BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Modal 2.1.1.1 Pengertian Modal Setiap perusahaan harus mampu membangun manajemennya secara konsepsional dan sistematis dengan berorientasi kepada pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang dinamis melalui pemanfaatan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki perusahaan sehingga perusahaan memilki motivasi untuk menciptakan kemampuan bersaing. Adapun potensi sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan untuk mencapai tujuan di atas salah satunya adalah sumber daya keuangan yaitu modal. Masalah modal dalam perusahaan merupakan persoalan yang sangat penting, karena modal sangat dibutuhkan dalam menjalankan kegiatan operasional suatu perusahaan sehingga bila mengalami kekurangan modal, maka kontinuitas perusahaan akan terhambat, namun besarnya modal yang diperlukan akan berbeda sesuai dengan besar kecilnya skala perusahaan. Dengan demikian modal sangat berperan penting untuk menjalankan roda usaha perusahaan. Definisi modal menurut Atmaja (2001:115) “Modal adalah dana yang digunakan untuk membiayai pengadaan aktiva dan operasi perusahaan” dan menurut Warren, Reeve dan Philip (2005:5) “Modal atau ekuitas pemegang saham adalah jumlah total 13 dari dua sumber utama ekuitas saham, yaitu modal disetor dan laba ditahan”. Sedangkan definisi ekuitas menurut Mayo (2004:188) “A variety of debt instrument to tap the funds of investor who purchase debt securities, there are only two types of stock: preferred stock and common stock.” Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan memperoleh dana untuk membiayai pengadaan aktiva dan menjalankan kegiatan usahanya yaitu bersumber dari modal disetor yang berupa saham biasa, saham preferen, dan laba ditahan yang berasal dari operasi perusahaan. 2.1.1.2 Sumber Modal Untuk memenuhi kebutuhan modal suatu perusahaan dalam membiayai kegiatan operasionalnya dapat diperoleh dengan mencari sumber pembiayaan atau sumber pendanaan. Menurut Riyanto (2001:209) modal dapat dilihat dari asalnya, sumber modal terdiri: 1. Sumber Intern (Internal Sources), Adalah modal yang dihasilkan dari dalam perusahaan. Sumber intern dapat berasal dari laba ditahan dan akumulasi penyusutan. Besarnya laba yang dimasukkan ke dalam cadangan atau ditahan, tergantung besarnya laba yang diperoleh selama periode tertentu dan tergantung kepada kebijakan dividen perusahaan tersebut. Sedangkan akumulasi penyusutan dapat dibentuk dari penyusutan, tiap tahunnya, tergantung metode penyusutan yang dipakai oleh perusahaan tersebut. 23 2. Sumber Ekstern (External Sources), Adalah sumber yang berasal dari luar perusahaan atau dana yang diperoleh dari para kreditur atau pemegang saham yang merupakan bagian dalam perusahaan. 2.1.1.3 Jenis-Jenis Modal Setiap perusahaan selalu membutuhkan dana untuk membiayai kegiatan operasionalnya sehari-hari. Pemenuhan kebutuhan perusahaan tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan modal sendiri atau modal pinjaman. Kebijakan mengenai jenis modal mana yang diambil oleh perusahaan diharapkan akan mendapatkan keuntungan yang optimal yang berarti pula akan meningkatkan nilai perusahaan. Jenis-jenis modal tersebut terbagi atas: 2.1.1.3.1 Modal Asing Menurut Riyanto (2001:227) “Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara di dalam perusahaan tersebut.” Modal tersebut merupakan “hutang” yang pada saatnya harus dibayar kembali. Modal asing atau hutang terbagi atas tiga golongan, yaitu: a. Hutang Jangka Pendek (Short-term Debt) Menurut Harnanto (2003:5) “Hutang jangka pendek atau lancar adalah suatu kewajiban atau hutang yang terjadi dalam kaitannya dengan operasi normal perusahaan”. Hutang jangka pendek ini biasanya kurang dari satu tahun. Hutang jangka pendek terdiri dari: 33 Hutang Dagang Hutang dagang adalah salah satu kategori hutang jangka pendek terbesar, yang mencerminkan kurang lebih 40 persen dari kewajiban lancar di rata-rata perusahaan nonkeuangan. Hutang dagang adalah sumber pendanaan “spontan”, dalam artian bahwa ia terjadi dari transaksi bisnis biasa. Hutang Wesel