Jurnal Dinamika, April 2013, halaman 15

advertisement
Jurnal Dinamika, April 2013, halaman 15 - 26
ISSN 2087 – 7889
Vol. 04. No. 1
ANALISIS KADAR BETA-KAROTEN KULIT BUAH NAGA MENGGUNAKAN
SPEKTROFOTOMETER UV-VIS
Nururrahmah, Wiwied Widiarnu
Program Studi Kimia, Fakultas MIPA
Universitas Cokroaminoto Palopo
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang analisis kadar senyawa beta-karoten pada kulit
buah naga (Hylocereus undatus). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kadar
beta-karoten pada kulit buah naga bagian luar dan bagian dalam dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Ekstraksi senyawa beta-karoten dari kulit buah naga dilakukan
dengan menggunakan petroleum eter kemudian di sentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm
selama 5 menit. Setelah itu ditambahkan natrium sulfat anhidrat dan dibekukan selama 24
jam.
Setelah dilakukan analisis senyawa beta-karoten dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah naga
mengandung senyawa beta-karoten. Berdasarkan hasil analisis spektrofotometer UV-Vis,
pada panjang gelombang maksimum sebesar 485 nm, kulit buah naga bagian luar memiliki
rata-rata beta-karoten sebesar 181,6 ppm dan kulit buah naga bagian dalam memiliki ratarata kadar beta-karoten sebesar 224,2 ppm
Kata Kunci: kulit buah naga, beta-karoten, spektrofotometer UV-Vis
PENDAHULUAN
Beta-karoten adalah jenis pigmen
yang ditemukan dalam tanaman, terutama
wortel dan sayuran berwarna. Betakaroten juga digunakan sebagai zat
pewarna untuk makanan seperti margarin.
Beta-karoten juga dapat dikonversi
menjadi vitamin A (retinol) oleh tubuh.
Vitamin A diperlukan untuk penglihatan
yang baik dan kesehatan mata, untuk
sistem kekebalan yang kuat, dan untuk
kesehatan kulit dan selaput lendir.
Sementara sejumlah besar vitamin A
dalam bentuk suplemen dapat menjadi
racun, tubuh akan mengkonversi hanya
lebih banyak vitamin A dari beta-karoten
karena kebutuhan. Itu berarti beta-karoten
dianggap sebagai sumber vitamin A yang
aman.
Beta-karoten adalah antioksidan
yang memiliki fungsi melindungi tubuh
dari molekul yang disebut radikal bebas
yang
merusak.
Radikal
bebas
menyebabkan kerusakan sel melalui
proses yang dikenal sebagai oksidasi.
Seiring waktu, kerusakan ini dapat
menyebabkan sejumlah penyakit kronis.
Terdapat pembuktian bahwa banyaknya
asupan antioksidan melalui diet akan
membantu
meningkatkan
sistem
kekebalan, melindungi terhadap radikal
bebas, dan dapat menurunkan risiko dua
jenis penyakit kronis yaitu penyakit
jantung dan kanker (Ehrlich, 2010).
Buah naga merah terkenal sebagai
salah satu sumber beta-karoten. Dalam
100 g buah naga mengandung betakaroten 0,005 – 0,012 mg. Buah naga
15
Nururrahmah, Wiwied Widiarnu (2013)
merah juga kaya akan kandungan serat.
Serat pada buah naga sangat baik,
mencapai 0,7-0,9 g per 100 g. Serat
sangat
dibutuhkan
tubuh
untuk
menurunkan kadar kolesterol. Serat akan
mengikat asam empedu dan kemudian
dikeluarkan bersama feses. Semakin
tinggi konsumsi serat, semakin banyak
asam empedu dan lemak yang
dikeluarkan oleh tubuh. Serat pangan
(dietary
fiber)
juga
mampu
memperpendek transit time yang dapat
membuat waktu zat karsinogenik
bermukim dalam tubuh juga semakin
pendek,
sehingga
kesempatan
membahayakan tubuh semakin kecil
(Hardjadinata, 2010).
Buah naga merah yang akhir-akhir
ini banyak diminati masyarakat luas,
kulitnya yang berjumlah 30-35 %
seringkali hanya dibuang sebagai sampah
saja. Sebagai upaya pemanfaatan limbah
kulit buah naga merah yang belum
optimal, guna meningkatkan nilai
ekonomis dari kulit buah naga merah
serta daya gunanya bagi masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik
untuk menganalisis beta-karoten pada
kulit buah naga merah sehingga dapat
dijadikan alternatif sumber beta–karoten.
Rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah untuk melihat berapa kadar betakaroten dari kulit buah naga merah hasil
ekstraksi sehingga dapat dijadikan
sebagai alternative sumber bahan pangan
maupun untuk pengobatan dengan
mengetahui kadar beta-karoten buah naga
tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Buah naga adalah buah tropis yang
dihasilkan oleh kaktus hylocereus. Buah
16
ini juga dikenal sebagai pitaya, pitahaya,
stroberi pir, dan thang loy, buah
berbentuk lonjong-oval dengan warna
kulit terang merah ditutupi dengan sisik
berwarna hijau. Daging buahnya manis,
halus, putih atau merah-ungu, dan
terdapat banyak benih hitam berukuran
kecil. Buah ini memiliki rasa terbaik
ketika dipanen saat warna kulitnya merah
seluruhnya (Wall, 2008).
