BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Singkat Stroberi (fragaria sp) Tanaman stroberi merupakan tanaman buah berupa herba yang ditemukan pertama kali di Chili, Amerika. Salah satu spesies tanaman stroberi yaitu Fragaria choiloensis L. menyebar ke berbagai Negara Amerika, Eropa dan Asia. Selanjutnya spesies lain, yaitu Fragaria vesca L. lebih menyebar luas dibandingkan spesies lainnya. Jenis stroberi ini pula yang pertama kali masuk ke Indonesia. Stroberi yang kita temukan di pasar swalayan adalah hibrida yang dihasilkan dari persilangan Fragaria virgiana L. var Duchesne asal Amerika Utara dengan Fragaria Chiloensis L. var Duchesne asal Chili. Persilangan itu menghasilkan hybrid yang merupakan stroberi modern (komersil) Fragaria x annanassa var Duchesne (Darwis, 2007). Spesies tanaman stroberi yaitu Fragaria chiloensis L. menyebar ke berbagai Negara di Amerika, Eropa dan Asia. Sementara spesies lainnya yaitu Fragaria vesca L tersebar lebih luas dibandingkan spesies lainnya. Jenis stroberi Fragaria vesca yang pertama kali masuk di Indonesia (Budiman dan Saraswati, 2008). Morfologi Tanaman Stroberi Menurut Gembong, (1985) tanaman stroberi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae 7 Kelas : Dicotyledonae Ordo (bangsa) : Rosales Famili (suku) : Rosaideae Subfamili : Rosaceae Genus (marga) : Fragaria Spesies : Fragaria sp Stroberi adalah tanaman subtropis yang dapat beradaptasi dengan baik di dataran tinggi tropis yang memiliki temperature 17-20 derajat C dan disertai dengan curah hujan 600-700 mm/tahun. Stroberi juga membutuhkan kelembapan udara yang baik untuk pertumbuhannya yang berkisar antara 80-90% dan lama penyinaran cahaya matahari yang dibutuhkan sekitar 8-10 jam setiap harinya (Anonim, 2010). Struktur akar tanaman stroberi terdiri atas pangkal akar (collum), batang akar (corpus), ujung akar (apex), bulu akar (pilus radicalis), serta tudung akar (calyptra). Tanaman stroberi berakar tunggang (radix primaria) terus tumbuh memanjang dan berukuran besar (Rukmana, 1998). Akar serabut stroberi di dalam tanah tumbuh dangkal dan menyebar secara horizontal sepanjang 30 cm dan secara vertical dapat mencapai kedalaman 40 cm. Akar muncul dari batang yang pendek dan tebal berbentuk rumpun. Dari rumpun tersebut dapat muncul tunas yang akan menjadi crown baru, sulur dan bunga (Soemadi, 1997). 8 Secara botani sulur merupakan batang ramping yang tumbuh keluar dari ketiak daun pada dasar rumpun dan menjalar sepanjang permukaan tanah. Sulur dapat digunakan sebagai ‘alat’ untuk menghasilkan tanaman baru (Soemadi, 1997). Batang utama tanaman ini sangat pendek. Daun-daun terbentuk pada buku dan ketiak setiap daun terdapat pucuk aksilar. Internode sangat pendek sehingga jarak daun yang satu dengan yang lainnya sangat kecil dan member penampakan seperti rumpun tanpa batang. Batang utama dan daun yang tersusun rapat ini disebut crown. Ukuran crown berbeda-beda menurut umur, tingkat perkembangan tanaman, kultivar dan kondisi lingkungan pertumbuhan (Budiman dan Saraswati, 2008). Daun tumbuh melingkar rumpun, berbulu lebat samapai jarang (tergantung varietas), terdiri atas tiga anakan daun (daun majemuk), dengan tepi bergerigi. Daun disangga oleh tangkai yang panjang (Soemadi, 1997). Bunga stroberi mempunyai 10 kelopak yang berwarna hijau, 5 mahkota berwarna putih, 60 sampai 600 putik dan 20 sampai 35 benang sari yang tersusun sekitar stigma di atas dasar bunga. Penyerbukan stroberi terjadi secara silang dengan bantuan angin, serangga (kupu-kupu, lebah) maupun manusia. Bunga berbentuk tandan yang terdiri atas beberapa tangkai utama yang masing-masing ujungnya terdapat satu bunga yang disebut bunga primer, dan dua tangkai serta bunga-bunga di bawahnya yang disebut bunga