Hutang wesel merupakan pengakuan hutang atau pernyataan tertulis untuk membayar sejumlah uang pada tanggal tertentu di kemudian hari. Hutang wesel dicatat dan disajikan di dalam neraca perusahaan. Hanya hutang wesel yang jatuh tempo dalam satu tahun atau kurang yang di golongkan sebagai kewajiban jangka pendek. Hutang Jangka Panjang Jatuh Tempo dalam Periode Kini Hutang jangka panjang jatuh tempo dalam periode kini merupakan bagian dari hutang jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam tahun sekarang, sedangkan sisanya tetap dilaporkan sebagai hutang jangka panjang. b. Hutang Jangka Menengah (Intermediate-term Debt) Menurut Riyanto (2001:227) “Hutang jangka menengah adalah hutang yang jangka waktunya antara satu sampai sepuluh tahun.” Kebutuhan sumber dana atau hutang jangka menengah ini dirasakan perusahaan karena adanya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dengan sumber dana jangka pendek di satu pihak dan juga sulit 43 dipenuhi dengan sumber dana jangka panjang di lain pihak. Hutang jangka menengah terdiri dari: Term Loan Term loan merupakan kredit usaha dengan umur lebih dari satu tahun dan kurang dari 10 tahun. Pada umumnya, term loan dibayar kembali dengan angsuran tetap selama suatu periode tertentu, misalnya setiap bulan, kuartal atau setiap tahun. Term loan biasanya disediakan oleh commercial bank, insurance, pension funds, lembaga pembiayaan pemerintah, dan supplier perlengkapan. Di pandang dari biaya, term loan ini memiliki biaya yang lebih rendah dari pada modal saham atau obligasi, karena tidak adanya biaya yang berkaitan dengan penerbitan saham atau obligasi. Menurut Sartono (2001:301), “Keuntungan dari term loan adalah tidak segera jatuh tempo dan peminjam memberikan jaminan pembayaran secara periodik yang mencakup bunga dan pokok pinjaman.” Leasing Menurut Sartono (2001:304) “Leasing adalah suatu kontrak antara pemilik aktiva yang disebut lessor dengan pihak lain yang memanfaatkan aktiva tersebut untuk jangka waktu tertentu.” . Maka leasing merupakan persetujuan atas dasar kontrak dimana pemilik dari aktiva atau pihak yang menyewakan aktiva (lessor) menginginkan pihak lain atau penyewa (lessee) untuk menggunakan jasa dari aktiva tersebut tanpa harus memiliki aktiva tersebut. Hak milik atas aktiva tersebut pada lessor, namun kadang-kadang lessee juga diberi kesempatan untuk 53 membeli aktiva tersebut. Sebagai kompensasi manfaat yang dinikmati, maka lessee mempunyai kewajiban membayar secara periodik sebagai sewa aktiva yang digunakan. Sedangkan manfaat lainnya adalah bahwa lessee tidak perlu menanggung biaya perawatan, pajak, dan asuransi. c. Hutang Jangka Panjang (Long-term Debt) Menurut Riyanto (2001:238) “Hutang jangka panjang adalah hutang yang jangka waktunya lebih dari sepuluh tahun”. Hal senada dikemukakan oleh Skousen dan Stice (2004:658) “Hutang jangka panjang adalah obligasi yang tidak diharapkan untuk dibayar tunai dalam jangka satu tahun.” Hutang jangka panjang pada umumnya digunakan untuk membelanjai perluasan (ekspansi) perusahaan karena kebutuhan modal untuk keperluan tersebut diperlukan jumlah yang besar. Menurut Martono dan Hardjito (2002:226) sumber dana jangka panjang terdiri dari: 1. Pinjaman Obligasi Pinjaman obligasi adalah pinjaman uang untuk jangka waktu yang panjang dimana debitur mengeluarkan surat pengakuan utang yang mempunyai nilai nominal tertentu. Pembayaran kembali pinjaman obligasi dapat dijalankan sekaligus pada hari jatuh tempo atau dengan cara penbayaran berangsur-angsur setiap tahunnya. 2. Pinjaman Hipotik Merupakan pinjaman jangka panjang, diman pemberi uang (kreditur) diberi hak 63 hipotik terhadap suatu barang tidak bergerak, supaya bila pihak debitur tidak memenuhi kewajibannya. Barang tersebut dapat dijual dan dari hasil penjualan tersebut dapat digunakan untuk menutup tagihannya. Ada beberapa manfaat yang diperoleh dari penggunaan hutang jangka panjang, seperti yang dikemukakan oleh Sartono (2001:328), adalah: a. Bunga yang dibayarkan merupakan pengurang pajak penghasilan. b. Melalui financial leverge dimungkinkan laba per lembar saham akan meningkat. 