Sejak dahulu, buah naga sudah
sangat umum di negara asalnya di mana
buah naga dikonsumsi oleh masyarakat
umum. Baru-baru ini buah naga
diperdagangkan di pasar internasional
dan menjadi buah ekspor dari Vietnam
(Crane, 2005). Buah naga sekarang
menyebar di banyak negara Asia, seperti
Thailand, Laos, Indonesia, Kamboja,
Taiwan,
dan
Jepang,
dengan
menggunakan perbanyakan dari Vietnam
(Nerd, et al, 2002). Di Indonesia, buah ini
relatif baru dan sudah mendapatkan
tempat dan harga yang baik di pasaran.
Spesies yang dapat ditemukan adalah
buah naga kulit merah dengan daging
buah merah keunguan (Hylocereus
costaricencis Web. Britton & Rose)
(Jaya, 2010). H. costaricensis ini dipilih
untuk
dibudidayakan
karena
menghasilkan buah yang besar dan
menarik (Mizrahi et al, 1997).
Klasifikasi Tanaman Buah Naga
Merah
Genus Hylocereus (A. Berger)
Britton & Rose adalah genus kecil yang
berisi sekitar 18 spesies Amerika Tropis.
Anggota dari genus ini adalah vine cacti
atau kaktus yang memanjat (memanjat
dengan akar aerial atau bersifat epifit di
alam) dengan tiga batang miring dan
Analisis Kadar Beta-Karoten Kulit Buah Naga Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
sebagian besar dengan sangat harum
bunga putih nokturnal. Buah naga adalah
nama umum untuk buah dari beberapa
spesies kaktus. Karena jenis kaktus ini
merupakan tanaman baru, masih banyak
kebingungan
tentang
identitas
taksonominya.
Edible cactus atau kaktus yang
buahnya dapat dimakan dibagi menjadi
dua kelompok berdasarkan sifat alami
batang, yaitu kaktus vine (epifit,
memanjat, atau
merangkak)
atau
kolumnar kaktus. Spesies kaktus vine
mempunyai dua genera yang berbeda
Hylocereus dan Selenicereus sedangkan
spesies kaktus kolumnar mempunyai tiga
genera yaitu Cereus, Pachycereus, dan
Stenocereus (Gunasena et al, 2007).
Tabel 1. Warna kulit dan daging buah
beberapa spesies buah naga
Spesies
Warna
Warna
kulit buah daging buah
Hylocereus undatus
Merah
Putih
Hylocereus
triangularis
Kuning
Putih
Hylocereus
costaricensis
Merah
Merah
Hylocereus
polyrhizus
Merah
Merah
Hylocereus
ocamponis
Merah
Merah
Selenicereus
megalanthus
Kuning
Putih
Cereus triangularis
Kuning
Putih
Acanthocereus
pitajaya
Kuning
Putih
Cereus ocamponis
Merah
Merah
Sumber: Crane, 2005.
Taksonomi dari tumbuhan buah naga
merah:
Kingdom
: Plantae (Tanaman)
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermathopyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Subkelas
: Caryophyllidae
Ordo
: Caryophyllales
Famili
: Cactaceae
Subfamili
: Cactoideae
Suku
: Hylocereae
Subsuku
: Hylocerenae
Genus
: Hylocereus (Berger)
Britt. & Rose - Nightblooming cactus
Jenis
: Hylocereus costaricensis
(Weber) Britt. & Rose
Sumber : (Britton, 1963) (Duxbaum,
1969) (Gunasena et al, 2007)
Morfologi Tanaman Buah Naga Merah
Tumbuhan kaktus buah naga merah
(Hylocereus costaricensis) merupakan
tumbuhan epifit yang habitatnya di hutan
kering, hutan tepi sungai, permukaan
dinding dan tebing pantai berbatu, dan
daerah
sangat
lembab
(jarang).
Tumbuhan ini diamati berbunga pada
bulan Mei sampai September dan
berbuah pada bulan Juni sampai Oktober.
Tumbuhan ini telah digunakan di
Central Valley sebagai tanaman hias
karena warna yang mencolok dan ukuran
bunganya. Seperti spesies kaktus lainnya,
buah matang dari tumbuhan ini banyak
dikonsumsi oleh hewan dan banyak
ditemukan di lantai hutan. Seperti halnya
kaktus epifit daerah kering atau basah
musiman
lainnya,
tumbuhan
ini
membentuk kumpulan besar yang
tergantung di pohon-pohon tua (Morales,
2001).
17
Nururrahmah, Wiwied Widiarnu (2013)
H. costaricensis atau Costa Rican
nightblooming cactus termasuk kaktus
epifit atau terrestial, batang mencapai
panjang 70 cm dengan diameter 3-7 cm
memiliki 3 rusuk, memiliki banyak
cabang, selalu ditemukan dalam keadaan
membentuk kumpulan, menggantung
pada cabang pohon, memiliki akar
sepanjang sisi datar pada batang,
memiliki warna hijau keabuan. Duri
berjumlah 2 sampai 4, berukuran sangat
pendek, berwarna kecoklatan, biasanya
disertai dengan dua rambut putih atau
bulu. Tumbuhan ini tidak memilki daun.
