Teluk Bone - WordPress.com

advertisement
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
TUGAS GEOLOGI LAUT
TELUK BONE
OLEH
NIM
: DZUL FADLI B.
: D611 06 001
MAKASSAR
2010
1.1 TELUK BONE
Perairan Teluk Bone Secara administratif terletak di Propinsi Sulawesi Selatan (di
sebelah barat dan utara) dan Propinsi Sulawesi Tenggara (di sebelah timur). Wilayah
Administratif dari Propinsi Sulawesi Selatan yang berbatasan perairan Teluk Bone adalah
Kabupaten Bulukumba, Kab. Sinjai, Kab. Bone, Kab. Wajo, Kab. Luwuk, Kodya Polopo,
Kab. Luwuk Utara, Kab. Luwuk Timur. Sedangkan wilayah administratif di Propinsi
Sulawesi Tenggara yang berbatasan dengan perairan Teluk Bone adalah Kabupaten
Bombana dan Kab. Kolaka. Laut Flores adalah batas sebelah selatan dari perairan Teluk
Bone.
Teluk Bone dicirikan sebagai tempat bermuaranya Sungai Cenrana. Secara
geografis Sungai Cenrana menjadi muara dari sejumlah sungai besar dan kecil di
Sulawesi Selatan. Dimana air dari Sungai Cenrana ini kemudian mengalir ke Teluk Bone.
1.2 ESCAPE TECTONIC INDONESIA DALAM PEMBENTUKAN TELUK BONE
Konsep escape tectonics (extrusion tectonics) yang dikemukakan oleh Molnar
dan Tapponnier (1975), Tapponnier dkk. (1982), dan Burke dan Sengör (1986) dicoba
diterapkan di Indonesia (Satyana, 2006). Escape tectonics adalah konsep tektonik yang
membicarakan terjadinya gerak lateral suatu blok geologi menjauhi suatu wilayah
benturan di benua dan bergerak menuju wilayah bebas di samudra. Karena itu,
peneyebutan konsep tektonik ini lebih sesuai bila disebut : post-collisional tectonic
escape (gerak lateral menjauh pascabenturan). Eksplorasi hidrokarbon di wilayah
Indonesia membantu menunjukkan bukti-bukti bahwa telah terjadi escape tectonics di
Indonesia. Secara singkat bisa dikatakan, zone benturan dicirikan oleh jalur sesar-lipatan
yang ketat, sementara hasil escape tectonics dicirikan oleh sesar-sesar mendatar
regional, sesar-sesar normal, dan retakan-retakan atau pemekaran kerak Bumi.
Awang Harun Satyana mengidentifikasi lima peristiwa benturan di Indonesia
yang membentuk atau mempengaruhi sejarah tektonik Indonesia sepanjang
Kenozoikum.
Benturan pertama adalah benturan India ke Eurasia yang terjadi mulai 50 atau 45 Ma
(Eosen awal-tengah). Benturan ini telah menghasilkan Jalur Lipatan dan Sesar
Pegunungan Himalaya yang juga merupakan suture Indus. Benturan ini segera diikuti
oleh gerakan lateral Daratan Sunda (Sundaland) ke arah tenggara, sebagai wujud escape
tectonics, diakomodasi dan dimanifestasikan oleh sesar-sesar mendatar besar di wilayah
Indocina dan Daratan Sunda, pembukaan Laut Cina Selatan, pembentukan cekungancekungan sedimen di Malaya, Indocina, dan Sumatra, dan saat ini oleh pembukaan Laut
Andaman. Sesar-sesar ini terbentuk di atas dan menggiatkan kembali garis-garis suture
akresi batuandasar berumur Mesozoikum di Daratan Sunda. Sesar-sesar besar hasil
escape tectonics ini adalah: Sesar Red River-Sabah, Sesar Tonle-Sap-Mekong (Mae Ping),
Sesar Three Pagoda-Malaya-Natuna-Lupar-Adang, dan Sesar Sumatra.
