2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

advertisement
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 2005
2. Perkembangan Makroekonomi
Terkini
Secara keseluruhan, kinerja ekonomi Indonesia pada triwulan III-2005 tidak sebaik
dibandingkan perkiraan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi mengalami
perlambatan, terutama disebabkan oleh sisi produksi (penawaran) yang menghadapi
sejumlah kendala dalam merespons kenaikan permintaan domestik. Kendala
tersebut antara lain mencakup lambannya proses perubahan struktural dan
perbaikan iklim investasi, menurunnya persepsi bisnis, serta meningkatnya biaya
produksi sehubungan dengan kenaikan harga BBM industri dan depresiasi rupiah.
Masih cukup tingginya ekspansi sisi permintaan pada saat bersamaan memberikan
tekanan yang besar pada neraca pembayaran. Transaksi berjalan masih mengalami
defisit sehubungan dengan meningkatnya defisit transaksi perdagangan non-migas
sebagai akibat akselerasi kenaikan impor yang melebihi kenaikan ekspor. Di sisi
lain, kondisi neraca modal juga mengalami keterbatasan sehubungan dengan
meningkatnya pembayaran utang luar negeri dan impor. Memburuknya kinerja
neraca pembayaran ini secara fundamental telah memberikan tekanan yang besar
terhadap nilai tukar rupiah. Untuk itu, langkah-langkah untuk mengatasi gangguan
keseimbangan internal dan eksternal dalam perekonomian Indonesia ini perlu
memperoleh perhatian utama agar momentum pertumbuhan ekonomi tetap
terjaga.
PERTUMBUHAN EKONOMI
Ekonomi Indonesia pada triwulan III-2005 tumbuh lebih lambat dari yang
diperkirakan semula. PDB triwulan III-2005 diperkirakan tumbuh sebesar 5,2%5,7% (y-o-y), atau mengalami revisi ke bawah dari perkiraan pada triwulan
sebelumnya, 5,5-6,0%. Perlambatan pertumbuhan ini
disebabkan antara lain oleh berbagai kendala sisi produksi dalam
Persen
15,00
memenuhi permintaan domestik yang walaupun melambat
10,00
namun masih tumbuh relatif cukup kuat. Berbagai kendala sisi
5,00
penawaran tersebut mencakup lambannya kebijakan struktural
0,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002* 2003** 2004 2005
dan perbaikan aturan investasi, serta meningkatnya biaya
-5,00
produksi terkait dengan kenaikan harga administered dan
-10,00
pelemahan nilai tukar. Kapasitas perekonomian juga diperkirakan
PDB 1993
PDB 2000
-15,00
belum mengalami peningkatan yang berarti. Di tengah masih
-20,00
tumbuhnya permintaan dan sejumlah kendala di sisi penawaran,
Grafik 2.1
kesenjangan output ( output gap ) cenderung semakin
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto
menyempit. Sejalan dengan menurunnya kegiatan ekonomi,
tingkat pengangguran terbuka diperkirakan kembali meningkat.
6
Perkembangan Makroekonomi Terkini
Permintaan Agregat
Kondisi perekonomian mengalami perlambatan walaupun dalam trend yang masih
meningkat. Perlambatan pertumbuhan ini diindikasikan oleh perkembangan
indikator-indikator investasi seperti sentimen bisnis yang menurun. Penurunan
sentimen bisnis ini terkait dengan faktor ketidakstabilan harga dan nilai tukar
maupun ketidakpastian kebijakan pemerintah di bidang energi dan investasi, serta
terbatasnya anggaran Pemerintah yang dialokasikan untuk investasi. Konsumsi
swasta juga melambat sebagai dampak dari berkurangnya pendapatan disposable
% (y-o-y)
% (y-o-y)
Tabel 2.1
2004
Total Konsumsi
Rumah Tangga
Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
Permintaan Domestik
Ekspor Barang dan Jasa
Impor Barang dan Jasa
PRODUK DOMESTIK BRUTO
I
II
III
6,15
5,71
10,06
11,50
9,20
1,20
15,35
4,38
5,22
5,29
4,67
13,10
11,82
2,03
25,24
4,38
4,04
5,05
-3,80
19,70
8,12
17,09
31,97
5,10
yang ditempuh pemerintah.