sekunder. Di bawah bunga sekunder terdapat bunga tersier dan kuartener. Ukuran tangkai bunga selalu lebih panjang daripada daun. Pemunculan rangkaian dan mekarnya bunga terjadi secara berurutan, dan berlangsung selama empat minggu. Biasanya sebanyak 6 9 sampai 8 bunga pertama pada setiap tangkai akan mekar lebih awal, yang selanjutnya diikuti oleh bunga di bawahnya. Buah stroberi yang kita kenal sebenarnya adalah buah semu, bukan buah yang sebenarnya. Buah stroberi yang dikenal masyarakat selama ini adalah reseptakel atau jaringan dasar bunga yang membesar. Buah yang sebenarnya adalah biji-biji kecil berwarna putih yang disebut dengan achen. Achen berasal dari sel kelamin betina yang telah diserbuki dan kemudian berkembang menjadi buah kerdil. Achen menempel pada permukaan reseptakel yang membesar (Setiani, 2007). Biji stroberi berukuran kecil, pada setiap buah menghasilkan banyak biji. Biji berukuran kecil terletak di antara daging buah. Pada skala penelitian atau pemuliaan tanaman biji merupakan alat perbanyakan tanaman secara generative (Rukmana, 1998). Syarat Tumbuh Sebelum kita menanam stroberi ada baiknya jika kita terlebih dahulu diketahui syatrat-syarat tempat yang benar-benar sesuai bagi pertumbuhannya. Untuk itu diperlukan pengetahuan mengenai syarat lingkungan yang sesuai untuk tumbuh dan berproduksi. Sebab jika ternyata dikemudian hari ditemukan bahwa lingkungannya tidak cocok, maka segala jerih payah kita akan sia-sia. Misalnya, ia akan susah tumbuh dan merana. Ataupun mungkin saja walaupun tumbuh subur dengan daun yang cukup lebat, tetapi tanaman kita sedikit berbunga samapai tidak berbunga sama sekali. Atau dapat berbunga tapi bunga tersebut gagal menjadi buah. 10 Kondisi lingkungan tempat tanaman ini tumbuh dapat pula mempengaruhi rasa dan aroma buah stroberi, walaupun hal ini dipengaruhi oleh sifat genetik tanamannya. Varietas stroberi yang tumbuh di bawah cuaca cerah tetapi dingin pada malam harinya akan mempunyai rasa lebih enak disbanding yang tumbuh di bawah udara berawan, lembab dan panas di malam hari (Soemadi, 1997). Iklim Tanaman stroberi dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan 600 – 700 mm/tahun. Lamanya penyinaran cahaya matahari yang di butuhkan dalam pertumbuhan adalah 8 – 9 jam setiap harinya. Stroberi adalah tanaman subtropis yang dapat beradaptasi dengan baik di dataran tinggi tropis yang memiliki temperatur 17 – 20o C. Kelembaban udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman stroberi anatara 80 – 90 % (Anonimus, 2005). Tanah Jika ditanam di kebun, tanah yang di butuhkan adalah tanah liat berpasir,subur, gembur, mengandung banyak bahan organik, tata air dan udara baik, derajat keasaman tanah (ph tanah) yang ideal untuk budidaya stroberi di kebun adalah 5.4 – 7.0, sedangkan untuk budidaya di pot adalah 6.5 – 7.0. Jika di tanam di kebun maka kedalaman air tanah yang disyaratkan adalah 50-100 cm dari permukaan tanah. Jika di tanam di dalam pot, media harus memiliki sifat poros, mudah merembeskan air da unsure hara selalu tersedia. Ketinggian tempat yang memenuhi syarat iklim tersebut adalah 1.000 – 1.500 meter dpl. (Anonimus, 2005). 11 Bercak Daun Mycosphaerella Fragariae Bercak daun stroberi disebabkan oleh cendawan ascomycetes, Mycosphaerella Fragariae (Tul.) Lindau (bentuk aseksualnya, Ramularia tulanei Sacc). Penyakit ini sekrang ditemukan di beberapa kultivar stroberi. (Dale dan Fulton, 1957). Penyakit ini tersebar luas di seluruh dunia. Selain Indonesia (Anonim 1987/1988), penyakit ini juga di laporkan di Malaysia, Thailand dan Filipina (Benigno dan Quebral, 1977; Giatgong, 1980; Singh, 1980; Triharso et al., 1975). Spesies Mycosphaerella mampu beradaptasi pada berbagai ekosistem yang berbeda mulai dari saprofit, pathogen