2.1.1.3.2 Modal Sendiri Menurut Riyanto (2001:240), “Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan juga tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak terbatas”. Dengan kata lain, modal sendiri merupakan modal yang dihasilkan atau dibentuk di dalam perusahaan atau keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Modal sendiri di dalam suatu perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas terdiri dari: a. Modal Saham Saham adalah bukti tanda kepemilikan atas suatu perusahaan. Pemilik saham akan mendapatkan hak untuk menerima sebagian pendapatan tetap atau dividen dari perusahaan serta kewajiban menanggung risiko kerugian yang diderita perusahaan. Orang yang memiliki saham suatu perusahaan memiliki hak untuk ambil bagian dalam mengelola perusahaan sesuai dengan hak suara yang dimilikinya. Semakin banyak persentase saham yang dimiliki, maka semakin besar hak suara yang dimiliki 73 untuk mengontrol operasional perusahaan. Saham dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu: 1) Saham Biasa (Common Stock) Menurut Skousen, dan Stice (2004:734) “Saham biasa adalah jenis saham yang merupakan dasar perusahaan, memungkinkan pemegang saham untuk memiliki suara dan jumlah kepemilikan tertentu dalam perusahaan”. Pemegang saham biasa perusahaan merupakan pemilik akhir perusahaan. Secara kelompok mereka memiliki perusahaan dan menangung risiko terakhir kepemilikan. Kewajiban mereka dibatasi sesuai jumlah investasi. Jika dilikuidasi, pemegang saham biasa memiliki hak atas sisa tuntutan terhadap aktiva perusahaan setelah tuntutan kreditur dan pemegang saham preferen dipenuhi seluruhnya. Saham biasa tidak memiliki jatuh tempo, namun pemengang saham dapat melikuidasi investasinya dengan menjual saham yang dimiliki pada pasar sekunder. Menurut Martono dan Agus Harjito (2005:237) Dalam saham biasa terdapat beberapa hak-hak dari para pemegang saham, antara lain: Hak memberikan suara Pemegang saham biasa adalah pemilik perusahaan, sehingga mereka berhak untuk memilih dewan direksi. Kemudian dewan direksi memilih manajemen yang akan menjalankan operasi perusahaan. Para pemegang saham biasa berhak satu suara untuk setiap lembar saham yang mereka miliki. Ada juga perusahaan yang 83 memberikan satu hak suara bagi pihak atau orang yang memiliki saham dalam jumlah tertentu (hak suara kumulatif). Hak untuk membeli saham baru Misalnya anggaran perusahaan mengharuskan menerbitkan saham yang baru, maka hak prioritas dimiliki oleh pemegang saham lama untuk memiliki saham baru tersebut. Dengan kata lain, jika perusahaan menerbitakan saham biasa yang baru, maka pemegang saham biasa harus diberikan hak untuk memesan saham baru tersebut. Hak memperoleh pembayaran deviden Deviden merupakan bagian laba perusahaan yang dibagikan kepada para pemegang saham. Laba yang dibagi adalah laba setelah pajak. Apabila perusahaan tidak memperoleh laba, maka pemilik saham biasa tidak memperoleh deviden. Deviden yang diberikan kepada pemegang saham didasarkan atas dasar per lembar saham yang dimiliki dan besarnya deviden payout ratio (rasio antara deviden yang dibayarkan dengan laba bersih setelah pajak) Hak atas aktiva setelah pembayaran yang lebih senior dalam likuidasi Apabila perusahaan dilikuidasi, maka kewajiban perusahaan yang pertama adalah melunasi hutang kepada kreditur. Apabila kewajiban kepada kreditur telah dipenuhi, maka para pemegang saham memperoleh hak atas aktiva perusahaan. Mereka yang memiliki saham lebih dahulu (lebih senior) akan memperoleh hak 93 didahulukan dalam pembagian aktiva tersebut. Sebenarnya hak ini tidak mutlak, tergantung pada kesepakatan dalam rapat pemegang saham. 