Gambar 1 Tectonic escape di Indonesia Barat pada 45 Ma dicirikan oleh benturan India dan
Eurasia dan bergeraknya massa daratan Asia Timur, Indocina dan Indonesia Barat ke arah timur
dan tenggara. Sesar-sesar mendatar besar di Asia (misalnya Altyn Tagh), pembukaan Laut Jepang
dan Laut Cina Selatan adalah juga manifestasi tectonic escape akibat benturan India-Eurasia
(dimodifikasi dari Tapponnier dkk., 1982; Satyana, 2006)
Benturan kedua terjadi pada sekitar 25 Ma (Oligosen akhir) ketika sebuah busur
kepulauan samudra yang terbangun di tepi selatan Lempeng Laut Filipina berbenturan
dengan tepi utara Benua Australia di tengah Papua sekarang. Benturan ini menghasilkan
jalur lipatan dan sesar Pegunungan Tengah Papua dan segera diikuti oleh escape
tectonics berupa sesar-sesar mendatar besar dan pembentukan cekungan akibat
runtuhan (collapse) di depan zone benturan. Sesar-sesar besar tersebut adalah Sesar
Sorong-Yapen (bagian awalnya), Sesar Waipoga, Sesar Gauttier, dan Sesar ApauwarNawa. Pembukaan daerah cekungan (basinal area) Papua Utara (termasuk di dalamnya
Cekungan Waipoga, Waropen, Biak, Jayapura) dan Cekungan Akimeugah di selatan zone
benturan
Pegunungan
Tengah
Papua,
terbentuk
akibat
runtuhan
untuk
mengkompensasi tinggian akibat benturan. Sesar-sesar mendatar yang terbentuk juga
mempengaruhi pembentukan cekungan-cekungan ini.
Benturan ketiga adalah benturan antara mikro-kontinen Kepala Burung dengan
badan Papua pada sekitar 10 Ma (Miosen akhir). Jalur lipatan dan sesar Lengguru
menandai benturan ini. Sesar-sesar mendatar yang menjauh dari zone benturan ini
seperti Tarera-Aiduna, Sorong, Waipoga, dan Ransiki menunjukkan escape tectonics
pascabenturan. Cekungan Bintuni yang terletak di sebelah barat Jalur Lengguru
merupakan foreland basin yang terbentuk sebagai akibat post-collision extensional
structure.
Benturan keempat terjadi dari 11-5 Ma (Miosen akhir-Pliosen paling awal) ketika
mikro-kontinen Buton-Tukang Besi dan Banggai-Sula membentur ofiolit Sulawesi Timur.
Kedua mikro-kontinen ini terlepas dari Kepala Burung Papua dan bergerak ke barat oleh
Sesar Sorong. Benturan ini telah membentuk jalur lipatan dan sesar Buton di selatan
Sulawesi Timur dan Jalur Batui di daerah benturan Banggai dan Sulawesi Timur. Kedua
benturan ini telah diikuti tectonic escapes pascabenturan dalam bentuk-bentuk rotasi
lengan-lengan Sulawesi, pembentukan sesar-sesar mendatar besar Palu-Koro, Kolaka,
Lawanopo, Hamilton, Matano, dan Balantak, dan pembukaan Teluk Bone. Gerak sesarsesar mendatar ini di beberapa tempat telah membuka cekungan-cekungan koyakan
(pull-apart basin) akibat mekanisme trans-tensional seperti danau-danau Poso, Matano,
Towuti juga Depresi Palu.
Benturan terakhir mulai terjadi pada sekitar 3 Ma (pertengahan-Pliosen) ketika
tepi utara Benua Australia berbenturan dengan busur Kepulauan Banda. Benturan ini
telah membentuk jalur lipatan dan sesar foreland sepanjang Timor, Tanimbar sampai
Seram. Di wilaya Seram, jalur ini juga banyak dipengaruhi oleh benturan busur Seram
dengan mikro-kontinen Kepala Burung. Pembukaan lateral juga terjadi mengikuti
benturan busur-benua ini, pembukaan ini adalah manifestasi tectonic escape. Sesarsesar mendatar besar terbentuk hampir sejajar dengan orientasi Pulau Timor.
Pengalihan tempat mikro-kontinen Sumba dan pembentukan serta pembukaan
Cekungan Weber, Sawu, dan Laut Banda dapat berhubungan dengan escape tectonics
pascabenturan ini melalui mekanisme extensional structure atau collapse yang
mengikuti arc-continent collision.
Kasus-kasus di Indonesia ini menunjukkan bahwa tectonic escapes adalah gejala
dan proses yang penting dalam evolusi wilayah konvergen seperti Indonesia. Konsep
escape tectonics memberikan kontribusi penting untuk pemahaman bagaimana benua
terbangun dan terpotong-potong.
Gambar 2. Tectonic escape pascabenturan Banggai-Sula dicirikan oleh banyak hal : rotasi lenganlengan Sulawesi, pembukaan Teluk Bone, dan pembentukan sesar-sesar mendatar besar yang
memotong pulau ini. Escape tectonics di Sulawesi merupakan gambaran ideal model yang
dikemukakan Molnar dan Tapponnier (1982) dan Tapponnier dkk. (1982). Panah hitam adalah
arah benturan, panah kosong adalah arah escape (Satyana, 2006)
1.3 Pasang Surut Di Teluk Bone
Berdasarkan hasil ramalan menggunakan ORITIDE (Global Tide Model) yang dibangun
oleh Ocean Research Institute, University of Tokyo dimana melibatkan 8 komponen
pasut utama (M2, S2, N2, K2, K1, O1, P1, dan Q1), terlihat pola elevasi pasang surut di
perairan Teluk Bone adalah bertipe Campuran cenderung ke Harian Ganda (Mixed Tide
Prevailing Semidiurnal), dimana dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali
air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda, dan jika dinyatakan dalam kisaran nilai
Formzahl adalah sebesar 0,25 < F < 1,50 (Wyrtki,1961).
