BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi melalui interaksi sosial memiliki peranan penting dalam membina pengetahuan matematika siswa. Oleh karena itu, guru hendaknya mewujudkan komunikasi yang berbentuk interaksi sosial di kalangan siswa dengan siswa, siswa dengan guru dalam proses pembelajaran matematika. Melalui tindakan tersebut guru dapat membantu siswa dalam meningkatkan dan memperbaiki pengetahuan matematika yang telah terbiasa sebelumnya. Interaksi antara siswa dengan guru dan teman sebayanya merupakan ”denyut nadi” proses pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, interaksi sosial di antara siswa dengan guru, siswa dengan bahan ajar, siswa dengan siswa, secara individu atau kelompok merupakan salah satu proses komunikasi yang harus diwujudkan dalam proses pembelajaran matematika. Menurut Abdulhak (Ansari, 2003), komunikasi dimaknai sebagai proses penyampaian pesan dari pengirim kepada penerima melalui saluran tertentu untuk tujuan tertentu. Di lain pihak, Roger (Sunata, 2009) mengartikan komunikasi sebagai proses para partisipan/peserta saling berbagi informasi satu sama lain guna mencapai pengertian timbal balik. Sedangkan Grebner (Sunata, 2009) mengemukakan bahwa komunikasi adalah interaksi sosial melalui simbol dan sistem penyampaian pesan dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi pengertian bersama. Menurut Mulyadiana (Agisti, 2009) komunikasi merupakan Agi Nugraha , 2013 Pembelajaran Matematika Melalui Metode Personalized System Of Instruction (PSI) Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 9 salah satu keterampilan proses, yaitu berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyampaikan atau menerima gagasan/idea agar lebih kreatif, baik melalui lisan maupun tulisan. Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi di atas, terdapat satu kesamaan bahwa dalam komunikasi harus terdapat beberapa faktor di antaranya pemberi informasi (komunikator), penerima informasi (komunikan), dan pesan/informasi itu sendiri. Komunikasi merupakan wahana atau sarana untuk mengungkapkan perasaan, gagasan, penemuannya pada orang lain saat berinteraksi. Dengan demikian pengertian komunikasi adalah proses penyampaian dan penerimaan informasi antara dua orang atau lebih, baik secara lisan maupun tulisan. Baroody (Ansari, 2003) mengungkapkan bahwa komunikasi adalah kemampuan siswa yang dapat diukur melalui aspek-aspek: a. Representasi (Representing) Representasi adalah bentuk baru sebagai hasil translasi dari suatu masalah atau ide; translasi suatu diagram atau model fisik ke dalam simbol kata-kata. b. Mendengar (Listening) Mendengarkan merupakan sebuah aspek yang sangat penting ketika berdiskusi. Begitupun dalam kemampuan komunikasi, mendengar merupakan aspek yang sangat penting untuk dapat terjadinya komunikasi yang baik. 10 c. Membaca (Reading) Reading adalah aktivitas membaca secara aktif untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang telah disusun. Membaca aktif berarti membaca yang difokuskan pada paragraf-paragraf yang diperkirakan mengandung jawaban yang relevan dengan pertanyaan. d. Diskusi (Discussing) Mendiskusikan sebuah idea adalah cara yang baik bagi siswa untuk menjauhi ketidakkonsistenan, atau suatu keberhasilan kemurnian berpikir. Selain itu, dengan diskusi dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. e. Menulis (Writing) Menulis adalah suatu aktivitas yang dilakukan dengan sadar untuk mengungkapkan dan merefleksikan pikiran. Dengan menulis seseorang telah melalui tahap proses berpikir keras yang kemudian dituangkan ke dalam kertas. Dalam komunikasi, menulis sangat diperlukan untuk merangkum pembelajaran yang telah dilaksanakan, dituangkan dalam bahasa sendiri sehingga lebih mudah dipahami dan lebih lama tersimpan dalam ingatan. Sementara itu komunikasi matematis menurut Schoen, dkk (Ansari, 2003) adalah kemampuan siswa dalam hal menjelaskan suatu algoritma dan cara unik untuk pemecahan masalah, kemampuan siswa mengonstruksi dan menjelaskan 11 sajian fenomena dunia nyata secara grafik, kata-kata/kalimat, persamaan, tabel, dan