Peningkatan Kualitas Kinerja PNS yang Berorientasi pada Output

advertisement
PENINGKATKAN KUALITAS KINERJA
PNS YANG BERORIENTASI PADA OUTPUT
(Kajian Teknologi Informasi dan Teknik Pelaporan
pada Diklat Kepala KUA di BDK Padang)
Oleh :Drs. H. Eldison., M.Pd.I
Widyaiswara Madya Bdk Padang
Abstrak
Setiap organisasi berkepentingan terhadap kinerja terbaik yang mampu dihasilkan oleh
rangkaian sistem yang berlaku dalam organisasi tersebut. Manajemen Sumber Daya
Manusia merupakan salah satu faktor kunci untuk mendapatkan kinerja terbaik, karena
selain menangani masalah ketrampilan dan keahlian, manajemen SDM juga berkewajiban
membangun perilaku kondusif karyawan untuk mendapatkan kinerja terbaik. Untuk dapat
bersaing di era globalisasi, setiap organisasi dituntut untuk memiliki sumber daya manusia
yang berkualitas dan produktivitas tinggi.
Kualitas kerja mengacu pada kualitas sumber daya manusia (Matutina,2001:205),
kualitas Kerja sumber daya manusia mengacu pada :1. pengetahuan (Knowledge) yaitu
kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih berorientasi pada intelejensi dan daya fikir
serta penguasaan ilmu yang luas yang dimiliki karyawan. 2. keterampilan (Skill),
kemampuan dan penguasaan teknis operasional di bidang tertentu yang dimiliki karyawan.
3. abilities yaitu kemampuan yang terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki seorang
karyawan yang mencakup loyalitas, kedisiplinan, kerjasama dan tanggung jawab.
Kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Kinerja yang baik selalu diusahakan oleh setiap orang yang ada di
dalam organisasi atau perusahaan guna mencapai output dari visi organnisasi serta
merealisasikan visi organisasi. Kantor Urusan Agama (KUA) adalah merupakan garda dari
Kementerian Agama baik dan jeleknya KUA akan mempengaruhi terhadap kinerja
Kementerian Agama secara umum. Oleh karena itu pengukuran terhadap sebuah kinerja
perlu dilakukan, dan untuk melakukan pengukuran terhadap kinerja diperlukan sebuah
sistem manajemen kinerja untuk melihat kinerja PNS yang berorintasi pada output.
Kata Kunci : Kualitas Kinerja PNS, Output
A. PENDAHULUAN
Dalam upaya memenangkan persaingan di pasar bebas setiap perusahaan dituntut
untuk mampu menghasilkan barang/jasa yang berdaya saing tinggi, yaitu barang/jasa
yang memiliki keunggulan-keunggulan tertentu. Untuk menghasilkan barang/jasa yang
berdaya saing tinggi ditentukan oleh tingkat efisiensi yang tinggi. Tingkat efisien yang
tinggi ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), yaitu SDM yang
professional yang dapat menciptakan nilai tambah baru dan mampu menjawab tantangan
baru. Untuk dapat memiliki SDM yang professional organisasi dapat melakukan
pendidikan dan pelatihan serta bimbingan bagi SDM-nya. Hanya saja untuk
menghasilkan prestasi kerja yang tinggi seorang karyawan tidak saja perlu memiliki
keterampilan, tetapi ia juga memiliki keinginan dan semangat untuk berprestasi tinggi.
Dalam rangka untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan, tulisan ini akan
membahas tentang sebuah sistem dalam bidang manajemen SDM yang diyakini akan
dapat mendorong tenaga kerja untuk meningkatkan prestasi kerjanya, yaitu yang disebut
dengan Sistem Manajemen Kinerja, khususnya Sistem Manajemen Kinerja yang
memfokuskan perhatiannya pada output.
B. LANDASAN TEORI
1. ARTI DAN TUJUAN MANAJEMEN KINERJA
Istilah Manajemen Kinerja adalah terjemahan dari Performance Management.
