecil. Sebaliknya, pertumbuhan yang lebih cepat terjadi pada industri berbasis sumber daya alam yang rendah nilai tambah dan sektor non-tradable seperti telekomunikasi. Apabila dibiarkan, persoalan ini dapat mengarah pada deindustrialisasi yang dapat berdampak pada menurunnya nilai tambah industri nasional. 46. Industri manufaktur domestik kita juga masih kental muatan impor. Konsekuensinya peningkatan pertumbuhan ekonomi akan disertai naiknya impor, yang berdampak pada penurunan surplus neraca transaksi berjalan. Kecenderungan ini telah terjadi. Pada 2009 neraca transaksi berjalan mencatat surplus USD 10.7 miliar (2.0% dari PDB), dan menurun pada 2010 menjadi USD 6,2 miliar (0.87% dari PDB), sejalan dengan menguatnya konsumsi dan investasi. Hadirin sekalian yang berbahagia, 47. Tantangan ketiga adalah bagaimana mengarahkan inflasi ke tingkat yang rendah dan stabil sesuai target yang ditetapkan. Belakangan ini banyak pandangan di pasar mengenai inflasi lebih didasarkan pada fenomena jangka pendek atau faktor-faktor yang siklikal. 48. Rata-rata inflasi di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir mencapai 8.2% dengan tren menurun. Inflasi kita tersebut masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata negara-negara kawasan dalam kurun waktu yang sama. Meskipun demikian, terdapat kemajuan yang berarti karena inflation gap dalam kurun waktu tersebut semakin menurun. Bahkan apabila dibandingkan dengan negara-negara BRIC, yang seluruhnya sudah masuk peringkat layak investasi (investment grade), tingkat inflasi di Indonesia relatif tidak jauh berbeda dengan di Rusia dan Brazil, bahkan lebih rendah dari di India.Terlepas dari membaiknya profil inflasi Indonesia, penurunan inflasi lebih lanjut agar sejajar dengan negara kawasan mutlak membutuhkan pembenahan struktural. 12 49. Tantangan keempat adalah bagaimana kita bisa meraup manfaat sebesarsebesarnya dari arus modal masuk. Besarnya minat asing terhadap pasar keuangan domestik idealnya lebih diarahkan untuk memfasilitasi pendalaman pasar keuangan domestik dan pembiayaan dunia usaha. Dalam konteks ini, perlu dicari terobosan bagaimana kita dapat memberikan insentif untuk mendorong penerbitan saham (initial/secondary public offering) maupun obligasi (bond issuance). Penguatan infrastruktur, termasuk aspek kelembagaan, regulasi dan efisiensi pasar juga merupakan langkah penting yang diperlukan untuk lebih memberikan assurance bagi investor asing. Hadirin sekalian yang berbahagia, 50. Saya yakin berbagai risiko dan tantangan tadi akan dapat kita atasi, tentunya dengan komitmen, partisipasi aktif, dan jalinan koordinasi seluruh pihak. Untuk mengarahkan inflasi menuju sasaran, kebijakan Bank Indonesia selama 2011 akan berbentuk penguatan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah ditempuh selama 2010. Penguatan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan seluruh instrumen yang tersedia untuk kemudian dikalibrasi secara optimal. Instrumen-instrumen dimaksud meliputi: a) Kebijakan suku bunga (BI rate) diarahkan agar tetap konsisten terhadap pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkan, yaitu 5%±1% dan 4,5%±1% pada tahun 2011 dan 2012, dengan mewaspadai risiko tekanan inflasi yang akan meningkat ke depan. b) Kebijakan nilai tukar diarahkan untuk membantu pencapaian sasaran inflasi, dengan tetap konsisten pada pencapaian sasaran makroekonomi lain, serta memberikan kepastian bagi dunia usaha. Solusi possible trinity akan berbentuk konfigurasi optimal dari stabilisasi nilai tukar, pengendalian arus modal dan respon suku bunga. Dengan kata lain, mempertimbangkan berbagai kompleksitas yang dihadapi, Bank Indonesia mensiasati kerangka impossible trinity melalui pemilihan middle ground solution, bukan corner solution. 