catatan atas apbn-p 2015 dan prospek apbn 2016

advertisement
CATATAN ATAS APBN-P
2015 DAN PROSPEK
APBN 2016
Yusuf Wibisono – Direktur Eksekutif IDEAS
Makalah disampaikan pada Public Expose - Dompet
Dhuafa, Jakarta, 10 Februari 2016
Reformasi Anggaran
• Langkah terpenting Presiden Widodo adalah pengurangan
subsidi energi hingga 60%, dari Rp 342 triliun menjadi hanya
Rp 138 triliun.
• Di sisi lain target penerimaan pajak didorong naik secara
signifikan, hingga 30%, terutama PPh non-migas dan PPN
yang masing-masing dipatok tumbuh 37% dan 41%.
• Reformasi anggaran Presiden Widodo jelas terlihat
mengejar penciptaan fiscal space dari dua arah
sekaligus, pencabutan subsidi dan peningkatan penerimaan
perpajakan.
Melemahnya Ekonomi
• Ambisi meningkatkan ruang gerak fiskal secepatnya untuk
memenuhi janji-janji kampanye, harus dibayar mahal:
pelemahan konsumsi masyarakat secara luas. Pada kuartal
I dan II 2015, perekonomian hanya tumbuh 4,72% dan
4,67%.
• Pelemahan ekonomi domestik ini bertemu dengan
suramnya situasi eksternal akibat berlanjutnya pelemahan
harga komoditas dunia dan jatuhnya permintaan global.
• Pemerintah yang sejak awal berniat mendorong
perekonomian terutama melalui belanja modal yang naik
hingga hampir dua kali lipat, dari Rp 147 triliun menjadi
Rp 276 triliun, justru berbalik semakin menekan
pertumbuhan karena rendahnya penyerapan anggaran.
Akselerasi belanja negara mampu mendorong
pertumbuhan kuartal III dan IV menjadi 4,73% dan 5,04%.
Jatuhnya Kinerja Fiskal
• Melemahnya perekonomian dengan segera
melemahkan penerimaan perpajakan.
• Hingga kuartal III 2015, penerimaan perpajakan hanya
mencapai 53,8% dari target, jauh dibawah kinerja
kuartal III 2014 yang mencapai 64,8% dari target. Tidak
heran bila kemudian realisasi penerimaan perpajakan
2015 hanya 83,3% dari APBN-P 2015, terendah sejak
1990.
• Penerimaan perpajakan 2015 yang hanya 10,9% dari
PDB, merupakan yang terendah sejak 1998. Secara
keseluruhan, realisasi pendapatan negara dan hibah
2015 hanya 13,2% dari PDB, terendah sejak 1973.
Kinerja Fiskal 2015
Tabel 1. Kinerja dan Kredibilitas Kebijakan Fiskal Presiden Widodo
(Rp Triliun dan % dari PDB)
, 2015 -2016
APBN -P
Realisasi
2015
APBN -P 2015
1.793,6
1.761,6
1.504,5
Pendapatan Negara dan Hibah
(16,12%)
(15,04%)
(13,19%)
1.380,0
1.489,3
1.240,4
1. Penerimaan Perpajakan
(12,40%)
(12,72%)
(10,87%)
410,3
269,1
253,7
II. Penerimaan Negara Bukan Pajak
(3,69%)
(2,30%)
(2,22%)
2.039,5
1.984,1
1.796,6
Belanja Negara
(18,33%)
(16,94%)
(15,75%)
1.392,4
1.319,5
1.173,6
1. Belanja Pemerintah Pusat
(12,51%)
(11,27%)
(10,29%)
II. Transfer ke Daerah dan Dana
647,0
664,6
623,0
Desa
(5,82%)
(5,67%)
(5,48%)
-66,8
-66,8
-136,1
Keseimbangan Primer
(-0,60%)
(-0,57%)
(-1,19%)
-245,9
-222,5
-292,1
Surplus/Defisit Anggaran
(-2,21%)
(-1,90%)
(-2,56%)
1. Pembiayaan Dalam Negeri
269,7
242,5
307,8
(neto)
(2,42%)
(2,07%)
(2,70%)
-23,8
-20,0
10,4
II. Pembiayaan Luar Negeri (neto)
(-0,21%)
(-0,17%)
(0,09%)
Sumber: diolah dari Nota Keuangan
, UU APBN dan UU APBNP, berbagai tahun.
Catatan: Realisasi APBN
-P 2015 adalah data per 22 Januari 2016
APBN 2015
APBN 2016
1.822,5
(14,34%)
1.546,7
(12,17%)
273,8
(2,16%)
2.095,7
(16,49%)
1.325,6
(10,43%)
770,2
(6,06%)
-88,2
(-0,69%)
-273,2
(-2,15%)
272,8
(2,15%)
0,4
(0,00%)
Jatuhnya Kinerja Fiskal
• Jatuhnya penerimaan perpajakan berimplikasi serius
dan panjang: tertahannya belanja negara dan
membengkaknya defisit anggaran.
