2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Modal 2.1.1.1 Pengertian Modal Setiap

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Modal
2.1.1.1 Pengertian Modal
Setiap perusahaan harus mampu membangun manajemennya secara
konsepsional dan sistematis dengan berorientasi kepada pertumbuhan dan
perkembangan perusahaan yang dinamis melalui pemanfaatan seluruh potensi sumber
daya yang dimiliki perusahaan sehingga perusahaan memilki motivasi untuk
menciptakan kemampuan bersaing. Adapun potensi sumber daya yang dimiliki oleh
perusahaan untuk mencapai tujuan di atas salah satunya adalah sumber daya
keuangan yaitu modal. Masalah modal dalam perusahaan merupakan persoalan yang
sangat penting, karena modal sangat dibutuhkan dalam menjalankan kegiatan
operasional suatu perusahaan sehingga bila mengalami kekurangan modal, maka
kontinuitas perusahaan akan terhambat, namun besarnya modal yang diperlukan akan
berbeda sesuai dengan besar kecilnya skala perusahaan. Dengan demikian modal
sangat berperan penting untuk menjalankan roda usaha perusahaan.
Definisi modal menurut Atmaja (2001:115) “Modal adalah dana yang digunakan
untuk membiayai pengadaan aktiva dan operasi perusahaan” dan menurut Warren,
Reeve dan Philip (2005:5) “Modal atau ekuitas pemegang saham adalah jumlah total
13
dari dua sumber utama ekuitas saham, yaitu modal disetor dan laba ditahan”.
Sedangkan definisi ekuitas menurut Mayo (2004:188) “A variety of debt instrument
to tap the funds of investor who purchase debt securities, there are only two types of
stock: preferred stock and common stock.”
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan
memperoleh dana untuk membiayai pengadaan aktiva dan menjalankan kegiatan
usahanya yaitu bersumber dari modal disetor yang berupa saham biasa, saham
preferen, dan laba ditahan yang berasal dari operasi perusahaan.
2.1.1.2 Sumber Modal
Untuk memenuhi kebutuhan modal suatu perusahaan dalam membiayai
kegiatan operasionalnya dapat diperoleh dengan mencari sumber pembiayaan atau
sumber pendanaan. Menurut Riyanto (2001:209) modal dapat dilihat dari asalnya,
sumber modal terdiri:
1. Sumber Intern (Internal Sources), Adalah modal yang dihasilkan dari dalam
perusahaan. Sumber intern dapat berasal dari laba ditahan dan akumulasi
penyusutan. Besarnya laba yang dimasukkan ke dalam cadangan atau ditahan,
tergantung besarnya laba yang diperoleh selama periode tertentu dan tergantung
kepada kebijakan dividen perusahaan tersebut. Sedangkan akumulasi penyusutan
dapat dibentuk dari penyusutan, tiap tahunnya, tergantung metode penyusutan
yang dipakai oleh perusahaan tersebut.
23
2. Sumber Ekstern (External Sources), Adalah sumber yang berasal dari luar
perusahaan atau dana yang diperoleh dari para kreditur atau pemegang saham
yang merupakan bagian dalam perusahaan.
2.1.1.3 Jenis-Jenis Modal
Setiap perusahaan selalu membutuhkan dana untuk membiayai kegiatan
operasionalnya sehari-hari. Pemenuhan kebutuhan perusahaan tersebut dapat
diperoleh dengan menggunakan modal sendiri atau modal pinjaman. Kebijakan
mengenai jenis modal mana yang diambil oleh perusahaan diharapkan akan
mendapatkan keuntungan yang optimal yang berarti pula akan meningkatkan nilai
perusahaan. Jenis-jenis modal tersebut terbagi atas:
2.1.1.3.1 Modal Asing
Menurut Riyanto (2001:227) “Modal asing adalah modal yang berasal dari
luar perusahaan yang sifatnya sementara di dalam perusahaan tersebut.” Modal
tersebut merupakan “hutang” yang pada saatnya harus dibayar kembali. Modal asing
atau hutang terbagi atas tiga golongan, yaitu:
a. Hutang Jangka Pendek (Short-term Debt)
Menurut Harnanto (2003:5) “Hutang jangka pendek atau lancar adalah suatu
kewajiban atau hutang yang terjadi dalam kaitannya dengan operasi normal
perusahaan”. Hutang jangka pendek ini biasanya kurang dari satu tahun. Hutang
jangka pendek terdiri dari:
33

Hutang Dagang
Hutang dagang adalah salah satu kategori hutang jangka pendek terbesar, yang
mencerminkan kurang lebih 40 persen dari kewajiban lancar di rata-rata
perusahaan nonkeuangan. Hutang dagang adalah sumber pendanaan “spontan”,
dalam artian bahwa ia terjadi dari transaksi bisnis biasa.