13 c) Operasi moneter dan kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas domestik diarahkan agar konsisten dan mendukung kebijakan suku bunga dalam pencapaian sasaran inflasi dan pengendalian permintaan domestik. d) Kebijakan makroprudensial lalu lintas modal diarahkan untuk mendukung kebijakan nilai tukar, dengan tidak menimbulkan dampak terhadap likuiditas domestik secara berlebihan. Dua dari paket kebijakan yang kami terbitkan pada Desember 2010 lalu yaitu kenaikkan giro wajib minimum (GWM) valas dan penerapan kembali batas posisi saldo harian pinjaman luar negeri (PLN) bank jangka pendek, merupakan instrumen makroprudensial yang juga terkait dengan pengelolaan arus modal. Di tengah derasnya modal masuk, kenaikkan GWM valas akan memperkuat managemen likuiditas perbankan. Sementara itu, pembatasan posisi saldo harian pinjaman luar negeri bank jangka pendek, akan memperkuat prinsip kehati-hatian dalam mengelola pinjaman luar negeri bank jangka pendek. 51. Perumusan dan implementasi bauran kebijakan tersebut sangat penting mempertimbangkan keterkaitan stabilitas moneter dan stabilitas keuangan. Bank Indonesia juga akan terus melakukan kalibrasi agar bauran kebijakan yang diambil tetap memberikan hasil optimal antara stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi. Hadirin sekalian yang berbahagia, 52. Sejalan dengan gambaran makro tersebut, perkenankanlah saya memaparkan kondisi perbankan Indonesia, yang tentunya banyak hal yang perlu didorong dan diselesaikan. Namun saya akan menggaris bawahi hal-hal mendasar yang menurut saya perlu mendapat perhatian lebih. 53. Saya akan mengawali dengan kondisi stabilitas sistem keuangan dan kinerja perbankan yang positif pada 2010. Secara umum stabilitas sistem keuangan cukup terjaga sebagaimana tercermin dari Financial Stability Index sebesar 1,75 atau jauh lebih rendah dibandingkan pada saat krisis 2007/2008 sebesar 2,43. Sedangkan kinerja industri perbankan sebagaimana saya ungkapkan sebelumnya 14 juga cukup menggembirakan. Fungsi intermediasi juga meningkat meski masih ada ruang untuk tumbuh, risiko kredit masih terjaga, permodalan yang memadai dan didukung dengan ketersediaan likuiditas yang menurut saya lebih dari cukup. 54. Indikasi kelebihan likuiditas perbankan tersebut tercermin dari besarnya jumlah alat likuid per 15 Desember 2010 yang terdiri dari SBI Rp 494,5 triliun, Surat Utang Negara Rp229,9 triliun. Hal ini juga tercermin dari jumlah undisbursed loan perbankan sebesar Rp 556,8 triliun. Dari situ kita tahu bahwa perekonomian kita pada hakekatnya tidak kekurangan likuiditas. Tantangannya adalah bagaimana agar likuiditas tersebut dapat tersalurkan untuk membiayai sektor usaha produktif dan pembangunan ekonomi secara keseluruhan. 55. Saya melihat terdapat sesuatu permasalahan besar, dimana dalam kondisi likuiditas perbankan berlebih, peran perbankan dalam pertumbuhan ekonomi masih rendah. Rasio kredit terhadap PDB di 2010 hanya sekitar 26,1%, hanya sedikit meningkat dari 25,7% di 2009. Rendahnya rasio tersebut merupakan dampak krisis 1997/1998 yang telah menyebabkan perekonomian nasional tergolong dalam low leverage economy. Dalam kondisi demikian terjadi proses deleveraging pada sektor korporasi dalam waktu yang cukup lama. Tidak mengherankan, dalam kurun waktu tersebut, kredit ke sektor korporasi tumbuh lambat. Saya berharap perbankan berani mengambil peran lebih besar membangkitkan kembali sektor korporasi, tentu dengan layanan berkualitas dan biaya yang efisien. 56. Hemat saya, bank perlu mencermati sumber-sumber pembiayaan non-bank yang semakin berkembang dan kompetitif. Sebagai ilustrasi, pada 2010 pembiayaan melalui pasar saham dan obligasi mencapai Rp280,6 triliun atau 4,4 % dari PDB, dibandingkan 3,7% dari PDB pada 2009. Jumlah emiten meningkat dari 57 (2009) menjadi 74 (2010). Kondisi ini seyogyanya menjadi pemacu bagi sektor perbankan untuk meningkatkan efisiensi sehingga tetap berdaya saing prima. 