• Realisasi APBN-P 2015 memperlihatkan bahwa
belanja negara hanya mencapai 90,5% dari APBN-P
2015, sehingga postur anggaran hanya mencapai
15,75% dari PDB, terendah sejak 1973.
• Dengan rendahnya penerimaan perpajakan, belanja
negara yang hanya sebesar 15,75% dari PDB inipun
masih harus ditopang defisit -2,56% dari
PDB, tertinggi sejak 2001.
Kredibilitas Fiskal 2016
• Dengan melihat realisasi APBN-P 2015, besaran APBN
2016 terlihat menjadi ambisius, terlebih dengan
ketiadaan langkah-langkah reformasi yang dibutuhkan.
• Dibandingkan dengan APBN-P 2015, penerimaan
perpajakan dalam APBN 2016 ditargetkan hanya naik
3,9%. Namun bila dibandingkan dengan realisasi APBNP 2015, target pendapatan negara dalam APBN 2016
ini harus tumbuh 24,7%.
• Hal ini mengulang penerimaan perpajakan APBN-P
2015 yang ditargetkan meningkat 30%. Jika tidak
segera diikuti dengan langkah-langkah reformasi yang
memadai atau revisi terhadap APBN 2016, kredibilitas
kebijakan fiskal akan semakin jatuh.
“Extra Effort” 2015
Gambar 1. “Extra Effort” Perpajakan dan Likuiditas Perbankan: Penerimaan
Perpajakan Januari - Desember 2015 dan Suku Bunga JIBOR Desember 2015 –
Januari 2016
Sumber: diolah dari Kemenkeu dan BI
Catatan: JIBOR adalah rata-rata suku bunga Jakarta Interbank Offered Rate untuk pinjaman
Rupiah
“Normal Effort” 2014
Gambar 2. “Normal Effort ” Perpajakan dan
Likuiditas Perbankan: Penerimaan
Perpajakan Januari
- Desember 2014 dan Suku Bunga JIBOR Desember 2014
Januari 2015
Sumber: diolah dari Kemenkeu dan BI
Catatan: JIBOR adalah rata
-rata suku bunga
Rupiah
Jakarta Interbank Offered Rate
untuk pinjaman
–
Pelajaran Fiskal 2015
• Dalam estimasi kami, jika “extra effort” penerimaan
perpajakan pada Desember 2015 ini dilakukan dalam
batas-batas yang normal, kontribusi bulan Desember
akan ada di rentang 11,2%-12,4% terhadap total
penerimaan perpajakan 2015.
• Dengan demikian, realisasi penerimaan perpajakan
2015 secara keseluruhan hanya akan berada di
kisaran Rp 1.182,4 triliun s.d. Rp 1.200,7 triliun, atau
hanya 79,4% - 80,6% dari target APBN-P 2015.
• Dengan estimasi ini, kami menduga bahwa
penerimaan negara 2015 yang sesungguhnya hanya
ada di kisaran Rp 1.446,5 triliun s.d. Rp 1.464,8
triliun, sehingga defisit anggaran 2015 yang
sesungguhnya ada di kisaran -2,91% s.d. -3,07% dari
PDB.
Realokasi Anggaran
Gambar 3. Realokasi Belanja Tidak Produktif ke Belanja Produktif: Antara
Idealitas dan Realitas, 2015-2016 (% dari Total APBN)
Sumber: diolah dari Nota Keuangan dan UU APBN
Reformasi Birokrasi
Gambar 4. Kabinet Gemuk dan Kegagalan Reformasi Birokrasi: Belanja Pegawai
dan Belanja Barang, 2014-2016 (Rp Triliun dan % dari PDB)
Sumber: diolah dari LKPP, Nota Keuangan dan UU APBN
Politik Anggaran
Gambar 5. Politik Anggaran Presiden Widodo: Antara Keberpihakan pada
Investor dan Kelompok Miskin, APBN 2016 (% dari Total APBN)
Sumber: diolah dari LKPP dan UU APBN
Arah Ke Depan
• Reformasi anggaran terlihat keras ke rakyat namun
sangat lembut ke investor dan birokrasi. Dan untuk
“menghormati” investor dan mengkompensasi
rendahnya kinerja birokrasi dalam menghimpun
penerimaan dan efisiensi belanja, pemerintah terus
menumpuk utang baru dalam jumlah yang terus
meningkat.
• Untuk mendekatkan antara harapan dan kenyataan
dalam pengelolaan anggaran publik, kemauan dan
keberanian politik Presiden Widodo semestinya
tidak hanya ditujukan ke rakyat, namun juga ke
investor dan birokrasi pada saat yang bersamaan.
Download