Hutang Wesel
Hutang wesel merupakan pengakuan hutang atau pernyataan tertulis untuk
membayar sejumlah uang pada tanggal tertentu di kemudian hari. Hutang wesel
dicatat dan disajikan di dalam neraca perusahaan. Hanya hutang wesel yang jatuh
tempo dalam satu tahun atau kurang yang di golongkan sebagai kewajiban jangka
pendek.

Hutang Jangka Panjang Jatuh Tempo dalam Periode Kini
Hutang jangka panjang jatuh tempo dalam periode kini merupakan bagian dari
hutang jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam tahun sekarang, sedangkan
sisanya tetap dilaporkan sebagai hutang jangka panjang.
b. Hutang Jangka Menengah (Intermediate-term Debt)
Menurut Riyanto (2001:227) “Hutang jangka menengah adalah hutang yang
jangka waktunya antara satu sampai sepuluh tahun.” Kebutuhan sumber dana atau
hutang jangka menengah ini dirasakan perusahaan karena adanya kebutuhan yang
tidak dapat dipenuhi dengan sumber dana jangka pendek di satu pihak dan juga sulit
43
dipenuhi dengan sumber dana jangka panjang di lain pihak. Hutang jangka menengah
terdiri dari:

Term Loan
Term loan merupakan kredit usaha dengan umur lebih dari satu tahun dan kurang
dari 10 tahun. Pada umumnya, term loan dibayar kembali dengan angsuran tetap
selama suatu periode tertentu, misalnya setiap bulan, kuartal atau setiap tahun.
Term loan biasanya disediakan oleh commercial bank, insurance, pension funds,
lembaga pembiayaan pemerintah, dan supplier perlengkapan. Di pandang dari
biaya, term loan ini memiliki biaya yang lebih rendah dari pada modal saham atau
obligasi, karena tidak adanya biaya yang berkaitan dengan penerbitan saham atau
obligasi. Menurut Sartono (2001:301), “Keuntungan dari term loan adalah tidak
segera jatuh tempo dan peminjam memberikan jaminan pembayaran secara
periodik yang mencakup bunga dan pokok pinjaman.”

Leasing
Menurut Sartono (2001:304) “Leasing adalah suatu kontrak antara pemilik aktiva
yang disebut lessor dengan pihak lain yang memanfaatkan aktiva tersebut untuk
jangka waktu tertentu.” . Maka leasing merupakan persetujuan atas dasar kontrak
dimana pemilik dari aktiva atau pihak yang menyewakan aktiva (lessor)
menginginkan pihak lain atau penyewa (lessee) untuk menggunakan jasa dari
aktiva tersebut tanpa harus memiliki aktiva tersebut. Hak milik atas aktiva
tersebut pada lessor, namun kadang-kadang lessee juga diberi kesempatan untuk
53
membeli aktiva tersebut. Sebagai kompensasi manfaat yang dinikmati, maka
lessee mempunyai kewajiban membayar secara periodik sebagai sewa aktiva yang
digunakan. Sedangkan manfaat lainnya adalah bahwa lessee tidak perlu
menanggung biaya perawatan, pajak, dan asuransi.
c. Hutang Jangka Panjang (Long-term Debt)
Menurut Riyanto (2001:238) “Hutang jangka panjang adalah hutang yang
jangka waktunya lebih dari sepuluh tahun”. Hal senada dikemukakan oleh Skousen
dan Stice (2004:658) “Hutang jangka panjang adalah obligasi yang tidak diharapkan
untuk dibayar tunai dalam jangka satu tahun.”
Hutang jangka panjang pada umumnya digunakan untuk membelanjai
perluasan (ekspansi) perusahaan karena kebutuhan modal untuk keperluan tersebut
diperlukan jumlah yang besar. Menurut Martono dan Hardjito (2002:226) sumber
dana jangka panjang terdiri dari:
1. Pinjaman Obligasi
Pinjaman obligasi adalah pinjaman uang untuk jangka waktu yang panjang
dimana debitur mengeluarkan surat pengakuan utang yang mempunyai nilai
nominal tertentu. Pembayaran kembali pinjaman obligasi dapat dijalankan
sekaligus pada hari jatuh tempo atau dengan cara penbayaran berangsur-angsur
setiap tahunnya.
2. Pinjaman Hipotik
Merupakan pinjaman jangka panjang, diman pemberi uang (kreditur) diberi hak
63
hipotik terhadap suatu barang tidak bergerak, supaya bila pihak debitur tidak
memenuhi kewajibannya. Barang tersebut dapat dijual dan dari hasil penjualan
tersebut dapat digunakan untuk menutup tagihannya.
