ADSORPSI KADMIUM (II) DAN KROMIUM (III) DALAM AIR OLEH

advertisement
TK-470 PENELITIAN
ADSORPSI KADMIUM (II) DAN KROMIUM (III)
DALAM AIR OLEH LUMPUR AKTIF
Kelompok C.01.3.18
Maya Kusmaya (13098009) dan Muhammad Badri Halim (13098070)
Dosen Pembimbing
Ir. Tjandra Setiadi M.Eng. Ph.D
ABSTRAK
Proses pengolahan limbah dengan menggunakan sistem lumpur aktif pada sisi lain menimbulkan
permasalahan baru, yaitu persoalan pengolahan lumpur. Meningkatnya penggunaan sistem menyebabkan
meningkat pula jumlah lumpur yang harus diolah. Hal tersebut meningkatkan beban ekonomi bagi
industri yang menggunakan sistem pengolahan limbah secara lumpur aktif. Pemanfaatan lumpur aktif
sebagai adsorben tentunya mengurangi beban ekonomi pengolahan lumpur. Disamping itu pemanfaatan
tersebut memberikan nilai tambah bagi industri karena dapat dijual dan digunakan pada proses
penghilangan logam berat dalam suatu limbah cair sebagai pengganti karbon aktif ataupun adsorben lain.
Tujuan utama penelitian ini adalah menentukan kapasitas maksimum adsorpsi sebagai suatu
parameter untuk mengkuantifikasi keefektifan aktivitas suatu adsorben lumpur aktif dalam mengadsorpsi
logam berat kadmium dan kromium dari suatu limbah cair industri. Parameter-parameter yang
mempengaruhi adsorpsi seperti konsentrasi awal adsorbat, waktu kontak, dan pH juga diteliti.
Dalam penelitian ini, variabel yang divariasikan adalah konsentrasi adsorbat yaitu, kadmium dan
kromium dalam rentang 0,97 – 13,68 mg/L. Variabel lain yang divariasikan adalah pH (dalam rentang 1 14) dan 3 jenis lumpur aktif yaitu lumpur slurry, lumpur cake, dan lumpur powder.
Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan lumpur aktif tipe cake memberikan tingkat
jumlah logam teradsorpsi paling tinggi dibandingkan dengan lumpur slurry ataupun powder. Waktu
kesetimbangan adsorpsi Cd (II) dan Cr (III) menggunakan adorben lumpur aktif adalah 24 jam.
Persentase efisiensi removal logam berat Cd(II) dengan menggunakan lumpur aktif tipe cake untuk
rentang konsentrasi 0,97-11,85 mg/l ada pada rentang yang cukup tinggi yaitu 88,44-95,38%. Demikian
juga dengan persentase efisiensi removal logam berat Cr(III) untuk rentang konsentrasi yang cukup
rendah yaitu 1,66-13,68 mg/l memberikan angka yang sangat tinggi yaitu 98,26-99,73%. pH optimum
untuk adsorpsi logam Cd(II) dan Cr(III) oleh lumpur aktif terjadi pada pH antara 6,0 dan 8,0. Persamaan
isoterm yang sesuai untuk adsorpsi Cd(II) dan Cr(III) menggunakan lumpur aktif adalah model isoterm
Langmuir, dengan demikian merupakan adsorpsi satu lapis. Khusus untuk adsorpsi Cd(II), prosesnya juga
mengikuti model isoterm Freundlich. Kapasitas adsorpsi maksimum (qm) untuk Cd(II) menggunakan
lumpur aktif adalah 6,25 mg/g adsorben, sedangkan untuk Cr(III) adalah 6,13 mg/g adsorben. Tetapan
Langmuir, b, untuk logam Cd(II) adalah 1,0596 l/mg dan untuk Cr(III) adalah 23,99 l/mg.
Kata kunci : Lumpur Aktif, Adsorpsi, Model Isoterm.
Adsorpsi Kadmium (II) dan Kromium (III) dalam Air oleh Lumpur Aktif
2
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia mempunyai visi untuk meraih status sebagai negara maju pada tahun 2020, hal ini
ditunjukkan dengan pertumbuhan yang sangat cepat di bidang industri sejak tahun 1980-an yang
mengakibatkan pertambahan volume limbah industri termasuk limbah cair yang mengandung logam
berat, diantaranya adalah kadmium dan kromium. Tanpa pengolahan dan metoda disposal tertentu
terhadap limbah tersebut, mengakibatkan logam berat terakumulasi dan masuk dalam rantai makanan.
Industrialisasi yang berkembang secara cepat di Indonesia harus diimbangi dengan modernisasi yang
berorientasi pada pengelolaan lingkungan hidup. Kebijakan manajemen yang efektif untuk menciptakan
inovasi-inovasi proses pengelolaan limbah cair harus dikembangkan secara berkelanjutan untuk
mencegah dan mengendalikan pencemaran logam berat.
1.2 Rumusan Masalah
Studi tentang isoterm adsorpsi terhadap larutan kadmium dan kromium menunjukkan hasil yang
berbeda-beda. Dengan dipelajarinya model isoterm adsorpsi diharapkan akan dapat diungkapkan tentang
kapasitas adsorpsi dan jenis adsorpsi (adsorpsi fisika, adsorpsi kimia atau gabungan kedua jenis adsorpsi
tersebut) dari suatu adsorben terhadap adsorbat.
Permasalahannya adalah apakah peristiwa adsorpsi menggunakan adsorben lumpur aktif sama
dengan peristiwa adsorpsi pada karbon aktif, algae, atau adsorben-adsorben lainnya mengingat perbedaan
karakteristik zat-zat tersebut. Selain itu apakah lumpur aktif yang digunakan akan mengikuti salah satu
model isoterm adsorpsi yang telah ada atau mempunyai model tersendiri, mengingat lumpur aktif tersebut
mempunyai struktur dan komposisi yang berbeda dengan adsorben lain tersebut di atas.
