paradigma pendidikan hadhari berbasis integratif

advertisement
PARADIGMA PENDIDIKAN HADHARI
BERBASIS INTEGRATIF-INTERKONEKTIF
(TINJAUAN FILOSOFIS PEMIKIRAN ABD.
RACHMAN ASSEGAF)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh :
NINING ERFIYANTI
NIM. 111 08 016
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2012
ii
PARADIGMA PENDIDIKAN HADHARI
BERBASIS INTEGRATIF-INTERKONEKTIF
(TINJAUAN FILOSOFIS PEMIKIRAN ABD.
RACHMAN ASSEGAF)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh :
NINING ERFIYANTI
NIM. 111 08 016
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2012
iii
iv
v
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Tidak akan rugi orang-orang yang berdoa, berusaha
dan bertawakal”
PERSEMBAHAN
Dengan ketulusan hati dan segenap rasa syukur, skripsi ini saya persembahkan
kepada:
 Bapak dan Ibu tercinta yang selalu memberi curahan kasih sayangnya
serta do’a restunya demi tercapainya keberhasilan ini.
 Adikku tersayang yang telah memberiku semangat.
 Sahabat-sahabat yang senantiasa memberi bantuan dan dorongan selama
penyusunan skripsi ini.
 Seseorang yang spesial, yang selalu memberikan senyuman, dukungan
dan semangat.
 Almamaterku tercinta STAIN Salatiga tempat aku menuntut ilmu.
vii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah
SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam
semoga tercurah kepada Rosulullah Saw, keluarga, sahabat dan para pengikutnya.
Penyusunan skripsi ini bertujuan guna memenuhi persyaratan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan dalam ilmu Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN) Salatiga. Terselesainya skripsi ini ini tidak semata-mata hasil
dari jerih payah penulis sendiri melainkan banyak pihak yang terkait yang telah
membantu baik moril maupun spiritual, oleh karena itu penulis tidak lupa
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag. selaku ketua STAIN Salatiga, beserta para
stafnya yang telah menyediakan tempat serta fasilitas gedung kuliah yang
nyaman dan kondusif.
2. Bapak Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag, yang telah meluangkan waktu dan
pikiran untuk memberikan bimbingan serta pengarahan dalam penyusunan
skripsi ini.
3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si selaku Ketua Progam Studi Pendidikan Agama
Islam.
4. Ibu dan bapak Dosen Progam Studi Pendidikan Agama Islam, yang telah
mendidik penulis pada waktu kuliah, sehingga membantu tersusunnya skripsi
ini.
5. Segenap civitas Akademik STAIN Salatiga.
6. Ayahanda terkasih dan ibunda terkasih yang selalu tulus dan ikhlas
mencurahkan segalanya demi penulis serta adikku tercinta.
7. Teman-teman terdekat yang telah memberikan motivasi dan do’a sehingga
dapat terselesainya skripsi ini.
viii
Penulis memohon kepada Allah SWT, agar orang-orang yang telah
berjasa kepada penulis mendapat limpahan rahmat, taufiq, serta inayah-Nya.
Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta
mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Amin.
Penulis menyadari susunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun
mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya,
dan para pembaca umumnya. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk skripsi ini.
Salatiga, 28 Juni 2012
Penulis
NINING ERFIYANTI
NIM. 11108016
ix
ABSTRAK
Erfiyanti, Nining.2012. Paradigma Pendidikan Hadhari Berbasis IntegratifInterkonektif (Tinjauan Filosofis Pemikiran Abd. Rachman
Assegaf. Skripsi Jurusan Tarbiyah. Progam Studi Pendidikan
Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag.
Kata kunci: paradigma, pendidikan hadhari, integratif-interkonektif, Abd.
Rachman Assegaf.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah (1) untuk mendapatkan satu
eksplorasi lebih lanjut mengenai pendidikan hadhari sebagai paradigma
pendidikan Islam (dari segi filosofis), dan relevansinya terhadap dunia pendidikan
Islam di Indonesia saat ini, (2) untuk memberikan evaluasi kritis mengenai
pendidikan hadhari jika dijadikan sebagai paradigma pendidikan kontemporer di
Indonesia.
Skripsi ini merupakan jenis penelitian kepustakaan yang menggunakan
pendekatan sosio historis dan factual historis. Analisis datanya menggunakan
metode analisis isi dan analisis filosofis.
Hasil penelitian ini secara ontologis, pendidikan hadhari adalah
pendidikan yang berusaha membangun budaya intelektual umat Islam dengan
mengembangkan agama, ilmu dan falsafah sebagai satu kesatuan yang tak
terpisahkan sesuai dengan al-Qur’an dan Hadis dan dijabarkan sesuai dengan
tuntutan kebutuhan manusia dan isu-isu kontemporer pendidikan Islam. secara
epistemologi pemikiran Abd. Rachman Assegaf berlandaskan pada al-Qur’an dan
Hadis, teori pendidikan sebelumnya, pengembangan Islamisasi ilmu dan
pengembangan konsep segitiga Hadharah. Kerangka metodologi berfikir Abd.
Rachman Assegaf bertolak pada metode sintesa pemikiran dengan sumber
pengetahuan antara wahyu, rasio, dan empirisme. Secara aksiologis pendidikan
hadhari bertujuan mencapai pendidikan Islam yang visioner, pendidikan
integratif-interkonektif, pendidikan non-dikotomi dan pendidikan yang mampu
menjawab persoalan kontemporer pendidikan. Pendidikan hadhari secara konsep
relevan untuk penyelesaian masalah pendidikan Islam, sudah ada yang secara
nyata dilakukan secara konsep meskipun masih kurang maksimal, dalam arti perlu
dikaji dan dikembangkan untuk pengaplikasiannya dalam realita pendidikan
Islam.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................
HALAMAN LOGO .............................................................................
HALAMAN JUDUL ............................................................................
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................
PENGESAHAN KELULUSAN ..........................................................
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................
KATA PENGANTAR .........................................................................
ABSTRAK............................................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................
DAFTAR TABEL DAN BAGAN ........................................................
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
BAB I PENDAHULUAN
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
x
xi
xiv
xv
A. Latar Belakang Masalah ....................................................
1
B. Penegasan Istilah ...............................................................
6
C. Rumusan Masalah ............................................................
8
D. Signifikansi Penelitian........................................................
8
E. Studi Pustaka.....................................................................
9
1. Prior Research ...........................................................
9
2. Kerangka Teori ..........................................................
11
F. Metodologi Penelitian Skripsi ...........................................
16
1. Jenis Penelitian ...........................................................
16
2. Pendekatan Penelitian..................................................
16
3. Metode Pengumpulan Data ........................................
17
4. Analisa Data ...............................................................
20
G. Sistematika Penulisan Skripsi.............................................
21
BAB II BIOGRAFI ABD. RACHMAN ASSEGAF
A. Riwayat Singkat dan Latar Belakang Pendidikan ..............
23
B. Karya-Karya Abd. Rachman Assegaf ................................
xi
31
BAB III GAGASAN
ABD.
RACHMAN
ASSEGAF
MENGENAI
PENDIDIKAN HADHARI
A. Genealogi Pemikiran Abd. Rachman Assegaf ....................
34
B. Gagasan Abd. Rachman Assegaf tentang Pendidikan
Hadhari ............................................................................
43
1. Sekilas tentang Pendidikan Hadhari.............................
43
2. Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif
Sebagai Paradigma Pendidikan Islam ..........................
48
3. Pilar-pilar Pendidikan Hadhari ....................................
53
4. Tiga Bilik Peradaban Hadhari ...................................
58
BAB VI ANALISIS
FILOSOFIS
TERHADAP
PEMIKIRAN
ABD.
RACHMAN ASSEGAF TENTANG KONSEP PENDIDIKAN
HADHARI
A. Dimensi Ontologi ...............................................................
75
1. Pengertian Ontologi ....................................................
75
2. Dimensi Ontologis Pemikiran Abd. Rachman Assegaf..
76
3. Orisinalitas Pemikiran .................................................
80
B. Landasan Epistemologis ...................................................
82
1. Pengertian Epistemologi ............................................
82
2. Mencari Landasan Epistemologi Gagasan Abd.
Rachman Assegaf ......................................................
83
3. Kerangka Berpikir dan Pendekatan ..............................
85
C. Kerangka Aksiologis .........................................................
87
1. Pengertian Aksiologi ...................................................
87
xii
2. Landasan Aksiologi: Nilai dan Tujuan terhadap
Pendidikan Islam .........................................................
88
D. Relevansi Pendidikan Hadhari Terhadap Pendidikan
Islam ………………………………………………………
BAB V
92
PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................
105
B. Saran ..............................................................................
108
C. Penutup .........................................................................
108
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL DAN BAGAN
Bagan I
: Melacak Genealogi Pemikiran Abd. Rachman Assegaf ........
42
Tabel I
: Perbedaan Falsafah Barat dengan falsafah Al-Hadhariyah....
64
Bagan II : Kerangka Analisis Filosofis pendidikan hadhari..................
74
Bagan III : Domain Pengetahuan, Ketrampilan dan Sikap dalam
Pendidikan Damai ................................................................
100
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Wawancara
Lampiran 1 Wawancara Dengan Abd. Rachman Assegaf ..........................
102
Lampiran 2 Riwayat Hidup .......................................................................
105
Lampiran 3 Keterangan SKK
Lampiran 4 Lembar konsultasi..................................................................
xv
113
120
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan tema urgen yang tidak bisa dipisahkan dalam
kehidupan manusia, Karena pada prinsipnya seluruh proses kehidupan adalah
pendidikan. Pandangan bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat penting
sudah lama disadari manusia dan terbukti pendidikan telah melahirkan
peradaban-peradaban yang telah tercatat dalam sejarah umat manusia.
Pendidikan adalah upaya sadar dalam rangka mewujudkan dan
membentuk pribadi manusia yang seutuhnya, pendidikan adalah sebuah proses
menciptakan pribadi manusia yang berguna bagi masyarakat, agama dan bangsa
serta bertakwa kepada Tuhan YME. Dalam undang-undang Nomor 12 tahun
1954 menerangkan bahwa tujuan pendidikan dan pengajaran adalah membentuk
manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air (Purwanto, 2002:27).
Dari pengertian tersebut tersirat jelas bahwa pendidikan Islam seharusnya
memiliki peranan yang dominan dalam proses pendidikan di Indonesia. Namun
realitasnya, pendidikan Islam justru menempati posisi yang dilematis. Seiring
kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta gencarnya arus
modernisasi, pendidikan Islam justru dihadapkan pada tantangan-tantangan
kompleks.
1
Persoalan-persoalan mulai dari masih banyaknya umat Muslim yang
masih anti dengan penemuan-penemuan Barat sehingga menimbulkan pola
berpikir fiqih oriented
yang hanya mengedepankan implementasi hubungan
vertikal dan terjebak dalam arus ritualisasi. Pola keberagaman seperti ini
dikhawatirkan akan menciptakan masyarakat yang selalu dihiasi budaya
ritualistik, kaya akan unsur kultur Islami tapi miskin nilai spiritual yang
berdimensi kemanusiaan. Ketidakseimbangan antara konsep hablum minallah
dan hablum minannas telah mengakibatkan diabaikannya rumusan khalifatullah
dalam rumusan pendidikan (Mas’ud, 2002:15).
Masalah dikotomi keilmuan pun menjadi persoalan yang tidak pernah
habisnya diperdebatkan dalam pendidikan Islam. Menurut Ahmad Barizi,
terdapat asumsi pemetakan lebih jauh antara apa yang disebut dengan revealed
knowledge (pengetahuan yang bersumber dari wahyu Tuhan) dan scientific
knowledge (pengetahuan yang bersumber dan berasal dari analisa pikir manusia)
seperti filsafat, ilmu-ilmu sosial (social siencies), ilmu-ilmu humaniora
(humanities siencies), ilmu-ilmu alam (natural siencies), dan ilmu-ilmu eksakta
(mathematic siencies) (Barizi, 2011:21).
Islam sendiri tidak mengenal adanya dikotomi karena Islam memiliki
kaitan yang sangat erat dengan ilmu pengetahuan. Al-Qur’an sebagai kitab suci
Islam mengandung banyak keterangan-keterangan tentang ciptaan-ciptaan Allah.
Islam sangat menganjurkan umatnya menyelidiki rahasia alam tersebut melalui
2
kegiatan ilmiah. Masih menurut pendapat Ahmad Barizi bahwa orientasi sains
dan teknologi sesungguhnya merupakan instruksi utama al-Qur’an bagi
terbentuknya ulu al-albab (Barizi, 2011:23). Penghargaan terhadap kebebasan
untuk berkembang dan berpikir maju tentu saja sangat besar, mengingat manusia
merupakan makhluk yang berpikir dan memiliki kesadaran. Namun realitasnya
masih terjadi kesenjangan dalam pendidikan Islam.
Masih banyak persoalan-persoalan yang dihadapi pendidikan Islam
seperti
masalah
demokrasi,
pemerataan
pendidikan,
multikulturalisme,
pluralisme, globalisasi pendidikan dan lain sebagainya. Melihat banyaknya
persoalan tersebut diperlukan pembaharuan strategi pendidikan yang membumi,
dan untuk melakukan pembaharuan pendidikan Islam diperlukan paradigma
pendidikan yang mampu mengarahkan pada tujuan dan sasaran pendidikan
Islam. Kemajuan pendidikan ditentukan oleh landasan pijak dan paradigma yang
mampu mengantarkan pada substansi apa yang akan dibawa dalam proses dan
metode pendidikan.
Ketika pendidikan Islam dijadikan sebagai paradigma maka keseluruhan
pendidikan juga harus mengadaptasi dari ajaran-ajaran Islam. Dasar paradigma
pendidikan Islam adalah al-Qur’an dan Hadis yang digunakan sebagai rujukan
utama dalam membuat dan mengembangkan konsep, prinsip, teori, dan teknik
pendidikan. Dapat disimpulkan bahwa ideologi atau paradigma pendidikan
3
merupakan gambaran utuh antara ketauhidan, akhlak, alam semesta dan tentang
manusia yang dikaitkan dengan teori pendidikan Islam.
Dalam
catatan
sejarahnya,
pendidikan
ini
benar-benar
mampu
membangun peradaban, sehingga adanya sebuah paradigma pendidikan Islam
merupakan sebuah keharusan. Dunia Islam pernah menjadi kiblat ilmu
pengetahuan dan teknologi dan mencapai puncaknya pada masa khalifah
Abbasiyah. Pada masa itu seluruh aktivitas intelektual dilandasi dengan nilainilai agama, tujuan akhir dari seluruh aktivitas adalah menegakkan agama dan
adanya perimbangan antara disiplin ilmu agama serta pengembangan intelektual
dalam kurikulum pendidikan.
Namun sayangnya kemajuan-kemajuan Islam saat itu tidak sempat
dilanjutkan dengan sebaik-baiknya oleh generasi berikutnya sehingga tanpa sadar
umat Islam telah melepaskan kepeloporannya. Sampai saat ini bangsa Barat
dengan mudah mengambil dan mentransfer ilmu pengetahuan yang dimiliki umat
Islam sehingga kendali dan penguasa IPTEK berada pada bangsa barat.
Saat ini adalah waktunya umat Islam melakukan pembaharuan progesif
dalam pendidikan Islam. Diperlukan paradigma pendidikan Islam yang
mencakup persoalan-persoalan filosofis dalam arti luas. Persoalan filosofis
tersebut menyangkut pertanyaan mendasar seperti apakah pendidikan Islam itu?,
Apakah tujuan dari pendidikan Islam itu?, Apakah yang menjadi landasan pijak
dari pendidikan Islam itu?.
4
Dari berbagai permasalahan pendidikan Islam di atas, para praktisi
pendidikan mulai berfikir bagaimana merekonstruksi paradigma pendidikan
Islam sehingga mampu mencapai tujuan akhir yang diharapkan. Seperti yang
telah diketahui, pendidikan Islam diharapkan mampu mengembangkan potensi
peserta didik secara maksimal dan proporsional dalam mengembangkan sumber
daya manusia. Pendidikan Islam juga diharapkan mampu mengoptimalkan
kemandirian dan tanggung jawab peserta didik.
Salah satu gagasan tentang pengembangan pendidikan Islam yang sesuai
dengan problem solving adalah gagasan paradigma pendidikan hadhari berbasis
integratif-interkonektif yang dibukukan dengan judul Filsafat Pendidikan Islam:
Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif. Gagasan
pendidikan
hadhari
berbasis
integratif-interkonektif
menyajikan
konsep
pembaharuan pendidikan Islam dalam perspektif keilmuan yang integratifinterkonektif. Dalam buku ini dipaparkan kajian tentang falsafah, sains, dan
agama Islam sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Konsep
pendidikan hadhari menawarkan jalan keluar dengan internalisasi nilai dan
prinsip umum yang meliputi petunjuk waktu, nilai-nilai kenabian, kejayaan
masa-masa keemasan dengan tetap merespon isu-isu kontemporer.
Sebagai upaya reflektif, dan sebagai bentuk respon intelektual atas
hadirnya sebuah ide dan gagasan besar, penulis mencoba untuk menelaah
kembali secara filosofis atas apa yang menjadi gagasan Abd. Rachman Assegaf.
5
B. Penegasan Istilah
Untuk memberikan pemahaman yang tepat serta untuk menghindari
kesalahpahaman dan kekaburan dalam menginterpretasikan judul skripsi ini,
maka perlu dikemukakan makna agar dapat dipahami secara konkret dan lebih
operasional. Adapun penjelasan dari istilah tersebut:
1. Paradigma
Dalam Kamus Filsafat, paradigma memungkinkan sang ilmuwan untuk
memecahkan kesulitan yang muncul dalam rangka ilmunya, sampai muncul
begitu banyak anomali yang tak dapat dimasukkan dalam kerangka ilmunya,
dan menuntut revolusi paradigmatik terhadap ilmu tersebut. Pengertian dari
paradigma adalah cara memandang sesuatu, dalam ilmu pengetahuan
paradigma diartikan sebagai model, pola, ideal di mana dari model-model
tersebut fenomena yang dipandang, dijelaskan. Pengertian lain dari paradigma
adalah totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan atau
mendefinisikan suatu studi ilmiah konkret, dan ini melekat di dalam praktek
ilmiah pada tahap tertentu (Bagus, 1996:779).
2. Pendidikan hadhari
Kata hadhari berasal dari bahasa Arab, hadharah yang berarti
peradaban. hadharah berakar kata hadhara yang berarti hadir. Dalam kamus
Al-Mawrid kata hadharah diartikan dalam bahasa inggris dengan kata
civilization yang sama artinya dengan kata tamadun dan madaniyah artinya
6
peradaban, sebuah umat yang menjadi beradab, bangsa-bangsa yang
berperadaban dan kemajuan dalam rasa atau pemikiran atau tingkah laku
(Ba’albaki, 2003:181).
Abd. Rachman Assegaf mengaitkan pendidikan dan hadhari menjadi
pendidikan hadhari. pendidikan hadhari diartikan sebagai pendidikan
berkemajuan dan berperadaban yang dilandasi oleh nilai-nilai ke-Islam-an
(Assegaf, 2011:24).
Dengan pengertian lain bahwa pendidikan hadhari adalah konsep
pendidikan yang menempatkan etika Islam yang bersumber dari nilai-nilai alQuran dan Hadis untuk menjiwai seluruh pembidangan ilmu alam, sosial, dan
humaniora (Assegaf, 2011:27).
3. Integratif-Interkonektif
Integratif atau integrasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai suatu pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat (Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2007:437). Interkonektif dapat
diartikan sebagai suatu keterhubungan. Kamus Besar Bahasa Indonesia
mengartikan interkoneksi adalah hubungan satu sama lain (Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional, 2007:438).
Melihat pengertian integratif dan interkonektif diatas, dapat disimpulkan
integratif-interkonektif adalah adanya suatu kesatuan dan keterkaitan antar
komponen yang didasarkan pada kesamaan prinsip dan tujuan.
7
Dari penegasan istilah tersebut, maka maksud judul di atas adalah suatu
penelitian untuk membahas dan menganalisa secara filosofis konsep
pendidikan hadhari berbasis integratif-interkonektif dalam karya Abd.
Rachman Assegaf.
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah dan kerangka pemikiran di atas, ada
beberapa permasalahan yang merupakan agenda penelitian yang akan dikaji
yaitu:
1. Apa gagasan pemikiran Abd. Rachman Assegaf tentang konsep pendidikan
hadhari sebagai paradigma pendidikan Islam?
2. Apa landasan pemikiran Abd. Rachman Assegaf tentang konsep pendidikan
hadhari sebagai paradigma pendidikan Islam?
3. Bagaimana relevansi pemikiran Abd. Rachman Assegaf tentang konsep
pendidikan hadhari dalam pendidikan Islam saat ini?
D. Siginifikansi Penelitian
1. Tujuan penelitian
Setiap penelitian tentu memiliki tujuan dan kegunaan, maka tujuan penelitian
ini adalah:
a. Untuk mendapatkan satu eksplorasi lebih lanjut mengenai pendidikan
hadhari sebagai paradigma pendidikan Islam (dari segi filosofis), dan
relevansinya terhadap dunia pendidikan Islam di Indonesia saat ini.