Menurut Ruky (2004), ditinjau dari bunyi kalimatnya, Manajemen Kinerja berkaitan
dengan usaha, kegiatan atau program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan
organisasi untuk merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan prestasi kerja
karyawan. Karena program ini mencantumkan kata manajemen, maka seluruh kegiatan
yang dilakukan dalam “proses manajemen” harus terjadi dimulai dengan menetapkan
tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, kemudian tahap pembuatan rencana,
pengorganisasian, penggerakan/pengarahan dan akhirnya evaluasi atas hasilnya.
Bacal (2001) mendefinisikan Manajemen Kinerja sebagai proses komunikasi
berkesinambungan yang dilaksanakan berdasarkan kemitraan antara karyawan dan
atasan langsungnya. Terciptanya komunikasi dua arah ini menjadi cara untuk
bekerjasama meningkatkan kinerja dan sekaligus mencegah munculnya kinerja buruk.
Baik Ruky maupun Bacal berpendapat, bahwa bagian yang paling penting dalam
Manajemen Kinerja adalah perencanaan. Oleh karena itu, hal pertama yang harus
dilakukan dalam Manajemen Kinerja ini adalah menetapkan tujuan atau sasaran.
Atasan dan masing-masing bawahan harus mengidentifikasi tujuan atau sasaran yang
hendak mereka capai, yaitu kinerja dalam bentuk apa dan yang seperti bagaimana yang
ingin dicapai. Dan karena yang menjadi objek adalah kinerja manusia, maka bentuk
yang paling umum tentunya adalah kinerja dalam bentuk “produktivitas” SDM.
2. Ruang Lingkup Program Manajemen Kinerja
Program manajemen Kinerja ini ruang lingkupnya cukup besar. Ia bersifat
menyeluruh atau menggarap semua bagian/fungsi dari sebuah organisasi. Program ini
menjamah semua elemen, unsur atau input yang harus didayagunakan oleh organisasi
untuk meningkatkan kinerja organisasi tersebut, bukan hanya manusia. Elemen-elemen
tersebut adalah teknologi (peralatan, metode kerja) yang digunakan, kualitas dari input
(termasuk material), kualitas lingkungan fisik (keselamatan, kesehatan kerja, lay-out
tempat kerja dan kebersihan), iklim dan budaya organisasi serta kompensasi dan
imbalan. Kegiatan dengan ruang lingkup seperti tersebut diatas merupakan sebuah
proyek besar dan melibatkan hampir semua orang, dan harus ditangani langsung oleh
pemimpin puncak organisasi.
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan, bahwa program manajemen kinerja pada
dasarnya adalah sebuah proses dalam MSDM. Selain itu penggunaan istilah
“manajemen” mempunyai implikasi, bahwa kegiatan tersebut harus dilaksanakan
sebagai proses manajemen umum, yang dimulai dengan penetapan sasaran dan di
akhiri dengan evaluasi. Proses tersebut pada garis besarnya terdiri dari lima kegiatan
utama yaitu:
a. Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai oleh karyawan dan
rumusan tersebut disepakati bersama.
b. Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai oleh karyawan
untuk kurun waktu tertentu. Termasuk dalam tahap ini adalah penetapan standar
prestasi dan tolak ukurnya.
c. Melakukan “monitoring”, melakukan koreksi, memberikan kesempatan dan bantuan
yang diperlukan bawahan.
d. Menilai prestasi karyawan tersebut dengan cara membandingkan prestasi yang
dicapai dengan standar atau tolak ukur yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam
tahap penilaian ini harus tercakup pula kegiatan mengidentifikasi bidang-bidang
yang ada dan dirasakan terdapat kelemahan pada orang yang dinilai.
e. Memberikan umpan balik pada karyawan yang dinilai dengan seluruh hasil
penilaian yang dilakukan. Disini juga dibicarakan cara-cara untuk memperbaiki
kelemahan yang telah diketahui dengan tujuan meningkatkan prestasi kerja pada
priode berikutnya.