1.3 Tujuan
Tujuan utama dari penelitian ini adalah menentukan kapasitas maksimum adsorpsi sebagai suatu
parameter untuk mengkuantifikasi keefektifan aktivitas suatu adsorben lumpur aktif dalam mengadsorpsi
logam berat kadmium dan kromium dari suatu limbah cair. Parameter-parameter yang mempengaruhi
adsorpsi seperti konsentrasi awal adsorbat, waktu kontak, dan pH juga diteliti.
1.4 Ruang Lingkup
Dipilihnya kadmium dan kromium sebagai logam model karena keduanya sering ditemukan
dalam kandungan limbah cair pada berbagai industri terutama industri elektroplating. Kadmium dan
kromium merupakan bahan yang sangat beracun, sehingga menuntut perhatian yang lebih besar dalam hal
proses penghilangannya. Sedangkan adsorben yang digunakan dalam penghilangan logam kadmium dan
kromium ini adalah lumpur aktif yang berasal dari industri tekstil.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Lumpur aktif (activated sludge) merupakan suatu kumpulan (aggregates) mikroba dalam sistem
pengolahan limbah cair. Sel-sel mikroba tertentu, baik hidup atau mati, ditemukan dapat mengakumulasi
sejumlah besar logam-logam penting. Logam penting ini termasuk logam yang beracun bagi manusia
(misalnya kadmium) dan logam yang digunakan secara komersial. Sel-sel mikroba ini mengakumulasi
logam pada permukaan sel (adsorpsi), dinding sel, membran sel dan sitoplasma sel. Logam yang dapat
diakumulasi oleh mikroba bervariasi jumlahnya mulai dari mikrogram per gram sel hingga beberapa
persen dari berat kering sel. Perbedaan kemampuan mikroba untuk mengakumulasi logam berat
disebabkan oleh perbedaan karakteristik mikroba dan logam itu sendiri. Adsorpsi oleh mikroorganisme
(Biosorption) merupakan reaksi kompleks kimia-fisika yang tidak langsung antara logam terlarut dengan
muatan komponen sel, erat kaitannya dengan pertukaran ion.
Adsorpsi isotermal adalah gambaran tentang jumlah adsorbat yang teradsopsi per satuan berat
adsorben sebagai suatu fungsi konsentrasi kesetimbangan pada suhu tetap. Adsorpsi isotermal dibuat
dengan melakukan percobaan untuk memperoleh data tentang kapasitas adsorpsi suatu adsorben terhadap
zat terlarut atau adsorbat.
III. RANCANGAN PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
Penelitian yang dilakukan mengikuti metodologi yang disusun sebagai berikut:
a. Mempersiapkan dan memberikan perlakuan awal pada sampel lumpur aktif.
b. Menentukan berat kering lumpur aktif yang digunakan dengan metode gravimetri
c. Mempersiapkan larutan logam kromium dan kadmium dalam berbagai konsentrasi (ppm) yang telah
ditentukan
d. Melakukan percobaan adsorpsi isotermal dengan lumpur aktif sebagai adsorben dan logam kromium
dan kadmium sebagai adsorbatnya
Adsorpsi Kadmium (II) dan Kromium (III) dalam Air oleh Lumpur Aktif
3
-
menentukan waktu tercapainya kesetimbangan adsorpsi
memvariasikan pH larutan
melakukan filtrasi untuk memperoleh larutan logam residual (filtrat) dan ikatan sel-logam
melakukan analisa konsentrasi logam yang terkandung pada filtrat menggunakan AAS (Atomic
Absorption Spectrophotometer)
- melakukan analisa COD untuk mengetahui konsentrasi COD sebagai akibat adanya lumpur
dalam larutan.
e. Melakukan interpretasi data
3.2. Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lumpur aktif sebagai adsorben dan
logam kadmium dan kromium.
a. Lumpur aktif
Lumpur aktif yang digunakan berasal dari hasil kegiatan pengolahan limbah suatu industri yang
berada di Rancaekek, Bandung Timur. Ada 3 jenis lumpur yang digunakan yaitu Lumpur Slurry
(kandungan air 93,5% w/w), Lumpur Cake (kandungan air 78% w/w) , Lumpur Powder (kandungan air
20% w/w).
b. Larutan Logam Kadmium dan Kromium
Larutan logam dibuat dengan melarutkan Cr2(SO4)3.xH2O (produksi Wakopure Chemical
Industries, Ltd) dan 3(CdSO4).8H2O (produksi May & Baker Laboratory Chemicals) dalam air hasil
distilasi.
3.3. Variasi Percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan variabel yang tetap yaitu temperatur kamar (pada proses
adsorpsi) dan rpm shaker. Variabel yang divariasikan adalah konsentrasi adsorbat, dalam hal ini kadmium
dan kromium, pada rentang 0,97 – 13,68 mg/L. Variabel lain yang divariasikan adalah pH (dalam rentang
1 - 14) dan 3 jenis lumpur aktif yaitu lumpur slurry, lumpur cake, dan lumpur powder.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.2.1 Pengaruh Tipe dan Massa Lumpur, Waktu Kontak Proses, dan Konsentrasi Awal Adsorbat
terhadap Kesetimbangan
Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa perbedaan tipe dan massa lumpur menunjukkan perbedaan
kapasitas adsorpsinya. Dari tiga tipe lumpur yang
digunakan, yaitu cake, slurry, dan powder,
Jumlah Cd(II) yang teradsorpsi (mg/g)
4.5
penggunaan lumpur aktif tipe cake memberikan
4.5
Lumpur
slurry slurry
0.96 g 0.96 g
44
Lumpur
tingkat jumlah logam teradsorpsi paling tinggi
3.5
Lumpur
slurry slurry
1.75 g 1.75 g
3.5
Lumpur
3
(kapasitas adsorpsi yang paling tinggi). Bila diurut
3
Lumpur
cake 0.88
Lumpur
cakeg 0.88 g
2.5
secara cermat urutan kapasitas adsorpsi tersebut
Lumpur
cake 1.32
g 1.32 g
qe 2.5
Lumpur
cake
2
2
Lumpur
powderpowder
3.18 g 3.18 g
1.5
adalah: cake>slurry>powder.
