5 BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses

advertisement
BAB II
DASAR TEORI
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri,
khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan
untuk mengatasi permasalahan dari metode yang sudah ada sebelumnya. Salah
satu metode pengelasan yang sedang dikembangkan adalah las isi atau plug
welding. Penelitian tentang plug weld dilakukan oleh Tsuruta dkk (1952),
penelitian ini mengkaji tentang teknik pengelasan plug weld pada lembaran baja
karbon. Teknik pengelasan plug weld juga dijelaskan oleh Martin (2007) yaitu
proses pengelasan dimulai dengan proses pengeboran salah satu plat yang akan
disambung dengan diameter 7,5-10 mm atau lebih besar lagi tergantung jenis
material dan ketebalannya. Kemudian plat yang akan disambung disusun
membentuk lap joint dan dilanjutkan dengan proses pengelasan pada lubanglubang yang telah dibuat, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.1. Menurut Martin
(2007) parameter geometri las plug welding yang dominan adalah diameter lubang
bor awal yang besarnya tergantung dari tebal material yang dilas.
Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)
Plug welding dilakukan dengan pengelasan MIG atau GMAW, karena
dalam proses ini diperlukan filler untuk mengisi lubang yang telah dibuat. Las
MIG merupakan las busur gas yang menggunakan kawat las sekaligus sebagai
elektroda. Elektroda tersebut berupa gulungan kawat yang gerakannya diatur oleh
motor listrik. Las ini menggunakan gas argon dan helium sebagai pelindung busur
dan logam yang mencair dari pengaruh atmosfir. Namun sekarang telah banyak
5
6
penelitian tentang pengaruh komposisi gas pelindung, dengan mencampur argon
dengan gas lain (Yusim dan Triwikantoro, 2011).
Ebrahimnia, dkk (2009) telah melakukan penelitian tentang pengaruh
komposisi gas pelindung. Penelitian ini menggunakan logam induk baja ST 37-2
dengan tebal 4,5 mm dan variasi komposisi gas pelindung 97,5% Ar+2,5% CO2,
90% Ar+10% CO2, 82% Ar+18% CO2, dan 75% Ar+25% CO2. Gambar 2.2
menunjukkan jumlah inklusi dari hasil penelitian, di gambar tersebut ditunjukkan
bahwa dengan meningkatnya jumlah karbon dioksida maka jumlah inklusi dan
porositas semakin berkurang.
Gambar 2.2. Perbandingan jumlah inklusi pada (a) 97,5% Ar+2,5% CO2, (b) 90%
Ar+10% CO2, (c) 82% Ar+18% CO2, dan (d) 75% Ar+25% CO2
( Ebrahimnia dkk, 2009 ).
Selain itu juga didapatkan hasil bahwa ketangguhan meningkat kemudian
cenderung konstan seiring dengan bertambahnya jumlah karbon dioksida. Nilai
kekerasan tertinggi didapat dari sampel dengan gas pelindung argon murni.
Penelitian lain juga pernah dilakukan dengan oleh Gülenç, dkk (2005) tentang
efek hydrogen pada argon sebagai gas pelindung. Penelitian ini menggunakan baja
tahan karat 304L dengan pengelasan MIG dan variasi gas pelindung argon murni,
1,5% H+98,5% Ar dan 5% H+95% Ar. Dari hasil penelitian disebutkan bahwa
terjadi peningkatan kekuatan tarik dan ketangguhan dengan ditambahkannya
hydrogen dalam gas pelindung, namun kekerasan tertinggi didapatkan pada lasan
7
dengan gas pelindung argon murni. Peningkatan kadar hydrogen juga
mengakibatkan ukuran butir menjadi lebih besar dan meningkatnya kedalaman
penetrasi (Gulenc dkk, 2005).
Parameter lain yang berpengaruh dalam pengelasan MIG adalah arus
pengelasan. Penelitian tentang pengaruh arus pengelasan dan gas pelindung
pernah dilakukan oleh Suyono, dkk (2011) terhadap kekuatan tarik dan impact
baja karbon medium fasa ganda. Arus pengelasan yang digunakan 80A, 100A,
120A dan campuran gas pelindung Argon - CO2 (0 - 100%), (100% - 0) dan (50%
- 50%). Hasil penelitian pada Gambar 2.3 menunjukkan bahwa semakin besar arus
pengelasan yang digunakan maka kekuatan tarik dan kekuatan impact meningkat.
(a)
(b)
Gambar 2.3. Pengaruh arus pengelasan terhadap (a) kekuatan tarik dan (b)
kekuatan impact (Suyono dkk, 2011).