3. Manfaat Program Manajemen Kinerja
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh organisasi dengan menerapkan Sistem
Manajemen Kinerja yaitu:
a. dapat meningkatkan prestasi kerja karyawan, baik secara individu maupun
kelompok, karena disini atasan dan bawahan diberi kesempatan untuk memenuhi
aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan perusahaan dengan menetapkan
sendiri sasaran kerja dan standar prestasi yang harus dicapai dalam kurun waktu
tertentu.
b. peningkatan yang terjadi pada prestasi karyawan secara perorangan pada akhirnya
akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan yang
direfleksikan dalam kenaikan produktivitas.
c. merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil
karya dan prestasi pribadi serta potensi karyawan dengan cara memberikan umpan
balik pada mereka tentang prestasi kerjanya.
d. membantu perusahaan untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan
karyawan yang lebih tepat guna. Dan nantinya diharapkan usaha ini akan membantu
perusahaan untuk mempunyai pasokan tenaga yang cakap dan terampil yang cukup
untuk pengembangan perusahaan di masa depan.
e. menyediakan alat/sarana untuk membandingkan prestasi kerja karyawan dengan
tingkat imbalan/gajinya sebagai bagian dari kebijakan dan system imbalan yang
baik.
f. memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengeluarkan perasaannya
tentang pekerjaan atau hal-hal yang berkaitan dengannya. Dengan demikian jalur
komunikasi dan dialog akan terbuka sehingga dapat diharapkan bahwa proses
penilaian prestasi kerja akan mengeratkan hubungan antara atasan dan bawahan.
4. Sistem Manajemen Kinerja Karyawan Yang Berorientasi Pada Output
Sistem Manajemen Kinerja yang berorientasi pada output sering juga disebut
sebagai Sistem Manajemen Kinerja yang berbasiskan pencapaian Sasaran Kinerja
Individu (SKI). System ini memfokuskan pada hasil yang diperoleh atau yang dicapai
oleh karyawan. Ruky (2004) menyebutnya sebagai Result Oriented Performance
Management By Objective (MBO) atau di Indonesia popular dengan istilah MBS
(Manajemen Berdasarkan Sasaran).
Bagaimana menggunakan MBS sebagai dasar Manajemen Kinerja? Untuk menjawab
pertanyaan diatas marilah kita melihat gambar berikut ini:
Bawahan
Atasan
1. Setuju Ruang Lingkup Tanggung Jawab dan
Wewenang Anak Buah
2. Tetapkan Sasaran Kerja
(Termasuk Satuan Pengukuran Hasil atau
3.Rencana Tindakan Yang Akan Dilakukan
A. Putuskan kegiatan-kegiatan dan tugas yang
harus dilakukan tujuan dan caranya
B. Tetapkan urutan kerja, dana dan daya yang
diperlukan, waktu yang diperlukan untuk tiaptiap tugas dan siapa yang harus melakukannya
C. Perhitungan hambatan yang mungkin dihadapi
dan apa yang dilakukan untuk mengatasinya
4. Lakukan penilaian periodic dan tahunan
A. Lihat sasaran yang menjadikan tanggung
jawab anak buah
B. Nilai hasil-hasil yang sebenarnya dicapai
C. Bandingkan hasil yang dicapai dengan standar
i
di
k
d
Dari gambar diatas dapat dilihat, bahwa program Manajemen Kinerja ini benarbenar memerlukan komunikasi dua arah dan keterbukaan antara atasan dan bawahan.
Mereka secara bersama-sama harus meneliti kembali ruang lingkup tugas, tanggung
jawab dan weweng bawahan. Kemudian atasan menyampaikan sasaran-sasaran
perusahaan dan sasaran yang menjadi tanggung jawabnya kepada bawahan.