Lumpur
1.5
1
Lumpu powder 4.76 g
1
Lumpu powder 4.76 g
Adsorben yang digunakan pada penelitian
0.5
0.5
0
ini
adalah
lumpur aktif yang merupakan suatu
00 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
kumpulan (aggregates) mikroba dalam sistem
Waktu Kontak Proses (Jam)
Waktu Kontak Proses (Jam)
pengolahan limbah cair. Terdapat dua sorption site
Gambar 4.1 Pengaruh Waktu Kontak Proses, Tipe dan
utama dalam lumpur aktif yaitu senyawa polimer
Massa Lumpur dalam Adsorpsi Cd(II)
ekstraseluler (SPE) dan dinding sel dari mikroba
yang terkandung di dalamnya (Flemming, 1995). Adsorpsi logam yang terjadi dalam SPE diperkirakan
karena adanya reaksi pertukaran ion karena SPE mengandung sejumlah besar gugus fungsional
bermuatan negatif seperti gugus-gugus karboksil, fosfat dan sulfat (Sutherland, 1984). Sedangkan
adsorpsi logam yang terjadi dalam dinding sel mikroba merupakan hasil reaksi kompleks antara ion
logam dan muatan komponen dinding sel. Beveridge dan Koval (1981) menyimpulkan bahwa gugus
karboksil pada peptidoglikan, gugus polar pada fosfolipid, gugus anionik dalam lipopolisakarida, dan
gugus asam polipeptida merupakan beberapa muatan komponen penyusun dinding sel. Kandungan air
dalam SPE akan dapat melindungi gugus-gugus aktif yang potensial yang bisa menjembatani
makromolekul-makromolekul yang ada melalui interaksi elektrostatik, ikatan Hidrogen, dan gaya dispersi
London (Flemming et al.,2000).
Hal tersebut di ataslah yang menjadi penyebab lumpur aktif tipe slurry dan cake yang banyak
mengandung air (masing-masing 93,5% dan 78% w/w) mempunyai kemampuan adsorpsi logam lebih
tinggi daripada lumpur tipe powder yang merupakan lumpur aktif kering (kandungan air 20% w/w).
Ketika lumpur aktif mulai mengering, kebanyakan dari gugus aktif ini akan saling berinteraksi, karena
Adsorpsi Kadmium (II) dan Kromium (III) dalam Air oleh Lumpur Aktif
4
masih adanya kandungan air yang menyatukan mereka. Hal ini menyebabkan terjadinya kohesi yang
lebih kuat. SPE kemudian akan nampak sebagai suatu struktur filamen sebagai akibat proses pengeringan
yang terjadi. Selain itu, gaya adhesi terhadap substrat ataupun logam kation akan sangat meningkat
karena gaya-gaya ini juga didasarkan pada mekanisme yang sama seperti kohesi. Hal inilah yang
menyebabkan lumpur aktif yang mulai mengering seperti halnya lumpur tipe cake mempunyai
kemampuan mengikat logam lebih tinggi daripada lumpur aktif encer seperti halnya lumpur tipe slurry.
Untuk setiap tipe lumpur aktif yang digunakan sebagai adsorben, kenaikan massa lumpur
mengakibatkan jumlah logam teradsorpsi meningkat. Dari gambar 4.1 juga dapat dilihat bahwa lumpur
cake sebanyak 1,32 gram (berat kering) yang digunakan sebagai adsorben memberikan tingkat jumlah
logam teradsorpsi, qe, yang paling tinggi. Hal inilah yang dijadikan alasan ditetapkannya jenis lumpur
cake sebagai adsorben ditempuhan-tempuhan penelitian selanjutnya.
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa semakin lama waktu kontak proses maka semakin banyak
jumlah logam Cd(II) yang teradsorpsi oleh
adsorben lumpur aktif. Jumlah logam teradsorpsi
mencapai keadaan konstan pada saat tercapainya
6
waktu kesetimbangan adsorpsi. Dari Gambar 4.1
66
qe (mg Cr teradsorp/g adsorben)
5
dan 4.2 dapat dilihat bahwa waktu kesetimbangan
qe (mg
Cr
teradsorp/g
adsorben)
55
adsorpsi logam Cd(II) dan Cr (III) dengan
4
4
4
13,68 ppm Cr(III)
menggunakan lumpur aktif relatif sama yaitu 24
qe 3
13,68 ppm Cr(III)
3
13,68ppm
ppmCr(III)
Cr(III)
3
1,66 1,66
ppm Cr(III)
jam. Gambar 4.2 menunjukkan bahwa waktu
1,66 ppm Cr(III)
22
kesetimbangan tidak tergantung pada konsentrasi
2
11
awal adsorbat (konsentrasi awal logam).
1
00
Peningkatan konsentrasi awal adsorbat (konsentrasi
00
5
10
15
20
25
30
0
5
10
15
20
25
30
awal logam) menyebabkan kenaikan jumlah logam
0
5
10 Pengadukan
15
20
25
30
Waktu
(jam)
Waktu Pengadukan (jam)
Waktu Pengadukan (jam)
teradsorpsi per satuan berat adsorben, qe (mg/g).
Gambar 4.2 Pengaruh Waktu Kontak Proses dan
Kurva jumlah logam teradsorpsi vs
waktu
Konsentrasi Awal Adsorbat
kontak proses merupakan kurva yang tunggal,
smooth, dan kontinyu hingga mencapai keadaan jenuh (setimbang), menunjukkan kemungkinan
monolayer coverage ion logam pada permukaan adsorben.