2) Saham Preferen (Preferred Stock) Menurut Sundjaja (2002:317) “Saham preferensi adalah jenis saham lain sebagai alternatif saham biasa. Saham preferen memberikan para pemegangnya beberapa hak istimewa yang dijadikan lebih diprioritaskan daripada pemegang saham biasa”. Dari pengertian tersebut maka dapat diketahui bahwa saham preferen merupakan saham yang memiliki prioritas lebih tinggi dibanding saham biasa dalam pembagian dividen dan asset. Dengan kata lain saham yang para pemegang sahamnya mempunyai prioritas terlebih dahulu dalam pembagian atas aset atau kekayaan perusahaan, bila perusahaan (emiten) dilikuidasi. Pemegang saham ini juga mempunyai pioritas pembagian dividen dalam jumlah tertentu sebelum dibagikan pada pemegang saham biasa sesuai dengan kesepakatan yang ditetapkan terlebih dahulu dengan perusahaan penerbit. Menurut Dahlan Siamat (2004:268) pemegang saham preferen mempunyai beberapa hak istimewa, antara lain: • Memiliki hak paling dahulu memperoleh dividen (hak privileges). • Hak untuk mempengaruhi manajemen terutama dalam pencalonan pengurus. • Hak pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham lebih dahulu setelah kreditur apabila perusahaan dilikuidasi, dan • Hak klaim terhadap kekayaan perusahaan. 103 b. Laba Ditahan (Retained Earning) Menurut Riyanto (2001:243), “Laba ditahan adalah keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan, dapat berupa sebagian dibayarkan sebagai dividen dan sebagian ditahan oleh perusahaan”. Laba ditahan merupakan penahanan keuntungan yang mempunyai tujuan, maka disebut dengan cadangan. Cadangan disini dimaksudkan sebagai cadangan yang dibentuk dari keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan selama beberapa tahun berjalan. Sedangkan penahanan keuntungan tersebut belum mempunyai tujuan tertentu, maka keuntungan tersebut merupakan keuntungan yang ditahan. Dengan adanya keuntungan akan memperbesar laba ditahan yang berarti akan memperbesar modal sendiri. Sebaliknya, apabila rugi maka akan memperkecil modal sendiri. Besarnya laba yang dimasukkan ke dalam laba ditahan ini tergantung pada besarnya laba yang diperoleh selama periode tertentu. Meskipun keuntungan yang diperoleh selama periode tertentu besar karena perusahaan mengambil kebijakan bahwa sebagian besar keuntungan akan jadi dividen, maka laba ditahan akan kecil. 2.1.2 Risiko Keuangan (Financial Risk) Risiko keuangan menurut Brigham dan Houston (2006:17) adalah “Tambahan risiko yang dibebankan kepada para pemegang saham biasa sebagai hasil dari keputusan untuk mendapatkan pendanaan melalui utang”. Risiko keuangan yang dimaksudkan disini adalah suatu keadaan dimana perusahaan tidak mampu menutup biaya-biaya finansialnya, adanya risiko keuangan tersebut diakibatkan oleh transaksi- 113 transaksi keuangan. Apabila perusahaan tidak mampu membayar kewajibankewajiban finansial tersebut maka kemungkinan perusahaan tidak akan dapat melanjutkan usahanya karena para kreditur yang merasa tidak terjamin akan dapat memaksa perusahaan untuk membayar bunga serta pinjaman pokoknya dengan segera. Jadi secara konseptual, pemegang saham akan menghadapi sejumlah risiko yang inheren pada operasi perusahaan. Jika sebuah perusahaan menggunakan utang, maka hal ini akan mengkonsentrasikan risiko bisnis pada pemegang saham biasa. 2.1.3 Leverage Leverage merupakan penggunaan asset dan sumber dana (sources of funds) oleh perusahaan dimana dalam penggunaan asset atau dana tersebut perusahaan harus mengeluarkan biaya tetap atau beban tetap. Penggunaan asset (aktiva) atau dana tersebut pada akhirnya dimaksudkan untuk meningkatkan keuntungan potensial bagi pemegang saham. Martono dan Agus Harjito (2005:295). 2.1.3.1 Operating leverage Menurut Lukman Syamsuddin (2007:107) operating leverage dapat didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan di dalam menggunakan fixed operating cost untuk memperbesar pengaruh dari perubahan volume penjualan terhadap earning before interest and tax (EBIT). Operating leverage selalu ada jika perusahaan memiliki biaya operasional tetap – berapa pun volumenya. Perusahaan menanggung biaya operasional tetap dengan harapan volume penjualan akan 123 menghasilkan pendapatan lebih dari cukup untuk menutup semua biaya operasional tetap dan variabel. Salah satu potensi pengaruh menarik yang disebabkan oleh keberadaan biaya operasional tetap (operating leverage) adalah perubahan dalam volume penjualan akan menghasilkan perubahan yang lebih besar daripada perubahan dalam laba