Selanjutnya bawahan juga harus menetapkan sasaran kerja sendiri yang akan
mendukung sasaran organisasi dan sasaran atasan dilengkapi dengan standar prestasi
dan tolak ukur keberhasilan dalam angka (satuan), waktu penyelesaian dan spesifikasi
lainya. Bila sasaran telah disetujui oleh atasan, kemudian dibuat action plan (rencana
tindakan) yang mencantumkan secara rinci langkah-langkah apa yang akan diambil,
siapa yang akan melakukan, kapan dimulai, kapan selesai dan berapa biayanya. Agar
sasaran yang telah ditetapkan tercapai, pemantauan terhadap setiap hasil kegiatan
sebaiknya dilakukan secara periodik atau bisa juga per proyek. Tujuan pemantauan ini
agar bila karyawan mengalami kesulitan/ hambatan dapat segera dibantu. Selain itu
atasan dan bawahan secara formal akan bertemu untuk melakukan pembicaraan
(konseling) Baru pada akhir kurun waktu, dilaksanakan penilaian prestasi kerja
tahunan secara formal. Semua hasil yang dicapai dicatat, hambatan-hambatan dan
kegagalan diidentifikasi dan dicari sebabnya.
5. Kendala dalam penerapan Manajemen Kinerja berbasis MBS
Dalam menerapkan manajemen kinerja ada beberapa kendala yang perlu kita
ketahui, yaitu:
a. perlu perubahan mendasar dalam budaya organisasi. Manajemn kinerja berbasis
MBS hanya bisa sukses bilamana diterima sebagai “budaya’ organisasi dalam arti
yang seluas-luasnya. Manajemen kinerja harus sudah dianggap sebagai suatu
kebutuhan dan cara kerja yang dianggap sangat membantu mereka untuk sukses.
Semua anggota organisasi harus punya perasaan memiliki system kerja tersebut.
b. penolakan diam-diam dari manajer dan karyawan. Masalah ini masih terkait erat
dengan aspek budaya, baik budaya nasional maupun organisasi. Menurut hasil
penelitian dan pengamatan pakar dan praktisi menejemen, salah satu aspek budaya
Indonesia yang menghambat kemajuan bangsa ini dan pengembangan karir individu
yang berkiprah dalam organisasi adalah masih rendahnya penghargaan terhadap
prestasi individu.
c. fokus Manajemen kinerja yang berjangka pendek. Apabila MBS hanya diterapkan
sebagai dasar bagi manajemen kinerja seringkali tidak dikaitkan dengan tujuan
jangka panjang dan sasaran jangka pendek bagi perusahaan secara keseluruhan,
yang menjadi keinginan dan tanggung jawab” pemimpin puncak”. Dalam
kenyataannya, ini adalah salah satu kelemahan terbesar dari pengguanaan MBS
sebagai dasar untuk manajemen kinerja.
d. keberhasilan beberapa pekerjaan/jabatan hanya dapat diukur setelah dua sampai
lima tahun. Penetapan sasaran kerja/target jangka pendek seperti ditunjuk oleh
Manjemen Kinerja berdasarkan MBS belum tentu tepat untuk jabatan-jabatan
tertentu. Untuk beberapa jabatan mungkin tidak tepat menetapkan sasaran jangka
pendek, karena orientasinya adalah pada hasil jangka panjang.
e. tidak semua sasaran kerja dapat dirumuskan secara kuantitatif. Untuk beberapa
bidang tertentu ada kesulitan menetapkan sasaran kerja yang mempunyai standarstandar prestasi dalam ukuran kuantitatif atau angka.
f. dapat terjadi “kolusi” antara atasan dan bawahan dalam menetapkan sasaran.
Pernah dan sering diketahui bahwa untuk menolong bawahannya sendiri agar tidak
mendapat nilai jelek, atasan membiarkannya menetapkan sasaran-sasaran yang
ringan atau tidak berbobot.
g. diperlukan latihan dan bimbingan yang sangat intensif bagi semua yang akan
terlibat dari mulai cara menetapkan sasaran kerja dan membuat perencanaan kerja
sampai dengan cara konseling. Banyak contoh dan kejadian bahwa perusahaan
menciptakan manajemen kinerja berbasis sasaran kerja individu (SKI) lengkap
dengan panduan tertulis dan formulir penilaiannya, tetapi kemudian setelah
beberapa tahun ternyata hasilnya tidak seperti yang diharapkan, dan kata-kata
mencemooh program ini sudah mulai terdengar dari para manajer lini. Semua
masalah tersebut sebenarnya dapat dihindari bila penerapannya dimulai dengan
pelatihan-pelatihan yang intensif yang disusul dengan program sosialisasi dan
bimbingan.