8
b. Untuk memberikan evaluasi kritis mengenai pendidikan hadhari jika
dijadikan sebagai paradigma pendidikan kontemporer di Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoretik
Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dalam hal memberikan gambaran tentang gagasan pendidikan
hadhari secara filosofis untuk bisa dijadikan bahan renungan bersama
praktisi pendidikan dalam memberikan cara pandang dan landasan pijak
yang sekiranya dapat memberikan kontribusi nyata dalam mengatasi
persoalan pendidikan Islam.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan memberikan masukan bagi praktisi
pendidikan
dalam
hal
memberikan
pemantapan
dalam
dataran
implementasinya setelah tawaran Prof. Dr. Abd. Rachman Assegaf tentang
pendidikan hadhari sebagai paradigma Pendidikan Islam dikaji dan
ditelaah dalam aspek filosofisnya.
E. Studi Pustaka
1. Prior Research
Adapun penelitian skripsi yang membahas konsep pendidikan hadhari,
sejauh pengamatan penulis belum ditemukan. Inti dari pendidikan hadhari
adalah pemikiran mengenai konsep pendidikan Islam. Penulis menemukan
9
beberapa judul skripsi yang memiliki kesamaan dengan permasalahan yang
akan penulis angkat dalam skripsi ini, antara lain:
a. Zaenal Arifin (UMS, 2003) dalam skripsinya yang berjudul “Pemikiran
Ismail Raji Al-Faruqi tentang Pendidikan Islam”. dalam skripsi ini,
permasalahan yang diambil Zaenal Arifin adalah bagaimana pemikiran
Ismail Raji tentang pendidikan Islam secara umum. Penelitian ini
menggunakan metode content analysis.
b. Imam Suprayogi (UMS, 2005) dalam skripsi yang berjudul “Pemikiran
Rosyid Ridho tentang Pembaharuan Pendidikan Islam”. Permasalahan
yang diteliti oleh Imam Suprayogi dalam skripsinya adalah pemikiran
Rosyid Ridho tentang pembaharuan pendidikan Islam secara umum. Untuk
menganalisa datanya, Imam Suprayogi menggunakan metode induktif
komparatif.
c. Budi Santosa (STAIN Salatiga, 2005) dalam skripsinya yang berjudul
“Pokok-Pokok Pendidikan Muhammad Iqbal tentang Pendidikan Islam”.
Permasalahan yang diteliti dalam skripsi ini adalah bagaimana pokokpokok pemikiran Muhammad Iqbal tentang pendidikan Islam. skripsi ini
merupakan penelitian bibliogriafi dengan menggunakan metode deskriptif
analitis, metode deduktif dan metode induktif dalam analisis datanya.
d. Khiyarotun Naslah (STAIN Salatiga, 2002) dalam skripsinya yang berjudul
“Konsep Pendidikan Islam Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung dan Prof.
10
Dr. Muh. Athiyah Al.Abrosyi”. Skripsi ini merupakan skripsi studi
kepustakaan yang membandingkan pemikiran dua tokoh yaitu Hasan
Langgulung dan Muh. Athiyah Al Abroshy.
e. Mahfur (STAIN Salatiga, 2010), dengan judul skripsi “Konsep Pendidikan
Islam Menurut Mohammad Natsir. Skripsi ini juga merupakan studi
kepustakaan yang menggunakan metode analisis isi, analisa historis, dan
metode analisa deskriptif.
Di Indonesia skripsi-skripsi yang membahas tentang pemikiran tokohtokoh yang berperan dalam pembaharuan pemikiran Islam sebenarnya sangat
banyak. Berbeda dari skripsi-skripsi di atas, penelitian yang akan dilakukan
penulis lebih terfokus pada analisa secara filosofis gagasan Abd. Rachman
Assegaf tentang pendidikan hadhari. Analisa secara filosofis dimaksudkan
untuk mengetahui secara mendalam dan kritis sampai pada persoalan akarnya
sesuai dengan cara berfikir filsafat baik berkaitan dengan landasan
epitemologis, landasan ontologis maupun kerangka aksiologis dari gagasan
Abd. Rachman Assegaf tentang paradigma pendidikan hadhari.
2. Kerangka Teori
Paradigma
pendidikan
merupakan
pandangan
menyeluruh
yang
mendasari rancang bangun suatu sistem pendidikan (Nasrudin, 2008:38). Pada
saat berbicara mengenai paradigma pendidikan Islam maka yang tersirat
adalah pendidikan yang bercirikan khas Islam sehingga mengindikasikan
11
konsep pendidikan yang secara akurat bersumber pada ajaran Islam. Ilmu
pendidikan Islam didasarkan pada konsep dan teori yang dikembangkan dari
nilai-nilai Islam: al-Qur’an, as-Sunnah dan ijtihad (Roqib, 2009:23).
Pendidikan Islam pada hakekatnya adalah suatu proses untuk mencapai
tujuan bahwa manusia di dunia ini adalah menjalankan amanah Allah SWT
dalam arti beribadah kepada Allah. Hal ini sesuai dengan firman allah dalam
surat Q.S. al-Dzariyat [51] ayat 56 (Departemen Agama Republik Indonesia
Jkt, 1994:13) yaitu ;
Ayat ini menjelaskan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia adalah
untuk ”mengabdi” kepada Allah SWT. Tujuan pendidikan Islam yang utama
adalah terbentuk insan-insan yang sadar akan tugas utamanya di dunia ini.
Ibadah dalam pandangan ilmu fiqih ada dua yaitu ibadah mahdhah dan ibadah
ghoiru mahdhah. Ibadah mahdhah adalah ibadah yang telah ditentukan oleh
Allah bentuk, kadar atau waktunya seperti shalat, puasa dan haji. Ghoiru
mahdhah adalah segala bentuk aktivitas manusia yang diniatkan
untuk
memperoleh ridho dari Allah SWT.
Dalam penciptaannya manusia diciptakan oleh Allah dengan dua fungsi
yaitu sebagai khalifah dimuka bumi dan fungsi manusia sebagai makhluk
Allah yang memiliki kewajiban untuk menyembah-Nya. Kedua fungsi
tersebut dijelaskan dalam Q.S. Al-Baqoroh ayat 30 (Departemen Agama
Republik Indonesia, 1994:862) :
12
Dalam Tafsir Al-Mishbah (2002) dijelaskan kata khalifah pada mulanya
berarti yang menggantikan atau yang datang sesudah siapa yang datang
sebelumnya. Atas dasar ini, ada yang memahami kata khalifah di sini dalam
arti yang menggantikan Allah dalam menegakkan kehendak-Nya dan
menerangkan ketetapan-ketetapan-Nya sesuai dengan petunjuk Allah.
Dari keterangan di atas jelas bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk
membentuk manusia sebagai khalifah fi al-ardhi, hamba Allahyang taat
beribadah, pembentukan insan kamil dan tujuan pembentukan manusia yang
bertakwa, beriman dan berakhlak mulia. Untuk menuju tujuan pendidikan
Islam tersebut sepertinya sulit, karena saat ini pendidikan Islam masih
terjebak dalam simtom dikotomi, padahal al-Qur’an sebagai acuan utama
tidak membenarkan adanya suatu dikotomi. Seperti yang dijelaskan oleh
Abdurrahman Mas’ud
bahwa simtom dikotomik dalam pendidikan Islam
bukanlah monopoli lembaga pendidikan. Bagaikan sebuah wabah simtom,
dikotomi menyerang ke seluruh kehidupan umat Islam, dari pribadi ke
komunitas Islam, dari raja sampai ke rakyat jelata, dari luar lembaga ke dalam
lembaga pendidikan, dan seterusnya (Mas’ud, 2002:99).
Kalau ditarik ke alur sejarah terjadinya pemisahan agama dari ilmu
pengetahuan sebagaimana tersebut di atas terjadi pada abad pertengahan,
yakni pada saat umat Islam kurang memperdulikan IPTEK. Pada masa itu
yang berpengaruh di masyarakat Islam adalah ulama tarikat dan ulama fiqih.
13
Keduanya menanamkan paham taklid dan membatasi kajian agama hanya
dalam bidang yang sampai sekarang masih dikenal sebagai ilmu-ilmu agama
seperti tafsir, fiqih, dan tauhid (Umiarso & Makmur, 2010:212).
Keadaan tersebut diperparah dengan adanya pengaruh kolonialisme dan
sekularisme yang meluas pada negara-negara Muslim. Sistem pendidikan
modern yang diimpor dari Barat benar-benar dianut dan didukung oleh
pemerintahan negara-negara Muslim. Sementara itu, sistem pendidikan
tradisional lebih berkutat pada pengajaran ilmu-ilmu keagamaan dan
mengabaikan perkembangan yang datang dari Barat (Zainuddin, 2008:26).
Problem dikotomi pendidikan melahirkan konsep dan ide-ide untuk
dijadikan jalan keluar seperti pendidikan nondikotomi, pendidikan dualisme
dan pendidikan disintegrasi. Salah satu ide yang paling diperdebatkan untuk
mengatasi kemunduran umat Islam dan revitalisasi potensi umat Islam adalah
ide Islamisasi pengetahuan yang dilancarkan oleh almarhum Profesor Raji alFaruqi (Temple University, USA) sejak tahun 1970-an. Konkretnya, krisis
tersebut disebabkan oleh:
a. Kemunduran umat (the backwardness of the ummah).
b. Kelemahan umat (the weakness of the ummah).
c. Stagnasi pemikiran umat (the intellectual stagnation of the ummah).
d. Absennya ijtihad umat (the absence of ijtihad in the ummah).
14
e. Absennya kemajuan cultural umat (the absence of cultural progess in the
ummah).
f. Tercabutnya umat dari norma-norma dasar peradaban Islam (the ummah’s
losing touch with the basic norms of Islamic civilization) (Mas’ud, 2002:4).
Sementara Umiarso dan Haris Fathoni Makmur (2010:220) berpendapat
bahwa Perubahan yang perlu dilakukan pendidikan Islam adalah:
a.
Membangun sistem pendidikan Islam yang mampu mengembangkan
sumber daya manusia yang berkualitas agar mampu mengantisipasi
kemajuan IPTEK untuk menghadapi tantangan dunia global menuju
masyarakat Indonesia baru yang dilandasi dengan nilai-nilai illahiyah,
kemanusiaan (insaniyyah), dan masyarakat, serta budaya.
b. Menata manajemen pendidikan Islam dengan
berorientasi pada
manajemen berbasis sekolah agar mampu menyerap aspirasi masyarakat,
dapat mendayagunakan potensi masyarakat, dan daerah (otonomi daerah)
dalam rangka penyelenggaraan pendidikan Islam yang berkualitas
c. Meningkatkan demokrasi penyelenggaraan pendidikan Islam secara
berkelanjutan dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat agar dapat
menggali serta mendayagunakan potensi masyarakat.
Para praktisi pendidikan Islam dan intelek Muslim hingga saat ini
berupaya mengembangkan konsep paradigma pendidikan Islam dan
membangkitkan tradisi keilmuan Islam seperti yang telah terjadi pada zaman
15
keemasan peradaban Islam. Dalam upaya ini muncul penggunaan istilah
hadhari. Di Indonesia istilah hadhari masih jarang dipakai, istilah ini
dipakai oleh UIN Yogyakarta yang sedang mengembangkan konsep segitiga
hadharah yang mengembangkan pendekatan studi keilmuan integratifinterkonektif.
Pendekatan integratif-interkonektif ini memiliki perbedaan dengan
Islamisasi ilmu. Islamisasi ilmu merupakan pemilahan dan peleburan antara
ilmu agama dan ilmu umum. Berbeda dengan pendekatan integratifinterkonektif yang lebih bersifat menghargai keilmuan umum yang sudah
ada, karena keilmuan telah memiliki basis epistemologi, ontologi, dan
aksiologi sambil mencari letak persamaan baik metode pendekatan dan
metode berpikiran antar keilmuan dan memasukkan nilai-nilai Islam ke
dalamnya
Dilihat dari segi bahasa hadhari berarti semakna dengan madani yang
berarti urbanized, citified, dan civilized atau dengan kata lain pendidikan
berkemajuan (Assegaf, 2011:24). Mengacu pada pengertian di atas ketika
konsep Islam hadhari dijadikan paradigma pendidikan Islam maka akan
melahirkan konsep paradigma pendidikan hadhari yang integratifinterkonektif.
16
F. Metode Penelitian Skripsi
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research). Apa
yang disebut riset kepustakaan atau sering juga disebut studi pustaka, ialah
serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data
pustaka, membaca, mencatat serta mengolah bahan penelitian (Zed, 2004:3).
Karena penelitian ini sifatnya adalah kajian pustaka atau literer, maka
penulis dalam mengkaji konsep pemikiran Abd. Rachman Assegaf tentang
pendidikan hadhari dengan bantuan buku-buku, yang diambil dari tulisan
beliau dan juga tulisan orang lain yang bersinggungan dengan tema
pendidikan hadhari.
2. Pendekatan Penelitian
Adapun pendekatan yang digunakan adalah studi pemikiran tokoh dengan
pendekatan sosio historis dan factual historis,
a. Pendekatan sosio historis yaitu penelitian yang berupaya memeriksa secara
kritis peristiwa perkembangan dan pengalaman masa lalu, kemudian
mengadakan interpretasi terhadap sumber-sumber informasi (Komaruddin,
1984:120). Pendekatan ini bermaksud untuk menelusuri perkembangan
kegiatan sosial Abd. Rachman Assegaf baik kegiatan organisasi maupun
karier politik beliau.
17
b. Factual historis yaitu suatu pendekatan dengan mengemukakan historisitas
faktual mengenai tokoh (Bekker & Zubair, 1990:61). Pendekatan ini
penulis gunakan dalam mengungkapkan seluk beluk perkembangan
pemikiran Abd. Rachman Assegaf dari masa kecil sampai pada ujung
pemikiran bagaimana Beliau membuat gagasan mengenai pendidikan
hadhari melalui data-data yang terkumpul.
Kedua pendekatan ini penulis gunakan untuk mengungkapkan historitas
Abd. Rachman Assegaf serta pemikirannya mengenai pendidikan hadhari.
Dengan itu konsep pendidikan hadhari akan didekati dengan seksama,
sehingga menghasilkan asumsi dan proposisi yang nantinya akan dilanjutkan
dalam pembahasan lebih lanjut.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Metode dokumentasi
Data yang dihimpun merupakan sumber tertulis yang yang secara garis
besar ada dua macam sumber yaitu:
1) Sumber primer
Sumber primer dalam hal ini adalah hasil-hasil penelitian atau
tulisan karya peneliti atau teoritisi yang orisinil (Hadjar, 1996:83).
Sumber primer ini berupa buku-buku dan karya ilmiah yang digunakan
penulis sebagai referensi utama. Adapun sumber primer yang dimaksud
18
adalah buku karya Abd. Rachman Assegaf yang berjudul Filsafat
Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis
Integratif-Interkonektif. Buku ini menawarkan konsep pembaharuan
pendidikan
Islam
yang
berbasis
integratif-interkonektif
dengan
menyajikan konsep falsafah, sains dan agama sebagai satu sistem
kesatuan yang saling terkait.
Masih dalam satu karya Abd. Rachman Assegaf yaitu buku yang
berjudul Desain Riset Sosial-Keagamaan: Pendekatan IntegrasiInterkoneksi. Dalam buku ini menjabarkan secara rinci paradigma
keilmuan integrasi-interkoneksi dalam bidang Pendidikan Islam dan
penelitian sosial-keagamaan.
2) Sumber sekunder
Sumber sekunder adalah bahan pustaka yang ditulis dan
dipublikasikan oleh seorang penulis yang tidak secara langsung
melakukan pengamatan atau berpartisipasi dalam kenyataan yang Ia
deskripsikan. Dengan kata lain penulis tersebut bukan penemu teori
(Hadjar, 1996:83). Sumber sekunder ini penulis gunakan sebagai bahan
referensi tambahan untuk lebih memperkaya isi skripsi, dan sebagai
bahan pelengkap dalam pembuatan skripsi ini. Sumber sekunder
tersebut diantaranya:
19
a) Abd. Rachman Assegaf, 2003, Sketsa Perbandingan Pendidikan di
Negara-Negara Islam, Yogyakarta: Gama Media.
b) Abd.
Rachman
Assegaf,
2004,
Pendidikan
Tanpa
Kekerasan:Tipologi Kondisi, Kasus dan Konsep, Yogyakarta: Tiara
Wacana.
c) Abd. Rachman Assegaf, 2008, Pendidikan Islam Madzab Kritis,
Yogyakarta: Gama Media.
d) Umiarso dan Haris Fathoni Makmur, 2002, Pendidikan Islam dan
Krisis Moralisme Masyarakat Modern, Yogyakarta: IRCiSod.
e) Abdurrahman Mas’ud, 2002, Menggagas Format Pendidikan
Nondikotomik, Yogyakarta: Gama Media.
f) Zainuddin,
2008,
Paradigma
Pendidikan
Terpadu:Menyiapkan
Generasi Ulul Albab, Malang: UIN Malang Press.
g) Ahmad Barizi, 2001, Pendidikan Integratif: Akar Tradisi dan
Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam,Malang: UIN MalikiPress.
h) Dan referensi lainnya yang bersangkutan dengan judul yang penulis
angkat.
b. Metode wawancara
Selain metode dokumentasi, penulis juga menggunakan metode
Wawancara, metode wawancara adalah percakapan dengan maksud
20
tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang
mengajukan pertanyaan dan perwawancara yang memberikan jawaban
atas pertanyaan itu (Moleong, 2008:186). Metode ini digunakan untuk
melengkapi data-data yang dibutuhkan, melalui wawancara dengan Abd.
Rachman Assegaf untuk menambah maupun memperoleh data yang
selengkap-lengkapnya dan lebih akurat mengenai historitas dan pemikiranpemikiran Abd. Rachman Assegaf tentang paradigma pendidikan hadhari,
baik langsung maupun tidak langsung.
4. Analisis Data
Analisa data yang digunakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Metode content Analiysis atau analisis isi
Analisis isi (Content Analysis) adalah teknik penelitian untuk
membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (Replicable), dan shahih data
dengan memperhatikan konteksnya. Analisis isi berhubungan dengan
komunikasi atau isi komunikasi (Bungin, 2011: 231)
Dengan metode analisis isi ini penulis akan mengkaji dan
menafsirkan pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam buku, teks atau
naskah dan hasil wawancara dengan Prof. Dr. Abd. Rachman Assegaf
yang berkaitan dengan pendidikan hadhari sehingga terangkum lebih
padat. Satuan makna dan kategori yang dianalisis dicari hubungan satu
sama lainnya untuk menemukan makna, arti, dan tujuan isi komunikasi itu.
21
hasil analisis ini kemudian dideskripsikan dalam bentuk draft laporan
penelitian sebagaimana penelitian pada umumnya (Bungin, 2011:234).
b. Analisis filosofis
Selanjutnya penulis juga menggunakan analisa filosofis untuk
mengurai persoalan-persoalan mendasar berkaitan dengan landasan
epistemologi, ontologi maupun aksiologi dari gagasan pemikiran Abd.
Rachman Assegaf. Kerangka teoritik dalam studi pemikiran tokoh apabila
diletakkan dalam pola pemikiran atau analisa filosofis, maka dijelaskan
dengan tiga domain yakni ontologi, epistemologi dan aksiologi. Domain
ontologis digunakan untuk menelusuri apa dan hakekat serta otensitas atau
orisinalitas pemikiran Abd. Rachman Assegaf. Domain epistemologis
Berkaitan
dengan
darimana
sumber
pengetahuan
dan
landasan
epistemologis dari gagasan Abd. Rachman Assegaf. Domain aksiologis
digunakan untuk mengkaji nilai, tujuan dan sumbangsih pendidikan
hadhari sebagai paradigma pendidikan Islam.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika disini adalah gambaran umum tentang skripsi ini. Skripsi ini
terbagi ke dalam tiga bagian yaitu bagian awal, bagian isi dan bagian akhir.
Bagian awal berisikan sampul, lembar berlogo, judul, persetujuan pembimbing,
pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian tulisan, motto dan persembahan, kata
pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar lampiran; adapun bagian inti
22
berisi pendahuluan sampai dengan penutup; dan bagian akhir terdiri dari daftar
pustaka, lampiran-lampiran, riwayat hidup penulis. Adapun sistematikanya
adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan : Bab ini Berisi tentang Latar Belakang Masalah,
Penegasan Istilah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode
Penelitian Skripsi, Serta dilengkapi dengan Sistematika Penulisan Skripsi untuk
mempermudah membaca alur pemikiran yang ada.
Bab II Biografi Abd. Rachman Assegaf: Bab ini membahas tentang
riwayat singkat dan latar belakang pendidikan serta karya-karya yang ditulis oleh
Abd. Rachman Assegaf.
Bab III Gagasan Abd. Rachman Assegaf Mengenai Pendidikan Hadhari
Sebagai Paradigma Pendidikan Islam: Pada bab ini penulis akan menyajikan
mengenai gambaran umum pemikiran Abd. Rachman Assegaf tentang
pendidikan hadhari namun sebelumnya diuraikan terlebih dulu pandangan umum
mengenai genealogi pemikiran Abd. Rachman Assegaf mengenai pendidikan
hadhari.