4.2.2 Pengaruh Konsentrasi Awal Adsorbat terhadap Efisiensi Penghilangan (Removal) pada
Massa Adsorben Tetap
Hasil penelitian yang ditampilkan pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi awal adsorbat (baik Cd(II) maupun Cr(III)) maka semakin menurun tingkat efisiensi
penghilangan (removal) ion logam oleh adsorben lumpur aktif. Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Ruthven (1984), bahwa proses adsorpsi dipengaruhi oleh konsentrasi solut atau
adsorbat, tetapi tidak tergantung pada gradien konsentrasi. Disamping itu diperkirakan bahwa dalam
larutan yang relatif lebih encer jarak antara satu molekul dengan molekul lainnya lebih berjauhan
sehingga interaksi antara satu molekul dengan molekul yang lainnya lebih kecil. Dengan demikian
gangguan ikatan antara molekul solut (adsorbat) yang telah berikatan dengan adsorben lebih sedikit. Hal
ini terutama apabila adsorpsi berlangsung secara fisika, tetapi apabila proses adsorpsi berlangsung secara
kimia fenomenanya kemungkinan berbeda.
Persentase efisiensi removal logam berat
100
100
100
Efisiensi
Cd(II) ada pada rentang yang cukup tinggi yaitu
90
90
90 Removal Logam Berat (%)
Efisiensi
Removal Logam Berat (%)
80
88,44-95,38%. Demikian juga sama halnya dengan
80
80
70
70
70
persentase efisiensi removal logam berat Cr(III),
60
60
60
Cd(II)
memberikan angka yang sangat tinggi yaitu 98,2650
Cd(II)
Cd(II)
%E 50
Cr(III)
50
40
99,73%. Hal ini menunjukkan bahwa lumpur aktif
Cr(III)
Cr(III)
40
40
30
tipe cake ini efektif untuk mengadsorpsi logam
30
30
20
Cd(II) dan logam Cr(III) pada konsentrasi yang
20
20
10
rendah.
10
10
00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
4.2.3 Pengaruh pH terhadap Konsentrasi Logam
00 11 22 33 Konsentrasi
44 55 66Logam
77 8Awal
8 99 (mg/L)
10
10 11
11 12
12 13
13 14
14 15
15
Berat yang teradsorpsi
Konsentrasi
KonsentrasiLogam
LogamAwal
Awal(mg/L)
(mg/L)
Derajat keasaman larutan, pH,berpengaruh
Gambar 4.3 Efisiensi Removal Logam Cd(II) dan Cr(III)
terhadap
daya
adsorpsi
ion
logam
Menggunakan Lumpur Cake
Adsorpsi Kadmium (II) dan Kromium (III) dalam Air oleh Lumpur Aktif
5
kadmium dan kromium oleh lumpur aktif. Dari Gambar 4.4 terlihat bahwa pH yang optimum untuk
adsorpsi logam kadmium dan kromium oleh lumpur aktif terjadi pada pH antara 6,0 dan 8,0 (Gambar
4.4). Dari Gambar 4.4 juga dapat dilihat untuk logam Cr(III) bahwa kenaikan pH menyebabkan
meningkatnya daya adsorpsi, setelah dicapai pH optimum kembali daya adsorpsinya menurun. Namun
berbeda dengan logam kromium, untuk logam Cd(II) setelah dicapai pH optimum daya adsorpsinya
menurun sementara dan selanjutnya kembali meningkat.
Ketergantungan pH pada pengikatan
logam kation umumnya terjadi pada saat pusat aktif
pengikatan logam (seperti gugus karboksilat dan
6
6
gugus amina) dapat mengikat proton juga. Sehingga
55
qe (mg logam/g adsorben)
ion logam dan proton bersaing untuk pusat aktif
4
4
Cd(II)
Logam
Cd(II)
3
yang sama. Hal inilah yang mungkin menjelaskan
Logam Cr(total)
qe 32
Cr(III)
bahwa daya adsorpsi logam meningkat seiiring
21
berkurangnya konsentrasi proton dalam larutan
0
1 0
yang menjadi kompetitor bagi ion logam untuk
2
4
6
8
10
12
0
pH
memperebutkan pusat aktif pengikatan logam pada
0
2
4
6
8
10
12
adsorben.
pH
Gambar 4.4 Pengaruh pH terhadap Konsentrasi Logam
Yang Teradsorpsi
4.2
Hasil Adsorpsi Isotermal
Kapasitas adsorpsi suatu adsorben (qe, dalam mg/g adsorben) umumnya bergantung pada
konsentrasi senyawa yang teradsorpsi pada saat kesetimbangan (Ce). Adsorpsi umum digunakan untuk
mengkorelasikan dua parameter tersebut. Dua adsorpsi isotermal yang paling banyak digunakan adalah:
Isoterm Freundlich : qe = k.Ce1/n
Isoterm Langmuir : qe = qm.b.Ce/(1+(b.Ce))
Untuk mengetahui model dan kapasitas adsorpsinya, data-data hasil percobaan dibuat kurva
linear yaitu kurva Ce/qe vs Ce untuk isoterm Langmuir dan log qe vs log Ce untuk isoterm Freundlich.