6. Beberapa variasi dalam penerapan Manajemen Kinerja berbasis MBS
Mengingat banyaknya kendala dan kemungkinan penyalahgunaan dalam
penerapannya, dalam praktek penerapan sistem MBS ini dapat ditemukan secara
berbeda-beda. Perbedaan tersebut berkisar mulai dari formalisasi atau strukturisasi
caranya dalam suatu organisasi tertentu sampai taraf mana bawahan diizinkan untuk
menentukan sasaran mereka sendiri. Beberapa jenis variasinya dapat disebutkan
dibawah ini:
a. MBS diterapkan dengan cara sangat informal. Seperti kita ketahui, bahwa MBS
seringkali diterapkan sebagai suatu sistem manajemen yang sangat formal dengan
penjadwalan yang tepat dan formulir-formulir khusus yang digunakan untuk
menyajikan tujuan dan standar untuk dinilai/dievaluasi. Tetapi kemudian lebih
banyak perusahaan yang meninggalkan cara yang sangat formal dan kaku tersebut.
Mungkin juga bahwa MBS masih tetap dilaksanakan secara formal sampai pada
tahapan menetapkan sasaran dan rencana kerja, tetapi pertemuan untuk melakukan
penilaian secara reguler apakah tiap kwartal, semester atau setiap akhir tahun sering
kali dilaksanakan secara informal saja.
b. Ada kebebasan anak buah dalam menetapkan sasarannya sendiri. Dalam hal ini ada
beberapa fackor yang mempengaruhi. Pertama, dalam kasus dimana jenis pekerjaan
yang dilaksanakan oleh sebuah organisasi harus persis mengikuti apa yang
digariskan (misalnya industri khusus – reaktor nuklir), maka hampir semua
karyawan hanya mengikuti apa yang digariskan oleh pimpinannya. Di pihak lain,
dalam organisasi yang justru tergantung pada kreativitas orang-orangnya,
kebebasan yang sangat besar diberikan pada semua orang untuk menetapkan tujuan
masing-masing selama semua mengarahkan pada dan mendukung tercapainya
tujuan organisasi yang utama (misalnya industri teknologi informasi).
c. Hasil kerja siapa yang diukur. Hal ini berkaitan dengan hambatan dari penerapan
sistem MBS di Negara-negara seperti Indonesia, yaitu bahwa orang Indonesia masih
cenderung kuat rasa kolektivismenya dan lebih suka menetapkan sasaran kerja
untuk kelompok, bukan untuk sendiri-sendiri. Untuk menerobos hambatan tersebut,
manajemen dapat mengambil “keuntungan” dari budaya kolektif dengan meminta
kelompok untuk menetapkan sasaran kerja yang ingin mereka capai.
d. Pemberian skorsing. Mengingat kemungkinan terjadinya penyalahgunaan dalam
sstem MBS yang berbentuk penggunaan segala cara yang mungkin tidak halal
banyak perusahaan beranggapan bahwa bila penilaian semata mata didasarkan pada
hasil (result) dapat menimbulkan dua bahaya:
1). karyawan yang sangat ambisius dan mempunyai keinginan yang sangat kuat
untuk menonjol dan maju sendiri akan dijangkiti obsesi yang berlebihan
terhadap pencapaian hasil, sehingga kalau perlu mengorbankan teman atau anak
buah.
2). focus/ perhatian/ minat karyawan sangat terikat dengan pencapaian hasil dalam
jangka pendek (maksimum 1 tahun) sehingga mereka akan mengabaikan
program-program jangka panjang yang mungkin sangat penting.