Kuncup bunga muda berbentuk bulat dan
berwarna ungu. Bunga berwarna putih
berukuran besar panjangnya sekitar 20-30
cm, berbau harum, memiliki jumlah
kelopak yang banyak, berbentuk seperti
terompet, sepals berwarna hijau kadang
dengan batas merah, benang sari banyak,
dasar bunga ditutupi dengan sisik yang
saling tumpang tindih, bunganya hanya
terbuka pada malam hari, mekar pada
bulan Mei sampai September. Buahnya
berwarna merah keunguan, panjang 5-10
cm, lebar 6-8 cm, memiliki sisik, dan
dapat dimakan (Garguillo, 2008) (PIER,
2006).
Pada buah naga merah terkandung
banyak zat gizi, terutama vitamin dan
mineral essensial. Buah naga merah juga
banyak
mengandung
antioksidan
(Warisno, 2010). Kandungan nutrisi
dalam buahnya yang sangat mendukung
kesehatan tubuh manusia. Buah ini
memiliki kandungan airnya yang sangat
tinggi, sekitar 90,20% dari berat buah.
Rasanya cukup manis karena didukung
oleh kadar gula yang mencapai 13-18
briks (Kristanto, 2009).
18
Tabel 2. Zat gizi pada buah naga
berwarna merah
Kandungan
Jumlah
Air
82,5-83,0 g
Protein
0,16-0,23 g
Lemak
0,21-0,61 g
Serat
0,7-0,9 g
Abu
0,54-0,68 g
Kalsium
6,3-8,8 mg
Fosfor
30,2-36,1 mg
Besi
0,55-0,65 mg
Karoten
0,005-0,012 mg
Thiamin
0,28-0,043 mg
Riboflavin
0,28-0,045 mg
Niasin
0,2947-0,430 mg
Asam Ascorbic
8,0-9,0 mg
Sumber: Crane, 2005.
Gambar 1. Struktur beta-karoten (Britton
et al, 2004)
Buah naga kebanyakan dikonsumsi
dalam keadaan segar. Pulp bekunya dapat
digunakan untuk membuat es krim,
yoghurt, jeli, selai, jus, permen dan
berbagai macam kue. Industri makanan
dan kosmetik menggunakan buah naga
merah sebagai bahan pewarna. Bunga
kuncup yang belum terbuka dapat
dimasak dan dimakan sebagai sayuran
(Crane, 2005). Di Amerika Serikat,
Kanada dan Eropa buahnya dikonsumsi
dalam keadaan segar sebagai makanan
penutup. Di Amerika Serikat dan Asia
Analisis Kadar Beta-Karoten Kulit Buah Naga Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
tenggara buahnya digunakan sebagai
bahan untuk dekorasi (Lobo, 2007).
Buah naga memiliki khasiat untuk
kesehatan manusia, diantaranya ialah
sebagai penyeimbang kadar gula darah,
pencegah kanker usus, pelindung
kesehatan mulut, serta pengurang
kolesterol, pencegah pendarahan, dan
obat keluhan keputihan (Kristanto, 2009).
Buah ini mengandung captina, yang
dianggap sebagai tonik jantung, serta
minyak yang memiliki efek pencahar,
yang efisien untuk mengontrol gastritis
dan infeksi ginjal. Buah ini juga
digunakan untuk pembuatan sampo dan
memiliki efek terhadap sakit kepala
(Donadio, 2009).
Kulit buah naga merupakan limbah
hasil pertanian yang selama ini belum
dimanfaatkan. Kulit buah naga ini
mengandung zat warna alami betasianin
yang cukup tinggi. Betasianin merupakan
zat warna yang berperan memberikan
warna merah dan merupakan golongan
betalain yang berpotensi menjadi
pewarna alami untuk pangan dan dapat
dijadikan alternatif pengganti pewarna
sintetik yang lebih aman bagi kesehatan
Serbuk betasianin yang diperoleh
diaplikasikan sebagai pewarna alami
pangan, seperti yoghurt, es krim, dan
adonan kue bolu (Erza, 2009)
Kulit buah naga merah juga dapat
diolah menjadi manisan basah atau
manisan kering. Kulit buah beserta
daging buahnya dapat diolah menjadi
selai (Suyanti, 2010). Biji buahnya
digunakan oleh Spanyol pada abad
keenam belas untuk membuat tinta
berkualitas baik (de Cerdas, 2003).
Beta-Karoten
Beta-karoten adalah pigmen yang
terjadi secara alami pada banyak
tumbuhan dan organisme fotosintesis.
Beta-karoten merupakan salah satu
karotenoid yang banyak ditemukan dalam
darah manusia (Mernitz, 2008).
