BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Flu Burung 1. Pengertian Flu Burung

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Flu Burung
1. Pengertian
Flu Burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza
yang menyerang burung/unggas/ayam. Salah satu tipe yang perlu di
waspadai adalah yang disebabkan oleh virus influenza dengan kode
genetik H5N1 (H= Haemagglutinin, N= Neuramidase) yang selain dapat
menular dari burung ke burung ternyata dapat pula menular dari burung ke
manusia (Iwandarmansjah, 2007)
2. Penyebab
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A . Virus influenza
termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubahubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat menyebabkan epidemic dan
pandemic. Virus influenza tipe A terdiri dari Hemaglutinin (H) dan
Neuramidse (N), kedua huruf ini digunakan sebagai identifikasi kode
subtype flu burung yang banyak jenisnya. Pada manusia hanya terdapat
jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada
binatang H1-H5 dan N1-N9.
Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah
dari subtype A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4
hari pada suhu 22o C dan lebih dari 30 hari pada 0o C. Virus akan mati
8
9
pada pemanasan 60o C selama 30 menit atau 56o C selama 3 jam dan
dengan detergent, desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang
mengandung iodine (Iwandarmansjah, 2007)
3. Gejala
Menurut Atmawinata (2006), gejala penyakit flu burung dapat dibedakan
menjadi dua yaitu gejala pada unggas dan gejala pada manusia.
a. Gejala pada unggas.
1) Pembengkakan pada kepala
2) Ada cairan yang keluar dari hidung dan mata
3) Diare
4) Batuk, bersin, dan ngorok
5) Pendarahan dibawah kulit (sub kutan)
6) Pendarahan titik (ptechie) pada ayam
7) Jengger, dan kulit yang tidak ditumbuhi bulu berwarna biru
keunguan
8) Borok di kaki
9) Kematian mendadak
b. Gejala pada manusia.
1) Demam (suhu badan diatas 38o C)
2) Batuk, sesak napas, dan mengeluarkan lendir bening dari hidung
3) Sakit tenggorokan
4) Hilang nafsu makan
5) Diare dan muntah-muntah
10
6) Peradangan di paru-paru (pneumonia)
7) Kematian dengan cepat jika tidak segera diatasi.
4. Masa Inkubasi.
Menurut Iwandarmansjah (2007), masa inkubasi pada flu burung ini dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Masa inkubasi pada unggas : 1 minggu
b. Masa inkubasi pada manusia : 1-3 hari, Masa infeksi 1 hari
sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada anak sampai
21 hari.
5. Penularan
Menurut Atmawinata (2006), cara penularan virus flu burung ini dengan
cara :
a. Cara penularan dari unggas ke unggas.
1) Kontak langsung unggas yang terinfeksi flu burung dengan
unggas yang peka.
2) Melalui feses (kotoran) unggas yang terserang flu burung.
3) Melalui lendir yang keluar dari hidung dan mata.
4) Melalui udara.
5) Melalui perdagangan unggas.
6) Melalui makanan dan minum yang terkontaminasi.
b. Cara penularan flu burung dari hewan ke manusia.
Penularan dari unggas ke manusia juga dapat terjadi jika manusia telah
menghirup udara yang mengandung virus flu burung atau kontak
11
langsung dengan unggas yang terinfeksi flu burung.
6. Diagnosis flu burung
Menurut Yuliarti (2006), diagnosis flu burung meliputi :
a. Rapid Test
Alat ini berbentuk kotak plastik kecil yang didalamnya terdapat kertas
putih dengan kode C (control) dan T (Test) yang sudah ditetesi
antibodi virus flu burung yang berperanan mendeteksi antigen virus.
Jika unggas terkena flu burung, antigen virus pada unggas terikat
dengan antibodi yang ada dalam kertas, sehingga akan memunculkan
dua garis vertikal pada area C dan T. Keuntungan metode ini adalah
kecepatannya karena kita langsung dapat mengetahui hasilnya.
b. HI (Hemaglutinasi Inhibisi)
Alat ini untuk melihat antibodi terhadap Hemaglutinin (H). Uji ini
lebih sensitif dari pada rapid test dan cukup murah, meskipun
membutuhkan waktu lebih lama (sekitar 3 hari).
c. AGP (Agar Gel Presipitation)
Alat ini untuk melihat antibodi terhadap Neuraminidase (N).
d. VN (Virus Netralisasi)
Alat ini untuk mengetahui pembentukan antibodi.
e. Isolasi Virus
f. PCR (Polimerase Chain Reaction)
Alat ini untuk memastikan adanya virus Influenza A subtipe H5N1.