Bab IV Analisis Filosofis Terhadap Pemikiran Prof. Dr. Abd. Rachman
Assegaf tentang Konsep Pendidikan Hadhari: Dalam bab ini penulis akan
memaparkan hasil analisis filosofis pemikiran Abd. Rachman Assegaf
menggunakan pendekatan ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
23
Bab V Penutup: Penulis mengakhiri penulisan skripsi, pada bab ini dengan
mengurutkan kesimpulan, saran-saran dan kata penutup.
24
BAB II
BIOGRAFI ABD. RACHMAN ASSEGAF
A. Riwayat Singkat dan Latar Belakang Pendidikan
Abd. Rachman Assegaf lahir pada tanggal 12 Maret 1964 di kota
Gresik. Abd. Rachman Assegaf merupakan putra dari pasangan Hasan
Assegaf (Almarhum) dan Mariyam Assegaf. Istri Abd. Rachman Assegaf
bernama Afiyah yang telah memberi tiga putra yaitu Mariam Jamilah, Jakfar
Shodiq, dan Fairus Shofi (Assegaf, 2011:xviii).
Jenjang pendidikannya ditempuh dari MI dan SMP Malik Ibrahim,
kemudian melanjutkan pendidikannya di SMA YWSG dan STIT Raden
Santri. Semua jenjang pendidikan tersebut berada di kota Gesik (Assegaf,
2011:369).
Selama menempuh pendidikannya di STIT Raden Santri Abd.
Rachman Assegaf mengawali karir akademiknya dengan menjadi guru MI
Malik Ibrahim di Gresik, lalu mengajar di SMP yang sama. Setelah
menamatkan pendidikan SI melanjutkan S2 dan S3 di IAIN/UIN Yogyakarta
sambil mengajar di Almamater S1 yakni STIT Raden Santri Gresik dan STIT
Pancawahana (Bangil). Tesis S2 nya berjudul Teori Pendidikan John Dewey
dan Muhammad ‘Athiyah Al-Abrasyi (Studi Analisis-Komparatif), kemudian
meraih gelar doktor di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sejak 2004 dengan
24
disertasi berjudul Pergeseran Kebijakan Pendidikan Nasional Bidang Agama
Islam 1942-1994.
Pendidikan non-formal di luar negeri ditempuh melalui progam,
seperti studi pluralisme agama di University of California Santa Barbara
(UCSB) pada tahun 2006, progam short course di Al-Azhar dan Cairo
University, Mesir pada tahun 2009, Post-doctoral advanced research di
beberapa perguruan tinggi Malaysia pada tahun 2007 dan 2008, dan sekarang
visiting lecturer di Universiti Malaya, Kuala Lumpur (Wawancara email
tanggal 16-05-2011).
Kehidupan akademik Abd. Rachman setelah menjalani pendidikan
non-formal di luar negeri khususnya di Malaysia semakin luas. Selama
menempuh pendidikan non-formalnya, Abd. Rachman Assegaf
banyak
berinteraksi dengan para pakar pendidikan di negara-negara tempat Beliau
belajar, seperti Bapak Dekan ISTAC, IIUM, yaitu Prof. Dr. Ibrahim M. Zein
dan Dekan Institut Pengajian Siswazah di Malaysia yaitu Prof. Datin dan Dr.
Nurhanom Abdul Wahab. Respon dan sambutan di Universitas-universitas di
Malaysia membuat Abd. Rachman Assegaf dapat dengan mudah mengakses
perpustakaan baik berupa referensi dan literatur (Assegaf, 2011:xvii).
Kemudahan mengakses perpustakaan pasti membuat wawasan Abd. Rachman
semakin terbuka dan luas sehingga banyak memunculkan ide-ide khususnya
bagi kemajuan pendidikan Islam.
25
Abd. Rachman Assegaf pernah menjadi Ketua Bagian Pendidikan
Yayasan Al-Khairiyah Surabaya. Yayasan AlKhairiyah merupakan salah satu
cikal bakal lembaga pendidikan klasikal modern pertama di Indonesia yang
awalnya didirikan para penduduk di wilayah Surabaya Utara, kampong arab,
tepatnya di jalan Ketapang Besar. Yayasan Al-Khairiyah (alkhairiyahsby.org/,
14-05-2012).
Saat ini Abd. Rachman Assegaf menjadi Dosen Tetap di Fakultas
Tarbiyah dan keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dosen Pendidikan
Agama Islam UPN Veteran (Yogyakarta), Sekolah Tinggi Teknologi
Adisucipto (STTA) Progam Studi Teknik Penerbangan (Yogyakarta) dan
Progam Pascasarjana Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) Wonosobo
(assegaf, 2011:369). Di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Abd. Rachman
Assegaf termasuk dalam Panitia Kerja bidang akademik yang aktif menyusun
konsep segitiga hadharah dan paradigma keilmuan integratif-interkonektif.
Pada tanggal 27 Desember 2010, Abd. Rachman Assegaf bersama tiga
dosen UIN Yogyakarta lainnya yaitu Prof. Dr. H. Syihabudin Qalyubi L.c. M.
Ag, Prof. Dr. H. Khoirudin Nasution M. A, dan Prof. Dr. Alwan Khoiri M. A.
Prof. Dr. Abd. Rachman Assegaf, M. Ag, Saat itu dari fakultas tarbiyah dan
keguruan, dikukuhkan sebagai Guru besar Ilmu Pendidikan. Abd. Rachman
Assegaf membacakan pidato pengukuhan berjudul “Spektrum Pendidikan
Damai Dalam Bingkai Islam”. dalam pidato ilmiahnya Abd. Rachman
Assegaf menyebutkan tiga kekerasan Pelajar yang berakibat fatal selama
26
tahun 2002. Kekerasan di dunia pendidikan tidak lepas dari lingkaran
kekerasan yang tak jelas lagi ujung pangkalnya. Hal ini diawali dengan
kekerasan yang berusaha dihentikan dengan kekerasan lainnya. Beliau
menambahkan konsekuensi kekerasan di dunia pendidikan meningkat ketika
pendidik menyepelekan nilai-nilai keadilan, kejujuran, demokrasi, dan emosi
pasif. Hal ini juga meningkatkan peluang terjadinya pelanggaran hak asasi
manusia di sekolah. Berbagai kasus kekerasan yang ditemukan menunjukkan,
kekerasan dapat dilakukan oleh siapa saja, baik oleh pendidik, peserta didik,
maupun masyarakat. Untuk meminimalisasi lingkaran kekerasan ini,
pendidikan damai perlu menjadi kebijakan pendidikan di setiap sekolah.
Konsep pendidikan damai ini tidak mendidik anak untuk menghafal , tetapi
mendidik
murid
untuk
berpikir
kritis
terhadap
lingkungannya
(E;Artikel\313\.htm, 18 Mei 2012).
Abd. Rachman juga aktif dalam berbagai organisasi yang kebanyakan
bergerak dalam pengembangan mutu pendidikan. Diakui Abd. Rachman
Assegaf
keaktifannya
dalam
berbagai
institusi
mendukung
ide-ide
pemikirannya berupa dukungan waktu, progam, kegiatan dan dana
(wawancara email tanggal 16-05-2012). Beberapa organisasi yang diikuti
oleh Abd. Rachman Assegaf (E;papar_cv.htm, 13-05-2012) adalah:
1.
Dewan pengurus Komunitas Peneliti Pendidikan Indonesia tahun 2011.
2.
Wakil presiden Koordinator Pendidikan Tinggi Agama Islam swasta
Kabupaten III Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2011.
27
3.
Anggota Gerakan Peningkatan Pendidikan Islam tahun 2009.
4.
Ketua Pusat Penelitian Institusi Pendidikan dan Kebijakannya tahun
2005-2011.
5.
Dewan Pengurus Pusat Pendidikan Islam, 2004-2009.
6.
Sekretaris Pusat Informasi Alumni dan Tenaga Kerja tahun 2001-2003.
Beliau telah melakukan berbagai penelitian, di antaranya adalah yang
diselenggarakan oleh The Toyota Foundation, Puslitbang Departemen Agama,
maupun PusLit UIN Sunan Kalijaga, tentang berbagai permasalahan
pendidikan Islam. Abd. Rachman Assegaf juga sangat aktif dalam berbagai
forum seminar, lokakarya, diskusi ilmiah, penulisan jurnal, buku-buku dan
sebagainya yang secara langsung maupun tidak langsung membuka peluang
ide-ide akademiknya berkembang. Diantara berbagai aktivitasnya seperti
menjadi pembicara dalam seminar baik sebagai undangan seminar, undangan
pembicara maupun sebagai penyaji diantaranya sebagai berikut:
1.
Penyelenggaraan Program Studi Umum di Perguruan Tinggi Agama
Islam (PTAI) dan Pengaruhnya Terhadap Prospek Program Studi Agama,
Seminar Nasional, 23 Feb 2009 - 25 Feb 2009, berlevel nasional sebagai
Undangan seminar.
2.
Meretas Hubungan Ideal Pendidik dan Anak Untuk Pengembangan
Karakter Anak, Seminar Nasional Dies Natalis UNY ke-44, o8 Mei 2008,
berlevel nasional sebagai undangan seminar.
28
3.
Pengembangan Pondok Pesantren Modern, Seminar Nasional, 12
September 2008 – 14 September 2008, berlevel nasional sebagai tamu
undangan seminar.
4.
Perumusan dan Pola Hubungan Kerja Forum Kerukunan Umat Beragama
(FKUB) Yogyakarta, Lokakarya Perumusan FKUB, 16 September 2006,
berlevel Nasional sebagai tamu undangan seminar.
5.
Pengembangan Standar Kompetensi Dosen Pendidikan Agama Islam
Pada Perguruan Tinggi Umum, Workshop Pengembangan Standar
Kompetensi Dosen, 20 November 2006-21 November 2006, berlevel
Nasional sebagai tamu undangan seminar.
6.
Daurah al-Tadribiyah li Muallimi al-Lughah al-Arabiyah li Ghairi alNathiqin, International Workshop, 06 Jun 2005 - 15 Jun 2005, State
Islamic University (UIN) Sunan Kalijaga in cooperation with Muassasah
al-Waqf al-Islamiy, Riyadl, berlevel internasional sebagai tamu undangan
seminar.
7.
Konflik Sosial dan Resolusi Konflik di Indonesia. Diseminasi Hasil
Penelitian Unggulan, 13 September – 15 September 2005, berlevel
Nasional sebagai tamu undangan seminar.
8.
Kode Etik Peneliti, Standarisasi Mutu dan Kemanfaatan Hasil Penelitian
PTAI, Lokakarya Kode etik Peneliti, 04 Oktober 2005, berlevel Nasional
sebagai tamu undangan seminar.
29
9.
Model Pembelajaran Agama dalam Perspektif KBK di Daerah Konflik
dan Pasca Bencana, Workshop Pengembangan Model Pembelajaran
Agama, 19 Oktober 2005 - 22 Oktober 2005, berlevel nasional sebagai
tamu undangan seminar.
10. Reading of the Religious Texts and the Roots of
Fundamentalism,
Moslem Scholars Congress, 13 Jun 2004, Siyasa Research Institute,
(International) sebagai tamu undangan seminar.
11. Equality and Plurality, International Workshop and Public Forum, 17 Jun
2004, State Islamic University (UIN) Sunan Kalijaga in cooperation with
Oslo Coalition on Freedom of Religion or Belief, Norway, (International)
sebagai tamu undangan seminar.
12. Modern Islamic Thought: The Contribution of Bediuzzaman Said Nursi,
International Conference, 11 Aug 2001 to 12 Aug 2001, State Institute of
Islamic Studies (IAIN) Sunan Kalijaga in cooperation with the Nesil
Foundation, Turkey, (International) sebagai undangan seminar.
13. Changing Rationales For Internasionalisazion Of Islamic Higher
Education In Global Context, Internasional Conference on Global
Education Based on Local Wisdom, 11 Mei 2011, Faculty of Education
and Teacher training Sunan Kalijaga State Islamic University in
Collaboration with the Faculty of Education, the University of Malaya,
berlevel internasional sebagai undangan pembicara.ta Wilayah III Daerah
Istimewa Yogyakarta
30
14. Desain Penelitian Kualitatif Dalam BIdang Sosial-Keagamaan, Workshop
Penelitian Individual dan Kolektif, tanggal 28 Mei 2011, sebagai
undangan pembicara dari Koordinator Perguruan Tinggi Islam Swasta
Wilayah III Daerah Istimewa Yogyakarta.
15. Akar Kekerasan dan Pengembangan Culture Of Peace dalam Perspektif
Pendidikan Islam. Seminar Nasional Pendidikan Islam tanggal 01 mei
2010, undangan pembicara dari Fakultas Ilmu Agama Islam Indonesia,
seminar ini berlevel nasional.
16. Taksonomi Tujuan dan Aliran Teori Belajar dalam Perspektif Pendidikan
Islam Integratif-Interkonektif, Annual Conference on Islamic Studies
(ACIS), 02 Nov 2009 to 05 Nov 2009, undangan Pembicara dari
Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Departemen Agama Republik
Indonesia, (International)
17. The Closer Bridge Towards Islamic Studies in Higher Education In
Malaysia and Indonesia, International workshop on Quality of Education,
07 Maret 2012, Faculty of Education, University of Malaya,
(International) (E;papar_cv.htm, 13-05-2012).
Di atas merupakan sebagian kecil kegiatan Abd. Rachman Assegaf
dalam forum seminar, workshop, lokakarya dan sebagainya. Masih banyak
sekali kegiatan akademik serupa yang akan terlalu panjang bila disebutkan
satu per satu di sini. Abd. Rachman Assegaf adalah salah satu intelektual
Muslim dari banyak Intelek Muslim saat ini yang memiliki wawasan yang
31
luas. Karya-karyanya layak dikaji dan ditelaah ulang sebagai landasan dalam
pemecahan problem pendidikan Islam saat ini.
B. Karya-Karya Abd. Rachman Assegaf
Prof. Abd. Rachman Assegaf adalah seorang guru besar yang telah
menghasilkan banyak
karya-karya ilmiah. Karya-karya tersebut tersebar
dalam berbagai bentuk, baik dalam bentuk buku, artikel-artikel, jurnal
penelitian, hasil penelitian maupun makalah. Dengan berbagai karya-karya
ilmiahnya membuktikan bahwa Abd. Rachman Assegaf adalah pemikir yang
pandai menuangkan idenya dengan baik sehingga dapat memperkaya
khazanah keilmuan di dunia pendidikan.
Karya ilmiah Abd. Rachman dalam bentuk buku diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Pola Hidup Orang Saleh (Kajian 141 Tokoh Muslim), diterbitkan oleh
Pustaka Amani, Jakarta, 1996.
2. Konstruksi Hukum Islam (Telaah Takstual Bersumber dari Sabda Nabi
Saw), diterbitkan oleh Pustaka Amani, Jakarta, 1996.
3. Sketsa Perbandingan Pendidikan di Negara-Negara Islam, diterbitkan
oleh Gama Media, Yogyakarta, Agustus 2003.
4. Pendidikan Tanpa Kekerasan: Tipologi Kondisi, Kasus dan Konsep, Tiara
Wacana, Yogyakarta, Februari 2004.
5. Studi Islam Konstekstual: Elaborasi Paradigma Baru Muslim Kaffah,
diterbitkan oleh Gama Media, Yogyakarta, Agustus 2005.
32
6. Politik Pendidikan Nasional, Kurnia Kalam, Yogyakarta, Mei 2005.
7. Pendidikan Islam Madzhab Kritis: Perbandingan Teori Pendidikan Timur
dan Barat, Gama Media, Yogyakarta, 2008.
8. Desain Riset Sosial Keagamaan: Pendekatan Integrasi-interkoneksi,
Gama Media, Yogyakarta, 2007.
9. Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis
Integratif-Interkonektif, diterbitkan oleh PT RajaGrafindo Persada,
Yogyakarta, 2011 (Assegaf, 2011:369).
Sedangkan gagasan Abd. Rachman Assegaf yang dituangkan dalam
bentuk Bab dalam buku adalah:
1.
Kapita Selekta Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Ide
Press, Yogyakarta hlm. i-x, 2008.
2.
Transformasi Kebijakan Pendidikan: Transisi (dari Kolonial Belanda ke
Jepang) dalam Pendidikan Islam di Indonesia, Suka Press, Yogyakarta,
2007, pp. 109-129.
3.
Khitan: Antara Sunnah Nabi dan Tradisi, dalam buku Mochamad Sodiq,
Telaah Ulang Wacana Seksualitas, Yogyakarta: Pusat Pelajar Perempuan,
UIN Sunan Kalijogo dalam Badan Hukum dengan CIDA, Januari 2004,
hlm.61-96.
33
Adapun tulisan-tulisan Abd. Rachman Assegaf dalam bentuk tulisan
jurnal adalah sebagai berikut:
1.
Eksistensi Martin Heldegger Telaah Aspek Onto-Teologis. Jurnal
Pendidikan Ilmu Islam, Yogyakarta: Fakultas Pendidikan Islam, IAIN
Sunan Kalijogo Vol 4. 2, Juli 2003. PP 253-264
2.
Tarik menarik RUU Sisdiknas 1988-2003, vol 1 num 1 Februari – Juni
2003. PP.19.28
3.
Menelusuri Jejak Kebijakan Kelembagaan PAI : Kajian Politik Historis ,
vol 3 Num. 2 Januari 2002 , PP 66-68
4.
Beberapa respon Masyarakat Terhadap Produk Kebijakan PAI Pra
Reformasi . vol 4 Num 3 Juli 2003, PP 241-254
5.
Metode Penyelesain Masalah untuk Aplikasi
Pelajar Bahasa Arab,
Aplikasia, Yogyakarta.Vol.2, No. 1 Juni 2001, hlm. 55-68.
6.
Konfigurasi Teori Pendidikan John Dewey dan Al-Abrasy. Journal of
Religious Research. Yogyakarta: Center for Research, IAIN Sunan
Kalijaga, Vol. 8 Num. 16 January-April 1998, pp. 84-95 (E;papar_cvhtm, 13-15-2012).
34
BAB III
GAGASAN ABD. RACHMAN ASSEGAF MENGENAI
PENDIDIKAN HADHARI SEBAGAI PARADIGMA
PENDIDIKAN ISLAM
A.
Genealogi Pemikiran Abd. Rachman Assegaf
Kondisi pendidikan Islam yang menghadapi banyak problem
menggerakkan beberapa kalangan yang prihatin untuk bangkit dan
menyuarakan semangat perbaikan kondisi pendidikan Islam. Seiring
berjalannya masa, selalu ada kajian-kajian tentang bagaimana melakukan
pembaharuan pendidikan Islam. Gerakan pembaharuan pemikiran Islam pada
dasarnya mengusung nilai-nilai seperti: nilai pembaharuan, nilai perjuangan,
nilai kemerdekaan pikiran dan agama, nilai persatuan, nilai solidaritas (Lestari
& Ngatini, 2010:94).
Paradigma pendidikan hadhari berbasis integratif-interkonektif adalah
salah satu hasil pemikiran yang berusaha melakukan pembaharuan pendidikan
Islam. Abd. Rachman Assegaf menjelaskan dan memaparkan konsep
pendidikan hadhari berbasis Integratif-interkonektif dalam bukunya yang
berjudul Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari
Berbasis Integratif-Interkonektif. Abd. Rachman Assegaf sendiri adalah
praktisi pendidikan yang banyak berkecimpung dan gemar menekuni bidang
34
akademik, seperti seminar, lokakarya, workshop, konferensi, temu ilmiah dan
lain-lain, baik skala nasional maupun internasional. kegiatannya menjalani
progam post-doctoral advanced research di beberapa perguruan tinggi di
Malaysia dan kini menjadi visiting lecturer di universitas Malaya, Kuala
Lumpur memberi kesempatan luas untuk mengembangkan kehidupan
akademik beliau. Diakui Abd. Rachman Assegaf, pertemuan-pertemuan
ilmiah tesebut banyak melahirkan ide termasuk ide pendidikan hadhari.
Dalam pembahasan ini, sebelum menguraikan konsep pendidikan
hadhari menurut Abd. Rachman Assegaf, penulis bermaksud ingin melacak
genealogi pemikiran dalam arti bagaimana melihat secara historis latar
belakang kehidupan dalam beberapa domain penting yang terfokus pada
perjalanan akademik intelektual kependidikan penggagas yang pada tahap
selanjutnya domain-domain tersebut melahirkan sebuah pijakan awal yang
dijadikan kerangka berpikir dalam menggagas ide pendidikan hadhari. Secara
sederhana ada dua domain penting penggagas dalam perjalanan intelektualnya
beserta apa yang Abd. Rachman Assegaf dapatkan dalam domain tersebut
yakni domain kehidupan Di UIN dan domain kehidupan kegiatan bidang
akademik khususnya di Malaysia.
1.
Domain Kehidupan di UIN
35
Abd. Rachman Assegaf menempuh jenjang pendidikan S2 dan S3 di
pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan saat ini sebagai Guru
Besar Ilmu Pendidikan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.Bagi Abd.
Rachman PTAI seperti UIN merupakan center for excellence bagi
keilmuan, seperti halnya kemajuan IPTEK di Barat juga selalu diawali dan
diinspirasi dari perguruan tinggi. Abd. Rachman Assegaf berharap PTAI
dapat berfungsi sebagai laboratorium bagi pengembangan pendidikan
Islam. Seluruh civitas pendidikan diharapkan mampu memberi kontribusi
bagi keilmuan pendidikan Islam, sebab kemajuan Islam tidak bisa
dikerjakan seorang diri (wawancara email, 16-05-2012).