Beta-karoten
memiliki
rumus
molekul
C40H56,
terdiri
dari
penggabungan delapan unit isoprena
(C5H8) atau 2-metil-1,3-butadiena dimana
isoprena berikatan secara “kepala-ekor”
kecuali pada pusat molekul berikatan
secara “ekor-ekor” sehingga menjadikan
bentuk molekul simetris (Gambar 2)
(Pinem, 2010). Beta-karoten memiliki
struktur kimia yang ditandai dengan
rantai karbon yang besar dengan ikatan
ganda dan tunggal yang bergantian,
diakhiri pada setiap ujungnya oleh
struktur cincin. Selain memberikan sifat
antioksidan,
ikatan
ganda
yang
bergantian ini disebut sebagai ikatan
rangkap terkonjugasi yang rentan
terhadap pembelahan oksidatif dan
isomerisasi dari trans ke bentuk cis
(Mernitz, 2008)
Beta-karoten
berwujud
kristal
berwarna merah kecoklatan hingga ungu.
Beta-karoten agak larut dalam kloroform
dan benzen, sangat larut dalam eter dan
aseton, dan tidak larut dalam air.
Karotenoid sangat sensitif terhadap asam,
panas, cahaya, dan oksigen (Friedrich,
1988), sehingga harus selalu disimpan
dalam ruangan gelap (tidak ada cahaya)
dan dalam ruangan vakum, pada suhu 200C. Karotenoid yang terbaik disimpan
dalam bentuk padatan kristal dan
didalamnya terdapat pelarut hidrokarbon
seperti petroleum, heksana atau benzena
19
Nururrahmah, Wiwied Widiarnu (2013)
untuk meminimalkan resiko kontaminasi
dengan air sebelum dianalisa lebih lanjut
(Pinem, 2010).
Turnip hijau, beku, 1 cangkir
rebus
10.6
Pie Labu
1 buah
7.4
Sumber Beta-karoten
Labu kuning,
rebus
1 cangkir
5.7
Wortel, raw
1 medium
5.1
Dandelion hijau,
rebus
1 cangkir
4.1
Cantaloupe, raw
1 cangkir
3.2
Senyawa karotenoid provitamin A
termasuk beta-karoten ditemukan pada
banyak makanan nabati seperti jeruk,
sayuran yang berwarna kuning serta
jingga, dan sayuran yang berwarna hijau
gelap seperti amaranth dan bayam,
sekalipun warna buah dan sayuran
tersebut
bukan
indikator
yang
menunjukkan konsentrasi provitamin A
(Ahmed, 2008). Buah-buahan seperti
pepaya, mangga, serta jeruk, dan sayuran
seperti wortel, labu kuning, ubi yang
berwarna jingga, serta singkong kuning
memiliki karotenoid provitamin A
dengan jumlah signifikan (Higdon et al,
2009). Senyawa karotenoid ini tidak
disintesis oleh hewan, tetapi hewan dapat
dapat mengubah karotenoid yang
dicernanya menjadi karotenoid hewan,
seperti dalam, salem, telur, dan krustacea
(de Man, 1997)
Tabel 3. Kandungan beta-karoten pada
berbagai makanan
Makanan
Porsi
Beta-karoten
(mg)
Jus wortel, kaleng cup (8 fl oz)
22.0
Labu, kaleng
1 cangkir
17.0
Bayam, beku,
rebus
1 cangkir
13.8
Ubi jalar,
panggang
1 medium
13.1
Wortel, rebus
1 cangkir
13.0
Collard, beku,
rebus
1 cangkir
11.6
Kale, beku, rebus
1 cangkir
11.5
20
Sumber: Higdon et al, 2009.
Manfaat Beta-karoten
Kebutuhan harian vitamin A
disediakan sekitar 75% dari asupan
retinol (seperti ester asam lemak,
terutama retinil palmitat), sedangkan 25%
sisanya dari beta-karoten dan karotenoid
provitamin aktif (Belitz et al, 2004).
Dimana beta-karoten dapat diserap dalam
bentuk utuh atau dipecah di dalam traktus
intestinal hingga terbentuk dua molekul
retinaldehid. Retinaldehid selanjutnya
direduksi oleh enzim reduktase aldehid
menjadi retinol. Retinol dari sumber apa
pun akan disimpan sebagai ester retinil
didalam hati. Depot yang normal dalam
tubuh adalah 300 hingga 900 mg.
Sebelum dilepas dari hati, ester retinil
akan dihidrolisis dahulu dan alkohol
bebas yang terbentuk terikat pada protein
transpor yang spesifik, yaitu retinolbinding-protein (RBP) untuk transportasi
ke jaringan perifer.
Efisiensi
penggunaan
yang
diperkirakan untuk konversi beta-karoten
menjadi vitamin A pada manusia adalah
seperenam (0,167). Karotenoid lain
dengan aktivitas vitamin A rata-rata
sekitar setengah aktivitas beta-karoten.
Kehamilan dan keadaan penyakit dengan
gangguan absorpsi atau penyimpanan,
Analisis Kadar Beta-Karoten Kulit Buah Naga Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
penggunaan yang berlebihan, atau
ekskresi vitamin A yang meningkat
mungkin menyebabkan peningkatan
kebutuhan (Wilson, 1999).
