Analisis Kerapatan Data Eksplorasi dan Estimasi Sumberdaya

advertisement
JTM Vol. XVI No. 2/2009
ANALISIS KERAPATAN DATA EKSPLORASI DAN ESTIMASI
SUMBERDAYA DENGAN PENDEKATAN GEOSTATISTIK
PADA ENDAPAN NIKEL LATERIT DI DAERAH
HALMAHERA TIMUR
Mohamad Nur Heriawan1, Syafrizal1, Lilik Eko Widodo1, Erik Airlangga2, Wawan Rustiawan2
Sari
Daerah Halmahera Timur secara geologi dilewati oleh jalur ofiolit yang merupakan jalur prospek mineralisasi
nikel. Penelitian ini dilakukan di Pulau A dan Pulau B dimana endapan nikel laterit di Pulau A sudah ditambang
sejak tahun 2000, sedangkan di Pulau B masih berlangsung eksplorasi semi-detil sampai detil. Pada penelitian ini
dilakukan analisis spasial dengan konstruksi variogram terhadap kerapatan data eksplorasi di kedua pulau untuk
menentukan jarak lubang bor yang optimum. Sedangkan estimasi sumberdaya dengan metode kriging blok 3D
dilakukan hanya untuk endapan nikel laterit di Pulau A. Dari analisis variogram diketahui bahwa secara umum
nugget effect semakin besar jika kerapatan data eksplorasi semakin kecil. Sedangkan range (daerah pengaruh)
yang diperoleh dari pemodelan variogram berkisar antara 40-50 m. Untuk estimasi sumberdaya di Pulau A
dilakukan dengan mempertimbangkan variabel kadar Ni dan Fe. Estimasi dan pemodelan sumberdaya dilakukan
berdasarkan konsep model blok, dimana sumberdaya dibagi menjadi unit-unit blok dengan ukuran 25 × 25 × 1 m
yang disesuaikan dengan spasi bor rata-rata dan assay conto bor per meter kedalaman. Dengan memperhatikan
zonasi mineralisasi pada endapan nikel laterit maka dapat diestimasi sumberdaya bijih di Pulau A untuk zona
limonit sebesar 1,29 juta ton bijih dengan kadar rata-rata Ni dan Fe masing-masing sebesar 1,23% dan 33,88%.
Jumlah sumberdaya pada zona Low Saprolite Ore Zone (LSOZ) sebesar 2,17 juta ton bijih dengan kadar rata-rata
Ni dan Fe masing-masing sebesar 1,58% dan 27,84%. Sedangkan pada zona High Saprolite Ore Zone (HSOZ)
jumlah sumberdayanya sebesar 7,11 juta ton bijih dengan kadar rata-rata Ni dan Fe masing-masing sebesar
2,77% dan 14,90%.
Kata kunci: kerapatan data, estimasi sumberdaya, geostatistik, nikel laterit.
Abstract
East Halmahera is geologically through by ophiolite belt and it is one of the prospective area for nickel
mineralization at Indonesia. The research is conducted at Islands A and B where laterite nickel deposit in Island A
have been mined since 1998-2000, while semi-detail to detail explorations are still campaigned in Island B. The
research focused on spatial analysis via variogram construction for some densities of exploration data in both
islands in order to define the optimum drillhole spacing. The resource estimation using 3D block kriging method
was only performed in Island A. The result of variogram analysis showed that in general the nugget effect being
larger while the density of exploration data being smaller. Resource estimation and modelling were performed
based on the concept of block model, where the blocks were divided into block unit with size of 25 × 25 × 1 m
according to the average spacing of drillholes and assay samplings in each depth. By considering the
mineralization zones in laterite nickel deposit, the resource in Island A for limonite zone were estimated as 1.29
million tonnes ore with average grades of Ni and Fe respectively 1.23% and 33.88%. The total resource for Low
Saprolite Ore Zone (LSOZ) was 2.17 million tonnes ore with average grades of Ni and Fe respectively 1.58% and
27.84%. While the total resource for High Saprolite Ore Zone (HSOZ) was 7.11 million tonnes ore with average
grades of Ni and Fe respectively 2.77% and 14.90%.
Keywords:data density, resource estimation, geostatistics, laterite nickel.
1)
2)
Kelompok Keahlian Eksplorasi Sumberdaya Bumi, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut
Teknologi Bandung. Email: [email protected]
Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi
Bandung.