Abd. Rachman Assegaf merupakan dosen matakuliah filsafat
pendidikan Islam di Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga. Di UIN, Abd.
Rachman Assegaf juga termasuk dalam Panitia Kerja bidang akademik
yang aktif dalam menyusun konsep segitiga hadharah dan paradigma
keilmuan integratif-interkonektif yang pada awalnya dikembangkan rektor
UIN Yogyakarta waktu itu Prof. Amin Abdullah.
Ilmu-ilmu ke-Islam-an dan umum menjadi wilayah kajian UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta yang berangkat dari paradigma keilmuan integratifinterkonektif. Dialog keilmuan ini membagi wilayah studi ke-Islam-an
dalam tiga bagian, yaitu hadharah al-nash, hadharah al-falsafah dan
hadharah al-‘ilm. Ketiga bagian tersebut saling terkait dan tidak bisa
36
berdiri sendiri. Secara konsep, ketiga bagian tersebut sama dengan tiga
entitas yang dikembangkan dalam paradigma pendidikan hadhari, hanya
saja dalam pendidikan hadhari lebih dikaji secara mendalam.
Bagi Abd. Rachman Assegaf progam konversi STAIN dan IAIN
menjadi UIN penting dilakukan untuk menjadi sarana pengembangan
paradigma keilmuan integratif-interkonektif. Banyak hal yang perlu
dibenahi dari PTAI di Indonesia yang secara ringkas dijabarkan sebagai
berikut oleh Abd. Rachman Assegaf dalam wawancara melalui email
tanggal 16-05-2012):
a. Pengembangan visioner (falsafah, ideologi, visi, misi, sasaran, tujuan,
tradisi, progam kerja, rencana strategis, dan kegiatan).
b. Pengembangan substansial (kurikulum, bahan kuliah, referensi
kepustakaan, struktur keilmuan, pembidangan ilmu dan lain-lain.
c. Pengembangan manajemen administrasi (tata kelola, organisasi, dan
lain-lain).
d. Pengembangan SDM (kualitas dosen, pendidikan, sertifikasi, dan lainlain).
e. Pengembangan kelembagaan (institusi, kebijakan, fasilitas, dan lainlain).
Abd.
Rachman
Assegaf
mendambakan
UIN
menjadi
pusat
pembaharuan Islam dengan meneladani spirit ilmuwan Muslim pada era
37
klasik dan abad pertengahan yang mampu menunjukkan peradaban Isam
yang tinggi. Dengan kata lain ini isyarat bahwa Abd. Rachman Assegaf
mencita-citakan
UIN
sebagai
tempat
mekar
suburnya
tradisi
pengembangan Islamic studies dengan melakukan agenda-agenda
pembaharuan yang telah diprogamkan oleh Panitia Kerja.
UIN sunan Kalijaga saat ini masih mengembangkan konsep segitiga
hadharah dan pendekatan keilmuan integratif-interkonektif yang digagas
oleh Prof. Dr. M. Amin Abdullah. Konsep tersebut dikembangkan oleh
Abd. Rachman Assegaf dengan menggagas konsep paradigma pendidikan
hadhari berbasis integratif-interkonektif.
Dari uraian di atas, dalam domain lingkungan Ini Abd. Rachman
Assegaf melihat konsep segitiga hadharah dan pendekatan keilmuan
integratif-interkonektif perlu dikembangkan. Hal ini diperlukan untuk
mewujudkan cita-cita yang ideal dari sebuah gerakan pembaharuan diUIN sebagai tempat pengembangan studi Islam yang tidak timpang serta
tidak mengenal dikotomi ilmu. Logika sederhananya, seseorang yang
mencita-citakan pada sebuah institusi, maka secara pribadi Ia akan
berusaha untuk mewujudkannya. Terbukti, banyak hal yang Abd.
Rachman Assegaf lakukan berkaitan dengan bagaimana upaya dalam
menggagas ide yang berorientasi pada keseimbangan dan pengintegrasian
ilmu seperti paradigma pendidikan hadhari. Lingkungan akademik ini
38
pula yang membentuk sikap, nalar dan paradigma berfikir Abd. Rahman
Assegaf yang open minded, moderat, progresif, inklusif dan terbuka serta
mengedepankan prinsip dialog dan belajar bersama, Namun tetap
berpegang teguh pada prinsip dan ajaran syariat Islam.
2. Domain Kehidupan Kegiatan Bidang Akademik
Kegiatan bidang akademik yang dimaksudkan adalah kegiatankegiatan akademik seperti seminar, lokakarya, workshop, konferensi,
temu ilmiah, pendidikan non-formal dan lain sebagainya. Abd. Rachman
Assegaf sangat aktif dalam forum seminar, lokakarya, diskusi ilmiah,
penulisan jurnal, penulisan buku dan lain-lain.
Abd. Rachman Assegaf mampu mengaplikasikan ilmu-ilmu yang
diperolehnya dalam kegiatan akademik tersebut dalam bentuk ide
pemikiran. Pendidikan hadhari sendiri pada hakekatnya seperti yang
dijelaskan Abd. Rachman Assegaf melalui wawancara email tanggal 1605-2012 adalah menghimpun semua unsur positif dari semua aliran
pendidikan yang ada di dunia saat ini dan dan yang akan datang, sambil
menyesuaikannya dengan nilai-nilai ke-Islam-an. Pernyataan Abd.
Rachman Assegaf tersebut menyiratkan bahwa wawasan tentang unsur
positif semua aliran pendidikan sedikit banyak didapat dari kegiatan
akademik disamping didapatnya melalui referensi dan literatur.
39
Selain itu Beliau juga sempat menempuh berbagai progam pendidikan
non-formal di luar negeri seperti progam Summer Institue 2006 diUniversity Of California Santa Barbara (UCSB) tentang Religious
Pluralisme and Public Presence, post-doctoral advanced research dibeberapa Perguruan Tinggi di Malaysia pada tahun 2007 dan 2008, serta
progam short course di Al-Azhar dan Cairo University, Mesir, pada 2009.
Diakui oleh Abd. Rachman Assegaf bahwa kegiatan akademik ini sangat
banyak memunculkan ide-ide termasuk ide pendidikan hadhari terutama
pada saat di Malaysia.
Selama di Malaysia, Beliau berinteraksi dengan para pakar pendidikan
yang secara langsung atau tidak langsung membuka wawasannya
mengenai pendidikan Islam. Referensi dan literatur yang ada di
perpustakaan di beberapa universitas di Malaysia sangat membantu Abd.
Rachman Assegaf dalam pengumpulan data dan sumber tertulis yang
dibutuhkan dalam proses menapak tilas ide-ide baru pendidikan Islam
(Assegaf, 2011:vvii).
Paradigma pendidikan hadhari sendiri merupakan hasil analisis dari
penelitian yang dilaksanakan selama empat bulan mulai dari November
2007 sampai dengan Maret 2008 yang dilaksanakan dengan melakukan
resitasi ke beberapa perpustakaan universitas di Malaysia maupun
Singapura. Di Malaysia, beberapa universitas sangat membantu dalam
40
penelusuran data tertulis ini adalah Universitas Islam antarbangsa,
sementara di Singapura Beliau beserta dosen UIN Yogyakarta lainnya
sempat berkunjung ke Central Library of National University of
Singapura (Assegaf, 2011:33).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa kegiatan-kegiatan
akademik seperti seminar, lokakarya, temu ilmiah, workshop dan lainlainnya baik dalam skala nasional maupun internasional terlebih setelah di
Malaysia kesempatan untuk kehidupan akademik Abd. Rachman Assegaf
semakin terbuka sehingga banyak ide-ide yang muncul terutama ide
paradigma pendidikan hadhari. Lingkungan akademik yang semakin
terbuka menumbuhkan sikap diri yang kritis dan rasional. Sikap kritis dan
rasional ini akan menumbuhkan semangat memajukan ilmu pengetahuan
yang berkomitmen tinggi. Secara langsung dengan iklim lingkungan yang
intelek ini Abd. Rachman Assegaf memiliki kesempatan yang terbuka
untuk menggagas dan mengembangkan paradigma pendidikan hadhari
berbasis integratif-interkonektif.
41
Untuk dapat memberikan pemahaman, berikut bagan skematis
melacak genealogi pemikiran Abd. Rachman Assegaf mengenai
paradigma pendidikan hadhari berbasis integratif-interkonektif:
BAGAN I SKEMATIS
Melacak Genealogi Pemikiran Abd. Rachman Assegaf
KEHIDUPAN KEGIATAN
AKADEMIK
AKADEMIK UIN
 lembaga pendidikan
pengembangan
keilmuan (Islamic
studies) dengan
pendekatan keilmuan
integratifinterkonektif.
 Pengembangan konsep
segitiga hadharah dan
pendekatan keilmuan
integratifinterkonektif.
 lembaga dakwah
Islam yang Humanis.
 Jembatan keilmuan
antara Timur dan
Barat.
 Sebagai center of
excellent keilmuan
 Iklim kegiatan
akademik yang
semakin terbuka.
 Komitmen kemajuan
pendidikan Islam yang
tinggi.
 Pengembangan
paradigma pendidikan
yang kritis dan
rasional.
 Referensi dan literatur
yang semakin luas.
 Kemajuan ilmu dan
pengetahuan.
 Kemandirian dan
kebebasan.
Paradigma Pendidikan Hadhari Berbasis
Integratif-Interkonektif
42
B. Gagasan Abd. Rachman Assegaf Tentang Pendidikan Hadhari
1. Sekilas tentang Pendidikan Hadhari
Paradigma pendidikan akan selalu berkembang mengikuti zaman
sehingga pemikiran yang berusaha membawa perubahan lebih baik bagi
pendidikan Islam akan selalu muncul. Salah satu pemikiran paradigma
pendidikan Islam yang merupakan hasil riset adalah pendidikan hadhari
yang digagas oleh Prof. Abd Rachman Assegaf.
Pendidikan bagi Abd. Rachman Assegaf adalah proses internalisasi
nilai, investasi human resources dan sebagai sarana memajukan umat
(Assegaf, 2011: xvi). Pendidikan memberikan banyak manfaat bagi
kehidupan manusia karena pada dasarnya manusia tanpa pendidikan juga
akan melahirkan bangsa yang tidak berbudaya.
Pendidikan sebagai proses internalisasi nilai jika dikaitkan dalam
pendidikan Islam maka nilai-nilai yang termuat dalam al-Qur’an dan
Hadis perlu ditanamkan sebagai ciri khas pendidikan Islam. Pendidikan
sebagai investasi human resources berkaitan dengan humanisme sebagai
paradigma
pendidikan
Islam
di
mana
implementasinya
adalah
peningkatan kualitas sumber daya manusia yang sadar akan eksistensinya
sebagai khalifah fi al-‘ardh. Pernyataan ini sependapat dengan
Abdurrahman Mas’ud (2002:193) yang menyatakan bahwa secara
sederhana humanisme religius juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang
43
memperhatikan aspek potensi manusia sebagai makhluk sosial dan
makhluk religius (Abdullah dan khalifatullah) serta sebagai individu yang
diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mengembangkan potensinyapotensinya.
Pendidikan
sebagai
sarana
memajukan
peradaban
(hadharah)
memiliki implikasi bahwa untuk memajukan peradaban diperlukan juga
pendidikan yang maju pula. Pendidikan menumbuhkan peradaban sudah
terbukti melalui catatan-catatan sejarah yang menceritakan tentang
peradaban-peradaban bangsa yang dihasilkan oleh pendidikan. Bagi Abd.
Rachman Assegaf pendidikan yang menimbulkan peradaban dan
kemajuan inilah yang disebut sebagai pendidikan hadhari (Assegaf,
2011:xvi).
Dalam wawancara melalui email pada tanggal 16-05-2012, Assegaf
menjelaskan bahwa istilah hadhari berasal dari bahasa Arab yang artinya
”berperadaban atau berkemajuan”, atau dalam bahasa Inggris: civilized
atau citivied. Secara istilah pendidikan hadhari adalah pendidikan Islam
yang memuat nilai-nilai peradaban yang tinggi dan luhur atau
berkemajuan. Dengan istilah ini Abd. Rachman Assegaf bermaksud untuk
mengembangkan konsep pendidikan yang mengikuti zaman, tuntutan
masa kini dan tantangan masa depan. Hal ini penting dilakukan
mengingat pendidikan Islam saat ini termasuk yang tertinggal bila
44
dibandingkan dengan pendidikan di negara-negara maju. Abd. Rachman
Assegaf
dalam
wawancaranya
juga
mengungkapkan
berusaha
memperkenalkan kepada masyarakat Indonesia mengenai pendidikan
hadhari agar dapat dikenal dan tidak asing lagi.
Penamaan konsep pendidikan hadhari sendiri memiliki kemiripan
nama dengan konsep Islam hadhari di Malaysia yang diperkenalkan oleh
mantan Perdana Menteri Malaysia Ahmad Badawi, yang bermaksud
membangun peradaban Malaysia melalui sembilan prinsip. Walaupun
memiliki kesamaan nama konsep Islam hadhari dan pendidikan hadhari
jauh berbeda sebagaimana dijelaskan oleh Abd. Rachman Assegaf dalam
wawancara melalui email sebagai berikut:
Konsep Islam Hadhari di Malaysia tersebut jauh berbeda dengan
konsep pendidikan Hadhari Saya, karena yang saya maksud itu
spesifik pada pendidikan dan Hadhari di sini meliputi 3 entitas, yaitu
hadharah (peradaban) nash (teks) yaitu berbasis al-Quran dan
Hadits, hadharah (peradaban) falsafah berbasis pada filsafat dan
etika, serta hadharah (peradaban) al-ilm (keilmuan) yang berbasis
pada seluruh cabang dan struktur keilmuan yang berkembang sampai
saat ini, mulai dari social sciences, natural sciences sampai ke
humaniora, atau kalau dalam skema keilmuan Islam meliputi ilmuilmu yang diwahyukan (revealed knowledge) yakni ilmu-ilmu agama,
dan ilmu-ilmu yang dipelajari secara rasional (rational knowledge).
Jadi, namanya saja sama, yakni hadhari, tapi konsepnya beda. Di
Malaysia tidak mengenal pendekatan integratif-interkonektif.
Pendekatan ini sebenaranya popular di UIN Jogja yang
dikembangkan oleh Prof Amin Abdullah. Jadi, yang saya maksud
dengan integratif-interkonektif di sini adalah memadukan atau
menghubungkan tiga ranah entitas di atas sehingga lengkap, tidak
terpisah atau terputus.
45
Memahami penjelasan Abd. Rachman di atas maka disimpulkan
bahwa pendidikan hadhari justru erat kaitannya dengan pendekatan
integratif-interkonektif yang dikembangkan oleh UIN Yogyakarta. Amin
Abdullah sebagai rektor UIN Yogyakarta yang menggagas pendekatan
integratif-interkonektif tersebut yang selanjutnya dikembangkan oleh
Panitia kerja (PokJa) bidang akademik UIN Yogyakarta yang aktif dalam
menyusun konsep segitiga hadharah dan paradigma keilmuan integratifinterkonektif.
Konsep segitiga hadharah yang diperkenalkan oleh Amin Abdullah
sebenarnya sama dengan konsep-konsep atau pohon ilmu yg dibuat oleh
prof. Imam Suprayogo di UIN Malang, atau bunga ilmu di IAIN
Surakarta, atau lainnya. Intinya adalah menuju pada pendidikan Islam
yang non-dikotomik. Dapat disimpulkan bahwa pemikiran-pemikiran ini
erat kaitannya dengan progam konversi STAIN dan IAIN menjadi UIN.
Abd. Rachman Assegaf merumuskan pengertian integratif dalam
struktur keilmuan berarti keterpaduan kebenaran wahyu (Burhan Qauli)
dengan bukti-bukti yang ditemukan di alam semesta (burhan kauni).
Dikatakan struktur keilmuan integratif di sini bukan berarti antara
berbagai ilmu tersebut dilebur menjadi satu bentuk ilmu yang identik,
melainkan karakter, corak, dan hakekat antara ilmu tersebut terpadu
dalam kesatuan dimensi material-spiritual, akal-wahyu, ilmu umum-ilmu
46
agama, jasmani-rohani, dan dunia-akhirat. Sedangkan interkoneksitas
adalah keterkaitan satu pengetahuan dengan pengetahuan yang lain akibat
adanya hubungan yang saling mempengaruhi (Muliawan, 2005:xii).
Pendidikan Islam integratif dan interkonektif berupaya memadukan
dua hal yang sampai saat ini masih diperlakukan secara dikotomik, yakni
mengharmonisasikan kembali relasi-relasi antara Tuhan-alam dan wahyuakal, di mana perlakuan secara dikotomik terhadap keduanya telah
mengakibatkan keterpisahan pengetahuan agama dengan pengetahuan
umum (Muliawan, 2005:xii).
Secara sederhana Abd. Rachman Assegaf mengartikan integratif itu
terpadu, interkoneksi itu terkait, sehingga jika dihubungkan dengan
paradigma pendidikan hadhari maksudnya tiga entitas
peradaban
(hadarah al-nash, hadharah al-falsafah, dan hadharah al-‘ilm) harus
dilaksanakan secara terpadu dan terkait. Hal ini dilakukan supaya
pendidikan Islam mengalami kemajuan, khususnya dimulai dari lembaga
pendidikan Islam seperti madrasah, pesantren, sekolah, dan lain-lain.
Pada intinya paradigma pendidikan hadhari adalah paradigma
pendidikan yang menghubungkan
pendidikan yang memiliki konsep
sebagai berikut:
a. Konsep pendidikan Islam yang menempatkan dan menerapkan etika
Islam yang bersumber dari nilai-nilai al-Qur’an dan al-Hadis sebagai
47
seluruh jiwa bagi bagi seluruh pembidangan ilmu baik ilmu alam,
sosial, dan humaniora.
b. Pendidikan hadhari berkarakteristik universal dan non-dikotomis.
c. Pendidikan hadhari bersumber pada nilai-nilai dan etika Islam
sehingga terjadi proses objektivikasi dari etika Islam menjadi ilmu
ke-Islam-an yang rahmatan lil alamin tanpa membedakan golongan,
ras, suku, bangsa maupun agama.
d. Pendidikan hadhari bermaksud menumbuhkan kembali spirit tradisi
keilmuan yang integral (Assegaf, 2011:27).
Melihat uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan hadhari
adalah pendidikan yang berusaha menawarkan jalan keluar persoalan
pendidikan agama Islam dengan melakukan kajian secara integralinterkonektif terhadap falsafah, ilmu, dan agama.
2. Pendidikan
Hadhari
Berbasis
Integratif-Interkonektif
Sebagai
Paradigma Pendidikan Islam
Pendidikan hadhari
menurut
Abd. Rachman Assegaf adalah
pendidikan berkemajuan yang berusaha membangun kembali peradaban
Islam
agar
tidak ketinggalan dengan kemajuan zaman dengan
mensinergikan ketiga entitas hadharah yaitu hadharah al-nash, hadharah
al-falsafah, dan hadharah al’ilm. Hadharah al-nash menjelaskan
bagaimana semestinya pendidikan Islam dilaksanakan secara visioner;
48
hadharah al-falsafah diharapkan mampu memberikan pencerahan bagi
manusia akan eksistensi sebenarnya hidup di muka bumi; dan hadharah
al-‘ilm memberikan pencerahan pada umat Muslim agar unggul dan
terkemuka
dibidang
ilmu
pengetahuan.
Abd.
Rachman
Assegaf
mensinergikan ketiga entitas tesebut dengan menghimpun semua unsur
positif dari semua aliran pendidikan yang ada di dunia saat ini dan yang
akan datang sambil menyesuaikan dengan nilai-nilai ke-Islam-an.
Paradigma pendidikan hadhari perlu ditelaah dan dikembangkan
dalam dunia pendidikan yang masih jauh dari harapan, hal ini kemudian
menjadi alasan mendasar mengapa paradigma pendidikan hadhari
berbasis integratif-interkonektif perlu dibangun dan dikembangkan, alasan
tersebut diantaranya (Assegaf, 2011:20-23):
a. Lack of Vision
Hingga sampai saat ini, diakui atau tidak masih banyak lembagalembaga pendidikan yang tidak jelas visinya. Banyak gedung, ruang
kelas, auditorium, bahkan ruang perkantoran, perpustakaan dan pusat
kajian telah dibangun secara megah dengan berbagai fasilitas modern
seperti telepon, internet, AC, dan lain-lain, namun belum mengalami
perubahan visioner yang jelas. Visi seharusnya dibangun berdasarkan
spirit yang dinyatakan dalam sebuah visi diri, dunia, dan realitas, yang
secara ringkas, dimotivasi oleh agama. Sayangnya materi dan
49
metodologi yang banyak diajarkan di dunia Islam saat ini adalah
kopian dari Barat, sehingga secara tak sadar menimbulkan proses deIslamisasi yang mempengaruhi para pelajar dengan anggapan bahwa
hal tersebut merupakan pendidikan Islam alternatif, atau sebagai agen
perubahan dan modernisasi.
b. Kesalehan individual dan ketertinggalan teknologi
Ibadah memiliki cakupan luas tidak hanya ibadah mahdah,
seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, tetapi juga diartikan sebagai
ghoiru mahdah. Ghoiru mahdah berarti ibadah juga mencakup
solidaritas sosial. etika politik, kewajiban menuntut ilmu, masalah
pergaulan, kerja sama antarbangsa, pengembangan sumber daya
manusia, dan lain-lain.