57. Terlepas dari persoalan di atas, saya melihat adanya peluang yang cukup potensial sebagai motor perekonomian, yaitu 15 di sektor UMKM. Data akhir 2010 menunjukkan pangsa kredit UMKM dalam total kredit perbankan telah mencapai 53,32% dan pertumbuhannya telah mencapai 25,17%. Angka-angka menunjukkan bahwa kredit sektor UMKM mendominasi total kredit. ini Lebih jauh dari itu, tingkat kredit macet UMKM sebesar 2.65% lebih rendah dibandingkan non-UMKM (3.51%). 58. Dibalik itu semua, ada hal yang masih bisa diperbaiki untuk sektor UMKM ini. Bunga pinjaman sektor ini masih relatif lebih tinggi dibandingkan sektor korporasi lainnya. Ini merupakan tantangan kita bersama, karena apabila suku bunga UMKM ini bisa kita turunkan lebih jauh, akan memberikan manfaat yang lebih besar dalam mendorong kegiatan ekonomi. 59. Dalam skala regional, daya saing perbankan kita dari segi efisiensi, permodalan dan asset masih lebih rendah dibandingkan negara lain di kawasan. Berdasarkan data Bank Indonesia dan Bank Scope akhir 2009, rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) dan net interest margin (NIM) kita masing-masing 81,6% dan 5,8%. Sementara itu, untuk Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina, rasio BOPO berkisar 32,7% - 73,1% dan NIM berkisar 2,3% - 4,5%. Fakta ini menunjukkan efisiensi perbankan Indonesia terendah di ASEAN-5. Ini ironis dengan fakta lain bahwa rata-rata kenaikan harga saham perbankan di Indonesia sangat fantastis. Untuk itu saya meminta perbankan untuk berupaya mengejar ketertinggalan dalam hal efisiensi. 60. Selain itu, tantangan kedepan yang perlu kita hadapi bersama adalah bagaimana daya saing perbankan kita dapat disejajarkan menjelang terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Liberalisasi sektor perbankan dalam kerangkan MEA tersebut akan efektif pada 2020. Seperti ungkapan: “9 years a short period of time, the future will be here before we know it,” untuk itu kita semua harus siap menghadapi tantangan ini. Oleh karena itu, perbankan dituntut untuk memiliki kemampuan bersaing serta meningkatkan ketahanannya secara individual antara lain melalui pemupukan modal untuk ekspansi aktiva dengan sehat. 16 61. Dalam tataran global, sebagai highly regulated industry, perbankan tidak dapat mengabaikan standar internasional, terlebih lagi dengan semakin diperhitungkannya Indonesia dalam forum Group of 20 (G-20), Financial Stability Board (FSB), Bank for International Settlements (BIS) dan Islamic Financial Services Board (IFSB). Dengan mengimplementasikan berbagai komitmen yang disepakati diharapkan sektor perbankan Indonesia tetap tumbuh dengan sehat dalam koridor standar prudensial internasional. 62. Memperhatikan berbagai konsesi global dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, saya melihat bahwa aspek permodalan dan likuiditas perlu ditinjau ulang. Sementara itu, resolusi krisis untuk lembaga-lembaga keuangan yang berdampak sistemik juga perlu diperkuat. Kesemua tantangan ini menjadi perhatian serius dan menjadi landasan bagi Bank Indonesia untuk mendorong program pemantapan Arsitektur Perbankan Indonesia (API). 63. Pada akhir 2010, Indonesia telah menyelesaikan program Financial Sector Assessment Program (FSAP), yang merupakan komitmen sebagai anggota G-20. FSAP menilai sejauh mana ketahanan serta kepatuhan terhadap standar internasional sektor keuangan. Hasil FSAP cukup menggembirakan kita semua. Ketahanan sektor sektor perbankan Indonesia dipandang baik. Hasil stress testing menggambarkan bahwa perbankan Indonesia dinilai memiliki kemampuan untuk menghadapi kondisi krisis. Disamping itu tingkat kepatuhan Indonesia terhadap prinsip-prinsip utama pengawasan bank yang efektif cukup baik. Untuk itu kami memberikan apresiasi yang tinggi kepada saudara-saudara sekalian. Hadirin yang Berbahagia, 64. Ditengah kondisi dan berbagai hal yang perlu dibenahi tersebut, saya melihat prospek makro ekonomi 2011 masih memberikan harapan bagi perbankan untuk terus berkembang. Kredit diperkirakan tumbuh pada kisaran 20%-23% pada 2011. Pencapaian kredit tersebut rentan terhadap risiko kenaikan harga komoditas dan potensi tekanan inflasi, serta peran pembiayaan non-bank yang semakin 17 meningkat. Beberapa hal tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan kredit berada dikisaran 19%-21%. 