I. PENDAHULUAN
Endapan nikel laterit merupakan produk dari
proses pelapukan lanjut pada batuan ultramafik
pembawa Ni-Silikat, umumnya terdapat pada
daerah dengan iklim tropis sampai dengan
subtropis. Indonesia dikenal sebagai salah satu
negara utama penghasil bahan galian di dunia,
termasuk nikel. Berdasarkan karakteristik
geologi dan tatanan teknoniknya, terbentuk
beberapa lokasi endapan nikel laterit yang
potensial untuk ditambang, terutama di daerah
Indonesia bagian timur. Beberapa lokasi yang
sudah dilakukan penambangan nikel laterit
sudah dilakukan penambangan nikel laterit
antara lain Pomalaa (Sulawesi Tenggara),
Sorowako
(Sulawesi
Selatan),
Gebe
(Halmahera), Tanjung Buli (Halmahera), dan
Tapunopaka (Sulawesi Tenggara). Sedangkan
beberapa lokasi yang diperkirakan juga
memiliki potensi endapan nikel laterit dan
hingga saat ini sedang dilaksanakan kegiatan
eksplorasi pada pulau-pulau kecil di
Halmahera, antara lain Blok Sangaji di
Tanjung Buli, Pulau Obi, dan Pulau Pakal.
89
M. Nur Heriawan, Syafrizal, Lilik Eko Widodo, Erik Airlangga, Wawan Rustiawan
Pada penelitian ini dilakukan analisis
kerapatan data eksplorasi melalui konstruksi
variogram, serta estimasi dan pemodelan
sumberdaya untuk endapan nikel laterit
menggunakan metode geostatistik yaitu
Ordinary Blok Kriging secara 3 dimensi.
Analisis kerapatan data eksplorasi dilakukan
berdasarkan data-data pemboran eksplorasi di
Pulau A dan B, Halmahera Timur dengan spasi
rata-rata antar lubang bor 25 m di A dan 25100 m di B, sedangkan spasi assay conto bor
per 1 m kedalaman di kedua pulau. Variabel
estimasi yang digunakan adalah nilai kadar Ni
dan Fe (dalam %).
II. KONDISI UMUM DAERAH
PENELITIAN
Daerah penelitian merupakan wilayah konsesi
sebuah perusahaan pertambangan nasional.
Pulau A dan B secara administratif merupakan
bagian dari Kabupaten Halmahera Timur,
Provinsi Maluku Utara. Penyebaran data-data
pemboran di Pulau A dan B ditunjukkan pada
Gambar 1.
Topografi Pulau A dicirikan oleh adanya
punggungan di tengah-tengah pulau dengan
masing-masing sayap punggungan mengarah
ke arah Barat dan Timur (Gambar 1). Pada
bagian puncak terdapat dataran landai yang
cukup lebar. Topografi yang sangat curam
terdapat pada bagian Barat, Timur, dan
Selatan. Sedangkan pada bagian Utara
topografi sudah sedikit landai. Sementara
Pulau B terdiri dari beberapa punggungan yang
dipisahkan oleh alur (Gambar 1). Topografi
landai terdapat pada puncak perbukitan.
Kemiringan lereng semakin terjal apabila
mendekati daerah garis pantai. Di sekitar
daerah pantai sampai ke garis pantai topografi
sudah sangat landai. Di dekat punggungan
kemiringan lereng bervariasi mulai dari 0° 45°, sedangkan kemiringan lereng pada daerah
yang mendekati pantai bervariasi 45° - 80°.
Pada daerah di sekitar garis pantai kemiringan
lereng di bawah 10°. Pada kedua pulau ini
terdapat tebing-tebing yang curam. Tebingtebing
ini
memperlihatkan
singkapansingkapan dari batuan ultrabasa, peridotit dan
harzburgit.
Secara regional, geologi daerah Halmahera
Timur terdiri dari batuan ultrabasa yang
merupakan sumber dari endapan nikel laterit.
Selain batuan ultrabasa, juga terdapat
singkapan batuan sedimen. Batuan sedimen ini
berumur lebih muda dari batuan ultrabasa
sehingga menutupi batuan ultrabasa secara
tidak selaras. Endapan nikel laterit terbentuk
90
dari hasil alterasi dan pelapukan batuan
ultrabasa, dimana batuan ini banyak
mengandung olivin, magnesium silikat, dan
besi silikat yang pada umumnya mengandung
0,3% Ni. Profil nikel laterit Pulau A dan B
pada umumnya dari atas ke bawah terdiri dari
zona-zona: tanah penutup (topsoil), limonit,
saprolit rendah (LSOZ), saprolit tinggi
(HSOZ), dan batuan dasar (bedrock) (Gambar
2). Penentuan zonasi nikel laterit di Pulau A
dan B menggunakan batasan kadar Ni dan Fe
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
III. ANALISIS STATISTIK
Analisis statistik univarian terhadap basis data
meliputi analisis statistik kadar Ni dan kadar
Fe. Tujuan analisis adalah untuk mengetahui
parameter atau karakterisik populasi endapan
data assay hasil pemboran pada Pulau A dan
Pulau B. Histogram kadar Ni terhadap semua
data assay dengan interval kelas 0,2% (Gambar
3) memperlihatkan distribusi data kadar pada
Pulau A dan Pulau B yang mengumpul pada
kadar di bawah 4%. Sementara untuk pencilan
data kadar Ni di Pulau A pada kadar Ni > 6%
dan untuk Pulau B pada kadar Ni > 5,6%.