Populasi
diet
dengan
mengkonsumsi makanan yang kaya akan
beta-karoten menunjukkan penurunan
kejadian penyakit jantung dan kanker
paru-paru.
Konsumsi makanan kaya
akan beta-karoten juga berhubungan
dengan penurunan risiko katarak dan
degenerasi makula (Champe et al, 2005).
Sejak tahun 1975 di Amerika Serikat
Beta-karoten telah digunakan untuk
mengobati fotosensitifitas pada orang
dewasa yang mengidap erythropoietic
protoporphyria, pada dosis <180 mg/hari
(IARC, 1998).
Beta-karoten dan karotenoid sejenis
yang memiliki tingkat energi triplet yang
berdekatan dengan 1O2 (okigen singlet)
dapat mengaktifkan energi transfer
efisien dengan 1O2 sehingga beta-karoten
dapat menjadi salah satu quencher
(pemadam) alami yang paling efisien
untuk 1O2. Pemadaman oksigen singlet
ini bergantung pada lingkungan, betakaroten
memiliki
konstanta
laju
pemadaman oksigen singlet tercepat pada
sistem membran (Augustin, 2005). Betakaroten juga dapat bertindak sebagai
scavengers untuk radikal alkil. Radikal
distabilkan oleh resonansi yang terbentuk
(Gambar 3.), sehingga unable to initiate
perooxidation pada lipid. Beta-karoten
paling aktif pada konsentrasi 5 x 10-5
mol/l, sementara pada konsentrasi yang
lebih tinggi efek perooxidatif yang
dominan. Tekanan parsial oksigen juga
sangat penting harus di bawah 150
mmHg (Belitz et al, 2004).
Gambar 2. Stabilisasi radikal bebas oleh
beta-karoten (Belitz et al,
2004)
Penggunaan beta-karoten (EC160a)
sebagai bahan pewarna dalam makanan
adalah sebagai zat yang menambah atau
memperbaiki
warna
makanan.
Penambahan beta-karoten pada makanan
yang belum diproses atau susu tanpa rasa
tidak diperbolehkan, namun beta-karoten
dapat ditambahkan ke mentega dan
beberapa keju. Beta-karoten juga
digunakan sebagai pewarna dalam jus
buah, minuman ringan, dan corn flakes
(IARC, 1998).
Beta-karoten memiliki keuntungan
besar sebagai preformed vitamin A.
Sementara jumlah kelebihan vitamin A
dapat dibuktikan beracun, beta-karoten
adalah zat yang sama sekali tidak
beracun.
Bahkan,
beta-karoten
tampaknya lulus setiap tes keselamatan.
Beta-karoten
ini
tidak
beracun,
nonmutagenik, karsinogenik, dan tidak
berbahaya bagi perkembangan embrio
(Null, 2009). Dosis typical beta- karoten
adalah 25,000 IU, ini setara dengan
makan sekitar lima wortel besar seharihari (Cooper, 1997). Di Indonesia angka
kecukupan gizi untuk beta-karoten
berdasarkan Keputusan Kepala BPOM RI
(2003), untuk orang dewasa adalah 3600
μg dan untuk anak balita adalah 2400 μg.
21
Nururrahmah, Wiwied Widiarnu (2013)
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat penelitian
deskriptif dengan objek yang digunakan
dalam penelitian ini adalah buah naga
merah yang didapat dari penjual di Desa
Sapek, Kec. Masamba, Kab. Luwu Utara.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
April 2012. Metode kerja yang dilakukan
diawali dengan preparasi sampel dimana
sampel kulit buah naga merah di blender
hingga hancur kemudian ditimbang 25
mg beta-karoten murni, kemudian
ditambahkan 2,5 mL petroleum eter
kemudian
volumenya
dicukupkan
menjadi 250 mL dengan petroleum eter.
Selanjutnya prosedur kerjanya sebagai
berikut:
1. Diambil 20 mL dari larutan ini
kemudian dencerkan menjadi 100 mL
dengan menggunakan petroleum eter.
2. Dari arutan ini dipipet sebanyak 0,1
mL; 0,2 mL; 0,4 mL; 0,8 mL; dan1
mL.
Kemudian
masing-masing
ditempatkan dalam labu ukur 100 mL
yang terpisah, selanjutnya masingmasing labu diisi dengan 3 mL aseton.
3. Volume ditepatkan hingga tanda batas
menggunakan
petroleum
eter.
Konsentrasi larutan akan setara dengan
0,10 mg/L; 0,20 mg/L; 0,40 mg/L;
0,80 mg/L; 1,00 mg/L.
4. Masing-masing larutan diukur Optical
Dencity (DO) larutan ini pada 485 nm.
5. Setelah itu dibuat grafik hubungan
antara Optical Dencity dengan
konsentrasi beta-karoten.
Penetapan Beta-karoten pada Bahan
1. Ditimbang
sampel
yang
dihancurkan sebanyak 5
22
telah
gram,
kemudian ditambahkan 7 ml aseton,
dan kemudian ditambahkan 15 mL
aquades dan dicukupkan hingga 25
mL dengan petroleum eter dalam labu
ukur.