65. Untuk mendorong pertumbuhan sektor UMKM, Bank Indonesia mewajibkan bank untuk mencantumkan rencana penyaluran kredit UMKM dalam rencana bisnis bank. Saya berterimakasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung inisiatif sinergi melalui linkage program Bank Umum – BPR dan inisiatif penggunaan pola penjaminan sebagai salah satu upaya mitigasi risiko. 66. Dalam meningkatkan peran Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pada sektor UMKM dan masyarakat di wilayah operasionalnya, terutama masyarakat kelas bawah, penyesuaian aturan kualitas aktiva produktif BPR ke arah yang lebih kondusif akan dilakukan, sehingga BPR dapat lebih lincah, namun dengan tetap memperhatian derajat kehati-hatian. Selain daripada itu, diperlukan penataan ulang efisiensi BPR, terutama bagaimana dapat menekan bunga pinjaman yang saat ini berada pada tingkat yang cukup tinggi. 67. Untuk memperkuat perekonomian daerah, telah dicanangkan program BPD sebagai bank terkemuka di daerah (BPD Regional Champion). Program ini ditujukan untuk memperkuat daya saing dan kelembagaan Bank Pembangunan Daerah, sehingga dapat lebih efektif melaksanakan fungsinya sebagai agent of development di daerah. 68. Terkait upaya meningkatkan kualitas industri perbankan syariah nasional, saya memandang terdapat 3 aspek yang perlu diperhatikan: (i) pemenuhan jumlah dan penguatan kualitas SDM, (ii) pemberian insentif yang tepat, terutama berbentuk regulasi yang kondusif dan (iii) penguatan inovasi produk dan infrastruktur industri. Hadirin yang Berbahagia, 69. Atas berbagai peluang dan permasalahan pada 2010, sebagaimana diketahui Bank Indonesia mengeluarkan Paket Kebijakan Desember 2010. Adapun sasaran 18 utamanya adalah untuk memperkokoh stabilitas makroekonomi dan meningkatkan intermediasi dan ketahanan perbankan. 70. Sasaran kebijakan peningkatan intermediasi perbankan adalah untuk menjamin ketersediaan pasokan melalui pendalaman pasar (ketentuan sekuritisasi KPR), menciptakan biaya pinjaman yang kompetitif (ketentuan transparansi suku bunga dasar kredit), kelonggaran bobot risiko untuk kredit ritel dan KMK (ketentuan ATMR) serta upaya mengurangi asymmetric information dengan penyediaan data informasi kredit (ketentuan biro kredit swasta). Selain itu, untuk memperluas jangkauan dan kedalaman intermediasi, dilakukan upaya-upaya besar melalui program perluasan akses kepada lembaga keuangan (financial inclusion) dan program BPD Regional Championship. 71. Sasaran kebijakan meningkatkan ketahanan bank dimaksudkan untuk menopang pertumbuhan bank, memantapkan daya saing dan membendung kejutan krisis. Tentu untuk mendukung pencapaian sasaran tersebut diperlukan penguatan kualitatif dan kuantitatif, yang difasilitasi dengan adanya aturan terkait dengan fit and proper test, peningkatan fungsi kepatuhan bank umum, aktiva tertimbang menurut risiko, dan manajemen risiko terkait kerjasama bisnis Bancassurance. 72. Sasaran kebijakan terkait dengan penguatan kelembagaan, daya saing dan ketahanan bank perkreditan rakyat dan bank syariah dimaksudkan untuk membangun kesetaraan playing field dengan bank konvensional. Upaya ini akan didukung aturan yang terkait penilaian kualitas aktiva produktif, restrukturisasi pembiayaan bank dan unit syariah, batas maksimum pembiayaan dana BPR syariah, dan perubahan perizinan bank umum menjadi bank syariah. 