Histogram kadar Fe menggunakan interval
kelas 5% (Gambar 3). Berdasarkan hasil
histogram maka distribusi kadar Pulau A
berbeda dengan Pulau B. Untuk kadar Fe
Pulau B terdapat 2 (dua) populasi yang
berbeda yaitu populasi Fe kadar tinggi (Fe >
30% berat) dan populasi Fe kadar rendah (Fe <
30% berat). Pencilan data kadar Fe Pulau A
pada kadar Fe > 60% dan di Pulau B pada
kadar Fe > 55%. Sedangkan histogram kadar
MgO memperlihatkan distribusi kadar pada
Pulau A yang berbeda dengan Pulau B dimana
cenderung mengumpul pada kadar MgO
rendah (MgO < 10%). Pencilan data terlihat
pada kadar MgO > 35% untuk Pulau A dan
MgO > 40% untuk Pulau B.
Ketebalan zona topsoil di Pulau B mencapai
hingga lebih dari 30 m dan terdistribusi baik
hingga ketebalan topsoil mencapai 17 m. Zona
topsoil di Pulau B lebih tebal daripada zona
topsoil di Pulau A yang hanya mencapai
ketebalan maksimum 9 m. Sedangkan pada
zona limonit, zona LSOZ dan zona HSOZ
secara umum kedua pulau memiliki distribusi
ketebalan yang mirip. Pada zona limonit dan
LSOZ tebalnya berkisar antara 1 m hingga 10
m dengan data mengelompok pada ketebalan
rendah. Sedangkan zona HSOZ data
terdistribusi secara merata hingga ketebalan 20
m untuk Pulau A dan 25 m untuk Pulau B.
Pada Gambar 4 dapat dilihat histogram
Analisis Kerapatan Data Eksplorasi dan Estimasi Sumberdaya dengan Pendekatan Geostatistik
pada Endapan Nikel Laterit di Daerah Halmahera Timur
frekuensi ketebalan untuk masing-masing zona
hasil komposit.
IV. ANALISIS VARIOGRAM
Pada bab ini dibahas mengenai teknik dan
penentuan
parameter
dalam
membuat
variogram eksperimental dan fitting variogram
model. Variogram dihitung dengan algoritma
sederhana yaitu perbedaan rata-rata antara dua
titik contoh dengan jarak tertentu. Agar
perbedaan tersebut bernilai positif, maka perlu
diaplikasikan perhitungan statistik yang
berdasarkan
pada
perbedaan
kuadrat.
Perbedaan kuadrat tersebut diasumsikan
sebagai ekspektasi − , sehingga
definisi variogram menjadi:
2ℎ = − (1)
Berdasarkan fungsi tersebut maka suatu
variogram eksperimental didefinisikan dengan
persamaan sebagai berikut:
ℎ =
∑
− (2)
dimana notasi Z(xi) dan Z(xi+h) menunjukkan
dua data pada titik yangdipisahkan oleh jarak
h, dimana h merupakan suatu vektor yang
menyatakan jarak antara dua titik sesuai
dengan nilai lag untuk perhitungan variogram
eksperimental, sedangkan N(h) merupakan
jumlah pasangan data. Variogram dapat
digunakan
untuk
menganalisis
tingkat
kemiripan/variabilitas antar masing-masing
data.Variogram
eksperimental
dibuat
berdasarkan data individual kadar Ni maupun
kadar Fe, dan juga data ketebalan zona laterit.
Analisis variogram untuk tiap variabel
menggunakan jarak lag sebesar 5 m dan
toleransi lag 2,5 m, dimana tujuannya yaitu
untuk mendapatkan pasangan data variogram
yang cukup banyak dengan memperhatikan
spasi data pada arah horizontal sesuai spasi
rata-rata lubang bor 25 m dan spasi data pada
arah vertikal sesuai spasi assay contoh bor
sebesar 1 m. Selain itu, analisis variogram
dibuat dalam berbagai arah yang representatif
yaitu 4 (empat) arah utama pada bidang
horizontal dan 1 (satu) arah pada bidang
vertikal sebagai berikut:
• Utara – Selatan (azimuth 0°, dip 0°)
• Baratdaya – Timurlaut (azimuth 45°, dip
0°)
• Barat – Timur (azimuth 90°, dip 0°)
• Baratlaut – Tenggara (azimuth 135°, dip
0°)
• Arah vertikal (azimuth 0°, dip 90°)
Model variogram teoritis yang digunakan
untuk fitting adalah model Sferis atau model
Matheron, karena berdasarkan analisis
variogram eksperimental yang diperoleh
menunjukkan sifat-sifat yang hampir sama
dengan model Sferis dan perilaku variogram
eksperimental pada titik-titik awal yaitu
cenderung
bersifat
linier.
