II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Itik Cihateup Itik Cihateup adalah itik yang berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Selain dikembang biakkan di daerah asalnya, itik Cihateup juga telah dikembangbiakkan didaerahdaerah di sekitar Tasikmalaya seperti Garut. Daerah Cihateup berada pada ketinggian 378 m di atas permukaan laut (dpl) yang merupakan dataran tinggi, sehingga itik tersebut disebut juga dengan itik gunung. Daya adaptasinya dengan lingkungan dingin yang baik, membuat itik tersebut sesuai dipelihara untuk daerah dingin atau pegunungan. Itik tersebut merupakan salah satu kebanggaan peternak itik di Propinsi Jawa Barat di samping itik Cirebon. Berikut adalah klasifikasi itik Cihateup menurut (Srignano, 1977; Scannes dkk., 2004) adalah sebagai berikut : Kingdom Subkingdom Filum Subfilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Metazoa : Chordata : Vertebrata : Aves : Anseriformes : Anatidae : Anas : Anas platyrhyncos javanica 10 Pada itik betina asal Tasikmalaya dan Garut ditemui dua macam corak bulu yaitu laced dan buttercup. Pada bagian leher, punggung, dada, ekor dan kaki didominasi oleh corak bulu laced. Corak bulu laced itik betina asal Tasikmalaya (63,16%) lebih banyak daripada corak buttercup (36,84%). Demikian halnya dengan itik asal Garut corak bulu laced (64,86%) lebih banyak daripada corak buttercup (35,14). Sedangkan itik Alabio betina (Hardijosworo, 1985) Di Tasikmalaya, itik Cihateup merupakan komoditas ternak unggas lokal yang sangat potensial sebagai penghasil telur. Perannya dalam menunjang perekonomian petani cukup besar, karena produktivitasnya sangat tinggi yakni rataan produksi telur 290 butir per ekor per tahun, tingkat kematian dewasa sekitar 2 - 5%, dan berdaya adaptasi dengan kondisi lingkungan agraris cukup tinggi. (Dudi, 2007) 2.2. Perubahan Metabolisme sebagai Dampak Pemeliharaan Minim Air Itik pada umumnya memiliki behavior berenang di dalam kolam air maupun ditepatkan dekat dengan sawah. Mengapa itik senang dekat dengan air karena itik merupakan unggas air yang cara melepaskan panasnya dengan cara membasahi tubuhnya, itu adalah cara untuk itik berevaporasi dengan panas dalam tubuhnya dengan cara konveksi dalam kolam air. Sistem pemeliharaan yang masih dipergunakan saat ini pada umumnya yaitu dengan cara tradisional yaitu itik dipelihara dengan secara intensif serta dilengkapi dengan kolam air (Hardi Prasetyo, 2007). Kebiasaan Behavior itik dengan cara membasahi tubuhnya dengan cara berenang dalam kolam air menyebabkan kondisi fisiologik pada itik dalam kondisi panas mengalami kesulitan membuang panas tubuhnya ke lingkungan. 11 Akibatnya, ternak unggas yang dipelihara di daerah tropis rentan terhadap bahaya stres panas. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi pada ternak yang menyebabkan meningkatnya suhu atau stressor lain yang berasal dari luar ataupun dari dalam tubuh ternak maka itu dapat menimbulkan radikal bebas yang diakibatkan dari stress karena tidak cukupnya pula ketersediaan antioksidan yang adal dalam tubuh itik (Ewing dkk., 1999) Heat increament terutama merupakan penghambat yang cukup penting terhadap produksitivas ternak yang akan menimbulkan stress. Pada suhu lingkungan yang tinggi akan berpengaruh terhadap aktivitas metabolisme, aktivitas hormonal dan kontrol suhu tubuh. Kondisi fisiologis itik secara langsung dapat dipengaruhi oleh suhu lingkungan dengan cara memberikan pengaruh terhadap beberapa fungsi organ tubuh seperti denyut jantung, sistem pernafasan, serta meningkatnya aktivitas-aktivitas hormonal. Perubahan behavior pada ayam yang dapat diamati berada dalam cekaman panas dan mengalami stresss panas antara lain hiperventilasi (panting), yaitu meningkatnya kecepatan respirasi sampai lebih dari 20 kali per menit. Selama stress panas metabolisme dalam tubuh berlangsung cepat sehingga membutuhkan banyak oksigen, sedangkan karbondioksida dalam darah meningkat. Penurunan kadar oksigen dalam darah menyebabkan oksidasi asam lemak (melalui glukoneogenesis) menjadi meningkat untuk memenuhi kebutuhan tubuh untuk segera menghasilkan ATP. Selain itu juga terjadi proses glikogenolisis dalam hati untuk mempertahankan kadar glukosa darah agar tetp ada dalam batas yang dapat dipertahankan. 