Ada beberapa manfaat yang diperoleh dari penggunaan hutang jangka panjang,
seperti yang dikemukakan oleh Sartono (2001:328), adalah:
a. Bunga yang dibayarkan merupakan pengurang pajak penghasilan.
b. Melalui financial leverge dimungkinkan laba per lembar saham akan meningkat.
2.1.1.3.2 Modal Sendiri
Menurut Riyanto (2001:240), “Modal sendiri adalah modal yang berasal dari
pemilik perusahaan dan juga tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak
terbatas”. Dengan kata lain, modal sendiri merupakan modal yang dihasilkan atau
dibentuk di dalam perusahaan atau keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Modal
sendiri di dalam suatu perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas terdiri dari:
a. Modal Saham
Saham adalah bukti tanda kepemilikan atas suatu perusahaan. Pemilik saham
akan mendapatkan hak untuk menerima sebagian pendapatan tetap atau dividen dari
perusahaan serta kewajiban menanggung risiko kerugian yang diderita perusahaan.
Orang yang memiliki saham suatu perusahaan memiliki hak untuk ambil bagian
dalam mengelola perusahaan sesuai dengan hak suara yang dimilikinya. Semakin
banyak persentase saham yang dimiliki, maka semakin besar hak suara yang dimiliki
73
untuk mengontrol operasional perusahaan. Saham dapat dibedakan dalam beberapa
jenis, yaitu:
1) Saham Biasa (Common Stock)
Menurut Skousen, dan Stice (2004:734) “Saham biasa adalah jenis saham
yang merupakan dasar perusahaan, memungkinkan pemegang saham untuk memiliki
suara dan jumlah kepemilikan tertentu dalam perusahaan”. Pemegang saham biasa
perusahaan merupakan pemilik akhir perusahaan. Secara kelompok mereka memiliki
perusahaan dan menangung risiko terakhir kepemilikan. Kewajiban mereka dibatasi
sesuai jumlah investasi. Jika dilikuidasi, pemegang saham biasa memiliki hak atas
sisa tuntutan terhadap aktiva perusahaan setelah tuntutan kreditur dan pemegang
saham preferen dipenuhi seluruhnya. Saham biasa tidak memiliki jatuh tempo, namun
pemengang saham dapat melikuidasi investasinya dengan menjual saham yang
dimiliki pada pasar sekunder.
Menurut Martono dan Agus Harjito (2005:237) Dalam saham biasa terdapat
beberapa hak-hak dari para pemegang saham, antara lain:

Hak memberikan suara
Pemegang saham biasa adalah pemilik perusahaan, sehingga mereka berhak untuk
memilih dewan direksi. Kemudian dewan direksi memilih manajemen yang akan
menjalankan operasi perusahaan. Para pemegang saham biasa berhak satu suara
untuk setiap lembar saham yang mereka miliki. Ada juga perusahaan yang
83
memberikan satu hak suara bagi pihak atau orang yang memiliki saham dalam
jumlah tertentu (hak suara kumulatif).

Hak untuk membeli saham baru
Misalnya anggaran perusahaan mengharuskan menerbitkan saham yang baru,
maka hak prioritas dimiliki oleh pemegang saham lama untuk memiliki saham
baru tersebut. Dengan kata lain, jika perusahaan menerbitakan saham biasa yang
baru, maka pemegang saham biasa harus diberikan hak untuk memesan saham
baru tersebut.

Hak memperoleh pembayaran deviden
Deviden merupakan bagian laba perusahaan yang dibagikan kepada para
pemegang saham. Laba yang dibagi adalah laba setelah pajak. Apabila
perusahaan tidak memperoleh laba, maka pemilik saham biasa tidak memperoleh
deviden. Deviden yang diberikan kepada pemegang saham didasarkan atas dasar
per lembar saham yang dimiliki dan besarnya deviden payout ratio (rasio antara
deviden yang dibayarkan dengan laba bersih setelah pajak)

Hak atas aktiva setelah pembayaran yang lebih senior dalam likuidasi
Apabila perusahaan dilikuidasi, maka kewajiban perusahaan yang pertama adalah
melunasi hutang kepada kreditur. Apabila kewajiban kepada kreditur telah
dipenuhi, maka para pemegang saham memperoleh hak atas aktiva perusahaan.
Mereka yang memiliki saham lebih dahulu (lebih senior) akan memperoleh hak
93
didahulukan dalam pembagian aktiva tersebut. Sebenarnya hak ini tidak mutlak,
tergantung pada kesepakatan dalam rapat pemegang saham.