73. Melalui paket kebijakan tersebut, efektivitas fungsi pengawasan bank juga diperkuat, khususnya melalui pembuatan early warning system dan penerapan macroprudential supervision. Upaya tersebut diiringi dengan penyempurnaan aturan-aturan terkait dengan sistem pengawasan bank berdasarkan risiko, penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank (exit policy) dan penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan risiko. 19 Hadirin sekalian yang berbahagia, 74. Perkenankanlah pada kesempatan ini saya menyampaikan buah pikiran mengenai arah kebijakan ke depan. Hal-hal tersebut sifatnya mendasar namun hemat saya penting untuk dijadikan fokus, guna mentransformasikan kondisi perekonomian dan perbankan paska krisis saat ini, menuju pertumbuhan yang berkesinambungan. 75. Pertama, saya melihat ketersediaan pasokan devisa yang berkesinambungan sangat krusial untuk menopang stabilitas makro, utamanya nilai tukar. Kita perlu memikirkan dengan sungguh-sungguh bagaimana devisa hasil ekspor tersebut benar-benar dapat menutupi kebutuhan impor dan kebutuhan pembiayaan, disamping dapat digunakan untuk memperdalam pasar keuangan. 76. Kedua, saya berpendapat penguatan sistem pengawasan industri perbankan dan pendalaman industri melalui konsolidasi tetap menjadi faktor penentu keberhasilan melewati krisis ditengah persaingan global. Modal perbankan mungkin mencukupi untuk menggerakkan sendi-sendi perekonomian nasional secara gradual, namun saya merasa belum pasti cukup kokoh untuk menghadapi krisis. Krisis yang kita alami baik tahun 1997/1998 maupun 2007/2008, memberikan pesan penting bahwa kerapuhan perbankan akan merugikan negara, bank sentral dan akhirnya jatuhnya pada kesengsaraan rakyat. 77. Bail-out itu mungkin perlu ketika krisis, namun pengalaman membuktikan, hal itu menimbulkan kekeruhan baru, baik dari sisi ekonomi, komplikasi politik dan masalah hukum. Kita memerlukan pencegahan dan memiliki pertahanan modal yang kuat. Pemikiran ini sudah mulai intensif dibahas diantaranya dengan menggantikan paradigma bail-out menjadi bail-in. Artinya perbankan sendiri harus memiliki buffer untuk menyerap risiko dan guncangan dalam hal terkena imbas krisis. 78. Hal ini menambah keyakinan saya bahwa konsolidasi, baik dari sisi permodalan maupun kelembagaan perlu dipercepat. Oleh karenanya akan dikaji alternatif20 alternatif insentif dan disinsentif yang lebih menarik terhadap pelaksanaan konsolidasi baik yang berbentuk merger, acquisition, atau corporate action lainnya. Kuatnya pemodalan bank tersebut juga bermanfaat untuk mengembangkan daya saing seperti pengembangan teknologi informasi dan skala usaha. Upaya ini diperlukan untuk menyongsong penerapan MEA, mengingat dibandingkan dengan kondisi perbankan di negara ASEAN-5 lainnya, rata-rata tingkat permodalan perbankan Indonesia adalah yang terendah. 79. Ketiga, saya menaruh perhatian terhadap efisiensi, dan berharap perbankan sanggup mendorong NIM ke arah yang lebih rendah dan efisien. Hemat saya efisiensi tersebut dapat menjadi simpul terurainya keruwetan permasalahan intermediasi, sehingga dapat meningkatkan kredit dan selanjutnya diharapkan lebih mendorong pertumbuhan ekonomi (growth). Efisiensi juga mendorong perilaku bank dalam memberikan kredit yang lebih hati-hati, selektif, produktif dan prospektif. Perilaku tersebut juga akan menstimulasi praktek prudensial perbankan, yang merupakan prasyarat stabilitas keuangan (financial stability) Tampak bahwa efisiensi perbankan berbuah pertumbuhan dan stabilitas sekaligus. 