operasional. Ukuran kuantitatif dari sensitivitas laba operasional perusahaan atas perubahan dalam penjualan disebut tingkat degree of operating leverage (DOL) (Van Horne, 2005:182-183). Menurut Munawir (2001:105) tingkat operating leverage (DOL) diartikan sebagai efek perubahan penjualan terhadap pendapatan (profit). DOL dapat dituliskan sebagai berikut: 𝐷𝑂𝐿 = % Perubahan EBIT Perubahan Penjualan 2.1.3.2 Financial Leverage Menurut Brigham dan Weston (2007:299) “Financial leverage merupakan tingkat penggunaan utang sebagai sumber pembiayaan perusahaan”. Lebih lanjut Garrison dan Noreen (2001:790) mengungkapkan bahwa “Financial leverage merupakan pemerolehan aktiva dengan dana yang diperoleh dari kreditur atau pemegang saham preferen dengan tingkat pengembalian tertentu”. Sedangkan menurut Sartono (2001:263) “Financial leverage adalah penggunaan sumber dana yang miliki beban tetap dengan harapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih 133 besar daripada beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham”. Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa financial leverage merupakan penggunaan dana dengan beban tetap dengan harapan atas penggunaan dana tersebut akan memperbesar pendapatan per lembar saham (EPS). Financial leverage merupakan pilihan, hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Martono dan Agus Harjito (2005:300) bahwa “Masalah financial leverage baru timbul setelah perusahaan menggunakan dana dengan beban tetap yang harus dibayar tanpa memperdulikan tingkat laba perusahaan”. Kebijakan mengenai struktur modal tentunya melibatkan risiko dan tingkat pengembalian. Penambahan utang memperbesar risiko perusahaan tetapi sekaligus juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Sama halnya dengan penggunaan financial leverage akan menimbulkan risiko keuangan. Yaitu risiko tambahan bagi pemegang saham biasa karena perusahaan menggunakan utang. Untuk mengetahui tingkat financial leverage suatu perusahaan dapat diukur menggunakan debt to equity ratio (DER). DER merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang. Namun rasio ini juga menunjukan pentingnya sumber modal pinjaman dan tingkat keamanan yang dimiliki kreditor. Semakin kecil DER berarti semakin kecil jumlah pinjaman yang digunakan untuk membiayai aktiva perusahaan, dan 143 sebaliknya semakin besar DER semakin tidak menguntungkan bagi para kreditor, karena jaminan modal pemilik terhadap utang semakin kecil begitu pula dengan risiko yang akan ditanggung oleh perusahaan akan semakin besar. Jika DER semakin meningkat maka menunjukan kinerja perusahaan yang semakin memburuk, karena besar kecilnya penggunaan utang dalam perusahaan akan berpengaruh terhadap rentabilitas ekonomi dan juga pertumbuhan ekonomi perusahaan. Menurut Bambang Riyanto (2008:296) menyatakan bahwa “Suatu perusahaan yang mempunyai struktur modal yang tidak baik, dimana mempunyai hutang yang sangat besar akan memberikan beban yang berat pada perusahaan yang bersangkutan”. Oleh karena itu seorang manajer keuangan perusahaan harus mempertimbangkan dengan baik sumber pendanaan yang akan digunakan oleh perusahaan. Unsur-unsur pembentuk DER Menurut Agus Sartono (2008:121) unsur-unsur pembentuk DER adalah total hutang dan total ekuitas. a) Total Hutang Total hutang merupakan total modal bagi perusahaan yang sifatnya sementara yang berasal dari kreditor dan harus dikembalikan pada periode tertentu. Munawir (2007:18) menyatakan bahwa “Total hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana atau modal yang berasal dari kreditor”. 