0.4
0.05
0.35
0.045
0.04
0.035
y = 0.16x + 0.151
R2 = 0.8957
0.25
0.2
Ce/qe (g/L)
Ce/qe (g/L)
0.3
0.15
0.1
0.01
0.005
0.200
0.400
0.600
0.800
1.000
1.200
1.400
0
0.000
1.600
Ce (mg/L)
1.00
0.100
0.100
0.150
0.200
0.250
1.000
10.000
0.7242
Ce (mg logam/L) y = 3.2059x
R2 = 0.9546
Gambar 4.7 Kurva Linear Isoterm Freundlich untuk
Adsorpsi Cd(II) Mengunakan
Adsorben Lumpur Aktif
Gambar 4.6 Kurva Linear Isoterm Langmuir untuk
Adsorpsi Cr(III) Menggunakan
Adsorben Lumpur Aktif
qe (mg logam terads/g berat kering adsorben)
10.00
0.10
0.010
0.050
Ce (mg/L)
Gambar 4.5 Kurva Linear Isoterm Langmuir untuk
Adsorpsi Cd(II) Menggunakan
Adsorben Lumpur Aktif
qe (mg logam terads/g berat kering adsorben)
y = 0.1632x + 0.0068
R2 = 0.9422
0.02
0.015
0.05
0
0.000
0.03
0.025
10.00
1.00
0.10
0.001
0.010
Ce (mg logam/L)
0.100 y = 17.12x0.5758 1.000
R2 = 0.7047
Gambar 4.8 Kurva Linear Isoterm Freundlich untuk
Adsorpsi Cd(II) Mengunakan
Adsorben Lumpur Aktif
Adsorpsi Kadmium (II) dan Kromium (III) dalam Air oleh Lumpur Aktif
6
Pengaluran data Ce/qe vs Ce untuk adsorpsi logam Cd(II) dan adsorpsi logam Cr(III)
menggunakan lumpur aktif adalah linear. Hal ini ditandai dari harga koefisien korelasi yang tinggi (R2
Cd(II)= 0,8957; R2 Cr= 0,9422) sesuai dengan yang ditunjukkan Gambar 4.5 dan 4.6. Hal ini
menunjukkan bahwa adsorpsi logam Cd(II) dan adsorpsi logam Cr(III) menggunakan lumpur aktif
mengikuti model isoterm Langmuir.
Pengaluran data log qe terhadap log Ce untuk adsorpsi logam Cd(II) menggunakan lumpur akftif
(Gambar 4.7) menunjukkan bahwa proses adsorpsi tersebut juga mengikuti model isoterm Freundlich.
Hal ini ditandai dengan harga koefisien korelasi yang cukup tinggi (R2 = 0,9546). Hasil lain (Gambar 4.8)
menunjukkan model isoterm Freundlich kurang memberikan hasil yang memuaskan untuk adsorpsi
logam Cr(III). Ini ditandai dengan harga koefisien korelasi yang rendah (R2 = 0,7047).
Dengan demikian dari hasil di atas secara umum persamaan isoterm yang sesuai untuk adsorpsi
Cd(II) dan Cr(III) menggunakan lumpur aktif adalah model persamaan isoterm Langmuir. Khusus untuk
adsorpsi Cd(II), prosesnya juga mengikuti model isoterm Freundlich.
Dari kesesuaian isoterm ini juga terungkap bahwa peristiwa adsorpsi antara lumpur aktif dengan
senyawa kadmium dan kromium merupakan adsorpsi kimia-fisika lapisan tunggal. Hal ini mengingat
adsorpsi oleh mikroba (biosorption), lumpur aktif yang digunakan sebagai adsorben merupakan suatu
kumpulan (aggregates) mikroba dalam sistem pengolahan limbah cair, merupakan reaksi kompleks
kimia-fisik yang tidak langsung antara logam terlarut dengan muatan komponen sel, erat kaitannya
dengan pertukaran ion. Pada beberapa studi ditemukan bahwa akumulasi logam terjadi pada permukaan
sel atau dalam matriks dinding sel. Akumulasi di permukaan merupakan hasil reaksi kompleks antara ion
logam dan muatan komponen dinding sel. Beveridge dan Koval (1981) menyimpulkan bahwa gugus
karboksil pada peptidoglikan, gugus polar pada fosfolipid, gugus anionik dalam lipopolisakarida, dan
gugus asam polipeptida merupakan beberapa muatan komponen penyusun dinding sel.
4.3.2
Kapasitas Adsorpsi
Konstanta-konstanta isotemal yang diperoleh dari persamaan isoterm Langmuir yang menjadi
parameter kapasitas adsorpsi adalah qm dan b. Parameter qm merupakan konstanta atau tetapan yang
menunjukkan massa solut teradsorpsi pada saat massa adsorben jenuh (menunjukkan adsorpsi satu lapis,
monolayer) dengan satuan mg/g atau dengan kata lain kapasitas adsorpsi maksimum suatu adsorben.
Sedangkan b adalah konstanta yang menunjukkan energi ikatan antara solut dan adsorben (l/mg). Harga
qm dan b diperoleh dari gradien dan intercept pengaluran data antara Ce/qe vs Ce. Dari hasil penelitian
(dapat dilihat pada Tabel 4.1) diperoleh harga qm untuk adsorpsi Cd(II) menggunakan lumpur aktif adalah
6,25 mg/g. Hal ini berarti 1 gram (berat kering) lumpur aktif mampu mengadsorpsi logam Cd(II)
sebanyak 6,25 mg. Sementara itu dari literatur, harga qm untuk adsorpsi Cd(II) pada beberapa material
lain seperti alga, peat, resin, karbon aktif, dan SPE (senyawa polimer ekstraseluler) dapat dilihat pada
Tabel 4.2. Dari Tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa kapasitas adsorpsi maksimum adsorben lumpur aktif
jauh lebih kecil dibandingkan dengan alga, peat, resin dan SPE. Harga qm untuk adsorpsi Cd(II) seperti
yang telah dilaporkan oleh Pooi, L. Y (1999) adalah 7,83 mg/g untuk karbon aktif. Hal ini berarti
adsorben lumpur aktif memiliki kapasitas adsorpsi maksimum yang tidak jauh berbeda.