1.4 Temperatur, Salinitas, dan Densitas Air di Perairan Teluk Bone
Kondisi temperatur air di permukaan berkisar antara 27,083 ºC hingga 29,029ºC,
sedangkan kisaran temperatur hingga di kedalaman rata-rata 150 meter adalah antara
17,677 ºC hingga 18,328 ºC. Dimana kisaran salinitas di permukaan antara 33 PSU hingga
32,32 PSU, dan kisaran salinitas di kedalaman rata-rata 150 meter mencapai 34,388 PSU
hingga 34,860 PSU. Sedangkan kisaran densitas dari seluruh stasiun pengamatan adalah
20 kg/m3 hingga 25 kg/m3.
1.5 Kandungan Nitrat, Fosfat, dan Kholorofil di Teluk Bone
a. Nitrat
Suatu perairan dapat diketahui tingkat kesuburannya berdasarkan dari
kandungan nitratnya. Kandungan nitrat di katakan kurang subur bila
kandungannya < 0,226 ppm (< 1,001 μg-at N/lt), nilai antara 0,227 – 1,129 ppm
(1,005 – 5,001 μg-at N/lt) digolongkan perairannya subur dan antara 1,130 –
11,290 ppm (5,006 – 50,015 μg-at N/lt) menunjukkan perairan dengan tingkat
kesuburan tinggi (Vollenweider, 1968). Kadar nitrat di Teluk Bone berkisar
antara 0,12 ppm-0,796 ppm.
b. Fosfat
Fosfat merupakan salah satu senyawa nutrien yang sangat penting. Fosfat diabsorbsi oleh fitoplankton dan seterusnya masuk kedalam rantai makanan.
Senyawa fosfat di perairan berasal dari sumber alami seperti erosi tanah,
buangan (ekskresi) dari hewan, lapukan tumbuhan, dan dari laut sendiri.
Peningkatan kadar fosfat dalam laut akan menyebabkan terjadinya ledakan
populasi (blooming) fitoplankton yang akhirnya dapat menyebabkan kematian
ikan secara massal.
Kandungan fosfat 0,000 – 0,020 ppm (0,061 μg-at P/lt) digolongkan kesuburan
rendah, nilai antara 0,021 – 0,050 ppm (0,064 -0,153 μg-at P/lt) digolongkan
tingkat kesuburan sedang, nilai antara 0,051 – 0,100 ppm (0,156 – 0,169 μg-at
P/lt) digolongkan dengan tingkat kesuburan sangat baik dan nilai > 0,210 ppm
(0,643 μg-at P/lt) digolongkan dengan tingkat kesuburan sangat baik
(Vollenweider, 1968). Kandungan fosfat di Teluk Bone berkisar antara 0,5 ppm1,152 ppm.
c. Kholofil
Khlorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan
produktivitas primer di laut, berupa pigmen yang terdapat pada organisme di
perairan yang digunakan untuk proses fotosintesis. Khlorofil antara 1,426
mg/m3 - 1,722 mg/m3
1.6 POTENSI SUMBER DAYA TELUK BONE
1.
Taman Laut Nasional Taka Bonerate
Selayar memiliki potensi wisata bahari berkualitas kelas dunia. Salah satu
diantaranya potensi wisata bahari andalan nasional yaitu, kawasan Taman Laut
Nasional Taka Bonerate,Kawasan ini merupakan karang atoll terbesar ketiga di
dunia setelah Kwajifein di kepulauan Marshal, dan atoll Suvadiva di Maidive.
Pantai timur daratan Selayar juga memiliki potensi wisata bahari berkualitas
kelas dunia.Pulau Selayar adalah salah satu Kabupaten diantara 23
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi-Selatan. Terletak di ujung selatan Propinsi
Sulawesi-Selatan. Dikelilingi oleh laut Flores di sebelah timur dan selatan. Selat
Makassar dan laut Flores di sebelah barat dan Teluk Bone di sebelah utara.
Memiliki luas 320.765ha, merupakan taman laut terbesar di Indonesia, berada
pada daerah segitiga terumbu karang dunia, merupakan lempengan pertemuan
bumi benua Asia dan Australia, diakses selama 1 jam dari pantai timur Selayar
(Pelabuhan Pattumbukang). Terumbu karang yang sudah teridentifikasi disini
sebanyak 261 jenis dari 17 famili di antaranya Pocillopora eydouxi, Montipora
danae, Acropora palifera, Porites cylindrica, Pavona clavus, Fungia concinna, dan
lain-lain. Sebagian besar jenis-jenis karang tersebut telah membentuk terumbu
karang atol (Barrier Reef) dan terumbu tepi (Fringing Reef). Semuanya
merupakan terumbu karang yang indah dan relatif masih utuh. Karang atol
(Barrier Reef) yang terdapat di daerah ini merupakan karang atol terbesar ketiga
di Dunia.