sajian secara fisik. Pandangan lain datang dari Greenes dan Schulman (Ansari, 2003) yang menyatakan bahwa, komunikasi matematis adalah: kemampuan (1) menyatakan idea matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskannya secara visual dalam tipe yang berbeda; (2) memahami, menafsirkan, dan menilai idea yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk menghubungkan visual; dan bermacam-macam (3) mengonstruk, representasi idea menafsirkan, dan dan hubungannya. Selanjutnya Sullivan & Mousley (Ansari, 2003) mempertegas bahwa komunikasi matematis bukan hanya sekedar menyatakan idea melalui tulisan tetapi lebih luas lagi yaitu kemampuan siswa dalam hal bercakap, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan, klarifikasi, bekerja sama (sharing), menulis, dan akhirnya melaporkan apa yang telah dipelajari. Ansari (2003) membagi komunikasi matematis menjadi dua, yaitu komunikasi matematis lisan dan komunikasi matematis tulisan. Komunikasi matematis lisan diartikan sebagai suatu peristiwa saling interaksi (dialog) yang terjadi dalam suatu lingkungan kelas atau kelompok kecil, terjadi pengalihan pesan berisi tentang materi dalam matematika yang sedang dipelajari baik antar guru dengan siswa maupun antar siswa itu sendiri. Sedangkan komunikasi matematis tulisan adalah kemampuan atau keterampilan siswa dalam menggunakan kosa katanya, notasi, dan struktur matematis baik dalam bentuk penalaran, koneksi, maupun problem solving. 12 Menurut NCTM (Sunata, 2009) kemampuan komunikasi matematis perlu dibangun dalam diri siswa agar dapat: 1) Memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara aljabar, 2) Merefleksikan dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai gagasan matematis dalam berbagai situasi, 3) Mengembangkan pemahaman terhadap gagasan-gagasan matematis termasuk peranan definisi-definisi dalam matematika, 4) Menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan menulis untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematis, 5) Mengkaji gagasan matematis melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan, dan 6) Memahami nilai dari notasi dan peran matematika dalam pengembangan gagasan matematika. Baroody (Ansari, 2003) menyebutkan sedikitnya ada dua alasan penting mengapa komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu ditumbuhkembangkan di kalangan SMP. Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga ”an invaluable tool for communicating a variety of ideas clearly, precisely, and succinctly.” Kedua, mathematics learning as social activity, artinya sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai wahana 13 interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa. Hal ini merupakan bagian penting untuk ”nurturing children’s mathematical potential.” Pada saat pembelajaran matematika, komunikasi berperan efektif dalam mengembangkan pengetahuan siswa. Melalui komunikasi yang baik, siswa dapat merepresentasikan pengetahuannya sehingga bila terjadi salah konsep dapat segera diantisipasi dan transfer ilmu pengetahuan terhadap siswa lainnya dapat dilaksanakan. Melihat begitu pentingnya komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika, NCTM (Sunata, 2009) menyatakan bahwa program pelajaran matematika di sekolah yang baik salah satunya adalah harus menekankan siswa dalam menggunakan bahasa matematis untuk mengekspresikan idea-idea matematis secara benar. Adapun kemampuan komunikasi matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematis tertulis. Kemampuan komunikasi matematis tertulis dapat dilihat dari kemampuan dan keterampilan siswa dalam menggunakan kosa katanya, notasi, dan struktur matematis ketika menyatakan suatu permasalahan melalui representasi (Dewi, 2006). Bentuk representasi ini digolongkan ke dalam tiga kategori indikator besar, yaitu: a. Pemunculan model konseptual, seperti gambar, diagram, tabel, dan grafik (aspek drawing), b. Membentuk model matematis mathematical expressions), dan atau persamaan aljabar (aspek 14 c. Argumentasi yang didasarkan pada analisis terhadap gambar dan konsep-konsep formal (aspek written text). Menurut Ross (Sunata, 2009), beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan komunikasi matematis tertulis adalah: 1) Use multiple representations to express mathematical concepts and solutions; 2) Represent problem situations and express their solutions using pictorial, tabular, graphical, and algebraic methods; 3) Use mathematical language and symbolism appropriately; 4) Describe situatins matehamatically by providing mathematical ideas and evidence in written form; 5) Present results in written form. Berdasarkan penjelasan tersebut maka indikator yang digunakan untuk melihat kemampuan komunikasi matematis siswa pada penelitian ini adalah: 1) Menggambarkan situasi masalah menggunakan gambar, tabel, grafik. 2) Menggunakan representasi menyeluruh untuk menyatakan konsep matematis dan solusinya. 3) Menyatakan hasil dalam bentuk tertulis. Untuk mengukur skor terhadap soal-soal komunikasi matematis yang menggunakan representasi, Helmaheri (Dewi, 2006) mengemukakan alternatif acuan pemberian skor menurut aturan Hollistic Scoring Rubrics seperti yang tercantum dalam Tabel 2.1 15 Tabel 2.1 Hollistic Scoring Rubrics Skor 0 1 2 3 Menulis Menggambar Membentuk model (written text) (drawing) (math expressions) Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan tidak memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apaapa Hanya sedikit dari Hanya sedikit dari Hanya sedikit dari penjelasan yang benar gambar, diagram, model matematika atau tabel yang yang benar benar Penjelasan secara Melukiskan Membuat model matematis masuk akal diagram, gambar, matematika dengan namun hanya sebagian atau tabel namun benar, kemudian lengkap dan benar kurang lengkap melakukan dan benar perhitungan atau mendapatkan solusi namun kurang lengkap dan benar Penjelasan secara Melukis diagram, Membuat model matematis masuk akal dan gambar, atau tabel matematika dengan benar, meskipun tidak secara lengkap dan benar, kemudian tersusun secara logis atau benar melakukan terdapat sedikit kesalahan perhitungan atau bahasa mendapatkan solusi secara lengkap dan benar B. Pembelajaran Matematika Menurut Fontana (Suherman, 2001) belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman, bersifat internal dan unik dalam diri siswa. Sedangkan pembelajaran merupakan penataan lingkungan agar proses belajar tumbuh dan berkembang secara optimal, bersifat eksternal dan sengaja direncanakan. Hakikat pembelajaran termasuk pembelajaran matematika adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dengan lingkungannya baik dengan guru, 16 antar siswa maupun dengan sumber belajar (Suherman, 2001). Proses komunikasi dalam pembelajaran akan lebih efektif bila siswa ikut berpartisipasi aktif, karena itu perlu ditekankan agar siswa lebih aktif dalam pembelajaran itu sendiri. Dalam proses pembelajaran terdapat kegiatan belajar yang dibedakan menjadi dua (Suherman, 2001) yaitu belajar dengan menghafal (rote learning) dan belajar dengan pengertian (meaningful learning). Pada pembelajaran matematika hendaknya siswa dapat menguasai materi pelajaran tidak hanya terbatas pada tahap ingatan tanpa pengertian (rote learning) tetapi materi pelajaran dapat diserap secara bermakna (meaningful learning). Pembelajaran bermakna atau belajar dengan pengertian (meaningful learning) dimaksudkan sebagai cara mengajarkan materi pelajaran yang mengutamakan pengertian daripada hafalan, bukan belajar menerima maupun menghafal dan yang diutamakan adalah prosesnya, sedang hasilnya nomor dua (Suherman, 2001). Dalam belajar bermakna aturan-aturan atau konsep-konsep matematis tidak disajikan dalam bentuk jadi tetapi sebaliknya konsep-konsep tersebut sebaiknya ditemukan oleh siswa. Dalam suatu pembelajaran, materi atau bahan pelajaran dapat disajikan menggunakan pendekatan ataupun metode tertentu. Pendekatan pembelajaran dalam matematika merupakan suatu konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu bahan pelajaran untuk mencapai tujuan mengajar. Sedangkan metode pembelajaran adalah cara yang dapat digunakan untuk mengajarkan tiap 17 bahan pelajaran misalnya metode ceramah, metode tanya jawab, dan lain-lain (Suherman, 2001). Selain siswa aktif dan belajar bermakna, proses pembelajaran seyogyanya bukan sekedar transfer gagasan dari guru kepada siswa, namun merupakan suatu proses yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melihat dan memikirkan gagasan yang diberikan. Nicson (Lestarini, 2009) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran matematika konsep atau prinsip-prinsip matematis dibangun sendiri oleh siswa dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip itu terbentuk. Dalam pembelajaran matematika pada saat sekarang ini diharapkan siswa dapat menerapkan matematika secara baik dalam kehidupan mereka. Dengan hal tersebut diharapkan matematika lebih memasyarakat dan tidak dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dan menakutkan. C. Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode Personalized System of Instruction (PSI) 1. The Keller Plan PSI dikenal sebagai the Keller Method atau The Keller Plan (Irawan, 2006) metode ini diujicobakan berdasarkan hasil observasi dasar yang dilakukan Keller beserta rekan – rekannya yang memberikan hasil berikut : a. Jika semua siswa diharapkan untuk mencapai tingkat penguasaan minimal yang sama, maka mereka semua tidak dapat diharapkan untuk mencapainya dalam selang waktu yang sama b. Materi dalam jumlah kecil akan lebih mudah diserap oleh siswa daripada materi dalam jumlah besar c. Siswa akan belajar lebih baik jika mereka diberikan penghargaan secara berulang-ulang dan sesegera mungkin 18 Hasil observasi menunjukkan adanya perbedaan karakteristik siswa yang tak dapat dipisahkan dalam kegiatan pembelajaran. Perbedaan karakteristik ini menyebabkan pemenuhan kebutuhan belajar setiap peserta didik yang bebeda-beda. PSI dikembangkan oleh Keller (1968) terutama digunakan di tingkat universitas untuk mengatasi sistem kuliah konvensional (Ali, 2004). Menurut Nasution (1984) : ....sistem ini memberi perhatian yang khusus kepada setiap pelajar, memberi mereka kesempatan untuk maju menurut kecepatan masingmasing dan diharuskan menguasai satuan pelajaran sebelum diperkenankan untuk mempelajari pelajaran berikutnya. Tews banyak memberi penilaian sebagai feedback dengan bantuan mahasiswa senior atau mahasiswa yang mengikuti kuliah itu yang sudah lebih maju dari yang memerlukan bantuan. Komunikasi antara pengajar dengan mahasiswa kebanyakan dilakukan secara tertulis, sedangkan perkuliahan terutama dimaksudkan untuk memberi motivasi belajar, jadi bukan untuk memberikan bahan baru. Selain memeriksa tes, mahasiswa senior dimanfaatkan juga untuk berperan sebagai tutor. Peranan dosen terutama untuk memberikan motivasi dan stimulasi kepada mahasiswa dalam belajar. PSI dalam pelaksanaannya sudah mencerminkan sistem pengajaran individual dengan beberapa modifikasi. Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengajaran sangat memperhatikan perbedaan individual. Satu hal yang menambah keefektifan PSI adalah penggunaan tutor untuk siswa yang memerlukan bantuan dalam rangka pencapaian taraf penguasaan penuh. Tutor ini biasanya diambil dari asisten pengajar, atau dapat juga diambil dari siswa di kelas bersangkutan yang telah mencapai taraf penguasaan penuh dan mampu melakukannya. 19 Kalau diperhatikan PSI merupakan salah satu strategi belajar tuntas yang dikembangkan oleh Bloom. Namun satu hal yang sangat prinsip adalah bahwa Keller dalam merumuskan PSI telah menerapkan sistem pembelajaran individual. Hal ini terlihat dari penggunaan bahan tertulis Russefendi (2006) menyatakan bahwa ”Perencanaan Keller terdiri atasa sebuah buku teks standar dan sejumlah pedoman tertulis untuk belajar. Pedoman ini berisi tujuan instruksional khusus tentang unit yang dipelajari dan bertindak sebagai penghubung antar buku teks (materi buku) dengan pertanyaan-pertanyaan.” Oleh karena itu, PSI dapat dipandang sebagai salah satu bentuk sistem pembelajaran yang menekankan kepada belajar tuntas melalui sistem pengajaran individual dengan modifikasi pengajaran kelompok. Sebagai suatu metode yang merupakan sistem ketuntasan belajar, PSI sangat mementingkan perhatian terhadap perbedaan individu dalam menguasai materi yang dipelajari. Sehingga asas perbedaan individu sangat diperhatikan dalam pelaksanaan pembelajaran dengan metode PSI sebagai konsekuensinya, PSI banyak memberikan feedback (balikan) yang dilakukan dengan cara memberikan pengajaran sesuai dengan tujuan yang gagal dicapai siswa melalui kegiatan yang dinamakan proctoring. 2. Karakteristik Metode PSI Pada dasarnya PSI adalah suatua metode yang mempunyai karakteristik self paced learning, mastery learning, sarana untuk memotivasi, menggunakan panduan pembelajaran, dan pengguanaan proctor dalam 20 pembelajaran. Penjelasan mengenai masing-masing karakteristik dari metode PSI diuraikan sebagai berikut: a. Self paced learning Popham, dkk(Agustian, 2009) menjelaskan bahwa self paced learning adalah suatu jenis situasi belajar yang memberikan fleksibilitas waktu bagi siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan kemampuan rata-rata belajarnya. Adanya fleksibilitas waktu diakrenakan adanya perbedaan kecepatan siswa dalam memahami suatu materi. Beberapa siswa belajar lebih cepat dibanding yang lainnya. Dan mereka mampu mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cepat. Sedangkan beberapa siswa yang lain membutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk mencapai tujuan yang sama. b. Mastery learning Mastery learning atau pembelajaran tuntas adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan siswa menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu. Dengan kata lain, siswa harus dapat menunjukkan kemampuan minimal yang dicapainya setelah mengikuti proses pembelajaran. Apabila siswa belum dapat menunjukkan kemampuan minimal yang telah ditentukan, maka siswa tersebut perlu mendapatkan perhatian dan perlakuan khusus sebelum mempelajari mateeri selanjutnya. Ali (2008) menyatakan dua macam cara meninjau pengertian dari mastery learning, yaitu berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Benjamin S. Bloom (1963) dan yang kedua adalah definisi 21 yang diungkapkan oleh Fred S. Keller (1968). Bloom memandang mastery sebagai kemampuan siswa untuk menyerap inti pelajaran yang telah diberikan ke dalam suatu keseluruhan, yaitu dalam hal pencapaian tujuan umum (TIU) sedangkan Keller memandang bahwa mastery merupakan penampilan (performance) yang dijabarkan dari TIU, maka siswa harus mampu mencerminkannya dalam pencapaian TIK yang dijabarkan dari TIU. Namun demikian kedua tokoh tersebut sependapat bahwa tujuan pengajaran sebenarnya adalah TIU, sedangkan TIK hanya merupakan langkah dalam mencapi TIU. c. Pembelajaran sebagai sarana untuk memotivasi Russefendi (2006) menyatakan bahwa pembelajaran PSI yang dilaksanakan di kelas tidak lagi bersifat teacher centered, walaupun kadang tedapat semacam ceramah pemberian informasi, namun ceramah ini sekedar pengarahan dan dorongan bagi siswa agar siswa tersebut termotivasi dan bukan untuk menyampaikan pengetahuan baru d. Penggunaan panduan pembalajaran Russefendi (2006) mengemukakan bahwa panduan pembelajaran berisi tujuan instruksional khusus tentang unit yang dipelajari dan bertindak sebagai penghubung anatar buku teks (materi buku) dengan pertanyaan-pertanyaan. Selanjutnya Grant dan Spencer (Agustian, 2009) menjelaskan bahwa panduan pembalajaran terdiri dari tujuan-tujuan pembelajaran dan pertanyaanpertanyaan yang memfokuskan perhatian siswa pada materi penting yang harus dipelajari, dan menyajikan hal-hal yang harus dilakukan oleh siswa. 22 Panduan belajar juga berisi saran guru untuk menjelaskan hal-hal penting, soal latihan berikut kuis setiap unit, dan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang siswa untuk mengeksplorasi materi yang akan dipelajari lebih dalam, serta daftar buku bacaan atau referensi yang dapat digunakan dalam mempelajari materi. e. Penggunaan proctor Grant dan Spencer (Agustian,2009) mdenyatakan bahwa proctor adalah staf pembelajaran yang membantu siswa mempelajari materi, menjadwalkan kuis untuk tiap unit dan memberikan feedback bagi siswa berdasarkan hasil kuis tiap unit dan memegang tugas administratif seperti merekam perkembangan siswa. Sedangkan Ali (2008) mendefinisikan proctor sebagai suatu pemberian tes secara berualang-ulang untuk memberikan penilaian secara cepat dan sebagai upan balik (feedback) bagi pemberian bantuan kepada siswa yang membutuhkan. Dari kedua pengertian tersebut, proctor adalah seseorang yang dapat membantu siswa dalam mempelajari materi dan memberikan feedback berdasarkan hasil kuis untuk tiap unit serta turut membantu memantau perkembangan siswa. Selanjutnya Grant dan Spencer (Agustian, 2009) menyebutkan bahwa terdapat dua jenis proctor yang dapat digunakan, yaitu proctor internal dan proctor eksternal. Proctor internal terdiri dari siswa yang terdapat dalam kelas tersebut dan telah dinyatakan tuntas pada materi yang telah dipelajari. Sedangkan proctor eksternal adalah guru lain dalam bidang studi yang sama, 23 tenaga profesional dalam bidang yang sama, atau siswa yang berada pada satu kelas lebih tinggi dari siswa yang akan dibimbing. Metode PSI mempunyai beberapa komponen yang menjadi karakteristik yang membedakannya dengan metode lain (Ali 2004) ciri-ciri penting dari PSI adalah sebagai berikut : Adanya persyaratan penguasaan yang sempurna bagi setiap unit pelajaran sebelum maju ke unit pelajaran selanjutnya Menggunakan kuliah dan demonstrasi sebagai alat untuk memberikan motivasi kepada siswa Komunikasi guru dan siswa ditekankan pada penggunaan bahan-bahan tertulis dalam bentuk program berupa panduan pembelajaran. Menggunakan sistem proctor, yakni pemberian tes secara berulang-ulang untuk memberikan penilaian secara cepat dan sebagai umpan balik (feedback) bagi pemberian bantuan kepada siswa yang membutuhkan. Menggunakan sistem tutor, yakni siswa pandai memberi bimbingan belajar kepada siswa yang kurang atau lemah, sehingga seluruh siswa dapat mencapai taraf penguasaan penuh terhadap unit pelajaran yang dipelajari. Memungkinkan adanya aspek personal dan sosial dalam proses pendidikan. Dengan bahan-bahan tertulis aspek-aspek pribadi atau personal dapat memperoleh perhatian khusus, sedangkan dengan menggunakan kuliah dan demonstrasi dapat diperhatikan aspek sosial siswa. 24 3. Tahapan Metode PSI Dalam pelaksanaan metode PSI, kegiatan tatap muka dilakukan seperti biasa dan memberikan tes unit materi dapat dilakukan pada akhir jam pembelajaran selesai, mulai dari pemberian balikan, penggunaan panduan belajar, kebebasan siswa untuk belajar sesuai kemampuan sendiri, dan kegiatan proctoring bagi yang membutuhkan. Adapun tahapan pelaksanaan metode menurut Irawan (2006) adalah sebagai berikut : a. Menentukan kebijakan kegiatan pembelajaran yang akan digunakan selama materi berlangsung meliputi (1) syarat administratif, (2) penguasaan minimal terhadap materi, (3) gambaran singkat pembelajaran, (4) harapan yang diingingkan setelah pembelajaran (5) jadwal terakhir tes (6) tips, dan (7) saran b. Membagi materi menjadi unit sub materi disertai tujuan dan indikator yang jelas, berikut dengan syarat penguasaan minimalnya. c. Membuat panduan pembelajaran untuk setiap unit sub materi yang meliputi (1) tujuan materi, (2) prosedur dan (3) pertanyaan mengarah. Hal lainnya seperti komentar tambahan guru terhadap beberapa unit materi yang mungkin dianggap sulit, tugas, dan latihan untuk mempersiapkan siswa mengikuti tes, pertanyaan yang membuat siswa penasaran dan tertarik untuk mengeksplorasi materi dan 25 rekomendasi sumber belajar dapat ditambahkan sesuai dengan keperluan saja d. Memberikan balikan sesegera mungkin kepada siswa e. Setelah siswa dinyatakan menguasai unit materi, siswa itu diperbolehkan memasuki unit berikutnya f. Begitu seterusnya hinga siswa tersebut telah menguasai unit tes akhir, dan kemudian dinyatakan siap untuk mengikuti tes Diagram 2.1 Tahapan Pembelajaran PSI Menentukan kebijakan kegiatan pembelajaran yang digunakan selama materi berlangsung Membagi materi menjadi beberapa unit submateri disertai dengan tujuan dan indikator yang jelas, berikut dengan