153 b) Total Ekuitas Total ekuitas merupakan total dari modal sendiri yang dimiliki oleh perusahaan yang memiliki karakteristik diantaranya yaitu: Dipertaruhkan untuk segala risiko, baik risiko usaha maupun kerugiankerugian lainnya. Tidak ada jaminan keharusan untuk membayar kembali. Menurut Kasmir (2008:157) “DER dapat dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang dengan seluruh ekuitas” 𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑡𝑜 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = Total Hutang Ekuitas 2.1.4 Rasio Profitabilitas Salah satu rasio yang digunakan dalam menganalisa kinerja keuangan dari suatu perusahaan adalah rasio profitabilitas. Menurut Martono dan Agus Harjito (2007:59) “ Rasio profitabilitas terdiri dari dua jenis rasio yang menunjukkan laba dalam hubungannya dengan investasi”. Rasio profitabilitas merupakan hal yang sangat penting tidak hanya bagi manajemen tapi sebagai alat ukur kinerja perusahaan, tetapi juga bagi investor dan kreditur. Kedua hal tersebut merupakan efektifitas keseluruhan dari operasi perusahaan. Menurut Agus Sartono (2001:122) “Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri”. Sedangkan menurut Dewi Astuti (2004:36) 163 “ Profitabilitas adalah suatu kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Satu-satunya ukuran profitabilitas yang paling penting adalah laba bersih. Para investor dan kreditur sangat berkepentingan dalam mengevaluasi kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih saat ini maupun di masa mendatang”. Dengan demikian bagi investor sangat berkepentingan dengan analisa profitabilitas ini, karena memuat informasi mengenai tingkat keuntungan yang akan diterimanya. Menurut Susan Irawati (2006:58) untuk mengukur rasio profitabilitas digunakan rasio-rasio sebagai berikut: 1. Net Profit Margin (NPM) 2. Gross Profit Margin (GPM) 3. Operating Profit Margin (OPM) 4. Operating Ratio (OR) 5. Return On Assets (ROA) 6. Return On Equity (ROE) 7. Return On Investment (ROI) 8. Earning Per Share (EPS) Dalam penelitian ini yang akan penulis teliti lebih lanjut adalah mengenai analisis earning per share (EPS). 2.1.5 Earning per Share 2.1.5.1 Pengertian Earning Per Share (EPS) Komponen penting yang harus diperhatikan dalam analisis perusahaan adalah laba per lembar saham atau lebih dikenal dengan EPS, karena informasi EPS suatu 173 perusahaan menunjukan besarnya laba bersih perusahaan yang siap diberikan pada semua pemegang perusahaan. Hal tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Tjiptono Darmadji dan Hendy M (2001) “Pengertian laba per lembar saham atau EPS yaitu merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan (laba) yang diperoleh investor atau pemegang saham atas per lembar sahamnya”. Sedangkan menurut Henry Simamura (2002:530) “EPS adalah laba bersih per lembar saham biasa yang beredar selama satu periode, rasio laba per lembar saham ini mengukur profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham biasa”. Dari definisi diatas, maka earning per share (EPS) menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan bagi para pemegang saham yang telah berpartisipasi dalam perusahaan. Semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan pendapatan kepada pemegang saham, maka hal ini menunjukkan semakin besar keberhasilan usaha yang dijalankan oleh perusahaan tersebut. Karena para pemodal seringkali memusatkan perhatian pada besarnya (EPS) ketika melakukan analisis saham. Semakin tinggi nilai EPS tentu saja menguntungkan bagi para pemegang saham karena semakin besar laba yang disediakan untuk pemegang saham. Menurut Garrison dan Noreen (2001:787) rumus untuk menghitung EPS suatu perusahaan adalah dengan membagi earning after tax (EAT) yang tersedia untuk pemegang saham biasa dengan jumlah saham biasa yang beredar selama satu tahun. Adapun rumus perhitungan laba per lembar saham atau earning per share (EPS) adalah sebagai berikut: 183 EPS = Laba Bersih /EAT Jumlah saham yang beredar 2.1.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Earning Per Share (EPS) Dalam menentukan sumber dana untuk menjalankan perusahaan, manajemen dituntut untuk mempertimbangkan kemungkinan perubahan dalam struktur modal yang mampu memaksimumkan harga saham perusahaannya. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Earning Per Share adalah: 1. Penggunaan Utang Dalam menentukan sumber dana untuk menjalankan perusahaan, manajemen dituntuk untuk mempertimbangkan kemungkinan perubahan dalam struktur modal yang mampu memaksimumkan harga saham sehingga akan mengakibatkan perubahan laba per lembar saham perusahaanya. Menurut Brigham dan Houston (2001:19) “Perubahan dalam penggunaan utang akan mengakibatkan perubahan laba per lembar saham (EPS) dan karena itu, juga mengakibatkan perubahan harga saham”. 