2.2
DASAR TEORI
2.2.1. GMAW (Gas Metal Arc Welding)
Pengelasan GMAW merupakan proses penyambungan dua material logam
atau lebih menjadi satu melalui proses pencairan setempat, dengan menggunakan
elektroda gulungan (filler metal) yang sama dengan logam dasarnya dan
menggunakan gas pelindung. Sebagai pelindung oksidasi dipakai gas pelindung
yang berupa gas mulia yaitu 97% Argon untuk plat tipis dan 100% Helium untuk
plat tebal (Yusim dan Triwikantoro, 2011). Pada proses pengelasan GMAW,
panas dihasilkan oleh busur las yang terbentuk di antara elektroda kawat dengan
benda kerja. Selama proses pengelasan, elektroda akan meleleh kemudian menjadi
8
deposit logam las dan membentuk butiran las, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.4. Gas pelindung digunakan untuk mencegah terjadinya oksidasi dan
melindungi hasil las selama masa pembekuan.
Gambar 2.4. Skema pengelasan GMAW (Daryus, 2008)
Sistem pembangkit tenaga pada mesin GMAW pada prinsipnya adalah
sama dengan mesin SMAW yang dibagi dalam 2 golongan, yaitu : Mesin las arus
bolak balik (Alternating Current / AC Welding Machine) dan Mesin las arus
searah (Direct Current/DC Welding Machine). Sesuai dengan tuntutan pekerjaan
dan jenis bahan yang di las yang kebanyakan adalah jenis baja, maka secara luas
proses pengelasan dengan GMAW adalah menggunakan mesin las DC. Rangkaian
perlengkapan mesin las dapat dilihat pada Gambar 2.5 .
Pengelasan dengan GMAW memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
1. Konsentrasi busur yang tinggi, sehingga memudahkan pengelasan.
2. Sangat efisien dan proses pengerjaan cepat.
3. Terak yang terbentuk cukup banyak.
4. Ketangguhan dan elastisitas, kekedapan udara, ketidakpekaan terhadap retak
dan sifat-sifat lainnya lebih baik daripada yang dihasilkan dengan cara
pengelasan yang lain.
9
Gambar 2.5. Peralatan Las GMAW (Hadisaputra, 2015)
2.2.1.1. Plug welding
Plug welding adalah salah satu metode penyambungan plat pada
sambungan lap joint. Proses pengelasan dimulai dengan proses pengeboran salah
satu plat yang akan disambung dengan diameter 7,5-10 mm atau lebih besar lagi
tergantung jenis material dan ketebalannya. Kemudian plat yang akan disambung
disusun membentuk lap joint dan dilanjutkan dengan proses pengelasan pada
lubang-lubang yang telah dibuat (Martin, 2007).
2.2.1.2. Gas Pelindung
Gas pelindung (Shielding Gas) adalah suatu gas yang berfungsi
melindungi cairan logam las (bahan logam pengisi maupun logam induk) dari
udara lingkungan sekitarnya untuk mencegah terjadinya proses oksidasi antara
logam las dengan udara luar. Pada suhu tinggi oksigen bereaksi dengan logam las
menjadi oksida metal. Oksigen juga bereaksi dengan karbon di dalam cairan
logam las menjadi CO (karbon monoksida) dan CO2 (karbon dioksida). Prosesproses bereaksinya cairan logam las dengan udara luar sekitarnya juga dapat
menghasilkan berbagai macam cacat las, oleh karena itu unsur-unsur oksigen
maupun nitrogen harus dijauhkan dari cairan logam las. Di samping fungsi nya
melindungi logam las dari kontaminasi udara luar, gas lindung juga berfungsi
untuk mempengaruhi sifat busur, moda transfer metal, penetrasi, profil jalur las,
10
kecepatan las, sebagai pembersih, dan sifat mekanis bahan las (Wiryosumarto dan
Okumura, 2000).
Secara umum gas yang digunakan yaitu argon dan helium, namun
sekarang CO2 juga dapat dipakai. Penambahan gas CO2 ke dalam gas argon akan
menaikkan besarnya arus listrik. Selain itu, gas CO2 juga mempengaruhi
kedalaman penetrasi. Bila gas ini dicampurkan ke dalam gas argon, maka
penetrasi pada tempat busur berkurang tetapi penetrasi di sekitarnya semakin
dalam. Apabila gas CO2 murni yang digunakan sebagai gas pelindung maka
penetrasinya pada seluruh daerah busur menjadi dalam, seperti yang ditunjukkan
pada gambar 2.6.
Gambar 2.6. Pengaruh gas pelindung pada penetrasi
(Wiryosumarto dan Okumura, 2000)
2.2.2. Baja tahan karat
Baja tahan karat termasuk dalam baja paduan tinggi yang tahan terhadap
korosi, suhu tinggi dan suhu rendah. Disamping itu juga mempunyai ketangguhan
dan sifat mampu potong yang cukup. Karena sifatnya, maka baja ini banyak
digunakan dalam reaktor atom, turbin, mesin jet, pesawat terbang, alat rumah
tangga dan lain-lainnya. Secara garis besar baja tahan karat dapat dikelompokkan
dalam tiga jenis, yaitu austenitik, martensitik dan ferritik.