Metode ini masih jarang digunakan pada hewan. Uji ini sebenarnya
12
sensitif dan akurasinya tinggi, tetapi mungkin karena membutuhkan
biaya mahal, sehingga masih jarang dipergunakan.
Pada manusia, selain pemeriksaan laboratorium diatas, ada pula
pemeriksaan laboratorium yang meliputi :
1) Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan Hb, hitung jenis
leukosit, hitung total leukosit, trombosit, laju endap darah, albumin,
globulin, SGPT, SGOT, ureum, kreatinin, serta analisa gas darah.
2) Pasien pemeriksaan mikrobiologi meliputi Rapid test, ELISA, dan
pemeriksaan antigen (HI, IF/FA).
3) Foto Toraks.
7. Pencegahan
Menurut Iwandarmansjah (2007), pencegahan flu burung dapat dibedakan
menjadi dua yaitu :
a. Pada Unggas:
1) Pemusnahan unggas / burung yang terinfeksi flu burung
2) Vaksinasi pada unggas yang sehat
b. Pada Manusia :
1. Kelompok berisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang)
a) Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja.
b) Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang
terinfeksi flu burung.
c) Menggunakan alat pelindung diri, misalnya dengan : masker dan
pakaian kerja.
13
d) Meninggalkan pakaian kerja di tempat kerja.
e) Membersihkan kotoran unggas setiap hari.
2. Masyarakat umum
2) Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi
dan istirahat cukup.
3) Mengolah unggas dengan cara yang benar, Yaitu :
1) Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala
penyakit pada tubuhnya).
2) Memasak daging ayam sampai dengan suhu kurang lebih
80o C selama 1 menit dan pada telur sampai dengan suhu
kurang lebih 64o C selama 4,5 menit.
8. Pengobatan
Menurut Yuliarti (2006), pengobatan bagi penderita flu burung meliputi :
a. Pasien dirawat dalam ruang isolasi selama kurang lebih 7 hari untuk
menghindari penularan lewat udara. Meskipun sampai saat ini belum ada
bukti kuat bahwa flu burung dapat menular dari manusia ke manusia,
tetapi kita tetap harus mewaspadai penyebaran virus flu burung dan
kemungkinan virus melakukan mutasi maupun “perkawinan” dengan
virus flu burung subtipe lain dan dapat menular antar manusia.
b. Pemberian oksigen bila terdapat sesak nafas yang mengarah kepada
gagal nafas.
c. Hidrasi dengan pemberian cairan parenteral (infus).
d. Pengobatan terhadap gejala flu seperti pemberian penurun panas dan
14
penghilang pusing, dekongestan, dan antitusif.
e. Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 7 hari.
f. Pemberian obat Amantadin diberikan pada awal infeksi, sedapat
mungkin dalam waktu 48 jam pertama selama 3-5 hari dengan dosis 5
mg/kg BB perhari dibagi dalam 2 dosis. Bila berat badan lebih dari 45
kg diberikan 100 mg 2 kali sehari.
B. Perilaku
1. Pengertian
Perilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu
sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan,
berbicara, bekerja, menulis, dan membaca dan sebagainya. Menurut
Sarwono (1993), perilaku adalah segala bentuk pengalaman dan interaksi
individu dengan lingkungan, khususnya yang menyangkut pengetahuan
dan sikap tentang kesehatan. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003)
perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh makhluk hidup, baik yang
diamati secara langsung atau tidak langsung. Perilaku manusia dapat
dilihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial yang secara terinci
merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti pengetahuan,
motivasi, persepsi, sikap, dan sebagainya, yang ditentukan dan
dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial
budaya masyarakat.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Menurut Green (1991) dikutip oleh Notoatmodjo (2003) kesehatan
15
seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor
perilaku (behavior causes), dan faktor non perilaku (non behavior causes).
Perilaku itu sendiri juga dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu :
a) Faktor predisposisi (Predisposing factor)
Faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisi
terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat, adalah
pengetahuan dan sikap atau masyarakat tersebut terhadap apa yang
dilakukan. Misalnya perilaku warga untuk mencegah penularan flu
burung akan lebih mudah apabila warga tersebut tahu apa manfaat dari
pencegahan tersebut. Disamping itu, kepercayaan, tradisi, sistem nilai
di masyarakat setempat juga sangat mempengaruhi terbentuknya
perilaku.
b) Faktor pemungkin ( Enabling factor)
Faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas,
sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi
terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Dari segi kesehatan
masyarakat, agar masyarakat mempunyai perilaku sehat harus terakses
(terjangkau) sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan kesehatan.
c) Faktor penguat (Reinforcing factor)
16
Pengetahuan, sikap dan fasilitas yang tersedia kadang-kadang belum
menjamin terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Tetapi
dukungan, sikap dan perilaku dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan
petugas kesehatan juga sangat mempengaruhi terjadinya perilaku,
terutama perilaku kesehatan.
Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam
memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor
lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun
stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap orang
berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang
berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat
dibedakan menjadi dua, yakni :
1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang
bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat
kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor
lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai
perilaku seseorang dalam upaya kesehatan untuk mencegah timbulnya
suatu penyakit.
3. Perilaku Kesehatan
Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2003) Perilaku
17
kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus
atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makan, dan minum, serta lingkungan. Perilaku bisa dilakukan
dengan upaya-upaya kesehatan.
Menurut Depkes RI (1992), upaya kesehatan yang dilakukan untuk
mewujudkan kesehatan seseorang diselenggarakan dengan empat macam
pendekatan yaitu pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (curative), dan
pemulihan kesehatan (rehabilitative). Dengan sendirinya perilaku dalam
upaya kesehatan meliputi empat hal tersebut diatas yaitu :
a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan
(health promotion behavior)
b. Perilaku pencegahan penyakit (prevention behavior) merupakan
respon untuk pencegahan penyakit, misalnya imunisasi, termasuk
perilaku untuk tidak menularkan penyakit pada orang lain.
c. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking
behavior) dan penyembuhan penyakit (curative behavior) yaitu
perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan misalnya dengan
mengobati sendiri penyakitnya, pengobatan ke fasilitas kesehatan.
d. Perilaku
sehubungan
dengan
pemulihan
kesehatan
(health
rehabilitation behavior) yaitu perilaku yang berhubungan dengan
usaha-usaha pemulihan kesehatan.
18
4. Perilaku pencegahan flu burung
Perilaku pencegahan adalah mengambil tindakan terlebih dahulu
sebelum kejadian. Dalam mengambil langkah-langkah untuk pencegahan,
haruslah didasarkan pada data/keterangan yang bersumber dari hasil
analisis epidemiologi atau hasil pengamatan/penelitian epidemiologis.
Sedangkan yang dimaksud pencegahan terhadap penyakit menular adalah
upaya untuk menekan peristiwa penyakit menular dalam masyarakat
serendah mungkin sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan dari
masyarakat tersebut (Noor, 2006). Sedangkan untuk menekan merebaknya
penyakit flu burung, maka perlu dilakukan upaya pencegahan.
Menurut Yuliarti (2006), perilaku kesehatan yang dilakukan untuk
mencegah timbulnya penyakit flu burung adalah :
a. Biasakan membasuh tangan dengan air mengalir dan sabun antiseptik
serta melakukan desinfeksi ketika selesai kontak dengan unggas, akan
lebih baik bila mandi.
b. Gunakan pakaian pelindung lengkap dengan masker, sarung tangan,
dan kaca mata pelindung jika melakukan kontak dengan unggas,
pakaian hendaknya disimpan di tempat yang terpisah dari rumah dan
tidak digunakan untuk aktivitas lain.
c. Memasak daging dan telur unggas sampai benar-benar matang.
d. Menjaga daya tahan tubuh dengan makanan seimbang dan bergizi,
istirahat dan olah raga teratur.
e. Hindari perjalanan menuju tempat-tempat yang terjangkit wabah flu
19
burung jika memang tidak diperlukan.
f. Memelihara ventilasi ruangan, kebersihan kamar, dan kesehatan
pribadi.
Menurut Peraturan Menteri Pertanian No.50/Permentan/OT.140/
10/2006 dalam Roni dan Iswandari (2007), untuk mengendalikan
penyebaran penyakit flu burung, maka masyarakat hendaknya ikut
berperan aktif dalam pencegahan flu burung dengan upaya pencegahan
sebagai berikut :
1. Menggunakan lahan yang letaknya terpisah dari pemukiman sehingga
kotoran dan limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan.
2. Tidak membiarkan unggas berkeliaran bebas (sebaiknya di kandang)
3. Menempatkan kandang atau sangkar secara terpisah dari rumah
(tempat tinggal). Sirkulasi udara (ventilasi) harus baik.
4. Memisahkan unggas yang berlainan jenis seperti ayam, burung, itik,
angsa, atau jenis unggas lainnya.