Perhitungan
variogram eskperimental dan fitting variogram
telah dilakukan dengan parameter yang telah
ditentukan, baik horizontal maupun vertikal
maka dapat diketahui karakteristik secara
spasial antar data.
Untuk keperluan analisis kerapatan data
eksplorasi di Pulau A dan B, maka pemodelan
variogram dilakukan secara 2D tanpa arah
vertikal untuk variabel ketebalan zona limonit
dan LSOZ berikut kadar Ni, Fe, dan MgO pada
kedua lokasi penelitian. Model variogram pada
lag 25 m menunjukkan gejala anisotropi
geometrik atau zonal dengan pola anisotropi
ditunjukkan pada Gambar 5. Analisis
selanjutnya dilakukan dengan membuat model
variogram untuk spasi pemboran yang
berbeda-beda mulai dari 25 m, 50 m, dan 100
m. Setelah itu dilakukan evaluasi untuk
mengamati perubahan parameter variogram
model terutama nugget effect dan range untuk
setiap spasi pemboran.
Sedangkan
untuk
keperluan
estimasi
sumberdaya nikel laterit di Pulau A tetap
dilakukan pemodelan variogram secara 3D
untuk variabel kadar Ni dan Fe. Hasilnya
menunjukkan bahwa kadar Ni dan Fe pada
arah horizontal memiliki daerah pengaruh
(range) antara 35 – 43 m, sedangkan untuk
arah vertikal memiliki daerah pengaruh
(range) antara 10 – 15 m. Sehingga data yang
berada pada daerah dengan nilai range tersebut
yaitu sesuai nilai range horizontal maupun
nilai range vertikal akan memiliki korelasi
secara spasial, dimana nilainya memiliki
karakteristik yang mirip.
V. DISKUSI
5.1. Analisis Kerapatan Data Eksplorasi
Analisis model variogram difokuskan pada
data-data ketebalan, kadar Ni, kadar Fe, dan
kadar MgO. Analisis model variogram
terhadap
ketebalan
digunakan
untuk
mengetahui hubungan pengaruh ketebalan dari
masing-masing zona, sehingga didapatkan
sebaran masing-masing zona. Analisis model
variogram terhadap kadar Ni dan Fe digunakan
untuk mengetahui hubungan pengaruh kadar
Ni dan Fe pada masing-masing zona, sehingga
didapatkan batasan sebaran antara zona limonit
dan zona saprolit. Analisis model variogram
terhadap kadar MgO digunakan untuk
91
M. Nur Heriawan, Syafrizal, Lilik Eko Widodo, Erik Airlangga, Wawan Rustiawan
mengetahui hubungan pengaruh kadar MgO
dari masing-masing zona, sehingga didapatkan
gambaran tentang pelapukan bedrock. Hal ini
dikarenakan MgO mempunyai kadar yang
tinggi di batuan dasar, sebanding dengan kadar
SiO2. Sementara itu SiO2 tidak digunakan
dalam perhitungan model variogram karena
SiO2 relatif tidak konsisten dalam proses
terjadinya pelapukan. Kadar SiO2 banyak
berubah menjadi mineral lain atau membentuk
bongkahan-bongkahan kuarsa. Sedangkan
kadar MgO selalu konsisten mengalami
perubahan selama terjadinya proses pelapukan,
dimana dari zona bedrock menuju ke zona
limonit kadar MgO cenderung mengalami
penurunan.
Nugget effect (C0) dikenal sebagai fenomena
yang menunjukkan variabilitas data pada jarak
dekat (dikenal juga sebagai struktur mikro).
Semakin besar nilai nugget effect maka variasi
antar data yang berdekatan akan semakin
besar. Hasil fitting variogram eksperimental
data-data di Pulau A dan B menunjukkan
bahwa sebagian besar data mempunyai nilai
nugget yang besar, dan sebagian kecil bernilai
rendah. Penyebab dari membesarnya nilai
nugget diakibatkan oleh sebaran data dan jarak
antar data. Data yang tersebar secara teratur
akan menghasilkan model variogram yang
mempunyai nugget effect yang mendekati nol.
Sementara data yang mempunyai spasi tidak
teratur akan mempunyai nilai nugget effect
yang cukup tinggi. Nilai nugget effect akan
sama dalam satu zona dan satu variabel untuk
spasi yang sama, tapi dapat mempunyai
perbedaan yang cukup signifikan untuk spasi
yang berbeda. Dari hasil perhitungan model
variogram didapatkan bahwa semua nilai
nugget effect selalu berbeda untuk spasi yang
berbeda, untuk spasi data 25 m, 50 m, dan 100
m. Perbedaan ini berhubungan dengan spasi
antar data yang sudah semakin tidak teratur.
