Pengembangan Wireless Mesh Network Berbasis Standar IEEE 802.11 Zulham1, Yusep Rosmansyah2, Nanang Ismail3 Wireless Informastion Network Research Group (WINNER) Kelompok Keahlian Teknologi Informasi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung 1 [email protected], [email protected], [email protected] Abstraksi Dalam wireless LAN (WLAN), access point (AP) yang terkoneksi ke Internet digunakan untuk menyediakan layanan jaringan kepada user. Namun sistem seperti ini memiliki jangkauan yang terbatas. Salah satu solusi untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan menggunakan jaringan wireless mesh. Jaringan wireless mesh memiliki kelebihan-kelebihan, seperti self-organized dan self-configured. Selain itu jaringan wireless mesh dikenal juga dengan sifat self-healing, yaitu bagaimana jaringan ini memungkinkan untuk dapat melakukan rerouting maupun usaha lain untuk menjaga jaringannya tetap reliable. Hal tersebut diharapkan dapat membuat jaringan wireless mesh ini memiliki keunggulan lebih seperti robustness, reliability serta service coverage yang lebih baik. Beberapa perangkat dibutuhkan untuk membangun sebuah Wireless Mesh Network (WMN), yaitu radio Wi-Fi (Wireless LAN 802.11) sebagai mesh router dan notebook/PC sebagai mesh client dengan menambahkan perangkat lunak sebagai routing protocol. Selain perangkat hardware untuk melakukan implementasi jaringan ini juga diperlukan firmware yang mampu menjalankan fungsi routing protocol jaringan wireless mesh. Berdasarkan implementasi jaringan wireless mesh didapatkan bahwa coverage bertambah sekitar 80% (bergantung kepada penempatan posisi AP). Sedangkan parameter QoS (Quality of Service) seperti throughput dapat berkurang hingga sekitar 60% ketika melewati 1-hop pada noise-free environment dan penurunan throughput menjadi lebih drastis ketika diimplementasikan pada noisy environment. Sehingga untuk melakukan implementasi harus dipastikan dulu mengenai aplikasi apa saja yang akan dilewatkan. Apabila yang dilewatkan merupakan aplikasi yang membutuhkan akurasi realtime yang tinggi, maka penggunaan jaringan wireless mesh bisa jadi tidak sesuai, karena adanya penurunan throughput dan penambahan delay. Kata Kunci : WLAN 802.11, jaringan wireless mesh, QoS 1. PENDAHULUAN Perkembangan jaringan khususnya jaringan wireless telah berkembang dengan pesat dengan menyediakan bermacam-macam layanan. Salah satunya adalah Wireless Mesh Network (WMN). WMN telah muncul sebagai teknologi andalan dengan berbagai keunggulan dan karakteristiknya dibandingkan dengan jaringan wireless konvensional pada umumnya[1]. WMN merupakan sebuah teknologi jaringan alternatif yang sangat potensial untuk dikembangkan lebih lanjut dan diimplementasikan ke dalam dunia nyata (real-world). Sebuah WMN memiliki sifat self-organized dan selfconfigured. Sifat-sifat inilah yang memungkinkan WMN untuk dapat secara otomatis membangun dan memelihara konektivitas mesh diantara mereka sendiri[1]. Selain itu WMN juga memiliki sifat self healing, yaitu sifat yang memungkinkan WMN dapat melakukan proses rerouting maupun usaha lainnya untuk menjaga jaringan tetap reliable. Sifat-sifat tersebut memungkinkan WMN memiliki keunggulan-keunggulan lebih, seperti robustness, reliability, serta service coverage yang lebih baik. Client mesh yang telah dilengkapi dengan wireless network interface card (NIC) dapat terkoneksi secara langsung ke wireless mesh router (atau mesh node) untuk mengakses layanan yang ada. Selain itu fungsi gateway/bridge pada mesh node memungkinkan pengintegrasian WMN dengan jaringan yang telah ada sebelumnya, sehingga client WMN dapat mengakses layanan yang disediakan oleh jaringan tersebut. WMN merupakan teknologi yang sangat menjanjikan yang mampu mengakomodasi berbagai jenis aplikasi, seperti home networking, community and neighbourhood networking, enterprise networking, dan lain sebagainya[1]. e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta Eksistensi WMN juga memungkinkan