12 Cekaman lingkungan menyebabkan meningkatnya ACTH yang menyebabkan korteks adrenal meningkatkan sekresi glukokortikoid (Von Borell, 2001; Hardy dkk., 2005; Garriga dkk., 2006). Abbas (2009) mengemukakan bahwa meningkatnya glukokortikoid menyebabkan naiknya metabolisme protein dan glukoneogenesis, karena perlu segera menyediakan substrat energi untuk proses thermoregulasi dan homeostasis. Laju glikogenolisis ini terjadi dalam tubuh karena kadar glukosa dalam tubuh sudah mulai kekurangan glukosa akibat berbagai aktivitas baik dalam maupun luar tubuh glikogenolisis terjadi jika asupan makanan tidak cukup memenuhi energi yang dibutuhkan tubuh sehingga untuk mendapatkan energi tubuh mengambil alternatif lain yaitu dengan menggunakan simpanan glikogen yang terdapat dalam hati atau otot karena darah ingin segera membutuhkan energi. Laju glikogenolisis merupakan reaksi hidrolisis glikogen menjadi glukosa, perubahan glikogen menjadi sumber energi merupakan proses katabolisme cadangan sumber energi. Enzim utama yang berperan dalam glikogenolisis ini adalah glikogen fosforilase. Suatu proses hidrolisa glikogen sel posporolitik di dalam saluran gastrointestinal (di sitosol). Didalam dinding sel terdapat reseptor yang disebut reseptor Prot-G-terkopol yang mengaktifkan second messenger yang berada di membransel yang disebut adenily cyclise didalam membran. Adenily cyclise ini mengaktifkan ATP dari ADP, mengaktifkan protein kinase yang tidak aktif menjadi protein kinase aktif, protein kinase yang aktif mengaktifkan phosporilase kinase tidak aktif menjadi phosporilase kinase aktif, kemudian phosporilase kinase aktif menghasilkan phosforilase yang tidak aktif menjadi phosforilase yang aktif kemudian mengaktifkan glikogen menjadi glukosa6-phosfat lalu mengubah glukosa-6-phosfat menjadi glukosa-3-phossfat kemudian menjadi glukosa (A. Mushawwir, 2014), yang berbeda dalam proses glikogenolisis di 13 hati dan otot adalah hormone yang terlibat yaitu glucagon. Bila dihati terjadi konsentrasi gula darah menurun, maka glucagon diproduksi tinggi di sel, maka glikogen hati akan di degradasi akibatnya glukosa darah normal kembali. 2.3. Buah Makasar (Brucea javanica L.Merr) Ilustrasi 1. Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr) Dalam usaha peternakan yang intensif, pakan merupakan faktor yang menentukan biaya produksi yaitu 60 – 70 %. Peternak harus berupaya semaksimal mungkin agar pakan yang digunakan dapat optimal dengan cara meningkatkan tingkat konversi ransum. Peningkatan efisiensi penggunaan ransum adalah salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk menekan biaya produksi, yaitu dengan meningkatkan daya cerna ternak. Upaya yang dapat ditempuh antara lain dengan penambahan bahan berupa suplemen atau pakan tambahan (feed additive). Feed additive adalah suatu substansi yang secara alami tidak terdapat di dalam bahan baku pakan yang berfungsi meningkatkan daya cerna ternak dengan hasil akhir perbaikan feed effisiensi dan produksi daging/telur serta kesehatan ternak (Piliang, 1996). Beberapa jenis feed additive yang banyak digunakan antara lain antibiotika pemacu pertumbuhan (APP), probiotik, dan bahan-bahan alami (herbal). Feed additive tersebut memiliki target kerja yang sama yaitu memanipulasi kondisi saluran pencernaan sehingga proses pemecahan dan penyerapan sari makanan dapat lebih optimal (Sundari dkk., 2003). 