2005
IV
3,12
3,75
-1,33
18,29
10,18
13,72
27,11
6,65
Total
4,60
4,94
1,95
15,71
9,80
8,47
24,95
5,13
penghasilan karena kebijakan
pengurangan subsidi BBM
Pertumbuhan PDB Sisi Permintaan
Sektor
riil dan penurunan ekspektasi
I
1,98
3,22
-8,52
14,07
6,42
13,30
15,58
6,19
IIIf
II
2,48
3,46
-5,61
13,21
6,35
7,29
10,08
5,54
Sumber : BPS (diolah)
f : Forecast Bank Indonesia, Untuk proyeksi permintaan domestik tidak termasuk stok dan diskrepansi statistik.
4,7
3,6
14,1
16,2
7,6
6,3
11,7
5,2
- 5,2
- 4,1
- 14,6
- 16,7
- 8,1
- 6,8
- 12,2
- 5,7
Sementara itu, keterbatasan
anggaran Pemerintah juga
menekan
konsumsi
pengeluaran
dan
investasi
pemerintah sehingga peran
kebijakan
fiskal
dalam
mendorong pertumbuhan
ekonomi sangat terbatas. Dari
sisi eksternal, kinerja ekspor
masih tumbuh melambat seiring dengan melambatnya permintaan global dan
lemahnya daya saing ekspor.
Kegiatan investasi tetap tumbuh relatif tinggi meskipun menunjukkan
kecenderungan menurun. Kegiatan investasi triwulan III-2005 diperkirakan tumbuh
lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, yaitu pada kisaran 16,2-16,7%.
Kecenderungan penurunan ini seperti ditunjukkan oleh sejumlah indikator penuntun
(leading indicators) yang menunjukkan perlambatan kegiatan investasi baik oleh
pemerintah maupun pihak swasta. Pertumbuhan investasi non-bangunan kembali
cenderung menurun. Rencana pembangunan infrastruktur yang digulirkan
Pemerintah pada awal tahun lalu masih jauh dari yang
80,00
3
Porsi dari pertumbuhan Non Bangunan (skala kiri)
Porsi dari pertumbuhan Bangunan (skala kiri)
Pertumbuhan Non Bangunan
Pertumbuhan Bangunan
60,00
sejumlah produk hukum tentang privatisasi infrastruktur dasar
2
seperti pelabuhan. Selain itu, kebijakan subsidi BBM yang
1,5
40,00
20,00
1
ditempuh Pemerintah saat ini membatasi ketersediaan dana
0,5
untuk pengeluaran investasi. Peran (Pemerintah) daerah juga
0
0,00
-0,5
I
-20,00
direncanakan. Salah satu penyebab adalah belum selesainya
2,5
II
III
2001
IV
I
II
III
2002
IV
I
II
III
2003*
IV
I
II
III
IV
2004**
I
-1
-1,5
-40,00
masih sulit diharapkan, seperti terlihat dari masih minimnya
II
2005**
-2
inisiatif daerah sebagai penggerak investasi. Di sisi investasi
swasta, kenaikan biaya BBM untuk industri diperkirakan
mengurangi kemampuan dunia usaha dalam melakukan
Grafik 2.2
Kontribusi Pertumbuhan
Investasi Bangunan & Non Bangunan
investasi.
Konsumsi swasta pada triwulan III-2005 juga masih tumbuh
melambat. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan
7
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 2005
III-2005 diprakirakan 3,6 √ 4,1% (y-o-y). Perlambatan
Persen
100
pertumbuhan terjadi pada konsumsi non-makanan. Perlambatan
80
tersebut dikonfirmasi oleh beberapa indikator terkait seperti
60
40
konsumsi listrik rumah tangga, penjualan motor dan mobil serta
20
tercermin pula pada pertumbuhan uang kartal riil. Perlambatan
0
konsumsi ini diperlihatkan pula oleh hasil survei konsumen yang
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
-20
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003 2004 2005
menyatakan bahwa penghasilan riil masyarakat, ekspektasi
-40
penghasilan, kondisi ekonomi, dan rencana konsumsi masyarakat
-60
gKIriil
-80
gInv
ke depan mengalami penurunan. Melambatnya pertumbuhan
-100
konsumsi ini terkait pula dengan menurunnya pendapatan
Grafik 2.3
disposable riil akibat tingginya inflasi dan tingkat suku bunga riil
Perkembangan Kredit Investasi
yang mulai meningkat.