Untuk parameter geostatistik lain berupa range
(a), didapatkan nilai yang berbeda-beda pada
arah yang berbeda untuk jenis data yang sama
dan pada spasi yang sama. Hal ini disebabkan
karena sebaran data pada masing-masing arah
tidak sama. Berikut ini akan dijelaskan
masing-masing model anisotropi dengan spasi
25 m pada arah dan zona yang berbeda.
Perubahan nugget efect dan range untuk
ketebalan masing-masing zona laterit pada
kedua lokasi penelitian untuk kerapatan
pemboran yang berbeda ditunjukkan pada
Gambar 6 dan 7.
Berdasarkan hasil analisis terhadap nilai range
terlihat bahwa pola grafik perbandingan antara
92
nilai range untuk data-data ketebalan, kadar
Ni, kadar Fe, dan kadar MgO menunjukkan
perbedaan nilai range untuk kerapatan data 100
m dengan 50 m yang cenderung lebih besar
jika dibandingkan dengan perbedaan nilai
range untuk kerapatan data 25 m dengan 50 m.
Hal ini menandakan bahwa kerapatan data
untuk spasi 25 m sudah mendekati nilai yang
optimum sesuai dengan jarak atau spasi data
yang terendah.
Dari perbandingan nilai nugget effect dan
range didapatkan hasil yang siginifikan,
dimana pada kerapatan data yang semakin
rapat, didapatkan nilai nugget effect yang
semakin besar yang berarti ketidakteraturan
data semakin tinggi, sementara nilai range
semakin kecil yang menggambarkan jarak
pengaruh
homogenitas
data
semakin
berkurang. Perhitungan dengan menggunakan
nilai nugget effect mengindikasikan perbedaan
nilai antar data dalam skala kecil, sedangkan
pada perhitungan dengan menggunakan nilai
range mengidikasikan perbedaan nilai antar
data secara regional. Dari fenomena ini
diketahui bahwa di beberapa lokasi terdapat
perbedaan kadar yang cukup besar, yang
kemungkinan
disebabkan
oleh
proses
pelapukan atau proses geologi yang terjadi.
Namun secara keseluruhan fenomena tersebut
belum menggambarkan karakteristik dari
endapan nikel laterit di Pulau A dan B.
5.2. Estimasi Sumberdaya Nikel Laterit
Perhitungan sumberdaya nikel laterit dilakukan
berdasarkan model grid. Dimana setiap grid
berukuran 25 × 25 × 1 m yang merupakan
unit-unit terkecil pada sistem model blok dan
diwakili oleh satu nilai kadar Ni dan Fe hasil
estimasi. Estimasi sumberdaya nikel laterit
dibedakan menjadi 3 (tiga) zona utama yaitu:
zona Limonit, Low Saprolite Ore Zone
(LSOZ), dan High Saprolite Ore Zone (HSOZ)
berdasarkan nilai cut-off kadar Ni dan Fe
tertentu seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Domain estimasi sumberdaya nikel laterit di
Pulau A dibedakan menjadi 3 (tiga) blok
berdasarkan pola pemboran yang ada yaitu
pada Blok Utara, Blok Selatan A, dan Selatan
B (Gambar 8). Dimana batasan perhitungan
sumberdaya pada masing-masing blok
merupakan outline terluar dari blok/grid
pemboran terluar.
Adapun tahapan perhitungan sumberdaya nikel
laterit adalah sebagai berikut :
1. Melakukan estimasi nilai kadar Ni dan Fe
pada masing-masing grid pada model blok
Analisis Kerapatan Data Eksplorasi dan Estimasi Sumberdaya dengan Pendekatan Geostatistik
pada Endapan Nikel Laterit di Daerah Halmahera Timur
2.
3.
4.
5.
6.
dengan menggunakan metode Ordinary
Blok Kriging 3D.
Menentukan batas (boundary) perhitungan
sumberdaya pada peta dasar.
Melakukan koreksi nilai kadar Ni dan Fe
hasil estimasi, dimana data yang berada di
luar batas perhitungan sumberdaya, batas
topografi, dan batas bottom borehole
dihilangkan.
Melakukan penentuan zona-zona endapan
nikel laterit berdasarkan nilai kadar Ni dan
Fe hasil taksiran dengan parameter cut off
(pada Tabel 1) yang telah ditentukan.
Melakukan perhitungan volume, tonase,
ketebalan, dan kadar rata-rata pada masingmasing zona endapan nikel laterit.
Menerapkan faktor perolehan (recovery
factor)
terhadap
sumberdaya
yang
diperoleh dari hasil perhitungan. Pada
penelitian
ini,
faktor
perolehan
diasumsikan sebesar 100%.
kandungan logam Ni sebesar 15.844 ton dan
logam Fe sebesar 437.431 ton, total
sumberdaya bijih pada zona LSOZ (Low
Saprolite Ore Zone) sebesar 1.448.125 m3 atau
2.172.187 ton dengan kandungan logam Ni
sebesar 34.440 ton dan logam Fe sebesar
604.833 ton, sedangkan total sumberdaya bijih
pada zona HSOZ (High Saprolite Ore Zone)
sebesar 4.742.500 m3 atau 7.113.750 ton
dengan kandungan logam Ni sebesar 197.150
ton dan logam Fe sebesar 1.060.072 ton.
