BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bayam (Amaranthus tricolor L.) dari sudut pandang manusia awam merupakan komoditas sederhana, dalam pengertian mudah didapat setiap saat, harga murah dan dapat diolah untuk makanan sederhana. Masing-masing jenis bayam mempunyai daerah sebar yang sangat luas karena mampu hidup di ekosistem yang beragam. Nilai nutrisi bayam sayur juga amat tinggi dengan kandungan protein, kalsium dan besi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran kubis dan selada (Sahat, 1996). Beberapa alasan tersebut mendasari fakta bahwa konsumsi bayam di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Konsumsi bayam untuk bahan makanan pada tahun 2007 sebesar 151,00 ton, pada tahun 2008 sebesar 158,34 ton dan pada tahun 2009 sebesar 168,00 ton (Anonim, 2012) dengan nilai impor sayuran tersebut sebesar 78,017 ton pada tahun 2007, 79,017 ton pada tahun 2008 dan 84,754 ton pada tahun 2009 (Budi, 2010). Berbeda halnya dengan akumulasi komoditas sayuran secara umum di Indonesia yang mengalami peningkatan, produksi bayam mengalami masalah penurunan produksi. Permintaan yang meningkat tidak diimbangi dengan peningkatan produksi komoditas bayam di Indonesia. luas lahan budidaya bayam yang semakin berkurang terutama di Pulau Jawa, perubahan iklim yang tidak kondusif dan buruknya kualitas produk yang dihasilkan petani menjadi alasan terhambatnya produksi komoditas sayuran bayam (Rosliani, 2005). Menurut 1 Bardosono (2014), produksi bayam di Indonesia dari tahun 2009 hingga tahun 2012 mengalami penurunan. Produksi bayam di Indonesia tahun 2009, 2010, 2011 dan 2012 berturut-turut adalah 173,750 ton, 152,334 ton, 160,513 ton dan 155,070 ton. Ada penurunan sebesar 10,75% jika dibandingkan antara produksi tahun 2012 dengan produksi empat tahun yang lalu yaitu tahun 2009. Hal ini menunjukan perlu adanya peningkatan produksi bayam agar dapat mencukupi kebutuhan masyarakat setiap tahunnya dengan salah satu upayanya yaitu menerapkan teknologi di bidang pertanian pada budidaya bayam. Seiring dengan perkembangan teknologi, sayuran telah dibudidayakan secara hidroponik. Hidroponik adalah metode penanaman tanaman tanpa menggunakan media tumbuh dari tanah yang secara harafiah berarti penanaman dalam air yang mengandung campuran hara agar potensi maksimum tanaman untuk berproduksi dapat tercapai dengan cara mengoptimalkan pertumbuhan perakaran tanaman. Hal ini akan menghasilkan pertumbuhan tunas atau bagian atas yang sangat tinggi sehingga tanaman akan tumbuh dengan optimal (Rosliani, 2005). Budidaya tanaman secara hidroponik memiliki beberapa keuntungan yaitu pertumbuhan tanaman dapat di kontrol, tanaman dapat berproduksi dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi, tanaman jarang terserang hama penyakit karena terlindungi, pemberian air irigasi dan larutan hara lebih efisien, dapat diusahakan terus menerus tanpa tergantung oleh musim, dan dapat diterapkan pada lahan yang sempit (Harris, 1988 dalam Susila, 2013). Alasan inilah mengapa hidroponik dapat menjadi salah satu teknik budidaya yang cocok untuk tanaman bayam. 2 Penerapan teknologi selanjutnya adalah penggunaan greenhouse pada budidaya tanaman. Secara umum greenhouse dapat didefinisikan sebagai konstruksi bangunan dengan penutup transparan untuk produksi tanaman dengan tujuan mengoptimalkan transmisi cahaya, mengatur kondisi di dalam ruangan dan melindungi tanaman dari pengaruh iklim yang tidak kondusif (Jones, 2005). Erat kaitannya dengan metode hidroponik, greenhouse merupakan tempat yang ideal untuk budidaya sayuran seperti bayam secara hidroponik. Pada budidaya tanaman secara hidroponik di dalam greenhouse, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain nutrisi dan cahaya. Pada metode hidroponik, tidak dibutuhkan media tanah dalam melakukannya sehingga ketersediaan nutrisi yang dilarutkan dalam air perlu dijaga namun dengan takaran yang seimbang. Kekurangan nutrisi akan menyebabkan tanaman tumbuh tidak optimal sedangkan kelebihan nutrisi akan berbahaya bagi tanaman itu sendiri karena dapat meracuni tanaman (Jones, 2005). Pada tanaman, cahaya merupakan prasyarat pertumbuhan tanaman. Materi tanaman diproduksi oleh proses fotosintesis, yang terjadi hanya ketika cahaya yang diserap oleh klorofil di bagian hijau tanaman, terutama di daun. Dalam proses fotosintesis, energi cahaya digunakan dalam membentuk karbondioksida dan air untuk menghasilkan karbohidrat. Karbohidrat ini yang akan digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman maupun pembentukan buah sehingga jika tumbuhan kekurangan cahaya maka akan kesulitan dalam menghasilkan buah (Papadopoulos, 1991). 