80. Usaha peningkatan efisiensi tersebut telah kita mulai. Kita tentu masih ingat kesepakatan penetapan suku bunga deposito lebih dari setahun lalu. Ini kemudian dilanjutkan dengan upaya pengkajian rentang bunga (spread) yang berujung pada pemberlakuan ketentuan mengumumkan suku bunga kredit peminjam utama (prime lending rate). Bank Indonesia tentu saja masih terus mengkaji langkahlangkah lanjutan, termasuk yang terkait pemberian hadiah bagi nasabah, dan pelaksanaan benchmarking antar bank. 81. Keempat, untuk mempersiapkan diri di era integrasi ekonomi serta lebih mendorong serta memfasilitasi kebutuhan lalu lintas transaksi perbankan dan perekonomian nasional, kebijakan pengembangan Sistem Pembayaran akan diupayakan agar lebih efisien, handal, mudah, dan aman. Upaya tersebut dititikberatkan pada pembangunan infrastruktur, pengembangan sistem, dan penguatan aturan hukum. 21 82. Mulai 2011, Bank Indonesia akan meningkatkan sejumlah sistem yang ada, diantaranya BI-RTGS, BI-SSSS G-II, Direct Debit-SKNBI, Interkoneksi Pembayaran Retail, dan Standarisasi Chip ATM/Debet. Efisiensi di bidang sistem pembayaran juga semakin diperkuat, dengan akan diintegrasikannya jaringan sistem pembayaran yang ada melalui National Payment Gateway (NPG), didorongnya financial inclusion lebih jauh melalui sistem pembayaran oleh agen retail, serta diusulkannya program redenominasi rupiah yang saat ini sedang dalam tahap koordinasi dengan pemerintah. 83. Kelima, saya memandang bahwa arsitektur perbankan Indonesia (API) bukan saja mencakup bagaimana kita bisa menggambarkan kondisi ideal industri perbankan dengan sejumlah pilar penting sebagai komponennya. Terdapat dua dimensi lagi yang harus masuk disana. Dimensi pertama adalah bagaimana mendudukkan berbagai jenis bank pada posisi yang tepat, sesuai dengan alasan keberadaannya masing-masing. Ini mencakup pemikiran tentang posisi bank konvensional dan bank syariah, bank umum dan bank prekreditan rakyat, bank lokal dan bank asing, serta bank nasional dan bank pembangunan daerah. Lebih jauh lagi, harus dipikirkan bagaimana agar satu sama lain dapat saling bersinergi. 84. Dimensi kedua yaitu bahwa arsitektur perbankan Indonesia juga harus berisi roadmap, yang menuntun kita dari kondisi sekarang ke kondisi ideal yang dibuat arsitekturnya tadi. Arsitektur perbankan Indonesia bukan snapshot yang statis, tapi merupakan roadmap yang dinamis. Roadmap ini harus meliputi berbagai upaya menjalankan best practice perbankan dalam berbagai aspek, termasuk business model, penetapan standar, system informasi, serta kepemilikan. 85. Keenam, sepanjang krisis global 2008 hingga saat ini, ternyata banyak hal baru yang dapat kita pelajari. Kondisi ini menyumbangkan kerangka berpikir baru, meskipun sejarah krisis berulang, ternyata kita tidak dapat mengandalkan yesterday logic, atau hanya mengandalkan kebijakan makro konvensional. Kehadiran kebijakan yang disebut makroprudensial menguatkan efektivitas kebijakan konvensional dan membawa harapan besar bagi pemulihan krisis. 22 Kebijakan tersebut mensyaratkan hubungan yang lebih kolaboratif, koordinatif, interaktif dan integratif antara fungsi pengawasan (micro) dan fungsi moneter (macro) dalam menjaga stabilitas keuangan. Tantangan ke depan adalah bagaimana tetap menjaga keutuhan kerangka kebijakan ini, dan saya sangat berharap ini tetap dipertahankan dan berlanjut ke depan. 86. Ketujuh, saya mengajak rekan-rekan perbankan sekalian untuk memanfaatkan potensi demografis Indonesia, dimana terdapat populasi yang besar dengan struktur usia yang mendukung, sementara akses keuangan masyarakat relatif masih rendah. Bank Indonesia bersama pemerintah sedang merumuskan strategi nasional keuangan inklusif, sebagai kerangka acuan yang memuat langkahlangkah strategis, dalam upaya membuka akses masyarakat, baik yang belum terhubung dengan jasa keuangan, maupun lembaga perbankan, termasuk pencanangan gerakan ayo menabung dan program TabunganKu. 