tanaman sampai hiperparasitik (de Hoog et al, 1991; Goodwin et al, 2001; Jachson et al, 2004, Arzanlou et al, 2007). Mycosphaerella merupakan pathogen tanaman yang menyebabkan kerugian ekonomipada berbagai tanaman inang di seluruh dunia (Farr et al, 1995; Croos and Braun, 2003). Biologi Konidiofor berkelompok pada stomata hialin atau berwarna gelap. Konidia hialin, pada umumnya bersel 2 berbentuk tabung (cylindrical), dan berada dalam rangkaian yang pendek (Streets, 1980). Ascinnya silindris dan umumnya uniseliate, dinding tipis, ascospora kecil yang di batasi oleh septa dengan ujung bagaian atas membulat (Crous et al, 2000). Gejalah Penyakit Kerusakan akibat Mycosphaerella biasanya mengakibatkan devoliasi yang menurunkan kemampuan fotosintesis tanaman (carlier et al 2000; Marin et al. 2003). 12 Bercak yang di hasilkan oleh M. fragariae berbeda, tergantung kultivar inang dan kondisi lingkungan selama infeksi (Fall, 1951; Maas, 1987; nemec, 1987, dalam Carisse et al, 2000) Gejalah pertama dari penyakit ini adalah adanya luka kecil pada permukaan daun muda. Luka kemudian membesar, membentuk satu atau lebih bercak-bercak melingkar dengan diameter 3 samapai 6 mm. karena bercak-bercak ini membesar, bagian tengah berubah warna dari abu-abu keputihan dan dikelilingi dengan batas warna kemerah-merahan, oleh karena itu sebabnya di namakan bercak mata burung. Bagian temgah yang lebih terang membedakan bercak daun dari daun terbakar, yang di sebabkan oleh Diplocarpon earliana, dan menampakkan bercak-bercak kecil ungu gelap. Bila kondisi cuaca menguntungkan, bercak bertambah besar dan bersatu, menyebabkan seluruh daun mongering dan mati. Semua bagaian atas dari tanaman, khususnya sepala, akhirnya dapat juga diserang dan bintik-bintik hitam dapat kelihatan pada buah sakit ketika penyakit ini mencapai tingkat epidemic (Dale dan Fulton, 1957). 13 Gambar 1. Gejala Serangan M. Fragariae pada tanaman stroberi Bercak kecil ungu tua pada daun, pusat bercak berwarna coklat yang akan berubah menjadi putih (Anonim, 2005). Sisih bawah tulang daun yang bersinggungan dengan bercak berwarna ungu kemerahan. Seluruh daun dapat mati. Infeksi dapat terjadi pada tangkai daun, tangkai buah dan buah (Semangun, 2003). Daur Hidup Perithesia dan sklerotia keluar, spora (konidia) menghasilkan fruiting bodi yang kecil dan gelap pada bagaian daun yang luka, dan menjadi sumber inokulum. Konidia menepel pada permukaan daun dan menghasilkan tabung kecambah yang terus melakukan penetrasi melalui lubang alami daun (stomata). Konidia yang baru menghasilkan kelompok konidifor yang tumbuh pada stomata. Konidia ini di bawah oleh percikan air hujan ke daun baru, konidia menhasilkan infeksi pada daun baru. 14 Dari hasil penelitian serangan yang berat terjadi pad adaun muda dan waktu yang diperlukan adalah 12 - 96 jam (Heindenreich and Turechek, 2000). Faktor yang Mempengaruhi Penyakit Infeksi oleh bawaan udarah (air boorne) biasanya paling baik terjadi dalam setetes air, baik air hujan, kabut maupun embun. Air yang bebas terutama penting untuk jamur yang memiliki soospora. Kelembaban yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan sukulentis pada tumbuhan dan ini dapat mengurangi ketahanan terhadap parasit. Kelembaban kebun di pengaruhi oleh beberapa factor misalnya kerapatan tanaman, pohon pelindung yang terlalu rimbun, angin, topografi. Suhu dapat mempengaruhi banyaknya spora yang berkecambah, demikian pula kecepatan dan tipe perkecambahan. Pada umumnya suhu minimum untuk perkecambahan spora adalah 1-3o C dan suhu maksimum adalah 30-36o C. Spora yang basah lebih peka terhadap hambatan oleh sinar. Spora yang sudah mulai berkecambah juga lebih peka terhadap sinar. Radiasi sinar dapat menyebabkan jamur mengalami mutasi