Keberagamaan di Indonesia sendiri lebih menekankan pada
kesalehan
ritual
daripada
kesalehan
sosial.
Implikasi
dari
keberagamaan pola ini menurut Abdurrahman Mas’ud (2005:144-145)
adalah realitas sosial yang dihiasi dengan budaya, kaya kultur yang
bernuansa agama, tetapi miskin dalam nilai-nilai spiritual yang
berpihak pada kemanusiaan. Akibat pola keberagamaan ini umat Islam
tak terkecuali Indonesia masih jauh tertinggal dengan negara-negara
lain dalam hal ilmu dan teknologi modern.
50
Dalam permasalahan ini perlu adanya upaya sainisasi wahyu
yang sesuai dengan konteks kehidupan sains yang berkembang,
dengan begitu keberadaan wahyu bagi kehidupan manusia memiliki
multi fungsi yaitu fungsi doktrin (petunjuk, pembeda haq dan batil,
obat, penjelas, nasihat, pedoman dan lain-lain). Tanpa adanya sainisasi
wahyu proses integrasi sains dan agama hanya akan menjadi omong
kosong (Roibin, 2009:19).
c. Problem Epistemologi: Dikotomi Ilmu
Dilihat dari sejarahnya, dikotomi ilmu telah terjadi cukup lama
dalam dunia pendidikan Islam yaitu semenjak madrasah Nizhamiyah
mempopulerkan ilmu-ilmu agama dan mengesampingkan logika dan
falsafah. Terlebih lagi dengan pemahaman bahwa ilmu agama
tergolong fardhu ‘ain dan ilmu umum termasuk fardhu kifayah.
Abd. Rachman Assegaf juga menambahkan bahwa dikotomi
ilmu juga disebabkan faktor internal kelembagaan pendidikan Islam
yang kurang mampu melakukan upaya pembenahan dan pembaharuan
akibat kompleksnya problematika ekonomi, politik, hukum, sosial dan
budaya yang dihadapi umat dan negara Islam (Muliawan, 2005:viii).
Realita ini mengakibatkan disharmoni relasi antara pemahaman ayatayat illahi dengan ayat-yat kauniyah, antara iman dengan ilmu, dan
51
relasi antara dimensi duniawi dengan ukhrawi, dan relasi antara
dimensi ketuhanan (teosentris) dengan kemanusiaan (antroposentris).
d. Tradisi Berpikir Normatif-Deduktif
Dikatakan normatif-deduktif karena pada praktik pendidikan
Islam saat ini yang lebih mengarah pada pola mengajar daripada
mendidik. Mengajar dibatasi oleh ruang kelas dan mengandalkan
dominasi guru yang besar, sementara mendidik tidak harus
dilaksanakan dalam ruang kelas dan terdapat interaksi edukasi antara
guru-murid,
murid-murid,
bahkan
guru-guru,
sehingga
murid
dipandang sebagai peserta didik yang aktif mengembangkan
potensinya.
Proses pembelajaran pendidikan Islam saat
ini masih
didominasi budaya hafalan dan penguasaan materi sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara aspek pengetahuan (kognitif), dimensi sikap
(afektif) dan keterampilan (psikomotorik). Pendidikan hadhari
dikembangkan
untuk
pendidikan Islam
memberi
setidaknya
sumbangan
memberikan
ide
pembaharuan
landasan
dasar
pemecahan problem-problem pendidikan Islam seperti yang telah
dipaparkan di atas.
52
3. Pilar-pilar Pendidikan Hadhari
Pendidikan hadhari dibangun dengan kerangka dasar keilmuan yang
kokoh dan pilar-pilar yang mampu menopang struktur keilmuannya.
Pilar-pilar tersebut menjadi ciri khas dan identitas dari pendidikan
hadhari. Pilar-pilar utama bagi pendidikan hadhari adalah sebagai
berikut:
a. Berpusat pada Tauhid
Menurut Abd. Rachman Assegaf, faktor pendidikan bagi terbentuknya
tauhid dan iman kepada Allah SWT merupakan inti dari pendidikan
Islam. Pilar pendidikan berintikan tauhid dan keimanan ini diharapkan
akan mampu memberi pemahaman yang utuh bagi Muslim untuk
memadukan antara akal dengan wahyu. Artinya, dalam aplikasinya
bagi seorang yang beriman, kehidupan modern bukanlah sebuah
musuh atau kendala yang harus dilawan melainkan justru menjadi
peluang untuk menjalankan fungsi kehidupannya sebagai khalifah.
lebih lanjut Abd. Rachman Assegaf menegaskan ada dua tantangan
yang dihadapi umat Muslim berkaitan dengan menjaga iman dan
takwa di masa modern ini yaitu:
1) Tantangan internal berupa penyakit hati seperti timbulnya nafsu
serakah, amarah, dengki, dendam dan sejenisnya.
53
2) Tantangan eksternal berupa gaya hidup masyarakat yang permisif,
kompetetif, bebas, perilaku kekerasan dan sebagainya.
Karena itulah selain pilar iman dan tauhid diperlukan juga pilar akhlak
yang mulia.
b. Berbasis Akhlak
Abd. Rachman Assegaf mengartikan akhlak sebagai sifat yang
tertanam dalam jiwa manusia, sehingga ia akan muncul secara
langsung (spontanitas) bilamana diperlukan, tanpa memerlukan
pemikiran atau pertimbangan lebih dulu, serta tidak memerlukan
dorongan dari luar (Assegaf, 2011:42). Dengan menelusuri makna
dalam al-Qur’an Abd. Rachman Assegaf merumuskan konsep-konsep
penanaman akhlak mulia yaitu sebagai berikut:
1) Ber-akhlak mulia dengan mencontoh perilaku Nabi Muhammad
SAW, karena dalam diri beliau terdapat suri teladan yang baik (QS.
Al-Qalam {68}:4 (Departemen Agama Republik Indonesia Jkt,
1994: 960) dan QS. Al-Ahzab [33]:21) (Departemen Agama
Republik Indonesia Jkt, 1994: 670).
54
Q.S. Al-Qalam {68}:4
    
Artinya: Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti
yang agung.
QS. Al-Ahzab [33]:21).
            
    
Artinya: Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.
2) Dalam konflik, Islam menempuh tindakan preventif dengan cara
menghadapi perbuatan buruk dengan perbuatan baik, dengan
demikian pemusuhan dapat berubah menjadi persahabatan (QS.
Fushshilat [41]:34 Departemen Agama Republik Indonesia Jkt,
1994: 778); dan QS. Al-Mu’minun [23]:96) (Departemen Agama
Republik Indonesia, 1994: 567).
55
Q.S. Fushshilat [41]:34
           
      
Artinya: Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah
(kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang
yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah Telah
menjadi teman yang sangat setia.
QS. Al-Mu’minun [23]:96).
          
Artinya: Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih
baik. kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan.
3) Islam mengajak manusia segera memohon ampun kepada Allah
seraya menafkahkan hartanya, menahan amarah dan memaafkan
kesalahan orang lain (QS. Ali ‘Imron [3]: 133-134) (Departemen
Agama Republik Indonesia, 1994: 98).
         
        
        
Artinya: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu
dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang
yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun
sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan.
56
Akhlak menyangkut interaksi antar sesama manusia. Akhlak memiliki
peranan yang besar dalam jangkauan yang luas. Abd. Rachman
Assegaf mengungkapkan dengan kalimat yang bermakna “bagi sebuah
bangsa yang beradab, akhlak mulia itu penting untuk menyelamatkan
bangsa tersebut dari kerusakan” (Assegaf, 2011:46).
c. Menganut Teori Fitrah
Abd. Rachman Assegaf berpendapat bahwa konsep fitrah tidak identik
dengan teori tabula rasa, aliran dualisme dan konvergensi. Fitrah
memandang manusia membawa tidak hanya kertas kosong dan bersih
tetapi membawa potensi dari lahir yang bersifat dinamis yang artinya
lingkungan dan pendidikan merupakan faktor penyebab berkurang atau
bertambahnya potensi fitrah manusia. Abd. Rachman Assegaf
menyimpulkan bahwa secara umum fitrah merupakan al-Din (agama
Allah SWT), Islam, Iman, dan tauhid. Pilar fitrah ini diharapkan
menjadi
penyangga
praktek
pendidikan
Islam
agar
dalam
pelaksanaannya selalu mengarahkan pada kesucian, Islam, Iman, dan
tauhid.
d. Memberdayakan Fungsi Masjid bagi Pengembangan Umat.
Abd. Rachman Assegaf menggagas bahwa antara pusat pendidikan di
keluarga, sekolah dan masyarakat, dalam komunitas umat Islam. masih
57
perlu ditambah satu pusat pendidikan lagi yaitu masjid. Dapat
dikatakan fungsi masjid dalam perspektif al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW, adalah sebagai berikut:
1) Sebagai sarana ibadah shalat dan berdzikir.
2) Berfungsi sebagai sarana pendidikan dan pengajaran.
3) Berfungsi sebagai sarana pengadilan, hukum, musyawarah dam
tempat pertemuan membahas urusan ke-Islam-an.
4) Berfungsi sebagai sarana sosial.
Antara umat dan masjid diharapkan terjalin ikatan yang kuat, sehingga
masjid dapat benar-benar menjadi pusat peradaban Islam tidak hanya
dalam dimensi ritual keagamaan tetapi juga berfungsi secara
pendidikan dan sosial.
4. Tiga Bilik Peradaban Hadhari
Keempat pilar saling berkaitan satu sama lain membentuk “bilik-bilik”
peradaban yaitu peradaban teks (hadharah al-nash), peradaban falsafah
(hadharah al-falsafah), dan peradaban ilmu (hadharah al-‘ilm). Sinergi
antara ketiga entitas inilah inti dan hakekat dari ide pendidikan hadhari
berbasis integratif-interkonektif sebagai paradigma pendidikan Islam.
a. Peradaban Teks (hadharah al-nash)
Peradaban
teks
(hadharah
al-nash)
menjelaskan
bagaimana
semestinya pendidikan Islam dilaksanakan secara visioner. Pendidikan
58
yang visioner memiliki kejelasan konsep bagaimana visi, konsep
belajar, Orientasi, sistem dan metodologi pendidikan yang dilakukan
menurut tuntunan wahyu dan nilai-nilai kenabian (Assegaf, 2011:352).
Jika dirumuskan ide Abd. Rachman Assegaf didapat kesimpulan halhal yang perlu dilakukan lembaga pendidikan Islam agar dapat
melaksanakan pendidikan Islam yang visioner adalah:
1) Mengembangkan kembali spirit pendidikan Islam yang visioner.
Tujuan pembentukan manusia adalah sebagai khalifah fi al-ardi,
hamba Allah SWT yang taat beribadah, pembentukan insan kamil,
dan tujuan pembentukan manusia yang bertakwa, beriman, dan
berakhlak mulia. Dua elemen tujuan pendidikan Islam ini masih
harus dijabarkan dalam aspek-aspek yang operasional. Tujuantujuan pendidikan Islam tersebut menyederhanakan variasi tujuan
pendidikan yang dikemukakan oleh para tokoh pendidikan Islam
dan juga mencerminkan keterkaitan dan keterpaduan antara dunia
dan akhirat. Jika prinsip-prinsip umum tentang tujuan pendidikan
tersebut dapat dioperasionalkan dalam pelaksanaan pendidikan
Islam, dan selalu dievaluasi seberapa jauh tujuan tersebut telah
dicapai, maka praktik pendidikan Islam dapat dikatakan visioner,
memiliki visi yang jelas (Assegaf, 2011:75).
59
2) Menciptakan konsep belajar sesuai dengan visi atau tujuan
pendidikan Islam.
Seperti diketahui, taksonomi Bloom sebagai konsep belajar yaitu
kognitif (perilaku yang berkaitan tentang penguasaan ilmu), afektif
(perilaku
yang
terkait
dengan
sikap),
dan
psikomotorik
(ketrampilan) belum menjelaskan makna batiniyah dan pentingnya
agama dalam kehidupan manusia. Bloom tidak memperhitungkan
dimensi spiritual dan keagamaan dalam pendidikan. Lain halnya
dengan pendidikan Islam yang memiliki karakter yang khas
dibandingkan tujuan belajar yang dikemukakan Bloom karena
pendidikan Islam memuat taksonomi yang meliputi domain ilmu
(kognitif), akhlak (afektif), amal (psikomotorik), dan iman
(dimensi emosional dan spiritual) yang jika dijabarkan bahwa
konsep belajar Islam adalah pendidikan yang bertujuan:
a) Ilmu tidak hanya digunakan untuk mengembangkan aspek
intelek-rasional, melainkan orang yang menuntut ilmu itu
bagian dari ibadah dan akan dimuliakan Allah SWT.
b) Tidak hanya sekadar memiliki ketrampilan berbuat melainkan
terkandung di dalamnya bertanggung jawab kepada Allah.
c) Membentuk
menerima,
peserta
merespon,
60
didik
dan
yang
memiliki
menanamkan
kemampuan
nilai
serta
pembentukan insan kamil, Muslim kaffah, dan manifestasi misi
kenabian.
d) Membentuk peserta didik yang beriman tidak hanya dalam
batiniah dan rohaniah manusia yang dalam proses pencarian
makna, melainkan juga memiliki nilai-nilai keilmuan integratfinterkonektif dan ilahiah manusia.
3) Mengembangkan orientasi pendidikan yang sesuai dengan nilainilai ajaran Islam.
Pendidikan Islam memiliki beberapa wawasan atau orientasi
pendidikan yaitu:
1) Book-oriented,
artinya
al-Qur’an
sebagai
pusat
acuan
pendidikan dan pengajaran tanpa membekukan upaya berpikir
karena Allh menerangkan ayat-ayat-Nya agar manusia berpikir
dan merenungka al-Qur’an tersebut.
2) Child-oriented, yang berarti bahwa setiap anak bebas memilih
secara aktif dan kreatif berpartisipasi menentukan arah
pendidikannya
dengan
konsekuensi
yang
akan
dipertanggungjawabkan.
3) Life-oriented, artinya Islam mengarahkan pada pentingnya
keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat.
61
4) Social-oriented, artinya pendidikan Islam memiliki komitmen
untuk memperbaiki kehidupan individu maupun sosial, antara
lain
dengan
cara
mengaplikasikan
melakukan
ilmu
bagi
aktivitas
dirinya
dan
positif
untuk
masyarakat,
mempersiapkan pendidikan untuk tuntutan tersebut, dan
mengaitkan dan memadukan keduanya (link and mach)
(Assegaf, 2011:107)
5) Memperbaiki sistem pendidikan sesuai dengan ajaran Islam
Sistem pendidikan memiliki komponen atau unsur utama yang
saling terkait, yang meliputi unsur kurikulum, unsur pendidik,
unsur peserta didik, unsur sekolah, dan unsur masyarakat.
Konponen-komponen tersebut saling terkait, sehingga untuk
membentuk sisitem pendidikan yang baik maka perlu dilakukan
pembenahan dan pembaharuan dari kelima unsur sistem
pendidikan tersebut.
6) Perlunya penggunaan metode pendidikan yang sesuai dengan
ajaran Islam
Penggunaan satu metode tidak berarti tepat untuk seluruh
aktivitas pendidikan. Satu metode masing-masing memiliki
kelemahan dan kelebihan, sehingga disarankan dengan
62
menggunakan dua atau beberapa metode untuk saling menutupi
kelemahan satu metode.
b. Peradaban Falsafah (hadharah al-falsafah)
Falsafah al-hadhariyah bersumber dari al-Qur’an dan Hadis serta
berbasis pada falsafah dan etika sehingga terdapat adanya keterpaduan
antara dimensi ketuhanan dengan kemanusiaan berbeda dengan
falsafah umum yang hanya mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.
Modernitas dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini
memang tidak terlepas dari andil falsafah Barat dan Eropa, namun
falsafah Barat dan Eropa tersebut disisi lain juga menimbulkan
ketimpangan salah satunya adalah munculnya sekularisme. Dibawah
ini tabel tentang perbedaan antara falsafah umum dengan falsafah alhadhariyah yang dirumuskan oleh Abd. Rachman Assegaf (2011:220).
Dari tabel
ini akan terlihat jelas perbedaan antara kedua falsafah
tersebut yang nantinya akan menjadi renungan bahwa falsafah alhadhariyah lebih memiliki konsep yang sesuai dengan tujuan
pendidikan Islam berlandaskan etika dan sumber Islam yaitu al-Qur’an
dan Hadis.
63
Tabel I
Perbedaan Falsafah Umum Dengan Falsafah al-Hadhariyah
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
FALSAFAH UMUM
(Barat)
Antroposentris (dalam konsep dan
teorinya
tidak menghubungkan
dengan wahyu atau agama).
Positivistic-empiris (hanya mengakui
adanya dan berdasarkan pada gejala
yang tampak)
Sekularistik (menegasikan dimensi
ketuhanan dan keakhiratan dan
bahwa pendidikan didasarkan pada
rasio, budaya, dan nilai-nilai sosial)
Bersumber pada rasio dan budaya.
Etika pragmatik-hedonistik (science
for science)
Pertimbangan
interaksi
sosial
semata.
Ganjaran dan hukuman hanya di
dunia.
Modal psikis berpikir berangkat dari
rasio dan skeptic.
Dasar ilmu adalah value-free.
FALSAFAH AL-HADHARIYAH
(Perspektif Islam)
Teo-Antroposentris (konsep dan
teorinya integral antara akal manusia
dengan wahyu Tuhan)
Real-Transedental
(mengakui
adanya yang alam nyata dan ghaib).
Non-Sekularistik (mengakui adanya
dimensi ketuhanan dan keakhiratan,
serta pentingnya peran moral dan
agama dalam pendidikan).
Bersumber pada wahyu, rasio, dan
budaya.
Etika demi kerudhoan Allah SWT
(science for mardhatillah).
Interaksi vertikal dan horizontal
(hablun minallah wa hablun
miannas).
Pahala dan dosa (di dunia dan di
akhirat)
Modal psikis berpikir berangkat dari
keyakinan
(iman),
kalbu
(conscience), dan rasio.
Value free dan humanisasi.
Dalam peradaban falsafah Abd. Rachman Assegaf menegaskan
perlunya penanaman nilai-nilai pada peserta didik mengenai
eksistensinya sebagai manusia.. Pendidikan Islam diharapkan mampu
mengoptimalkanakan fungsi manusia di muka bumi yaitu sebagai
pendidik dan si terdidik, ‘abd Allah SWT, khalifah fi al-ard secara
seimbang. Pendidikan Islam yang seperti itu akan membentuk khalifah
64
yang sanggup menguasai ilmu dan menguak rahasia alam untuk
dikelola demi kemakmuran serta pribadi yang sanggup mengabdi,
beribadah dan berakhlakul kharimah.
Dalam peradaban falsafah juga menegaskan adanya humanisasi
pendidikan Islam, dengan kata lain perlu adanya internalisasi nilai Hak
Asasi Manusia melalui keseluruhan materi, metode, tujuan, kebijakan,
dan proses pendidikan Islam.
Dalam penjabarannya hadharah al-falsafah juga mengenal adanya
falsafah a-akhlaqiyah. Etika Islami berpedoman pada tuntunan wahyu
berupa al-Qur’an dan sabda Nabi Muhammad SAW. Salah satu etika
yang bisa dikatakan penting adalah etika profesional seorang pendidik
Muslim.
c. Peradaban Ilmu (hadharah al-‘ilm)
Peradaban ilmu (hadharah al-‘ilm) merupakan bagian penting untuk
menjadi dasar pemecahan problem dikotomi ilmu, pola pikir teologisnormatif dan deduksi-legalistik, lemahnya budaya meneliti dalam
pendidikan Islam, serta perhelatan terhadap isu-isu kontemporer.
Untuk menyelesaikan masalah-masalah pendidikan Islam tersebut
perlu dilakukan beberapa usaha yang berkomitmen yaitu:
65
1) Mengembangkan tradisi keilmuan Muslim yang integralistik dan
interkonektif.
Sejauh ini, masih dikatakan tradisi keilmuan Muslim masih berat
sebelah, terlalu menekankan pada pola pikir deduktif, teks-book
oriented atau ulama-oriented (Assegaf, 2011:265). Intelektual
Muslim perlu mengembangkan budaya atau tradisi ijtihad yang
nantinya akan menuntun seorang Muslim bersikap akademik dan
terbuka serta menerima perbedaan pendapat. Berpikir akademik
seperti ini akan membawa pada sikap fleksibel dan toleransi
terhadap hasil pemikiran orang lain. Pola berpikir akademik akan
membawa pada pencerahan dan kesadaran diri bahwa Islam
mengajak umatnya untuk meraih kebahagiaan dunia-akhirat,
material-spiritual, dan jasmani-rohani. Wawasan berpikir seperti
ini akan membentuk tradisi keilmuan Muslim yang integralistikinterkonektif.
2) Melakukan upaya reintegrasi ilmu
Paradigma pendidikan hadhari sejalan dengan konsep universitas
Islam yaitu mengintegralisasikan pendidikan yang dikotomik.