14 Dalam hal ini langkah yang diambil adalah salah satunya dengan memanfaatkan minyak buah makassar Brucea javanica (L.) Merr. Hasil analisis komposisi kimia minyak buah makasar menggunakan GC-MS menunjukkan bahwa terdapat dua kelompok senyawa di dalamnya yaitu asam lemak dan senyawa organik lainnya. Asam lemak yang paling banyak terkandung dalam minyak buah makasar adalah asam linoleat (CH3(CH2)16COOH), yaitu sebesar 52,89%. Asam linoleat atau dikenal dengan istilah asam lemak omega 6 adalah asam lemak yang memiliki rantai karbon sebanyak 18 dan mengandung dua ikatan rangkap pada posisi 9 (C9-C10) dan 12 (C12-C13) dengan isomer geometris cis. Ikatan rangkap ini menyebabkan asam linoleat disebut asam lemak tidak jenuh (Murhadi, 2005). Ilustrasi 2 . merupakan komponen – komponen zat yang terdapat dalam minyak buah makassar. Ilustrasi. 2. Kromatogram Komposisi Kimia dalam Buah Makassar Brucea javanica (L.) Merr. Keterangan : 1) 2-ethyl hexanol,2) 2-ethyl hexanol, 3) o-phthalic acid anhydride, 4) ethyl palmitat, 5) palmitinic acid, 6) ethyl oleat, 7) linoleic acid, 8) linoleic acid, 9) di-(9-octadecenoyl)-glycerol, dan 10) myristyl oleat. 15 Minyak esensial disebut juga minyak atsiri (essential oils) atau minyak yang menguap (volatile oils) yang terbentuk di dalam retikulum endoplasma sel tanaman dan diperoleh dengan penyulingan dengan uap atau ekstraksi bagian buah, bunga, kayu, akar, daun, dan biji tanaman. Umumnya minyak esensial dianalisa dengan gas-chromatography (Supriadi, 2001). Salah satu komposisi yang sangat dibutuhkan pada ternak itik yaitu asam linoleat. Kemampuan minyak esensial untuk menstimulasi sistem saraf pusat mengakibatkan ternak lebih toleran terhadap stres (meningkatkan kekebalan), baik stres akibat pemisahan dengan induknya (terutama pada ternak babi) maupun stres akibat kondisi lingkungan. Penelitian invitro menunjukkan bahwa minyak esensial dari berbagai macam tanaman mempunyai antimikroba dan antifungisida yang dapat menghambat dan membunuh bakteri, virus dan jamur, maupun bakteri patogen lain dalam saluran pencernaan (Harjo, A., 2006). Kemampuan asam linoleat dalam mempertahankan kadar glukosa darah dan menurunkan kreatinin, memperbaiki sistem metabolisme, memcegah kerusakan sel an meningkatkan pemeliharaan membran sel, telah dilaporkan oleh (Shim dkk., 2006; Fesler dkk., 2011; Suekasombat dkk., 2006; Shin dkk., 2011; dan Jieng dkk., 2014) 2.4. Glukosa Darah Glukosa merupakan prekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di dalam tubuh seperti glikogen, ribose dan deoxiribose dalam asam nukleat, galaktosa dalam laktosa susu, dalam glikolipid, dan dalam glikoprotein dan proteoglikan. Glukosa, suatu gula monosakarida, karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama dalam tubuh (Murray R. K. dkk., 2003). 16 Glukosa merupakan salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber energi dalam tubuh hewan. Kadar glukosa darah diatur agar selalu berada dalam kondisi stabil dalam tubuh melalui proses homeostasis (Adisuworjo dkk., 2001), proses ini melibatkan sumber lain glukosa dalam tubuh seperti glikogen, asam-asam lemak, dan asam amino. Menurut Piliang (1996), kadar glukosa darah yang konstan dipertahankan setiap saat, yaitu homeostasis gula dalam darah dicapai melalui beberapa mekanisme yang mengatur kecepatan konversi glukosa menjadi glikogen atau menjadi lemak untuk simpanan dan dilepaskan kembali dari bentuk simpanan yang kemudian dikonversi menjadi glukosa yang masuk ke dalam system peredaran darah (Asril, 2002). Hati dapat mengubah glukosa menjadi asam lemak melalui jalur metabolik, kemudian disimpan menjadi