dan mati. Secara tidak langsung sinar dapat mempengaruhi kelembaban. Serangga dan manusi dapat menyebarkan pathogen, pathogen menempel di tangan dan pada saat menyentuh tanaman baru, pathogen tadi akan tinggal di tanaman baru. 15 Pada tanaman yang subur biasanya muncul penyakit karat, embung tepung sedangkan pada tanaman yang lemah biasanya muncul penyakit bercak daun dan busuk akar (Semangun, 2001). Menurut Purnomo (1997) factor lingkungan yang sangat penting mempengaruhi perkembangan epidemic penyakit tanaman yaitu kelembaban dan suhu. Kelembaban Kelembaban yang berlebihan, berlangsung lama atau terjadi berulang kali, baik dalam bentuk hujan, embun atau kelembaban relative merupakan factor yang sangat membantu perkembangan epidemic penyakit. Penyakit yang dipengaruhi kelembaban misalnya penyakit yang disebabkan oleh fungi (bercak daun, hawar, embung tepung, karat, antraknose), bakteri (bercak, hawar, busuk), dan nematode. Kelembaban mempengaruhi pertanaman tanaman inang menjadi sukulen dan rentan, meningkatkan sporulasi fungi dan perbanyakan bakteri. Kelembaban rendah dalam beberapa hari, akan dapat mencegah terjadinya semua langkah-langkah perkembangan penyakit, sehingga epidemic terhambat atau terhenti. Suhu Kadang-kadang epidemi penyakit tanaman lebih berkembang karena pengaruh suhu yang lebih rendah atau lebih tinggi di banding dengan kisaran suhu optimum bagi tanaman inang. Kisaran suhu tertentu dapat menurunkan tingkat ketahan horizontal dan pada tingkat tertentu mungkin dapt menurunkan bahkan mematahkan ketahan vertical yang dibentuk oleh gen mayor. Tanama yang tumbuh pada keadaan 16 kisaran suhu tersebut akan mengalami ‘stres’ dan terdisposisi terhadap penyakit, sedangkan pathogen tumbuh dengan lebih baik dibanding inangnya. Suhu juga dapat menurunkan jumlah inokulum dan vector yang dapat bertahan hidup. Pengaruh suhu terhadap pathogen biasanya pada tingkat-tingkat yang berbeda dari pathogenesis, misalnya pada : perkecambahan spora atau penetasan telor, penetrasi ke inang, pertanaman, reproduksi, penyerangan inang atau pada sporulasi. Apabila pada tingkat kejadian, kisaran suhu menguntungkan, maka pathogen polisiklik dapat menyelesaikan daur penyakitnya dalam waktu pendek dan tetap member peluang berkembangnya epidemik. Pengendalian Penyakit Penyakit ini dapat di kendalikan dengan menanam di tanah yang drainase baik, mengendalikan gulma, memperhatikan jarak tanaman. Jika diperlukan tanaman dapat di semprot dengan fungisida tembaga, zineb, ferbam atau kaptan (Pathak, 1976 dalam Semangun, 2003). Menurut Scherer (1989) dalam Schmid et. al (2005) pengendalian bercak daun stroberi juga dapat di lakukan denga sanitasi daun. Tetapi belum ada laporan ilmiah yang tersedia. Beberapa laporan menunjukkan bahwa pengelolaan yang terbaik dari bercak daun adalah tanaman resisten (Janick and Wiliams, 1959; Maas, 1987; Nemec, 1971). 17 Nimba (Azadirachta Indica A. Juss) Deskripsi Tanaman nimba termasuk kedalam family meliacea. Tanaman ini biasa di sebut dengan nimba (neem, imba, membha, mempheuh dan intaran). Tanaman ini merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan selalu hijau sepanjang tahun, suka cahaya dan agak tahan terhadap kekeringan. Batang tanaman lurus dan berkayu keras (lignosus), memiliki banyak cabang, dengan ketinggian pohon berkisar anatara 7 - 20 meter dan lingkar batang dapat mencapai 100 cm. batang berkulit tebal dan agak kasar (Anonim, 1992). Tanaman nimbi tumbuh pada daerah subhumid sampai semiarid dengan curah hujan 450-750 mm/tahun, dengan ketinggian tempat 0-670 m dpl, dapat tumbuh pada daerah kering dan panas tanpa irigasi. Di Indonesia pohon nimbi dijumpai di sepanjang pantai utara Jawa, dari Indranayu sampai