Hasil rekomendasi Konferensi se-Dunia tentang pendidikan Islam
kedua di Islamabad pada tahun 1980 membagi pengetahuan
menjadi dua kelompok yaitu ilmu-ilmu yang diwahyukan
66
(revealed or perennial knowledge, religious science) dan ilmuilmu yang diperoleh (acquired knowlwdge, modern science). Abd.
Rachman
Assegaf
dalam
konsep
pendidikan
hadhari
menambahkan satu level ilmu dalam klasifikasi tersebut dengan
ilmu-ilmu kontemporer yang senantiasa berkembang seperti
hubungan internasional, agama dan lintas budaya, resolusi konflik,
teknologi informasi, isu-isu gobal (seperti demokrasi, HAM,
Pluralisme, kebebasan, wacana gender, dan lain sebagainya).
Semua cabang ilmu pengetahuan tersebut harus diajarkan dari
sudut pandang Islam dengan tetap mempertahankan prinsip nilainilai ketauhidan dalam proses pembelajarannya karena inti
pendidikan Islam adalah tauhid.
Abd.
Rachman
Assegaf
(2011:274) menambahkan baik ilmu agama maupun ilmu modern
harus disampaikan kepada peserta didik pada semua jenjangnya
dengan mencontoh perilaku dan tata cara para Nabi, khususnya
Nabi Muhammad SAW ketika mendidik umatnya. Dalam
pendidikan hadhari juga menerangkan kosep integrasi antara relasi
Allah-alam, Allah-manusia, aman-ilmu, jasmani-rohani, materialspiritual, duniawi-ukhrawi, dan wahyu-akal yang sampai saat ini
masih diperlakukan secara dikotomi.
67
3) Menumbuhkan budaya meneliti di kalangan civitas akademik
(research-based knowledge).
Pendidikan Islam dihadapkan pada tanggung jawab research
knowledge, karena tugas pendidik Muslim tidak hanya mengajar
tetapi juga meneliti. Pendidik Muslim perlu memiliki bekal dan
kemampuan mengevaluasi dan meneliti kinerja dan efektivitas
pendidikan. Apabila hal ini tidak dilakukan, maka praktik
pendidikan akan berjalan stagnan tanpa pembaharuan dan semakin
tertinggal dengan perkembangan di dalam dan di luar pagar
pendidikan Islam. pendidikan Islam yang berbasis pada penelitian
akan memiliki perspektif yang
luas karena penemuan serta
pemikiran baru didapat dari hasil penelitian. Penelitian pendidikan
akan menghasilkan pemikiran yang mengarah pada solusi problem
pendidikan dan kemajuan pendidikan Islam misalnya dengan
mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan praktik pendidikan
Islam mulai dari faktor, kondisi, dan sebab-musababnya, lalu
ditemukan cara-cara menanganinya, sehingga mampu berkembang
ke arah yang baik.
Research Based Knowledge perlu dikembangkan karena menurut
Abd. Rachman Assegaf saat ini di Indonesia ada fenomena di
mana banyak biaya yang dikeluarkan untuk keperluan operasional
68
pendidikan, namun tidak seimbang dengan minimnya biaya yang
dikeluarkan
untuk
kegiatan
penelitian
dan
pengembangan
(Assegaf, 2011:284).
4) Menumbuhkan
jiwa
peka
dan responsif terhadap
isu-isu
kontemporer.
Dengan peka terhadap isu-isu kontemporer tersebut pendidikan
Islam diharapkan lentur menghadapi zaman. Isu-isu kontemporer
yang memerlukan jawaban bagi pendidikan Islam sangat banyak
seperti masalah demokrasi , kekerasan, pemerataan pendidikan,
multikulturalisme,
pluralisme,
globalisasi
pendidikan,
isu
pendidikan antikorupsi dan lain sebagainya (Assegaf, 2011: 284285). Abd. Rachman Assegaf merumuskan beberapa upaya yang
perlu dilakukan untuk menghadapi isu-isu kontemporer tersebut:
1) Demokratisasi pendidikan Islam
2) Menciptakan pendidikan damai
3) Education for all atau pemerataan kesempatan pendidikan.
4) Pendidikan multikultural dan masyarakat plural
5) Globalisasi pendidikan Islam
6) Teologi antikorupsi
Dari uraian panjang di atas, secara prinsip dan fundamental,
pendidikan hadhari adalah pendidikan yang berupaya membangkitkan
69
kembali spirit keilmuan Islam yang integratif tanpa dikotomi dengan
menginternalisasikan prinsip-prinsip wahyu dan etika Islam tentang
pendidikan. Ketiga entitas yaitu hadharah al-nash, hadharah al-falsafah
dan hadharah al-‘ilm adalah entitas yang tidak dapat berdiri sendiri.
Hadharah al-nash tidak bisa berdiri sendiri tanpa hadharah al-‘ilm dan
hadharah al-falsafah dan sebaliknya.
Uraian Abd. Rachman Assegaf mengingatkan bahwa begitu banyak
problem yang dihadapi pendidikan Islam dan problem-problem tersebut
tidak bisa diselesaikan sendiri atau oleh segelintir institusi tetapi
memerlukan kerjasama dari semua kalangan untuk memecahkan problem
pendidikan Islam saat ini. Produk-produk pemikiran seperti paradigma
pendidikan hadhari penting untuk ditelaah dan dikaji ulang dengan
harapan paling tidak mampu menjadi landasan dalam menyelesaikan
problem pendidikan Islam.
pendidikan hadhari
berusaha untuk
melakukan pembaharuan dan inovasi paradigma pendidikan Islam.
Fuad Ihsan (2010), menjelaskan inovasi pendidikan adalah suatu ide,
barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi
hasil seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik berupa inversi
(penemuan orang) atau discovery (baru ditemukan orang), yang
digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan
masalah pendidikan. Mencermati pengertian tersebut bukan tidak
70
mungkin konsep pendidikan hadhari mampu memberikan ide dan
gagasan untuk inovasi pendidikan Islam.
71
BAB IV
ANALISIS FILOSOFIS TERHADAP PEMIKIRAN ABD. RACHMAN
ASSEGAF TENTANG KONSEP PENDIDIKAN HADHARI
Bab ini berusaha untuk menganalisis secara filosofis pemikiran Abd.
Rachman Assegaf tentang konsep pendidikan hadhari
berbasis integratif-
interkonektif sesuai dengan prinsip-prinsip dan cara berpikir filsafat. Secara bahasa,
filsafat berasal dari bahasa Yunani philosophia, merupakan kata majemuk yang
berasal dari kata philos dan Sophia. Kata philos berarti kekasih, bisa juga berarti
sahabat. Adapun kata Sophia berarti kebijaksanaan atau kearifan, bisa juga berarti
pengetahuan (Esha, 2010:26)
Secara definisi, Zidi Galzaba (1992:24) menjelaskan berfilsafat ialah mencari
kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran, tentang segala sesuatu yang
dimasalahkan, dengan berpikir secara radikal, sistematis dan universal. Sudarsono
(1993:12) menyimpulkan pengertian filsafat dari berbagai ahli filsafat bahwa pada
prinsipnya filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala
sesuatu secara mendalam dan sungguh-sungguh, radikal sehingga mencapai hakekat
segala sesuatu tersebut.
Mengacu pada pengertian yang dijelaskan oleh Gizi Gazalba dan Sudarsono,
maka ciri dari berpikir filsafat adalah radikal, sistematis dan universal. Radikal berarti
berpikir itu tidak separuh-paruh, tidak berhenti di jalan, tapi terus sampai ke
72
ujungnya. Berpikir sistematis berarti sesuai dengan prinsip dan cara kerja ilmiah,
logis dan mempunyai keterkaitan. Berpikir universal berarti berpikir secara umum,
berpikir universal, terbatas pada bagian-bagian tertentu tapi mencakup keseluruhan
dengan kata lain berpikir secara menyeluruh (Gazalba, 1992:27).
Ketakjuban, kekaguman, ketidakpuasan, hasrat bertanya, dan keraguan adalah
hal-hal yang merangsang manusia untuk berfilsafat. Hal-hal tersebut memunculkan
banyak pertanyaan-pertanyaan mendasar yang pada tahap selanjutnya menjadi
kerangka acuan untuk melihat dan menganalisa sesuatu dalam rangka memperoleh
sebuah ilmu pengetahuan (Nasrudin, 2008:72). Pertanyaan-pertanyaan tersebut pada
akhirnya menjadi landasan terbentuknya cabang-cabang filsafat yang berkaitan
dengan pencarian kebenaran. Secara umum cabang filsafat ada tiga yaitu metafisika
atau ontologi, epistemologi, dan aksiologi (Esha, 2010:76).
Berkaitan dengan analisa pemikiran Abd. Rachman Assegaf mengenai konsep
pendidikan hadhari pada penulisan ini menggunakan cabang-cabang filsafat tersebut
yakni metafisika atau ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Hal ini dimaksudkan
agar dalam pembahasan ini ditemukan jawaban mendasar mengenai Apa hakekat
Paradigma pendidikan hadhari?, Bagaimana orisinalitas pemikiran Abd. Rachman
assegaf dalam menggagas pendidikan hadhari?, Bagaimana cara memperoleh atau
sumber pengetahuannya?, Apa hakekat nilai, fungsi dan tujuan pendidikan hadhari?,
dan Bagaimana relevansi gagasan dalam konstekstualisasinya maupun nilai, fungsi
dan tujuan penerapan atau implementasinya?.
73
Untuk lebih memudahkan akan digambarkan bagan skematis kerangka
analisis filosofis Paradigma pendidikan hadhari menurut Abd. Rachman Assegaf.
Bagan II Skematis
Kerangka Analisis Filosofis Pendidikan Hadhari Abd. Rachman Assegaf
Landasan Pengembangan
ontologi
Apa?
Hakikat,
Otentisitas
atau
orisinalitas
pemikiran.
Realitas/ide
Epistemologi
Bagaimana?
Cara
memperoleh
Pengetahuan.
Sumber dan
landasan
berpikir.
Metodologi
74
Aksiologi
Mengapa?,
Untuk apa?
Fungsi.
Relevansi
dan
strategi
Penerapan
Tujuan atau
nilai
1.
Dimensi Ontologis; Analisa Otentisitas/Orisinalitas Pemikiran Abd. Rachman
Assegaf
1. Pengertian Ontologi
Dimensi ontologis dalam teori kefilsafatan berkaitan dengan jawaban
pertanyaan apa? Atau hakekat sesuatu, atau berkaitan dengan being
(keberadaan) dan eksistensi. Istilah yang lebih mendalam yakni berkaitan
dengan metafisika, (meta; dibalik/dibelakang dan physika; benda-benda fisik
= sesuatu yang ada dibalik benda-benda fisik atau yang nampak ) metafisika
berkaitan dengan studi atau pemikiran tentang sifat yang terdalam dari
kenyataan atau keberadaan (Musytansir & Munir, 2002:12). Sedangkan
Dimensi ontologis dalam filsafat erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan atau
ajaran tentang yang berada (Sudarsono, 1993:118). Sementara Muhammad
Sulthon (2003) memaparkan bahwa ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa
yang nyata secara fundamental dan menguraikan cara-cara yang berbeda
dalam mana entitas dari kategori-kategori logis yang berlainan (seperti objekobjek fisis, hal universal, abstraksi, bilangan dan lain-lain).
Berkaitan dengan gagasan pendidikan hadhari menurut Abd. Rachman
Assegaf, analisis akan diarahkan pada nilai otentisitas atau orisinalitas sebuah
gagasan yang didasarkan pada sejauh mana tingkat kraetifitas yang
diperankan oleh subjek (dalam hal ini Abd. Rachman Assegaf) dalam mencari
75
sebuah ide, hal ini didasarkan pada landasan epistemologis pada analisis
selanjutnya.
2. Dimensi Ontologis Pemikiran Abd. Rachman Assegaf
Memahami landasan ontologis di atas dan pemaparan gagasan Abd.
Rachman Assegaf dalam bab III, maka akan diuraikan dimensi ontologis
mengenai apa hakekat dari gagasan Abd. Rachman Assegaf dalam bukunya
yang berjudul Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan
Hadhari
Berbasis
Integratif-interkonektif,
Abd.
Rachman
Assegaf
menjelaskan:
a. Pendidikan
hadhari
adalah
pendidikan
yang
berkemajuan
dan
berperadaban yang berusaha untuk memasukkan tuntunan wahyu, nilainilai kenabian, menjiwai spirit masa keemasan peradaban Islam dan usaha
merespon isu-isu kontemporer.
b. Pendidikan hadhari dibangun berdasarkan kerangka dasar keilmuan yang
kokoh dan pilar-pilar yang mampu menopang struktur keilmuannya,
sekaligus menjadi ciri khas dan identitasnya, sehingga satu bangunan
rumah keilmuan dapat dibedakan dari bangunan lainnya. Pilar utama bagi
pendidikan hadhari yang dimaksud adalah: pertama, berpusat pada
tauhid; kedua, berbasis akhlak; ketiga, menganut teori fitrah; dan keempat,
memberdayakan fungsi masjid bagi pengembangan umat. Pilar-pilar ini
saling bertautan satu sama lain lalu merangkai dalam bentuk ”bilik-bilik”
peradaban, yakni peradaban teks (hadharah al-nash), peradaban falsafah
76
(hadharah al-falsafah), dan peradaban ilmu (hadharah al-’ilm) (Assegaf.
2011:352).
c. Hakekat pendidikan hadhari adalah menghimpun semua unsur positif
dari semua aliran pendidikan yang ada di dunia saat ini dan yang akan
datang,
sambil
menyesuaikannya
dengan
nilai-nilai
ke-Islam-an
(wawancara email 16-05-2012).
Dari pemaparan yang disampaikan di atas maka Inti dari gagasan
pendidikan hadhari beserta landasan pijaknya sebagai berikut ;
a. Paradigma
pendidikan
yang
menjelaskan
bagaimana
semestinya
pendidikan Islam dilaksanakan secara visioner. Pendidikan yang visioner
memiliki kejelasan konsep bagaimana visi, konsep belajar, Orientasi,
sistem dan metodologi pendidikan yang dilakukan menurut tuntunan
wahyu dan nilai-nilai kenabian (Assegaf, 2011:352).
b. Cara
pandang
dan
paradigma
berfikir
dalam pendidikan
yang
menyeimbangkan dua sisi potensi manusia sesuai fitrahnya yakni sebagai
abdullah dan khalifatullah, yang tetap menyeimbangkan dua komunikasi
hablum minallah dan hablumminnass. Gagasan ini didasarkan pada
alasan-alasan yang bersifat problem manivestasi keberagamaan umat yang
timpang,
yang
cenderung
melupakan
mengedepankan aspek-aspek diantaranya :
77
aspek
humanisme,
lebih
1) Lebih mengedepankan pada aspek kesemarakan ritual, dan
keberagamaan yang vertikal (sisi sebagai abdullah), ketimpangan
yang terjadi, masih maraknya kejahatan, rendahnya etika dan
akhlaq serta korupsi
2) Dilupakannya kesalehan sosial, dan penempatan agama secara
fungsional.
3) Dengan realita-realita tersebut umat Islam terkesan tertutup dengan
ilmu pengetahuan sehingga mengalami ketertinggalan teknologi.
c. Paradigma pendidikan yang berorientasi pada pendidikan nondikotomik.
Gagasan ini didasarkan pada alasan-alasan:
1) Dikotomi ilmu dalam pendidikan Islam telah berjalan cukup lama.
Terlebih lagi dengan pemahaman bahwa menuntut ilmu agama itu
tergolong fardhu ’ain dan imu- ilmu non agama adalah fardhu
kifayah, maka menimbulkan banyaknya umat yang mempelajari
agama sebagai suatu kewajiban seraya mengabaikan pentingnya
mempelajari ilmu-ilmu non agama (Assegaf, 2004:18).
2) Paradigma pendidikan yang berorientasi pada pengembangan
potensi peserta didik dalam bingkai fitrah kemanusiaa yang
diberikan Allh Sw. Konsep ini diharapkan terbentuk peserta didik
yang tidak berfikir normatif-deduktif. Hal ini didasarkan pada
persoalan tradisi keilmuan muslim saat ini yang cenderung pada
pola pikir normatif–deduktif (Assegaf, 2011:23). Hal ini terlihat
78
pada praktek pendidikan Islam yang lebih mengedepankan pada
aspek kognitif semata. Roibin (2009:16) sependapat bahwa praktek
integrasi pendidikan Islam masih dominan pada ranah ontologis,
itupun dengan cara legal formalistik berupa labelisasi.
d. Paradigma pendidikan yang responsif terhadap isu-isu kontemporer.
Konsep ini diharapkan menciptakan pendidikan Islam yang lentur
menghadapi zaman, dan bukan menoleh ke belakang terus (Assegaf,
2011:284). Hal ini didasarkan pada banyaknya isu-isu kontemporer yang
memerlukan jalan keluar dari pendidikan Islam seperti masalah
demokrasi,
kekerasan,
pemerataan
pendidikan,
multikulturalisme,
pluralisme, globalisasi pendidikan dan sebagainya.
Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa pendidikan hadhari
adalah pendidikan yang berusaha membangun kembali atau melakukan
pembaharuan pendidikan Islam dalam masa keemasan Islam yang
memberikan bimbingan peserta didik untuk benar-benar memahami dan
menjalankan semangat khalifah dalam arti sesungguhnya. Nilai-nilai, pilarpilar, serta landasan falsafah dibangun berdasarkan analisis ide-ide dan
konsep dalam al-Qur’an dan Hadis yang dijabarkan sesuai dengan tuntunan
kebutuhan manusia dan isu-isu kontemporer yang terjadi.
79
3. Orisinalitas Pemikiran
Gagasan
pendidikan
hadhari
yang
secara
eksplisit
berusaha
menghapus nondikotomik diinspirasi oleh gerakan Islamisasi ilmu oleh Syed
Naquib Alatas dan kemudian didukung oleh banyak tokoh seperti Ismail Raji
Al-Faruqi, Syed Ali Asyraf, dan umumnya mereka yang ikut dalam
konferensi internasional pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977.
Pendidikan hadhari jika dianalisis adalah pengembangan dari konsep
segitiga hadharah yang dikembangkan oleh UIN Kalijaga Yogyakarta.
Pendekatan keilmuan integratif–interkonektif lebih relevan dilakukan
daripada Islamisasi ilmu. Menurut Amin Abdullah, kajian Islam dengan
menggunakan pendekatan integratif-interkonektif antar bidang ilmu dan
disiplin adalah jawaban bagi tantangan dunia Islam saat ini (Choir & Fanami,
2009:viii). Dalam kajiannya Abd. Rachman Assegaf tetap mengembangkan
teori-teori Islamisasi ilmu dan pendekatan integratif-interkonektif meski
keduanya secara konsep ada sedikit perbedaan.
Untuk mengetahui orisinalitas ide
Abd. Rachman Assegaf ada baiknya
mencermati kutipan dalam buku Filsafat Pendidikan Islam; Paradigma Baru
Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif sebagai berikut:
Penggunaan istilah pendidikan hadhari dalam buku ini diinspirasi oleh
perkembangan mutakir tersebut, baik dalam skala lokal di UIN
Yogyakarta yang sedang mengembangkan konsep segitiga hadharah,
secara nasional di Malaysia dengan Islam hadhari-nya, maupun trend
referensi ke-Islam-an belakangan ini yang mulai banyak menyebut istilah
tersebut. Dalam konteks yang berbeda, untuk tidak menyamakan dengan
pendidikan hadhari secara total, progesivisme (al-taqaddamiyah)
80
merupakan aliran falsafah pendidikan yang dikembangkan oleh John
Dewey di Amerika serikat, yang menghendaki perkembangan dan
kemajuan dunia pendidikan seiring dengan perkembangan dan kemajuan
masyarakat....(Assegaf, 2011:26).
Perhatikan kembali penjelasan Abd. Rachman Assegaf dalam
wawancara email 16-05-2012 bahwa ” Hakekat pendidikan hadhari itu adalah
menghimpun semua unsur positif dari semua aliran pendidikan yang ada di
dunia saat ini dan dan yang akan datang, sambil menyesuaikannya dengan
nilai-nilai ke-Islam-an”.
Dari paparan yang disampaikan tersebut jelas bahwa gagasan
pendidikan hadhari adalah ide Abd. Rachman Assegaf yang menawarkan
pada suatu upaya pencarian solusi atas persoalan pendidikan Islam dewasa ini.
Dapat disimpulkan bahwa gagasan tersebut bisa dikatakan tidak orisinil atau
otentik karena memang berkaitan dengan kesinambungan, atau sesuatu yang
sudah ada sebelumnya, namun disisi lain, gagasan tersebut jika dilihat dari
prosesnya dalam arti proses dalam rangka menelorkan sebuah solusi atas
keadaan pendidikan dewasa ini, gagasan tersebut dapat dikatakan orisinil,
dalam hal ini patokan sederhana yang digunakan adalah orisinil sama halnya
dengan modifikasi ide-ide lama menjadi lebih kreatif dan segar untuk dicerna,
dan orisinil sama halnya dengan penyatuan dua ide yang berbeda menjadi satu
kesatuan, (karena hal ini terdapat potensi substansi yang sama dalam dua hal
tersebut).
81
B.