2) Saham Preferen (Preferred Stock)
Menurut Sundjaja (2002:317) “Saham preferensi adalah jenis saham lain
sebagai alternatif saham biasa. Saham preferen memberikan para pemegangnya
beberapa hak istimewa yang dijadikan lebih diprioritaskan daripada pemegang
saham biasa”. Dari pengertian tersebut maka dapat diketahui bahwa saham preferen
merupakan saham yang memiliki prioritas lebih tinggi dibanding saham biasa dalam
pembagian dividen dan asset. Dengan kata lain saham yang para pemegang
sahamnya mempunyai prioritas terlebih dahulu dalam pembagian atas aset atau
kekayaan perusahaan, bila perusahaan (emiten) dilikuidasi. Pemegang saham ini
juga mempunyai pioritas pembagian dividen dalam jumlah tertentu sebelum
dibagikan pada pemegang saham biasa sesuai dengan kesepakatan yang ditetapkan
terlebih dahulu dengan perusahaan penerbit.
Menurut Dahlan Siamat (2004:268) pemegang saham preferen mempunyai
beberapa hak istimewa, antara lain:
• Memiliki hak paling dahulu memperoleh dividen (hak privileges).
• Hak untuk mempengaruhi manajemen terutama dalam pencalonan pengurus.
• Hak pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham lebih dahulu setelah
kreditur apabila perusahaan dilikuidasi, dan
• Hak klaim terhadap kekayaan perusahaan.
103
b. Laba Ditahan (Retained Earning)
Menurut Riyanto (2001:243), “Laba ditahan adalah keuntungan yang
diperoleh suatu perusahaan, dapat berupa sebagian dibayarkan sebagai dividen dan
sebagian ditahan oleh perusahaan”. Laba ditahan merupakan penahanan keuntungan
yang mempunyai tujuan, maka disebut dengan cadangan. Cadangan disini
dimaksudkan sebagai cadangan yang dibentuk dari keuntungan yang diperoleh oleh
perusahaan selama beberapa tahun berjalan. Sedangkan penahanan keuntungan
tersebut belum mempunyai tujuan tertentu, maka keuntungan tersebut merupakan
keuntungan yang ditahan.
Dengan adanya keuntungan akan memperbesar laba ditahan yang berarti akan
memperbesar modal sendiri. Sebaliknya, apabila rugi maka akan memperkecil modal
sendiri. Besarnya laba yang dimasukkan ke dalam laba ditahan ini tergantung pada
besarnya laba yang diperoleh selama periode tertentu. Meskipun keuntungan yang
diperoleh selama periode tertentu besar karena perusahaan mengambil kebijakan
bahwa sebagian besar keuntungan akan jadi dividen, maka laba ditahan akan kecil.
2.1.2
Risiko Keuangan (Financial Risk)
Risiko keuangan menurut Brigham dan Houston (2006:17) adalah
“Tambahan risiko yang dibebankan kepada para pemegang saham biasa sebagai hasil
dari keputusan untuk mendapatkan pendanaan melalui utang”. Risiko keuangan yang
dimaksudkan disini adalah suatu keadaan dimana perusahaan tidak mampu menutup
biaya-biaya finansialnya, adanya risiko keuangan tersebut diakibatkan oleh transaksi-
113
transaksi keuangan. Apabila perusahaan tidak mampu membayar kewajibankewajiban finansial tersebut maka kemungkinan perusahaan tidak akan dapat
melanjutkan usahanya karena para kreditur yang merasa tidak terjamin akan dapat
memaksa perusahaan untuk membayar bunga serta pinjaman pokoknya dengan
segera. Jadi secara konseptual, pemegang saham akan menghadapi sejumlah risiko
yang inheren pada operasi perusahaan. Jika sebuah perusahaan menggunakan utang,
maka hal ini akan mengkonsentrasikan risiko bisnis pada pemegang saham biasa.
2.1.3 Leverage
Leverage merupakan penggunaan asset dan sumber dana (sources of funds)
oleh perusahaan dimana dalam penggunaan asset atau dana tersebut perusahaan harus
mengeluarkan biaya tetap atau beban tetap. Penggunaan asset (aktiva) atau dana
tersebut pada akhirnya dimaksudkan untuk meningkatkan keuntungan potensial bagi
pemegang saham. Martono dan Agus Harjito (2005:295).