Banyuwangi, pasu-ruan, Lamongan, Nganjuk, Jombang, Bilitar, Pono-rogo, Madiun, Bojonegoro, Bondowoso, Gianyar,Negara, dan Lombok Timur. Nimba dapattumbuh ditanah kering dan miskin hara, dangkal, bahkan tanah salin. (Rahim,1998). Ekologi Di Indonesia pohon nimbi kebanyakan tumbuh liar dan belum banyak dimanfaatkan, kecuali kayunya sebagai bahan bakar. Petani sepertinya kurang menaruh perhatian terhadap keberadaan pohon nimbi yang tumbuh liar tersebut. Tanaman nimbi dapat beradaptasi secara luas didaerah tropis (Benge, 1996). Di Indonesia, tanaman ini dapat tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah dengan 18 ketinggian sekitar 800 m dpl. Daerah yang cocok bagi perkembanagan tanaman nimbi adalah daerah kering dengan suhu udara antara 22oC-28oC, curah hujan 300 mm/tahun,kelembaban udara antara 30%-60% dan merupakan tempat terbuka yang cukup mendapat cahaya matahari. Namun tanaman ini masih toleran terhadap suhu yang lebih tinggi dan curah hujan 400-1.200 mm/tahun (Anonim, 1992). Kandungan dan Kegunaan Bagian tanaman yang diketahui mengandung senyawa aktif sebagai insektisida adalah daun dan biji, namun yang terbanyak adalah dalam biji nimba. Senyawa yang terdapat dalam tanaman ini terdiri dari campuran 4 senyawa alami utama yang aktif sebagai insektisida yang termasuk kedalam kelompok triterpen yang lebih spesifik disebut limonoids. Disamping itu terdapat 20 senyawa lain yang perannya sebagai insektisida belum jelas. Keempat senyawa utama tersebut masing-masing adalah Azadirachtin, senyawa ini paling banyak terdapat dalam biji nimba, dan dalam 1 gram biji kira-kira terdapat 2-4 mg azadirachtin namun ada juga yang sampai 9 mg. bahan aktif ini tidak langsung membunuh, namun akhirnya akana dapat mematikan serangga melalui mekanisme menolak makan, mengganggu pertumbuhan dan reproduks. Secara structural, senyawa ini menyerupai hormone acdysones pada serangga, yang berfungsi mengontrol proses metamorfosis pada serangga. Meliantriol, senyawa ini dalam konsentrasi yang sangat rendah mampu menolak serangga untuk makan sehingga akhirnya serangga mati kelaparan. Salanin, senyawa ini juga termasuk kelompok triterpen yang mempunyai daya kerja sebagai penghambat makan, namun tidak mempengaruhi proses ganti kulit pada serangga. 19 Ada serangga tertentu yang sangat terpengaruh oleh senyawa ini, beberapa diantaranya belalang, lalat rumah, kumbang ketimun dan kumbang jepang. Nimbin, senyawa ini dilaporkan mempunyai daya kerja sebagai antivirus, sehingga mempunyai potensi untuk digunakan sebagai pengendali virus yang menyerang taaman dan ternak (Anonim, 1996). Maja (Cresjentia cujete L) Deskripsi Tumbuhan Maja (crescentia cujete) berasal dari family Bignoniaceae merupakan tanaman hijau yang dapat tumbuh dengan cepat, merupakan tanaman perdu, tinggi 8-10 m dan diameter batang sekitar 25 cm. batang yang pendek berkayu biasanya lurus dan terdiri dari cabang-cabang yang horizontal dan menyimpul.Daun majemuk, menyirip, lonjong, tepi rata, ujung meruncing, pangkal membulat, panjang 10-15 cm, lebar 5-7 cm, bertangkai pendek, hijau, dengan petualangan daun menyirip. Bunga tunggal, dicabang dan ranting kelopak bentuk corong, hijau pucat, benang sari ada empat, sepanjang ± 2 cm, putik berwarna putih dengan panjang ± 2 cm, kepala putik berbentuk cotong dan warna putih, mahkota berbentuk bibir warnah putih. Buah buni, bulat licin berdiameter ± 2 cm pada saat mudah dan ± 20 cm. Pada saat matang matang, hijau kekuningan, kulit buah mengayuh tebal dan sering di gunakan sebagai wadah tempat air. Biji berbentuk kitak, panjang kurang lebih 5 mm berwarna coklat. Tanaman ini berakar tunggang putih kotor (Anonim, 2004) 20 Kandungan Bahan Aktif Terdapat 9 % tannin didalam daging buah, pada kulit berisi hingga 20%. Tannin juga terdapat dalam