Dari sisi fiskal, konsumsi maupun investasi pemerintah juga
mengalami pelambatan. Kinerja fiskal selama delapan bulan pertama tahun 2005
ini masih sangat terbatas dalam mendorong pertumbuhan ekonomi baik dari sisi
konsumsi maupun investasi. Realisasi APBN sampai dengan akhir Agustus 2005
masih mencatat posisi surplus sebesar Rp16,6 triliun (0,6% dari PDB). Terbatasnya
peran keuangan Pemerintah juga tercermin dari penurunan
% yoy
% yoy
12,0
6,0
makanan
10,0
5,0
non makanan
konsumsi swasta
8,0
4,0
6,0
3,0
4,0
2,0
2,0
1,0
konsumsi Pemerintah dalam pembentukan PDB selama semester
I-2005. Sementara itu, pengeluaran investasi Pemerintah,
terutama dalam bentuk belanja modal dan belanja lainnya, yang
masih rendah antara lain disebabkan oleh masih rendahnya
pencairan anggaran untuk rekonstruksi Aceh. Peran Pemerintah
Daerah dalam kegiatan investasi juga belum menggembirakan
sejalan dengan dominannya struktur pengeluaran dalam bentuk
0,0
0,0
I
II
III
IV
I
II
2001
III
IV
I
II
2002
III
IV
I
II
2003
III
IV
2004
I
II
2005
konsumsi. Selain itu, berbagai ketentuan yang bersifat duplikasi
Grafik 2.4
dengan ketentuan Pemerintah Pusat turut mempengaruhi
Pertumbuhan Konsumsi Makanan
rendahnya minat melakukan penanaman modal di daerah secara
keseluruhan.
dan Non Makanan
Seperti diperkirakan semula, pertumbuhan ekspor barang dan
jasa pada triwulan III-2005 berada pada kisaran 6,3 - 6,8%
Indeks
180
(y-o-y). Pertumbuhan ekspor cenderung melambat sejak triwulan
Ekspk. Penghasilan
Ekspk. Ekonomi
Ekspk. Ketersed Lapangan Kerja
160
140
IV-2004. Pertumbuhan ekspor lebih disumbang oleh ekspor nonmigas. Dua belas komoditas utama memiliki pangsa sekitar 75%
120
100
terhadap total ekspor nonmigas yang sebagian diantaranya
80
berbasis komoditas primer. Sementara itu, volume ekspor migas
60
40
menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah, terutama terkait
20
erat dengan terus menurunnya produksi minyak Indonesia. Dapat
0
4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2001
2002
2003
2004
Grafik 2.5
Ekspektasi Konsumen
2005
dikemukakan bahwa sejak tahun 2004 keterkaitan ekspor dan
impor semakin kuat yang menunjukkan relatif tingginya import
content beberapa komoditas ekspor, khususnya ekspor barang
manufaktur.
8
Perkembangan Makroekonomi Terkini
Lemahnya daya saing dan belum berkembangnya pasar alternatif tujuan ekspor
turut menghambat pertumbuhan ekspor. Perkembangan kinerja ekspor Indonesia
yang masih moderat ini tidak terlepas dari daya saing produk andalan kita.
Perhitungan Revealed Competitive Advantage (RCA)1 dari Departemen Perdagangan
menunjukkan bahwa komoditi ekspor yang memiliki daya saing tinggi adalah karet,
CPO serta produk kayu (berbasis sumber daya alam). Dengan struktur tersebut,
ekspor riil belum dapat memanfaatkan peningkatan daya saing yang bersumber
dari pelemahan nilai tukar rupiah. Hal ini terkait dengan sifat sektor penghasil
produk tersebut yang cenderung kurang fleksibel dalam melakukan penyesuaian
sisi pasokan. Terbatasnya perkembangan ekspor juga disebabkan oleh belum
berkembangnya pasar alternatif tujuan ekspor yang saat ini masih tertuju ke pasar
tradisional seperti Jepang, USA, dan Singapore.
Sejalan dengan perlambatan permintaan domestik, kegiatan
impor juga mengalami penurunan walaupun pada level yang
Persen
50,00
Ekspor barang dan jasa
Impor barang dan jasa
40,00
masih cukup tinggi. Pertumbuhan impor barang dan jasa pada
30,00
triwulan III-2005 diprakirakan 11,7 - 12,2% (y-o-y), atau di bawah
20,00
perkiraan semula dan pertumbuhan triwulan yang sama tahun
10,00
sebelumnya. Secara trend, pertumbuhan impor juga cenderung
0,00
-10,00
I
-20,00
II
III
IV
I
2001
II
III
IV
I
2002
II
III
IV
2003*
I
II
III
2004**
IV
I
II
2005**
melambat dari titik tertinggi triwulan III-2004, sejalan dengan
melambatnya permintaan domestik. Perkembangan impor yang
melambat sejak 2004 diperkirakan terkait erat dengan
-30,00
-40,00
melambatnya kegiatan investasi, khususnya jenis-jenis investasi
Grafik 2.6
yang membutuhkan bahan baku impor dalam proses
Pertumbuhan Ekspor
produksinya.