Tabel 4.1 Konstanta Isotermal Langmuir dan Freundlich Lumpur Aktif
Logam
Freundlich Isotherm
Langmuir Isotherm
kf
N
R2
qm (mg/g)
b (L/mg)
Cd2+
3,025
1,3808
0,9546
6,25
1,0596
Cr3+
17,12
1,7367
0,7047
6,13
23,99
R2
0,8957
0,9422
Dari hasil penelitian (dapat dilihat pada Tabel 4.1) diperoleh harga qm untuk adsorpsi Cr(III)
menggunakan lumpur aktif adalah 6,13 mg/g. Hal ini berarti 1 gram (berat kering) lumpur aktif mampu
mengadsorpsi logam Cr(III) sebanyak 6,13 mg. Sementara itu dari literatur, harga qm untuk adsorpsi
Cr(III) pada beberapa material lain seperti sekam padi, resin, karbon aktif, dan SPE (senyawa polimer
ekstraseluler) dapat dilihat pada Tabel 4.2. Dari Tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa kapasitas adsorpsi
maksimum adsorben lumpur aktif jauh lebih kecil dibandingkan dengan sekam padi, resin, dan SPE.
Namun, berbeda dengan adsorbat Cd(II), lumpur aktif merupakan adsorben yang lebih baik dibandingkan
dengan adsorben karbon aktif jika adsorbat yang terdapat dalam larutan adalah Cr(III). Hal ini
ditunjukkan dari nilai qm yang dimiliki adsorben lumpur aktif lebih besar yaitu 6,13 mg/g dibandingkan
nilai qm yang dimiliki adsorben karbon aktif yaitu 1,75.
Melihat kapasitas adsorpsi dan kisaran yang optimal dari kinerja adsorpsi lumpur aktif terhadap
logam Cd(II) dan Cr(III), maka lumpur aktif ini kemungkinan dapat digunakan sebagai adsorben untuk
penghilangan logam berat Cd(II) dan Cr(III) yang terdapat pada limbah industri. Walaupun kapasitas
Adsorpsi Kadmium (II) dan Kromium (III) dalam Air oleh Lumpur Aktif
7
adsorpsi lumpur aktif lebih kecil daripada adsorben-adsorben yang telah disebutkan tadi, khususnya
dengan adsorben seperti SPE, resin, alga,dan karbon aktif, akan tetapi kemungkinan dari segi ekonomis
dan kompleksitas pembuatan adsorbennya lebih menguntungkan. Seperti misalnya pembuatan SPE yang
membutuhkan metode ekstraksi dan filtrasi membran pada lumpur aktif atau biofilm sehingga
mengakibatkan perlunya biaya dan menambah kompleksitas dari proses pembuatan adsorbennya. Hal itu
juga berlaku bagi dua adsorben sintetik yaitu resin dan karbon aktif yang berharga cukup mahal.
Sedangkan lumpur aktif tidak memerlukan proses-proses yang spesifik dalam proses persiapannya
sebagai adsorben.
Tabel 4.2 Kapasitas Adsorpsi Maksimum (qm) Cd(II) dan Cr(III) Beberapa Material
Logam
qm (mg/g)
Adsorben
Referensi
Cd(II)
7,83
Karbon aktif
Pooi, L. Y (1999)
Cd(II)
900
SPE
Y. Liu dkk (2001)
Cd(II)
121
Alga
Yu dkk (1999)
Cd(II)
22
Peat
Wase dkk (1997)
Cd(II)
146
Resin
Liu dan Tang (1999)
Cd (II)
6,25
Lumpur aktif
Hasil penelitian
Cr(III)
878
SPE
Y. Liu dkk (2001)
Cr(III)
33
Sekam padi
Wase dkk (1997)
Cr(III)
31
Resin
Liu dan Tang (1999)
Cr(III)
1,75
Karbon aktif
Pooi, L. Y (1999)
Cr(III)
6,13
Lumpur aktif
Hasil penelitian
Sedangkan konstanta-konstanta isotemal yang diperoleh dari persamaan isoterm Freundlich yang
menjadi parameter kapasitas adsorpsi adalah Kf dan n. Harga Kf dan n ditentukan dari gradien dan
intercept pengaluran data antara log qe vs log Ce. Seperti yang terlihat pada Tabel 4.1, harga Kf dan n
untuk adsorpsi Cd(II) oleh lumpur aktif adalah masing-masing 3,025 dan 1,3808. Sedangkan untuk
adsorpsi Cr(III) oleh lumpur aktif, harga Kf dan n adalah masing-masing 17,12 dan 1,7367.
Kedua harga Kf dan 1/n ini penting dalam memilih suatu adsorben sebagai media pemisah,
dimana Kf adalah kapasitas adsorpsi menyeluruh dan 1/n merupakan faktor heterogenitas yang
menunjukkan kekuatan energi ikatan antara partikel solut (adsorbat) dan adsorben. Dalam proses
adsorpsi, semakin besar harga n dan Kf semakin layak pemakaian adsorben tersebut secara ekonomi.
Isoterm Freundlich kemungkinan diturunkan dengan asumsi atau pendekatan Langmuir pada permukaan
yang heterogen
4.4 Pengaruh Penggunaan Lumpur Aktif sebagai Adsorben terhadap Nilai COD Larutan
Pada penelitian ini (dapat dilihat pada Tabel 4.3) nilai COD larutan naik setelah 24 jam (waktu
kesetimbangan adsorpsi) rata-rata sampai sekitar 1453,33 mg/l (untuk massa adsorben = 6 gram). Hal ini
wajar mengingat pada proses adsorpsi lumpur aktif, yang merupakan kumpulan mikroba, dimasukkan ke
dalam larutan yang akan dihilangkan kandungan logamnya. Peningkatan nilai COD pada larutan ini
tergantung dari jumlah lumpur aktif yang digunakan sebagai adsorben, semakin banyak jumlah lumpur
yang digunakan maka semakin tinggi nilai COD larutan karena jumlah mikroba yang terdapat dalam
larutan menjadi semakin banyak. Selain itu, karakteristik dan jenis mikroba yang terkandung dalam
lumpur aktif juga memegang peranan penting dalam peningkatan nilai COD larutan.