5. Segera membersihkan sisa makanan dan air minum agar tidak
mengundang burung-burung liar.
6. Membersihkan kandang dan peralatan kandang setiap hari serta
menyemprot menggunakan disinfektan secara berkala.
7. Menjaga kandang dan alas kandang agar tetap kering.
8. Menggunakan penutup mulut dan hidung (masker) serta sarung
tangan pada saat merawat unggas peliharaan.
9. Segera mencuci tangan dan kaki (alas kaki) menggunakan sabun atau
20
anti septic setelah menangani unggas peliharaan.
10. Memisahkan unggas yang baru datang selama tujuh hari.
11. Menghindari kontak dengan unggas.
C. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
2. Tingkatan pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan (Notoatmodjo, 2003) yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkat ini adalah mengingat kembali
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari. Oleh sebab
itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata
kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain menyebutkan, menguraikan, dan sebagainya. Contohnya
21
yaitu masyarakat dapat menguraikan pengertian tentang penyakit flu
burung, menjelaskan penyebab flu burung, dan menyebutkan tanda dan
gejala flu burung, serta menjelaskan cara penularan dan pencegahan
flu burung.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek
atau
materi
harus
dapat
menjelaskan,
menyebutkan
serta,
menyimpulkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajarinya.
Contohnya yaitu masyarakat dapat menyebutkan tanda dan gejala
penyakit flu burung dan dapat menjelaskan secara lengkap mengenai
cara penularan dan pencegahan flu burung.
c. Aplikasi (Application)
Diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi real (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan
penggunaan hukum-hukum, rumus metode, prinsip dan sebagainya
dalam kontak atau situasi yang lain. Contohnya masyarakat dapat
melaksanakan atau melakukan upaya pencegahan agar tidak timbul
penyakit flu burung, diantaranya yaitu dengan membersihkan
lingkungan rumah serta kandang setiap hari.
d. Analisis (analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek
22
ke dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya
satu sama lain. Kemampuan menganalisa penyakit flu burung dapat
dilihat
dari
penggunaan
kata-kata:
dapat
menggambarkan,
membedakan, memisahkan, dan mengelompokkan berbagai masalah
mengenai penyakit flu burung yang meliputi cara pencegahan,
penularan, penyebabnya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis
menunjukkan
kepada
suatu
kemampuan
untuk
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya
masyarakat dapat merencanakan tindakan pencegahan agar tidak
timbul penyakit flu burung yang sesuai dengan teori yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian berdasarkan
suatu kriteria-kriteria yang telah ada. Contohnya masyarakat dapat
melakukan penilaian terhadap tindakan yang dilakukannya tentang
cara pencegahan, penularan, dan penyebab penyakit flu burung,
kemudian di evaluasi sudah sesuai belum dengan teori, selanjutnya
sesuaikan dengan materi dan aturan yang benar.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Nasution (1999), pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
23
yaitu :
a. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan (pengetahuan) seseorang, maka dia
akan lebih mudah dalam menerima hal-hal baru sehingga akan lebih
mudah pula untuk menyelesaikan hal-hal baru tersebut.
b. Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan
memberikan pengetahuan yang jelas.
c. Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang,
karena informasi-informasi baru akan disaring kira-kira sesuai atau
tidaknya dengan kebudayaan yang ada dan agama yang dianut.
d. Pengalaman
Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu,
maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman akan luas, sedang
umur semakin banyak (bertambah tua).
e. Sosial Ekonomi
Tingkatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup disesuaikan
dengan penghasilan yang ada. Sehingga menuntut pengetahuan yang
dimiliki harus dipergunakan semaksimal mungkin, begitupun dalam
mencari bantuan ke sarana kesehatan yang ada, mereka sesuaikan
dengan pendapatan keluarga.
24
D. Sikap
1. Pengertian
Menurut Notoatmodjo (2003) Sikap adalah merupakan reaksi atau
respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.
Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi
terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan
reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi adalah merupakan
predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi
terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap
obyek (Notoatmodjo, 2003).
2. Komponen-komponen sikap
Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3
(tiga) komponen pokok yaitu :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,
pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
25
3. Ciri-ciri sikap
Ciri-ciri sikap menurut Purwanto (1999) :
a. Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari
sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan
obyeknya.
b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan
karena itu pula sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat
keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah
sikap pada orang itu.
c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan
tertentu terhadap obyek.
d. Obyek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat
juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
e. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan.
Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam
sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
mengharapkan obyek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat
kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai
obyek tertentu. Dalam kehidupan masyarakat, sikap ini penting sekali.
