1 PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan kanker yang paling banyak ditemukan pada wanita setelah kanker leher rahim. Pada Tahun 2005 The American Cancer Society menyebutkan bahwa 3% kasus kematian wanita di Amerika Serikat disebabkan oleh kanker payudara. Sementara hasil perhitungan ekstrapolasi statistik didasarkan pada data penderita kanker payudara di Amerika, Kanada, dan Australia menunjukkan angka prevalensi penderita kanker payudara di Indonesia sebesar 876665 (Kusminarto 2006). Tjidarbumi (2002) menyebutkan bahwa penderita kanker payudara di Indonesia sebanyak 12.10%, terbanyak kedua setelah kanker leher rahim (19.18%). Upaya pengobatan kanker secara konvensional baik berupa operasi, radioterapi, maupun kemoterapi membutuhkan biaya yang sangat besar dan menimbulkan efek samping bagi kesehatan. Oleh karena itu saat ini banyak dilakukan penelitian untuk mencari obat antikanker dari bahan alam yang diharapkan lebih efektif dan aman. Penelitian terdahulu telah berhasil dilakukan isolasi senyawa bioaktif dari biji mahoni (Swietenia mahagoni) yang diduga berpotensi sebagai senyawa obat dengan nilai konsentrasi letal 50 (LC50) sebesar 17,7 ppm (Sianturi 2001). Putri (2004) melaporkan bahwa fraksi aktif biji mahoni dapat menghambat pertumbuhan Sacharomyces cerevisiae sebagai uji awal terhadap senyawa antikanker. Beranjak dari penelitian sebelumnya maka penelitian ini bertujuan untuk menentukan sitotoksisitas dari fraksi biji mahoni pada sel kanker payudara T47D. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bahwa senyawa bioaktif yang terkandung dalam biji mahoni berpotensi sebagai antikanker. TINJAUAN PUSTAKA Swietenia mahagoni Swietenia mahagoni atau mahoni berdaun kecil merupakan tanaman tropis yang termasuk famili Meliaceae. Di Indonesia terdapat tiga spesies pohon mahoni, yaitu S. macrophylla (mahoni berdaun lebar), S. mahagoni (mahoni berdaun kecil), dan Swietenia sp. Berdasarkan klasifikasi tumbuhan mahoni berdaun kecil termasuk dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dikotiledonae, ordo Rutales, famili Meliaceae, subfamili Swietenidae, genus Swietenia, dan spesies: Swietenia mahagoni (Heyne 1950). Biji mahoni (Gambar 1) biasanya dimanfaatkan untuk mengobati berbagai penyakit, di antaranya demam, susah tidur, tekanan darah tinggi, eksim, kencing manis, dan disentri, serta dapat menambah nafsu makan (Syamsuhidayat & Hutapea 1991). Selain itu biji mahoni juga berkhasiat sebagai obat malaria, anemia, dan diare. Gambar 1 Buah dan biji S. Mahagoni Penelitian pada batang mahoni yang diekstraksi dengan etanol terbukti sebagai antimalaria Plasmodium falciparum, klon D6 dan W2 yang diuji secara in vitro (McKinon et al. 1997). Ekstrak heksan kulit batang mahoni mengandung triterpenoid dan menunjukkan nilai LC50 dengan uji BSLT (brine shrimp lethality test) sebesar 3.73 µg/ml, sehingga spesies ini sangat berpotensi sebagai obat (Sukardiman 2000). Penelitian pada biji mahoni terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escheria coli dan bakteri subtilis (Hartati 2002). Shahidur et al. (2009) melaporkan bahwa ekstrak metanol biji Swietenia mahagoni mengandung dua jenis senyawa yang disebut limonoid, yaitu swietenolid dan 2­hidroksi­3­O­tigloilswietenolide dan memi­liki aktifitas sebagai antibakteri. Kandungan senyawa kimia biji mahoni di antaranya flavonoid, saponin, alkaloid, steroid/triterpenoid, dan tanin (Syamsuhidayat dan Hutapea 1991; Sianturi 2001; Haryanti 2002; Putri 2004). Kanker Payudara Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang paling sering ditemui di dunia terutama pada wanita. Diperkirakan 2 pada tahun 2009 di Amerika Serikat terdapat 192370 kasus baru kanker payudara pada wanita dan 1910 kasus baru pada pria (National Cancer Institut 2009). Kanker payudara adalah kanker yang terjadi pada jaringan