Tabel 4.3 Peningkatan COD larutan selama proses adsorpsi
COD,0 jam
COD,24 jam
(mg/L)
(mg/L)
1.3952
732.48
1.3952
1813.76
1.3952
1325.44
1.3952
1395.2
1.3952
1569.6
1.3952
1883.52
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan yang dilakukan pada Bab IV, dapat
disimpulkan :
1) Dari tiga tipe lumpur yang digunakan, yaitu cake, slurry, dan powder, penggunaan lumpur aktif tipe
cake memberikan tingkat jumlah logam teradsorpsi paling tinggi (kapasitas adsorpsi yang paling
tinggi). Bila diurut secara cermat urutan kapasitas adsorpsi tersebut adalah: cake>slurry>powder.
Adsorpsi Kadmium (II) dan Kromium (III) dalam Air oleh Lumpur Aktif
8
2) Untuk setiap tipe lumpur aktif yang digunakan sebagai adsorben, kenaikan massa lumpur
mengakibatkan jumlah logam teradsorpsi meningkat.
3) Waktu kesetimbangan adsorpsi logam Cd(II) dan Cr(III) dengan menggunakan lumpur aktif sama
yaitu 24 jam.
4) Persentase efisiensi removal logam berat Cd(II) dengan menggunakan lumpur aktif tipe cake untuk
rentang konsentrasi 0,97-11,85 mg/l ada pada rentang yang cukup tinggi yaitu 88,44-95,38%.
Demikian juga sama halnya dengan persentase efisiensi removal logam berat Cr(III) untuk rentang
konsentrasi yang cukup rendah yaitu 1,66-13,68 mg/l memberikan angka yang sangat tinggi yaitu
98,26-99,73%. Hal ini menunjukkan bahwa lumpur aktif tipe cake ini efektif untuk mengadsorpsi
logam Cd(II) dan logam Cr(III) pada konsentrasi yang rendah.
5) pH optimum untuk adsorpsi logam Cd(II) dan Cr(III) oleh lumpur aktif terjadi pada pH antara 6,0
dan 8,0.
6) Persamaan isoterm yang sesuai untuk adsorpsi Cd(II) dan Cr(III) menggunakan lumpur aktif adalah
model isoterm Langmuir, dengan demikian merupakan adsorpsi satu lapis. Khusus untuk adsorpsi
Cd(II), prosesnya juga mengikuti model isoterm Freundlich.
7) Kapasitas adsorpsi maksimum (qm) untuk Cd(II) menggunakan lumpur aktif adalah 6,25 mg/g
adsorben, sedangkan untuk Cr(III) adalah 6,13 mg/g adsorben. Tetapan Langmuir, b, untuk logam
Cd(II) adalah 1,0596 l/mg dan untuk Cr(III) adalah 23,99 l/mg.
8) Penggunaan lumpur aktif sebagai adsorben mengakibatkan peningkatan konsentrasi COD larutan.
5.2 Saran
1) Diperlukan penelitian lebih lanjut guna mengkaji kondisi-kondisi optimum agar diperoleh kapasitas
adsorpsi yang lebih tinggi.
2) Penggunaan lumpur aktif sebagai adsorben mengakibatkan peningkatan konsentrasi COD dalam
larutan. Untuk itu, diperlukan sistem yang komprehensif dan terintegrasi pada sistem pengolahan
limbah cair, antara sistem penghilangan logam kadmium dan kromium dan sistem penurunan COD
suatu limbah cair.
DAFTAR PUSTAKA
Abdelrasool, F. M. 1992. Adsorption Kinetics. Disertasi Program Doktor, Colorado University, 15-33.
Aksu, A. dan T. Kutsal. 1990. A Comparative Study for Biosorption Charabteristics of Heavy Metal Ions
with C. vulgaris. Environment Technology, 11, 979-987.
Beveridge, T. J. dan S. F. Koval. 1981. Binding of metals to cell envelopes of Escherichia coli K-12.
Application Environmental Microbiology, 42, 325-335.
Beveridge, T. J. dan R. G. E. Murray. 1980. Sites of Metal Deposition in The Cell Walls of Bacillus
subtilis, Journal Bacteriology, 141, 876-887.
Beveridge, T. J., C. W. Forsberg, dan R. J. Doyle. 1982. Major Sites of Metal Binding in Bacillus
licheneformis walls, Journal Bacteriology, 150, 1438-1448.
Butter, T. J., L. M. Evison., I. C. Hancock., F. S. Holland., K. A. Matis., A. Philipson., A. I. Sheikh, dan
A. I. Zouboulis. 1998. The Removal and Recovery of Cadmium from Dilute Aqueous Solutions
by Biosorption and Electrolysis at Laboratory Scale. Water Research, 32(2), 400–406.
Chang, J. S., R. Law, dan C. C. Chang. 1997. Biosorption of Lead, Copper and Cadmium by Biomass of
Pseudomonas Aeruginosa PU21. Water Research, 31(7), 1651–1658.
Christensen, B. E. dan W. G. Characklis. 1990. Physical and Chemical Properties of Biofilms. Biofilms.
W. G. Characklis dan K. C. Marshall (eds.), John Wiley, New York, 557-602.
Chu, K. H., M. A. Hashim., S. M. Phang, dan V. B Samuel. 1997. Biosorption of Cadmium dy Algal
Biomass: Adsorption and Desorption Characteristics. Water Science & Technology, 35(7), 115122.
Ferris, F. G., S. Schultze., T. C. Witten., W. S. Fyfe, dan T. J. Beveridge. 1989. Metal Interactions with
Microbial Biofilms in Acidic and Neutral pH Environments. Application Environmental
Microbiology, 55, 1249-1257.
Flemming, H. C. 1995. Sorption sites in biofilms Water Science & Technology, 32(8), 27–34.