2.1.3.1 Operating leverage
Menurut Lukman Syamsuddin (2007:107) operating leverage dapat
didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan di dalam menggunakan fixed
operating cost untuk memperbesar pengaruh dari perubahan volume penjualan
terhadap earning before interest and tax (EBIT). Operating leverage selalu ada jika
perusahaan memiliki biaya operasional tetap – berapa pun volumenya. Perusahaan
menanggung biaya operasional tetap dengan harapan volume penjualan akan
123
menghasilkan pendapatan lebih dari cukup untuk menutup semua biaya operasional
tetap dan variabel.
Salah satu potensi pengaruh menarik yang disebabkan oleh keberadaan biaya
operasional tetap (operating leverage) adalah perubahan dalam volume penjualan
akan menghasilkan perubahan yang lebih besar daripada perubahan dalam laba
operasional. Ukuran kuantitatif dari sensitivitas laba operasional perusahaan atas
perubahan dalam penjualan disebut tingkat degree of operating leverage (DOL)
(Van Horne, 2005:182-183).
Menurut Munawir (2001:105) tingkat operating leverage (DOL) diartikan
sebagai efek perubahan penjualan terhadap pendapatan (profit). DOL dapat dituliskan
sebagai berikut:
𝐷𝑂𝐿 =
% Perubahan EBIT
 Perubahan Penjualan
2.1.3.2 Financial Leverage
Menurut Brigham dan Weston (2007:299) “Financial leverage merupakan
tingkat penggunaan utang sebagai sumber pembiayaan perusahaan”. Lebih lanjut Garrison
dan Noreen (2001:790) mengungkapkan bahwa “Financial leverage merupakan
pemerolehan aktiva dengan dana yang diperoleh dari kreditur atau pemegang saham
preferen dengan tingkat pengembalian tertentu”. Sedangkan menurut Sartono
(2001:263) “Financial leverage adalah penggunaan sumber dana yang miliki beban
tetap dengan harapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih
133
besar daripada beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia
bagi pemegang saham”.
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa financial
leverage merupakan penggunaan dana dengan beban tetap dengan harapan atas
penggunaan dana tersebut akan memperbesar pendapatan per lembar saham (EPS).
Financial leverage merupakan pilihan, hal tersebut sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Martono dan Agus Harjito (2005:300) bahwa “Masalah
financial leverage baru timbul setelah perusahaan menggunakan dana dengan beban
tetap yang harus dibayar tanpa memperdulikan tingkat laba perusahaan”.
Kebijakan mengenai struktur modal tentunya melibatkan risiko dan tingkat
pengembalian. Penambahan utang memperbesar risiko perusahaan tetapi sekaligus
juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Sama halnya dengan
penggunaan financial leverage akan menimbulkan risiko keuangan. Yaitu risiko
tambahan bagi pemegang saham biasa karena perusahaan menggunakan utang.
Untuk mengetahui tingkat financial leverage suatu perusahaan dapat diukur
menggunakan debt to equity ratio (DER). DER merupakan rasio yang digunakan
untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana
yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain,
rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan
jaminan utang. Namun rasio ini juga menunjukan pentingnya sumber modal pinjaman
dan tingkat keamanan yang dimiliki kreditor. Semakin kecil DER berarti semakin
kecil jumlah pinjaman yang digunakan untuk membiayai aktiva perusahaan, dan
143
sebaliknya semakin besar DER semakin tidak menguntungkan bagi para kreditor,
karena jaminan modal pemilik terhadap utang semakin kecil begitu pula dengan
risiko yang akan ditanggung oleh perusahaan akan semakin besar. Jika DER semakin
meningkat maka menunjukan kinerja perusahaan yang semakin memburuk, karena
besar kecilnya penggunaan utang dalam perusahaan akan berpengaruh terhadap
rentabilitas ekonomi dan juga pertumbuhan ekonomi perusahaan.
Menurut Bambang Riyanto (2008:296) menyatakan bahwa “Suatu
perusahaan yang mempunyai struktur modal yang tidak baik, dimana mempunyai
hutang yang sangat besar akan memberikan beban yang berat pada perusahaan yang
bersangkutan”. Oleh karena itu seorang manajer keuangan perusahaan harus
mempertimbangkan dengan baik sumber pendanaan yang akan digunakan oleh
perusahaan.
Unsur-unsur pembentuk DER
Menurut Agus Sartono (2008:121) unsur-unsur pembentuk DER adalah total hutang
dan total ekuitas.
a) Total Hutang
Total hutang merupakan total modal bagi perusahaan yang sifatnya sementara
yang berasal dari kreditor dan harus dikembalikan pada periode tertentu.
Munawir (2007:18) menyatakan bahwa “Total hutang adalah semua kewajiban
keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini
merupakan sumber dana atau modal yang berasal dari kreditor”.