2. Tingkat Laba Bersih Sebelum Bunga dan Pajak Dalam memenuhi sumber dananya, manajemen pun dihadapkan pada beberapa alternatif sumber pendanaan apakah dengan modal sendiri atau dengan pinjaman (modal asing). Menurut Sutrisno (2001:255) “Dalam memilih alternatif sumber dananya tersebut, perlu diketahui pada tingkat profit sebelum bunga dan pajak 193 (EBIT) berapa apabila dibelanjai dengan modal sendiri atau hutang menghasilkan EPS yang sama.” 2.1.6 Pengaruh Financial Leverage Terhadap Earning Per Share (EPS) Setiap perusahaan yang go public akan membutuhkan tambahan dana untuk melaksanakan kegiatan usahanya. Oleh karena itu selain menggunakan modal sendiri perusahaan juga membutuhkan sumber pendanaan eksternal. Sumber pendanaan eksternal tersebut dapat diperoleh dari penggunaan utang atau sering disebut dengan financial leverage. Menurut Garrison dan Noreen (2001:790) bahwa “Financial leverage merupakan pemerolehan aktiva dengan dana yang diperoleh dari kreditur atau atau pemegang saham preferen dengan tingkat pengembalian tertentu.” Keputusan penggunaan financial leverage adalah untuk menambah modal perusahaan guna menjalankan kegiatan operasional yang tujuan akhirnya adalah agar dapat meningkatkan keuntungan yang diperoleh para pemegang saham atau seringkali disebut dengan earning per share (EPS). EPS merupakan rasio yang menunjukan berapa besar keuntungan (laba) yang diperoleh pemegang saham atas per lembar sahamnya (Tjiptono Darmadji dan Henry M 2001). Pengaruh financial leverage dikatakan menguntungkan apabila pendapatan yang dihasilkan dari penggunaan dana yang disertai dengan beban tetap tersebut lebih besar daripada beban tetapnya, dan sebaliknya financial leverage dikatakan merugikan apabila perusahaan tersebut tidak dapat memperoleh pendapatan dari 203 penggunaan dana tersebut, sebanyak beban tetap yang harus dibayar, namun pada umumnya utang akan meningkatkan tingkat risiko bagi pemilik modal sendiri. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Brigham dan Houston (2004:486) bahwa “ changes in the use of debt will cause changes in earning per share (EPS) as well as changes in risk”. Teori tersebut menjelaskan bahwa penggunaan utang akan mengakibatkan perubahan EPS dan risiko yang ditanggung oleh perusahaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa perubahan penggunaan financial leverage ini akan dapat meningkatkan dan juga menurunkan besarnya EPS suatu perusahaan. Semua tergantung bagaimana perusahaan mampu mengelola utangnya dan mampu mengatasi risiko yang muncul dari penggunaan utang tersebut. 2.2 Kerangka Pemikiran Setiap perusahaan pada umumnya memerlukan tambahan dana untuk menjalankan kegiatan usahanya. Salah satunya dapat diperoleh dari penggunaan utang atau sering disebut financial leverage. Financial leverage merupakan penggunaan dana eksternal untuk meningkatkan laba bagi pemegang saham. Penggunaan utang yang tekandung dalam financial leverage tidak hanya dapat meningkatkan tingkat pengembalian tetapi juga memunculkan adanya risiko keuangan, dimana risiko keuangan ini merupakan risiko yang muncul akibat adanya penggunaan utang oleh perusahaan untuk membiayai kegiatannya selain menggunakan modal sendiri (ekuitas). Risiko tersebut tidak hanya menjadi beban perusahaan tetapi juga dibebankan pada para pemegang saham. Untuk mengetahui 213 tingkat penggunaan utang suatu perusahaan dapat diukur menggunakan rasio leverage yang salah satunya adalah debt to equity ratio (DER). DER menunjukan perbandingan antara utang yang diberikan oleh para kreditur dengan jumlah modal sendiri. DER yang tinggi menunjukan risiko perusahaan yang relatif tinggi karena hal tersebut menunjukan bahwa perusahaan masih membutuhkan modal pinjaman yang besar untuk membiayai aktiva perusahaan. Sebaliknya DER yang rendah menunjukan risiko perusahaan yang relatif kecil karena jumlah pinjaman yang digunakan untuk membiayai aktiva perusahaan