Flemming, H. C., J. Wingender., C. Mayer., V. Körstgens, dan W. Borchard. 2000. Cohesiveness in
Biofilm Matrix Polymers. Community Structure and Co-operation in Biofilms. H. M. LappinScott, P. Gilbert, M. Wilson, dan D. Allison (eds.), SGM Symposium 59. Cambridge University
Press, 87-105
Geesey, G. dan L. Jang. 1990. Extracellular Polymers for Metal Binding. Microbial Mineral Recovery. H.
C. Ehrlich dan C. L. Brierley (eds). McGraw-Hill, New York, 223-247.
Adsorpsi Kadmium (II) dan Kromium (III) dalam Air oleh Lumpur Aktif
9
Huang, C. P., dan F. B. Ostovic. 1978. Removal of Cadmium (II) by Activated Carbon Adsorption.
Journal of Environment Engineering., 104, 864.
Huang, C. P. dan M. H. Wu. 1975. Chromium Removal by Carbon Adsorption. Journal Water Pollution
Control Fedeartion, 47(10), 2437.
Krishnan, E. R., P. W. Utrecht., A. N. Patkar., J. S. Davis., S. G. Pour, dan M. E. Foerst. 1993. Recovery
of Metals from Sludges and Wastewaters: Pollution Technology Review no. 207, New Jersey
USA
Kutsal, T. dan Z. Aksu. 1988. Adsorption of Lead(II) and Chromium Ions to Chlorella vulgaris in Stirred
and Fluidised bed Reactors. DECHEMA Biotechnol. Conference 2-VCH Verlagsgesellschaft, 2.
Langmuir, I. 1918. The Adsorption of Gases on Plane Surfaces of Glass, Mica, and Platinum. Journal
America Chemical Society, 40, 1361.
Liu, R. dan H. Tang. 1999. Removal of Heavy Metal from Solution. Proc. Of Urban Pollut. Control
Tech., Hongkong, Oktober 13-16, 203-207.
Liu, Y., M. C. Lam, dan H. H. P. Fang. 2001. Adsorption of Heavy Metals by EPS of Activated Sludge.
Water Science & Technology, 43(6), 59–66.
Marquis, R. E., K. Mayzel, dan E. L. Carstensen. 1976. Cation Exchange in Cell Walls of Gram-Positive
Bacteria. Canada Journal Microbiology, 22, 975-982.
Matthews, T. H., R. J. Doyle, dan U. N. Streips. 1979. Contribution of Peptidoglycan to The Binding of
Metal Ions by Cell Wall of Bacillus subtilis, Current Microbiology, 3, 51-53.
Namasivayam, C. dan K. Ranganathan. 1995. Removal of Cd(II) from Wastewater by adsorption on
“waste” Fe(III)/Cr(III) Hydroxide. Water Research, 29(7), 1737–1744.
Ning, T. H. 1999. Removal of Copper by Marine Algal Biomass Immobilised in Polyvinyl Alcohol
Beads. A Dissertation Submitted for the Degree of Master of Philosophy of Institute of
Postgraduate Studies and Research University of Malaya.
Noll, K. E., V. Gounaris., W. Hou. 1992. Adsorption Technology for Air and Water Pollution Control.
Lewis Publication Inc., London, 77-78.
Ophir, T. dan D. L. Gutnick. 1994. A Role for Exopolysaccharides in the Protection of Microorganisms
from Desiccation. Application Environmental Microbiology, 60, 740-745.
Pooi, L. Y. 1999. Adsorption of Chromium (III) and Cadmium (II) on Activated Carbon. A Dissertation
Submitted for the Degree of Master of Philosophy of Institute of Postgraduate Studies and
Research University of Malaya.
Ramos, R. L., J. R. R. Mendez., J. M. Barron., L. F. Rubio, dan R. M G. Coronado. 1997. Adsorption of
Cadmium (II) from Aqueous Solution onto Activated Carbon. Water Science & Technology,
35(7), 205–212.
Ruthven, D. M. 1984. Principle of Adsorption and Adsorption Process. John Wiley and Sons, New York,
124-141.
Schuliger, W. G. 1977. Purification of Industrial Liquid with Granular Activated Carbon. Calgon
Corporation Pittsburg, Pennsylvania., 58-60.
Sittig, M. 1973. Pollutant Removal Handbook. Noyes Data Corporation, Park Ridge, NJ.
Strandberg, G. W., S. E. Schumate, II dan J. R. Parrott, Jr. 1981. Microbial Cells as Biosorbents for
Heavy Metals: Accumulation of Uranium by Saccharimyces cerevisiae and Pseudomonas
aeruginosa. Application Environmental Microbiology, 41, 237-245.
Sutherland, I. W. 1984. Microbial Exopolysaccharides-Their Role in Microbial Adhesion in Aqueous
Systems. CRC Critical Review Microbiology, 10, 173 – 201
Suzuki, M. 1997. Role of adsorption in water environment processes. Water Science & Technology,
35(7), 1–11.
Tsezos, M., dan B. Volesky. 1981. Biosorption of Uranium and Thorium. Biotechnology Bioengineering,
23, 583-604.
Urbain, V., J. C. Block, dan J. Manem. 1993. Bioflocculation in Activated Sludge: an Analytical
Approach. Water Research, 27(5), 829-838.
Wase, D. A. J., C. F. Forster., dan Y. S. Ho. Low-cost Biosorbent: Batch Processes. In: Biosorbents for
Metal Ions. J. Wase and Forster (ed.), Taylor & Francis, Great Britain, 141-163.
Yu, Q., J. T. Matheickal., P. Yin, dan P. Kaewasarn. 1999. Heavy Metal Uptake Capacities of Common
Marine Macro Algal Biomass. Water Research., 33(6), 1534-1537.
Zouboulis, A.I., K.A. Kydros, dan K.A. Matis. 1995. Removal of Hexavalent Chromium anions from
Solutions by Pyrite Fines. Water Research, 29(7), 1755–1760.
Adsorpsi Kadmium (II) dan Kromium (III) dalam Air oleh Lumpur Aktif
10
Download