Di sisi penawaran, sektor-sektor ekonomi juga tumbuh lebih
rendah dari perkiraan semula. Rendahnya pertumbuhan sektoral
Persen
dibanding perkiraan semula terutama terjadi di sektor pertanian;
80,00
Impor 1993
Impor 2000
60,00
sektor pertambangan dan penggalian; serta sektor bangunan.
40,00
Struktur PDB secara sektoral relatif tidak berubah, dengan pangsa
20,00
besar masih tetap dicatat oleh sektor industri pengolahan; sektor
0,00
-20,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
perdagangan, restoran dan hotel ; dan sektor pertanian.
2002* 2003** 2004 2005
Sektor Industri Pengolahan masih menunjukkan pertumbuhan
-40,00
yang cukup tinggi, yaitu sebesar 6,7-7,2% (y-o-y). Sektor Industri
-60,00
Pengolahan masih tumbuh cukup tinggi, meskipun diwarnai oleh
Grafik 2.7
pertumbuhan negatif pada industri migas. Pertumbuhan yang
Pertumbuhan Impor
cukup pesat terjadi pada sub-sektor kimia dan sub-sektor
makanan. Sementara itu, sub-sektor alat angkutan, mesin dan
peralatannya juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi, meskipun sedikit
melambat dalam beberapa triwulan terakhir. Cerminan meningkatnya kinerja
pertumbuhan sektor industri pengolahan terlihat pada realisasi penjualan dan
1
RCAij = (nilai ekspor barang j dari negara i/total ekspor negara i) / (total ekspor dunia barang
j/total ekspor dunia)
9
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 2005
produksi kendaraan bermotor (mobil) yang masih menunjukkan trend meningkat
dengan akumulasi penjualan s.d. bulan Agustus mencapai 395.797 unit. Jumlah
ini sampai dengan akhir tahun 2005 diperkirakan sudah mendekati angka revisi
target penjualan oleh GAIKINDO sebanyak 550.000 unit.
Meskipun permintaan domestik melemah, sektor Perdagangan tetap menunjukkan
kinerja yang cukup baik walaupun lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya.
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran tetap mengalami pertumbuhan yang cukup
tinggi, yaitu mencapai 7,6-8,1% (y-o-y). Hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank
Indonesia kepada para pengusaha ritel pada Juli 2005 mengindikasikan adanya
peningkatan penjualan. Indeks riil penjualan naik sebesar 0,9%, dibandingkan 2,7%
Tabel 2.2
% (y-o-y)
pada bulan sebelumnya. Di
% (y-o-y)
sub-sektor perhotelan, tingkat
hunian hotel di Jakarta dan
PDB Sisi Penawaran
2004
Sektor
Pertanian
Pertambangan & Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas & Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel & Restoran
Pengangkutan & Komunikasi
Keuangan, Persewaan & Jasa
Jasa-jasa
PRODUK DOMESTIK BRUTO
I
II
4,89
-7,00
5,98
6,07
8,36
2,73
12,62
7,48
4,73
4,38
3,85
-9,13
6,87
6,76
7,77
4,09
13,33
6,66
5,12
4,38
III
5,31
-5,04
4,78
3,05
8,24
6,90
13,47
8,26
4,73
5,10
Bali tercatat meningkat dari
2005
IV
1,86
3,28
7,17
7,87
8,31
9,41
11,47
8,45
5,04
6,65
Total
4,06
-4,61
6,19
5,91
8,17
5,80
12,70
7,72
4,91
5,13
I
1,63
1,04
7,05
7,81
7,32
9,96
13,12
6,51
4,90
6,19
IIIf
II
-0,96
-2,87
6,65
7,59
7,44
9,48
13,91
9,97
4,36
5,54
0,6
-5,3
6,7
7,3
7,0
7,6
12,3
9,0
5,4
5,2
- 1,1
- (-4,8)
- 7,2
- 7,8
- 7,5
- 8,1
- 12,8
- 9,5
- 5,9
- 5,7
f Angka proyeksi Bank Indonesia
triwulan sebelumnya masingmasing menjadi 55% dan
51%. Sementara itu, Survei
Properti Komersial Jabotabek
menunjukkan tingkat hunian
hotel yang lebih tinggi, yaitu
sebesar 62,81%.