Landasan Epistemologis; Nalar dan Landasan Berfikir Abd. Rachman
Assegaf Mengenai Pendidikan Hadhari Sebagai Paradigma Pendidikan Islam
1. Pengertian epistemologi
Istilah ”epistemologi” di dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah
”theory of knowledge”. Epistemologi berasal dari asal kata ”episteme” dan
”logos”. Episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Dalam
rumusan yang lebih rinci epistemologi adalah salah satu cabang filsafat yang
mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan,
struktur, metode, dan validitas pengetahuan (Sudarsono, 1993:137).
Muhammad In’am Esha (2010:98) menjelaskan epistemologi menyangkut
beberapa hal penting yaitu epistemologi berkenaan dengan sifat pengetahuan,
kemungkinan,
cakupan,
dan
dasar-dasar
pengetahuan,
epistemologi
membahas tentang reliabilitas pengetahuan dan epistemologi melakukan
investigasi tentang sumber, struktur, metode, dan validitas pengetahuan.
Berbicara mengenai epistemologi yang berkaitan dengan sumber
pengetahuan terdapat lima paham atau teori yaitu:
a. Empirisme,
mengatakan
pengetahuan
manusia
berasal
dari
pengalamannya dari dunia luar yang ditangkap dari panca inderanya.
b. Idealisme, mengatakan pengetahuan adalah kejadian dalam jiwa manusia,
sedangkan kenyataan yang diketahui manusia terletak diluar.
c. Kritisisme, mengatakan bahwa pegetahuan berasal dari luar maupun dari
jiwa manusia itu sendiri.
82
d. Rasionalisme, berpendapat bahwa sumber pengetahuan manusia ialah
pikiran, rasio, dan jiwa manusia.
e. Realisme, menegaskan bahwa pengetahuan manusia merupakan gambar
yang baik dan tepat daripada kebenaran, dan dalam pengetahuan yang baik
tergambar kebenaran sebagaimana sesungguhnya ada (Sudarsono,
1993:157).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan manusia memiliki banyak
perantara untuk mendapatkan pengetahuan. Dari sumber-sumber pengetahuan
tersebut manusia memiliki kesempatan untuk mengembangkan ilmu yang
didapatnya menjadi ilmu yang lebih bermanfaat baik secara empirisme,
idealisme, kritisme, rasionalisme, maupun realisme.
2. Mencari Landasan Epistemologi Gagasan Abd. Rachman Assegaf
Dalam bukunya ini Abd. Rachman memaparkan bahwa tulisan ini
merupakan produk dari penelitian kualitatif. Dalam pembahasannya
menggunakan perpaduan antara jenis penelitian falsafah dengan penelitian
pendidikan. Penelitian falsafah dimaksudkan untuk mengkaji pemikiran tokoh
beserta konsep pendidikannya. Objek formalnya adalah buah pikiran filsuf
yang diketahui melalui karya tulisnya, bukan dalam arti sosiologis, budaya
atau politik, melainkan mengungkap visi pendidikannya. Sedangkan
penelitian pendidikan disini termasuk dalam penelitian pengembangan
(development research) karena berupaya untuk mengembangkan teori dan
83
metodologi pendidikan Islam melalui analisis konsep pendidikan yang ada
sebelumnya.
Paradigma pendidikan hadhari ini merupakan hasil dari penelitian
yang dilaksanakan selama empat bulan, mulai dari November 2007 sampai
dengan Maret 2008 yang dilaksanakan dengan melakukan visitasi ke beberapa
perpustakaan di Malaysia maupun Singapura (Assegaf, 2011:33).
Menelaah geneologi pemikiran Abd. Rachman Assegaf yang diuraikan
pada bab III penulisan skripsi ini, abd. Rachman Assegaf adalah profesor yang
memiliki segudang ilmu baik dari literatur-literatur yang dibacanya maupun
kegiatan-kegiatan akademik yang dilakukannya. Dari progam pendidikan
nonformal di beberapa negara Abd. Rachman Assegaf memiliki kesempatan
untuk memperkaya khasanahnya dari penelusuran perpustakaan perguruan
tinggi yang dikunjungi.
Abd. Rachman Assegaf berusaha menguraikan konsep pendidikan
hadhari berdasarkan pendekatan paradigma keilmuan integratif-interkonektif,
hal ini tampak pada pembagian sistematika tiga entitas hadharah sebagai
suatu entitas yang saling berhubungan.
Dengan kata lain buku ini juga menggunakan metode berpikir analisis
dan sintesis. Model berfikir filsafat ini dikembangkan oleh filsafat Hegel,
menurutnya sintesis merupakan sebuah upaya untuk mencakup segenap
kenyataan dalam suatu sistem yang meliputi segala-galanya dan juga meliputi
84
susunan pengetahuan manusia (Soemargono, 1992:22). Metode ini terlihat
jelas dalam buku ”Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan
Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif”, Abd. Rachman Assegaf selalu
menganalisa banyak pendapat dan aliran pendidikan hingga mensintesa
pendapat tersebut menjadi suatu konsep baru.
Sumber
landasan
Abd.
Rachman
Assegaf
dalam menggagas
pendidikan hadhari adalah tetap berlandaskan pada al-Qur’an dan Hadis, rasio
dan konsep pendidikan yang terdahulu atau empirisme.
3. Kerangka Berfikir dan Pendekatan
Pada dasarnya landasan pemikiran Abd. Rachman Assegaf berangkat
dari beberapa substansi dan ajaran ideal yang terdapat dalam Islam itu sendiri,
dalam artian, yang menjadi landasan pijak (kerangka berfikir dalam
mensintesakan dua hal tersebut) yakni pada ajaran-ajaran Islam itu sendiri
yang diterjemahkan secara kontekstual, adapun substansi ajaran Islam yang
dimaksud adalah :
a. Ajaran Islam tidak mengenal konsep dikotomi dalam ilmu, ini sejalan
dengan pendapat Abdurrahman Mas’ud (2005:44)
ilmu non agama
(dalam hal ini ilmu alam) pada dasarnya merupakan bagian dari wahyu
Allah SWT yang tidak tertulis.
b. Dalam Islam sangat menganjurkan bahkan mewajibkan umatnya untuk
mencari ilmu sampai pada titik tak terhingga, walaupun sampai ke negeri
85
orang (Mas’ud, 2002:21). Islam memerintahkan belajar (mencari ilmu)
dan
sangat
mendorong
dikembangkan
ilmu
pengetahuan
(Nata,
(2009:167). Abd. Rachman Assegaf sejalan dengan ini dengan
mengutamakan adanya research Based Knowledge atau selalu belajar
melakukan penelitian demi perkembangan pendidikan yang lebih baik.
c.
Berangkat dari uswah khasanah yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad
sebagai figur pendidik yang kaya akan ilmu dan metodologi, pemimpin
yang adil dan bijak serta rasul yang amanah.
d. Tradisi keilmuan muslim yang jauh dari pola pikir normatif-deduktif.
e. Semangat menghidupkan kembali ajaran-ajaran al-Quran dan Hadis yang
berkaitan tentang pendidikan kemudian dijabarkan dalam bentuk konsep
yang sesuai dengan zaman dan sebagai pemecahan dari isu-isu pemecahan
kontemporer.
f. Pendidikan
hadhari
berangkat
dari
semangat
untuk
melakukan
pembaharuan yang tersirat dalam makna surat-surat dalam al-Qur’an
seperti Q.S. Ar-Ra’d ayat 11 (departemen Pendidikan Agama Islam, 1994:
370):
              
              
        
86
Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas
perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu
kaum sehingga mereka merobah keadaan [768] yang ada pada diri
mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak
ada pelindung bagi mereka selain Dia.
yang menjelaskan bahwa perubahan itu diupayakan oleh kaum dan bukan
datang dengan sendirinya. Kalau suatu kaum mau berubah ke arah yang
baik dan positif, tentunya Allah SWT akan memberikan karunia nikmatNya kepada mereka. Perubahan positif akan berdampak pada kemakmuran
suatu kaum. Inilah yang dikehendaki oleh pendidikan hadhari (Assegaf,
2011:27).
C.
Kerangka Aksiologis;
Relevansi Pemikiran Abd. Rachman Assegaf
Mengenai Pendidikan Hadhari Sebagai Paradigma Pendidikan Islam
1. Pengertian Aksiologi
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani Axios dan logos. Axios artinya
nilai dan logos artinya ilmu, penalaran, atau teori. Aksiologi secara bahasa
dipahami sebagai teori tentang nilai atau rasionalitas nilai. Secara istilah,
aksiologi dipahami sebagai cabang filsafat yang membahas persoalan nilai
(Esha, 2010:119-120). Dengan kata lain nilai pada hakekatnya adalah kualitas.
Berkaitan dengan landasan aksiologis gagasan pendidikan hadhari,
maka analisa ini akan diarahkan pada apa yang menjadi nilai gagasan
87
pendidikan hadhari dalam upaya memberikan kontribusi bagi pembaharuan
pendidikan Islam? dan Apa yang menjadi kegunaan maupun tujuannya.
2. Landasan Aksiologis; Nilai, Tujuan dan Sumbangsihnya Terhadap
Pendidikan Islam
Abd. Rachman Assegaf (wawancara email 16-05-2012) menjelaskan
bahwa nilai
pendidikan hadhari terletak pada pengembangan pendidikan
Islam yang berkemajuan atau berperadaban sehingga tidak tertinggal dengan
Bangsa, umat, dan negara lain.
Berdasarkan landasan epistemologi, seta persoalan-persoalan yang
mendasar dalam pendidikan Islam yang telah dipaparkan di awal, maka
implikasi dan implementasi dalam pendidikan Islam pendidikan hadhari
bertujuan:
a. Menciptakan pendidikan Islam yang visioner.
b. pendidikan Islam yang integratif-interkonektif.
c. pendidikan Islam non-dikotomis.
d. pendidikan Islam yang mampu menjawab isu-isu kontemporer.
Pola pembelajaran yang perlu dikembangkan (sesuai dengan
pembahasan bab sebelumnya) adalah pola pembelajaran yang menanamkan
pada spirit pilar-pilar hadhariyah, spirit zaman keemasan, spirit nilai-nilai
kenabian dan spirit menjawab isu-isu kontemporer.
88
Landasan aksiologis gagasan Abd. Rachman Assegaf akan terlihat,
dalam konteks nilai guna, manfaat, maupun sumbangsih apa yang dapat
diberikan dalam pembaharuan pendidikan Islam, jika kita memperhatikan
beberapa tawaran paradigmatis, metodologis dalam hal implementasi
praktisnya di pembelajaran sesuai dengan paradigma pendidikan hadhari
yang Ia gagas. Tawaran-tawaran dimaksud adalah terdapat pada aspek-aspek :
a. Aspek kurikulum
Kurikulum dalam pandangan Islam dikembangkan kearah tauhid atau
iman kepada Allah Swt. Kurikulum pendidikan Islam diusahakan
mencakup dimensi duniawi-ukhrawi, jasmani-rohani, dan spiritualmaterial secara integral.
b. Aspek pendidik
Pendidik bukan sekedar pembimbing melainkan juga sebagai suri teladan
yang baik. Sehingga terdapat dua arah yaitu pendidik sebagai pembimbing
dan pendidik sebagai jalan teladan akhlak yang mulia. Pendidik juga harus
mampu mengarahkan peserta didik untuk aktif belajar sehingga
kemandirian dan tanggung jawab peserta didik akan tumbuh dan
teraplikasi dalam kehidupan sehari-harinya.
Pendidik masa kini memiliki tanggung jawab yang besar, pendidik
dihadapkan pada keharusan masuk dalam struktur lembaga, perubahan
masyarakat, perkembangan teknologi dan lain sebagainya. Guru yang
89
mampu dan mau melakukan refleksi diri terhadap kinerjanya melalui
penelitian akan lebih percaya diri. Dengan penelitian-penelitian yang
dilakukan akan menghasilkan konsep paradigma yang mampu membawa
perkembangan pendidikan Islam.
c. Aspek peserta didik
Peserta didik dalam konsep Islami haruslah aktif dan dinamis dalam
berfikir,
belajar,
merenungkan,
meneliti,
mencoba,
menemukan,
mengamalkan, dan menyebarluaskan aktivitasnya (Assegaf, 2011:114).
d. Aspek sekolah
Untuk mewujudkan konsep pendidik dan peserta didik yang benar
menurut Islam perlu dukungan dari unsur sekolah yang kondusif. Peranan
sekolah tidak hanya sebagai tempat pembelajaran, tapi menyiapkan
peserta didik yang peka menyoal permasalahan-permasalahan yang
dihadapi masyarakat. Sehingga sekolah dan lembaga pendidikan lainnya
harus bersifat fleksibel artinya sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan
zaman.
e. Aspek lingkungan masyarakat
Lingkungan masyarakat juga akan mempengaruhi pendidikan peserta
didik. Karena pendidik tidak hanya berinteraksi sebatas dalam lingkungan
rumah dan lingkungan sekolah tetapi juga akan berinteraksi dengan
masyarakat semakin luas semakin Ia dewasa.
90
f. Aspek metode pembelajaran
Ciri khas pendidikan hadhari adalah penggunaan metode yang
mendekatkan diri kepada-Nya dan bersungguh-sungguh pada jalan-Nya
(QS. AL-Maidah [5]:35) (Departemen Pendidikan Agama Islam, 1994:
165).
          
  
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada
jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.
Kesimpulannya penggunaan satu metode lebih banyak mengalami
kegagalan. Dari berbagai metode satu dengan metode yang lain pasti
memiliki kelemahan dan kelebihan sendiri-sendiri. Sehingga disarankan
menggunakan lebih dari satu metode yang mampu menutupi kelemahan
metode pembelajaran yang berdiri sendiri.
g. Pendayagunaan masjid
Masjid diharapkan tidak hanya digunakan tempat ibadah shalat tetapi juga
mampu menjadi pusat peradaban Islam yang mampu menjadi solusi
problematika umatnya.
91
D. Relevansi Pendidikan Hadhari Terhadap Pendidikan Islam
Pondasi paradigma pendidikan Islam merupakan hal yang sangat
fundamental dalam satu sistem pendidikan sebagai basis sumber ideologi.
Sebagai dasar pendidikan Islam, al-Qur’an dan Hadis adalah rujukan untuk
mencari, membuat dan mengembangkan paradigma, konsep, prinsip, teori dan
teknik pendidikan Islam. Dari kedua sumber inilah, kemudian muncul
sejumlah pemikiran mengenai masalah umat Islam yang meliputi berbagai
aspek, termasuk di antaranya masalah paradigma pendidikan Islam. Oleh
karena itu, secara garis besar sumber penelaahan pendidikan Islam dapat
diidentifikasikan ke dalam dua corpus, yaitu; al-Qur’an dan Hadist yang
kemudian keduanya menghasilkan berbagai pendapat para ahli pendidikan
(Nasrudin, 2008:44).
Berangkat dari gambaran pemaparan diatas, maka jika dikaji lebih
jauh, terdapatnya pintu lebar untuk berupaya melakukan pengembanganpengembangan dalam rangka peningkatan mutu dan kualitas pendidikan Islam
dengan berbagai tawaran strategi, metode, maupun paradigma yang tentunya
lebih kontekstual dan aplicable, pendidikan hadhari sebagai sebuah
paradigma pendidikan Islam dihasilkan dari upaya penelaahan secara
mendalam atas permasalahan pendidikan Islam dalam konteks kekinian serta
sebagai bagian dari upaya refleksi dan rekonstruksi sejarah Islam yang ada.
92
Dengan semangat nilai-nilai yang terkandung dalam Q.S. Ar-Ra’d ayat
11, Abd. Rachman Assegaf berkeyakinan bahwa ketika umat Islam berikhtiar
untuk melakukan perubahan yang positif, maka Allah akan memberikan
karunia perubahan positif yang berdampak pada kemakmuran umat. Abd.
Rachman
Assegaf
dalam
wawancara
melalui
email
16-05-2012
mengungkapkan harapannya tentang pendidikan hadhari, di mana diharapkan
pendidikan hadhari dapat memberikan sumbangsih setidaknya menjadi
landasan dalam memecahkan persoalan pendidikan Islam. Beberapa relevansi
pendidikan hadhari berbasis integratif-interkonektif jika dikaitkan dengan
isu-isu kontemporer pendidikan Islam saat ini jika diuraikan sebagai berikut:
a.
Pengembangan PTAI yang memiliki struktur keilmuan integratifinterkonektif.
Perguruan Tinggi Islam sebagai bagian integral dari pendidikan nasional
diharapkan tidak saja survive tetapi dituntut untuk memiliki daya saing
yang handal di zaman globalisasi, sains dan teknologi. Dalam hal
reintegrasi ilmu, Abd. Rachman Assegaf senada dengan paradigma
keilmuan yang dikembangkan oleh UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Dialog keilmuan membagi wilayah studi ke-Islam-an dalam tiga bagian
yaitu hadharah al-nash (bersumber pada agama), hadharah al-’ilm
(bersumber pada ilmu kealaman dan kemasyarakatan), hadharah alfalsafah (bersumber pada etika dan falsafah) (Assegaf, 2011:28-29).
93
Inti dari struktur keilmuan tersebut adalah mempertemukan kembali ilmu
agama dengan ilmu umum sehingga tercapai kesatuan ilmu yang
integratif-interkonektif. Dalam perkuliahan semua cabang harus diajarkan
dalam sudut pandang Islam dengan tauhid sebagai inti pengajarannya.
Abd. Rachman Assegaf menggagas perlunya penambahan ilmu-ilmu
kontemporer yang senantiasa berkembang seperti hubungan internasional,
agama dan lintas budaya, resolusi konflik. Teknologi informasi, isu-isu
global (seperti demokrasi, HAM, pluralisme, kebebasan, wacamna
gender, dan lain sebagainya (Assegaf, 2011:274).
Pada teorinya pelaksanaan pendidikan Islam dengan berbasis integratifinterkonektif adalah gagasan yang tepat namun dalam implementasi
kenyataannya akan sangat sulit diterapkan. Saat ini pengembangan
struktur
keilmuan
integratif-interkonektif
masih
dalam
taraf
pengembangan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan UIN di
Indonesia. Dalam perjalanan penerapannya masih mengalami kendala
apalagi jika konsep keilmuan tersebut tidak dikembangkan secara serius
maka hanya akan menjadi hal yang sia-sia. Dalam pelaksanaannya konsep
ini perlu ditelaah dan dikaji ulang, harus hati-hati karena dikhawatirkan
pengembangan konsep ini yang tidak tepat sasaran justru akan
menimbulkan problem baru misalnya hilangnya eksistensi pendidikan
agama Islam sendiri dikarenakan lebih terfokusnya pengembangan
keilmuan modern.
94
b.
Perubahan lembaga pendidikan IAIN/STAIN menjadi UIN
Dengan konsep keilmuan yang integratif-interkonektif dalam konsep
pendidikan hadhari mengisyaratkan perubahan paradigma, konsep, visi,
dan orientasi baru pengembangan pendidikan Islam (IAIN/STAIN
menjadi UIN) mesti segera dilakukan. Namun yang menjadi pertanyaan
pelik seperti yang dijelaskan Ahmad Barizi (2011:34-35) adalah ”adakah
perbedaan mendasar dari perubahan itu dibandingkan dengan universitasuniversitas Islam lain yang berkembang di Indonesia, seperti Universitas
Muhammadiyah, Universitas NU, dan lain-lain.
Perubahan IAIN dan STAIN menjadi UIN realitanya juga akan
mengundang
persoalan.
Pertama,
pada
kerangka
manajemen,
dikhawatirkan perubahan tersebut hanya bersifat formal, artifisial dan
pada hakikatnya tidak mengalami perubahan yang fundamental. Kedua,
pada epistemologi institusi, akan mengalami kesulitan dalam penataan
kurikulum yang akan dibangun karena adanya beban Islamisasi
pengetahuan. Namun, pesimisme tersebut tidak harus dipersoalkan dalam
melakukan perubahan tersebut.
Perubahan IAIN/STAIN menjadi UIN, sebagai model reintegrasi
keilmuan merupakan satu bentuk pengembangan, peningkatan dan
pemantapan status. UIN diharapkan dapat menjadi model sistem
95
pendidikan Islam yang memiliki kualitas tinggi, sehingga perlu
melakukan pembenahan dari setiap komponen secara sistematis, terarah
dan sungguh-sungguh baik pengembangan visioner, pengembangan
substansial,
pengembangan
SDM,
pengembangan
manajemen
administrasi, dan pengembangan kelembagaan.
c.
Demokratisasi pendidikan
Demokratisasi merupakan isu sentral yang mempengarui masa depan
pendidikan Islam di Indonesia. Pendidikan yang demokratik adalah
pendidikan yang memberi kesempatan yang sama pada setiap anak untuk
mendapatkan pendidikan di sekolah sesuai dengan kemampuannya,
sehingga demokrasi pendidikan terkait dengan persamaan hak dan
kewajiban serta perlakuan yang sama dalam proses pendidikan.
Menurut Abd. Rachman Assegaf (2011:286-292) tedapat enam kaidah
demokrasi yaitu kaidah ta’aruf, kaidah musyawarah, kaidah kerjasama,
menguntungkan masyarakat, kaidah keadilan dan kaidah perubahan.
Kombinasi antara hak manusia dan Allah SWT dalam menentukan nilainilai tadi, menjadikan model demokrasi Islam lebih bermakna.
Di Indonesia, demokrasi pendidikan telah mendapatkan pengakuan yang
legal seperti yang tercantum dalam UUD 1945:
1) UUD 1945 pasal 31 (1) yang berbunyi ”setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan ”.