kecil. Perusahaan yang menggunakan utang (leverage) perlu melakukan evaluasi atau penilaian kinerja perusahaan untuk mengetahui sampai sejauh mana perusahaan tersebut dapat menghasilkan laba atas penggunaan utang tersebut. Karena penggunaan utang tersebut akan menimbulkan beban tetap serta risiko yang akan ditanggung oleh perusahaan dan para pemegang saham. Penilaian kinerja perusahaan dapat dilakukan dengan menggunakan rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas merupakan suatu kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Ada beberapa rasio yang dapat digunakan untuk mengukur rasio profitabilitas, salah satunya adalah earning per share (EPS). EPS merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan (laba) yang diperoleh investor atau pemegang saham atas per lembar sahamnya. Pengaruh financial leverage dikatakan menguntungkan apabila pendapatan yang dihasilkan dari penggunaan dana yang disertai beban tetap tersebut lebih besar dari beban tetapnya, 223 yang berarti bahwa perusahaan tersebut dapat membayar beban tetap serta memperoleh keuntungan dari penggunaan utang tersebut. Sehingga dari keuntungan tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi dapat meningkatkan harga saham sehingga EPS perusahaan tersebut akan meningkat. Namun sebaliknya financial leverage dikatakan merugikan apabila perusahaan tersebut tidak dapat memperoleh pendapatan dari penggunaan dana tersebut, sebanyak beban tetap yang harus dibayar, yang berarti bahwa perusahaan tersebut tidak dapat membayar beban tetap serta tidak memperoleh keuntungan dari penggunaan utang tersebut. Maka perusahaan harus memperhitungkan penggunaan financial leverage untuk membiayai aktiva perusahaan karena semakin tinggi financial leverage akan memperbesar keuntungan yang diperoleh sebab dana yang tersedia dapat mendukung meningkatnya kegiatan usaha, namun disisi lain tingkat risiko yang akan ditanggung perusahaan semakin tinggi karena jumlah beban tetap yang harus dipenuhi semakin besar. Sedangkan financial leverage yang rendah akan memiliki tingkat risiko yang rendah pula kerena jumlah bebab tetap yang harus dipenuhi kecil, namun jumlah keuntungan yang diperolehpun akan kecil. Kebijakan penggunaan utang (financial leverage) tersebut harus dapat disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan agar tidak ada dana yang terbuang sia-sia. Sehingga penggunaan dana dari utang tersebut dapat dimaksimalkan oleh perusahaan, dan pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaan maupun bagi para pemegang saham. 233 Peningkatan pendapatan yang diperoleh perusahaan dengan menggunakan financial leverage, secara otomatis akan dapat meningkatkan earning per share (EPS). Dengan meningkatnya EPS perusahaan akan dapat menarik perhatian para investor untuk membeli saham di perusahaan tersebut dan hal ini akan sangat menguntungkan bagi perusahaan. Untuk mengetahui pengaruh antara financial leverage dengan earning per share (EPS) maka diperlukan suatu paradigma penelitian. Paradigma penelitian dalam hal ini diartikan sebagai pola pikir yang menunjukkan hubungan antar variabel yang akan diteliti. Berdasarkan uraian di atas, maka paradigma dalam penelitian ini adalah: Financial Leverage Earning Per Share GAMBAR 2.1 PARADIGMA PENELITIAN 2.3 Hipotesis Hipotesis adalah perumusan sementara mengenai sesuatu hal yang masih harus dibuktikan kebenarannya. Berkaitan dengan hipotesis, Sugiyono (2004:51) menyatakan sebagai berikut: 243 “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan teori yang relevan, belum didasarkan pada faktafakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap perumusan masalah penelitian, belum jawaban empirik”. Pengertian lainnya menurut Mohammad Nazir (2005:151) yaitu: “Hipotesis tidak lain dari jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis menyatakan hubungan apa yang kita cari atau yang ingin kita pelajari”. Berdasarkan uraian-uraian diatas yang telah dibuat, peneliti mengemukakan hipotesis penelitian ini sebagai berikut: “Financial Leverage berpengaruh terhadap Earning Per Share (EPS).” 253