4. Tingkatan sikap
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan
menurut Notoatmodjo (2003) yaitu :
26
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan.
b. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan tugas yang diberikan
adalah indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab
pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu
benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan
orang lain terhadap suatu masalah adalah indikasi tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap oleh Azwar (2004)
adalah sebagai berikut :
a. Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan
akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap.
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen
sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap
27
penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap
gerak tingkah dan pengetahuan kita, seseorang yang tidak ingin kita
kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus bagi kita, akan banyak
mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu.
c. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan sikap.
d. Media massa
Sebagai sarana komunikasi berbagai bentuk media massa seperti
televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh
besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem
mempunyai
pengaruh
dalam
pembentukan
sikap
dikarenakan
keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri
individu.
f. Pengaruh faktor emosional
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap
merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi
sebagai semacam pengalaman frustasi atau Pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego.
28
g. Hubungan antara Pengetahuan dengan Perilaku Pencegahan Flu
Burung
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Notoatmodjo 2003).
Terbentuknya perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada
domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang
berupa materi atau objek di luarnya. Sehingga menimbulkan pengetahuan baru
pada subjek tersebut, dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk
sikap si subjek terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni
objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya akan menimbulkan respon
lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan
dengan stimulus atau objek tadi. Namun demikian, di dalam kenyataan
stimulus yang diterima oleh subjek dapat langsung menimbulkan tindakan,
artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui
terlebih dahulu terhadap makna stimulus yang diterimanya (Notoatmodjo,
2003).
h. Hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Pencegahan Flu Burung
Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2003), salah seorang ahli
psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap
belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah merupakan
29
“Predisposisi” tindakan atau perilaku.
Sikap yang ada pada seseorang akan memberikan warna atau corak pada
perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan. Dengan mengetahui sikap
seseorang dapat menduga bagaimana respon atau perilaku yang akan diambil
oleh orang yang bersangkutan, terhadap sesuatu masalah atau keadaan yang
dihadapkan kepadanya. Jadi dengan mengetahui sikap seseorang, orang akan
mendapatkan gambaran kemungkinan perilaku yang timbul dari orang yang
bersangkutan, keadaan ini menggambarkan hubungan sikap dengan perilaku
(Walgito, 2003).
Menurut Myers (1983) dalam Walgito (2003) berpendapat bahwa
perilaku merupakan sesuatu yang dipengaruhi lingkungan. Demikian pula
sikap yang diekspresikan (expressed attitudes) juga merupakan sesuatu yang
dipengaruhi oleh keadaan sekitar. Sedangkan expressed attitudes adalah
merupakan perilaku. Orang tidak dapat mengukur sikap secara langsung, maka
yang diukur adalah sikap yang menampak, dan sikap yang menampak adalah
perilaku. Oleh karena itu bila orang menetralisir pengaruh terhadap perilaku
maka dengan jelas bahwa sikap mempunyai kaitan dengan perilaku. Perilaku
dengan sikap saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu dengan yang
lainnya.
30
C. Kerangka Teori
1.
2.
3.
4.
5.
Faktor Predisposisi :
Pengetahuan
Sikap
Keyakinan
Kepercayaan
Nilai-nilai
6. Faktor Pendukung :
Tersedianya fasilitas
sarana dan prasarana
kesehatan
7.
Faktor Penguat
1. Sikap dan perilaku
petugas kesehatan
2. Dukungan orang lain
atau tokoh masyarakat
Positif
Perilaku
Negatif
Gambar 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku (Green, 1991 :
Notoadmodjo, 2003)
31
D. Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Pengetahuan
masyarakat
tentang
pencegahan
flu
burung
Perilaku pencegahan
terjadinya flu burung
Sikap masyarakat tentang
pencegahan flu burung
Gambar 2. Kerangka konsep
E. Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Independen (bebas)
Variabel independen dari penelitian ini adalah pengetahuan, dan
sikap masyarakat terhadap pencegahan terjadinya penyakit flu burung.
2. Variabel Dependen (terikat)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku pencegahan
masyarakat terjadinya penyakit flu burung.
32
F. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara pengetahuan masyarakat tentang flu burung dengan
perilaku pencegahan terjadinya flu burung di Desa Senggrong Kecamatan
Andong Kabupaten Boyolali.
2. Ada hubungan antara sikap masyarakat tentang flu burung dengan
perilaku pencegahan terjadinya flu burung di Desa Senggrong Kecamatan
Andong Kabupaten Boyolali.
Download