Seperti triwulan sebelumnya,
sektor Pengangkutan dan
Komunikasi diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi, yaitu sekitar 12,3-12,8%
(y-o-y). Tetap tingginya pertumbuhan sektor ini didorong oleh sub-sektor komunikasi
seiring dengan makin beragamnya produk telekomunikasi dengan harga yang relatif
terjangkau dan biaya percakapan per menit yang semakin kompetitif, khususnya
pada jaringan seluler. Namun demikian, sub-sektor pengangkutan tetap tumbuh
dengan akselerasi yang lebih lambat, yang terutama dipengaruhi oleh menurunnya
pertumbuhan jasa angkutan udara. Di samping kenaikan tarif
angkutan udara (sebagai dampak kenaikan harga avtur 21%
100
dan pelemahan rupiah), penurunan pertumbuhan tersebut
90
diperkirakan juga karena adanya dampak psikologis kecelakaan
80
pesawat yang terjadi selama periode laporan.
70
60
50
40
Produktivitas dan Efisiensi
30
Total seluruh sektor
Industri Pengolahan
Industri Tekstil
Industri Alat Angkutan
20
10
0
I
II
III
2003
Pertanian
Industri Makanan & Minuman
Industri Semen
Listrik
IV
I
II
III
Kapasitas perekonomian diperkirakan relatif belum mengalami
peningkatan yang signifikan seperti perkiraan semula
semula.
IV
2004
I
II
2005
Terhambatnya peningkatan kapasitas perekonomian tersebut
Grafik 2.8
karena belum banyaknya kebijakan struktural yang mendukung
Utilisasi Kapasitas (SKDU)
peningkatan kapasitas perekonomian. Sementara itu, kondisi
pertumbuhan stok kapital juga masih relatif lambat yaitu berkisar
10
Perkembangan Makroekonomi Terkini
pada angka 0-0,5% pada periode setelah krisis, sehingga
membatasi upaya peningkatan produksi. Penambahan stok
2.00
TFP (A)
1.80
kapital yang relatif besar hanya terlihat di sektor pengangkutan
1.60
1.40
dan telekomunikasi dan sektor industri, sementara stok kapital
1.20
di sektor perdagangan, sektor pertanian, dan sektor
1.00
pertambangan relatif tetap. Dengan kondisi tersebut
0.80
kemampuan sisi penawaran semakin terbatas dalam merespons
0.60
perkembangan sisi permintaan.
0.40
0.20
0.00
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Walaupun demikian, produktivitas faktor produksi dan efisiensi
penggunaan modal masih membaik. Perbaikan produktivitas
Grafik 2.9
faktor produksi tercermin pada indikator tingkat Total Factor
Total Factor Productivity
Productivity yang mencapai 1,73 pada tahun 2004 mendekati
tingkat sebelum krisis. Produktivitas tenaga kerja juga membaik,
khususnya pada sektor industri yang mencapai Rp41,9 juta per
orang pada tahun 2004. Sementara itu, peningkatan efisiensi penggunaan modal
tercermin dari Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang terus membaik
mencapai 3,8 pada tahun 2004 mendekati tingkat sebelum krisis.
Kesenjangan Output
6
Seiring dengan terbatasnya kondisi sisi penawaran, kesenjangan
5.2
4.7
5
4.2
output (output gap) dalam perekonomian nasional menunjukkan
3.8
arah yang semakin menyempit. Kecenderungan output gap yang
4
menyempit ini dikonfirmasi oleh pertumbuhan stok kapital yang
3
lebih lambat dan ratio investasi terhadap PDB yang relatif tidak
2
berubah di sekitar 22% atau jauh lebih rendah dibanding ketika
1
kondisi krisis yang mencapai 30%. Dikaitkan dengan kondisi
tenaga kerja, perlambatan perekonomian ini pada gilirannya
0
2001
2002
2003*
2004**
mengakibatkan tetap rendahnya daya serap perekonomian
Grafik 2.10
terhadap angkatan kerja sebagaimana tercermin pada masih
Incremental Capital-Output Ratio (ICOR)
tingginya angka pengangguran yang diperkirakan dapat
mencapai 10,8% sesuai prediksi dari Depnaker.