2.2.2.1. Baja Tahan Karat Austenitik
Baja tahan karat austenitik merupakan baja tahan karat yang paling banyak
digunakan dalam dunia industri. Hal tersebut dikarenakan baja tahan karat jenis
ini memiliki sifat antara lain ketanggguhan baik, tidak bersifat magnet, kekuatan
dan keuletan tinggi dan mampu lasnya. Baja tahan karat ini mengandung unsur
paduan utama Cr dan Ni yang tinggi dengan kadar 16%-26%, nikel sampai 35%
11
dan karbon sampai 0,25%. Pada umumnya memiliki struktur fase tunggal.
Struktur ini selama pengelasan dapat membentuk kristal ferit di dalam weld metal
dan HAZ. Pembentukan ferit ini mempunyai keuntungan, yaitu mencegah
terjadinya hot cracking, sedangkan kerugiannya yaitu ketahanan korosinya akan
berkurang, terutama yang mengandung alloy Molybdenum (Mo).
Baja tahan karat austenitik memiliki beberapa karakter yang perlu
diperhatikan. Baja tahan karat memiliki tahanan listrik yang tinggi sehingga arus
yang diperlukan juga sedikit (penyetelan panas yang lebih rendah). Logam ini
memiliki konduktivitas termal yang rendah, sehingga panas yang
dihasilkan
dapat terkonsentrasi pada satu daerah yang sempit. Akan tetapi, logam ini
memiliki koefisien ekspansi termal yang besar sehingga perlu diperhatikan untuk
masalah distorsi dan lengkungan akibat desakan pada sambungan.
Baja tahan karat austenitik yang mengandung sekitar 0,1% C atau
lebih, peka terhadap terjadinya korosi batas butir pada HAZ, inilah yang
disebut weld decay. Weld decay pada baja tahan karat austenitik tidak stabil
terjadi karena presipitasi karbida krom pada batas butir, yang disebut
sensitisasi. Weld decay pada baja tahan karat austenitik dapat dicegah dengan:
a. Post weld heat treatment : yaitu dengan memanaskan lasan hingga
temperatur
dimana senyawa karbida larut kembali ke austenit lalu
dilanjutkan pendinginan cepat. Temperatur dimana terjadi pelarutan
kembali senyawa karbida berkisar 1000-1050oC.
b. Pengurangan kadar karbon.
c. Penambahan pembentuk karbida yang kuat. Elemen seperti Titanium
dan Niobium mempunyai afinitas yang kuat untuk karbon sehingga
pembentukan karbida lebih kuat daripada krom.
2.2.2.2. Baja Tahan Karat Martensitik
Baja tahan karat martensitik merupakan baja tahan karat dengan
kandungan Cr 11,5%-18%, nikel sampai 4% dan karbon sampai 1,2%. Baja tahan
karat ini memiliki sifat antara lain mampu keras yang baik, bersifat magnet dan
memiliki ketangguhan cukup tinggi. Saat pengelasan, akan cenderung terbentuk
struktur martensit yang keras dan getas di daerah HAZ sehingga menyebabkan
baja tahan karat ini memiliki kekurangan pada sifat mampu lasnya. Proses
12
perlakuan panas, atau heat treatment diterapkan dengan cara memanaskan baja
sampai temperatut austenit, kemudian didinginkan dengan cepat ke dalam media
air. Selama proses pendinginan, austenit akan bertransformasi menjadi martensit.
Fasa martensit ini, membuat baja tahan karat menjadi sangat rapuh, untuk itu agar
dapat memperoleh keuletan dilakukan proses pemanasan temper. Contoh baja
tahan karat jenis ini adalah AISI 403, 410, 420, 440A.
2.2.2.3. Baja Tahan Karat Feritik
Baja tahan karat feritik merupakan baja tahan karat dengan kandungan Cr
14% - 27% dan mengandung karbon 0,35%. Baja jenis ini memiliki sifat magnet
dan kurang ulet. Pemanasan di atas suhu kritis akan merubah struktur mikro
menjadi
austenit.
Jika
baja
ini
mengalami pemanasan
akan
terjadi
pertumbuhan butir yang luar biasa. Pendinginan yang cepat juga akan
membentuk formasi martensit. Contoh baja tahan karat feritik adalah baja AISI
405, 430 dan 446.
Dalam proses pengelasan baja tahan karat feritik akan mengalami
pengkasaran butir sehingga ketangguhan dan keuletannya menurun. Presipitasi
karbida
juga
terjadi
sehingga ketahanan korosinya akan menurun. Untuk
mendapatkan hasil las yang baik diperlukan pemanasan mula
dengan
suhu
100ºC sampai 120ºC. Masukan panas yang tinggi selama pengelasan akan
menurunkan keuletan dari baja ini. Untuk menghilangkan presipitasi karbida di
daerah HAZ dan mengurangi tegangan sisa maka diperlukan proses perlakuan
panas setelah pengelasan (post-weld heat treatment). Suhu pemanasan berkisar
pada 780ºC sampai 850ºC dengan waktu tahan 30 menit sampai 60 menit.
Perlakuan panas tersebut akan mengembalikan sifat baja jenis ini sehingga
keuletan, ketangguhan dan ketahanan korosi di daerah HAZ tidak banyak
berkurang.
Download