BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumsi diet tinggi lemak dan fruktosa di masyarakat saat ini mulai meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya konsumsi junk food dan bahan makanan hewani terutama organ dalam seperti hati, otak, jantung, dan usus (Tsalissavrina et al., 2006). Sedangkan konsumsi fruktosa berasal dari peningkatan penggunaan fruktosa sebagai pemanis makanan dan minuman kemasan dalam bentuk high fructose corn syrup (HFCS) yang mengandung 55-90% fruktosa (Prahastuti, 2011). Meningkatnya asupan kombinasi diet tersebut dapat menjadi penyebab meningkatnya prevalensi sindrom metabolik (Tappy, 2010). Sindrom metabolik merupakan kumpulan faktor resiko penyakit degeneratif yang ditemukan pada seseorang. World Health Organization (1999) mendefinisikan sindroma metabolik merupakan intoleransi glukosa, toleransi glukosa terganggu atau diabetes mellitus, dan/atau resistensi insulin dengan dua atau lebih keadaan berikut, hipertensi atau tekanan darah >160/90 mmHg, trigliserida plasma ≥150 mg/dL dan/atau rendahnya kadar HDL yaitu <35 mg/dL pada laki-laki atau <39 mg/dL pada perempuan, obesitas sentral yaitu rasio lingkar pinggang >0,90 pada laki-laki atau >0,85 pada perempuan, atau mikroalbiminuria, yaitu laju ekskresi albumin urin ≥20 µgm/menit atau rasio albumin/kreatinin ≥ 30 µgm/mg. Berdasarkan International Diabetes Federation (2006), prevalensi sindroma metabolik di dunia pada populasi dewasa diperkirakan sekitar 20-25% dan mortalitasnya mencapai setengah dari jumlah tersebut. Orang dengan sindroma metabolik dapat terserang stroke dan serangan jantung tiga kali lebih 1 2 sering dibandingkan dengan orang tanpa sindroma metabolik. Sedangkan di Indonesia, prevalensi sindroma metabolik secara keseluruhan belum diketahui. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menyebutkan bahwa prevalensi obesitas pada penduduk >15 tahun adalah 10,3% (Kemenkes, 2007). Sedangkan data Riskesdas 2013 menyatakan bahwa prevalensi hipertensi dan diabetes melitus masing-masing sebesar 9,4% dan 1,5% (Kemenkes, 2013). Dengan demikian, tingginya angka kejadian sindroma metabolik baik di dunia maupun di Indonesia menjadi tanda naiknya angka kejadian penyakit degeneratif. Salah satu komponen dari sindroma metabolik dan merupakan penyebab kematian terbesar adalah penyakit kardiovaskuler. Data WHO tahun 2011 menyebutkan bahwa penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian pertama di dunia. Sebanyak 3,8 juta laki-laki dan 3,4 juta perempuan di dunia meninggal karena penyakit tersebut setiap tahunnya (WHO, 2002). Sedangkan menurut Riskesdas (2007), jantung koroner merupakan penyebab kematian ke-7 di Indonesia dan Riskesdas (2013), menyatakan bahwa prevalensi jantung koroner sebesar 0,5% berdasarkan pernah didiagnosis dokter dan 1,5% berdasarkan diagnosis dokter atau gejala. Keadaan ini tentunya tidak hanya memerlukan pengenalan secara dini terhadap gejala dari penyakit jantung koroner, tetapi juga membutuhkan pencegahan untuk menekan angka kematian yang diakibatkan oleh penyakit tersebut. Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung akibat adanya penyempitan pembuluh darah arteri koroner sehingga otot jantung kekurangan darah. PJK terutama diakibatkan oleh dislipidemia yang merupakan suatu kelainan metabolisme lipid. Dislipidemia ditandai dengan meningkatnya kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida, serta menurunnya kadar HDL (Haryanto et al., 2013). 3 Pengendalian dislipidemia dapat dilakukan dengan menggunakan terapi farmakologis dan non-farmakologis. Terapi farmakologis sebenarnya memiliki beberapa efek samping seperti gangguan gastrointestinal dan menghambat kerja koenzim Q10 sebagai pencegah oksidasi LDL. Penggunaan statin dalam jangka waktu yang lama juga dapat menyebabkan miopati dan toksisitas hati. Sedangkan terapi non-farmakologis meliputi terapi nutrisi, aktivitas fisik, menghindari rokok, menjaga berat badan tetap normal, serta membatasi konsumsi alkohol (Haryanto et al., 2013). Terapi nutrisi yang dapat dilakukan yaitu modifikasi diet menjadi rendah asam lemak jenuh dan kolesterol, menambah konsumsi serat pangan, serta memperbanyak konsumsi makanan fungsional yang memiliki efek hipolipidemik. Salah satu bahan makanan fungsional yang memiliki efek tersebut adalah kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) (Orviyanti, 2012). Oleh karena itu, pemberian terapi non-farmakologis perlu dikembangkan, salah satunya dengan meningkatkan konsumsi kacang merah dan hasil olahannya sebagai makanan fungsional. Kacang merah memiliki kandungan serat yang cukup tinggi yaitu 6,9 gram dalam setiap 100 gram kacang. Selain itu, kacang merah juga mengandung pati resisten dan saponin. Zat-zat yang terkandung dalam kacang merah tersebut berpotensi untuk memperbaiki profil lipid (Ramirez-Jimenez et al., 2015). Proses pengolahan kacang merah seperti pemanasan dan fermentasi dapat mempengaruhi kandungan gizi didalamnya. Daya cerna dan bioavailabilitas dari serat serta kandungan senyawa bioaktif meningkat dengan adanya proses pemasakan (Utari et al., 2010). Melihat manfaat kandungan kacang merah dan hasil olahannya yang begitu besar bagi perbaikan kadar kolesterol darah, 4 penambahan maupun peningkatan konsumsi kacang merah dalam menu makan sehari-hari dapat menjadi alternatif pilihan diet. Inovasi pengolahan kacang merah terus berkembang guna mendapatkan berbagai manfaat didalamnya. Penelitian sebelumnya mencoba mengolah kacang merah menjadi susu dan yoghurt kemudian melihat efeknya terhadap profil lipid darah tikus hiperkolesterolemia. Namun, selama ini belum banyak dilakukan penelitian mengenai perbandingan efek hipokolesterolemik tempe kacang merah dan kacang merah kukus. Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan pengaruh tempe kacang merah dan kacang merah kukus terhadap kadar HDL dan LDL darah pada tikus Sprague Dawley yang diberi diet tinggi lemak dan tinggi fruktosa. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh pemberian tempe kacang merah terhadap kadar HDL, LDL, dan rasio LDL/HDL serum darah tikus yang diberi diet tinggi lemak tinggi fruktosa? 2. Bagaimana pengaruh pemberian kacang merah kukus terhadap kadar HDL, LDL, dan rasio LDL/HDL serum darah tikus yang diberi diet tinggi lemak tinggi fruktosa? 5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk menganalisis pengaruh pemberian tempe kacang merah dan kacang merah kukus terhadap kadar HDL, LDL, dan rasio LDL/HDL serum darah tikus yang diberi diet tinggi lemak tinggi fruktosa. 2. Tujuan Khusus a. Menganalisis pengaruh pemberian tempe kacang merah terhadap kadar HDL, LDL, dan rasio LDL/HDL serum darah tikus yang diberi diet tinggi lemak tinggi fruktosa. b. Menganalisis pengaruh pemberian kacang merah kukus terhadap kadar HDL, LDL, dan rasio LDL/HDL serum darah tikus yang diberi diet tinggi lemak tinggi fruktosa. c. Mengetahui perbedaan efektivitas antara tempe kacang merah dan kacang merah kukus dalam memperbaiki kadar HDL, LDL, dan rasio LDL/HDL serum darah tikus yang diberi diet tinggi lemak tinggi fruktosa. D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai alternatif rujukan cara pengendalian dislipidemia 2. Sebagai dasar penelitian selanjutnya mengenai potensi kacang merah sebagai makanan antidislipidemia 3. Menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca dalam bidang kesehatan terutama bidang gizi dan makanan fungsional 4. Menambah keanekaragaman makanan fungsional bagi masyarakat 5. Memberikan inspirasi cara pengolahan dan pengembangan produk dari kacang merah yang kaya manfaat. 6 E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan pengaruh kacang merah terhadap kadar HDL dan LDL pada tikus diantaranya: 1. Orviyanti et al. (2012), meneliti tentang perbedaan pengaruh yoghurt susu, jus kacang merah dan yoghurt kacang merah terhadap kadar kolesterol LDL dan kolesterol HDL serum pada tikus dislipidemia. Menggunakan desain penelitian true experimental dengan post test only with control group design, dengan 3 kelompok perlakuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan pengaruh pemberian yoghurt susu, jus kacang merah, dan yoghurt kacang merah terhadap kadar kolesterol LDL, HDL, dan rasio LDL/HDL serum pada tikus disipidemia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yoghurt kacang merah paling efektif menurunkan kadar kolesterol LDL, yoghurt susu paling efektif meningkatkan kadar kolesterol HDL, dan jus kacang merah paling efektif dalam menjaga keseimbangan kadar kolesterol LDL dan HDL (rasio LDL/HDL turun). Persamaan dengan penelitian ini adalah jenis tikus dan variabel terikat yang diteliti. Perbedaannya adalah rancangan penelitian, produk kacang merah serta kondisi tikus, dimana penelitian Orviyanti memberikan diet tinggi kolesterol sebelum intervensi. 2. Asna et al. (2011), meneliti tentang pengaruh pemberian susu kacang merah (Phaseolus vulgaris) terhadap profil lipid darah pada tikus Sprague Dawley Diabetes-Hiperkolesterol. Jenis penelitian ini adalah eksperimental uji laboratorium dengan rancangan pre and post control grup design yang terbagi menjadi dua kelompok perlakuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai gizi kacang merah setelah diolah menjadi susu kacang merah serta untuk mengetahui kadar kolesterol darah, trigliserida, 7 LDL, dan HDL tikus Sprague dawley sebelum dan sesudah pemberian susu kacang merah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian susu kacang merah tidak dapat menurunkan kadar kolesterol serum, trigliserida, dan LDL, namun dapat menaikkan kadar HDL secara nyata. Persamaan dengan penelitian ini adalah jenis tikus, rancangan penelitian, dan variabel terikat yang diteliti. Sedangkan perbedaannya adalah produk kacang merah yang digunakan, serta kondisi tikus, dimana pada penelitian Asna diberi diet tinggi kolesterol dan diinduksi aloksan. 3. Nastriana et al. (2011), meneliti tentang pengaruh pemberian yoghurt kacang merah terhadap kadar kolesterol total dan kolesterol HDL dalam darah tikus hiperkolesterolemia. Jenis penelitian ini adalah eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap dan membagi tikus menjadi empat kelompok perlakuan. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian yoghurt kacang merah terhadap kadar kolesterol total dan kolesterol HDL dalam darah tikus hiperkolesterolemia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian yoghurt kacang merah dapat menurunkan kadar kolesterol total, namun tidak dapat menaikkan kadar HDL secara statistik. Persamaan dengan penelitian ini adalah jenis tikus dan salah satu variabel yang diteliti. Sedangkan perbedaannya yaitu produk kacang merah yang digunakan, kondisi tikus, dan jenis penelitian yang dilaksanakan.