Miliar Rp
500.000
PDB Aktual
450.000
NERACA PEMBAYARAN
Potensial
400.000
Kondisi neraca pembayaran mengalami tekanan seiring dengan
350.000
meningkatnya kegiatan ekonomi. Masih tingginya permintaan
300.000
domestik telah mendorong peningkatan impor, khususnya impor
250.000
bahan baku dan barang modal. Sementara itu, ekspor masih
200.000
tumbuh terbatas karena rendahnya daya saing di tengah
150.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Perkembangan
ini menyebabkan kinerja neraca transaksi berjalan terus
Grafik 2.11
PDB Aktual vs Potensial
mengalami defisit. Pada saat yang sama, kinerja neraca modal
juga belum menunjukkan perbaikan terkait dengan masih
11
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 2005
terbatasnya realisasi aliran masuk modal akibat belum kondusifnya perbaikan iklim
investasi. Dengan perkembangan tersebut, secara keseluruhan neraca pembayaran
mengalami peningkatan defisit menjadi sebesar USD2,3 miliar, atau lebih besar
dibandingkan perkiraan sebelumnya sebesar USD1,1 miliar. Perkembangan tersebut
berimplikasi pada tekanan fundamental pelemahan nilai tukar rupiah yang terus
berlanjut. Guna menjaga ketahanan sektor eksternal ke depan, diperlukan
percepatan realisasi upaya peningkatan arus masuk modal asing yang sustainable
dan bersifat non-debt creating, serta peningkatan devisa hasil ekspor.
Transaksi Berjalan
Ekspansi perekonomian yang ditopang oleh permintaan domestik menyebabkan
transaksi berjalan masih mengalami defisit. Dengan tingginya akselarasi
pertumbuhan impor dan masih terbatasnya kenaikan ekspor, transaksi berjalan
pada triwulan III-2005 diperkirakan mengalami defisit USD16 juta. Namun demikian,
secara keseluruhan tahun 2005, transaksi berjalan masih diprakirakan mengalami
surplus USD2,2 miliar (0,7% dari PDB), menurun dibandingkan tahun 2004. Dengan
perkembangan tersebut, rasio defisit Transaksi Berjalan terhadap
PDB yang dihitung dengan metode annualized menurun dari
% (ratio)
6,0
1,5% pada triwulan II-2005 menjadi 0,4% dari PDB.
5,1
CA/GDP
4,0
Neraca perdagangan tetap membukukan surplus. Surplus neraca
perdagangan ini didukung oleh meningkatnya kinerja ekspor
2,0
0,7
0,4
0,0
migas yang diperkirakan mencatat pertumbuhan sekitar 70,6%
(y-o-y). Peningkatan kinerja ekspor migas tersebut berkaitan
dengan kenaikan harga minyak dunia yang sempat mencapai
-2,0
-3,6
-4,0
sekitar USD70/barrel sedangkan dari volume produksi cenderung
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
menurun menjadi sekitar 1,070 juta barrel/hari. Di sisi lain,
meningkatnya konsumsi BBM domestik dan melonjaknya harga
Grafik 2.12
Transaksi Berjalan (%PDB annualized)
minyak dunia mengakibatkan nilai impor migas tetap tumbuh
tinggi yaitu sekitar 45% (y-o-y). Kondisi konsumsi BBM domestik
yang cenderung meningkat ini masih dapat di-offset oleh windfall
10.000
profit migas. Dengan perkembangan tersebut neraca
Juta USD
Migas
Nonmigas
perdagangan migas telah mencatat surplus namun dengan
Total
8.000
jumlah yang semakin menipis.
6.000
Sementara itu, kinerja Neraca Perdagangan non-migas pada
4.000
triwulan III-2005 diperkirakan masih mengalami defisit. Kegiatan
2.000
ekspor non-migas diperkirakan hanya tumbuh 2,8% (y-o-y), yang
0
terutama dipengaruhi oleh harga komoditas internasional yang
-2.000
mulai leveling off. Perkembangan harga tersebut secara umum
-4.000
2002
2003
2004
2005
tercermin pada indikator harga per unit pada tiga kelompok
Grafik 2.13
komoditas (industri, pertanian dan pertambangan) yang sampai
Transaksi Berjalan (Juta USD)
dengan bulan Juli 2005 menunjukkan perkembangan yang relatif
stabil. Kendatipun demikian, tingkat harga komoditas non-migas
12
Perkembangan Makroekonomi Terkini
20
saat ini masih lebih tinggi dari perkiraan awal tahun. Di sisi lain,
Pangsa (%)
kenaikan permintaan domestik telah menyebabkan impor nonmigas pada triwulan III-2005 mengalami peningkatan yang cukup
15
tajam, yaitu tumbuh sekitar 34,8%, hingga mencapai USD13,4
miliar, sehingga menyebabkan prestasi neraca perdagangan non-
10
migas mengalami defisit.