untuk mengembangkan dan memperluas jaringan. Berdasarkan sifat WMN yang self organized dan self configured, maka mesh node dapat dipasang secara bertahap (incremental) sesuai dengan kebutuhan (demand), dan setiap penambahan mesh node pada jaringan akan meningkatkan tingkat reliabilitas dan konektivitas dari jaringan tersebut secara selaras. Terlepas dari keunggulan-keunggulan WMN tersebut, timbul permasalahan mengenai bagaimana pengimplementasian WMN serta pengujian terhadap beberapa karakteristik WMN. Karakteristik yang ingin diketahui adalah kemampuan re-routing dan parameter QoS terutama throughput dan response time. 2. TINJAUAN PUSTAKA a. Standar IEEE 802.11 Teknologi wireless yang umum digunakan saat ini adalah standar 802.11, atau yang biasa disebut Wi-Fi. Teknologi IEEE 802.11 merupakan teknologi akses wireless yang distandarisasi oleh IEEE (Institute of Electrical and Electronic Engineers) dan dirancang untuk memiliki cakupan atau jangkauan LAN (Local Area Network). Pada OSI layer, 802.11 terletak pada layer PHY dan DATA LINK. Saat ini, terdapat beberapa kelompok protokol 802.11 yang biasa digunakan, diantaranya sebagai berikut: • 802.11a • 802.11b • 802.11g • 802.11n • 802.11s Pada mode ini tidak terdapat master / AP sama sekali. Pada mode ini setiap node melakukan komunikasi secara langsung dengan node tetangganya. Node yang saling berkomunikasi harus berada dalam jangkauan (coverage) node yang lainnya. Selain itu SSID dan channel harus berada dalam satu kesamaan. • Monitor Mode Mode ini disebut juga mode pasif. Pada mode ini AP tidak melakukan transfer data sama sekali, karena pada mode ini perangkat hanya digunakan untuk mendengarkan semua traffic radio dalam sebuah channel yang berada pada coverage tertentu saja. Mode ini jarang digunakan dalam jaringan wireless. Penggunaan teknologi IEEE 802.11 dalam komunikasi data dapat dikategorikan kedalam dua mode komunikasi, yaitu mode infrastructured network dan mode infrastructureless network (ad-hoc). b. Wireless Mesh Network Dalam teknologi jaringan wireless yang konvensional semua user atau node harus berada dalam jangkauan transmisi dari base station agar dapat terhubung ke internet. Jika sebuah node sudah tidak terjangkau lagi oleh base station, maka node tersebut tidak dapat terlayani. Dalam wireless mesh network, coverage tidak dibatasi oleh ketersedian koneksi secara langsung ke base station. Node yang terhubung secara langsung ke base station biasa disebut sebagai gateway. Tidak seperti base station pada umumnya, node user tidak perlu terhubung secara langsung namun bisa melalui user lain yang masuk kedalam coverage dari gateway. Setiap node user di wireless mesh network tidak hanya beroperasi sebagai host, namun juga sebagai router untuk meneruskan (forward) paket untuk node lain yang tidak terhubung secara langsung ke gateway. Jaringan ini biasanya sangat dinamis dan memiliki sifat self-organizing dan self-configuring. Gambar 21 Keluarga IEEE pada OSI layer[11] Sebuah device IEEE 802.11b/g dapat beroperasi dalam empat mode yang berbeda, yaitu: • Master Mode/AP Mode Mode ini biasa digunakan oleh AP pada umumnya. Wireless Card membentuk sebuah jaringan dengan nama/identitas tertentu (SSID / Service Set Identifier) dan channel tertentu. Dalam master mode, AP hanya dapat berkomunikasi dengan managed mode. • Managed Mode/Client Mode Pada managed mode, node-node yang menggunakan mode ini akan bergabung dengan jaringan yang dibentuk oleh master. Pada prakteknya SSID pada node client akan secara otomatis sesuai dengan AP begitu pula dengan channel pada node client. • Ad-Hoc Mode Gambar 22 Contoh implementasi WMN[3] e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta c. Quality of Service (QoS) Quality of Service atau QoS merupakan suatu metoda yang digunakan untuk mengoptimalkan transmisi data sehingga data tidak corrupt bahkan hilang selama perjalanan. QoS memiliki beberapa parameter: • Latency • Jitter • Packet Loss • Availability • Throughput 3. PERANCANGAN WIRELESS MESH NETWORK Jaringan wireless yang hendak dibangun adalah jaringan hybrid wireless mesh network, di dalam pembangunannya dibutuhkan perangkat yang memenuhi beberapa persyaratan: • Dapat digunakan baik indoor maupun outdoor. • Dapat digunakan sebagai testbed untuk penelitian lebih lanjut. • Biaya perangkat yang murah dan mudah didapat. • Mudah dalam instalasi dan penggunaan. Arsitektur yang dibangun adalah hybrid WMN. Gambar 3 Implementasi Hybrid WMN Hardware yang dipilih sebagai mesh router adalah Linksys WRT54GL yang berupa AP, produk ini mudah diperoleh dan sudah mendukung OpenWRT. Firmware yang dipilih adalah Freifunk firmware yang juga diimplementasikan pada Berlin OLSR dan sudah cukup terbukti kinerjanya. Firmware ini dipilih karena kompatibel dengan hardware yang digunakan, adanya dukungan luas dengan adanya komunitas yang mengembangkan OpenWRT serta firmware ini dapat digunakan untuk mengimplementasikan beberapa protokol routing. Protokol routing yang dipilih adalah OLSR. Beberapa pertimbangan pemilihan protokol ini adalah: • Kinerja secara umum lebih baik dibandingkan dengan AODV terutama dari segi respon. • Kenyataan bahwa semakin lama jaringan akan semakin berkembang, sehingga pada suatu titik AODV akan menjadi pilihan yang buruk. • Dukungan perkembangan lebih luas, telah didukung oleh komunitas bebas di internet. • Merupakan protokol routing yang banyak dipakai di dunia saat ini, dan oleh beberapa sumber disebut sebagai: “The most stable and promising routing protocol”[3]. 4. PENGUKURAN DAN ANALISIS Pengukuran dilakukan pada dua environment yang berbeda, yaitu pada enviroment dengan noise-free dan noisy. Sebelum melakukan pengukuran, terlebih dahulu dilakukan scanning pada frekuensi sekitar 2,4 GHz untuk mengetahui tingkat interferensi radio. Scanning dilakukan untuk mengetahui keberadaan dan kekuatan sinyal radio yang ada disekitar wilayah pengukuran serta pendudukan channel oleh radio existing, software Network Stumbler digunakan untuk melakukannya. Hasil scanning untuk masing-masing environment: • Terdapat satu SSID yang menggunakan channel 11, sehingga testbed menggunakan channel 1 yang cukup jauh dari channel 11. Daerah ini dianggap noise-free environment. • Terdapat tiga SSID yang masing-masing menggunakan channel 1, 6, dan 11. Testbed menggunakan channel 9 yang mengalami interferensi dai channel 6 dan 11 karena adanya overlap pada frekuensi. Daerah ini dianggap noisy enviroment. Endpoint yang digunakan dalam pengukuran ini memiliki spesifikasi yang sama, sehingga keseimbangan dalam pengukuran dapat dianggap sudah terpenuhi. Sedangkan perangkat lunak yang digunakan dalam pengukuran ini adalah NetIQ Chariot yang dapat melakukan streaming data dari satu endpoint ke endpoint yang lain dan melakukan pengukuran terhadap streaming data tersebut. A. Pengukuran Skenario pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini digunakan untuk mengambil informasi parameter QoS (throughput) pada jaringan wireless. Skenario dibuat untuk dua arsitektur, infrastructured wireless dan hybrid WMN. Pada pengukuran infrastructured wireless, pengukuran dilakukan satu kali pada noise-free environment. Sedangkan pengukuran hybrid WMN dilakukan pada noise-free environment dan noisy environment secara incremental (dimulai dari 1 hop hingga 4 hop). Skenario pengukuran dapat dilihat dibawah: e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta Gambar 4 Skenario 1 (infrastructured wireless) Tabel 1 Rekapitulasi Pengukuran Transaction Skenario Throughput Rate 1 23,660 29,449 2 (noise15,834 19,792 free) 2 (noisy) 9,504 11,963 3 (noise5,835 7,294 free) 3 (noisy) 0,435 0,544 4 (noise2,196 2,744 free) 4 (noisy) 0,310 0,387 5 (noise0,632 0,790 free) 5 (noisy 0,212 0,265 ResponseTime 0,034 0,051 0,084 0,051 1,837 0,364 2,581 1,264 3,766 Perbandingan throughput dalam bentuk grafik: Throughput vs. Hop in Hybrid Gambar 5 Skenario 2 Throughput (Mbps) 30 25 20 theory 15 noise-free noisy 