153
b) Total Ekuitas
Total ekuitas merupakan total dari modal sendiri yang dimiliki oleh perusahaan
yang memiliki karakteristik diantaranya yaitu:
 Dipertaruhkan untuk segala risiko, baik risiko usaha maupun kerugiankerugian lainnya.
 Tidak ada jaminan keharusan untuk membayar kembali.
Menurut Kasmir (2008:157) “DER dapat dicari dengan cara membandingkan
antara seluruh utang dengan seluruh ekuitas”
𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑡𝑜 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
Total Hutang
Ekuitas
2.1.4 Rasio Profitabilitas
Salah satu rasio yang digunakan dalam menganalisa kinerja keuangan dari
suatu perusahaan adalah rasio profitabilitas. Menurut Martono dan Agus Harjito
(2007:59) “ Rasio profitabilitas terdiri dari dua jenis rasio yang menunjukkan laba
dalam hubungannya dengan investasi”. Rasio profitabilitas merupakan hal yang
sangat penting tidak hanya bagi manajemen tapi sebagai alat ukur kinerja perusahaan,
tetapi juga bagi investor dan kreditur. Kedua hal tersebut merupakan efektifitas
keseluruhan dari operasi perusahaan. Menurut
Agus Sartono (2001:122)
“Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya
dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri”. Sedangkan menurut Dewi
Astuti (2004:36)
163
“ Profitabilitas adalah suatu kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba.
Satu-satunya ukuran profitabilitas yang paling penting adalah laba bersih.
Para investor dan kreditur sangat berkepentingan dalam mengevaluasi
kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih saat ini maupun di masa
mendatang”.
Dengan demikian bagi investor sangat berkepentingan dengan analisa
profitabilitas ini, karena memuat informasi mengenai tingkat keuntungan yang akan
diterimanya. Menurut Susan Irawati (2006:58) untuk mengukur rasio profitabilitas
digunakan rasio-rasio sebagai berikut:
1. Net Profit Margin (NPM)
2. Gross Profit Margin (GPM)
3. Operating Profit Margin (OPM)
4. Operating Ratio (OR)
5. Return On Assets (ROA)
6. Return On Equity (ROE)
7. Return On Investment (ROI)
8. Earning Per Share (EPS)
Dalam penelitian ini yang akan penulis teliti lebih lanjut adalah mengenai
analisis earning per share (EPS).
2.1.5 Earning per Share
2.1.5.1 Pengertian Earning Per Share (EPS)
Komponen penting yang harus diperhatikan dalam analisis perusahaan adalah
laba per lembar saham atau lebih dikenal dengan EPS, karena informasi EPS suatu
173
perusahaan menunjukan besarnya laba bersih perusahaan yang siap diberikan pada
semua pemegang perusahaan. Hal tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh
Tjiptono Darmadji dan Hendy M (2001) “Pengertian laba per lembar saham atau
EPS yaitu merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan (laba) yang
diperoleh investor atau pemegang saham atas per lembar sahamnya”. Sedangkan
menurut Henry Simamura (2002:530) “EPS adalah laba bersih per lembar saham
biasa yang beredar selama satu periode, rasio laba per lembar saham ini mengukur
profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham biasa”.
Dari definisi diatas, maka earning per share (EPS) menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan pendapatan bagi para pemegang saham yang telah
berpartisipasi dalam perusahaan. Semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk
mendistribusikan pendapatan kepada pemegang saham, maka hal ini menunjukkan
semakin besar keberhasilan usaha yang dijalankan oleh perusahaan tersebut. Karena
para pemodal seringkali memusatkan perhatian pada besarnya (EPS) ketika
melakukan analisis saham. Semakin tinggi nilai EPS tentu saja menguntungkan bagi
para pemegang saham karena semakin besar laba yang disediakan untuk pemegang
saham.
Menurut Garrison dan Noreen (2001:787) rumus untuk menghitung EPS
suatu perusahaan adalah dengan membagi earning after tax (EAT) yang tersedia
untuk pemegang saham biasa dengan jumlah saham biasa yang beredar selama satu
tahun. Adapun rumus perhitungan laba per lembar saham atau earning per share
(EPS) adalah sebagai berikut:
183
EPS =
Laba Bersih /EAT
Jumlah saham yang beredar
2.1.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Earning Per Share (EPS)
Dalam menentukan sumber dana untuk menjalankan perusahaan, manajemen
dituntut untuk mempertimbangkan kemungkinan perubahan dalam struktur modal
yang mampu memaksimumkan harga saham perusahaannya. Adapun faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi Earning Per Share adalah:
1. Penggunaan Utang
Dalam menentukan sumber dana untuk menjalankan perusahaan, manajemen
dituntuk untuk mempertimbangkan kemungkinan perubahan dalam struktur
modal yang mampu memaksimumkan harga saham sehingga akan mengakibatkan
perubahan laba per lembar saham perusahaanya. Menurut Brigham dan Houston
(2001:19) “Perubahan dalam penggunaan utang akan mengakibatkan perubahan
laba per lembar saham (EPS) dan karena itu, juga mengakibatkan perubahan
harga saham”.