trigeliserida atau asam amino untuk pembentukan protein. Hati berperan penting dalam metabolisme glukosa karena memiliki banyak enzim untuk konversi metabolik, hati juga penting untuk distribusi glukosa untuk disimpan atau sebagai energi. Hati akan membentuk glukosa dari asam lemak dan asam amino glukoneogenesis jika kebutuhan energi bertambah. (Frances K Widmann,1989) Mekanisme yang dipakai dalam pengaturan kadar glukosa darah melibatkan berbagai peran sebagai berikut : (1) Pengaturan kadar glukosa darah sangat tergantung pada keberadaan penyimpanan glikogen di hati. Jika kadar glukosa darah rendah, glikogen di hati akan dipecah menjadi glukosa melalui proses 17 glikogenolisis dan kemudian mengalir di darah untuk dikirim ke otot rangka dan organ lain yang membutuhkannya, dan jika kadar glukosa darah tinggi glukosa akan diserap oleh jaringan oleh bantuan hormone insulin. (2) Peran insulin dan glukagon adalah sebagai system pengatur umpan balik untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah agar normal. Bila konsentrasi glukosa darah meningkat tinggi, maka timbul sekresi insulin, insulin selanjutnya akan mengurangi konsentrasi glukosa darah agar kembali ke nilai normal. (Guyton 2006: 834), 2.5. Kreatinin Darah Kreatininin berbanding lurus dengan ketersediaan masa otot yang ada di dalam tubuh. Terkait dengan stress masa otot yang tinggi akibat meningkatnya masa otot dalam darah itu menyebabkan perlu segera menyediakan substrat energi. Berikut Ilustrasi 3. sumber-sumber nutrient yang dipergunakan untuk metabolisme energi bagi masa otot : Ilustrasi 3. Sumber – sumber nutrient untuk metabolisme energi bagi masa otot. Energi yang digunakan untuk kontraksi otot berasal dari proses sebagai berikut : 18 ATP ADP + asam fosfat Energi yang dilepaskan dapat segera digunakan untuk kontraksi otot. Fosfokreatine Asam Fosfat + Keratin Energi yang dilepas dari reaksi ini digunakan untuk sintesis kembali ATP (Adenosin Trifosfat). Otot kerangka membutuhkan ATP tidak hanya untuk melangsungkan peluncuran filamen aktif sepanjang miosin atau filamen tebal tetapi juga untuk mengendurkan otot kembali. Kontraksi otot diawali dengan impuls syaraf motorik, yang dikirimkan ke tubulus melintang dan reticulum sarkoplasmik, tempat asal Ca2+ yang dibebaskan ke dalam sarkoplasma.Ca2+ diikat oleh tropin. Tropoin adalah protein pengatur yang menterjemahkan isyarat ini menjadi peluncuran filamen-filamen aktin dengan menggunakan energi ATP. Pada saat impuls saraf motor berhenti, Ca2+di dalam sarkoplasma harus diikatlagi untuk mengendurkan otot.Ca2+ diangkut kembali ke dalam retikulum sarkoplasmik oleh ATP asemembran pengangkat Ca2+ diangkut ke dalam bagi setiap molekul ATP yang dihidrolisis. Jumlah ATP yang dibutuhkan untuk mengendurkan otot kerangka hampir sebanyak yang diperlukan untuk mendukung kontraksinya.( Lehninger, A. L. 1982) Keratinin sangat bergantung dari masa otot. Secara kimiawi, kreatinin merupakan derivat dari keratin. Biosintesis kreatinin sendiri juga berasal dari glisin, arginin, dan metionin. Pemindahan gugus guanidine dari arginin kepada glisin, yang membentuk senyawa guanidoasetat (glikosiamina), berlangsung didalam ginjal dan tidak terjadi didalam hati atau otot jantung. Peredaran kreatinin dikeluarkan dari darah oleh ginjal. Ginjal hampir tidak sama sekali 19 melakukan reabsorpsi kreatinin. Kadar kreatinin dalam darah akan tinggi jika kontraksi dalam otot semakin berat. Kreatinin merupakan molekul yang penting untuk produksi energi di otot, yang kemudian dialirkan oleh darah menuju ginjal. Darah dipompa dari jantung melalui pembuluh darah arteri ke ginjal dan ke seluruh tubuh, kemudian darah dialirkan kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena. Sehingga, darah yang berasal dari