VI. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian
tentang analisis kerapatan data eksplorasi dan
estimasi sumberdaya nikel laterit ini adalah:
1.
Volume sumberdaya nikel laterit diperoleh dari
hasil perkalian antara tebal masing-masing
zona dengan luasan grid. Sedangkan tonase
diperoleh dari hasil perkalian antara volume
dengan densitas masing-masing zona. Asumsi
densitas yang digunakan adalah untuk zona
limonit 1,6 ton/m3 dan untuk zona saprolit
(LSOZ dan HSOZ) adalah 1,5 ton/m3.
Dalam penelitian ini, perhitungan sumberdaya
hanya mempertimbangkan aspek teknis dan
ekonomis, dimana aspek teknis berupa dimensi
unit model blok terkecil/minimum (small
mining unit) dan aspek ekonomi berupa nilai
cut-off grade untuk masing-masing horizon
nikel laterit. Selain itu, mempertimbangkan
juga faktor perolehan. Penelitian ini
menghasilkan beberapa model sumberdaya
nikel laterit terestimasi untuk semua blok
perhitungan sumberdaya yaitu Blok Utara,
Blok Selatan A, dan Blok Selatan B, dimana
model sumberdaya tersebut dapat digambarkan
sebagai model penampang seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 9 dan 10. Ringkasan
hasil perhitungan sumberdaya untuk masingmasing horizon laterit pada setiap blok
ditunjukkan pada Tabel 2 sampai 4.
Berdasarkan tabulasi sumberdaya nikel laterit
untuk masing-masing blok perhitungan
sumberdaya yaitu Blok Utara, Blok Selatan A,
dan Blok Selatan B sebagaimana yang tertera
pada Tabel 2 sampai 4 di atas, maka dapat
diketahui bahwa total sumberdaya nikel laterit
untuk daerah penelitian di Pulau A
berdasarkan hasil estimasi dengan metode
kriging blok 3 (tiga) dimensi sebagai berikut:
total sumberdaya bijih pada zona limonit
sebesar 806.875 m3 atau 1.291.000 ton dengan
2.
3.
Berdasarkan hasil perbandingan nilai
nugget effect terhadap jarak data,
diketahui bahwa nilai nugget effect untuk
spasi atau kerapatan data 25 m cukup
besar jika dibandingkan dengan spasi data
50 m atau 100 m. Hal ini mengindikasikan
bahwa terdapat variabilitas data yang
tinggi terekam pada kerapatan data 25 m,
tapi tidak atau kurang terekam pada jarak
50 m atau 100 m. Variabilitas data yang
tinggi pada jarak dekat tersebut
kemungkinan
berkaitan
dengan
mineralisasi (pengayaan) pada zona
rekahan (fracturing).
Berdasarkan perbandingan dari nilai range
terhadap jarak data, diketahui bahwa
perbandingan nilai range pada kerapatan
data 100 m dan 50 m jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan perbandingan nilai
range pada kerapatan data 25 m dan 50 m.
Hal ini mengindikasikan bahwa nilai
range yang didapatkan pada spasi data 25
m sudah mendekati nilai optimum sesuai
dengan kerapatan data yang ada di kedua
lokasi penelitian yaitu Pulau A dan Pulau
B.
Rincian jumlah sumberdaya nikel laterit di
Pulau A berdasarkan estimasi metode
kriging blok 3 (tiga) dimensi adalah:
• Total sumberdaya bijih pada zona
limonit sebesar 1,3 juta ton dengan
kandungan logam Ni sebesar 16 ribu
ton dan logam Fe sebesar 437 ribu ton.
• Total sumberdaya bijih pada LSOZ
sebesar 2.2 juta ton dengan kandungan
logam Ni sebesar 34 ribu ton dan
logam Fe sebesar 605 ribu ton.
• Total sumberdaya bijih pada HSOZ
sebesar 7,1 juta ton dengan kandungan
logam Ni sebesar 197 ribu ton dan
logam Fe sebesar 1 juta ton
93
M. Nur Heriawan, Syafrizal, Lilik Eko Widodo, Erik Airlangga, Wawan Rustiawan
UCAPAN TERIMA KASIH
3.
Makalah ini merupakan bagian dari hasil Riset KK
ESDB tahun 2008 sehingga penulis mengucapkan
terimakasih kepada Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat (LPPM) atas dukungan
dana untuk pelaksanaan kegiatan Riset KK No.:
044/K01.08/SPK/2008.
4.