Daya saing komoditas ekspor Indonesia yang belum menunjukkan
5
Singapura
Amerika
Jepang
Malaysia
Cina
2004
2005*
perbaikan turut menghambat kinerja ekspor non-migas. Indikasi
lemahnya daya saing yang dilihat dari indikator terms of trade
0
1999
2000
2001
2002
2003
(TOT) produk nonmigas belum menunjukkan perbaikan. Hal ini
Grafik 2.14
mengindikasikan bahwa produk ekspor Indonesia yang
Perkembangan Ekspor per Negara Tujuan
cenderung berbasis produk primer tidak bisa mengimbangi
kenaikan harga impor. Sementara itu, indikator total TOT (migas
dan nonmigas) yang meningkat lebih disebabkan oleh kenaikan
1,8
TOT Total
TOT Nonmigas
1,7
harga minyak yang meningkat pesat sejak awal 2004.
Perkembangan tersebut memberikan gambaran potensi lemahnya
1,6
sustainabilitas perdagangan internasional di sektor eksternal.
1,5
1,4
Masih tingginya permintaan domestik menyebabkan impor
1,3
bahan baku dan barang modal tumbuh cukup tinggi. Kenaikan
impor non-migas terutama dipicu oleh impor bahan baku dan
1,2
1,1
barang modal yang mempunyai pangsa sekitar 90% dari total
1
5
1999
9
1
5
2000
9
1
5
2001
9
1
5
9
2002
1
5
9
1
2003
5
9
2004
1
5
2005
impor non-migas. Dalam periode Januari-Juli 2005, pertumbuhan
Grafik 2.15
impor untuk barang modal, bahan baku, dan barang konsumsi
Perkembangan Term of Trade
masing-masing mencapai 40,6%, 26,0%, dan 4,2% (y-o-y). Dari
komposisi impor barang modal yang didominasi oleh barang
modal bukan peralatan transportasi, impor kelompok barang
ini diperkirakan terkait dengan kegiatan investasi domestik. Dalam pada itu, struktur
produksi dalam negeri juga masih sangat tergantung pada impor yang tercermin
pada tingginya pangsa bahan baku yang diproses dalam impor bahan baku.
Neraca Modal
Secara keseluruhan, kinerja neraca modal masih menurun. Di luar pencatatan sisi
aset sektor swasta, lalu lintas modal (LLM) pada triwulan III-2005 mencatat surplus
sebesar USD1,0 miliar. Surplus tersebut bersumber dari LLM swasta dan publik
masing-masing sebesar USD0,5 miliar. Namun, apabila aset sektor swasta residen
turut dicatat, LLM pada triwulan yang sama diperkirakan akan defisit. Sementara
itu, struktur aliran modal asing swasta masih dalam berbentuk pinjaman (40%),
serta FDI dan FPI masing-masing sekitar 30% dari total aliran modal masuk. Dengan
masih tingginya beban pembayaran pinjaman LN swasta, hanya FDI dan Portfolio
Investment yang masih mencatat net inflows masing-masing sebesar USD247 juta
dan USD524 juta. Dengan perkembangan tersebut, peran investasi yang bersifat
likuid (portofolio) masih dominan dalam mendukung aliran modal masuk.
13
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 2005
Rendahnya realisasi disbursement utang luar negeri pemerintah diperkirakan dapat
memperburuk kinerja LLM pemerintah. Surplus LLM pemerintah yang diperkirakan
sebesar USD0,5 miliar kemungkinan tidak dapat dicapai terutama akibat rendahnya
realisasi disbursement komitmen ULN. Realisasi pinjaman program mengalami
hambatan terkait dengan terundanya penyelesaian prasyarat penarikan pinjaman
yang telah disepakati dengan kreditur.
Cadangan Devisa
Defisit yang terjadi pada neraca transaksi berjalan dan kinerja neraca modal yang
menurun menyebabkan Neraca Pembayaran pada triwulan III-2005 masih
mengalami defisit sebesar USD2,3 miliar. Kondisi ini menyebabkan posisi cadangan
devisa pada triwulan III-2005 turun menjadi USD31,3 miliar, atau cukup untuk 3,9
bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah. Ke depan, upaya untuk menjaga
keseimbangan eksternal perlu dilengkapi dengan kebijakan perbaikan kinerja
transaksi berjalan dan LLM.