Terdapat sekitar 295 jenis ikan karang dan berbagai jenis ikan konsumsi yang
bernilai ekonomis tinggi seperti kerapu (Epinephelus spp.), cakalang
(Katsuwonus spp.), napoleon wrasse (Cheilinus undulatus), dan baronang
(Siganussp.).
Sebanyak 244 jenis moluska diantaranya lola (Trochus niloticus), kerang kepala
kambing (Cassis cornuta), triton (Charonia tritonis), batulaga (Turbo spp.), kima
sisik (Tridacna squamosa), kerang mutiara (Pinctada spp.), dan nautilus
berongga (Nautilus pompillius).
2. Teluk Malili
Pemandangan Teluk Bone di Malili, Luwu Timur
3. Potensi Tambak
WILAYAH pesisir Sulawesi Selatan memiliki potensi lahan budi daya laut sebesar
600.500 Ha dan potensi lahan tambak seluas 150.000 Ha (Dahuri 2004). Potensi
perikanan tangkap Sulawesi Selatan sebesar 620.480 ton/tahun, dengan rincian ;
Selat Makassar dengan potensi 307.380 ton/tahun, Laut Flores dengan potensi
168.780 ton/tahun, dan Teluk Bone dengan potensi sebesar 144.320 ton/tahun.
4. Hutan Mangrove
Provinsi Sulawesi Selatan memiliki areal hutan mangrove seluas 22.353 Ha yang
terdiri dari hutan mangrove primer seluas 1.410 Ha dan hutan mangrove
sekunder 20.943 Ha, dengan 19 spesies mangrove. Pada wilayah yang
berbatasan dengan laut,hutan mangrove didominasi oleh Avicennia dan
Sonneratia. Dibelakang zona tersebut ditemui Bruguiera dan Rhizophora, sedang
pada wilayah-wilayah yang berbatasan dengan daratan ditemukan pandan,
ficus, nypa dan biota lain yang menjadi ciri peralihan antara wilayah laut dan
daratan.
Habitat mangrove di huni jenis-jenis ikan pemakan detritus dan juga di huni oleh
kerang-kerangan, udang, kepiting, beberapa jenis burung, tikus, babi dan
kelelawar. Wilayah pantai timur Sulawesi Selatan setiap tahun menjadi area
yang paling banyak didatangi oleh burung-burung migratory, terutama yang
berasal dari Australia dan New Zealand.
5. Padang Lamun
Padang lamun merupakan tumbuhan berbunga dan berbiji yang telah
beradaptasi penuh terhadap perairan laut. Tumbuhan tersebut terdapat di
perairan dekat pantai yang dangkal. Jumlah jenis tumbuhan lamun yang
ditemukan di seluruh dunia sebanyak 50 spesies, 12 spesies diantaranya
terdapat di Indonesia.
Di Sulawesi Selatan terdapat/dikenal 7 jenis, yaitu ; Enhalus, Thalassia,
Halophila, Halodule, Cymodocea, Syngodium dan Thallassodendrum. Selain
berfungsi sebagai penyerap sedimen, padang lamun juga berfungsi sebagai
regulator nutrien di perairan pantai sehingga berperan menjadi tempat
berkumpulnya organisme renik plankton yang mengundang ikan-ikan untuk
meletakkan telurnya hingga menetas. Selain itu, organisme seperti dugong
(duyung), moluska dan teripang juga merupakan biota-biota yang sering
dijumpai berasosiasi dengan padang lamun.
DAFTAR PUSTAKA
Laporan Akhir KegiatanPusat Riset Wilayah Laut Dan Sumberdaya Non-Hayati Badan
Riset Kelautan Dan Perikanan Departemen Kelautan Dan Perikanan, Kajian Daya
Dukung Lahan Laut Di Perairan Teluk Bone, 20 Desember 2004
Http://coastaleco.wordpress.com/2008/04/26/valuasi-ekonomi-sumberdaya-pesisirdan-laut-di-teluk-bone/
http://www.scribd.com/doc/13253742/Kajian-Daya-Dukung-Lahan-Laut-di-PerairanTeluk-Bone
http://www.dim.esdm.go.id/kolokium%202005/mineral/SinjaiBoneProceeding.pdf
http://www.scribd.com/doc/13253742/Kajian-Daya-Dukung-Lahan-Laut-di-PerairanTeluk-Bone
http://atlasnasional.bakosurtanal.go.id/fisik_lingkungan/batimetri_detail.php?id=1&jud
ul=umum
Download