pembuluh darah vena dapat mewakili seluruh proses metabolisme dalam tubuh. Energi yang dibutuhkan untuk metabolisme khususnya protein, sebanding dengan kadar kreatinin yang dibutuhkan untuk menghasilkan ATP. Menurut Rahmawati (2009) metabolisme protein berbanding lurus dengan massa otot. Oleh karena itu, kadar kreatinin dapat digunakan sebagai penduga bobot badan atau peningkatan massa otot pada ternak. Lehninger (1982) menyatakan bahwa fosfokereatin berperan sebagai bentuk cadangan sementara gugus fosfat berenergi tinggi. Fosfokreatin (juga disebut kreatinin fosfat) memiliki bagi hidrolisis ATP. Fosfokreatin dapat memindahkan gugus fosfatnya kepada ATP, dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim keratin kinase. Fosfokreatin berfungsi untuk mempertahankan konsentrasi ATP didalam sel otot pada tingkatan tinggi yang tetap, terutama di dalam otot kerangka yang harus melakukan kerja berselang-seling dan kadang-kadang kerja keras pada kecepatan tinggi. Jika sebagian ATP pada otot dipergunakan untuk kontraksi, terjadi 20 pembentukan ADP melalui kerja keratin kinase, fosfokreatin dengan cepat memberikan gugus fosfatnya ke ADP untuk mengembalikan tingkat normal ATP. Karena kandungan fosfokreatin otot kira-kira 3 sampai 4 kali lebih besar dari kandungan ATP, senyawa ini dapat menyimpan gugus fosfat dalam jumlah cukup untuk mempertahankan tingkat ATP supaya tetap selama selang waktu yang singkat pada aktivitas intensif ini. Kreatininfosfat dapat bereaksi dengan ADP secara reversible untuk membentuk ATP dengan jalan memberikan gugus fosfat kepada ADP dan berubah menjadi kratinin. Apabila ATP banyak dibutuhkan maka reaksi berkisar ke kanan, sedangkan apabila ATP telah dapat terbentuk kembali ke proses glikolisis dan siklus asam sitrat maka reaksi tersebut berjalan ke kiri, artinya kreatininfosfat terbentuk kembali. (Supriyanti dkk., 2006 ) Pembentukan kreatinin dari keratin berlangsung secara konstab. Berikut ini merupakan proses pembentukan kreatinin yang dapat dilihat pada ilustrasi 4. Ilustrasi 4. Pembentukan kreatin Kreatin fosfat adalah simpanan energi pertama yang digunakan pada awal aktivitas kontraktil seperti ATP, kratin fosfat mengandung sebuah gugusfosfat 21 berenergi tinggi, yang dapat diberikan secara langsung ke ADP untuk membentuk ATP. Seperti terjadinya pelepasan energi sewaktu ikatan fosfatterminal di ATP diputuskan, energi juga dibebaskan ketika ikatan fosfat dan kreatin diputuskan. Energi yang dibebaskan dari hidrolisis kreatin fosfat, bersama dengan fosfatnya, dapat diberikan secara langsung ke ADP untuk membentuk ATP. Reaksi ini, yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatinkinase bersifat reversibel; energi dan fosfat dari ATP dapat dipindahkan kreatin untuk membentuk kreatin fosfat (Sherwood, 2001). Ketika cadangan energi bertambah pada otot yang beristirahat, peningkatan konsentrasi ATP cenderung menyebabkan pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi ke kreatin fosfat, sesuai dengan hukum aksi massa. Dengan demikian, sebagian besar energi di dalam otot tersimpan dalam bentuk kreatin fosfat (Sherwood, 2001). Meskipun jalur metabolisme kreatin tampak sederhana, tetapi sebenarnya pada sebagian besar jaringan mengalami kekurangan enzim yang diperlukan, sehingga mengharuskan pengangkutan antar jaringan melalui darah untuk memungkinkan seluruh kaskade reaksi untuk melanjutkan. Sebagian kreatin akan mengalami refosforilasi kembali menjadi kreatin fosfat dan sebagian lagi akan mengalami degradasi menjadi kreatinin (Marks, 2000). 22 Berikut ini merupakan gambaran metabolism kreatinin dapat dilihat pada Ilustrasi 5. Metabolisme Kreatinin, (diambil dari Wyss, M. dan KaddurahDaouk R. 2000. Creatine and Creatinine Metabolism: PubMed.gov. Vol. (30):80)