KEBIJAKAN MAKROEKONOMI
Pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari perkiraan semula terjadi di tengah
adanya gangguan keseimbangan internal dan eksternal. Untuk itu, Bank Indonesia
dan Pemerintah perlu merespon kondisi tersebut dengan langkah-langkah sinergis
di bidang kebijakan makroekonomi agar tidak menimbulkan tekanan lebih lanjut
terhadap stabilitas makroekonomi yang dapat menghambat akselerasi pertumbuhan
ekonomi. Kebijakan-kebijakan yang mampu mempercepat pembalikan siklus
ekonomi atau mengurangi akselerasi perlambatan pertumbuhan perlu segera
ditempuh dengan langkah-langkah yang terkoordinasi. Demikian pula, upaya
mendorong perekonomian menuju keseimbangan internal dan eksternal perlu
diprioritaskan dengan menerapkan kebijakan fiskal dan moneter secara lebih
konsisten. Baik kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal perlu terus diarahkan
untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi.
Pola ekspansi ekonomi yang telah menimbulkan tekanan stabilitas makroekonomi
pada gilirannya dapat mengganggu keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Kondisi
ini telah diperlihatkan pada perkembangan ekonomi yang di triwulan III-2005
mengalami perlambatan. Bersamaan dengan upaya Bank Indonesia secara konsisten
terus mengendalikan kestabilan makroekonomi, sejumlah perbaikan yang perlu
diprioritaskan adalah menerapkan kebijakan fiskal yang berorientasi pada penciptaan
iklim investasi yang lebih kondusif
kondusif. Pilihan ini utamanya ditujukan untuk memperbaiki
persepsi investor asing akan prospek ekonomi Indonesia. Selain itu, peningkatan
daya saing ekspor juga menjadi prioritas, mengingat prestasi ekspor saat ini lebih
didorong oleh faktor harga dan belum ditopang penuh oleh peningkatan kapasitas
produksi.
Di bidang penciptaan iklim investasi, kebijakan yang ditempuh Pemerintah adalah
14
Perkembangan Makroekonomi Terkini
dengan memprioritaskan pembangunan infrastruktur. Sejumlah peraturan yang
sering dikeluhkan investor dalam menanamkan modalnya pada proyek-proyek
jangka panjang terus ditinjau ulang dan diperbaiki. Dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah No.15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol diharapkan dapat memberikan
keseimbangan dalam pengembangan wilayah dan efisiensi pelayanan jasa distribusi.
Selain itu, Pemerintah juga terus berupaya menghilangkan kebijakan antar sektor
yang tumpang tindih, sehingga dapat memberikan kepastian investor untuk
menanamkan modalnya tanpa harus menghadapi kendala-kendala sektoral.
Sebagai contoh, pada triwulan III-2005 ini Pemerintah telah menghapus Perda
yang tumpang tindih, memperbaharui kebijakan di sektor pertambangan dan
kehutanan, meningkatkan kepastian hukum dengan menyelesaikan kasus-kasus
investasi yang terjadi, termasuk memperjelas arah kebijakan ekonomi dan regulasi.
Misalnya, mengurangi ketidapastian fiskal mengenai ketentuan perpajakan yang
berubah-ubah mengakibatkan terhambatnya investasi baru di sektor pertambangan
Di bidang peningkatan daya saing, sejumlah kebijakan makroekonomi dan struktural
(macroeconomic policy mix) ditempuh Pemerintah untuk mendorong peningkatan
kapasitas perekonomian
perekonomian. Selama kurun waktu triwulan III-2005 Pemerintah telah
mengeluarkan berbagai kebijakan yang terkait dengan pemberian insentif investasi
kepada sektor industri dan pertambangan, pembebasan bea masuk impor, dan
paket kompensasi kenaikan harga BBM bagi industri. Kebijakan-kebijakan itu antara
lain adalah harmonisasi tarif untuk mendorong produksi dan investasi dalam negeri.
Sebagai contoh di industri makanan, tarif bea masuk yang dikenakan untuk produk
jadi lebih rendah dibandingkan bea masuk untuk bahan baku. Selain itu, Pemerintah
juga mempercepat realisasi INPRES No.5 tahun 2005 tentang pemberdayaan industri
pelayaran nasional. Kebijakan tersebut juga dimaksudkan untuk menghemat
pengeluaran devisa yang setiap tahunnya diperkirakan mencapai sebesar USD18
miliar. Di bidang ketenagakerjaan, Pemerintah telah membuat peraturan
ketenagakerjaan yang tidak terlalu rigid, mengingat investasi yang tumbuh tinggi
dalam beberapa triwulan terakhir sebagian besar terjadi pada investasi yang padat
modal. Di bidang energi, Pemerintah tetap berupaya menjaga kelancaran pasokan
energi, misalnya kelancaran pasokan gas di industri keramik dan pupuk serta
pasokan listrik untuk sektor industri.
15
Download