2. Tingkat Laba Bersih Sebelum Bunga dan Pajak
Dalam memenuhi sumber dananya, manajemen pun dihadapkan pada beberapa
alternatif sumber pendanaan apakah dengan modal sendiri atau dengan pinjaman
(modal asing). Menurut Sutrisno (2001:255) “Dalam memilih alternatif sumber
dananya tersebut, perlu diketahui pada tingkat profit sebelum bunga dan pajak
193
(EBIT) berapa apabila dibelanjai dengan modal sendiri atau hutang menghasilkan
EPS yang sama.”
2.1.6 Pengaruh Financial Leverage Terhadap Earning Per Share (EPS)
Setiap perusahaan yang go public akan membutuhkan tambahan dana untuk
melaksanakan kegiatan usahanya. Oleh karena itu selain menggunakan modal sendiri
perusahaan juga membutuhkan sumber pendanaan eksternal. Sumber pendanaan
eksternal tersebut dapat diperoleh dari penggunaan utang atau sering disebut dengan
financial leverage. Menurut Garrison dan Noreen (2001:790) bahwa “Financial
leverage merupakan pemerolehan aktiva dengan dana yang diperoleh dari kreditur
atau atau pemegang saham preferen dengan tingkat pengembalian tertentu.”
Keputusan penggunaan financial leverage adalah untuk menambah modal
perusahaan guna menjalankan kegiatan operasional yang tujuan akhirnya adalah agar
dapat meningkatkan keuntungan yang diperoleh para pemegang saham atau seringkali
disebut dengan earning per share (EPS). EPS merupakan rasio yang menunjukan
berapa besar keuntungan (laba) yang diperoleh pemegang saham atas per lembar
sahamnya (Tjiptono Darmadji dan Henry M 2001).
Pengaruh financial leverage dikatakan menguntungkan apabila pendapatan
yang dihasilkan dari penggunaan dana yang disertai dengan beban tetap tersebut lebih
besar daripada beban tetapnya, dan sebaliknya financial leverage dikatakan
merugikan apabila perusahaan tersebut tidak dapat memperoleh pendapatan dari
203
penggunaan dana tersebut, sebanyak beban tetap yang harus dibayar, namun pada
umumnya utang akan meningkatkan tingkat risiko bagi pemilik modal sendiri.
Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Brigham dan Houston
(2004:486) bahwa “ changes in the use of debt will cause changes in earning per
share (EPS) as well as changes in risk”. Teori tersebut menjelaskan bahwa
penggunaan utang akan mengakibatkan perubahan EPS dan risiko yang ditanggung
oleh perusahaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa perubahan penggunaan financial
leverage ini akan dapat meningkatkan dan juga menurunkan besarnya EPS suatu
perusahaan. Semua tergantung bagaimana perusahaan mampu mengelola utangnya
dan mampu mengatasi risiko yang muncul dari penggunaan utang tersebut.
2.2 Kerangka Pemikiran
Setiap perusahaan pada umumnya memerlukan tambahan dana untuk
menjalankan kegiatan usahanya. Salah satunya dapat diperoleh dari penggunaan
utang atau sering disebut financial leverage. Financial leverage merupakan
penggunaan dana eksternal untuk meningkatkan laba bagi pemegang saham.
Penggunaan utang yang tekandung dalam financial leverage tidak hanya dapat
meningkatkan tingkat pengembalian tetapi juga memunculkan adanya risiko
keuangan, dimana risiko keuangan ini merupakan risiko yang muncul akibat adanya
penggunaan
utang
oleh
perusahaan
untuk
membiayai
kegiatannya
selain
menggunakan modal sendiri (ekuitas). Risiko tersebut tidak hanya menjadi beban
perusahaan tetapi juga dibebankan pada para pemegang saham. Untuk mengetahui
213
tingkat penggunaan utang suatu perusahaan dapat diukur menggunakan rasio leverage
yang salah satunya adalah debt to equity ratio (DER). DER menunjukan
perbandingan antara utang yang diberikan oleh para kreditur dengan jumlah modal
sendiri. DER yang tinggi menunjukan risiko perusahaan yang relatif tinggi karena hal
tersebut menunjukan bahwa perusahaan masih membutuhkan modal pinjaman yang
besar untuk membiayai aktiva perusahaan. Sebaliknya DER yang rendah menunjukan
risiko perusahaan yang relatif kecil karena jumlah pinjaman yang digunakan untuk
membiayai aktiva perusahaan kecil.