3 Melihat keuntungan dari budidaya secara hidroponik, metode ini bukanlah tanpa kelemahan. Jensen (1981 dalam Jones, 2005) menyebutkan bahwa hidroponik membutuhkan biaya yang besar per luas tanamnya, membutuhkan sumber daya manusia yang mengetahui cara budidaya tanaman dan jumlah nutrisi yang harus diberikan, persyaratan kondisi petumbuhan setiap tanaman akan berbeda yang membutuhkan penelitian dan pengembangan, dan reaksi tanaman terhadap nutrisi yang diberikan sangat cepat sehingga harus dilakukan pengamatan setiap hari. Kelemahan-kelemahan tersebut dapat diantisipasi dengan perencanaan yang baik dalam pembuatan sarana hidroponik di dalam greenhouse berdasarkan jenis tanaman yang akan ditanam sehingga tujuan pembuatan greenhouse yaitu mengoptimalkan pertumbuhan tanaman untuk memaksimalkan profit dapat tercapai (Aldrich, 1994). Pada kenyataannya, belum ada informasi yang terkait pertumbuhan bayam harian secara hidroponik pada bangunan greenhouse secara detail. Ditambah lagi jika ditinjau dari segi kondisi cahaya dan ketersediaan nutrisinya. Hal ini akan menyulitkan bagi para praktisi dalam merencanakan waktu tanam, waktu panen, perencanaan biaya produksi, besarnya intensitas cahaya yang digunakan dan kadar nutrisi yang akan diberikan. Warna digunakan menjadi indikator pertumbuhan tanaman misalnya penggunaan indeks warna daun padi untuk mendeteksi umur tanaman padi (Nasir, 2013) atau sebagai sarana dalam mengukur angka kecukupan nutrisi N pada tanaman jagung (Suwardi dan Efendi, 2009). Warna pada bahan makanan biasanya diukur dalam unit L*a*b* yang merupakan standar internasional pengukuran warna dari CIE (Commission Internationale d'Eclairage). Penerangan 4 atau Lightness (L*) berkisar antara 0 dan 100 sedangkan parameter kromatik (a*, b*) berkisar antara -120 and 120 (Gokmen dkk., 2007). Penelitian ini mencoba untuk mengkaji pengaruh nutrisi dan cahaya buatan pada warna daun tanaman bayam cabut (Amaranthus tricolorL.) secara hidroponik di dalam greenhouse. Model warna yang digunakan adalah model warna L*a*b* karena merupakan standar internasional nilai warna untuk bahan makanan yang dalam hal ini berlaku juga untuk produk pertanian pada umumnya. 1.2 Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Model warna yang digunakan untuk mengukur tingkat kehijauan daun adalah model warna L*a*b* dan dikhususkan pada tanaman bayam cabut (Amaranthus Tricolor L.) mulai dari pemindahan bibit sampai masa panen selama 20 hari. 2. Penelitian dilakukan pada bangunan greenhouse dengan asumsi nutrisi hanya berasal dari nutrisi yang diberikan dan cahaya hanya berasal dari cahaya buatan (lampu TL). Bila ada nutrisi atau cahaya diluar dari nutrisi dan cahaya yang diberikan dianggap tidak ada dan tidak mempengaruhi hasil penelitian. 1.3 Rumusan Masalah Warna daun merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman berdasarkan perlakuan yang diberikan. Maka perubahan warna daun yang dinilai 5 dengan model warna L*a*b dapat menjelaskan adanya pengaruh antara perlakuan variasi nutrisi dan cahaya buatan terhadap warna daun tanaman bayam cabut yang ditanam secara hidroponik di dalam greenhouse. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi nutrisi dan cahaya buatan terhadap perubahan warna daun yang dinilai dengan model warna L*a*b pada tanaman bayam cabut (Amaranthus tricolor L.) secara hidroponik di dalam greenhouse. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini nantinya akan menjadi sumber informasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman bayam berdasarkan perlakuan yang diberikan. Diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat dilakukan perencanaan dalam menentukan jumlah nutrisi dan pencahayaan buatan yang harus diberikan sehingga mengoptimalkan proses produksi komoditas bayam dan meningkatkan keuntungan budidaya bayam cabut secara hidroponik di dalam greenhouse. 6