96
2) UUD 1945 pasal 31 (3) yang berbunyi ”pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undangundang”.
Secara konseptual, demokrasi pendidikan dalam pandangan pendidikan
Islam yang dikemukakan dalam pendidikan hadhari dan kebijakan
pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan sudah menuju pada upaya
pencerdasan kehidupan bangsa, namun pada realitanya masih cukup
banyak usia kelompok sekolah yang tidak dapat atau belum dapat
menikmati pendidikan karena alasan tertentu baik karena masalah biaya,
tempat maupun kesempatan sehingga mereka seolah terampas haknya
untuk menikmati pendidikan sekolah. Partisipasi peran masyarakat juga
dinilai
masih
rendah.
Kebijakan
pemerintah
juga
hanya
mempertimbangkan potensi pendidikan secara nasional, padahal setiap
daerah memiliki potensi yang berbeda-beda.
Abd. Rachman Assegaf
menjelaskan perlunya dibangun metode
kepemimpinan yang demokrasi dalam pendidikan yang memungkinkan
guru-guru membina kelas secara demokrasi dengan menerapkan kaidahkaidah demokrasi yang tersirat dalam ajaran Islam. Ajaran Islam
mengandung prinsip dan kaidah yang merupakan kata kunci dari isu
demokrasi (Assegaf, 2011: 287).
97
Senada dengan pendapat Abd. Rachman Assegaf, maka untuk mengatasi
persoalan pendidikan yang demokrasi ini tidak hanya dilakukan
penanaman demokrasi pendidikan pada setiap praktisi pendidikan tapi
harus adanya peningkatan mutu pendidikan, peningkatan efisiensi
pengelolaan pendidikan agar tepat sasaran, dan penyesuaian antara hasil
pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja serta peningkatan kualitas
SDM.
d.
Pendidikan damai
Kasus tindak kekerasan dalam pendidikan beberapa tahun terakhir ini
meningkat.
Dalam
bukunya
yang
berjudul
”Pendidikan
Tanpa
Kekerasan: Tipologi Kondisi, Kasus, dan Konsep” Abd. Rachman
Assegaf
menjelaskan
pentingnya
peran
aspek
afektif
dalam
pendidikan,salah satunya mengintodusir budaya damai dalam pendidikan
dan ini bisa dilakukan dengan menerapkan konsep pendidikan tanpa
kekerasan.
Pendidikan damai adalah proses pendidikan yang memberdayakan
masyarakat agar mampu memecahkan konflik dengan cara kreatif, dan
bukan dengan cara kekerasan. Keberhasilan pendidikan damai tidak
ditunjukkan oleh angka-angka, elainkan mengacu pada kualitas
kompetensi untuk merespon kesulitan hidup yang dihadapi bersama
(Assegaf, 2004:92-94).
98
Pendidikan hadhari menawarkan solusi dari kasus kekerasan dalam
pendidikan adalah dengan memahami penyebab kekerasan dalam
masyarakat. Setelah diketahui akar permasalahanya, pendidikan dituntut
untuk mempromosikan saling pengertian,
toleransi,
persahabatan
antarberbagai bangsa, dan hendaknya ikut dalam memelihara perdamaian.
(Assegaf, 2011:299).
Implikasi pendidikan damai di ruang kelas adalah pengarahan peserta
didik untuk mengembangkan ketrampilan, sikap dan pengetahuan anak
melalui metode belajar partisipatoris dan kooperatif, serta suasana salin
toleransi, peduli dan menghargai (Assegaf, 2004:94). Jika dikaitkan
dengan pendidikan maka pendidikan hadhari membeikan arahan bahwa
dalam mencapai pendidikan damai perlu ditanamkan melalui materimateri yang mampu menumbuhkan arti dari perdamaian dan tanggap
terhadap persoalan kekerasan yang ada di sekitar peserta didik.
Pendidikan damai ini di arahkanuntuk menumbuhkan tiga aspek yang
utama yaiu domain pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Di bawah ini
merupakan skema penjabaran tentang materi dan metode dalam
pendidikan damai yang dirumuskan oleh Abd. Rachman Assegaf
(2004:95) adalah sebagai berikut:
99
Bagan Skema 1II
Domain Pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam Pendidikan
Damai
KETRAMPILAN
1.
Komunikasi, aktif
mendengar dan refleksi
2. Kerjasama
3. Empati dan perasaan
terlibat
4. Berpikir kritis dan problemsolving
5. Artistic dan aestetik
6. Perantara negoisasi dan
resolusi konflik
7. Sabar dan pengendalian diri
8. Warga yang
bertanggungjawab
9. Imajinasi
10. Kepemimpinan dan visi
PENGETAHUAN
1.
Mawas diri dan
mengetahui isu-isu yang
terkait dengan :
a. Konflik dan perang
b. Damai dan kekerasan
c. Lingkungan/ekologi
d. Nuklir dan senjata
lainnya
e. Keadilan dan
kekuasaan
f. Teori-teori analisa
konflik, pencegahan
dan resolusi konflik.
g. Kultur, ras, gender,
agama, HAM, dan
tanggung jawab
sosial.
h. Globalisasi
i. Ketenagakerjaan
j. Kemiskinan dan
ekonomi
internasional
k. Hukum internasional
dan pengadilan
criminal
l. PBB, sistem
internasional, standar
aturan beserta
instrumennya.
m. Perawatan kesehatan,
AIDS dan bisnis obat
terlarang.
SIKAP
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
100
Kesadaran terhadap
lingkungan
Harga diri
Menghormati martabat
manusia dan perbedaan
antar budaya
Memahami sensitivitas
jender
Rasa peduli dan empati
Sikap tanpa kekerasan dan
rekonsiliasi
Tanggung jawab sosial
Solodaritas dan
berwawasan luas
Resolusi konflik
Penanaman melalui keteladanan Rosul dan penggunaan metode mengajar,
metode hukuman dan sanksi yang tidak mengarah pada kekerasan juga
sangat dibutuhkan untuk mewujudkan pendidikan damai. Akan sangat
sulit menerapkan pendidikan damai di dalam pendidikan di Indonesia
mengingat bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, yang
memiliki keaneragaman agama dan budaya. Perlu adanya upaya yang
relevan yang dari semua pihak dan institusi pendidikan untuk
menciptakan pendidikan damai di Indonesia.
e.
Pendidikan multikulturalisme dalam masyarakat plural.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Masyarakat yang plural
ini rentan akan terjadinya korupsi, kolusi, konflik politik, separatisme,
kerusuhan antar etnis dan agama, dan sebagainya. Pendidikan
multikulturalisme penting dilakukan karena di dalam masyarakat yang
plural perlu ditanamkan akan pentingnya nilai-nilai kerukunan dan proses
intenalisasi tersebut salah satunya melalui pendidikan.
Ada empat
bentuk dialog antar umat beragama yang gagas Abd.
Rachman Assegaf yaitu:
1) Dialog kehidupan, di mana rakyat dari berbagai macam agama saling
berinteraksi dalam memenuhi kenutuhannya masing-masing. Dialog
semacam ini terjadi secara alami di tengah-tengah masyarakat.
101
2) Dialog kerja sama dalam kegiatan sosial, di mana rakyat dalam
berbagai agama melakukan kerja sama dalam rangka pembangunan
nasional.
3) Dialog intermonastik, di mana para pemimpin agama selama masa
tertentu tinggal di lingkungan penganut agama lain.
4) Dialog kologium-teologis, di mana ahli-ahli agama tukar menukar
informasi tentang ajarannya masing-masing.
Melihat dari bentuk-bentuk yang dipaparkan oleh Abd. Rachman Assegaf
di atas adalah adanya bentuk upaya pembauran agama yang dimaksudkan
tercapainya kerukunan dan keharmonisan hubungan antar umat beragama
dengan tetap menghormati perbedaan yang ada. Hal ini penting dilakukan
mengingat hal paling sensitif yang menimbulkan konflik adalah terkait
dengan kepercayaan. Realitanya masih banyak terjadi konflik dan
kekerasan, namun menegakkan perdamaian merupakan hal yang tidak
sia-sia sebab keyakinan pada agama yang mengajak umatnya untuk damai
selalu mendorong teciptanya kerukunan tergantung pada bagaimana
individu atau kelompok memaknainya
f.
Globalisasi pendidikan Islam
Arus globalisasi yang semakin pesat tidak hanya mempermudah keidupan
manusia dengan berbagai penemuan-penemuan yang canggih tetapi juga
menimbulkan gejala kontra moralitas. Sebagai agen perubahan sosial,
pendidikan Islam dituntut untuk mampu memainkan perannya secara
102
dinamis dan proaktif. Pendidikan Islam tidak hanya penanaman nilai
untuk membentengi diri dari dampak negatif gobalisasi, tetapi juga
merespon globalisasi dengan sikap arip dan bijaksana sesuai ajaran Islam.
Menurut Abd. Rachman Assegaf berpendapat posisi pendidikan Islam
yang perlu dipertahankan adalah sikap selektif, kritis dan terbuka
terhadap munculnya arus globalisasi. Pendidikan Islam perlu kembali
pada sumber ajarannya yaitu al-Qur’an dan Hadis, sambil memperluas
wawasan terhadap kemajuan zaman, modernitas, temuan sains dan
teknologi sehingga pembaharuan Islam tidak mulai dari nol lagi (Assegaf,
2011:331).
Umat Islam tidak perlu bersikap menutup diri dengan perkembangan
zaman tetapi juga tetap selektif sesuai ajaran Islam. Realitanya
pendidikan Islam masih belum bisa dikatakan berhasil dalam membentuk
peserta didik yang seimbang dalam memaknai jati dirinya sebagai
khalifah. Masih banyak terjadi ketidakseimbangan kesalehan sosial dan
kesalehan individu serta masih banyak terjadinya degradasi moral di
kalangan masyarakat. Fenomena ini adalah PR bagi pendidikan Islam
bagaimana mengatasi turbulensi arus globalisasi.
Pendidikan hadhari adalah pendidikan yang membuka mata bagaimana
melihat persoalan pendidikan Islam yang begitu banyak. Abd. Rachman
Assegaf mengajarkan bahwa dalam memandang dan mencari jalan keluar
103
penyelesaian problem pendidikan Islam adalah dengan selalu kembali pada
sumber ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan Hadis serta hasil ijtihad dari para
ulama terdahulu tanpa menutup diri dari perkembangan zaman. Salah satu inti
dari pendidikan hadhari adalah bagaimana menanamkan sikap kritis peserta
didik dalam melihat persoalan-persoalan yang ada disekitar lingkungan,
dengan begitu akan terbentuk peserta didik yang respon dan tanggap terhadap
permasalahan kontemporer yang terjadi saat ini.
Sebagai bentuk kelemahan dan ketidaksempurnaannya, diakui atau
tidak gagasan ini masih dalam dataran wacana yang perlu dilakukan
penelaahan secara mendalam mengenai apa yang menjadi kelemahan,
kelebihan dan kekurangan dalam dataran konsep maupun implementasinya
yang secara publik belum begitu dikenal dan diterima oleh masyarakat,
sehingga butuh rasionalisasi dan reasoning yang benar-benar tepat dan sesuai
dengan ajaran Islam jika gagasan tersebut ingin dapat diterima di masyarakat
secara umum terlebih dapat termanifestasikan dalam pendidikan Islam.
104
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari uraian dan analisis tentang “Paradigma Pendidikan Hadhari
Berbasis Integratif-Interkonektif:Tinjauan Filosofis Pemikiran Abd. Rachman
Assegaf”, maka dapat menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Dimensi ontologis gagasan pendidikan hadhari Abd. Rachman Assegaf
adalah ;
a. Paradigma pendidikan yang menjelaskan bagaimana semestinya
pendidikan Islam dilaksanakan secara visioner. Pendidikan yang
visioner memiliki kejelasan konsep bagaimana visi, konsep belajar,
Orientasi, sistem dan metodologi pendidikan yang dilakukan menurut
tuntunan wahyu dan nilai-nilai kenabian.
b. Cara pandang dan paradigma berfikir dalam pendidikan yang
menyeimbangkan dua sisi potensi manusia sesuai fitrahnya yakni
sebagai abdullah dan khalifatullah, yang tetap menyeimbangkan dua
komunikasi hablum minallah dan hablumminnass
c. Paradigma
pendidikan
yang
nondikotomik.
105
berorientasi
pada
pendidikan
d. Paradigma pendidikan yang responsif terhadap isu-isu kontemporer.
Konsep ini diharapkan menciptakan pendidikan Islam yang lentur
menghadapi zaman, dan bukan menoleh ke belakang terus.
Dilihat dari segi orisinalitas atau otentisitas, gagasan Abd. Rachman
Assegaf satu sisi dipandang sebagai sebuah gagasan yang merupakan
kesinambungan dari gagasan yang sebelumnya. Namun disisi lain, masih
terkandung orisinalitas gagasan Abd. Rachman Assegaf jika dilihat dari
segi proses bagaimana Abd. Rachman Assegaf mengupayakan sebuah
gagasan sebagai bagian dari tawaran solusi atas permasalahan pendidikan
Islam kontemporer.
2. Dimensi epistemologis berkaitan dengan landasan berfikir gagasan Abd.
Rachman Assegaf mengenai pendidikan hadhari berdasarkan pada
substansi dan ajaran ideal yang terdapat dalam Islam itu sendiri, dalam
artian, yang menjadi landasan pijak yakni pada ajaran-ajaran Islam itu
sendiri yang diterjemahkan secara kontekstual. Substansi ajaran Islam
yang dimaksud adalah:
a. Islam tidak mengenal pendidikan dikotomik.
b. Islam menganjurkan untuk selalu menuntut ilmu.
c. Uswah khasanah terutama dari Nabi Muhammad.
d. Tradisi keilmuan Muslim yang jauh dari pola pikir normatif-deduktif.
e. Semangat menghidupkan kembali ajaran-ajaran al-Qur’an dan Hadis.
106
f. Semangat melakukan pembaharuan yang tersirat dalam Q.S Ar-Ra’du
ayat 11.
Kerangka metodologi berfikir Abd. Rachman Assegaf berkaitan dengan
penggagasan pendidikan hadhari bertolak pada metode sintesa pemikiran
dengan sumber pengetahuan antara wahyu, rasio, dan empirisme.
3. Berkaitan dengan landasan aksiologisnya, Sumbangsih pemikiran yang
diberikan Abd. Rachman Assegaf berkaitan dengan pendidikan hadhari
yakni berkaitan dengan aspek paradigmatik, metodologis sampai pada
persoalan praktis yang relevan terhadap persoalan-persoalan kontemporer
pendidikan Islam dewasa ini. Disinilah ide pendidikan hadhari
bisa
dijadikan langkah awal dalam pembaharuan pendidikan Islam disamping
tetap berpegang teguh pada ajaran tertinggi dalam Islam yakni al-Qur’an
dan Hadist. Berkaitan dengan digagasnya ide pendidikan hadhari oleh
Abd. Rachman Assegaf, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai sebagai
konsekuensi landasan aksiologis (apa guna dan manfaat ilmu bagi umat
manusia) antara lain :
a. pendidikan Islam yang visioner
b. pendidikan Islam yang integratif-interkonektif.
c. Pendidikan Islam non-dikotomis.
d. Pendidikan Islam yang mampu menjawab persoalan-persoalan
kontemporer.
107
4. Relevansi pendidikan hadhari dengan permasalahan pendidikan Islam saat
ini adalah bahwa pendidikan Islam selalu bersumber pada ajaran dan nilainilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan Hadis. Dalam melihat
permasalahan-permasalahan
kontemporer
dan
mencari
landasan
penyelesaian pendidikan harus selalu berdasarkan pada kedua sumber
ajaran Islam tadi dengan tetap memperhatikan substansi permasalahan.
Pendidikan hadhari selaras dengan tujuan pendidikan Islam yaitu
membentuk Muslim yang memiliki kepribadian yang sadar akan eksistensi
sebagai khalifah Allah dan tanggap terhadap persoalan-persoalan yang ada
di sekitarnya.
B. Saran-saran
1.
Hendaknya dengan hadirnya gagasan pendidikan hadhari mampu
membuka cakrawala berfikir dan cara pandang semua kalangan
pendidikan untuk tergugah gairahnya dalam rangka memperbaiki dan
mencari solusi bersama dalam memecahkan persoalan pendidikan Islam
dewasa ini.
2.
Hendaknya semua elemen masyarakat termasuk pemerintah ikut serta
berperan aktif dalam meningkatkan mutu pendidikan di indonesia.
Dengan didukung oleh aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya yang
mendukung, maka terwujudnya tatanan pendidikan yang bermutu dan
berkualitas menjadi sebuah keniscayaan untuk diwujudkan bersama.
108
C. Penutup
Puji syukur kehadirat Illahi Rabbi, berkat rahmat, ridha dan karunia
Allah Swt, dan dengan didasari ketulusan hati dan kesungguhan, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penulis sadar bahwa
dalam penyusunannya masih jauh dari kesempurnaan, Untuk itu demi
kesempurnaan dan perbaikan dalam penelitian ini, kritik konstruktif dan saran
yang membangun, sangatlah penulis harapkan.
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada
semua pihak yang telah memberikan dukungan serta bantuan yang berupa
moril maupun materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Teriring do’a semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
pribadi, dan kepada pembaca pada umumnya. Hanya kepada Allah SWT lah
penulis memohon limpahan Rahmat, Taufiq, Hidayah serta Inayah-Nya.
Amien yaa Robbal Alamiin. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
109
110
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin, 2006, Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan IntegratifInterkonektif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Assegaf, Abd. Rachman, 2011, Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru
Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif, Yogyakarta: PT.
RajaGrafindo Press.
_____________________, 2004, Pendidikan Tanpa Kekerasan: Tipologi Kondisi,
Kasus dan Konsep,Yogyakarta: Tiara Wacana.
_____________________, 2007, Desain Riset Sosial-Keagamaan: Pendekatan
Integratif-Interkonektif, Yogyakarta: Gama Media.
Barizi, Ahmad, 2001, Pendidikan Integratif: Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan
Pendidikan Islam,Malang: UIN MalikiPress.
Bagus, Lorens, 1996, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia.
Bakker, Anton dan Achmad Charis Zubair, 1990, Metodologi penelitian Filsafat,
Yogyakarta: Kanisius.
Bakker, Anton. 1990, Metodologi Penelitian Filsafat,Yogyakarta: Kanisius.
Bungin, Burhan. 2011, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis ke
Arah Varian Kontemporer ,Jakarta: RajaGrafindo Press.
Choir, Tholhatul & Ahwan Fanani (Eds), 2009, Islam Dalam Berbagai Pembacaan
Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Esha, Muhammad In’am, 2010, Menuju Pemikiran Filsafat, Malang: UIN Malang
Press.
Gazalba, Sidi, 1992, Sistematika Penulisan, Jakarta: PT Bulan Bintang.
Hadjar, Ibnu, 1996, Dasar-Dasar Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan,
Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Ihsan, Fuad, 2010, Dasar-Dasar Kependidikan: Komponen MKDK”, Jakarta: PT
Rineka Cipta.
J. Moleong, Lexi, 2008, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosdakarya.
Komaruddin, 1984, Kamus Research, Bandung: Angkasa.
Lestari. S & Ngatini, 2010, Pendidikan Islam Kontekstual, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Mas’ud, Abdurrahman, 2002, Menggagas Format non Dikotomik, Yogyakarta: Gama
Media.
Muliawan, Jasa Ungguh, 2005, Pendidikan Islam Integratif: Upaya
Mengintegrasikan Kembali Dikotomi Ilmu dan Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nasrudin, Hamam, 2008, Humanisme Religius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam
(Tinjauan Filosofis atas Pemikiran Abdurrahman Mas’ud), skripsi ini tidak
diterbitkan, Semarang: Jurusan Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
Nata, Abuddin, 2009, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2007, Kamus Besar Bahasa
Indonesia edisi ketiga, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Balai
Pustaka.
Purwanto, Ngalim, 2002, Ilmu Pendidikan: Teoritis dan Praktis, Bandung: PT.
Remaja RosdaKarya.
Roibin, 2009, Relasi Agama dan Budaya Masyarakat Kontemporer, Malang: UIN
Malang Press.
Roqib, Moh, 2009, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Paradigma Pendidikan
Integratif, Yogyakarta: LkiS Yogyakarta.
Shihab, M Quraish, 2000, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian AlQur’an, Ciputat: Penerbit Lentera Hati.
Sudarsono, 1993, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sulthon, Muhammad, 2003, Desain Ilmu Dakwah: Kajian Ontologis, Epistemologis,
dan Aksiologis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Umiarso & Haris Fathoni Makmur, 2010, Pendidikan Islam dan Krisis Moralisme
Masyarakat Modern, Yogyakarta: IRCiSod.
Zainuddin, 2011, Paradigma Pendidikan Terpadu: Menyiapkan Generasi Ulul Albab,
Malang: UIN Malang Press.
Zed, mestika. 2004, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
http: ///E :/artikel/313/htm: Empat Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Dikukuhkan.
http: ///E :/artikel/400/htm: Kembangkan Pendidikan Berwawasan Global Berbasis
Kearifan Lokal, UIN Sunan Kalijaga Lakukan MOU Dengan Universitas
Malaya.
http: alkhairiyahsby.org/...
http: E : Papar. CV.htm
Download