DAFTAR PUSTAKA
1. Darijanto, T., 1999, Pengaruh Morfologi
terhadap Pembentukan dan Penyebaran
Nikel Lateritik. Temu Profesi Tahunan
VIII Perhimpunan Ahli Pertambangan
Indonesia (PERHAPI).
2. Elias, M., 2001, Global Laterit Nickel
Resources. New Caledonian Nickel
Conference.
5.
6.
7.
Golightly, J.P., 1981, Nickeliferous
Laterite Deposits. Ecocomic Geology,
75th Anniversary Volume.
Isaaks, E.H., Srivastava, R.M., 1986,
Applied Geostatistics. Oxford University
Press, New York.
Annels, E.A.,1991, Mineral Deposit
Evaluation, A practical Approach.
Chapman & Hall, London.
Armstrong, M., 1998, Basic Linear
Geostatistics. Springer-Verlag, Berlin, 2571.
Journel, G.A. & Hujibregts, J., 1978,
Mining Geostatistic. Academic Press,
London.
Tabel 1. Nilai batas kadar untuk pembagian zona nikel laterit
Nilai Batas Kadar
Zona
Kadar Ni (%-berat)
Kadar Fe (%-berat)
Limonit
1.0 < Ni < 1.4
40 < Fe < 50
LSOZ
1.4 < Ni < 1.8
30 < Fe < 40
HSOZ
Ni > 1.8
Fe < 30
Tabel 2. Tabulasi sumberdaya Ni – Fe untuk Blok Utara
Horizon
Tebal
total (m)
Volume
(m3)
Tonase
(ton)
Kadar ratarata (%)
Ni
Fe
Kandungan logam
(ton)
Ni
Fe
Limonit
372
232.500
372.000
1.25
32.43
4643
120.655
LSOZ
850
531.250
796.875
1.59
26.97
12.689
214.907
HSOZ
1318
823.750
1.235.625
2.08
16.98
25.696
209.796
Horizon
Tabel 3. Tabulasi sumberdaya Ni – Fe untuk Blok Selatan A
Kadar
rata- Kandungan
Tebal
Volume
Tonase
rata (%)
(ton)
3
total (m)
(m )
(ton)
Ni
Fe
Ni
Fe
logam
Limonit
406
253.750
406.000
1.25
37.10
5063
150.638
LSOZ
950
593.750
890.625
1.59
30.14
14.138
268.438
HSOZ
3574
2.233.750
3.350.625
3.30
14.98
110.707
502.054
Tabel 4. Tabulasi sumberdaya Ni – Fe untuk Blok Selatan B
Kadar
rataTebal
Volume
Tonase
rata (%)
Horizon
3
total (m)
(m )
(ton)
Ni
Fe
Kandungan logam
(ton)
Ni
Fe
Limonit
6138
94
513
320.625
513.000
1.20
32.39
166.138
Analisis Kerapatan Data Eksplorasi dan Estimasi Sumberdaya dengan Pendekatan Geostatistik
pada Endapan Nikel Laterit di Daerah Halmahera Timur
LSOZ
517
323.125
484.687
1.57
25.07
7613
121.487
HSOZ
2696
1.685.000
2.527.500
2.40
13.78
60.746
348.221
95
M. Nur Heriawan, Syafrizal, Lilik Eko Widodo, Erik Airlangga, Wawan Rustiawan
Gambar 1. Topografi dan lokasi penyebaran data pemboran di Pulau A (kiri) dan B (kanan).
Gambar 2. Profil endapan nikel laterit di Pulau A (kiri) dan Pulau B (kanan).
96
Analisis Kerapatan Data Eksplorasi dan Estimasi Sumberdaya dengan Pendekatan Geostatistik
pada Endapan Nikel Laterit di Daerah Halmahera Timur
Pulau A
Pulau B
Pulau A
Pulau B
Pulau A
Pulau B
Gambar 3. Distribusi kadar Ni, Fe, dan MgO (dalam % berat)
pada masing-masing lokasi penelitian.
97
M. Nur Heriawan, Syafrizal, Lilik Eko Widodo, Erik Airlangga, Wawan Rustiawan
Pulau A
Pulau B
Pulau A
Pulau B
Pulau A
Pulau B
Pulau A
Pulau B
Gambar 4. Distribusi ketebalan zona laterit (dalam meter) untuk kedua lokasi penelitian.
98
Analisis Kerapatan Data Eksplorasi dan Estimasi Sumberdaya dengan Pendekatan Geostatistik
pada Endapan Nikel Laterit di Daerah Halmahera Timur
Pulau B
Pulau A
Pulau A
Pulau B
Gambar 5. Pola anisotropi pada zona limonit (kiri) dan zona LSOZ (kanan)
untuk masing-masing variabel di Pulau A dan B.