2. Larutan disentrifuge pada kecepatan
2000 rpm selama 5 menit, lalu dipipet
sebanyak 4 ml ke dalam labu ukur 50
mL, selanjutnya ditambahkan 9 gram
Na2SO4 anhidrat lalu dikocok berkalikali dan dimasukkan dalam tabung
reaksi dan dibekukan selama 24 jam.
3. Setelah dibekukan, pada bagian bawah
tabung akan nampak Na2SO4 dan air
membeku sedangkan petroleum eter
dan pigmen bagian atas tidak
membeku, selanjutnya pigmen dan
petroleum eter dipipet ke kuvet dan
dibaca pada spektrofotometer UV-Vis
pada panjang gelombang 485 nm.
4. Dilakukan pengulangan prosedur
sebanyak 3 kali untuk masing-masing
sampel yang akan diteliti.
Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh melalui
analisis beta-karoten pada kulit buah naga
merah
di
laboratorium
dengan
menggunakan metode spektrofotometri
UV-Vis. Kemudian dilanjutkan dengan
menetapkan kadar beta-karoten pada
sampel. Kadar beta-karoten dapat
ditentukan dari persamaan regresi kurva
kalibrasi larutan standar beta-karoten.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data pengukuran absorbansi β-karoten
pada ekstrak kulit buah naga bagian luar
diperoleh absorbansi sebagai berikut
A1 =0,455
A2 = 0,462
A3 = 0,453
Analisis Kadar Beta-Karoten Kulit Buah Naga Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Data pengukuran absorbansi β-karoten
pada ekstrak kulit buah naga bagian
dalam diperoleh absorbansi sebagai
berikut:
A1 =0,566
A2 = 0,567
A3 = 0,567
Ekstraksi β-karoten
Penggunaan aseton pada sampel
kulit buah naga yang telah dihaluskan
bertujuan untuk melarutkan zat pigmen
sehingga terpisah dari sampel. Filtrate
ekstrak yang didapat berwarna merah
pada kulit buah naga bagian dalam.
Warna merah memberikan gambaran
bahwa pada ekstrak tersebut terdapat
senyawa karotenoid, karena karotenoid
merupakan kelompok pigmen berwarna
jingga, merah dan kuning. Penambahan
aquadest dan petroleum eter pada filtrate
yang berfungsi sebagai mengekstrek βkaroten, dimana petroleum eter akan
menembus permukaan dinding sel. Dan
untuk memastikan agar larutan homogen
maka larutan disentrifuge. Natrium sulfat
anhidrat digunakan untuk mengikat air
sehingga diperoleh petroleum eter dan
pigmen β-karoten sedangkan air dan
natrium sulfat membeku. Natrium sulfat
anhidrat digunakan karena cukup baik
untuk mengikat air dan harganya
terjangkau.
Analisis kadar β-karoten
Panjang gelombang maksimum
penyerapan setiap senyawa akan sangat
dipengaruhi oleh pelarut yang digunakan.
Setiap pelarut akan ikut menyerap radiasi
dan pengaruh penyerapan ini tidak dapat
dihilangkan. Hal ini akan menyebabkan
amplifier menghasilkan latar belakang
yang kuat pada spektrum. Panjang
gelombang maksimum β-karoten pada
petroleum eter (485 nm). β-karoten dapat
dilukur pada daerah sinar tampak antara
lain dikarenakan struktur β-karoten
mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi.
Ikatan rangkap terkonjugasi dapat
menyebabkan tingkat energi elektronik
dari kromofor menjadi lebih rendah,
sehingga akan menyerap radiasi pada
panjang gelombang yang makin tinggi.
Kenaikan panjang gelombang maksimum
terkait dengan kepolaran pelarut. Dalam
pelarut yang lebih polar transisi π-π*
pada
ikatan
rangkap
β-karoten
memerlukan energi yang leih energi yang
lebih rendah sehingga akan menyerap
radiasi pada panjang gelombang yang
lebih penting.
Hasil
penelitian
yang
telah
dilakukan menunjukkan bahwa kulit buah
naga bagian luar memiliki kadar betakaroten rata-rata sebesar 181,6 ppm dan
kulit buah naga bagian dalam memiliki
kadar beta-karoten rata-rata sebesar 224,2
ppm. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa kadar beta-karoten pada kulit buah
naga bagian dalam lebih banyak dari kulit
buah naga bagian luar.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa
kadar beta-karoten dalam kulit buah naga
bagian luar menunjukkan bahwa kadar
beta-karoten rata-rata sebesar 181,6 ppm,
kadar beta-karoten dalam kulit buah naga
bagian dalam menunjukkan bahwa kadar
beta-karoten rata-rata sebesar 242,2 ppm.
Diharapkan penelitian selanjutnya dapat
dilakukan analisis kuantitatif senyawa
pigmen lain dalam kulit buah naga
23
Nururrahmah, Wiwied Widiarnu (2013)
Biochemistry.
3rd
Edition.
Lippincott Williams & Wilkins,
Baltimore, Philadelphia.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, F. dan Darntonn-Hill, I. 2004.
Defisiensi Vitamin A. Dalam:
Gibney, M. J., Margetts, B. M.,
Kearney, J. M., dan Arab, L.
(eds). 2004. Gizi Kesehatan
Masyarakat. Terjemahan Andy
Hartono. 2008. Jakarta: EGC.
Anderson, R. J., Bendell, D. J., and
Groundwater, P. W. 2004.
Organic Spectroscopic Analysis.
Royal Society of Chemistry,
Cambridge.
Augustin, Albert J. 2005. Nutrition and
The Eye: Basic and Clinical
Research. Karger Publishers,
Basel.
Basset, J., Denney, R. C., Jeffery, G. H.,
dan Mendham, J. 1991. Buku Ajar
Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif
Anorganik.
Edisi
Keempat.
Terjemahan A. Hadyana P. dan L.
Setiono. 1994. Jakarta: EGC.
Belitz, Hans-Dieter, Grosch, Werner,
Schieberle, Peter, and Burghagen,
M.M. 2004. Food chemistry. 3rd
revised
Edition.
Springer,
Newyork.
Britton, George, Liaaen-Jensen, Synnøve,
and Pfander, Hanspeter. 2004.
Carotenoids
Handbook.
Birkhäuser, Basel.
Cooper, Remi. 1997. Antioxidants.
Woodland Publishing, Utah.
Crane, Jonathan and Balerdi, Carlos.
2005. The Pitaya (Hylocereus
undatus and other spp.) In
Florida. IFAS Extention University of Florida and MiamiDade County.
Day Jr., R. A. dan Underwood, A. L.
1998. Analisis Kimia Kuantitatif.
Edisi Keenam. Terjemahan Iis
Sopyan. 2001. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
de Cerdas, Marjorie Ross. 2003. Las
Frutas del Paraíso. Editorial
UCR, San Jose.
de Man, John M. 1989. Kimia Makanan.
Edisi Kedua. Terjemahan Kosasih
Padmawinata. 1997. Bandung:
Penerbit ITB.
Duxbaum,
F.
1969.
Die
Entwicklungswege der Kakteen in
Südamerika. Dalam: Fittkau, E. J.
1969. Biogeography and Ecology
in South-America, Volume 2.
Springer, New York.
Donadio, Luiz Carlos. 2009. Revista
Brasileria
de
Fruticultura.
Jaboticabal. 31(3).
Britton, Nathaniel L. and Rose, John N.
1963.
The
Cactaceae:
Descriptions and Illustrations of
Plants of the Cactus Family,
Volume 1 and Volume 2. Dover
Publications, New York.
Ehlrich, Steven D. 2010. Beta-carotene
(Online), VeriMed Healthcare
Network,
http://www.umm.edu/altmed/artic
les/beta-carotene-000286.htm.
diakses 14 Januari 2012.
Challem, Jack. 2003. User's Guide to
Nutritional Supplements. Basic
Health Publications Inc, New
Jersey.
Erza,
Champe, Pamela C., Harvey, Richard A.,
and Ferrier, Denise R. 2005.
24
Bestari Pranutikagne. 2009.
Ekstraksi Dan Uji Kestabilan Zat
Warna Betasianin dari Kulit
Buah
Naga
(Hylocereus
polyrhizus) serta
Aplikasinya
Sebagai Pewarna Alami Pangan.
Analisis Kadar Beta-Karoten Kulit Buah Naga Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Tugas Akhir tidak diterbitkan.
Semarang: FMIPA – UNDIP.
Indonesia No HK.00.05.5.1142
tentang Acuan Pencantuman
Persentase Angka Kecukupan Gizi
pada Label Produk Pangan. 2003.
Jakarta: Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia.
Friedrich, Wilhelm. 1988. Vitamins.
Walter de Gruyter, Berlin.
Garguillo, Margaret B., Magnuson,
Barbara L., and Kimball, Larry.
2008. A Field Guide to Plants of
Costa Rica. Oxford Univ. Press,
New York.
Gunasena, H. P. M., Pushpakumara, D.
K. N. G., and Kariayawasm, M.
2007. Dragon fruit: Hylocereus
undatus (Haw.) Britton and Rose.
Dalam: Pushpakumara, D. K. N.
G., Gunasena, H. P. M., and
Singh, V. P. (eds). 2007.
Underutilized fruit trees in Sri
Lanka.
World
Agroforestry
Centre, New Delhi.
Hardjadinata, Sinatra. 2010. Budi Daya
Buah Naga Super Red Secara
Organik.
Penebar
Swadaya,
Jakarta.
Hart, Harold. 1983. Kimia Organik,
Suatu Kuliah Singkat. Edisi
Keenam. Terjemahan Suminar
Achmadi.
Jakarta:
Penerbit
Erlangga.
IARC Working Group on the Evaluation
of Cancer Preventive Agents.
1998. IARC Handbook of Cancer
Preventive:
Volume
2
Carotenoids.
International
Agency for Research on Cancer,
Lyon.
Jaya, I Komang Damar. 2010. Morfologi
dan Fisiologi Buah Naga dan
Prospek Masa Depannya. Crop
Agro. 3(1): 44-50.
Kenkel,
John.
2003.
Analytical
Chemistry for Technicians. 3rd
Edition. CRC Press LLC, Florida.
Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik
Kristanto, Daniel. 2009. Buah Naga
Pembudidayaan di Pot dan di
Kebun. Penebar Swadaya, Jakarta.
Lobo, Ramiro. 2007. Pitahaya (Dragon
Fruit) Research & Production in
California Makalah disajikan
pada UC Small Farm Program
2007 Specialty Crops Conference,
Davis, CA, 12 Desember 2007.
Mernitz, Heather and Wang, XiangDong.
2008.
Beta-carotene.
Dalam: Colditz, Graham A. 2007.
Encyclopedia of Cancer and
Society
(Online),
Sage
Publications.
http://www.credoreference.com.pr
oxy.globethics.net/entry/sagecs/be
ta_carotene. diakses 11 Februari
2012.
Mizrahi, Y., Nerd, A., and Nobel, P. S.
1997. Cacti as Crops. Dalam:
Janick, Jules. 1997. Horticultural
Review Volume 18. John Wiley &
Sons, New York.
Nafsiah, Siti. 2000. Prof. Hembing
Pemenang the Star of Asia
Award: Pertama di Asia Ketiga di
Dunia. Gema Insani, Jakarta.
Nerd,
A. and Mizrahi, Y. 1997.
Reproductive Biology of Cactus
Fruit Crops. Dalam: Janick, Jules.
1997.
Horticultural
Review
Volume 18. John Wiley & Sons,
New York.
Nerd, A., Tel-Zur, N., and Mizrahi, Y.
2002. Fruits of Vine and
Columnar Cacti. Dalam: Nobel,
Park S. 2002. Cacti: Biology and
25
Nururrahmah, Wiwied Widiarnu (2013)
Uses. University of California
Press, Berkeley.
Lobo, Ramiro. 2007. Pitahaya (Dragon
Fruit) Research & Production in
California Makalah disajikan
pada UC Small Farm Program
2007 Specialty Crops Conference,
Davis, CA, 12 Desember 2007.
Null,
Gary. 2009. Beta-Carotene:
Powerful Antioxidant. Share
Guide. July/August Edition. 18,
19 and 32.
Passwater, Richard A. 1995. BetaCarotene and Other Carotenoids.
Keat's
Publishing
Inc,
Connecticut.
Pacific Island Ecosystems at Risk. 2006.
Hylocereus costaricensis (FAC
Weber)Britton & Rose, Cactaceae
(Online),
Pacific
Island
Ecosystems at Risk Species.Info,
http://www.hear.org/pier/species/
hylocereus_costaricensis.htm.
diakses 11
Februari 2012.
Pinem, Adresta. 2010. Adisi HCl pada
Karotenoid dengan Menggunakan
Katalis
PdCl2. Tesis tidak
diterbitkan. Medan: Program
Pascasarjana Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Ramadhan, Ahmad Eka dan Phaza,
Haries Aprival. 2010. Pengaruh
Konsentrasi Etanol, Suhu dan
Jumlah Stage pada Ekstraksi
Oleoresin
Jahe
(Zingiber
officinale Rosc) Secara Batch.
Skripsi
tidak
diterbitkan.
Semarang: Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Rossi, Marta Rivas. 1998. Cactáceas de
Costa Rica. Euned, San Jose.
Sa'adah, L. 2010. Isolasi dan Identifikasi
Senyawa Tanin dari Daun
Belimbing
Wuluh
(Averrhoa
26
bilimbi
L.).
Skripsi
tidak
diterbitkan. Malang: Fakultas
Sains dan Teknologi - Universitas
Islam Negeri (UIN) Maulana
Malik Ibrahim.
Sitorus, Marham. 2009. Spektroskopi
Eludasi
Struktur
Molekul
Organik. Edisi Pertama. Graha
Ilmu, Yogyakarta.
Sundari, Uun. 2008. Uji Banding Metode
Ekstraksi
Karotenoid
dan
Tokoferol Sari Buah Merah.
Skripsi tidak diterbitkan. Bogor:
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam - Institut
Pertanian Bogor.
Suyanti. 2010. Panduan Mengolah 20
Jenis Buah. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Utami, Retno. 2000. Pengaruh Jumlah
Pelarut,
Suhu
dan
Waktu
Ekstraksi Terhadap Rendemen
dan Mutu
Kulit Biji Mete
(Cashew Nut Shell Liquid).
Skripsi tidak diterbitkan. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Wall, Marisa M. and Khan, Shakil A.
2008. Postharvest Quality of
Dragon Fruit (Hylocereus spp.)
after X-ray Irradiation Quarantine
Treatment. Hortscience. 43(7):
2115-2119.
Warisno dan Dahana, Kres. 2010. Buku
Pintar Bertanam Buah Naga.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wilson, J. D. 1995. Defisiensi dan
Kelebihan
Vitamin.
Dalam:
Isselbacher, K. J., Braunwald, E.,
Wilson, J. D., Martin J. B., Fauci,
A. S., dan Kasper D. L. (eds).
1995. Harrison Prinsip-prinsip
Ilmu Penyakit Dalam. Terjemahan
A. H. Asdie. 1999. Jakarta: EGC.
Download