7. Langkah-Langkah Penerapan Manajemen Kinerja Berbasis MBS
Untuk menerapkan manajemen Kinerja yang berbasis pada MBS ada beberapa
langkah (tindakan) yang harus dilakukan seperti terebut di bawah ini:
a. Perencanaan dan perancangan
Apabila dirasakan bahwa “budaya perusahaan” telah mendukung dilaksanakannya
program Manajemen Kinerja yang didasarkan pada konsep Manajemen
Berdasarkan Sasaran (MBS),dan telah ada “permintaan “ yang nyata untuk
menerapkannya termasuk dari pimpinan puncak, maka yang pertama harus
dilakukan adalah merancang program tersebut. Yang harus dilakukan dalam
kegiatan ini adalah membuat konsep berbentuk proposal yang diajukan kepada
pimpinan puncak.
b. Seminar atau Kick off Meeting
Setelah mendapat dukungan dari manajemen puncak, maka dapat dilakukan
seminar intern yang harus dihadiri oleh semua manajer madya. Tujuan seminar ini
untuk menjelaskan apa itu Menejemen Kinerja, tujuannya dan bagaimana
menerapkannya.
c. Pelatihan menggunakan sistem manajemen kinerja yang berdasarkan MBS.
d.
e.
f.
g.
Salah satu tantangan terbesar dalam penerapan sistem ini adalah bahwa karyawan
pada hampir semua tingkatan mempunyai kesulitan dalam menetapkan dan
merumuskan tujuan maupun sasaran kerja mereka. Mereka lebih terbiasa
merumuskan “ kegiatan” yang mereka lakukan dari pada dalam bentuk hasil dari
kegiatan itu.
Pelatihan teknik konseling.
Pelatihan pertama harus dikombinasikan dengan pelatihan khusus tentang teknik
komunikasi untuk tujuan konseling dengan bawahan sejak dari tahap pembicaraan
tentang target-target sasaran yang harus diakui adalah bahwa sedikit manajer atau
supervisor yang sudah mempunyai kemampuan tersebut secara alami, sehingga
mereka harus mendapatkan pelatihan.
Panduan tertulis.
Bersamaan dengan langkah pertama departemen SDM menyiapkan sebuah
panduan tertulis untuk menjadi pegangan bagi semua atasan yang menilai disertai
formulir-formulir penilaian yang diperlukan. Panduan tertulis dan formulir yang
akan digunakan harus tersedia pada waktu pelatihan dilaksanakan.
Sosialisasi sistem manajemen kinerja
Setelah semua persiapan selesai, harus dilakukan sebuah program sosialisasi
tentang sistem manajemen kinerja kepada semua karyawan bawahan yang
prestasinya harus dinilai. Sosialisasi ini bisa dilakukan melalui semacam seminar
2-3 jam melalui pertemuan singkat dalam tiap unit kerja dan penjelasan tertulis.
Periode percobaan (trial period)
Menyusul program sosialisasi harus diberlakukan sebuah periode percobaan untuk
men-test semua persiapan dan mengevaluasi pelaksanaan, sehingga perbaikan yang
perlu dapat diambil. Karena itu, sebaiknya persiapan untuk menerapkan sistem
manajemen kinerja berbasis MBS/SKI sudah selesai 1 atau 2 bulan sebelum tahun
masa kerja perusahaan/ organisasi dimulai.
C. PENUTUP
Dari apa yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan sistem
manajemen kinerja yang berorientasi pada output/ MBS dapat membantu organisasi/
perusahaan untuk merencanakan dan melaksanakan program-program dengan lebih tepat
dan lebih baik. Disamping itu sistem tersebut juga diharapkan dapat meningkatkan
prestasi kerja karyawan, baik secara individu maupun kelompok dengan memberikan
kesempatan kepada mereka dengan memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi dengan menetapkan bersama sasaran kerja dan standar
prestasi yang harus dicapai. Kantor Urusan Agama (KUA) harus melakukan manajemen
berbasis kinerja ini agar hasil yang dicapai akan terlihat bagi semua orang.
D. DAFTAR PUSTAKA
1. Bacal,Robert,2004,Performance Manajement, terjemahan Suryadharma dan Yanuar
Irawan, Gramedia, Jakarta.
2. Dharma, Agus. 1991. Manajemen Prestasi Kerja. Rajawali Pers. Jakarta.
3. Haris, Abdul.2005. Pilar Perusahaan Unggul. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
4. Ruky, Achmad, 2004, Sistem Manajement Kinerja, Gramedia, Jakarta.
5. Siagian, Sondang P.2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Rineka Cipta.
Jakarta
Download