10 5 0 1 2 3 4 Number of Hops Gambar 9 Throughput vs. Hop in Hybrid Gambar 6 Skenario 3 Perbandingan transaction rate dalam bentuk grafik: Transaction Rate vs. Hop in Hybrid Gambar 4 Skenario 4 Transaction Rate (#/Sec) 25 20 15 noise-free noisy 10 5 0 1 2 3 4 Number of Hops Gambar 4 Skenario 5 Rekapitulasi hasil pengukuran ditampilkan pada tabel dibawah: Gambar 10 Transaction Rate vs. Number of Hop in Hybrid Perbandingan response time dalam bentuk grafik: e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta 6. DAFTAR PUSTAKA Response Time vs. Hop in Hybrid Reponse Time (sec) Ian F. Akyildiz, Xudong Wang, Weilin Wang (2005). Wireless Mesh Networks: a survey. Georgia Institute of Technology. [2] Krishna N. Ramachandran, Scott Miller, Milind M. Buddhikot, Girish Chandranmenon, Elizabeth M. Belding-Royer, Kevin C. Almeroth (2005). On the Design and Implementation of Infrastructure Mesh Networks. University California Santa Barbara, Lucent Bell LabsUSA. [3] Sebastian Buettrich (2005) Mesh Network. www.itrainonline.org. [4] Stefano Basagni, Marco Conti, Silvia Giordano, Ivan Stojmenovic (2004). Mobile Ad Hoc Networking. Wiley Interscience. [5] Bruce E. Alexander (2004). 802.11 Wireless Network Site Surveying and Installation. Cisco Press. [6] Diego Passos, Douglas Vidal Teixeira, Débora C. Muchaluat-Saade, Luiz Schara Magalhães, Célio V. N. Albuquerque (2006). Mesh Network Performance Measurements. Institute for Computing of the Fluminense Federal University Brazil, Telecommunications Engineering Department of the Fluminense Federal University Brazil. [7] Ng, Dany (2004). Wireless Mesh Network Technical Overview. Nortel Networks. [8] Charles Perkins, Elizabeth Belding-Royer, Samir Das (2003). Ad Hoc On-Demand Distance Vector (AODV) Routing., RFC 3561, Internet Engineering TaskForce (IETF). [9] T. Clausen, P. Jacquet (2003). Optimized Link State Routing Protocol (OLSR). Internet Engineering Task Force (IETF). rfc3626. [10] ___________(2006). What is Mesh Networking. RFM, RFM Monolithic Inc. [11] Martin W. Murhammer, Orcun Atakan, Stefan Bretz, Larry R. Pugh, Kazunari Suzuki, David H. Wood (1998). TCP/IP Tutorial and Technical Overview. IBM. [12] Jiang Weirong (2006). Internal Adaptive OLSR for Wireless Mesh Network. [13] ___________(2005). Solving The Wireless Mesh MultiHop Dilemma. StrixSystems [1] 4 3.5 3 2.5 noise-free 2 noisy 1.5 1 0.5 0 1 2 3 4 Number of Hops Gambar 11 Response Time vs. Number of Hop in Hybrid Pada jaringan hybrid wireless mesh terdapat pengurangan throughput sekitar 60% (mendekati worst-case degradation) untuk setiap node yang dilewati paket data. Hal ini dikarenakan karena dua hal yaitu pertama, mesh node setidaknya “mendengar” lebih dari satu node tetangganya[13] dan kedua, pemilihan metric ETX pada protokol OLSR. 5. PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan penelitian ini: • Infrastructured wireless network memberikan throughput jaringan yang lebih baik dibandingkan dengan hybrid wireless mesh network. • Implementasi hybrid wireless mesh network dapat menggunakan satu radio dengan menggunakan mode ad-hoc. • Implementasi hybrid wireless mesh network pada noise-free environment dengan menggunakan satu radio menyebabkan pengurangan throughput sekitar 60% untuk setiap node yang dilewati. • Implementasi hybrid wireless mesh network pada noisy environment menyebabkan penurunan throughput yang drastis. • Diperlukan perencanaan yang baik dalam pemilihan arsitektur jaringan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Infrastructured wireless network memberikan throughput yang terbaik dengan permasalahan di perkabelan, sedangkan hybrid wireless mesh network memberikan kemudahan dalam pengimplementasian dengan throughput yang lebih kecil. • Pemilihan metric ETX pada routing protocol OLSR dapat mengurangi jumlah hop pada pemilihan jalur routing, namun tidak meminimalisasi loss probability pada jalur routing-nya. e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta