BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Protein sangat dibutuhkan oleh tubuh dalam proses tumbuh kembang maupun penunjang dalam segala aktivitas sehari-hari. Dalam rangka menunjang kebutuhan masyarakat akan protein hewani, maka ternak ayam merupakan salah satu sumber protein yang sangat potensial untuk dikembangkan (Kencana, 2012). Dalam rangka meningkatkan produksi ternak ayam, dipersyaratkan pemanfaatan panca usaha ternak, yang terdiri dari: masukan bibit yang baik dan terseleksi, makanan yang bergizi dan layak, pengelolaan yang efisien, penanganan terhadap penyakit, juga hal-hal yang berkaitan dengan masalah pemasaran produksi. Penanganan terhadap penyakit harus mendapatkan prioritas dan perhatian khusus. Tujuannya adalah mengurangi terjangkitnya suatu penyakit seminimal mungkin dan menghilangkan penyakit secara tuntas sehingga sumber penyakit dapat dimusnahkan (Murtidjo, 2006). Antibiotik telah lama digunakan dalam pakan ayam untuk mencegah penyakit dan meningkatkan pertumbuhan. Antibiotik dapat menyeimbangkan bakteri di dalam saluran pencernaan dengan membunuh bakteri patogen dan meningkatkan populasi bakteri yang menguntungkan. Tingginya bakteri yang menguntungkan tersebut dapat merangsang terbentuknya senyawa antimikrobial, asam lemak bebas dan zat asam sehingga tercipta lingkungan yang tidak nyaman bagi pertumbuhan bakteri patogen. Selain memberikan keuntungan, penggunaan 1 2 antibiotik ternyata dapat juga memberikan dampak buruk pada ayam karena resistensi kuman terhadap obat serta akumulasi residu dari antibiotik. Residu antibiotik akan terbawa dalam produk-produk ayam seperti daging yang akan berbahaya bagi konsumen yaitu dapat menyebabkan reaksi alergi atau resistensi dan kemungkinan menyebabkan reaksi keracunan (Mulyantini, 2010; Yuningsih, 2005). Demi keamanan konsumen, maka penggunaan antibiotik dalam bidang peternakan perlu diperhatikan waktu hentinya, yaitu jarak antara pemberian antibiotik terakhir sampai dengan produk ternak tersebut boleh dikonsumsi manusia (Kusumaningsih dkk., 1996). Menurut Burch (2005) yang disitasi dari Yuningsih (2005) antibiotika yang biasa digunakan adalah golongan tetrasiklin, sulfonamida, beta laktam, makrolida, aminoglikosida, dan fluoroquinolon. Fluorokuinolon adalah agen antibakteri sintetis yang digunakan dalam berbagai infeksi bakterial. Fluorokuinolon merupakan generasi kedua kuinolon yang efektif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif, memiliki toksisitas rendah serta waktu paruh yang panjang. Penggunaan flourokuinolon dalam bidang veteriner berpotensi membahayakan konsumen karena kandungan residu yang terdapat dalam jaringan hewan (Kowalski dan Plenis, 2008; Sarkozy, 2001). Golongan fluoroquinolon yang paling banyak digunakan adalah siprofloksasin (Legg dan Bint, 1999). Siprofloksasin merupakan antibiotik spektrum luas, lebih sensitif pada bakteri gram negatif dan kurang efektif pada bakteri gram positif (Ali dkk., 2010). Penentuan kadar residu antibiotika dapat menggunakan berbagai macam alat, diantaranya adalah High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) atau 3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yang dapat menganalisis hampir semua golongan antibiotika. KCKT telah dikembangkan untuk mendeteksi residu fluorokuinolon di dalam makanan asal hewan selama dua dekade terakhir (Dey dkk., 2005; Hernandes-Arteseros dkk., 2002). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menentukan kadar residu antibiotika pada daging ayam, seperti yang dilakukan oleh Widiastuti dkk. (2004) mengenai residu enrofloksasin pada daging dan hati ayam ras pedaging dan Widiastuti (2008) mengenai residu enrofloksasin dan siprofloksasin pada ayam pedaging pasca pencekokan enrofloksasin. Penelitian ini akan menghasilkan gambaran residu siprofloksasin dalam otot dada broiler pada jam ke-1, hari ke-1, 3, 5, dan 7 setelah diinjeksi intravena 50 mg/kg berat badan dan kaitannya dengan batasan maksimum residu yang boleh terdapat pada otot broiler serta waktu henti obat guna menentukan kapan waktu yang aman bagi konsumen untuk mengkonsumsi broiler. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran residu pada otot dada broiler dengan menggunakan alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi setelah diinjeksi intravena dengan siprofloksasin dosis tunggal 50 mg/kg berat badan dengan waktu pengambilan sampel pada jam ke-1, hari ke-1, 3, 5 dan 7 setelah pemberian. 4 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap peningkatan produktifitas peternakan dan kesehatan broiler. Petugas kesehatan diharapkan dapat menggunakan siprofloksasin secara tepat dan terkendali dengan memperhatikan waktu henti obat demi terciptanya produk asal hewan yang bebas dari akumulasi residu sehingga aman untuk dikonsumsi manusia.