syarat penguasaan minimalnya Membuat panduan pembelajaran untuk setiap unit submateri Kegiatan pembelajaran dilakukan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing siswa Tes formatif Tidak tuntas Tuntas Proctoring Materi selanjutnya Tes perbaikan Tes Akhir Tidak tuntas 26 D. Pembelajaran Matematika dengan Metode Ekspositori Dalam melaksanakan pembelajaran di kelas, tidak sedikit para pemberi informasi yang masih menganut paradigma transfer of knowledge. Komunikasi yang terjadi hanya satu arah yaitu dari pemberi informasi kepada siswa sebagai penerima informasi. Pembelajaran pun berpusat pada aktivitas guru, dimulai dengan kegiatan guru menerangkan suatu konsep, mendemonstrasikan keterampilannya, kemudian siswa bertanya dan guru memeriksa kembali apakah siswa sudah mengerti konsep tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut Ruseffendi (2006) menggolongkan cara mengajar tersebut sebagai cara tradisional (konvensional). Pembelajaran tradisional (konvensional) menurut Wartono (Suherman, 2003) adalah pembelajaran yang dipakai oleh guru dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan yang bersifat konvensional yang bercirikan: a. Lebih bersifat informatif daripada pencarian (penemuan) konsep atau prinsip; b. Lebih mengutamakan produk daripada proses; c. Dalam diskusi, guru lebih banyak bertindak sebagai hakim daripada seorang pembimbing atau fasilitator; dan d. Dalam percobaan (demonstrasi) lebih banyak bersifat membuktikan teori Dalam pembelajaran konvensional digunakan beberapa metode diantaranya beberapa metode diantaranya ceramah dan ekspositori. Suherman (2003) mengatakan bahwa ceramah merupakan suatu cara penyampaian informasi 27 dengan lisan dari seseorang kepada sejumlah pendengar di suatu ruangan. Kegiatan berpusat pada gurudan konmunikasi yang terjadi searah dari guru kepada siswa. Guru mendominasi seluruh kegiatan sedangkan siswa hanya memperhatikan dan mebuat catatan seperlunya. Metode ekspositori menurut Suherman (2001) sama seperti ceramah hanya saja dominasi guru banyak berkurang, guru tidak terus menerus bicara. Guru berbicara pada awal pembelajaran, menerangkan materi dan contoh soal sedangkan siswa tidak hanya mendengar dan membuat catatan tetapi mengerjakan latihan soal sendiri, mungkin juga bertanya dan mengerjakannya bersama dengan temannya, atau disuruh membuatnya di papan tulis. Dengan mengacu pada pemaparan mengenai beberapa metode dalam pembelajaran konvensional, maka pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran langsung dengan metode ekspositori. E. Hasil Penelitian yang Relevan Pada bagian ini akan diuraikan beberapa penelitian terdahulu yang relevan mengenai penerapan metode Personalized System of Instruction (PSI) dalam pembelajaran. Adapun beberapa penelitian yang relevan tersebut diantaranya: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Irawan (2007) terhadap siswa kelas XI IPA-3 SMAN 6 Bandung menunjukkan bahwa efektivitas metode PSI lebih baik daripada efektivitas metode biasa dalam kegiatan pembelajaran fisika untuk SMA pada materi Teori Kinetik Gas 28 2. Penelitian yang dilakukan oleh Liyana (2008) terhadap siswa kelas X-3 SMAN 2 Bandung, menunjukkan bahwa implementasi metode Personalized System of Instruction dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 3. Penelitian terhadap siswa kelas VIII SMP Negeri 12 bandung yang dilakukan oleh Agustian (2009) menunjukkan bahwa penerapan metode PSI dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematik siswa SMP 4. Penelitian yang dilakukan oleh Lestarini (2009) pada kelas VIII SMPN 26 Bandung menunjukkan bahwa pembelajaran matematika melalui metode pembelajaran PSI dapat meningkatkan prestasi belajar siswa SMP F. Hipotesis Berdasarkan latar belakang masalah dan kajian pustaka yang telah dipaparkan diatas maka penulis berhipotesis bahwa “Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran matematika dengan metode pembelajaran Personalized System of Instruction (PSI) lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran dengan metode pembelajaran ekspositori”