payudara, biasanya pada duktus (saluran yang mengalirkan susu ke puting) dan lobulus (kelenjar yang menghasilkan air susu) (National Cancer Institut 2009). Kanker payudara ditandai dengan benjolan, perubahan ukuran, kulit yang kemerahan, keberadaan aleora (lingkaran hitam di sekitar puting susu), ruam, pengencangan atau pelonggaran payudara, dan rasa sakit di daerah payudara (Tjidarbumi 1986). Beberapa faktor yang berperan memicu timbulnya kanker di antaranya ialah gen p53, gen BRCA1 dan gen BRCA2 (Hahn & Payne 2003; Jerry 2007), hormon estrogen yang abnormal, onkogen (gen pemicu pembelahan sel secara berlebih), hilangnya gen supresor untuk tumor, dan keberadaan bahan karsinogen (Warren et al. 2002; Lewis 2003). Selain itu riwayat keluarga penderita kanker payudara, kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun, menstruasi dini atau menopause yang terlambat, konsumsi lemak jenuh, dan penumpukan lemak berlebih (di paha dan pinggul) juga dapat meningkatkan risiko terkena kanker payudara (Hahn & Payne 2003). Pengobatan kanker dapat dibagi menjadi tiga, yaitu operasi, radiasi, dan terapi pendamping. Terapi pendamping dapat dibagi menjadi terapi hormonal, kemoterapi, dan imunoterapi (Hahn & Payne 2003). Uji Antikanker Antikanker adalah agen yang memiliki sifat sitostatik (dapat menghambat pertumbuhan sel kanker) dan atau sitosidal (dapat mematikan sel kanker) (Boik 1996). Beberapa metabolit sekunder memiliki aktivitas sebagai agen antikanker. Oleh karena itu, akhir­akhir ini banyak dikembangkan penelitian untuk mencari senyawa metabolit sekunder yang memiliki bioaktivitas sebagai senyawa antikanker yang kemudian akan dikembangkan dalam kemoterapi untuk pengobatan kanker. Untuk mengetahui suatu senyawa merupakan agen antikanker dari tanaman obat, National Cancer Institute (NCI) Amerika Serikat, menentukan prosedur screening, yaitu preparasi, prescreen, screen, monitoring, secondary testing, dan clinical trials. Preparasi yang dilakukan adalah berupa pengumpulan tanaman dan ekstraksi. Prescreen test dilakukan dengan uji in vitro atau in vivo secara sederhana untuk mengidentifikasi ekstrak yang berpotensi antikanker. Ekstrak yang aktif kemudian di­screening melawan sel yang lebih banyak secara in vivo. Ekstrak yang berhasil di­screening akan dilakukan tahap monitoring, yaitu difraksinasi untuk memperoleh senyawa aktif yang murni. Senyawa yang murni ini kemudian diuji secara in vivo. Senyawa yang berhasil menunjukkan aktivitas antikaker ini dilakukan secondary testing untuk menentukan apakah senyawa tersebut dapat digunakan untuk clinical trials. Menurut Hidayat (2002), pencarian bahan bioaktif yang mempunyai aktivitas antikanker dapat dilakukan dengan beberapa metode berikut: (i) uji kematian larva udang laut atau BSLT, (ii) uji hambat tumor pada lempeng kentang (potato disc crown gall tumor inhibition assay), (iii) uji proliferasi kuncup lemna (lemna frond proliferation assay), (iv) Uji sitotoksik in vitro dan in vivo. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah biji mahoni yang diambil dari Kebun Raya Purwodadi, Jawa Timur dan telah diidentifikasi oleh UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (Lampiran 1), lempeng kromatografi lapis tipis (KLT) F 254, silika G 60, larva udang Artemia salina, tween 80, air laut, media RPMI (rosewell park memorial institute) 1640, penisilin­sterptomisin (Gibco), FBS (fetal bovin serum), Cisplatin (Kalbe farma), MTT (3­[4,5­dimetiltiazol­2­il]­2,5­difeniltetrazoli um bromida), dimetil sulfoksida (DMSO), dan sodium dodesil sulfat (SDS). Alat­alat yang digunakan adalah alat­alat kaca, tabung cryo (Corning), sumuran (96 well plate), laminar (Airstream) ESCO Class II BSC, inkubator CO2 (Memmert), mikroskop cahaya inverted (Zeiss) Axiovert 40 CFL, ELISA reader (thermo electron corporation) Mustikan Ascent, dan