Perusahaan yang menggunakan utang (leverage) perlu melakukan evaluasi
atau penilaian kinerja perusahaan untuk mengetahui sampai sejauh mana perusahaan
tersebut dapat menghasilkan laba atas penggunaan utang tersebut. Karena
penggunaan utang tersebut akan menimbulkan beban tetap serta risiko yang akan
ditanggung oleh perusahaan dan para pemegang saham. Penilaian kinerja perusahaan
dapat dilakukan dengan menggunakan rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas
merupakan suatu kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Ada beberapa
rasio yang dapat digunakan untuk mengukur rasio profitabilitas, salah satunya adalah
earning per share (EPS).
EPS merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan (laba) yang
diperoleh investor atau pemegang saham atas per lembar sahamnya. Pengaruh
financial leverage dikatakan menguntungkan apabila pendapatan yang dihasilkan dari
penggunaan dana yang disertai beban tetap tersebut lebih besar dari beban tetapnya,
223
yang berarti bahwa perusahaan tersebut dapat membayar beban tetap serta
memperoleh keuntungan dari penggunaan utang tersebut. Sehingga dari keuntungan
tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi dapat
meningkatkan harga saham sehingga EPS perusahaan tersebut akan meningkat.
Namun sebaliknya financial leverage dikatakan merugikan apabila perusahaan
tersebut tidak dapat memperoleh pendapatan dari penggunaan dana tersebut,
sebanyak beban tetap yang harus dibayar, yang berarti bahwa perusahaan tersebut
tidak dapat membayar beban tetap serta tidak memperoleh keuntungan dari
penggunaan utang tersebut. Maka perusahaan harus memperhitungkan penggunaan
financial leverage untuk membiayai aktiva perusahaan karena semakin tinggi
financial leverage akan memperbesar keuntungan yang diperoleh sebab dana yang
tersedia dapat mendukung meningkatnya kegiatan usaha, namun disisi lain tingkat
risiko yang akan ditanggung perusahaan semakin tinggi karena jumlah beban tetap
yang harus dipenuhi semakin besar. Sedangkan financial leverage yang rendah akan
memiliki tingkat risiko yang rendah pula kerena jumlah bebab tetap yang harus
dipenuhi kecil, namun jumlah keuntungan yang diperolehpun akan kecil.
Kebijakan penggunaan utang (financial leverage) tersebut harus dapat
disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan agar tidak ada dana yang terbuang sia-sia.
Sehingga penggunaan dana dari utang tersebut dapat dimaksimalkan oleh perusahaan,
dan pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaan maupun bagi
para pemegang saham.
233
Peningkatan pendapatan yang diperoleh perusahaan dengan menggunakan
financial leverage, secara otomatis akan dapat meningkatkan earning per share
(EPS). Dengan meningkatnya EPS perusahaan akan dapat menarik perhatian para
investor untuk membeli saham di perusahaan tersebut dan hal ini akan sangat
menguntungkan bagi perusahaan.
Untuk mengetahui pengaruh antara financial leverage dengan earning per
share (EPS) maka diperlukan suatu paradigma penelitian. Paradigma penelitian
dalam hal ini diartikan sebagai pola pikir yang menunjukkan hubungan antar variabel
yang akan diteliti.
Berdasarkan uraian di atas, maka paradigma dalam penelitian ini adalah:
Financial Leverage
Earning Per Share
GAMBAR 2.1
PARADIGMA PENELITIAN
2.3 Hipotesis
Hipotesis adalah perumusan sementara mengenai sesuatu hal yang masih
harus dibuktikan kebenarannya. Berkaitan dengan hipotesis, Sugiyono (2004:51)
menyatakan sebagai berikut:
243
“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian. Oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun
dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang
diberikan baru didasarkan teori yang relevan, belum didasarkan pada faktafakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga
dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap perumusan masalah
penelitian, belum jawaban empirik”.
Pengertian lainnya menurut Mohammad Nazir (2005:151) yaitu:
“Hipotesis tidak lain dari jawaban sementara terhadap masalah penelitian,
yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis menyatakan
hubungan apa yang kita cari atau yang ingin kita pelajari”.
Berdasarkan uraian-uraian diatas yang telah dibuat, peneliti mengemukakan
hipotesis penelitian ini sebagai berikut:
“Financial Leverage berpengaruh terhadap Earning Per Share (EPS).”
253
Download