daun. Minyak dasar pada daun berisi d-limione, 56% a-dphellandrene,cineol,citronellal,citrate; 17% p-cyrnene, 5% cumin aldehyde. Daundaun mengandung alkalid 0-(3,3 dimetilalil) – N-ethoxy – 2-(4-methoksiphenil) ethilcinnamida, N-2-metoksi-2-(4-)3,3-dimethialloksi penil) etilcinnamida, dan N-2metoksi-2-(4-metoksipenil)-etilcinnamida. Dxaging buah juga mengandung saponin. Ekstaksi dari biji-biji dalam bentuk minyak asitri dan berwarna kuning berisi 15,6 % asam palmitic, 8,3 % asam stearic, 28, 7 % linoleik dan 7,6 % asam linolenik. Daun, batang, dan buah C. cujete memepunyai kandungan kimia, saponin, polisenol. Disamping itu, buahnya juga mengandung flavanoid (Anonim, 2004). Kegunaan Buah C. cujete berasa pahit, berbau tajam, yang dapat di gunakan sebagai penurun demam. Air rebusan kulit pohon di pakai untuk memebersihkan luka/borok dan daun mudanya yang telah di tumbuk di gunakan untuk kompres pada sakit kepala (heyne, 1987). Selain itu, daun berkhasiat sebagai obat luka baru dan daging buahnya sebagai obat pencahar. Untuk obat luka baru di pakai ± 10 gr daun C. cujete, di cuci dan di tumbuk halus kemudian di tempelkan pada bagian yang luka, lalu di balut dengan kain bersih. Tumbuhan maja dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati terutama bagian buahnya karena mempunyai rasa yang pahit, berbusa dalam air,mempunyai sifat deterjen yang baik, beracun pada binatng berdarah dingin, mempunyai aktivitas 21 haemolisis, merusak sel darah merah, menurut Harborne (1996), salah satu kandungan kimia dari buah maja adalah saponin memberikan rasa pahit dan dapat menghambat pertumbuhan yang pada tumbuhan merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat sebagai sabun, serta dapat di deteksi berdasarkan kemampuan membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Menurut novisan (2002), peran sabun yaitu sebagai bahan untuk melakukan ekstraksi pestisida biologi dan sebagai bahan untuk pelarut minyak dan air. Lebih lanjut Harborne (1996) mengemukakan bahwa senyawa golongan saponin berdasarkan strukturnya adalah merupakan senyawa glikosida, yaitu metabolic sekunder yang banyak terdapat di alam, terdiri dari gugus gula yang berikatan aglikon atau sapongenin. Senyawa ini bersifat racun bagi binatang berdarah dingin. Oleh karena itu da[pat di gunakan untuk pengendalian hama tertentu. Senyawa flavanoid menurut hakim dkk (1998) dapat menghambat transportasi asam amino leusin dan bersifat toksisitas terhadap serangga. Senyawa folifenol adalah asam felonik merupaka anti mikroba yang mempunyai kemampuan tinggi dalam memproteksi oksidasi yang di sebabkan oleh radikal bebas dan dapat menjegah serangga hama atau penyakit. Sirih Tanaman yang berasal dari india dan srilangkah ini dikenal sejak 600 tahun SM. Bentuk daun bulat telur melebar, elips melonjong dengan pangkal seperti jantung dan ujung meruncing pendek. Senyawa yang terkandung didalamnya yang terbesar adalah Chavicol dan Betlephenol. Senyawa Chavicol memiliki daya antiseptic yang kuat (Suharso, 2003). 22 Pengamatan secara kasar di lapangan menunjukkan bahwa daun sirih jarang ditemui terserang Phytophthora palmivora. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cairan perasan berpengaruh terhadap pertumbuhan koloni dan pembentukan klamidiospora. Pada uji perkecambahan zoospore, cairan perasan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap panjang tabung kecambah (Darsam, dkk, 1994). Tembakau Tembakau dimana seperti yang kita ketahui bahwa kandungan yang dimiliki oleh tembakau yaitu dimana tembakau memiliki kandungan senyawa nikotin dimana berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tersebut terungkap bahwa senyawa nikotin (C10H14N2) dengan kesamaan indeks 94 yang mempunyai toksisitas 83% (efektif). 23