87. Terakhir, dalam rangka pelaksanaan tata kelola yang baik (good governance) di sektor perbankan, saya juga berpendapat bahwa pengambilan risiko secara berlebihan yang berpotensi memunculkan moral hazard bagi eksekutif sebagaimana mengemuka pada krisis 2008, perlu dicegah. Oleh karenanya, diperlukan tatanan pemberian kompensasi atau remunerasi bagi eksekutif bank yang tetap kondusif bagi pengembangan profesionalisme dan integritas. Hadirin yang Berbahagia, 88. Selain berbagai arah kebijakan yang saya paparkan tadi, kita juga perlu merumuskan strategi dalam perspektif jangka menengah-panjang. Saya melihat pertumbuhan kapital, baik physical capital maupun human capital, dan perbaikan produktivitas tetap menjadi kunci untuk mendorong peningkatan sisi penawaran dan permintaan agregat secara berimbang. Kondisi ideal ini diharapkan bermuara pada peningkatan PDB dan penurunan inflasi, yang pada gilirannya akan disertai meningkatnya pendapatan per kapita. 23 89. Perkembangan pendapatan perkapita di beberapa negara utama di Asia menunjukkan adanya perbedaan kecepatan konvergensi menuju level di negara maju. Singapura telah melebihi rata-rata negara maju sejak dekade 1990-an, sementara Korea semakin konvergen ke Jepang paska krisis Asia 1997-1998. Untuk Indonesia, sebagai ilustrasi, rasio pendapatan perkapita Jepang terhadap pendapatan perkapita Indonesia menunjukkan penurunan secara gradual sejak dekade 1990-an, dengan sedikit jeda ketika krisis Asia. Ini berarti pendapatan per kapita Indonesia berada dalam kondisi sedang mengejar Jepang, atau terjadi catching up. 90. Dengan menggunakan angka proyeksi IMF pada Oktober 2010, rasio tersebut diperkirakan akan terus menurun sampai 2015 dan mungkin sesudahnya. Namun bila dianalisis lebih dalam, kecepatan mengejar (speed of convergence) untuk menyamai negara maju belumlah memadai. 91. Penelitian Bank Indonesia menunjukkan bahwa, disamping disebabkan oleh akumulasi modal dan produktivitas yang masih rendah, kecepatan mengejar yang belum optimal juga disebabkan masih adanya simpul-simpul kendala utama (most binding constraints) dalam perekonomian, yang jika diurai, akan menyebabkan akselerasi pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi dapat jauh lebih cepat. Lima simpul kendala utama tersebut adalah: 1) kapasitas IPTEK untuk inovasi (R&D) yang masih rendah; 2) kualitas pendidikan dan kesehatan yang masih di bawah standar; 3) penguasaan teknologi informasi dan komunikasi yang belum tinggi; 4) infrastruktur transportasi dan distribusi yang belum memadai; dan 5) ketersediaan energi (misalnya listrik) yang dipandang belum berkesinambungan (sustainable). Penyelesaian simpul kendala utama tersebut memerlukan peran negara. 92. Saya memandang terdapat satu kebijakan kunci yang seyogyanya menjadi prioritas, yaitu kebijakan-kebijakan reformasi sumber daya manusia (human capital reform). Ini merupakan prasyarat krusial untuk membawa perekonomian Indonesia menjadi perekonomian Abad 21, yaitu perekonomian berbasiskan iptek 24 dan inovasi (knowledge-based economy). Ini semua bisa dimulai dengan hal yang sederhana namun mendasar: kesehatan dan pendidikan. 93. Lebih penting lagi, dengan human capital reform tadi, Indonesia akan dapat terhindar dari middle-income trap, fenomena dimana suatu negara berkembang tak dapat beralih ke negara berpendapatan tinggi. Tentunya di tahun 2050 kita ingin agar Indonesia bebas sama sekali dari kemiskinan, serta dapat mencapai pertumbuhan yang inklusif dengan surplus di sejumlah sektor kunci, termasuk pertanian. Hadirin yang Berbahagia, 94. Saya ingin mengajak saudara-saudara pelaku perbankan untuk mulai mengubah mindset, yaitu dari upaya menangkap peluang sehubungan pemulihan krisis, menjadi melakukan penataan yang kokoh agar tercipta pertumbuhan yang berkelanjutan. Saya percaya solidnya dunia perbankan di tengah krisis kemarin membuat kita semua termotivasi untuk berbuat lebih jauh mendorong perbankan dan perekonomian Indonesia. 95. Sekali lagi selamat Tahun Baru 2011. Semoga di tahun baru ini Tuhan YME memudahkan langkah kita menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera. Selamat bekerja. Terima Kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. 25