Perbandingan
Effect
Ketebalan
Limonit
P. Gee
Nugget Nugget
eff ect
tebal
limonit
Pulau
A
40
35
40
²) 35
(m 30
t
c
ef 25
f 20
E
t 15
e
g
g 10
u
N 5
N 5
5
0
0
0
25
50
25
100
Perbandingan nugget effect ketebalan HSOZ
Nugget eff ect tebal
P. Gee HSOZ Pulau A
40
²) 35
m
(
t 30
c
fef 25
E 20
t
e 15
g
g
u 10
²)
30
m
(
t
c 25
fe
f 20
E
t 15
e
g
g 10
u
N
Perbandingan
Nugget
Ketebalan
P. Gee
Nugget ef
fectEffect
tebal
LSOZLSOZ
Pulau
A
50
25
100
Perbandingan ketebalan LSOZ P. Pakal
Nugget
ef fect tebal LSOZ Pulau B
Perbandingan Nugget Effect ketebalan Limonit P. Pakal
Nugget eff ect tebal limonit Pulau B
50
100
Kerapatan data (m)
Kerapatan Data (m)
Kerapatan data (m)
Perbandingan nugget effect ketebalan HSOZ
Nugget eff ect P.
tebal
HSOZ Pulau B
Pakal
40
40
40
35
35
35
²)
30
m
(
t
c 25
fef
20
E
t 15
e
g
g 10
u
N
)² 30
(m25
t
c
ef 20
f
E15
t
e 10
g
g
u 5
N
)² 30
(m25
t
c 20
ef
f 15
E
t
e 10
g
g
u 5
N 0
5
0
0
25
50
Kerapatan data (m)
100
25
50
Kerapatan data (m)
100
25
50
100
Kerapatan data (m)
Gambar 6. Perbandingan nilai nugget effect(C0) untuk ketebalan zona laterit
di Pulau A dan B pada kerapatan pemboran yang berbeda.
99
M. Nur Heriawan, Syafrizal, Lilik Eko Widodo, Erik Airlangga, Wawan Rustiawan
Perbandingan Range ketebalan
Range tebal limonit Pulau A
limonit P. Gee
Perbandingan Range Ketebalan
Range LSOZ
tebal LSOZ
Pulau A
P. Gee
Perbandingan Range Ketebalan
Range tebal HSOZ Pulau A
HSOZ P. Gee
350
350
350
) 300
(m
n
250
a
la
b 200
te
e
k 150
e
g 100
n
ra
50
300
300
)
250
m
(
n
200
la
a
b
e
t 150
e
k
e 100
g
n
a
r 50
)
m
( 250
n
a
la 200
b
e
t 150
e
k
e 100
g
n
a
r 50
0
0
0
25
50
25
100
Perbandingan Data ketebalan
Range
tebal limonit Pulau B
Limonit P. Pakal
350
)
m
( 300
n
a
la250
b
e
t 200
e
k
e150
g
n
a
r 100
50
50
350
350
300
300
)
(m250
n
a
l 200
a
b
e
t 150
e
k
e 100
g
n
a
r 50
50
100
25
50
100
25
50
Gambar 7. Perbandingan nilai range (daerah pengaruh) untuk ketebalan zona laterit
di Pulau A dan B pada kerapatan pemboran yang berbeda.
100
100
0
0
25
50
Perbandingan Range Ketebalan
Renge
tebalP.HSOZ
HSOZ
Pakal Pulau B
Perbandingan Range Ketebalan
Range LSOZ
tebal LSOZ
Pulau B
P. Pakal
)
(m250
n
a
l
a 200
b
e
t 150
e
k
e 100
g
n
a
r 50
0
25
100
100
Analisis Kerapatan Data Eksplorasi dan Estimasi Sumberdaya dengan Pendekatan Geostatistik
pada Endapan Nikel Laterit di Daerah Halmahera Timur
PEMBAGIAN
PETA BLOK
BLOK
PERHITUNGAN
PERHITUNGAN
CADANGAN
BLOK
UTARA
SUMBERDAYA
DI PULAU A
U
T
B
S
0
200 m
BLOK
SELATAN B
KETERANGAN :
BLOK
SELATAN A
= Titik Bor
= Frame Blok
Perhitungan
Cadangan
Gambar 8. Peta pembagian blok perhitungan sumberdaya nikel laterit di Pulau A.
101
M. Nur Heriawan, Syafrizal, Lilik Eko Widodo, Erik Airlangga, Wawan Rustiawan
Gambar 9. Model penampang Barat – Timur nikel laterit untuk Blok Selatan B hasil estimasi dengan metode
kriging: (a) Estimasi kadar Ni (%) dan (b) Estimasi kadar Fe (%).
Gambar 10. Model penampang Utara – Selatan nikel laterit untuk Blok Selatan B hasil estimasi dengan
metode kriging: (a) Estimasi kadar Ni (%) dan (b) Estimasi kadar Fe (%)
102
Download